ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK
ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH
PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA
KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK
SKRIPSI
OLEH:
AFRIANDI BAKRI
NIM 111524034
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK
ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH
PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA
KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
AFRIANDI BAKRI
NIM 111524034
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK
ATSIRI SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH
PALA (Myristica fragrans Houtt) DARI DESA
KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK
OLEH:
AFRIANDI BAKRI
NIM 111524034
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 27 Agustus 2013
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195101311976031003 NIP 195108161980031002
Pembimbing II, Drs. Maralaut B., M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003
Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Chairul Azhar D., M.Sc., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 194907061980021001
Dra. Tuty R. Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001
Medan, Oktober 2013
Dekan,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamain, puji dan syukur kehadirat Allah swt.,
karena limpahan rahmat, kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kadar dan komponen minyak atsiri pada manisan buah
pala (Myristica fragrans Houtt) dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak., yang
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs. Maralaut Batubara M.Phill., Apt.,
dan Bapak Dr. Muchlisyam M.Si., Apt., yang membimbing penulis dengan penuh
kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan
skripsi ini. Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku penasehat akademis yang
memberikan bimbingan kepada penulis selama ini. Bapak dan Ibu staf pengajar
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama
perkuliahan. Ibu dan Bapak Kepala Laboratorium Farmakognosi dan
Laboratorium Penelitian yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu
selama penelitian. Bapak Dr. Gindo Haro M.Sc., Apt., Bapak Drs. Maralaut
Batubara M.Phill., Apt., Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe M.Sc., Apt., dan
Ibu Drs. Tuty Roida Pardede M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan
Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada Ayahanda H. Rusly Arif dan Ibunda Salwati tercinta atas doa dan
pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk kakak dan adik tersayang Desna
Arifa dan Nouval dan sahabat-sahabat saya (Andre K., Rosy, Fardi, Fredi,
Ayusari, Angga, dan teman-teman saya yang tidak dapat saya sebutkan satu per
satu) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Agustus 2013
Penulis,
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH PALA (
Myristica
fragrans
Houtt) DARI DESA KLAMBIR LIMA
HAMPARAN PERAK
ABSTRAK
Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung minyak atsiri, terutama pada bijinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen minyak atsiri pada daging buah pala segar dan pada manisan buah pala dengan GC-MS.
Sampel buah pala diambil dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Dilakukan isolasi minyak atsiri terhadap manisan buah pala dan daging buah pala segar. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl, kemudian minyak yang telah diisolasi di analisa dengan GC-MS 2010 Shimadzu, menggunakan metode column oven temperature, memakai kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30 m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pada MS digunakan modeion source temperature 230oC dengan interface temperature
250oC, dimana berat molul yang di scan 10-550. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library pada perangkat alat GC-MS.
Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β -phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)..
ISOLATION AND ANALYSIS COMPONENTS OF VOLATILE
OIL BY GC-MS IN NUTMEG (
Myristica fragrans
Houtt)
CANDY FROM DESA KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK
ABSTRACT
Nutmeg is one of Indonesian plant containing volatile oil, especially in the seed. Purpose of this research was to analyse of nutmeg oil’s components from nutmeg and nutmeg candy using GC-MS.
Nutmeg was taken from Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Isolation was done for nutmeg candy and fresh nutmeg. Isolation volatile oil using Stahl instrument, then the volatile oil analysed using GC-MS with column oven temperature method, capillary column Rtx-1 MS, column length 30 m, column thickness 0.25 mm, column diameter 0.25 mm, injector temp. 275oC, conveyor gas He with speed flow 0.5 ml/minute. Mass Spectrometer (MS) used mode ion source temperature 230oC with interface temperature 250oC, mass molecule 10-550. The way to identification nutmeg oil is compare nutmeg oil (unknown) spectrum of mass on library data of GC-MS.
The result of analysis using GC-MS is 6 components of nutmeg candy oil α-pinen (16.32%); β-phellandren (16.23%); β-pinen (16.54%); α-terpinen (4.39%); γ-terpinen (4.33%), dan 4-Terpineol (7.36%). Meanwhile from nutmeg oil of fresh fruit 6 components α-pinen (14.89%); β-phellandren (13.54%); β
-pinen (15.23%); α-terpinen (5.85%); trans-sabinen hidrat (6.14%), dan
4-Terpineol (10.57%).
