• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada An.R Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri Di Rs Dr.Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada An.R Dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri Di Rs Dr.Pirngadi Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar

Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri

Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang yang sama di saat yang berbeda. Umumnya, manusia memandang nyeri sebagai pengalaman yang negatif, walaupun nyeri juga mempunyai aspek yang positif. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi, memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidakmampuan, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi.

Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu berat atau berlangsung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri cenderung tidak tertahankan, penderita bisa sampai melakukan bunuh diri (Setyanegara, 1978).

1. Defenisi Nyeri

Defenisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya tang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan yang tidak nyeman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial.

2. Bentuk Nyeri

Dua kategori dasar dari nyeri yang secara umum diketahui: a. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 (enam) bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.

(2)

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih. Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak.

Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita menjadi mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri. Meski tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk mencetuskan sensasi nyeri, atau ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.

3. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk etnik dan nilai budaya, tahap perkembangan, lingkungan dan individu pendukung, ansietas dan stress juga pengalaman nyeri sebelumnya. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh respons terhadap nyeri.

a. Etnik dan Nilai Budaya

(3)

menyembuhkan penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti “tidak tertahankan” dalam menggambarkan nyeri. Pasien dari latar belakang budaya lainnya bisa bertingkah secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri dengan suara keras. Perawat harus bereaksi terhadap nyeri pasien dan bukan pada perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya.

b. Tahap Perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seorang merupakan variabel penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak akan cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka.

c. Lingkungan dan Individu Pendukung

Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.

d. Pengalaman Nyeri Sebelumnya

Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap penanganan nyeri saat ini.

Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyaknya kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri dan depresi.

(4)

cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.

e. Ansietas dan Stres

Ansietas sering kali menyertai peristiwa yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

4. Cara Mengukur Intensitas Nyeri

Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori.

Skala Keterangan

0 1-3 4-6 7-9 10

Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang

Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol Sangat nyeri tidak dapat dikontrol

Sumber : Skala nyeri menurut Hayward, (1975)

1. Pengkajian

(5)

a. Riwayat Nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Secara umum, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara lain:

1) Lokasi

Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.

2) Intensitas Nyeri

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.

3) Kualitas Nyeri

Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.

4) Pola

Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali muncul.

5) Faktor Presipitasi

(6)

6) Gejala yang Menyertai

Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

7) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari

Dengan mengetahui sejauh mana nyeri memengaruhi aktivitas harian klien akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta status emosional.

8) Sumber Koping

Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.

9) Kekhawatiran Individu Tentang Nyeri

Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

b. Observasi Respons Perilaku dan Fisiologis

(7)

2. Analisa Data

Data Subyektif:

Data subyektif yang biasanya ditemukan pada pasien dengan gangguan rasa nyaman: nyeri adalah pasien mengeluh nyeri.

Data Obyektif:

Data obyektif yang biasanya ditemukan pada pasien dengan gangguan rasa nyaman: nyeri dapat dilihat dari respons perilaku dan fisiologis pasien. Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bawah. Selain ekspresi wajah, respons perilaku lain seperti erangan, berteriak, menangis, menendang-nendang, membolak-balikkan tubuh. Respons fisiologis dapat dilihat dari peningkatan nadi, tekanan darah, pernafasa, diaphoresis, serta dilatasi pupil.

3. Rumusan Masalah

Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah:

(8)

4. Perencanaan

Tujuan : Nyeri teratasi/hilang

Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan bahwa nyeri berkurang ataupun hilang.

Intervensi keperawatan:

Intervensi Rasional

a. Kaji nyeri, catat lokasi,

karakteristik, intensitas (skala 0-10).

b. Istirahatkan pasien saat nyeri muncul.

c. Atur posisi fisiologis.

d. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan pada saat nyeri muncul.

e. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

f. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgetik yang

diresepkan.

a. Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat menyatakan

terjadinya komplikasi, meningkatnya nyeri menunjukkan

melambatnya penyembuhan.

b. Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal. c. Pengaturan posisi semi fowler

dapat membantu merelaksasi otot-otot abdomen pascabedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pascabedah.

d. Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari penurunan oksigen lokal.

e. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.

(9)

g. Kaji respons klien terhadap obat-obat pereda nyeri.

h. Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien.

i. Libatkan keluarga dalam sejumlah prosedur untuk menurunkan nyeri.

j. Beri klien kesempatan untuk mendiskusikan ketakutan, kemarahan, dan rasa frustasinya secara pribadi.

k. Variasikan lingkungan jika memungkinkan.

l. Beri pujian untuk kesabaran pasien dan sampaikan padanya bahwa ia telah mengatasi nyeri dengan baik, tanpa memerhatikan perilaku yang ditunjukkan klien.

dapat berkurang.

g. Mengetahui keefektifan obat-obat pereda nyeri.

h. Mencegah anxietas pada keluarga juga pasien.

i. Meningkatkan rasa nyaman pasien.

j. Meningkatkan rasa percaya pasien, mengetahui tingkat keparahan nyeri klien.

k. Meningkatkan rasa nyaman pasien.

