• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM

PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI

(Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

M. Khairi Fuad A. Jambak

(4)

ABSTRAK

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK. Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor). Dibimbing oleh D. P. TEJO BASKORO dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan pangan dan air terus meningkat. Hal ini menuntut peningkatan produksi pertanian secara terus-menerus. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menerapkan sistem pengolahan tanah secara intensif. Tanpa disadari, dalam waktu yang panjang sistem pengolahan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan produktivitas lahan agar tetap baik, salah satunya dengan menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi. Namun, hingga saat ini masih terjadi perdebatan terhadap seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap produktivitas suatu lahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan sifat-sifat fisik tanah yang diolah secara konservasi dengan yang diolah secara intensif terus menerus selama ±15 tahun. Parameter yang diamati adalah bahan organik, stabilitas agregat, kadar air lapang, pergerakan air tanah, makrofauna tanah, dan makroporositas tanah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa lahan yang diolah secara konservasi memiliki kualitas fisik tanah yang lebih baikdibandingkan dengan lahan yang diolah secara intensif. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata bahan organik tanah yang lebih tinggi (3.05%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (2.50%), stabilitas agregat yang lebih tinggi (24.44%) dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif (20.24%), jumlah makrofauna yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan intensif, ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan lahan pengolahan tanah intensif, serta total sebaran pori makro (pori drainase) yang lebih tinggi (28.56%) dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif (12.95%).

(5)

ABSTRACT

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK. Characteristics of Soil Physic on Soil Conservation Tillage System (A Case Study : Cikabayan Teaching Farm, Bogor). Supervised by D. P. TEJO BASKORO and ENNI DWI WAHJUNIE.

Continuous growth of population, leads to continuous increase of food and water need. This situation requires continuous increase of food production is inevitable. One attempt to increase agricultural production is by doing soil intensive tillage (IT). However, in the long term, intensive soil tillage willreduce soil quality. Therefore, a good soil tillage that can maintain land productivity is neccessary, one of which is soil conservation tillage (CT). Nevertheless, how faris this tillage system better than intensive soil tillage system still debatable until now. This research aims to identify and compare the influence of continuous soil conservation tillage and soil intensive tillage practiced for ± 15 years on soil physical properties.The parameters observedinclude C-organic, aggregate stability, field moisture content, soil water movement, soil macroorganisme, and soil macroporosity.The results show that the soil with conservations tillage (CT) has better quality of soil physical properties than soil with intensive tillage (IT). It is shown by higher soil organic matter in CT (3.05%) than that in IT (2.50%), higher aggregate stability in CT (24.44%) than that in IT (20.24), higher total macroorganisme in CT than that in IT, higher available water in CT than that in IT, and higher distributes macroporosity total in CT (28.56%) than that in IT (12.95%).

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penilisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA SISTEM

PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI

(Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

M. KHAIRI FUAD A. JAMBAK

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Tanah pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor)

Nama : M. Khairi Fuad A. Jambak

NIM : A14080030

Disetujui oleh

Dr Ir D P Tejo Baskoro, M.Sc Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(11)

PRAKATA

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2013 ini ialah Karakteristik Fisik Tanah Pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan, Bogor).

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi utama dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, arahan, dan bimbingannya kepada penulis.

2. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta Papa, Mama, Bang Nazhri, Dek Rizka, Dek Syafiq, dan Bang Surya atas doa, kasih sayang, motivasi serta dukungan moral dan spiritual yang tak kunjung berhenti kepada penulis.

4. Manajer kebun percobaan Cikabayan (Pak Milin), Staf kebun percobaan Cikabayan (Pak Gandi), Pak Saipullah (Laboran Lab. fisika), Bu Yani (Laboran Lab Genesis), Pak Iwan, dan Mba Hesti yang telah memberikan informasi dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

5. Merina Jayantika, saudara-saudara SOIL 45 terutama teman seperjuangan Bagian Konservasi Tanah dan Air, sahabat Hedon (Ghofran, Arif, Rizky, dan Bobby), serta sahabat Panjen yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas segala canda tawa, doa dan dukungan, dan kebersamaannya selama ini, senang bisa menjadi bagian dari kalian.

6. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tanah dan Air 3

Pengolahan Tanah 3

Sistem Pengolahan Tanah Intensif 4

Sistem Pengolahan Tanah Konservasi 4

Sifat Fisik Tanah 5

C-Organik Tanah 5

Porositas Tanah 5

Pergerakan Air dalam Tanah 6

Makrofauna Tanah 6

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Alat dan Bahan 7

Metode Penelitian 7

Pengambilan Contoh Tanah 8

Kemantapan Agregat Tanah 8

Makrofauna Tanah 9

Penetapan Kadar Air Lapang 9

Pengukuran Makroporositas Tanah 9

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11

Lahan Pertanian Konservasi 11

Lahan Pertanian Intensif 13

Sifat Fisik Tanah di Lahan Penelitian 14

(13)

Makrofauna Tanah 15

Kadar Air Lapang 16

Makroporositas Tanah 18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

1 Parameter pengamatan dan metode analisis 8

2 Tekstur dan bahan organik tanah pada pengolahan tanah intensif dan

konservasi 12

3 Indeks kemantapan agregat tanah di lahan olah tanah konservasi dan olah

tanah intensif 19

4 Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada lahan dengan

pengolahan tanah konservasi dan intensif 15

5 Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan

pengolahan tanah intensif 16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 7

2 Skema pengukuran jumlah pori makro menggunakan metode

pewarnaan methylene blue 10

3 Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi 12

4 Kondisi lahan pengolahan tanah intensif 13

5 Kadar air lapang pada dua jenis pengolahan tanah beberapa hari

setelah hujan saat pagi dan sore 17

6 Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi (a) dan

lahan pengolahan tanah intensif (b) 18

7 Distribusi pori makro pada dua jenis pengolahan tanah di berbagai

kedalaman tanah 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah

intensif di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm 23

2 Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah

konservasi di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm 23

3 Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah intensif

(15)