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Buah Pala ... 4
2.1.1 Pemanfaatan Buah Pala ... 5
2.2 Minyak Atsiri ... 6
2.2.1 Sumber Minyak Atsiri ... 7
2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri ... 8
2.3.1 Metode Penyulingan ... 8
2.3.2 Metode Pengepresan ... 8
2.3.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap ... 9
2.3.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat ... 9
2.4 Kromatografi Gas ... 9
2.4.1 Gas Pembawa ... 10
2.4.2 Sistem Injeksi ... 10
2.4.3 Kolom ... 10
2.4.4 Fase Diam ... 11
2.4.5 Suhu ... 12
2.4.4 Detektor ... 12
2.5 Spektrometer Masa ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
3.2 Alat ... 15
3.3 Bahan ... 15
3.4 Sampel ... 15
3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 17
3.6 Isolasi Minyak Atsiri ... 17
3.6.1 Isolasi Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar ... 17
3.6.2 Isolasi Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering .. 18
3.7 Analisa Komponen Minyak Atsiri ... 18
3.7.2 Prosedur ... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri ... 21
4.2 Analisis Dengan GC-MS ... 22
4.2.1 Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Manisan Daging Bauah Pala Kering ... 24
4.2.2 Fragmentasi Hasil Spektrofotometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Daging Bauah Pala Segar ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan ... 31
5.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil
Analisis GC-MS dari Manisan Daging Buah Pala Kering ... 24
Tabel 4.2. Waktu Tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil
Analisis GC-MS dari Daging Buah Pala Segar ... 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1. Profil Kromatogram Minyak Atsiri Manisan Daging
Buah Pala Kering ... 23
Gambar 4.2 Profil Kromatogram Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri
Manisan Daging Buah Pala kering ... 35
Lampiran 2. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar ... 37
Lampiran 3. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Manisan Daing Buah Pala Kering ... 39
Lampiran 4. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Daing Buah Pala Segar ... 42
Lampiran 5. Bahan Baku Manisan Daging Buah Pala Kering dan Buah Pala Segar ... 46
Lampiran 6. Manisan Buah Pala Kering ………. 46
Lampiran 7. Daging Buah Pala Segar ... 47
Lampiran 8. Alat Stahl ... 47
Lampiran 9. GC-MS 2010 Shimadzu ... 48
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN MINYAK ATSIRI
SECARA GC-MS PADA MANISAN BUAH PALA (
Myristica
fragrans
Houtt) DARI DESA KLAMBIR LIMA
HAMPARAN PERAK
ABSTRAK
Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung minyak atsiri, terutama pada bijinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen minyak atsiri pada daging buah pala segar dan pada manisan buah pala dengan GC-MS.
Sampel buah pala diambil dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Dilakukan isolasi minyak atsiri terhadap manisan buah pala dan daging buah pala segar. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl, kemudian minyak yang telah diisolasi di analisa dengan GC-MS 2010 Shimadzu, menggunakan metode column oven temperature, memakai kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30 m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor 275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pada MS digunakan modeion source temperature 230oC dengan interface temperature
250oC, dimana berat molul yang di scan 10-550. Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan data library pada perangkat alat GC-MS.
Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β -phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%); trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)..
ISOLATION AND ANALYSIS COMPONENTS OF VOLATILE
OIL BY GC-MS IN NUTMEG (
Myristica fragrans
Houtt)
CANDY FROM DESA KLAMBIR LIMA HAMPARAN PERAK
ABSTRACT
Nutmeg is one of Indonesian plant containing volatile oil, especially in the seed. Purpose of this research was to analyse of nutmeg oil’s components from nutmeg and nutmeg candy using GC-MS.
Nutmeg was taken from Desa Klambir Lima Hamparan Perak. Isolation was done for nutmeg candy and fresh nutmeg. Isolation volatile oil using Stahl instrument, then the volatile oil analysed using GC-MS with column oven temperature method, capillary column Rtx-1 MS, column length 30 m, column thickness 0.25 mm, column diameter 0.25 mm, injector temp. 275oC, conveyor gas He with speed flow 0.5 ml/minute. Mass Spectrometer (MS) used mode ion source temperature 230oC with interface temperature 250oC, mass molecule 10-550. The way to identification nutmeg oil is compare nutmeg oil (unknown) spectrum of mass on library data of GC-MS.
The result of analysis using GC-MS is 6 components of nutmeg candy oil α-pinen (16.32%); β-phellandren (16.23%); β-pinen (16.54%); α-terpinen (4.39%); γ-terpinen (4.33%), dan 4-Terpineol (7.36%). Meanwhile from nutmeg oil of fresh fruit 6 components α-pinen (14.89%); β-phellandren (13.54%); β
-pinen (15.23%); α-terpinen (5.85%); trans-sabinen hidrat (6.14%), dan
4-Terpineol (10.57%).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman pala merupakan salah satu tanaman Indonesia yang mengandung
minyak atsiri, yang sering disebut minyak pala (nutmeg oil). Minyak atsiri atau
minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang berasal dari tanaman,
mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian (Depkes RI,
1985).
Minyak pala dapat diperoleh dari biji, fuli, maupun daging buah. Secara
umum kandungan minyak atsiri pada tanaman pala berkisar 5-16% (Agusta,
2009). Minyak pala umumnya tidak berwarna ataupun berwarna kekuningan
dengan aroma yang khas (Tayler, 1981). Penggunaan minyak pala cukup luas
antara lain dalam industri pembuatan parfum, sabun, bahan pengolah gula, bahan
baku industri makanan dan minuman, obat-obatan, dan kosmetik. Pemanfaatan
lainnya adalah sebagai bahan campuran pada minuman ringan dan antimikroba
(Sipahelut, 2010).
Buah pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena selain
digunakan sebagai rempah-rempah yaitu bijinya, daging buahnya dapat pula
dimanfaatkan untuk dijadikan manisan, pudding, maupun sirup. Manisan buah
pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan
digemari masyarakat luas (Anonim, 1981).
Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Pemberian gula
dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa
proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air kapur untuk
mempertahankan tekstur serta menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah
(Hasbullah, 2001).
Ada 2 macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala,
yakni buah pala basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh
dari penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh
dari manisan pala basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).
