LAMPIRAN 1
FORMULIR
UJI KESUKAAN (UJI HEDONIK)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Petunjukan Penilaian
Ujilah sampel satu persatu dengan sebaik-baiknya dan nyatakan pendapat Anda tentang apa yang dirasakan oleh indera dengan mengisi tabel dibawah ini dengan skor berikut:
Suka : 3 Kurang suka : 2 Tidak suka : 1
Indikator Sampel
A1 A2 A3
LAMPIRAN 2
Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
a. Varians
� = −
− = 0,32
� = −
− = 0,29
� = −
−
= 0,44
b. Varians Total
Varians total = , + , + ,
− = 0,35
c. Uji Barlett
� = � = � = �
Ha sekurang – kurangnya ada 2 varians populasi (
�
yang tidak sama�
=
[ , , , , ]=
0,98=
[ { . , ; }]=
0,935Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Aroma Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Derajat Bebas (db)
a. Db perlakuan = 3 – 1 = 2
b. Db galat = ( 3 × 30 – 1 ) – ( 3 – 1 ) = 87 c. Db jumlah = ( 3 × 30 ) – 1 = 89
2. Faktor Koreksi (FK)
Faktor Koreksi =
× = 523,21 3. Jumlah Kuadrat (JK)
a. Jumlah Kuadrat Total = 555 – 523,21 = 31,79
b. Jumlah Kuadrat Perlakuan = + + – 523,21
= 1,62
c. Jumlah Kuadrat Galat = 31,79 – 1,62 = 30,17 4. Kuadrat Total (KT)
a. Kuadrat Total Perlakuan = , = 0,81
5. F Hitung F Hitung = ,
, = 2,31 Sumber
Keragaman Db JK KT F.Hitung
F. Tabel 5%
Keterangan
Perlakuan 2 1,62 0,81 2,31 3,10 Tidak Ada
Galat 87 30,17 0,35 Perbedaan
Total 89 31,79 1,16
LAMPIRAN 3
Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
a. Varians
� = −
− = 0,30
� = −
− = 0,53
� = −
− = 0,30
b. Varians Total
Varians total = , + , + ,
− = 0,38
c. Uji Barlett
� = � = � = �
Ha sekurang – kurangnya ada 2 varians populasi (
�
yang tidak sama�
=
[ , , , , ]=
0,95=
[ { . , ; }]=
0,935Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Rasa Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Derajat Bebas (db)
a. Db perlakuan = 3 – 1 = 2
b. Db galat = ( 3 × 30 – 1 ) – ( 3 – 1 ) = 87 c. Db jumlah = ( 3 × 30 ) – 1 = 89
2. Faktor Koreksi (FK)
Faktor Koreksi =
× = 528,04 3. Jumlah Kuadrat (JK)
a. Jumlah Kuadrat Total = 566 – 528,04 = 37,96
b. Jumlah Kuadrat Perlakuan = + + - 528,04
= 5,09
c. Jumlah Kuadrat Galat = 37,96 – 5,09 = 32,87
4. Kuadrat Total (KT)
a. Kuadrat Total Perlakuan = , = 2,545
5. F Hitung F Hitung = ,
, = 6,69 Sumber
Keragaman Db JK KT F.Hitung
F. Tabel 5%
Keterangan
Perlakuan 2 5,09 2,54 6,69 3,10 Ada
Galat 87 32,87 0,38 Perbedaan
Total 89 37,96 2,92
Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terhadap Hasil Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoptik Panelis terhadap Rasa Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Standar Error Rata-rata (Sȳ)
Least Significant Ranges (LSR) 0,31 0,33
Keterangan
P = banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji
LAMPIRAN 4
Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Warna Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
a. Varians
� = −
− = 0,32
� = −
− = 0,52
� = −
− = 0,30
b. Varians Total
Varians total = , + , + ,
− = 0,38
c. Uji Barlett
� = � = � = �
Ha sekurang – kurangnya ada 2 varians populasi (
�
yang tidak sama�
=
[ , , , , ]=
0,97=
[ { . , ; }]=
0,935Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Warna Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Derajat Bebas (db)
a. Db perlakuan = 3 – 1 = 2
b. Db galat = ( 3 × 30 – 1 ) – ( 3 – 1 ) = 87 c. Db jumlah = ( 3 × 30 ) – 1 = 89
2. Faktor Koreksi (FK)
Faktor Koreksi =
× = 532,9 3. Jumlah Kuadrat (JK)
a. Jumlah Kuadrat Total = 569 – 532,9 = 36,1
b. Jumlah Kuadrat Perlakuan = + + – 532,9
= 2,87 c. Jumlah Kuadrat Galat = 36,1 – 2,87
= 33,23 4. Kuadrat Total (KT)
a. Kuadrat Total Perlakuan = , = 1,43
5. F Hitung F Hitung = ,
, = 3,76 Sumber
Keragaman Db JK KT F.Hitung
F. Tabel 5%
Keterangan
Perlakuan 2 2,87 1,43 3,76 3,10 Ada
Galat 87 33,23 0,38 Perbedaan
Total 89 36,10 1,81
Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) terhadap Hasil Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoptik Panelis terhadap Warna Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Standar Error Rata-rata (Sȳ)
Least Significant Ranges (LSR) 0,31 0,33
Total
Keterangan
P = banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji
Range = harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5% dengan derajat bebas galat = 87 ~ 100
LSR = Range × Standard Error Rata-rata
LAMPIRAN 5
Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Cookies yang Dimodifikasi dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
a. Varians
� = −
− = 0,48
� = −
− = 0,32
� = −
− = 0,32
b. Varians Total
Varians total = , + , + ,
− = 0,37
c. Uji Barlett
� = � = � = �
Ha sekurang – kurangnya ada 2 varians populasi (
�
yang tidak sama�
=
[ , , , , ]=
0,99=
[ { . , ; }]=
0,935Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
1. Derajat Bebas (db)