(10)

B. Asuhan Keperawatan Kasus

1. Pengkajian

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Laki- laki Umur : 9 tahun Agama : Islam

Pendidikan : Belum tamat Pekerjaan : Pelajar Alamat : Medan Denai Tanggal Masuk RS : 7 Juni 2013 NO. Register : 00. 52. 96. 52

Ruangan/ kamar : Ruang 9/ Bedah Anak Golongan darah : O

Tanggal pengkajian : 17 Juni 2013 Tanggal operasi : 10 Juni 2013

Diagnosa medis : Post Tutup Colostomy a/i Hirschprung Disease

II. KELUHAN UTAMA

Pasien dengan diagnosa hirschprung telah dilakukan tindakan kolostomi pada November tahun lalu. Kemudian pasien datang ke rumah sakit dan dilakukan tindakan operatif post tutup kolostomi pada tanggal 11 Juni 2013. Pasien dirawat di ruang rawat inap pasca bedah anak. Pasien mengalami nyeri pada area lumbal kiri pasca tindakan operatif colostomy.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/ Palliative

1. Apa penyebabnya : Nyeri yang dialami pasien dikarenakan oleh tindakan operatif tutup colostomy.

(11)

B. Quantity/ Quality

1. Bagaimana dirasakan : Pasien mengatakan nyeri di area luka post tutup colostomy.

2. Bagaimana dilihat : Pasien tampak meringis, gelisah, takut untuk mobilisasi, skala nyeri: 4.

C. Severity

Nyeri yang dialami pasien mengganggu aktivitas.

D. Time

Keluhan ini dirasakan setelah dilakukan tindakan operatif tutup colostomy.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit Yang Pernah Dialami

Riwayat gastroenteritis (-), riwayat kecelakaan parah (-)

B. Pengobatan/ Tindakan Yang Dilakukan

-C. Pernah Dirawat/ Dioperasi

Pasien pernah dilakukan operasi colostomy a/i hirschprung.

D. Lama Dirawat

Pasien pernah dirawat selama 2 minggu di RS. DR Pirngadi.

E. Alergi

Tidak ada riwayat alergi.

E. Imunisasi

Ibu dari pasien mengatakan pasien sudah mendapat imunisasi lengkap dan sesuai jadwal.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang Tua

Orang tua pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang serius. Seluruh anggota keluarga memiliki status kesehatan yang baik. Riwayat hirschprung (-), riwayat kecelakaan (-).

B. Saudara Kandung

(12)

C. Penyakit Keturunan Yang Ada

Tidak ada.

D. Anggota keluarga yang meninggal

Tidak ada.

E. Penyebab meninggal

Tidak ada.

Genogram:

Skema 2.1 Genogram

Ket : Laki-laki Perempuan Tinggal serumah Pasien

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien tidak mengetahui proses penyakitnya. Hal ini dikarenakan pasien masih dalam tahap pre sekolah yang belum mengerti tentang penyakit ini.

B. Konsep Diri

1. Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh dan ingin kembali bersekolah. 2. Harga diri : Tidak ada gangguan harga diri yang berat.

3. Peran diri : Pasien kehilangan peran diri sebagai siswa. 4. Identitas : Pasien adalah seorang anak.

C. Keadaan Emosi

(13)

D. Hubungan Sosial

1. Orang yang berarti :

Ayah dan Ibu serta keluarga adalah orang yang berarti bagi pasien. 2. Hubungan dengan keluarga :

Hubungan dengan keluarga berjalan dengan baik dan harmonis hal ini dibuktikan dengan pasien diberi dukungan selama dirawat di Rumah Sakit. 3. Hubungan dengan orang lain :

Baik.

4. Hambatan berhubungan dengan orang lain : Tidak ada.

E. Spiritual

1. Nilai dan keyakinan :

Pasien menganut agama Islam dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2. Kegiatan ibadah :

Pasien tidak bisa melakukan kegiatan ibadah seperti biasanya.

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Pasien masih dalam keadaan lemah, terdapat luka tertutup di area lumbal kiri pasca tindakan operatif tutup colostomy.

B. Tanda-Tanda Vital

1. Suhu tubuh : 36,5 oC

2. Tekanan darah : 120/ 90 mmHg 3. Nadi : 80 x/i

4. Pernafasan : 20 x/i

5. Skala nyeri : Intensitas nyeri 4

6. BB : 24 kg

7. TB : 130 cm

C. Pemeriksaan Head to Toe

1. Kepala

− Bentuk : Simetris.