Daging buah pala segar, meskipun dalam jumlah kecil masih mengandung
minyak atsiri sebesar 1,1%, dengan komponen diantaranya α-pinen, β-pinen, dan
4-terpineol (Sipahelut, 2010). Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan
pemeriksaan minyak atsiri yang masih terkandung pada daging buah pala yang
sudah dijadikan manisan, dimana pada proses pembuatan manisan pala terdapat
perlakuan-perlakuan yang memungkinkan minyak atsiri menguap, sehingga
minyak atsiri dari manisan pala berkurang kadarnya.
Peneliti menggunakan alat Gas Chromatography-Mass Spectrometer
(GC-MS) pada analisis komponen minyak atsiri karena alat GC-MS digunakan untuk
menganilis senyawa-senyawa yang mudah menguap. Alat ini juga sudah secara
luas digunakan untuk pemeriksaan komponen minyak atisri dengan memberikan
hasil yang baik serta tidak memerlukan waktu lama (Gritter, dkk., 1991; Gandjar
dan Rohman, 2007).
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk
dapat mengembangkan penelitian tentang buah pala yang tersebar luas di
Indonesia, dan dapat memberikan informasi komponen minyak atsiri dari manisan
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah manisan buah pala kering masih mengandung minyak atsiri?
2. Apakah ada perbedaan komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan
daging buah pala kering dan daging buah pala segar?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:
1. Manisan buah pala kering masih mengandung minyak atsiri.
2. Terdapat perbedaan komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan
daging buah pala kering dan daging buah pala segar.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui minyak atsiri yang terkandung pada manisan buah pala
kering.
2. Untuk mengetahui komponen dan kadar minyak atsiri dari manisan daging
buah pala kering dan daging buah pala segar.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang isolasi
dan analisis komponen minyak atsiri secara GC-MS dari manisan buah pala
kering serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan
penelitian tentang makanan olahan berbahan baku tanaman yang mengandung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Pala
Tanaman pala adalah salah satu tanaman Indonesia terutama di daerah
Banda dan sekitarnya, serta di Irian Jaya. Tidak ada data prasejarah yang dapat
memastikan mulai kapan adanya tanaman pala di daerah tersebut. Yang jelas
ialah, bahwa hasil tanaman pala berbentuk biji dan fuli merupakan unsure mata
rantai penghubung antara Timur dan Barat sejak ratusan tahun yang telah lampau,
hingga sekarang. Indonesia merupakan pemasok uama biji pala/fuli sebagai
rempah-rempahan ke dunia barat yang sudah berjalan ratusan tahun, namun
demikian tanaman pala bukan monopoli dari Indonesia, daerah-daerah tropis di
seluruh dunia pun terdapat tanaman pala. Salah satu yang maju dengan pesatnya
adalah Granada di Amerika Tengah (Rismunandar, 1990).
Kelasifikasi tanaman pala menurut Arrijani (2005) adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Magnoliales
Suku : Myristicaceae
Marga : Myristica
Jenis : Myristica fragrans Houtt
Tanaman pala yang merupakan tanaman keras, dapat berumur hingga 100
dan 250 spesies. Dari 15 marga tersebut, 5 marga berada di daerah tropis
Amerika, 6 marga di daerah tropis Afrika dan 4 marga di daerah tropis Asia.
Menurut Deinum, di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, namun yang paling
utama yakni Myristica fragrans. Jenis ini memiliki nilai eknomis yang tinggi,
sehingga masyarakat banyak membudidayakan tanaman pala jenis ini, meskipun
ada, namun sulit ditemukan jenis tanaman pala selain Myristica fragrans di
Indonesia (Rismunandar, 1990).
Pala merupakan spesies yang sangat terkenal dari tumbuhan famili
Myristicaceae. Walaupun kebanyakan dari kita hanya mengenal tumbuhan asli
Pulau Banda ini sebagai rempah, bumbu masak, atau di Bogor dibuat asinan, pala
juga dapat meningkatkan aktivitas mental atau yang lebih dikenal dengan bahan
psikoaktif. Penyebabnya adalah aktivitas senyawa safrol terutama miristisin dan
elimisin, yang terkandung pada minyak atsirinya (Agusta, 2009).
2.1.1 Pemanfaatan Buah Pala
Buah pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena selain
digunakan sebagai rempah-rempah yaitu bijinya, daging buahnya dapat pula
dimanfaatkan untuk dijadikan manisan, pudding, maupun sirup. Manisan buah
pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan
digemari masyarakat luas (Anonim, 1981).
Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Pemberian gula
dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa
manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang). Dalam
mempertahankan tekstur serta menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah
(Hasbullah, 2001).
Ada 2 macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala, yakni buah
pala basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh dari
penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh dari
manisan pala basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).
2.2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang
berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami
penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, ethereal oil
atau Olea volatillia. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak
berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih gelap, berbau
sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik
dan sukar larut dalam air (Depkes RI, 1985).
Tanaman berbau harum (mengandung minyak atsiri) mulai ditelaah lebih
dalam oleh banyak ahli. Sekitar 5 abad yang lalu pembaharu bidang kedokteran
asal Swiss, Philippus Aureolus Paracelcus (1493-1571) tidak menduga jika
hipotesanya menjadi kunci perkembangan minyak atsiri dunia. Paracelcus merinci
bahan-bahan hasil penyulingan dapat menghasilkan ekstrak penting. Ekstrak itu
disebut quinta essential, selanjutnya ditabalkan sebagai intinya obat. Seperti
halnya inti obat itu pula, minyak atsiri diperoleh melalui proses ekstraksi (Trubus,
2009).