4 Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah konservasi

setelah ayakan basah 24

5 Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi dan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumber daya alam yang sangat penting peranannya bagi kehidupan di muka bumi. Tanah mudah mengalami kerusakan atau degradasi jika tidak disertai dengan pengolahan yang tepat. Kerusakan tanah dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman dalam menyediakan unsur hara dan air (Arsyad 2010). Oleh karena itu, pengolahan tanah yang baik sangat penting dilakukan. Sementara itu, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan pangan dan air terus meningkat. Hal ini menuntut peningkatan produksi pertanian secara terus-menerus. Kebutuhan untuk meningkatkan produksi, mendorong para petani dan ahli pertanian untuk melakukan pengolahan tanah dengan intensitas yang tinggi yaitu dengan cara menerapkan sistem pengolahan secara intensif.

Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan tanah yang memanfaatkan lahan dengan intensitas yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang maksimum dengan cara melakukan penggarapan dan penggunaan tanah secara intensif, menggemburkan tanah dan membolak-balikkan tanah sampai pada kedalaman 20 cm tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa yang dapat melindungi tanah dari erosi dan aliran permukaan. Tujuannya untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Tanpa disadari, dalam waktu yang panjang sistem pengolahan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah baik dari segi fisik, kimia maupun biologi. Seperti yang dikatakan Pankhurst and Lynch (1993), pengolahan tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih beresiko terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Sementara Bergeret (1977) mengemukakan bahwa pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang berlebihan menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan struktur tanah (Larson and Osborne 1982; Suwardjo et al. 1989), dan kekahatan kandungan bahan organik tanah. Oleh karena itu, penanganan terhadap pengolahan tanah yang baik untuk meningkatkan produktivitas sangat penting dilakukan. Salah satu cara yang baik adalah dengan menerapkan sistem pengolahan tanah secara konservasi seperti yang dikemukakan oleh Sinukaban (1990), sistem pengolahan tanah yang dapat mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas suatu lahan adalah dengan menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi.

(17)

2

ketersediaan air dalam tanah, memperbaiki kegemburan dan porositas tanah, mengurangi erosi, memperbaiki kualitas air, meningkatkan jumlah fauna tanah, menghemat tenaga, waktu, dan mengurangi penggunaan alat berat sebagai pengolah tanah seperti traktor.

Selain cara pengolahan tanah, ketersediaan air di dalam tanah juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat pertanian lahan kering menggantungkan ketersediaan airnya hanya dari air hujan. Penanganan yang baik untuk menjaga ketersediaan air di dalam tanah perlu dilakukan agar air hujan yang jatuh dapat masuk ke dalam tanah dan mengurangi terjadinya aliran permukaan. Ketersediaan air di dalam tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan terhadap seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap produktivitas suatu lahan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah konservasi dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi (Brown

et al. 1991; Wagger and Denton 1991), mengendalikan erosi dan meningkatkan hasil tanaman (Sutrisno dan Nurida 1995 ; Hussain et al. 1999). Namun demikian, terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah tanah konservasi (Swan et al. 1991; Ketcheson 1980 dalam

Rachman et al. 2004) atau tidak mempengaruhi hasil tanaman (Rao and Dao 1991 dalam Rachman et al. 2004). Oleh karena itu, perlu adanya pengujian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem pengolahan tanah konservasi terhadap produktivitas suatu lahan dengan pengujian terhadap sifat fisik tanah.

Tujuan

(18)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tanah dan Air

Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: air, udara, dan padatan. Pengambilan unsur hara, perkembangan perakaran, dan produksi tanaman ditentukan atau dipengaruhi oleh komposisi ketiga komponen tersebut. Tanah sebagai media yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus menyimpan dan menyediakan air dan unsur hara, serta bebas dari bahan beracun. Sistem tanah-air-tanaman lebih rumit lagi disebabkan adanya kenyataan bahwa akar-akar tanaman harus terus bernafas, dan kebanyakan tanaman di bumi tidak mampu menyalurkan oksigen dari bagian atas tanaman ke perakaran dengan kecepatan yang mencukupi seiring pernafasan akar. Oleh sebab itu, tanah harus mempunyai aerasi yang baik (Hillel 1997).

Menurut Arsyad (2010), tanah merupakan sumber alam utama yang sangat penting peranannya bagi kehidupan di muka bumi. Sebagai sumberdaya alam untuk pertanian tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan sebagai unsur hara bagi tumbuhan.

Ketersediaan air di dalam tanah sangat penting bagi pertanian karena air sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung. Air mempunyai fungsi yang penting dalam tanah yaitu dalam proses pelapukan mineral dan bahan organik tanah, dan sebagai media gerak hara larut ke akar-akar tanaman. Akan tetapi, jika air terlalu banyak di dalam tanah dapat menyebabkan hara-hara di dalam tanah tercuci dari daerah-daerah perakaran. Air yang berlebihan juga dapat membatasi pergerakan udara dalam tanah sehingga menyebabkan akar tanaman kesulitan memperoleh O2 dan dapat mengakibatkan tanaman mati kekurangan oksigen (O2). Pembentukan agregat yang membangun struktur tanah sangat ditentukan oleh kadar bahan organik, jumlah dan jenis klei, jenis kation yang mendominasi kompleks jerapan, dan adanya bahan-bahan penyemen.

