Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri di RS. dr. Pirngadi Medan
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan
Oleh
YURINA BAYU. S 102500046
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An. M dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Di RSU dr. Pirngadi ”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Ahlimadya Keperawatan di Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.
Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari semua pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata M.kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.
2. Ibu Erniyati S.kep, Ns, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.
3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku ketua prodi DIII Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatra Utara Medan.
4. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan waktu serta pikiran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep , selaku penguji yang telah meluangkan waktu serta dengan sabar memberikan saran-sarannya.
6. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 7. Orang tua saya, Bapak (Drs. J.E.Saragih ) dan Bunda (O.J.Sinaga, Amk), adik-adik
terkasih, dan Thomson M.Sitohang, Amd yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil dengan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Seluruh sahabat penulis dimanapun berada yang memberikan doa, waktu dan dukungannya.
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan penulis semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 5 Juli 2013
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.2.1 Tujuan Umum ... 2
1.2.2 Tujuan Khusus ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3
A. Pengelolaan Kasus... 3
2.1 Konsep Dasar Nyeri... 3
2.1.1 Rumusan Masalah ... 3
2.1.2 Sifat Nyeri... 3
2.1.3 Fisiologi Nyeri ... 4
2.1.4 Klasifikasi Nyeri ... 5
2.1.6 Efek Membahayakan dari Nyeri ... 10
2.1.7 Penilaian Nyeri... 10
2.2 Proses Keperawatan dan Nyeri... 11
2.2.1 Pengkajian Nyeri ... 11
2.2.2 Penetapan Diagnosa... 14
2.2.3 Perencanaan ... 15
2.2.4 Implementasi... 16
B. Asuhan Keperawatan Kasus... 20
2.3 Pengkajian ... 20
2.4 Analisa Data ... 27
2.5 Rumusan Masalah... 27
2.6 Perencanaan Keperawatan ... 28
2.7 Implementasi dan Evaluasi... 31
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
3.1 Kesimpulan ... 32
3.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia terdiri atas unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan manusia. Kebutuhan Dasar Manusia menurut teori Hirarki Abraham Maslow terdiri atas kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997). Teori Hirarki merupakan teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami kebutuhan dasar manusia ketika mengaplikasikan asuhan keperawatan.
Kebutuhan dasar manusia merupakan fokus dalam asuhan keperawatan. Bagi klien yang mengalami gangguan kesehatan maka kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan dasar klien yang terganggu. Menurut tingkatan pada teori Hirarki Maslow, pemenuhan kebutuhan dasar manusia diawali dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis yang meliputi oksigenasi, nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi, termoregulasi, personal hygene, aktivitas tidur dan istirahat, serta seksualitas. Jika pemenuhan kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, maka kebutuhan keamanan dan kenyamanan pada tingkatan selanjutnya yang harus dipenuhi.
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang konsisten pada pengalaman subjektif klien. Sehingga penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi setiap individu karena nyeri bersifat subjektif dan sangat individual.
Pentingnya pemenuhan kebutuhan klien akan kenyamanan dan bebas dari nyeri selama dilakukan perawatan, menarik minat penulis untuk membahas dan menyusun intervensi untuk penatalaksanaan gangguan rasa nyaman nyeri yang dialami oleh klien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi gangguan rasa nyaman: nyeri yang dialami klien An. M di ruang IX Bedah Anak RSU dr. Pirngadi, Medan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan konsep nyeri.
2. Menyusun asuhan keperawatan dengan diagnosa gangguan rasa nyaman: nyeri. 1.3 Manfaat
1. Instansi pendidikan
Sebagai tolok ukur kemampuan mahasiswa dalam melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa D3 keperawatan USU.
2. Perawat
Masukan agar perawat lebih bertanggung jawab dalam memberikan kontribusi penanganan masalah nyeri pada klien.
3. Klien
Mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kenyamanan untuk klien selama proses hospitalisasi.
4. Penulis
A. Pengelolaan Kasus 2.1 Konsep Dasar Nyeri 2.1.1 Defenisi Nyeri
Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan (Wilkinson, Judith. M, 2007). Nyeri juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan abdomen. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala antara lain: respirasi meningkat, percepatan jantung, tekanan darah meningkat, dan palor. Respon seseorang terhadap nyeri bervariasi. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
Nyeri juga dinyatakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik. Nyeri somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental.