a. Db perlakuan = 3 – 1 = 2
b. Db galat = ( 3 × 30 – 1 ) – ( 3 – 1 ) = 87 c. Db jumlah = ( 3 × 30 ) – 1 = 89
2. Faktor Koreksi (FK)
Faktor Koreksi =
× = 504,1 3. Jumlah Kuadrat (JK)
a. Jumlah Kuadrat Total = 537 – 504,1 = 32,9
b. Jumlah Kuadrat Perlakuan = + + – 504,1
= 0,47 c. Jumlah Kuadrat Galat = 32,9 – 0,47
= 32,43 4. Kuadrat Total (KT)
a. Kuadrat Total Perlakuan = , = 0,23
5. F Hitung F Hitung = ,
, = 0,62 Sumber
Keragaman Db JK KT F.Hitung
F. Tabel 5%
Keterangan
Perlakuan 2 0,47 0,23 0,62 3,10 Tidak Ada
Galat 87 32,43 0,37 Perbedaan
Total 89 32,90 0,60
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2011. Syarat Mutu Cookies. SNI No. 01-2973-1992. Jakarta: BSN
Bender, G.T. (1987). Principal of Chemical Instrumentation. Philadelphia: W.B. Sounders Company. Hal. 98
Cummings, Steven R., Felicia Cosman, and Sophie A. Jamal. 2002. Osteoporosis: An Evidence-based Guide to Prevention and Management. Series IV DeMan, J.M. 1999. Principles of Food Chemistry 3rd edition. Aspen Publication.
Gathersburg. Maryland
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (Livestock and Animal Health Statistics 2012). Kementerian Pertanian. Jakarta: CV Alnindra Dunia Perkasa
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goulding, Ailsa., et al. 2004. Children Who Avoid Drinking Cow’s Milk are at Increased Risk for Prepubertal Bone Fractures. The Journal of American Dietetic Association. (104): 250-253
Greer, Frank R and Nancy F. Krebs. 2006. Optimizing Bone Health and Calcium Intakes of Infants, Children, and Adolescents. American Academy of Pediatrics
Handayani, Tituk Sri Swasti. 1987. Pencarian Metode Tekstur Cookies yang Menggunakan Campuran Terigu dan Maizena dengan Penetrometer. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Konsumsi Ikan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Legowo, A.M dan Norwantoro. 2004. Analisis Pangan. Diktat Kuliah Fakultas Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang
Manley, Duncan. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third Edition. England: Woodhead Publishing Limited
Matz SA. 1965. Water in Food. Connecticut: The AVI Publishing Company.
Matz SA, TD Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. Westpost Connecticut: The AVI Publishing Co. Inc.
Mutiara, Posma Arta. 2010. Penetapan Kadar Kalsium pada Kulit Telur Ayam Ras, Kulit Telur Ayam Non Ras dan Kulit Itik secara Spektrofometri Serapan Atom. Skripsi, Universitas Sumatera Utara
Novita, Dian. 2011. Evaluasi Mutu Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Komposit Berbasis Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai Makanan Tambahan Ibu Hamil. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik.
Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rivera, Eric M., et al. 1999. Synthesis of Hydroxyapatite from Eggshells. Elsevier Science. Materials Letters 4: 128–134
Salem, Ibrahim S., Abdalla S. M. Ammar, and Ramadan A. Habiba. 2012. Effect of Eggshell Powder Addition as a Source of Calcium Fortification on Butter Cake Quality. Food Science and Human Nutrition Journal
Schaafsma, A., et al. 2000. Mineral, Amino Acid, and Hormonal Composition of Chicken Eggshell Powder and the Evaluation of its Use in Human Nutrition. Poultry Science 79:1833–1838
Schaafsma, A., Pakan I. 1999. Short-term Effects of A Chicken Egg Shell Powder Enriched Dairy-Based Products on Bone Mineral Density in Persons with Osteoporosis or Osteopenia. Bratisl Lek Listy 100 (12): 651-656
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology: From cells to systems. Edisi II. Jakarta : EGC
Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara
Walpole, R. E. 1988. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Tabloid Sinar Tani Edisi 6 - 12 Mei 2009, No.3302 Tahun XXXIX
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksperimen dengan desain rancangan acak lengkap, dimana hanya memiliki satu faktor atau satu perlakuan yaitu penambahan tepung cangkang telur pada pembuatan cookies dimana yang berbeda hanya konsentrasi yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan percobaan awal maka konsentrasi yang dipilih yaitu 10%, 20%, dan 30%). Selanjutnya konsentrasi tersebut diberi kode A1, A2, dan A3. Ulangan dilakukan sebanyak 2 kali (i = 1,2) setiap perlakuan. Penelitian juga dilakukan dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan hasil analisis atau uji di laboratorium dalam menganalisis kadar kandungan kalsium yang terdapat dalam modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam.
A1 : Perlakuan terhadap pembuatan cookies dengan perbandingan tepung cangkang telur 10%
dan tepung terigu 90 %.
A2 : Perlakuan terhadap pembuatan cookies dengan perbandingan tepung cangkang telur 20%,
dan tepung terigu 80 %.