Pengolahan Tanah

(19)

4

Sistem Pengolahan Tanah Intensif

Sistem pengolahan tanah secara intensif merupakan sistem pengolahan tanah dengan memanfaatkan lahan secara intensif untuk mendapatkan hasil yang maksimum dengan melakukan penggarapan dan penggemburan tanah secara intensif, mencangkul dan membolak-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa sebelum proses penanaman dengan tujuan untuk mendapatkan produksi maksimum. Pengolahan tanah yang intensif menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst and Lynch 1993).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang berlebihan menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan struktur tanah (Larson and Osborne 1982; Suwardjo et al. 1989), dan kekahatan kandungan bahan organik tanah dan menurut Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahan organik telah terbukti mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah, dan penurunan produktivitas lahan.

Sistem Pengolahan Tanah Konservasi

Sistem pengolahan tanah secara konservasi merupakan sistem pengolahan tanah dengan menggunaan tanaman atau tumbuhan dan memanipulasi gulma atau sisa tanaman sebagai mulsa dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan. Mulsa di permukaan tanah melindungi permukaan tanah dari energi hempasan butir-butir hujan, mengurangi terjadinya penyumbatan pori, sehingga meningkatkan volume air yang terinfiltrasi, dan dapat juga mengurangi daya angkut aliran permukaan (Rachman et al. 2004).

Menurut Utomo (1995), pengolahan tanah secara konservasi merupakan pengolahan tanah yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum, namun tetap memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Kelebihan penerapan sistem OTK dalam penyiapan lahan adalah, menghemat tenaga dan waktu, meningkatkan kandungan bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah, memperbaiki kegemburan tanah, dan meningkatkan porositas tanah, mengurangi erosi tanah, memperbaiki kualitas air, meningkatkan kandungan fauna tanah, mengurangi penggunaan traktor, menghemat penggunaan bahan bakar, dan memperbaiki kualitas udara dalam tanah. Menurut Utomo (1990), yang termasuk katagori Pengolahan tanah konservasi adalah : a) pengolahan tanah konvensional bermulsa (PTKB), b) pengolahan tanah minimum (PTM), c) tanpa olah tanah (TOT).

(20)

5

Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman terutama terhadap ketersediaan air, penetrasi akar didalam tanah, drainase, aerasi, dan nutrisi bagi tanaman. Menurut Hardjowigeno (2007), sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, panas, air dan zat terlarut melalui tanah. Sifat fisik tanah yang penting antara lain adalah tekstur tanah, struktur, porositas dan stabilitas agregat.

C-Organik Tanah

Salah satu peranan penting dari bahan organik tanah adalah dalam perbaikan struktur tanah. Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat (Poerwowidodo 1984).

C-Organik merupakan fraksi organik tanah yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroorganisme yang telah melapuk. Proses pelapukan bahan organik ini dilakukan oleh mikroorganisme di dalam tanah yang menghasilkan unsur hara tanaman dan humus serta senyawa-senyawa lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi organik.

Porositas Tanah

Porositas dapat diartikan sebagai bagian tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah, baik mineral maupun bahan organik (Baver 1959). Jumlah relatif air dan udara tergantung dari ukuran pori dan jumlah pori dan hal ini merupakan fungsi dari struktur, tekstur dan bentuk partikel. Baik buruknya tanah untuk tanaman tidak ditentukan oleh jumlah pori, tetapi oleh sebaran ukuran pori. Pori tanah terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, aktivitas cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara.

Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran pori, kemantapan pori, kandungan air tanah awal, dan profil tanah. Tanah-tanah yang didominasi pori makro akan memungkinkan air keluar atau terinfiltrasi dengan cepat (Arsyad 2010).

Baver (1959) memberikan rumus pori total tanah sebagai berikut:

( )

Keterangan: BI = Bobot Isi

BJP = Bobot Jenis Partikel

(21)

6

Pergerakan Air dalam Tanah

Kemampuan tanah untuk melalukan air merupakan salah satu sifat tanah yang penting peranannya. Pergerakan air dapat diartikan sebagai aliran air tanah. Pergerakan air tanah yang secara umum dikenal diantaranya adalah infitrasi, dan aliran permukaan. Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, yang biasanya (tidak selalu) secara vertikal atau masuk merata pada seluruh permukaan tanah sedangkan aliran permukaan merupakan bagian dari air hujan yang tidak terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah.

Proses pergerakan air tanah sangat penting untuk mengetahui suatu daerah tersebut mempunyai kandungan air tanah yang cukup atau tidak. Aliran air tanah dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses infiltrasi secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan.

Menurut Indarto (2010), pada saat terjadi hujan laju infiltrasi akan tinggi, namun pada suatu periode saat tanah sudah tidak dapat menampung air lagi, maka terjadilah aliran permukaan. Untuk daerah yang kedap air (impermeable), jumlah aliran permukaan (run-off) dapat dikatakan sama dengan jumlah hujan yang turun.

Makrofauna Tanah

Makrofauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Makrofauna juga sangat berperan dalam proses yang terjadi di dalam tanah seperti dekomposisi, aliran karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses dekomposisi di dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak didukung oleh aktivitas makrofauna.

Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan (Hanafiah, 2005). Fauna makro termasuk ke dalam golongan jasad hayati tanah yang menguntungkan dan berperan dalam penyediaan hara bagi tanah dan tanaman.

Menurut Hanafiah (2005) fauna makro terdiri dari herbivora dan karnivora. Herbivora meliputi cacing (Annelida); bekicot (Mollusca); Arthropoda yaitu

Crustacea seperti kepiting, Chlipoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu, Arachnida seperti laba-laba, kutu, dan kalajengking; serangga (Insecta)

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengamatan terhadap beberapa sifat fisik tanah dilakukan di lapang dan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah terganggu, methylene blue untuk pengukuran pori makro dan bahan-bahan kimia untuk penetapan kadar bahan organik. Alat-alat yang digunakan seperti bor tanah diameter 2 cm, bingkai logam, dan alat-alat untuk penetapan kadar air, bahan organik, pori makro, dan alat-alat lain yang digunakan di laboratorium.