(14)

− Kulit kepala : Tampak bersih, tidak ada

kotoran. 2. Rambut

− Penyebaran dan keadaan rambut : Warna rambut hitam dan penyebaran rambut merata.

− Bau : Tidak ada bau tidak sedap.

− Warna kulit : Kulit putih kecoklatan

3. Wajah

− Warna kulit : Warna kulit wajah kecoklatan − Struktur wajah : Bentuk wajah oval dan simetris

4. Mata

− Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata normal, simetris,

pergerakan bola mata normal. − Palpebra : Tidak dikaji

− Konjungtiva dan sclera : Konjunctiva tidak anemis dan

sclera tidak icterus.

− Pupil : Isochors, reflek cahaya (+)

kanan- kiri. − Cornea dan iris : Tidak dikaji

− Visus : Tidak dikaji

− Tekanan bola mata : Tidak dikaji 5. Hidung

− Tulang hidung dan posisi septum nasi : Normal, tidak ada kelainan

dan posisi tampak simetris.

− Lubang hidung : Normal, tidak ada polip dan

terdapat rambut hidung.

− Cuping hidung : Normal dan tidak terdapat

pernapasan cuping hidung. 6. Telinga

− Bentuk telinga : Normal, simetris tidak ada

(15)

− Lubang telinga : Tidak ada serumen berlebih,

tidak ada kelainan.

− Ketajaman pendengaran : Normal, masih mampu mendengar detik jam tangan.

7. Mulut dan Faring

− Keadaan bibir : Lembab, tidak pecah-pecah, tidak

ada tanda sianosis.

− Keadaan gusi dan gigi : Gigi dalam keadaan bersih, gusi

tampak baik tidak ada perdarahan − Keadaan lidah : Bersih, normal, kekuatan otot

lidah baik, fungsi pengecapan baik.

− Orofaring : Ovula simetris.

8. Leher

− Posisi trachea : Normal, tegak lurus terhadap dada dan simetris.

− Thyroid : Tidak terdapat pembengkakan

thyroid.

− Suara : Normal.

− Kelenjar limfe : Tidak dikaji.

− Vena jugularis : Teraba, kuat dan teratur. − Denyut nadi karotis : Teraba, kuat dan teratur.

9. Pemeriksaan Integumen

− Kebersihan : Bersih

− Kehangatan : Hangat, suhu permukaan kulit

36,50c

− Warna : Kulit kecoklatan

− Turgor : Kembali < 3 detik

− Kelembaban : Kulit lembab, tidak kering

(16)

10.Pemeriksaan Thoraks/Dada

− Inspeksi thoraks : Bentuk thoraks normal, simetris. − Pernafasan : Frekuensi pernafasan 20 x/menit,

irama teratur.

− Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan

bernafas. 11.Pemeriksaan Paru

− Palpasi getaran suara : Tidak dikaji

− Perkusi : Tidak dikaji

− Auskultasi : Tidak dikaji

12.Pemeriksaan Jantung

− Inspeksi : Tidak tampak pembengkakan

jantung

− Palpasi : Tidak ada massa abnormal.

− Perkusi : Dullness

− Auskultasi : Bunyi jantung normal S1 lub S2

dub, tidak ada bunyi tambahan. 13.Pemeriksaan abdomen

− Inspeksi : Tidak terdapat benjolan atau massa yang abnormal

namun terdapat luka post tutup colostomy.

− Auskultasi : Bunyi peristaltik usus 5 x/menit, tidak ada bunyi Bruit

pada aorta abdominalis.

− Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan ascites. Hepar dan lien normal tidak ada indikasi hepatomegali.

14.Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

− Genitalia : Tidak ada kelainan, tampak normal, pasien

mampu BAK.

− Anus dan perineum : Terdapat luka pada anus, ada indikasi pembedahan setelah ostomy dipindahkan. 15.Pemeriksaan musculoskeletal/ ekstremitas :

(17)

16.Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis) Tidak dikaji

17.Fungsi motorik :

Cara berjalan tidak dapat dikaji karena pasien belum boleh bergerak banyak ditambah lagi keadaan umum pasien yang masih lemah.

VIII. KEBIASAAN SEHARI-HARI

1. Pola Makan dan Minum

a. Frekuensi makan/hari : 3 x/hari

b. Nafsu/ selera makan : Pasien tidak selera makan. c. Nyeri ulu hati : Tidak ada

d. Alergi : Tidak ada riwayat alergi

e. Mual dan muntah : Ya, efek samping dari beberapa farmakoterapi mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung yang menyebabkan pasien mual dan terkadang muntah.

f. Waktu pemberian makan : Sesuai jadwal pemberian diet dari Rumah Sakit pagi hari jam 08.00, siang hari jam 12.00 dan malam hari jam 18.00 g. Jumlah dan jenis makanan : Pasien menghabiskan setengah dari porsi makanan yang diberikan dengan jenis makanan lunak/ bubur.

h. Waktu pemberian cairan/ minum : Pasien mendapat terapi cairan RL 22 tts/mnt dan minum setiap kali haus.