A3 : Perlakuan terhadap pembuatan cookies dengan perbandingan tepung cangkang telur 30%,
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian untuk pembuatan tepung cangkang telur dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, pengujian zat gizi kalsium modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dan pelaksanaan uji daya terima cookies dilakukan di SD Negeri 057205 Pasar 1 Stabat Lama Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Waktu penelitian dimulai dari Desember 2013 hingga Maret 2014.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah cookies dengan penambahan tepung cangkang 10%, 20%, dan 30%.
3.4 Definisi Operasional
1. Cangkang telur adalah lapisan luar dari telur yang bertekstur keras dan berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan
2. Cookies (kue kering) adalah jenis biskuit yang berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongnya bertekstur kurang padat.
3. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis yaitu Siswa SD Negeri No. 057205 Pasar 1 Stabat Lama Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. 4. Warna adalah corak rupa yang ditimbulkan oleh cookies cangkang telur
yang dapat dibedakan dengan indera penglihatan.
6. Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh cookies cangkang telur yang dapat dirasakan oleh indera penciuman.
7. Tekstur adalah tingkat kepadatan dan kerenyahan cookies cangkang telur. 8. Uji daya terima atau uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat daya terima panelis dengan menggunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan yaitu warna, rasa, dan aroma.
9. Panelis adalah Siswa Kelas V SD Negeri No. 057205 Pasar 1 Stabat Lama Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat yang diuji tingkat kesukaannya terhadap cookies yaitu sebanyak 30 panelis.
10.Uji kandungan kalsium adalah pemeriksaan kadar kalsium yang terdapat dalam cookies cangkang telur.
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat
3.5.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam adalah tepung cangkang telur ayam, tepung terigu, mentega, garam, tepung gula, telur, susu, soda kue, air. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam analisis kalsium pada modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam adalah cookies dengan konsentrasi tepung cangkang telur 10%, 20%, dan 30%, aquades, HCL 1:1, larutan Standar CaCl2, HNO3, larutan Asam Klorida, HCl 0,01%, dan larutan natrium hidroksida NaOH 30%.
3.6 Tahapan Penelitian
3.6.1 Proses Pembuatan Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Proses pembuatan cookies dengan tepung cangkang telur meliputi pembuatan tepung cangkang telur dan pencampuran tepung cangkang telur ke dalam pembuatan cookies dangan konsentrasi 10%, 20%, dan 30%.
1. Pembuatan Tepung Cangkang Telur
Cangkang telur ayam dicuci bersih terlebih dahulu, lalu direndam air selama 15 menit agar bebas dari sisa isi telur dan kotoran. Bersihkan cangkang telur dari lapisan membran telur dan cuci kembali. Kemudian cangkang telur direbus dalam air mendidih selama 15 menit untuk membunuh mikroorganisme serta menghilangkan
bau amis pada cangkang telur (King’ori, 2011). Cangkang telur yang sudah direbus,
cangkang telur digiling atau diblender kering hingga menjadi tepung dan diayak dengan menggunakan saringan 100 mesh.
Cangkang Telur
Gambar 3.1 Diagram pembuatan tepung cangkang telur ayam Pencucian
Perebusan
Pengeringan dengan Oven
Penggilingan
Pengayakan
Tepung Cangkang Telur Pencucian kembali
2. Pembuatan cookies dengan tepung cangkang telur
Gambar 3.2 Diagram Proses Pembuatan Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Keterangan:
A1 : Konsentrasi Tepung Cangkang Telur Ayam 10% dan Tepung Terigu 90 %
A2 : Konsentrasi Tepung Cangkang Telur Ayam 20% dan Tepung Terigu 80 %
A3 : Konsentrasi Tepung Cangkang Telur Ayam 30% dan Tepung Terigu 70 % Tepung Cangkang
Telur ayam 10 gr Tepung Terigu 90 gr
Pencampuran bahan (dikocok selama 5 menit)
Pengadonan
Pencetakan
Berdasarkan diagram proses pembuatan cookies dengan tepung cangkang telur di atas, mentega, margarine, garam, telur, gula halus atau tepung gula, dan susu dicampurkan dan dikocok selama 5 menit hingga adonan mengembang. Adonan ini kemudian dibuat menjadi 3 adonan yang kemudian masing-masing adonan ditambahkan dengan tepung terigu dan tepung cangkang telur ayam dengan perbandingan konsentrasi yang berbeda yaitu 90%:10%, 80%:20%, dan 70%:30%. Perbandingan konsentrasi tepung cangkang telur ditentukan dari berat tepung terigu. Tepung cangkang telur ayam dalam hal ini merupakan substitusi tepung terigu sebagai salah satu bahan utama pembuatan cookies.
Cookies dengan perbandingan tepung terigu dan tepung cangkang telur ayam sebesar 90%:10% diberi kode A1, cookies dengan perbandingan tepung terigu dan tepung cangkang telur ayam sebesar 80%:20% diberi kode A2, dan cookies dengan perbandingan tepung terigu dan tepung cangkang telur ayam sebesar 90%:10% diberi kode A3. Selanjutnya, masing-masing adonan cookies ditambahkan dengan soda kue dan dikocok selama 5 menit. Adonan yang telah jadi dicetak dan dipanggang di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100-1500C hingga matang.
3.6.2 Analisis Kalsium dalam Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
ditentukan. Pada satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitiannya dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda.