2.1.2 Sifat Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994). Menurut McCaffery (1980) : ” nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.” Mahon menemukan empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (1994). Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang.
menimbulkan tanda dan gejala yang dapat diprediksi, seringkali perawat hanya mengkaji nyeri dengan mengacu pada kata-kata dan perilaku klien. Hanya klien yang mengetahui apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut.
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi nyeri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Misalnya, seseorang yang kakinya terkilir menghindari aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya untuk mencegah cedera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy dan McVicar, 1992).
Nyeri mengarah pada penyebab ketidakmampuan. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik, dengan nyeri merupakan suatu gejala yang umum.
2.1.3 Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri yang dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990).
2.1.4 Klasifikasi Nyeri
Nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis (Berger. 1992).
1. Nyeri Akut
terapeutik (Lewis, 1983). Nyeri akut biasanya mempunyai mempunyai awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jadi kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2001).
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadapa pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung ujung saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk memberikan sensasi nyeri, atau ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri menjadi mampu mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri (Smeltzer & Bare, 2001).
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut:
1. Faktor Fisiologi
Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari umur, jenis kelamin, kelelahan, dan faktor gen.
a. Umur
sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua maupun perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama sengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat di mana sumber nyeri yang dirasakan pasien (Taylor. 1997; Potter & Perry, 2009).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri (Gil, 1990). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin (misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama).
Toleransi nyeri sejak lama telah menjdi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelmain (Potter & Perry, 2005).
c. Kelelahan
kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap diabandingkan pada akhir hari yang melelahkan (Potter & Perry, 2005). d. Gen
neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai efek kewaspadaan dan respon pasien (Potter & Perry, 2009).
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian, pengalaman nyeri sebelumnya, serta keluarga dan dukungan keluarga.
a. Perhatian
Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri (Carrol & Seers. 1998 dalam Potter & Perry, 2009). Seseorang yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun (Gil, 1990). Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase.
b. Pengalaman nyeri sebelumnya
Hal ini juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh dan menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2005).
c. Keluarga dan dukungan keluarga
dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin, 2007).
3. Faktor Spiritual
Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009).
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari kecemasan dan koping individu.
a. Kecemasan
Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka (Mubarak & Chayatin, 2007). Wall 7 Melzack (1999 dalam Potter & Perry, 2009) mengemukakan bahwa stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat mengontrol emosi, salah satunya adalah kecemasan.
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990). Sulit untuk memisahkan dua sensasi. Paice (1991) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
b. Koping Individu
Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping pasien sangat penting untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009).
5. Faktor Budaya
Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari makna nyeri dan suku. a. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2005).
b. Kebudayaan
Begitu juga dengan kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991). 2.1.6 Efek Membahayakan dari Nyeri
dengan nyeri hebat dan stres yang berkaitan dengan nyeri dapat tidak mampu untuk bernafas dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas menurun.
Nyeri kronis mempunyai efek yang membahayakan seperti supresi fungsi imun berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis juga sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal. Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau makan.
2.1.7 Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan ketenangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
[image:15.612.118.527.506.607.2]Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori.
Tabel 2.1 Skala Nyeri Menurut Hayward
Skala Keterangan
0 1-3 4-6 7-9 10
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang
Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan
Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
Sedangkan skala nyeri McGill (McGill scale) mengukur intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka, yaitu :
3 = Nyeri berat 4 = Nyeri sangat berat 5 = Nyeri hebat
[image:16.612.122.513.204.296.2]Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan berkomunikasi.
Gambar 2.1 Skala FACES 2.2 Proses Keperawatan dan Nyeri
2.2.1 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Walaupun pengkajian nyeri merupakan aktivitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri merupakan salah satu pengkajian yang sulit dilakukan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Penting untuk menginterpretasi secara cermat tanda-tanda nyeri mengingat komponen fisik dan psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri.
Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan data objektif.
1. Data Subjektif
a. Intensitas (skala) nyeri
Karakteristik nyeri yang paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang, atau parah. Namun, makna istilah tersebut berbeda bagi klien dan perawat.
Skala deskriptif merupakan pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah garis yang terdiri dari lima kata pendeskripsi yaitu “tidak nyeri, sampai nyeri tidak tertahankan”. Skala Penilaian Numerik (Numerical Rating Scale) lebih digunakan sebagai alat pengganti deskripsi kata yang menggunakan skala 0-10 dimana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.
b. Karakteristik nyeri
Laporan tunggal klien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indikator tunggal yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang berhubungan dengan ketidaknyamanan (NIH, 1986). Pengkajian karakteristik nyeri antara lain; awitan dan durasi (kapan, berapa lama, terjadi pada waktu yang sama atau tidak, kekambuhan nyeri), lokasi nyeri, irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas nyeri (seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan).
c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap klien
konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.
e. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai maslah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Smeltzer & Bare, 2001).