Metode Penelitian

Tahapan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

(23)

8

Penelitian terhadap sifat fisik tanah dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada lahan yang diolah secara konservasi dan secara intensif dengan penggunaan lahan yang sama yaitu tegalan, lereng yang sama yaitu sekitar 0-8% dan jenis tanaman yang berbeda, dimana pada lahan olah tanah konservasi (OTK) ditanami jagung dan kacang tanah sedangkan pada lahan olah tanah intensif (OTI) ditanami tanaman pangan seperti jagung, kacang panjang, kedelai, dan tanaman sayuran.

Pada lahan OTK dan OTI masing-masing dipilih 3 titik lokasi pengamatan sebagai ulangan. Pengamatan/pengukuran dan pengambilan contoh tanah dilakukan di setiap petak pada kedua lahan tersebut. Sifat tanah yang diamati adalah sifat fisik tanah meliputi kemantapan agregat, kadar air lapang, C-organik dan makroporositas tanah. Pengukuran/ pengamatan terhadap makroporositas tanah dan makrofauna tanah dilakukan langsung di lapang, sedangkan pengamatan terhadap kemantapan agregat, C-organik, dan kadar air lapang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah.

Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah terdiri atas contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah terganggu. Contoh tanah agregat utuh untuk penetapan kemantapan agregat tanah. Sementara contoh tanah terganggu untuk analisis C-organik tanah, kadar air lapang, dan tekstur. Data tekstur menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian Sofyan (2011).

Pengambilan contoh tanah baik di lahan olah tanah intensif maupun lahan olah konservasi dilakukan pada beberapa kedalaman, yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm. Pengambilan contoh tanah masing-masing dilakukan sebanyak tiga titik pengamatan di tiap kedalaman lahan yang dijadikan sebagai ulangan. Untuk pengambilan contoh tanah kadar air lapang dilakukan dengan menggunakan bor tanah berdiameter 2 cm. Semua contoh tanah yang diperoleh dari lapang dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk setiap sifat fisik tanah.

Tabel 1 Parameter pengamatan dan metode analisis

Parameter sifat fisik tanah Metode analisis Tekstur

(24)

9

kering udara ditumbuk kemudian diayak kering hingga lolos saringan 2.83 mm dan 2 mm. Tanah yang tertahan di saringan 2 mm di timbang 100 g kemudian diayak dengan ayakan basah selama 5 menit. Tanah yang tersisa disaringan 2 mm dioven 5-6 jam dan setelah itu dikering udarakan kembali agar bobot tanah yang diukur sama dengan ayakan kering. Selanjutnya sisa tanah yang sudah dikering udarakan ditimbang kembali.

Makrofauna Tanah

Pengukuran makrofauna tanah dilakukan langsung di lapangan dengan mengambil contoh tanah terganggu pada kedalaman 0-10 cmpada areal seluas 1m2. Pengambilan contoh tanah masing-masing dilakukan 3 titik di tiap lahan. Contoh tanah digali kemudian dimasukkan karung. Tanah yang sudah diambil kemudian langsung disebarkan di atas karung dan langsung diidentifikasi jumlah dan jenis fauna yang terlihat.

Penetapan Kadar Air Lapang

Pada pengukuran kadar air lapang pengambilan contoh tanah dilakukan dengan melihat variasi kejadian hujan, misalnya satu hari setelah hujan, dua hari setelah hujan, dan seterusnya. Contoh tanah diambil pada tiga titik di masing-masing penggunaan lahan yang dijadikan sebagai ulangan, dan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Contoh tanah diambil dengan menggunakan bor tanah berdiameter 2 cm. Contoh tanah segera dibungkus dengan kertas aluminium foil, kemudian dilakukan penetapan kadar air tanahnya di laboratorium. Pengambilan contoh tanah untuk penetapan kadar air lapang dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada waktu (jam) yang sama agar didapatkan nilai kadar air yang relatif seragam.

Pengukuran Makroporositas Tanah

Pengukuran makroporositas tanah menggunakan larutan methylen blue. Jumlah pori ditetapkan berdasarkan pola sebaran warna biru larutan methylen blue

dalam profil tanah. Larutan methylen blue (0.5 g per liter air) dituangkan secara bertahap ke dalam tanah yang telah dibatasi oleh bingkai logam berukuran 30 cm x 30 cm x 15 cm yang dibiarkan selama 7-12 jam hingga larutan methylen blue

meresap ke dalam tanah dan melewati pori makro tanah sehingga tanah berwarna biru. Methylene blue yang melewati pori mikro tanah tidak akan berwarna biru, hal ini disebabkan karena methylene blue terserap oleh matrik tanah melalui pori tanah. Setelah permukaan tanah terlihat kering, tanah di bagian depan dari bingkai logam digali sedalam 40 cm. Sebaran warna biru dari cairan methylen blue

(25)

10

Untuk menghitung persentase pori makro adalah perbandingan antara jumlah grid pada tiap kedalaman tanah dengan total grid kedalaman tanah keseluruhan dikali 100%. Skema proses pengukuran jumlah pori makro menggunakan pewarnaan methylene blue ditampilkan pada Gambar 2.