Dalam proses titrimetri bagian pentiter ditambahkan kedalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang ditentukanbereaksi sempurna secara stoikiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat pada titik kesetaraan. Jumlah volume peniter yang terpakai untuk mencapai titik kesetaraan disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui volume kesetaraan, kadar pentiter, dan faktor stoikiometri, maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah (Krisno, 2009).
Metode lain dalam menganalisis kandungan kalsium adalah metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) dimana sampel didestruksi dengan campuran
Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO3, HClO4, dan HCl (perbandingan 6:6:1), larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldhal dan corong dibilas dengan air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm.
ppm ca = � � − � � � �
�
% ca = � %
3.6.3 Uji Daya Terima pada Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Untuk mengetahui hasil dari percobaan perlu dilaksanakan penilaian kepada masyarakat dengan uji daya terima (uji organoleptik). Jenis uji daya terima yang digunakan adalah uji kesukaan/ hedonik menyatakan suka atau tidak sukanya terhadap suatu produk.
Tabel 3.2 Tingkat Penerimaan Konsumen
Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
Warna Suka dipersiapkan beberapa hal seperti :
1. Pelaksanaan penilaian a. Waktu dan tempat
Penilaian uji daya terima terhadap cookies dengan penambahan tepung cangkang telur hasil percobaaan dilakukan di SD Negeri 057205 Pasar 1 Stabat Lama.
b. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah cookies dari penambahan tepung cangkang telur dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, dan 30%. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir, alat tulis, dan air minum dalam kemasan.
c. Panelis
yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jumlah panelis yang digunakan minimal 30 orang. Panelis dalam penelitian ini adalah panelis anak-anak yang diambil dari SD Negeri 057205 Pasar 1 Stabat Lama, dimana pengambilan sekolah ini dilakukan secara accidental. Adapun jumlah panelisnya sebanyak 30 orang dengan kriteria sebagai berikut :
- Anak SD kelas lima
- Sukarela dan tanpa paksaan - Dalam keadaan sehat - Tidak buta warna
2. Langkah-langkah pada uji daya terima
a. Mempersilakan panelis untuk duduk diruangan yang telah disediakan. b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, formulir, alat tulis dan
air minum dalam kemasan.
c. Memberikan penjelasan sedikit kepada panelis tentang bagaimana cara memulai dan pengisian formulir.
d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada formulir yang telah disediakan.
e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam peneltian ini dalah analisis deskriptif persentase, dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tiap-tiap perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut :
Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatiif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
Nilai tertinggi : 3 ( suka ) Nilai terendah : 1 ( tidak suka ) Jumlah kriteria yang ditentukan : 3 kriteria
Jumlah panelis : 30 orang
a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi
= 30 x 3 = 90
b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah
c. Persentase maksimum = x 100%
= x 100% = 100%
d. Persentase minimum = x 100%
= x 100% = 33,3%
e. Rentangan = persentase maksimum – persentase minimum
= 100% - 33,3% = 66,7%
f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria
= 66,7% : 3 = 22,2% = 22%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaaan sebagai berikut :
Tabel 3.3 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan
Persentase (%) Kriteria Kesukaan
78 – 100 Suka
56 – 77,99 Kurang suka
34 – 55,99 Tidak suka
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik cookies dengan berbagai perlakuan jumlah penambahan tepung cangkang telur, maka dapat dilakukan beberapa tahap uji, yaitu :
1. Uji Barlet, uji ini dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi. Adapun langkah-langkah penggunaan uji barlet yaitu :
2. Pasangan Hipotesis
Ho : Data Populasi Homogen
Ha : Sekurang-kurangnya ada dua varians populasi yang tidak sama (data populasi tidak homogen)
3. Sebaran Barlet
bH =
[ � − . � − ……… � − ] ∑ nj
∑
=
4. Koefisien sebaran Barlet
bc = [ α; + α; + ……… + α; ]
∑=
5. Daerah kritis : Tolak Ho, jika bH < bC 6. Kesimpulan :
a) Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho diterima, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).
b) Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho ditolak, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik tidak seragam (tidak homogen). Apabila kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisis sidik ragam.
Tabel 3.4 Daftar Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap
4. Kuadrat Total
a. KT perlakuan =
b. KT galat = g
g
5. F-Hitung
F-Hitung = T
T g
Bandingkan F-Hitung dengan F-tabel Lihat Tabel Anova, dimana :
Pembilang = db perlakuan Penyebut = db galat
Bila F-hit > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima Bila F-hit < F-tabel = Ho diterima, Ha ditolak
Dengan menggunakan derajat bebas α 5%
Bila F-hitung > F-tabel berarti ada pembedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut sehingga dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan. Uji Ganda Duncan untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.
KT galat Sy =
Jumlah Kelompok
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Tepung Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan hasil penelitian, tepung cangkang telur ayam memiliki karakteristik warna putih kecoklatan dan agak tengik. Namun, aroma cangkang telur ayam tidak terlalu berpengaruh terhadap aroma cookies. Secara fisiologis tepung cangkang telur dapat dilihat pada gambar berikut.