2. Data Objektif
Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai :
a. Respons Perilaku
Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respon perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992).
b. Respons Fisiologik
Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger, 1992). Respon fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001).
c. Respons Afektif
Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).
2.2.2 Penetapan Diagnosa
klien. Perawat harus dapat menyeleksi pola data untuk mengidentifikasi nyeri sebagai diagnosa yang tepat.
Diagnosa keperawatan harus berfokus pada sifat khusus nyeri untuk membantu perawat mengidentifikasi jenis intervensi yang paling berguna untuk menghilangkan nyeri dan meminimalkan efek intervensi itu pada gaya hidup dan fungsi klien. Nyeri yang berhubungan dengan trauma fisik melawan nyeri yang berhubungan dengan proses melahirkan membutuhkan intervensi yang sangat berbeda. Identifikasi yang akurat pada faktor terkait memastikan pemilihan terapi keperawatan yang sesuai.
Menurut NANDA (2003), diagnosa keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah :
1. Nyeri akut 2. Nyeri kronis
Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan lokasinya secara jelas, misalnya: nyeri pada pergelangan kaki kanan. Lebih lanjut, nyeri dapat memengaruhi banyak aspek pada fungsi individu, sehingga nyeri tidak hanya menjadi masalah tetapi dapat menjadi etiologi untuk diagnosa keperawatan yang lain. Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang dapat terjadi terkait dengan masalah nyeri adalah :
1. Nyeri yang berhubungan dengan: a. Cedera fisik atau trauma
b. Penurunan suplai darah ke jaringan c. Proses melahirkan normal
2. Nyeri kronik yang berhubungan dengan: a. Jaringan parut
b. kontrol nyeri yang tidak adekuat 3. Ansietas yang berhubungan dengan :
Nyeri yang tidak hilang
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan: a. Nyeri maligna kronik
5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan: a. Nyeri kronik
6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan: a. Nyeri muskuloskeletal
2.2.3 Perencanaan
Untuk setiap diagnosa keperawatan yang telah teridentifikasi, perawat mengembangkan rencana keperawatan untuk kebutuhan klien. Hasil akhir yang diharapkan dan tujuan perawatan diseleksi berdasarkan pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Terapi yang tepat dipilih berdasarkan pada diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Terapi yang tepat dipilih berdasarkan pada faktor-faktor terkait yang menyebabkan nyeri atau masalah kesehatan klien. Misalnya, nyeri yang berhubungan dengan nyeri insisi akut berespons terhadap analgesik, sedangkan nyeri yang berhubungan dengan kontraksi persalinan dini dapat dikurangi dengan latihan relaksasi.
Saat mengembangkan rencana perawatan, perawat menyeleksi prioritas berdasarkan tingkat nyeri klien dari efeknya pada kondisi klien. Untuk nyeri akut dan berat, adalah penting untuk melakukan upaya untuk menghilangkan nyeri sesegera mungkin. Analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan cepat dan menurunkan kesempatan nyeri mengalami perburukan. Setelah nyeri yang klien rasakan hilang, perawat merencanakan terapi lain, seperti relaksasi atau aplikasi panas untuk meningkatkan efek analgesik.
Perawat memberi asuhan keperawatan pada klien yang mengalami nyeri, tujuan berorientasi pada klien dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Klien menyatakan merasa sehat dan nyaman
2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri 3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini 4. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri
5. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman. 2.2.4 Implementasi
invasif minimal yang dilakukan pertama kali. Apabila ada keraguan mengenai terapi keperawatan, maka perawat harus berkonsultasi dengan dokter.
A. TINDAKAN PEREDAAN NYERI NONFARMAKOLOGIS
Ada sejumlah terapi nonfarmakologis yang mengurangi resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan nyeri akut. Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agen-agen fisik bertujuan memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respons fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi. Beberapa tindakan nonfarmakologis yaitu:
1. Distraksi
Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika sesorang menerima masukan sensori yang cukup ataupun berlebihan. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin. Individu yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Namun, distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik. misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik. 2. Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan holistik, hipnosis-diri menggunakan sugesti-diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respons tertentu bagi mereka (Edelman dan Mandel, 1994). Hipnosis-diri sama dengan melamun. Konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
3. Mengurangi Persepsi Nyeri
merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat diatasi dengan mengantisipasi kejadian yang menyakitkan. Upaya ini hanya membutuhkan suatu pertimbangan sederhana tentang rasa tidak nyaman yang klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya menghindari situasi yang menyebabkan nyeri. Misalnya, klien yang mengalami artritis lutut, maka perawat terlebih dulu memastikan adanya tempat duduk yang tinggi di kamar mandi untuk menghindari fleksi ekstrem lutut. Hal ini dapat meminimalkan rasa tidak nyaman.