Minyak atsiri mulai dikenal luas sejak abad ke-16. Pada saat itu segelintir
Lavandula angustifolia. Selain minyak lavender, beberapa industri di Eropa ketika
itu juga memproduksi minyak atsiri bernilai tinggi lain seperti minyak cengkih,
minyak pala, dan minyak kayumanis (Trubus, 2009).
Minyak atsiri banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri, maka usaha penggalian
sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin
meningkat. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai obat-obatan. Untuk
memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis
tanaman penghasil minyak atsiri (Sipahelut, 2010).
2.2.1 Sumber Minyak Atsiri
Sumber minyak atsiri yaitu tumbuhan yang berasal dari Lauraceae,
Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae, Asteraceae, Apocynaceae, Umbeliferae,
Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah tumbuhan yang sangat popular sebagai
penghasil minyak atsiri. Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas
menyimpan ribuan spesies tumbuhan, termasuk tumbuhan yang potensial sebagai
penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai
harganya yang dimiliki oleh Indonesia (Agusta, 2009).
2.2.2 Susunan Kimia Minyak Atsiri
Sebagian besar persenyawaan minyak atsiri mengandung hidrokarbon
yang mempunyai rumus empiris C6H10 dan kelompok persenyawaan yang
mengandung oksigen dengan rumus empiris (C6H10O)n dan C10H18O. Di dalam
buku Guenther Wallach menyebutkan nama dari 2 macam persenyawaan kimia
2.3Cara Isolasi Minyak Atsiri
2.3.1 Metode Penyulingan (Distillation)
a. Penyulingan dengan air (water distillation)
Pada penyulingan ini terjadi kontak langsung antara bahan tumbuhan
dengan air. Kemudian air dididihkan. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang
kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Contoh
tumbuhan yang disuling dengan cara ini adalah kulit jeruk (Depkes RI, 1985).
b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)
Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan tidak kontak langsung
dengan air. Bahan tumbuhan diletakkan diatas bagian yang berlubang-lubang,
sedangkan air berada dibawah bagian berlubang-lubang tersebut. Bahan yang
akan disuling hanya terkena uap dan tidak terkena air mendidih. Contoh tumbuhan
yang disuling dengan cara ini antara lain daun cengkih, dan daun sirih (Depkes
RI, 1985;Trubus, 2009).
c. Penyulingan dengan uap (steam distillation)
Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan dan air berada pada wadah
yang berbeda. Air berada pada ketel, lalu dididihkan sehingga menghasilkan uap
panas. Uap panas kemudian dialirkan menuju wadah bahan tumbuhan yang akan
disuling, lalu minyak dibawa uap menuju pendingin. Contoh tumbuhan yang
disuling dengan cara ini adalah daun nilam (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).
2.3.2 Metode Pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan
terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan
mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke
permukaan bahan (Depkes RI, 1985).
2.3.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang
mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan
untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air,
terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga. Pelarut yang
umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya. Cara
ini baik dilakukan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga cempaka, bunga
kenanga dan bunga lavender (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).
2.3.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat (Enfleurasi)
Enfleurasi merupakan proses penyerapan minyak atsiri dengan bantuan
lemak. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga
mawar dan bunga melati (Trubus, 2009).
2.4 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan
identifikasi senyawa-senyawa yang mudah menguap serta untuk melakukan
analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Dimana solut
yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didih kecuali
jika ada interaksi khusus antara solute dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas
akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor.
untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi
(Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu
senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (retention time) yang diukur
mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak atau
peak) (Gritter, dkk., 1991).
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.4.1 Gas Pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain tidak reaktif, murni
dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Gas pembawa biasanya gas
Helium, Nitrogen, Hidrogen atau campuran Argon dan Metana. Pemilihan gas
pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang
digunakan. Untuk setiap pemisahan, kecepatan optimum gas pembawa tergantung
pada diameter kolom dan jenis gas (Gandjar dan Rohman, 2009).
2.4.2 Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik
(injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau
pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah
dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi
seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom
(Gritter, dkk., 1991).
2.4.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya
kromatografi gas. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas
(packing column) dan kolom kapiler (capillary column) (Gandjar dan Rohman,
2009).
Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan
penyangga yang inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar. Fasa diam
dilapiskan atau terikat secara kovalen pada penyangga. Jenis kolom ini terbuat
dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan alumunium. Panjang
kolom 1-5 meter dengan diameter 1,4 mm (Gandjar dan Rohman, 2009).
Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas karena memiliki rongga pada
bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) disebut juga Open Tubular
Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom, ada empat jenis
lapisan yaitu: WOCT (wall coated Open Tube), SCOT (Support Coated Open
Tube), PLOT (Porous Layer Open Tube) dan FSOT (Fused Silica Open Tube)
(Gandjar dan Rohman, 2009).
2.4.4 Fase Diam
Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar,
atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil
polisiklosan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiklosan 95%
(HP-5; DB-5; SE-32; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah fenil
50%-metilpolisiklosan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang
polar seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M).
Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam
2.4.5 Suhu
Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor
utama dalam GC. Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isothermal) atau
pada suhu yang berubah secara terkendali (temperature programming). GC
isothermal paling baik dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui
agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik
adalah suhu berapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC
suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu
yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu.