4.2 Karakteristik Cookies dengan Modifikasi Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan ketiga perlakuan terhadap cookies yang dimodifikasi dengan tepung cangkang telur ayam maka dihasilkan cookies yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
Gambar 4.2 Cookies dengan Modifikasi Tepung Cangkang Telur Ayam Gambar 4.1 Tepung Cangkang Telur Ayam
Tabel 4.1 Karakteristik Cookies dengan Modifikasi Tepung Cangkang Telur Ayam
Karakteristik Cookies
A1 A2 A3
Aroma Khas cookies Khas cookies Khas cangkang telur
Rasa Khas cookies Khas cookies Khas cookies cangkang telur Warna Krem kecoklatan Agak kecoklatan Coklat
Tekstur Rapuh dan berongga Rapuh dan berongga Rapuh dan padat
Keterangan
A1 : Modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam 10% A2 : Modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam 20% A3 : Modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam 30%
Berdasarkan tabel di atas, perbedaan konsentrasi tepung cangkang telur ayam mempengaruhi karakteristik aroma, rasa, warna, dan tekstur yang berbeda-beda.
4.3 Analisis Organoleptik Aroma Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Hasil analisis organoleptik aroma modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Organoleptik Aroma Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan tabel dapat dilihat total skor modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan A1 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A2 memiliki skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma cookies pada perlakuan A1.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Aroma
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai FHitung (2,31) ternyata lebih kecil daripada FTabel (3,10). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan A1, A2, dan A3 terhadap aroma cookies.
4.4 Analisis Organoleptik Rasa Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Hasil analisis organoleptik rasa modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Organoleptik Rasa Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat total skor modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan A3 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A1 memiliki skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai rasa cookies pada perlakuan A3.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Rasa
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai FHitung (6,69) ternyata lebih besar dari FTabel (3,10). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara perlakuan A1, A2, dan A3 terhadap rasa cookies. Oleh karena adanya perbedaan maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap rasa cookies. Berdasarkan hasil perhitungan dengan uji Duncan seperti terlampir pada lampiran.
Tabel 4.6 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Rasa
Perlakuan A3 A2 A1 disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies pada perlakuan A1 tidak sama dengan rasa cookies pada perlakuan A3 dan rasa cookies pada perlakuan A2. Hal ini berarti rasa cookies pada perlakuan A1 kurang disukai dibandingkan cookies pada perlakuan A2 dan A3.
4.5 Analisis Organoleptik Warna Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Tabel 4.7 Hasil Analisis Organoleptik Warna Cookies dengan Tepung Cangkang
Berdasarkan tabel dapat dilihat total skor ketiga pelakuan, modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan A3 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A1 memiliki skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna cookies pada perlakuan A3.
Hasil analisis sidik ragam terhadap warna cookies pada perlakuan A1, A2, dan A3 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.8 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Warna
Sumber
Tabel 4.9 Hasil Uji Ganda Duncan terhadap Warna disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies pada perlakuan A3 tidak sama dengan warna cookies pada perlakuan A1. Hal ini berarti warna cookies pada perlakuan A3 lebih disukai dibandingkan A1 dan A2.
4.6 Analisis Organoleptik Tekstur Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Hasil analisis organoleptik tekstur modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10 Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan tabel dapat dilihat total skor modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan A2 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A1 memiliki skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai tekstur cookies pada perlakuan A2.
Tabel 4.11 Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Tekstur
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai FHitung (0,62) ternyata lebih kecil dari FTabel (3,10). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan A1, A2, dan A3 terhadap tekstur cookies.
4.7 Analisis Daya Terima Panelis terhadap Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Hasil analisis daya terima terhadap modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam dengan melihat berdasarkan indikator yang dinilai dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.12 Perbandingan Penilaian Parameter yang Diamati terhadap Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Organoleptik Cookies A1 Cookies A2 Cookies A3
4.8 Analisis Kandungan Kalsium pada Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Analisis kandungan kalsium pada modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam menggunakan metode titrimetri dan metode Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Hasil analisis kandungan kalsium pada modifikasi cookies
dengan tepung cangkang telur ayam pada tiga perlakuan berbeda. Analisis kandungan kalsium menggunakan metode titrimetri dan AAS. Cookies pada perlakuan A1 memiliki kandungan kalsium sebesar 1,12% �⁄� atau 1.120 mg dalam 100 gram cookies. Cookies pada perlakuan A2 memiliki kandungan kalsium sebesar 1,35% �⁄� atau 1.350 mg dalam 100 gram cookies. Cookies pada perlakuan A3 memiliki kandungan kalsium sebesar 1,81% �⁄� atau 1.810 mg dalam 100 gram cookies.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Uji Daya Terima Siswa Sekolah Dasar terhadap Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
Berdasarkan uji daya terima yang telah dilakukan dengan menggunakan pengujian organoleptik terhadap aroma cookies, aroma yang lebih disukai adalah cookies pada perlakuan A1 dengan presentase 86,6%. Sedangkan cookies pada perlakuan A2 dan A3 memiliki persentase yang tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing 76,6% dan 77,7%.
Tepung cangkang telur berbau agak tengik. Hal ini yang menyebabkan cookies pada perlakuan A1 lebih disukai karena konsentrasi tepung cangkang telur lebih sedikit. Walaupun demikian, tingkat kesukaan panelis tidak menunjukkan perbedaan skor yang besar sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga perlakuan pada cookies umumnya disukai panelis.
Menurut Kartika (1988), aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.
susu dan gula. Bahan pengembang dalam pembuatan cookies juga berfungsi sebagai pengatur aroma pada cookies (Matz & Matz, 1978). Menurut Buckle et al (1985), susu skim mengandung laktosa yang berfungsi membantu pembentukan aroma. Penambahan susu juga berfungsi memperbaiki warna, aroma, sebagai bahan pengisi dan untuk meningkatkan nilai gizi biskuit sehingga aroma tepung cangkang telur tidak tercium lagi (Manley, 2000).