4. Stimulasi Kutaneus
Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Masase, mandi air hangat, kompres es, merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Teori Gate-Control mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta A berdiameter kecil. Gerbang sinap mengatakan transmisi impuls nyeri. Meek (1993) mengatakan bahwa sentuhan dan masase merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi.
5. Relaksasi dan Teknik Imajinasi
Klien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif dengan melakukan relaksasi dan teknik imajinasi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan, saat individu sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan untuk membantu agar tubuh sehat kembali dan beregenerasi setiap hari dan merupakan alternatif terhadap alkhohol. Merokok, atau makan berlebihan (Edelman dan Mandle, 1994).
B. TINDAKAN TERAPI NYERI FARMAKOLOGIS
1. Penatalaksanaan Nyeri Akut
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan dan prosedur medis, dan kepada klien yang nerupakan korban akibat trauma. AHCPR (1992) telah menetapkan suatu bagan alur terapi nyeri untuk penanganan pascaoperasi. Pedoman yang diberikan juga diterapkan pada klien yang sedang dalam proses pemulihan dari prosedur dan trauma medis yang menyakitkan. Pendekatan sistemik memungkinkan tenaga kesehatan berespon cepat terhadap ketidaknyamanan yang klien alami. Tim perawatan kesehatan berkolaborasi untuk menemukan kombinasi terapi yang paling baik bagi klien.
a. Obat Tambahan (Adjuvan)
Adjuvan seperti seperti sedatif, anticemas, dan relaksan otot meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik.
2. Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan anlgesik narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk menghilangkan nyeri dan efek-efek farmakologi obat-obatan tersebut.
Ada tiga jenis analgesik, yaitu:
a. Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Jenis ini umumnya untuk menghilangkan nyeri ringan dan sedang, seperti nyeri yang terkait dengan artritis, prosedur pengobatan gigi, dan bedah minor.
b. Analgesik narkotik atau opiat
Analgesik opiat atau narkotik umumnya diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri maligna.
c. Obat tambahan (adjuvan)
seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali diresepkan untuk penderita nyeri kronik.
3. Analgesik Dikontrol Pasien
B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 2.3 Pengkajian
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Pendidikan :
-Alamat : Dusun XIII Jalan Jati Luhur No. 10 Tanggal Masuk RS : 16 - 06-2013
No. Register : 00886994
Ruangan/kamar : Ruang IX Pasca Bedah Anak Golongan darah : A
Tanggal Pengkajian : 17 - 06-2013 Tanggal operasi : 16 - 06-2013 Diagnosa Medis : Hernia Inguinalis
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluhkan merasa nyeri di lokasi pembedahan setelah dilakukan operasi.
III.RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/ Palliative
1. Apa penyebabnya: Nyeri disebabkan karena luka akibat insisi bedah. 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Keadaan klien membaik apabila
diberi obat anti nyeri. B. Quantity/Quality
1. Bagaimana dirasakan : Klien merasakan nyerinya tajam dan menyebar. 2. Bagaimana dilihat : Klien tampak takut merubah posisi dan
meringis kesakitan. C. Region
1. Dimana lokasinya : Pada region inguinalis kanan.
D. Severity : Keadaan ini mengganggu aktivitas klien karena hampir semua aktivitas klien dilakukan di tempat tidur dan dibantu oleh keluarga.
E. Time : Keluhan ini dirasakan klien setelah efek anastesi habis.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Penyakit yang pernah dialami : Klien sudah pernah mengalami hal ini saat masih balita.
2. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Klien dibawa ke pengobatan alternatif untuk dipijat lalu keadaan klien membaik sampai keadaan ini berulang kembali sekitar seminggu yang lalu.
3. Pernah dirawat/ dioperasi : Klien tidak pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4. Lama dirawat : Tidak pernah dirawat.
5. Alergi : Klien tidak memiliki alergi.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keterangan:
Laki-laki Klien
A. Orangtua : Ibu klien memiliki penyakit hipertensi. Ayah klien tidak mengalami sakit serius dalam tahun terahir ini.
B. Saudara kandung : Klien memiliki dua saudara kandung. Kedua saudara klien tidak mengalami penyakit serius dalam tahun terahir ini. C. Penyakit keturunan yang ada : tidak ada penyakit keturunan.