Penaikan suhu dapat secara linear dengan laju yang kita tentukan, bertahap,
isothermal yang diikuti dengan peningkatan secara linear, linear diikuti dengan
isothermal, atau multilinear (laju berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1991).
2.4.6 Detektor
Detektor hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD). Detektor ini
didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda
lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas
ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya
hantar panas yang kecepatannya merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul
gas yang pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang
mempunyai berat molekul rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi. Jika ada
komponen/ senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena
berat molekul senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun (Gandjar
Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) dewasa ini
paling banyak digunakan. Prinsip pendeteksian didasarkan pada perubahan
konduktivitas elektrik dari nyala hidrogen dalam wilayah elektrik bila diberikan
senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa organik keluar dari kolom pemisah
dipirolisa, ini dikatakan sebagai fragmentasi. Selama proses oksidasi oleh oksigen
yang diberikan ke dalam nyala dari luar. FID sensitif untuk semua
senyawa-senyawa yang mengandung ikatan-ikatan C-C atau C-H, oleh karenanya dia dapat
digunakan secara umum (De Lux Putra, 2012).
Jenis detektor yang lain adalah Thermoionic detector (TID). TID
digunakan sebagai suatu detektor spesifik tinggi untuk senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen dan fosfor. Flame photometric detector (FPD) merupakan
jenis yang paling sederhana dari detektor spektroskopik untuk indikasi selektif
dari fosfor dan sulfur. Mass spectrometric detector (MSD), merupakan
sambungan langsung dari suatu spectrometer massa dengan suatu kolom (De Lux
Putra, 2012).
2.5 Spektrometer Massa (MS)
Pada spektrometer massa, molekul senyawa organik (sampel) ditembak
dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai
energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah
menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan
grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/e)
(Sastrohamidjojo, 1985).
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan
adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi
mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting
dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak
paling kuat (tertinggi) pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak),
dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion
molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, et
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah eksperimental yang meliputi penyiapan bahan
baku, pembuatan manisan buah pala kering, isolasi dan analisis
komponen-komponen minyak atsiri secara GC-MS.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan laboratoriumn
Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan, pada bulan April sampai Juli 2013.
3.2 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah Gas
Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS) model Shimadzu, seperangkat alat Stahl, neraca
kasar (Ohaus), alat-alat gelas laboratorium, panci, wajan, pisau.
3.3 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daging buah
pala segar, air, gula pasir, garam dapur, air kapur, akuades, dan natrium sulfat
anhidrat.
3.4 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif terhadap buah pala,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Bagian yang digunakan adalah
daging buah pala.
Manisan buah pala kering dibuat dengan cara membersihkan buah pala
dengan menggunakan air bersih. Kemudian dikupas kulit luar secara tipis, agar
tidak banyak bagian daging buah yang terbuang. Dipisahkan bagian daging buah
dengan fuli dan biji pala. Ditimbang daging buah pala sebanyak 1 Kg. Direndam
daging buah pala dalam air garam selama 24 jam, lalu ditiriskan. Kemudian
direndam kembali dalam air kapur selama 24 jam, lalu ditiriskan. Disiapkan gula
pasir 1 Kg, lalu dilarutkan dalam 2 liter air bersih. Direndam daging buah pala
yang telah ditiriskan kedalam larutan gula selama 24 jam.
Setelah 24 jam, dipisahkan daging buah pala, lalu air larutan gula
dipanaskan diatas wajan hingga cukup mengental. Kemudian dimasukan daging
buah pala kedalam wajan, lalu diaduk hingga rata, kemudian ditiriskan di atas
wadah dengan permukaan lebar. Ditaburi dengan gula pasir, lalu diamkan selama
24 jam di udara terbuka. Manisan buah pala kering siap untuk digunakan.
Pengolahan sampel dilakukan terhadap manisan buah pala kering.
Manisan buah pala dibersihkan dari gula pasir yang melekat pada permukaan
daging buah. Daging buah kemudian dirajang, lalu di blender kasar, kemudian
ditimbang.
Pengolahan sampel dilakukan terhadap buah pala segar. Daging buah pala
diambil dan dipisahkan dari bagian fuli dan biji, kemudian diarajang, lalu di
3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.
Dihaluskan 100 g manisan daging buah pala, lalu dimasukkan dalam labu alas
bulat 500 ml berleher pendek, ditambahkan akuades sebanyak 200 ml, labu
diletakkan diatas pemanas listrik. Hubungkan labu dengan alat stahl, buret diisi
air sampai penuh, selanjutnya dilakukan destilasi selama 6 jam. Setelah destilasi
selesai, biarkan tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret.
Hitung kadar minyak atsiri dalam % v/b (Cahyono dan Supriyanto, 2012).
3.6 Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri manisan daging buah pala kering dilakukan dengan
menggunakan alat Stahl.
3.6.1 Isolasi Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar
Dimasukkan 100 g daging buah pala yang telah dihaluskan ke dalam labu
alas bulat 500 ml, lalu ditambahkan akuades hingga semua bahan terendam.
Kemudain alat dirangkai sedemikian rupa. Destilasi dilakukan selama 6 jam.
Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam vial. Destilasi dilakukan berulang
kali hingga mendapatkan minyak yang cukup, lalu minyak dikumpulkan dalam
vial. Pisahkan minyak dan air menggunakan pipet tetes. Kemudian minyak yang
diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, didiamkan selama 24 jam. Minyak
atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Guenther, 2006; Cahyono
3.6.2 Isolasi Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering
Dimasukkan 100 g manisan daging buah pala kering yang telah dihaluskan
ke dalam labu alas bulat 500 ml, lalu ditambahkan akuades hingga semua bahan
terendam. Kemudain alat dirangkai sedemikian rupa. Destilasi dilakukan selama 6
jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam vial. Destilasi dilakukan
berulang kali hingga mendapatkan minyak yang cukup, lalu minyak dikumpulkan
dalam vial. Pisahkan minyak dan air menggunakan pipet tetes. Kemudian minyak
yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, didiamkan selama 24 jam.
Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol berwarna gelap (Guenther, 2006;
Cahyono dan Supriyanto, 2012).
3.7 Analisa Komponen Minyak Atsiri
Penentuan komponen minyak atsiri yang diperoleh dari manisan daging
buah pala kering dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU
dengan menggunakan seperangkat alat Gas Cromatography-Mass Spectrometer
(GC-MS) 2010 Shimadzu.
3.7.1 Penyiapan Instrumen
Kondisi analisis adalah jenis kolom kapiler Rtx-1 MS, panjang kolom 30
m, ketebalan kolom 0,25 mm, diameter kolom dalam 0,25 mm, suhu injektor
275oC, gas pembawa He dengan laju alir 0,5 ml/menit. Pastikan kabel
penghubung listrik telah tersambung dengan benar. Ditekan tombol on pada
sakelar listrik. Atur laju alir dan komposisi gas pembawa. Hidupkan pompa
3.7.2 Prosedur
Dimasukkan 1 ml minyak atsiri kedalam vial. Selanjutnya sebanyak 0,5 μl
sampel diinjeksikan kedalam alat kromatografi gas. Ditunggu dan
Menggunakan metode column oven temperature, dimana suhu kolom awal
100oC dipertahankan 10 menit, kemudian dinaikkan hingga 200oC dengan
kecepatan 5oC/menit, lalu ditingkatkan lagi hingga 250oC dengan kecepatan
2oC/menit. Pada MS digunakan mode ion source temperature 230oC dengan
interface temperature 250oC, dimana berat molekul yang di scan 10-550.
Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan
spektrum massa dan komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan
data library pada GC-MS yang memiliki tingkat kemiripan (similary index)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diketahui
bahwa minyak atsiri pada manisan daging buah pala kering 0,073%, sedangkan
pada daging buah pala segar adalah 0,867%. Sipahelut (2010) dan Rismunandar
(1990) mengemukakan bahwa pada daging buah pala segar terkandung 1,1%
minyak atsiri. Terdapat perbedaan kadar minyak atsiri pada daging buah pala
segar antara Sipahelut dan Rismunandar dengan yang diperoleh peneliti sebesar
0,233%. Hal ini diakibatkan diantaranya tempat tumbuh dari sumber buah Pala.
Sipahelut dan Rismunandar mengambil sampel buah pala dari Maluku, yang
merupakan salah satu tempat terbaik penghasil buah pala berkualitas, sedangkan
peneliti mengambil sampel dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak, Sumatera
Utara, dimana belum ada literatur yang menyebutkan data mengenai kualitas buah
pala pada daerah ini.
Kemudian perbedaan kadar minyak atsiri dapat juga diakibatkan usia buah
pala yang diambil. Sipahelut mengambil sampel buah pala yang berusia 6-7 bulan
dengan tingkat kematangan penuh. Menurut Trubus (2009) kadar minyak atsiri
pada pala cukup tinggi pada usia 6-7 bulan. Peneliti menggunakan buah pala
dengan kematangan yang tidak penuh.
Perbedaan kadar dari minyak atsiri dari manisan buah pala kering dengan
minyak atsiri yang diperoleh dari buah pala segar cukup signifikan. Minyak atsiri
dapat menguap. Perlakuan yang dilakukan pada proses pembuatan manisan
daging buah pala, seperti perendaman buah pala, perajangan dan penghalusan
buah pala menggunakan blender, serta pemanasan dengan larutan gula dapat
menjadi faktor penyebab berkurangnya kadar minyak atsiri pada manisan buah
pala kering (Guenther, 2006).
4.2 Analisis dengan GC-MS
Hasil analisis dengan GC-MS minyak atsiri dari manisan daging buah pala
kering diperoleh 6 puncak utama dari 33 puncak pada kromatogram GC, lalu pada
daging buah pala segar diperoleh 6 puncak utama dari 39 puncak.
Hasil analisis dengan GC-MS dapat dilihat bahwa diperoleh 6 komponen
minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering adalah α-pinen (16,32%); β
-phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%),
dan 4-Terpineol (7,36%). Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang
diperoleh dari daging buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen
(14,89%); β-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%);
trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%).