Penampang vertikal tanah

Gambar 2 Skema pengukuran jumlah pori makro menggunakan metode pewarnaan methylene blue

Analisis Data

Data sifat-sifat fisik tanah hasil pengamatan diolah dengan menggunakan

Microsoft Office Excel. Sifat-sifat fisik tanah yang meliputi bahan organik, stabilitas agregat tanah, pergerakan air tanah, makrofauna tanah, dan makroporositas tanah, dibandingkan secara deskriptif antara lahan olah tanah intesif dan lahan olah tanah konservasi.

Larutan

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kebun percobaan Cikabayan adalah salah satu kebun percobaan yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor sebagai pusat penelitian dan penanaman berbagai jenis tumbuhan, tanaman holtikultura, serta tanaman pangan. Kebun percobaan ini memiliki luas 50 ha dari total luas lahan Institut Pertanian Bogor 250 ha dan terletak di ketinggian 184-234 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan areal 0-30 %, beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata per tahun di atas 3000 mm, jumlah hari hujan rata-rata 187 mm, bersuhu berkisar 21-32 ºC dengan suhu rata-rata 27 ºC, serta memiliki kelembaban udara 55% - 75%. Kebun ini didominasi oleh tanah latosol dan memiliki ciri fisik utama, seperti warna coklat kemerahan, tekstur klei, struktur remah, memiliki solum dalam (> 100 cm), memiliki reaksi tanah dengan nilai pH berkisar 4,5-6,1 yang tergolong agak masam (Sofyan, 2011).

Lahan Pertanian Konservasi

Lahan pertanian konservasi adalah lahan yang terletak di kebun percobaan Cikabayan dengan kondisi lahan relatif rimbun dengan pepohonan yang tumbuh di sekelilingnya. Pada lahan ini pengolahan tanah dilakukan dengan metode

Minimum Tillage (pengolahan tanah minimum) dengan pengolahan strip yaitu mengolah tanah seperlunya saja hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami yang dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan di antara dua strip dibiarkan tidak diolah/terganggu dan sisa-sisa tanaman serta gulma disebar atau diletakkan di antara dua strip sebagai mulsa dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya mulsa.

Lahan ini menerapkan sistem pengolahan tanah konservasi selama 13 tahun sejak tahun 2000. Lahan pengolahan tanah konservasi ini terletak pada koordinat

6º33’8.1” S dan 106º42’56.4” E dengan ketinggian ± 187 meter di atas permukaan

(27)

12

Gambar 3 Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi

Karakteristik umum tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi pada kedalaman 0-20 cm, memiliki tekstur klei dengan kadar klei lebih dari 76%, kadar bahan organik 3.7% serta kandungan C-Organik 2.1%. Pada kedalaman tanah 0-20 cm kadar kandungan bahan organik lebih tinggi daripada kedalaman tanah 20-40 cm (Tabel 2). Pada kedalaman tanah 20-40 cm memiliki tekstur klei dengan kadar klei lebih dari 81%, kadar bahan organik 2.4% serta kadar C-Organik 1.4%.

(28)

13

Lahan Pertanian Intensif

Lahan pertanian intensif juga terletak di Kebun Percobaan Cikabayan. Lahan ini memiliki luas 600 m² dari total 50 ha kebun percobaan Cikabayan. Lahan ini sudah digunakan dengan menerapkan sistem pengolahan tanah intensif selama 18 tahun sejak tahun 1996.

Lahan ini merupakan lahan yang selalu ditanami dengan tanaman pertanian semusim sepanjang tahun. Pada lahan ini dilakukan budidaya tanaman pangan seperti jagung, kacang panjang, kedelai, dan tanaman sayuran secara silih berganti. Untuk pengolahannya, lahan ini diolah secara intensif yaitu dengan melakukan pengolahan lahan secara menyeluruh dengan melakukan penggarapan dan penggemburkan tanah serta membolak-balikkan tanah sampai pada kedalaman 20 cm tanpa menambahkan sisa-sisa tanaman dan gulma sebagai mulsa yang dapat melindungi tanah dari erosi permukaan. Pada saat pengambilan sampel tanah kondisi lahan sedang diberakan dan sudah ditumbuhi rerumputan. Kemiringan lereng tergolong datar (0-8%). Kondisi lahan pengolahan tanah intensif pada lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi lahan pengolahan tanah intensif

(29)

14

Makrofauna Tanah

Makrofauna merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang memiliki peran penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah melalui

proses ”imobilisasi” dan ”humifikasi” (Lavelle et al. 1994). Makrofauna tanah ini

memiliki ukuran ≥ 1 cm. Makrofauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni tanah yang berperan dalam dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah sehingga mampu menjaga kesuburan tanah. Makrofauna juga sangat berperan dalam proses yang terjadi di dalam tanah seperti dekomposisi, aliran karbon, siklus hara, dan agregasi tanah. Proses dekomposisi di dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak didukung oleh aktivitas makrofauna. Makrofauna berkolerasi dengan kandungan bahan organik dalam tanah yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah makrofauna dalam tanah, maka semakin baik proses dekomposisi, siklus hara, aliran karbon dan agregasi dalam tanah. Disamping itu, makrofauna tanah juga memiliki peran penting terhadap kontinuitas pori. Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada pengolahan tanah konservasi dan pengolahan tanah intensif disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan keragaman makrofauna tanah pada lahan dengan pengolahan tanah konservasi dan intensif

Jenis Pengolahan tanah konservasi Pengolahan tanah Intensif

Semut > 15 2

Rayap > 20 0

Kaki Seribu 3 0

Cacing 5 1

Kecoa 5 0

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki jumlah makrofauna yang lebih tinggi dan beragam dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan konservasi hanya mengolah seperlunya saja sehingga tidak mengganggu aktivitas fauna tanah. Berbeda dengan lahan pertanian intensif yang sering dilakukan pengolahan tanah yang dapat mengganggu aktivitas fauna tanah. Pemberian serasah/sisa-sisa tanaman dan gulma yang digunakan sebagai mulsa pada lahan olah konservasi memberikan sumber makanan yang lebih banyak bagi makrofauna.