D. Anggota keluarga yang meninggal : Tidak ada keluarga klien yang meninggal.
E. Penyebab meninggal : Tidak ada keluarga klien yang meninggal.
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya : Klien mengatakan penyakitnya pasti sembuh.
B. Konsep diri :
Gambaran diri : Klien merasa tubuhnya tetap seperti biasa.
Ideal diri : Klien mengatakan malu karena aktivitasnya harus selalu dibantu.
Harga diri : Klien merasa malu karena aktivitasnya harus selalu dibantu.
Peran diri : Klien adalah seorang anak.
Identitas : Klien adalah seorang anak dan adik paling bungsu.
C. Keadaan emosi : Emosi klien terkontrol dengan baik. D. Hubungan sosial :
Orang yang berarti : Klien dekat dengan ibu dan kakaknya.
Hubungan dengan keluarga : Klien berhubungan baik dengan orangtua dan kakaknya.
Hubungan dengan orang lain : Klien berinteraksi dengan baik dengan orang lain, misalnya perawat.
E. Spiritual :
Nilai dan keyakinan : Klien mau berdoa agar penyakitnya sembuh.
Kegiatan ibadah : Klien tidak melakukan kegiatan ibadah selain berdoa di tempat tidur.
VII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : kesadaran klien compos mentis, klien tampak meringis menahan nyeri.
B. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : 37, 2o C
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 kali/ menit
Pernafasan : 20 kali/ menit
Skala nyeri : 6.
TB : 153 cm
BB : 44 kg
C. PemeriksaanHead to toe Kepala
Bentuk : Lonjong Ubun-ubun : normal Kulit Kepala : kurang bersih. Rambut
Penyebaran rambut : Rambut lebat dan tersebar merata
Bau : sedikit berbau
Warna kulit : agak kecoklatan. Wajah
Warna kulit : Coklat
Struktur wajah : Simetris Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan : Jumlah lengkap dan simetris
Palpebra : tidak ada kelainan
Pupil : diameter pupil normal, respon terhadap cahaya baik.
Cornea dan iris : cornea tidak ada kelainan, iris berwarna coklat.
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan visus
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan. Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi : letak normal di medial.
Lubang hidung : lubang hidung lengkap dan bersih.
Cuping hidung : cuping hidung normal. Telinga
Bentuk telinga : bentuk normal.
Ukuran telinga : ukuran telinga normal.
Lubang telinga : lubang telinga bersih.
Ketajaman pendengaran : dapat mendengar dengan baik. Mulut dan faring
Keadaan bibir : bentuk bibir normal, lembab.
Keadaan gusi dan gigi : gusi dan gigi terlihat bersih.
Keadaan lidah : lidah bersih. Leher
Posisi trachea : Posisi trachea normal di medial.
Thyroid : Tidak ada tampak kelainan.
Suara : suara bersih dan jelas.
Kelenjar limfe : Tidak ada tampak pembengkakan.
Vena jugularis : Tidak ada tampak pembesaran vena jugularis.
Denyut nadi karotis : Denyut teraba normal. Pemeriksaan integumen
Kebersihan : Kulit bersih
Kehangatan : Kulit hangat
Warna : Coklat
Turgor : kembali < 2 detik
Kelainan pada kulit : tidak ada kelainan pada kulit. Pemeriksaan thoraks/ dada
Inspeksi thoraks : thoraks normal, tidak ada kelainan bentuk.
Pernafasan : frekuensi 20x/menit, irama reguler.
Tanda sulit bernafas : tidak ada kesulitan bernafas, tidak tampak pernafasan cuping hidung. Pemeriksaan paru
Palpasi getaran suara : Terasa simetris kanan dan kiri
Perkusi : Resonan.
Auskultasi : suara nafas bersih, tidak ada suara tambahan
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : tidak tampak kelainan, atau pembesaran
Palpasi : Tidak teraba pembesaran.
Perkusi : dullnes
Auskultasi : Denyut jantung terdengar normal, 80x/menit
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Abdomen terlihat normal
Auskultasi : Terdengar suara peristaltic normal
Palpasi : Abdomen teraba soepel, tidak ada
distensi.
Perkusi : Tympani
Pemeriksaan kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan musculoskeletal : Kekuatan otot normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada oedem.