Bila dibandingkan antara komponen minyak atsiri dari manisan daging
buah pala dan daging buah pala segar terdapat perbedaan. Pada minyak atsiri dari
daging buah pala kering terdapat γ-terpinen. Tetapi komponen ini tidak terdapat
pada minyak atsiri dari daging buah pala segar. Sebaliknya, trans-sabinen hidrat
terdapat pada minyak atsiri dari daging buah pala segar, namun tidak terdapat
pada minyak dari manisan daging buah pala kering. Hal ini bila dihubungkan
trans sabinen hidrat pada minyak atsiri dari manisan buah pala kering. Kehilangan
ini dapat terjadi akibat proses-proses yang terjadi selama pembuatan manisan
pala.
Hasil yang diperoleh peneliti terdapat perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sipahulet (2010). Peneliti memperoleh 6 puncak utama, yang
merupakan komponen utama dari minyak atsiri. Sedangkan Sipahulet
mengemukakan ada 3 komponen utama, yang sama dengan peneliti peroleh, yakni
α-pinen, β-pinen, 4-terpineol. Hal ini menunjukkan bahwa ada 3 komponen yang
tidak diperoleh Sipahelut pada penelitiannya, yakni β-phellandren, α-terpinen,
trans-sabinen hidrat. Hal ini dapat diakibatkan perbedaan kondisi analisis dengan
GC-MS. Alat GC-MS maupun kondisi instrumen yang digunakan oleh peneliti
dengan yang digunakan Sipahulet berbeda. Hal ini juga dapat diakibatkan tempat
tumbuh. Kondisi tanah dan letak tanaman pala mempengaruhi asupan zat yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tersebut, sehingga senyawa-senyawa
kimia yang terdapat pada tanaman itu juga berbeda. Perbedaan komponen juga
dapat diakibatkan kondisi analisa.
Profil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2
Gambar 4.1. Profil kromatogram minyak atsiri manisan daging buah pala kering
[image:38.595.116.511.456.717.2]Tabel 4.1 Waktu tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC-MS dari Manisan Daging Buah Pala Kering
No Nama Komponen Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1 2 3 4 5 6 α-pinen β-phellandren β-pinen α-terpinen γ-terpinen 4-Terpineol 3,986 4,456 4,571 5,163 6,035 10,107
C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O
[image:39.595.109.518.349.489.2]136 136 136 136 136 154 16,32% 16,23% 16,51% 4,39% 4,33% 7,36%
Tabel 4.2 Waktu tambat dan Kadar Komponen Minyak Atsiri Hasil Analisis GC-MS dari Daging Buah Pala Segar
No Nama Komponen Waktu tambat (menit) Rumus molekul Berat molekul Kadar (%) 1 2 3 4 5 6 α-pinen β-phellandren β-pinen α-terpinen trans-sabinen hidrat 4-Terpineol 3,986 4,453 4,571 5,171 6,049 10,158
C10H16 C10H16 C10H16 C10H16 C10H18O C10H18O
136 136 136 136 154 154 14,89% 13,54% 15,23% 5,85% 6,14% 10,57%
4.2.1 Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Manisan Daging Buah Pala Kering
Fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari
manisan daging buah pala kering adalah sebagai berikut:
1. Puncak dengan waktu tambat 3,986 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-pinen dengan
tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.
Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan
C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2
menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3, halaman 39.
2. Puncak dengan waktu tambat 4,456 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-Phellandren
dengan tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul
C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion
molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107.
Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 39.
3. Puncak dengan waktu tambat 4,571 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-pinen dengan
tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan
CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 40.
4. Puncak dengan waktu tambat 5,163 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 41, 27. Berdasarkan data library pada
alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-terpinen dengan
tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul C10H16.
Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+
136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari
puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z
121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.
Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 40.
5. Puncak dengan waktu tambat 6,035 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41, 38. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai γ-terpinen
dengan tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus molekul
C10H16.
Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+
136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari
puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z
Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 41.
6. Puncak dengan waktu tambat 10,107 menit mempunyai M+ 154 diikuti
fragmen m/z 136, 121, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data
library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai
4-Terpineol dengan tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus
molekul C10H18.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang
merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion
molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136.
Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3,
halaman 41.
4.2.2 Fragmentasi Hasil Spektrometri Massa Komponen Minyak Atsiri Dari Daging Buah Pala Segar
Fragmentasi hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri dari daging
buah pala segar adalah sebagai berikut :
1. Puncak dengan waktu tambat 3,986 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-pinen dengan
tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion
Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan
C2H2 menghasilkan fragmen [C5H7]+ dengan m/z 67. Pelepasan CH2
menghasilkan fragmen [C4H5]+ dengan m/z 53. Pelepasan C2H2
menghasilkan fragmen [C2H3]+ dengan m/z 27. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4, halaman 42.
2. Puncak dengan waktu tambat 4,453 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-phellandren
dengan tingkat kemiripan (similary index) = 97% dan rumus molekul
C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion
molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C8H11]+ dengan m/z 107.
Pelepasan C2H6 menghasilkan fragmen [C6H5]+ dengan m/z 77. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 43.
3. Puncak dengan waktu tambat 4,571 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-pinen dengan
tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus molekul C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang
merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari puncak ion
molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z 121.
Pelepasan CH2 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93. Pelepasan
CH2 menghasilkan fragmen [C6H7]+ dengan m/z 79. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 43.
4. Puncak dengan waktu tambat 5,171 menit mempunyai M+ 136 diikuti
fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 41, 27. Berdasarkan data library
pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai α-terpinen
dengan tingkat kemiripan (similary index) = 96% dan rumus molekul
C10H16.