Sifat Fisik Tanah di Lahan Penelitian

Kemantapan Agregat Tanah

(30)

15

Persentase bobot tanah yang tersisa di ayakan 2 mm setelah ayakan basah pada kedua lahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentase bobot agregat pada ayakan 2 mm setelah ayakan basah pada lahan olah tanah konservasi dan lahan olah tanah intensif

Tabel 4 menunjukkan bahwa kemantapan agregat tanah pada pengolahan tanah konservasi lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah intensif, yang ditunjukkan pada hasil pengukuran di kedalaman 0-20 cm lebih tinggi yaitu sebesar 34.10%, sementara pada pengolahan tanah intensif hanya sebesar 29.10%. Begitu pula kemantapan agregat tanah pada kedalaman 20-40 cm, pada pengolahan tanah konservasi lebih besar dari pengolahan tanah intensif yaitu masing-masing sebesar 14.78% dan 11.38%. Hal ini dikarenakan pada lahan konservasi dilakukan pengolahan dengan metode Minimum Tillage yaitu mengolah tanah hanya seperlunya saja sehingga kerusakan struktur tanah menjadi semakin kecil, kepadatan tanah yang rendah, dan aktivitas mikrob tanah tidak terganggu sehingga proses perekatan agregat oleh mikrob tanah tidak terganggu pula. Sesuai dengan hasil pengukuran bahan organik pada Tabel 5, kadar bahan organik pada lahan konservasi juga lebih tinggi dari lahan intensif. Seperti yang dikatakan Hillel (1997), kandungan bahan organik yang ada di dalam tanah mampu merangsang dan meningkatkan kekuatan stabilitas agregat tanah. Jaringan perakaran yang luas akan menembus tanah dan cenderung untuk merangkum agregat-agregat tanah. Peranan organisme tanah terhadap agregat adalah dalam penyediaan bahan humik yang mampu merekat agregat tanah.

Berbeda dengan lahan olah tanah intensif, nilai rata-rata agregat lebih rendah dari pengolahan tanah konservasi dengan nilai masing-masing 29.10% dan 11.38% tiap kedalaman. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah yang dilakukan secara menyeluruh, membolak-balikkan tanah hingga kedalaman 20 cm mengakibatkan rusaknya struktur tanah yang dapat menyumbat pori sehingga kontinuitas pori terganggu, terganggunya aktivitas mikrob tanah sebagai perekat agregat tanah, ketersediaan bahan organik yang rendah. Terjadinya kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah akibat adanya pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Stabilitas agregat tanah menurun berkaitan dengan menurunnya kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah ini menyebabkan agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil. Agregat tanah yang membangun

(31)

16

struktur tanah sangat ditentukan oleh kadar bahan organik, jumlah dan jenis klei, jenis kation yang mendominasi kompleks jerapan, dan adanya bahan-bahan penyemen. Pada tanah dengan kandungan klei yang cukup banyak, partikel-partikel utama pada kondisi yang baik cenderung untuk mengelompok menjadi satuan-satuan yang dikenal sebagai agregat (Hillel, 1997).

Adapun pengaruh dari sistem budidaya tanaman pada proses agregasi adalah pada fungsi aktivitas perakaran tanaman seperti kerapatan dan kedalaman perakaran dan laju perkembangbiakan akar, kerapatan dan kontinuitas penutup permukaan dan bentuk serta frekuensi pengolahan tanah dan lalu lintas di atas permukaan tanah (Hillel, 1997).

Kadar Air Lapang

Kadar air lapang adalah kadar air yang menggambarkan kondisi kandungan air di dalam tanah di lapang pada saat pengukuran langsung. Kandungan kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif sehari setelah hujan hingga beberapa hari tidak hujan pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kadar air lapang pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif

Keterangan : H+ 1p artinya satu hari setelah hujan saat pagi hari, H+1s artinya satu hari setelah hujan saat sore hari

(32)

17

(pemegang air) dan pori makro (drainase), sehingga untuk mengetahui bagaimana air dapat tertahan di dalam tanah dapat diketahui melalui hubungan kadar air tanah dengan suatu daya hisap atau tegangan yaitu dalam bentuk tinggi kolom air (dala m cm) yang merupakan besarnya energi yang diperlukan tanah atau tanaman untuk mengabsorbsi air.

Secara umum pada kedua lahan tersebut, kadar air tanah di kedalaman tanah 20-40 cm baik pagi maupun sore lebih tinggi dibandingkan kedalaman tanah 0-20 cm. Hal ini dikarenakan pada lapisan tanah atas (0-20 cm) akan terkena langsung dengan sinar matahari, udara dan suhu atmosfer, sehingga nilai evaporasinya menjadi besar dan kadar air tanahnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (20-40 cm). Oleh karena itu, potensi terjadinya evaporasi pada kedalaman tanah 0-20 cm akan lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman tanah 20-40 cm. Selain itu, terjadi distribusi air dalam profil tanah sehingga kadar air pada lapisan bawah lebih besar daripada lapisan atas.