Fungsi sensorik : Fungsi sensorik normal, dapat mengidentifikasi sentuhan dengan baik.
Refleks : semua refleks normal.
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI 1. Pola makan dan minum
Frekuensi makan : 3 kali/ hari.
Nafsu makan : kurang nafsu makan.
Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri ulu hati.
Alergi : tidak ada alergi.
Mual dan muntah : klien mengalami muntah sebelum dibawa ke rumah sakit.
Waktu pemberian makan : pagi 08.00, siang 13.30, malam 20.00
Jumlah dan jenis makan : rata-rata setengah piring, makanan biasa.
Waktu pemberian cairan/minum : setiap klien haus.
Masalah makan dan minum : klien mengalami anoreksia. 2. Perawatan diri
Kebersihan tubuh : kebersihan tubuh klien kurang terpenuhi karena klien tidak dapat beraktivitas mandiri untuk mandi.
Kebersihan gigi dan mulut : gigi dan mulut tampak bersih.
Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku tampak kurang bersih. 3. Pola kegiatan
Aktivitas klien : klien beraktivitas di tempat tidur dan dibantu oleh keluarga.
4. Pola eliminasi 1. BAB
Pola BAB : Klien biasanya BAB dua hari sekali
Karakter feses : lembek
Riwayat perdarahan : tidak pernah perdarahan
BAB terahir : dua hari yang lalu
Diare : tidak mengalami diare 2. BAK
Pola BAK : 5-6 kali sehari
Karakter urin : jernih
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada nyeri/ kelainan saat BAK
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada riwayat penyakit ginjal
Upaya mengatasi masalah : Tidak ada masalah
2.4 Analisa Data
No. Data Masalah Keperawatan
1. DS = klien mengeluhkan nyeri pada lokasi pembedahan
DO = skala nyeri 6
klien tampak meringis
klien takut bergerak merubah posisi. Gelisah, banyak berkeringat
Nyeri
2. DS = keluarga bertanya mengenai penyebab penyakit anaknya terjadi
keluarga klien membawa anaknya ke pengobatan alternatif
keluarga klien mengatakan penyakit anaknya penyakit biasa
DO = saat ditanya tentang penyakit anaknya keluarga tampak bingung menjawab.
2.5 Rumusan Masalah
MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri 2. Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah ditandai dengan skala nyeri 6, klien tampak meringis, pucat, gelisah, takut bergerak, dan banyak berkeringat.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang penyakit ditandai dengan saat ditanya tentang penyakit anaknya keluarga tampak bingung menjawab, keluarga bertanya mengenai penyebab penyakit anaknya terjadi kembali, keluarga membawa anaknya ke pengobatan alternatif, dan mengatakan penyakit anaknya penyakit biasa.
2.6 Perencanaan Keperawatan dan Rasional Hari /
tanggal
No.
Dx Perencanaan Keperawatan
Senin 17 06
-2013
1. Tujuan:
Nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang b. Skala nyeri menurun 0-3
c. Klien tampak tenang
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan Rencana Keperawatan:
a. Kaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri
b. Kaji tanda-tanda vital klien.
c. Berikan klien posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk.
d. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada saat nyeri berlangsung.
Rasional
a. Berguna dalam
pengawasan keefektifan obat, dan kemajuan penyembuhan. b. Mengetahui keadaan
umum klien melalui tanda-tanda vital. c. Memberikan
kenyamanan pada klien untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
e. Berikan kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya.
f. Beri kesempatan klien untuk istirahat pada saat nyeri berkurang.
g. Anjurkan keluarga untuk berbincang dengan klien juga pada saat sedang tidak nyeri.
h. Berikan analgesik sesuai program.
e. Membantu menurunkan stress klien dalam keadaan sakit.
f. Memulihkan kekuatan tubuh
g. Menurunkan stress klien dan membantu klien mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
h. Untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri. Senin/
17 – 06-2013
2. Tujuan:
Informasi kesehatan terpenuhi Kriteria hasil:
Klien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
Klien termotivasi melaksanakan penjelasan yang diberikan Rencana Keperawatan:
a. Kaji tingkat pengetahuan tentang penyakit,
pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
b. Melibatkan keluarga dalam penerimaan informasi.