Spektrum Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+
136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan CH3 dari
puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen [C9H13]+ dengan m/z
121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+ dengan m/z 93.
Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C5H5]+ dengan m/z 65. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 44.
5. Puncak dengan waktu tambat 6,049 menit mempunyai M+ 154 diikuti
fragmen m/z 136, 121, 111, 93, 77, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data
library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai
trans-sabinen hidrat dengan tingkat kemiripan (similary index) = 92% dan rumus
molekul C10H18.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang
merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion
molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136.
Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen
dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 44.
6. Puncak dengan waktu tambat 10,158 menit mempunyai M+ 154 diikuti
fragmen m/z 140, 136, 121, 111, 93, 71, 69, 43, 41, 27. Berdasarkan data
library pada alat GCMS, maka senyawa ini disimpulkan sebagai
4-Terpineol dengan tingkat kemiripan (similary index) = 95% dan rumus
molekul C10H16.
Spektrum massa memberikan puncak ion molekul M+ 154 yang
merupakan berat molekul dari C10H18O. Pelepasan H2O dari puncak ion
molekul C10H18O menghasilkan fragmen [C10H16]+ dengan m/z 136.
Pelepasan CH3 dari puncak ion molekul C10H16 menghasilkan fragmen
[C9H13]+ dengan m/z 121. Pelepasan C2H4 menghasilkan fragmen [C7H9]+
dengan m/z 93. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Manisan daging buah pala kering mengandung minyak atisiri 0,07%
dengan komponen α-pinen, β-phellandren, β-pinen, α-terpinen,
4-terpineol.
b. Diperoleh 6 komponen minyak atsiri dari manisan daging buah pala kering
adalah α-pinen (16,32%); β-phellandren (16,23%); β-pinen (16,54%); α
-terpinen (4,39%); γ-terpinen (4,33%), dan 4-Terpineol (7,36%).
Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari daging
buah pala segar diperoleh 6 komponen yaitu α-pinen (14,89%); β
-phellandren (13,54%); β-pinen (15,23%); α-terpinen (5,85%);
trans-sabinen hidrat (6,14%), dan 4-Terpineol (10,57%)
5.2 Saran
Hendaknya penelitian ini dilanjutkan pada bidang farmakologi, sehingga
dapat diketahui efek farmakologis komponen minyak atsiri tersebut ketika
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. (2009). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 3, 20.
Anonim. (1981). Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan : Manisan Pala Kering. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Hal. 105.
Arrijani. (2005). Review: Biologi dan Konservasi Marga Myristica di Indonesia. Manado: Biologi FMIPA UNIMA. Hal. 4.
Cahyono, B., dan Supriyanto. (2012). Perbandingan Kandungan MinyakAtsiri Antara Jahe Segar dan Jahe Kering. Diponegoro : UNDIP. Hal. 2.
De Lux Putra, E. (2012). Dasar-Dasar Kromatografi Gas. Medan : Fakultas Farmasi USU. Hal. 15-16.
Depkes RI. (1985). Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 105.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.
Guenther, E. (2006). The Essential Oils. Penerjemah: Sudjana Ketaren. (2006).
Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 275.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. (1991). Pengantar Kromatografi. Edisi III. Bandung: Penerbit ITB. Hal 36-39
Hasbullah. (2001). Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat.
Padang: DIP Teknologi dan Industri. Hal. 1.
Rismunandar. (1990). Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 1;7
Sastrohamidjojo, H. (1985). Spektroskopi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 161-165.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morril, T.C. (1991). Spectrometric Identification of Organic Compounds.Singapore: John Wiley and Sons Inc. Hal. 4-8.
Tayler, V.E. (1981). Pharmacognosy. Philadelpia: Lea-Febringer. Hal. 138.
Lampiran 1. Hasil Analisa Gas Chromatography Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering
Lampiran 3. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Manisan Daging Buah Pala Kering
1. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 3,986 menit
3. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 4,571 menit
5. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 6,035 menit
Lampiran 4. Hasil Spektrometer Massa Komponen Minyak Atsiri Daging Buah Pala Segar
2. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 4,453 menit
4. Puncak dengan waktu tambat (Rt) 5,171 menit
Lampiran 5. Bahan Baku Manisan Daging Buah Pala Kering dan Buah Pala Segar
Lampiran 7. Daging Buah Pala Segar
Lampiran 10. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Kadar minyak atsiri = Volume minyak atsiri × 100% Berat sampel
1. Manisan Daging Buah Pala Kering
Sampel I
Volume minyak atsiri = 0,07 ml
Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 07 , 0 x = 0,07% Sampel II
Volume minyak atsiri = 0,07 ml Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 07 , 0 x = 0,07% Sampel III
Volume minyak atsiri = 0,08 ml Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 08 , 0 x = 0,08%
Kadar minyak atsiri rata-rata =
3 08 , 0 07 , 0 07 ,
0 + +
2. Daging Buah Pala Segar
Sampel I
Volume minyak atsiri = 0,90 ml
Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 90 , 0 x = 0,90% Sampel II
Volume minyak atsiri = 0,80 ml Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 80 , 0 x = 0,80% Sampel III
Volume minyak atsiri = 0,90 ml Berat sampel = 100 g
Kadar minyak atsiri = 100% 100 90 , 0 x = 0,90%
Kadar minyak atsiri rata-rata =
3 90 , 0 80 , 0 90 ,
0 + +