Gambar 5 Kadar air lapang pada dua jenis pengolahan tanah beberapa hari setelah hujan saat pagi dan sore

Gambar 5 menyajikan grafik penurunan kadar air tanah selama beberapa hari tidak terjadi hujan berdasarkan jenis pengolahan tanah dan kedalaman tanah. Pada Gambar 5, terlihat kadar air pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman tanah 0-20 cm pada hari ke-5 saat pagi hari berada di bawah batas kadar air titik layu permanen Kadar air tanah pada lahan pengolahan tanah intensif pada hari ke-5 saat pagi hari sebesar 34,49% sedangkan berdasarkan hasil penelitian Sofyan (2011), kadar air titik layu permanen (pF 4,2) pada lahan intensif sebesar 35,11%. Hal ini dapat mengakibatkan tanaman akan mengalami kesulitan untuk mencari air di kedalaman 0-20 cm karena air sangat kuat dipegang oleh tanah sehingga air menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Akar tanaman terpaksa mencari air ke lapisan tanah yang lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya, karena jumlah air yang tersedia di lapisan atas sebagai zona perakaran tersebut sangat sedikit sekali.

Pada sore hari di hari ke-5 terjadi peningkatan kadar air pada lahan konservasi di kedalaman tanah 0-20 cm dan lahan intensif di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Hal ini dikarenakan dilakukannya penyiraman oleh pengelola lahan

(33)

18

pada saat sebelum dilakukan pengambilan sampel. Kondisi lahan pada saat pengambilan sampel lembab.

Makroporositas Tanah

Tanah mempunyai pori-pori yang tidak terisi bahan padat tetapi akan diisi oleh air dan udara. Pori tanah terdiri atas pori makro, pori meso, dan pori mikro. Pori makro disebut juga pori drainase yang berisi air gravitasi atau udara. Pori ini berperan dalam pergerakan air tanah. Pergerakan air tanah akan semakin mudah jika pori drainase semakin banyak. Ketersediaan bahan organik juga mempengaruhi porositas tanah karena bahan organik membantu dalam pembentukan agregat tanah dengan membentuk granul-granul dan memperbesar volume dan pori-pori tanah yang ada, sehingga porositas tanah menjadi tinggi.

Di bawah ini merupakan gambar pola sebaran pori makro terhadap pergerakan air tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif, yang ditunjukkan dengan sebaran warna biru pada penampang tanah secara vertikal.

(a) (b)

Gambar 6 Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi (a) dan lahan pengolahan tanah intensif (b)

(34)

19

Gambar 7 Distribusi pori makro pada dua jenis pengolahan tanah di berbagai kedalaman tanah

Gambar 7 menunjukkan penyebaran pori makro (pori drainase) pada lahan pengolahan tanah konservasi dan lahan pengolahan tanah intensif. Pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-10 cm pori makro sebesar 25,14% sedangkan pada lahan pengolahan tanah intensif sebesar 12,95%. Di kedalaman 10-20 cm pada lahan pengolahan tanah konservasi sebesar 3,42% dan pada lahan pengolahan tanah intesif tidak terlihat pori makro lagi. Pada lahan pengolahan tanah intensif memiliki pori makro yang rendah. Hal ini karena terjadi gangguan terhadap kontinuitas pori akibat hancurnya struktur tanah dan penyumbatan pori akibat pengolahan tanah yang berlebihan yang dapat merusak struktur tanah dan akhirnya dapat memadatkan tanah. Pengolahan tanah intensif juga menyebabkan rendahnya ketersediaan bahan organik dan makrofauna tanah. Ketersediaan bahan organik mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah yang dapat membentuk biopori, struktur tanah dengan pori-pori di dalamnya. Dispersi agregat menyebabkan penyumbatan pori oleh butir halus tanah, sehingga kontinuitas pori hilang. Kondisi ini dapat mengurangi kecepatan pergerakan air tanah. Oleh karena itu, ketersediaan air tanah pada lahan pengolahan tanah konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif. Tersedianya air di dalam tanah bagi tanaman tergantung dari seberapa besarnya jumlah pori makro dan tingginya kandungan bahan organik sebagai pengikat air di dalam tanah.

Pada lahan pengolahan tanah intensif juga terjadi gangguan terhadap kontinuitas pori akibat dari destrukturisasi struktur dan juga dispersi agregat yang tercipta pada lahan tersebut sehingga pori makro menjadi tersumbat oleh butir halus dan terganggunya kontinuitas pori, sehingga mengakibatkan pergerakan air di dalam tanah menjadi lambat. Oleh karena itu, lahan pengolahan tanah konservasi yang memiliki bahan organik yang tinggi, jumlah pori makro yang lebih banyak, serta kontinuitas pori yang baik akan mampu melalukan air lebih cepat dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif.

(35)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, stabilitas agregat tanah yang lebih baik, pergerakan air tanah yang lebih cepat, jumlah dan jenis makrofauna tanah yang lebih banyak, dan jumlah makroporositas tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan pengolahan tanah intensif setelah diolah selama ± 15 tahun.

2. Pengolahan tanah konservasi menciptakan kualitas fisik tanah yang lebih baik

dibandingkan dengan pengolahan tanah intensif yang diolah secara terus-menerus selama ± 15 tahun.

Saran

1. Untuk mempertahankan kualitas fisik tanah agar tetap baik, maka pengolahan tanah minimum yang diiringi dengan pemberian bahan organik perlu dilakukan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tanaman untuk

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Bergeret A. 1977. Ecologically viabble system of production. Ecodeveloptment New. 1977 Okt 3. p 3-26.

Brown RE, Havlin JL, Lyons DJ, Fenster CR, Peterson GA. 1991. Longterm tillage and nitrogen effects on wheat production in a wheat fallow rotation. In: Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA; 1991 Oct 27–Nov 1; Denver Colorado (US). p326.

Hanafiah, Kemas A. 2005. Biologi Tanah : Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Susanto RH, Purnomo RH, penerjemah. Indralaya (ID): Mitra Gama Widya. Terjemahan dari: Introduction to Soil Physics.

Hussain IK, Olson R, Ebelhar SA. 1999. Longterm tillage effects on soil chemical properties and organic matter fraction. Soil Science Society of America Journal. 63: 1335-1341.