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap aroma cookies dari ketiga perlakuan itu sendiri diperoleh Fhitung 2,31 < Ftabel 3,10 yang bermakna bahwa penambahan tepung cangkang telur ayam dengan berbagai variasi konsentrasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma cookies yang dihasilkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tepung cangkang telur ayam tidak terlalu mempengaruhi aroma cookies terhadap penciuman panelis.
Berdasarkan pengujian daya terima terhadap rasa pada cookies dengan tepung cangkang telur ayam yang mendapat skor tertinggi yaitu cookies A3 dengan presentase 88,9%. Cookies pada perlakuan A2 dan A3 masing-masing memiliki presentase 70% dan 83,2%. Rasa cookies pada perlakuan A1 lebih disukai karena lebih gurih. Semakin banyak penambahan tepung cangkang telur ayam, rasa cookies semakin enak.
ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Setiap orang memiliki batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama misalnya threshold seseorang pada NaCl 0,087% sedangkan pada sukrosa adalah 4%. Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin meningkatkan atau menurunkan intensitas rasa (Winarno,1997). Hal ini yang juga memberikan perbedaan terhadap penilaian yang diberikan oleh panelis terhadap cookies yang dimodifikasi dengan tepung cangkang telur ayam.
Penambahan tepung cangkang telur ayam pada cookies meningkatkan penyerapan air. Hal ini membuat cookies menjadi lebih renyah. Dari beberapa penelitian juga diperoleh bahwa tepung cangkang telur dapat menghilangkan rasa pahit pada kopi selain menggunakan gula sehingga kopi terasa lebih nikmat.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap rasa dari ketiga perlakuan pada cookies diperoleh Fhitung 6,69 > Ftabel 3,10 yang bermakna bahwa penambahan tepung cangkang telur ayam dengan berbagai variasi konsentrasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa cookies yang dihasilkan. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk mengetahui tingkat perbedaan rasa pada tiap perlakuan.
perlakuan A1 tidak sama dengan rasa modifikasi cookies pada perlakuan A2 dan A3. Namun rasa cookies pada A2 sama dengan cookies pada perlakuan A3. Hal ini menunjukkan bahwa rasa cookies A1 kurang disukai dibandingkan rasa cookies pada perlakuan A2 dan A3, karena cookies pada perlakuan A1 mempunyai nilai skor yang paling rendah yaitu 63, dimana semakin rendah tingkat penilaian maka rasa cookies akan semakin tidak disukai.
Dari uji daya terima yang telah dilakukan dengan menggunakan pengujian organoleptik terhadap warna cookies, aroma yang lebih disukai pada perlakuan A3 dengan presentase 88,9%. Sedangkan perlakuan A2 dan A1 memiliki persentase yang tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing 79,9% dan 74,4%.
Warna cookies pada perlakuan A1 krem kecoklatan, cookies pada perlakuan A2 berwarna agak kecoklatan, dan cookies pada perlakuan A3 berwarna coklat. Hal ini karena perbedaan konsentrasi tepung cangkang telur ayam yang pada dasarnya berwarna putih kecoklatan. Semakin banyak tepung cangkang telur ayam, maka semakin coklat warna yang dihasilkan.
Cookies pada perlakuan A3 yang ditambahkan tepung cangkang telur ayam dengan konsentrasi tertinggi berwarna lebih coklat dan mencolok sehingga lebih disukai.
Warna makanan dan minuman mempengaruhi persepsi tentang rasa makanan dan minuman juga tentang seberapa manis makanan dan minuman itu karena rasa manis mempunyai hubungan erat dengan warna yang ditampilkan dari makanan dan minuman tersebut (Hendry, 1996).
Warna coklat sebenarnya muncul pada makanan dan minuman sebagai hasil dari karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan (Winarno, 2004). Namun, pewarnaan coklat tidak hanya berasal dari gula, tetapi juga tepung cangkang telur ayam yang berwarna putih kecoklatan. Sebagian besar produk makanan dan minuman untuk anak-anak yang beredar di pasaran dan mempunyai rasa manis menggunakan pewarna coklat, sehingga warna coklat identik dengan rasa manis.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap warna dari ketiga perlakuan pada cookies diperoleh Fhitung 3,76 > Ftabel 3,10 bermakna bahwa penambahan tepung cangkang telur ayam dengan berbagai variasi konsentrasi memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna cookies yang dihasilkan. Oleh karena adanya pengaruh yang berbeda terhadap warna cookies, maka dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan.
perlakuan A3 dan penilaian terhadap warna cookies pada perlakuan A sama dengan perlakuan A. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap warna cookies A3 lebih disukai dibandingkan rasa cookies pada perlakuan A1 dan A2, tetapi skor yang diberikan panelis terhadap warna ketiga cookies tidak jauh berbeda sehingga dapat disimpulkan bahwa warna ketiga cookies tergolong disukai oleh panelis.
Uji daya terima yang dilakukan terhadap tekstur modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam menunjukkan bahwa cookies pada perlakuan A2 memiliki skor presentase lebih tinggi dibandingkan cookies pada perlakuan A1 dan A3. Dari perhitungan diperoleh bahwa cookies pada perlakuan A3 memiliki presentase yaitu 81,1%. Sedangkan presentase cookies A1 dan A3 masing-masing 75,5% dan 79,9%. Akan tetapi, perbedaan skor tidak terlalu jauh sehingga dapat dikatakan bahwa cookies dengan perlakuan A1, A2, dan A3 disukai oleh panelis.