c. Anjurkan untuk menghindari aktivitas yang meningkatkan peningkatan intraabdomen
d. Anjurkan menggunakan celana dalam ketat
e. Anjurkan klien untuk menjaga berat badan optimal
f. Jelaskan teknik untuk menghindari peningkatan tekanan intraabdomen
Rasional :
a. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan, perawat lebih terarah dalam memberikan pendidikan sesuai dengan pengetahuan klien/keluarga secara efisien dan efektif. b. Keluarga/orang terdekat
perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk mendukung dan membantu perawatan. c. Perawat menjelaskan faktor-faktor yang bisa meningkatkan tekanan intraabdomen, seperti mengangkat beban, batuk hebat.
d. Apabila klien sering melakukan aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal. e. Menghindari peningkatan tekanan intraabdominal f. Hindari mengangkat,
g. Dorong klien untuk berobat apabila terdapat respon alergi, bersin, atau batuk
h. Anjurkan klien untuk menghindari resiko konstipasi
i. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
j. Jelaskan teknik aktivitas selama perawatan di rumah
k. Jelaskan bahwa
pembedahan yang sudah dilakukan tidak menjamin bahwa klien tidak
mengalami hernia lagi.
l. Masukkan sumber-sumber tertulis/ gambar
teknik yang tepat dengan menekuk lutut lalu angkat, selalu gunakan dominasi punggung daripada kaki. g. Untuk menghindari
respon alergi, bersin, dan menghindari batuk berkepanjangan karena hal ini menningkatkan tekanan intraabdominal h. Hindari sembelit dengan
makan makanan tinggi serat, dan stimulant alami jus
i. Mencegah kelemahan, meningkatkan
penyembuhan dan perasaan sehat, dan mempermudah kembali ke aktivitas normal. j. Proses pemulihan akan
sempurna akan terjadi 4 minggu pascabedah. Pada hari kelima klien sudah dapat mandi, dan balutan harus diganti setelah mandi. Klien tidak diperbolehkan mengangkat benda berat karena akan memberi predisposisi terjadinya hernia ulang.
k. Pembedahan tidak menjamin hernia tidak akan kembali, jadi langkah-langkah pencegahan sangat penting menghindari hernia berulang. l. Memberi referensi
2.7 Implementasi dan Evaluasi
Hari/tanggal No.Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP) Senin
17-06-2013
1 a. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri klien.
b. Mengkaji tanda-tanda vital klien.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. d. Mendengarkan klien
menceritakan keluhannya. e. Memberikan analgesik
[image:36.612.125.528.77.623.2]Paracetamol 500mg 1 tablet.
S = Klien melaporkan nyerinya berkurang O = Tanda-tanda vital: TD= 130/90mmHg HR= 80x/menit RR= 20x/menit T= 37,2 oC Skala nyeri 5 Klien tampak lebih tenang,
Wajah tidak pucat. A = masalah sebagian
teratasi
P = intervensi dilanjutkan. Senin,
17-06-2013
2 a. Mengkaji tingkat pengetahuan tentang penyakit, pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
b. Melibatkan keluarga dalam penerimaan informasi.
c. Menganjurkan untuk menghindari aktivitas yang meningkatkan peningkatan intraabdomen d. Menjelaskan teknik
untuk menghindari peningkatan tekanan intraabdomen
e. Menganjurkan klien untuk
menghindari resiko konstipasi
S = Keluarga klien mengatakan tidak tau penyebab penyakit klien dan bagaimana perawatan yang harus dilakukan dirumah. O = Keluarga
mendengarkan dan memahami informasi yang diberikan perawat.
A = masalah sebagian teratasi.
3.1 Kesimpulan
Nyeri adalah sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan. (Wilkinson, Judith. M, 2007). Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi, baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Nyeri dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit. (Potter dan Perry, 2009).
Karya Tulis Ilmiah ini membahas kasus pada seorang klien yaitu An. M berusia 13 tahun, laki-laki, dengan diagnosa medis Hernia Inguinalis, masuk ke RS dr. Pirngadi pada tanggal 16 Juni 2013 dan dilakukan operasi Herniotomi, lalu dirawat inap di Ruang IX Bedah Anak.
Pada klien dilakukan pengkajian, ditemukan data subjektif klien mengeluhkan nyeri pada lokasi pembedahan dan data objektif antara lain skala nyeri 6, klien tampak meringis, klien takut bergerak merubah posisi, gelisah, dan banyak berkeringat. Dengan data-data diatas maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan Gangguan rasa nyaman : nyeri sebagai masalah prioritas. Untuk menangani masalah nyeri tersebut maka dilakukan tindakan keperawatan antara lain : mengkaji nyeri, lokasi, skala nyeri, dan tanda-tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, memberi posisi nyaman saat tidur atau duduk, mengajarkan teknik distraksi, mendengarkan keluhan klien, dan melakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian analgetik. Pasien mengalami penurunan skala nyeri setiap hari, lalu pada hari keempat klien sudah dapat beradaptasi sepenuhnya terhadap nyeri dengan skala 3, masalah nyeri teratasi.