Ketcheson JW. 1980. Effect of tillage on fertilizer requirements for corn on a silt loamsoil. Agron J. 72: 40-542.

Larson WE, Osborne GJ. 1982. Tillage accomplishments and potential. In:

Predicting Tillage Effects on Soil Physical Properties and Processes. ASA Special Publication; No. 44.

Lavelle P, dangerfield M, Fargoso C, Eschenbremer V, Lopez-haernandes D, Pashanashi B, and Brussard L. 1994. The Relationship between Soil Macrofauna and Tropical Soil Fertility. In: Woomer PL, Swift N, editor.

The Biologicalmanagement of tropical Soil Fertility. John Wiley and Sons. Chichester. p 237 – 240.

Pankhurst CE, Lynch JM. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. In: CE Pankhurst, Doube BM, Gupta VVSR, Grace PR, editor. Soil Biota: Management in Sustainable Farming Systems. 1993. Melbourne, Australia (AU): CSIRO Pr. p 3-9.

Rachman A, Dariah A, Husen E. 2004. Olah Tanah Konservasi. Di dalam: Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. hlm189-210.

Rao SC, Dao TH. 1991. Tillage and N management effects on the yield and N-use efficiency in winter wheat. In: Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA; 1991 Oct 27–Nov 1; Denver Colorado (US). p339. Sinukaban N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. Jakarta

(ID): PT INDECO Duta Utama – BCEOM.

(37)

22

Sutrisno N, Nurida LN. 1995. Penanganan Perladangan Berpindah melalui Usaha Tani Konservasi.Kongres Nasional VI Himpunan Ilmu Tanah Indonesia; 1995 Des 12 – 15; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.

Sofyan M. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasusdi Desa Babakan, KecamatanDramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suwardjo H, Abdurachman A, Abujamin S. 1989. The use of crop residue mulch to minimize tillage frequency. Tanah dan Pupuk. 8: 31-37.

Swan JB, Paulson WH, Peterson AE, Higgs RL. 1991. Tillage- redisue management effetcs on seedbed physical conditions corn growth andyield. In: Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA; 1991 Oct 27–Nov 1; Denver Colorado (US). p343.

Utomo M. 1990. Budidaya lahan konservasi, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Jakarta (ID): Dir. Prod. Padi dan Palawija, Deptan.

______. 1995. Kekerasan tanah dan serapan hara tanaman jagung pada olah tanah konservasi jangka panjang. J. Tanah Trop. 1:1-7.

(38)

22

(39)
(40)

23

Lampiran 1 Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah intensif di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm.

Lampiran 2 Kadar C-Organik dan bahan organik pada lahan pengolahan tanah konservasi di kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm

Lampiran 3 Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah intensif setelah ayakan basah

Kedalaman Ulangan % C-Organik Rataan % Bahan Organik Rataan

0-20

Kedalaman (cm) Ulangan bobot sebelum (g) bobot sesudah (g) Rataan

(41)
(42)

24

Lampiran 4 Bobot agregat tanah ≥ 2 mm pada lahan pengolahan tanah konservasi setelah ayakan basah

Lampiran 5 Distribusi pori makro pada lahan pengolahan tanah konservasi dan intensif

Kedalaman (cm) Pengolahan Tanah Konservasi Pengolahan Tanah Intensif

0-10 25,14% 12,95%

10-20 3,42% 0%

Lahan Pengolahan Tanah Konservasi

Kedalaman (cm) Ulangan bobot sebelum (g) bobot sesudah (g) Rataan

0-20

I 100 36.36

34,10

II 100 41.02

III 100 24.91

20-40

I 100 7.53

14,78

II 100 22.04

(43)
(44)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Maret 1990 di Pematangsiantar. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Drs. H. Nasril Jambak dan Asidah Lestari.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK YPHI yang diselesaikannya pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 4 Pematangsiantar yang diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 4 Pematangsiantar dan selesai pada tahun 2005. Penulis meneruskan pendidikan di SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan meyelesaikannya pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian
Gambar 2   Skema pengukuran jumlah pori makro menggunakan metode
Gambar 3  Kondisi lahan pengolahan tanah konservasi
Gambar 4  Kondisi lahan pengolahan tanah intensif
+2

Referensi

Dokumen terkait

untuk mengetahui pengaruh pengolahan tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kemantapan agregat dan kerapatan isi tanah dengan luasan lahan percobaan yang. tidak

Dengan penurunan bahan organik tanah menyebabkan bobot isi tanah semakin meningkat, porositas tanah dan stabilitas agregat menurun yang menjadikan tanah semakin padat sehingga

Tanah kebun jambu kristal memiliki kadar klei, bobot isi, dan bahan organik yang rendah namun memiliki jumlah pori drainase sangat cepat yang lebih tinggi dibandingkan

Bagian pada blok kebun kelapa sawit mendapatkan gangguan dan pengelolaan dengan intensitas yang berbeda sehingga menyebabkan karakteristik fisik dan laju infiltrasi tanah

tanah yang diteliti dapat diurutkan dimulai dari pedon dengan ciri perkembangan. relatif paling lanjut ke pedon yang ciri perkembangan sifatnya kurang lanjut: P2-S

bahan organik tinggi mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan tanah-. tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah pasir

Pengaruh buruk dari pengelolaan tanah yang berlebihan antara lain rusaknya struktur tanah, menurunkan kandungan bahan organik secara cepat, pengolahan tanah

Utomo 1995 menambahkan bahwa peningkatan kandungan bahan organik tanah yang berfungsi sebagai bahan pengikat di dalam pembentukan agregat tanah sehingga ruang antar agregat pori makro