(18)

2. Perawatan Diri/ Personal Hygiene

a. Kebersihan tubuh : Tubuh pasien bersih. Pasien dibantu oleh perawat atau keluarga dengan dilap menggunakan waslap 2x/hari.

b. Kebersihan gigi dan mulut : Gigi dan mulut bersih. Pasien dibantu oleh perawat atau keluarga untuk menyikat gigi.

c. Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku kaki dan tangan dalam keadaan bersih. Perawat dan keluarga membantu pasien dalam kebersihan kuku kaki dan tangan.

3. Pola Kegiatan/ Aktivitas

Tabel 2.1 Pola Kegiatan/ Aktivitas

Kegiatan Mandiri Sebahagian Total

Mandi 

Makan 

BAB 

BAK 

Ganti Pakaian 

Untuk aktivitas ibadah, selama sakit kegiatan pasien terhambat seperti shalat.

4. Pola eliminasi

BAB

1. Pola BAB : Ostomy biasanya diganti tiap pagi. 2. Karakter feses : Feses tampak cair

3. Riwayat perdarahan : Tidak ada.

4. BAB terakhir : Sehari sebelum tanggal pengkajian ostomy diganti.

5. Diare : Feses masih tampak cair namun tidak dengan intensitas yang tinggi.

6. Penggunaan laksatif : Tidak

BAK

1. Pola BAK : Pasien BAK 6-7 x/ hari menggunakan pispot 2. Karakter urine : Tidak terpasang kateter urine

(19)

ANALISA DATA

No. Data Masalah Keperawatan

1. DS :

− Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka tutup kolostomi di lumbal kiri, ibu pasien mengatakan aktivitas klien terganggu karena klien merasa nyeri pada luka jahit post tutup kolostominya. DO :

− Skala nyeri:4, tampak meringis, takut mobilisasi, gelisah

Gangguan rasa nyaman: nyeri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

(20)

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

No. Diagnosa Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan post tutup colostomy ditandai dengan skala nyeri:4, tampak meringis, gelisah, takut mobilisasi.

Tujuan:

Menunjukkan tingkat kenyamanan dan nyeri teratasi.

Kriteria Hasil:

a. Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol

b. Menunjukkan nyeri hilang, mampu tidur/istirahat dengan tepat

c. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan kenyamanan umum

Intervensi:

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas (skala 0-10).

b. Istirahatkan pasien saat nyeri muncul.

c. Atur posisi fisiologis.

d. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan pada saat nyeri muncul.

e. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

f. Hindari sentuhan seminimal mungkinuntuk mengurangi rangsangan nyeri

Kolaborasi :

a. Analgetik melalui intravena.

Rasional:

a. Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat menyatakan

terjadinya komplikasi, meningkatnya nyeri menunjukkan

melambatnya penyembuhan.

b. Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

c. Pengaturan posisi semi fowler dapat membantu merelaksasi otot-otot abdomen pascabedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pascabedah.

d. Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari penurunan oksigen lokal.

e. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal. f. Sentuhan dapat meningkatkan

rangsangan nyeri

(21)

Tabel 2.4 Implementasi Keperawatan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/ Tanggal

No. Dx

Implementasi Keperawatan

Evaluasi (SOAP)

Senin/ 17 Juni

2013

1. 1. Mengkaji skala nyeri.

2. Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

3. Mengajarkan teknik relaksasi pada saat nyeri.

4. Berkolaborasi dalam pemberian analgetik.

5. Mengatur posisi fisiologi

S: Pasien mengeluh nyeri. O: Skala nyeri: 4

Tampak gelisah, meringis, takut mobilisasi. A: Masalah teratasi

sebagian.

Gambar

Tabel 2.1 Pola Kegiatan/ Aktivitas
Tabel 2.4 Implementasi Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat.. melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang

Asuhan Keperawatan pada Ny.D dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri..

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan mudah dalam menghadapi

• Membantu pasien mengidentifikasi tingkat kenyamanannya seperti menanyakan skala nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri, menganjurkan tekhnik relaksasi dan menganjurkan

S : Klien mengatakan nyeri sesekali muncul, dalam seharian ini nyeri muncul lebih kurang 4 kali dengan durasi sekitar 2-3 menit. O : Klien tampak meringis kesakitan bila nyeri

Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari

- Mengajak klien menyatakan masalah, mendengar dengan aktif dam memberikan dukungan dengan menerima.. -

Resiko tinggi cedera (jatuh) berhubungan dengan kekuatan otot menurun, kepincangan pada kaki kanan ditandai dengan pasien mengatakan sering hampir jatuh di rumah karena nyeri