3.2 Saran
Dongoes dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Iqbal,Wahit.(2005). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC
Kumala Arif.(2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Salemba Medika
Lusianah Suratun.2010.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM
Moyet Carpenito.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (edisi 10). Jakarta: EGC Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Volume 2). Jakarta:
EGC
Wartonah arwoto .(2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (edisi 3). Jakatra: Salemba Medika
No. Dx
Implementasi dan Evaluasi
Kepererawatan Tindakan keperawatan Evaluasi Hari/ tanggal Pukul
1 Selasa / 18-06-2013 14.10 14.15 14.20 14.25 17.00
Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri
Memberikan klien posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk.
Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. Memberikan kesempatan klien untuk menceritakan keluhannya pada perawat Memberikan analgesik Paracetamol 500mg 1tablet.
S = Klien melaporkan nyerinya berkurang O = Skala nyeri 4
Klien tampak tenang, Tidak gelisah. Klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan. A = masalah sebagian
teratasi P = intervensi
dilanjutkan.
2 Selasa / 18-06-2013
18.30
18.33
18.35
18.38
Mendorong klien untuk berobat apabila terdapat respon alergi, bersin, atau batuk
Menganjurkan menggunakan celana dalam ketat
Menganjurkan klien untuk menjaga berat badan optimal
Mendorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
S = Keluarga bertanya pada perawat mengenai hal lain yang dapat dilakukan untuk merawat klien dirumah.
O = Keluarga
memahami dan dapat mengulangi kembali informasi yang telah diajarkan perawat. A = masalah sebagian
teratasi P = intervensi
No. Dx
Implementasi dan Evaluasi
Kepererawatan Tindakan keperawatan Evaluasi Hari/ tanggal Pukul
1 Rabu / 19-06-2013 14.15 14.20 14.30 14.33 17.00
Mengkaji tanda-tanda vital klien.
Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri
Menganjurkan keluarga dan orang terdekat klien untuk berbincang dengan klien.
Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam. Memberikan analgesik Paracetamol 500mg 1 tablet.
S = Klien melaporkan nyerinya sudah jauh berkurang
O = Tanda-tanda vital: TD= 120/90mmHg HR= 82x/menit RR= 20x/menit T= 36,8oC Skala nyeri 3
Klien tampak tenang, Terlihat senang berinteraksi dengan keluarga.
A= masalah teratasi P= intervensi dihentikan 2 Rabu /
19-06-2013
17.30
17.33
17.35
Menjelaskan teknik aktivitas selama perawatan di rumah Memberi masukan
sumber-sumber tertulis/ gambar
Menjelaskan bahwa pembedahan yang sudah dilakukan tidak menjamin bahwa klien tidak mengalami hernia lagi.
S = Keluarga
mengatakan akan melakukan perawatan sesuai informasi yang diberikan perawat. O = Keluarga menerima
dan membaca leaflet yang diberikan perawat.
A = masalah teratasi P = intervensi
3
Hernia Inguinalis adalah
hernia isi perut yang tampak
pada sela paha di region
inguinalis (Oswari, 2000).
I.
Penyebab Hernia
a. Kelemahan dinding otot
abdomen.
Hal ini dapat terjadi sejak
abdominal
Dapat disebabkan oleh batuk kronik,
sembelit, mengejan saat BAB dan
BAK, dan mengangkat beban berat.
2. Tanda dan Gejala
1
.
Tampak adanya benjolan di lipat
paha atau perut bagian bawah.
2.
Menimbulkan perasaan nyeri
disertai perasaan mual.
3. Nyeri
menyebar,
biasanya
meningkat karena aktivitas yang
berat.
batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
3. Pencegahan
Hernia berulang dapat dicegah
dengan:
Hindari sembelit dengan makan
makanan tinggi serat
3
HERNIA
Disusun
Oleh :Yurina
Bayu. S
102500046
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013 Segera berobat apabila
mengalami bersin atau batuk
menggunakan celana dalam
ketat, bila sering melakukan
aktivitas mengangkat beban
berat
menjaga berat badan optimal
toleransi klien dan cukup istirahat.
4. KOMPLIKASI
a. Hernia berulang
b. Luka pada usus
c. Gangguan suplai darah ke
testis jika klien laki-laki
d.Perdarahan yang berlebih