Untuk menghasilkan cookiesyang bermutu baik digunakan tepung terigu dari gandum lunak yang mempunyai kadar protein 8-9% dan kadar abu kurang dari 0.6%. Tepung jenis ini sifat glutennya kurang baik sehingga cocok untuk jenis makanan yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Bila tepung gandum yang digunakan semakin keras, maka semakin banyak gula dan lemak yang harus ditambahkan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Tepung terigu dengan kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi kekerasan cookiesdan kekerasan remah bagian dalam, serta penampakan permukaan (Matz dan Matz 1978).
Dalam hal ini konsentrasi tepung cangkang telur yang ditambahkan dalam pembuatan cookies tidak banyak sehingga tidak terlalu mempengaruhi tekstur cookies pada tiap perlakuan. Berdasarkan penelitian di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB (2008), tepung cangkang telur ayam juga memiliki protein yang rendah yaitu 5,6 dan tidak membentuk gluten sehingga memperbaiki tekstur cookies. Penambahan tepung cangkang telur ini bahkan menambah kerenyahan cookies. Namun, jika konsentrasinya terlalu banyak kemungkinan menjadikan cookies semakin keras.
Berdasarkan hasil analisis uji daya terima terhadap aroma, rasa, warna, dan tekstur modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam, dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung cangkang telur pada cookies sebanyak 10%, 20%, dan 30% memberi pengaruh yang berbeda terhadap rasa dan warna cookies yang dihasilkan. Akan tetapi, penambahan tepung cangkang sebanyak 10%, 20%, dan 30% telur tidak memberi pengaruh nyata terhadap aroma dan tekstur cookies. Dengan demikian terdapat perbedaan penambahan tepung cangkang telur ayam sebanyak 10%, 20%, dan 30% terhadap rasa dan warna cookies, namun tidak ada perbedaan terhadap aroma dan tekstur cookies.
5.2 Analisis Kandungan Kalsium pada Modifikasi Cookies dengan Tepung Cangkang Telur Ayam
konsentrasi tepung cangkang telur yang ditambahkan, maka semakin besar kandungan kalsium di dalamnya.
Kandungan kalsium pada cookies berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) hanya sebesar 62 mg dari 100 gr cookies. Jumlah kandungan kalsium tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Kalsium yang dibutuhkan tubuh yaitu 800-1000 mg. Oleh karena itu, penambahan tepung cangkang telur ayam dapat menjadi upaya dalam meningkatkan kandungan kalsium di dalam cookies.
Menurut Salem (2012), butter cake yang difortifikasi dengan tepung cangkang telur ayam sebanyak 20% dari tepung terigu menyumbang kalsium 328 mg. Jika dibandingkan dengan kandungan kalsium pada cookies yang dimodifikasi dengan tepung cangkang telur ayam, jumlahnya jauh lebih sedikit sehingga belum juga memenuhi Angka Kecukupan Kalsium apabila tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung sumber kalsium lainnya.
Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup kita. Kurangnya asupan kalsium pada anak-anak akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur tulang, sehingga anak tidak dapat mencapai pertumbuhan tulang secara optimal (Goulding et al,2004). Kalsium sangat penting manfaatnya untuk menurunkan risiko fraktur tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006). Asupan kalsium yang cukup pada remaja dan dewasa dapat mempertahankan kepadatan tulang. Pada wanita menopause dan tua, asupan kalsium dapat mengurangi laju pengeroposan tulang (Cummings, 2002).
Kandungan kalsium yang paling tinggi dapat diperoleh dari produk susu dan turunanya, seperti keju dan yoghurt. Segelas susu mengandung 1200 mg kalsium (Depkes, 1979). Bila dikonsumsi setiap hari, angka tersebut sudah memenuhi Angka Kecukupan Kalsium yang dibutuhkan tubuh. Akan tetapi, sebagian besar penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang taraf ekonominya menengah ke bawah sehingga mereka tidak mungkin mampu mengonsumsi susu setiap hari. Selain itu, alergi laktosa ataupun ketidaksukaan terhadap susu juga menjadi rendahnya tingkat konsumsi susu. Oleh karena itu, cookies dengan tepung cangkang telur dapat menjadi alternatif untuk mencukupi kebutuhan kalsium masyarakat.
setiap hari sebagai penganan sumber kalsium harian. Cookies memiliki daya simpan selama 6 bulan pada kelembapan 93%, 8 bulan pada kelembapan 85%, dan 12 bulan pada kelembapan 75% (Novita, 2011).
Dilihat dari syarat Angka Kecukupan Gizi (AKG) kalsium anak-anak, cookies yang dimodifikasi dengan tepung cangkang telur ayam memiliki nilai kalsium yang memenuhi syarat AKG kalsium tubuhnya. Pada remaja dan orang dewasa, nilai kalsium pada cookies baik dengan penambahan 10%, 20%, maupun 30% tepung cangkang telur ayam sudah memenuhi AKG kalsium yang diibutuhkan. Dengan demikian, cookies dengan tepung cangkang telur ayam bisa menjadi alternatif pangan baik bagi anak-anak, remaja, maupun orang dewasa untuk mencukupi kebutuhan kalsium.
Cookies dengan tepung cangkang telur ayam dapat dikonsumsi sebagai penganan di rumah tangga. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengenalan cookies ini kepada masyarakat beserta jumlah dan cara konsumsinya. Cookies yang disarankan untuk dikonsumsi adalah cookies dengan penambahan tepung cangkang telur ayam sebesar 30%. Hal ini dikarenakan berdasarkan uji daya terima, cookies dengan tepung cangkang telur sebesar 30% memiliki skor tertinggi dan memiliki kandungan kalsium yang tinggi pula.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji daya terima dan analisis kalsium terhadap modifikasi cookies dengan tepung cangkang telur ayam dapat disimpulkan:
1. Penambahan tepung cangkang telur ayam sebanyak 10%, 20%, dan 30% pada cookies memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa dan warna cookies yang dihasilkan.
2. Penambahan tepung cangkang telur ayam sebanyak 10%, 20%, dan 30% pada cookies tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan tekstur cookies yang dihasilkan.
6.2 Saran
1. Agar masyarakat menjadikan cookies dengan tepung cangkang telur ayam sebagai alternatif pangan ditingkat rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan kalsium.
2. Perlu dilakukan upaya untuk lebih memperkenalkan cookies dengan tepung cangkang telur ayam kepada masyarakat seperti bekerjasama dengan pihak kantin sekolah untuk memperkenalkan cookies tersebut pada anak sekolah. 3. Perlu dilakukan penelitian lain terkait penambahan tepung cangkang telur
ayam dalam rangka penganekaragaman makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cangkang Telur
Cangkang telur merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan. Cangkang telur ayam yang membungkus telur umumnya beratnya 9-12% dari berat telur total. Warna kulit telur ayam bervariasi, mulai dari putih kekuningan sampai cokelat. Warna cangkang luar telur ayam ras (ayam boiler) ada yang putih, ada yang cokelat. Bedanya pada ketebalan cangkang, yang berwarna cokelat lebih tebal daripada yang berwarna putih (Wirakusumah, 2011).
Sumber: www.perutgendut.com Gambar 2.1 Cangkang Telur Ayam
pada cangkang telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi (Rivera, 1999 ).
Lapisan sponge (busa) dan lamellar membentuk matriks yang tersusun oleh serat-serat protein yang terikat dengan kristal kalsium karbonat (CaCO3) atau disebut juga kalsit dengan perbandingan 1:50. Lapisan busa ini merupakan bagian terbesar dari lapisan cangkang telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat, dan magnesium fosfat (Rivera, 1999 ).
Lapisan lamellar (mamilary) merupakan lapisan ketiga dari cangkang telur yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong. Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral. Di bawah lapisan lamellar terdapat lapisan membrana yang merupakan bagian lapisan cangkang telur yang terdalam. Lapisan membrana terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur dan tebalnya lebih kurang 65 mikron. Lapisan membran (membran shell) terdiri dari lapisan membran dalam dan membran luar, keduanya mirip dinding yang menghalangi bakteri masuk dalam telur. Membran shell sendiri terdiri dari serabut-serabut protein yang membentuk membran yang semipermeabel (Wirakusumah, 2011).
Kandungan kalsium karbonat dari cangkang telur dapat digunakan sebagai sumber kalsium yang efektif untuk metabolisme tulang (Rivera,1999).
Sementara itu, menurut penelitian yang dilakukan di IPB, bahan-bahan yang terkandung dalam cangkang telur ayam ras dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Bahan yang Terkandung dalam Cangkang Telur Ayam Ras Komersil Bahan- bahan yang terkandung Jumlah (%)
Bahan Kering (BK) 98,77
Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB (2008)
makro yang terbesar adalah beta-N (karbohidrat kasar), kemudian serat kasar dan protein kasar. Fungsi beta-N, protein kasar, dan serat kasar tidak jauh berbeda dengan karbohidrat murni, protein murni, dan serat murni. Hanya saja perlu perhitungan lebih lanjut untuk memperoleh kandungan karbohidrat, protein, dan serat murni dalam cangkang telur.
Kandungan mineral yang paling besar dari cangkang telur adalah kalsium dan magnesium, yaitu sebesar 19,20% dan 2,5%. Sedangkan kadar mineral lainnya tidak sampai 1% dari berat keseluruhan cangkang telur. Kadar asam amino yang diperoleh dari penguraian protein kasar juga sangat kecil. Asam amino yang paling besar kandungannya adalah glutamat, yaitu 0,61%.
Adapun fungsi asam amino yang terdapat dalam cangkang telur memiliki pengaruh yang baik terhadap tubuh. Glutamat berperan dalam pencernaan dan mendukung kesehatan otak. Alanin berguna dalam metabolisme glukosa yang digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi. Arginin membantu meningkatkan kadar alamiah hormon pertumbuhan, sistem imun, metabolisme lemak, membentuk massa otot, serta membantu terapi infeksi HIV dan gangguan hati, anti kanker dan tumor. Asam aspartat berfungsi meningkatkan stamina dan ketahanan tubuh, meningkatkan resistensi (kekebalan) tubuh terhadap kelelahan, membantu melindungi dari sistem syaraf sentra dan menjaga kesehatan liver.
kesetimbangan nitrogen bagi orang dewasa, meningkatkan serta menjaga kesehatan tulang, kulit, dan otot mempunyai peran penting dalam proses produksi energi tubuh terutama dalam mengontrol sintesa protein. Lysin berguna dalam pengobatan terhadap penyakit herpes, menghambat pertumbuhan virus, meningkatkan hormon pertumbuhan, perbaikan jaringan serta produksi antibodi, hormon dan enzim.
Serin penting bagi metabolisme karena terlibat dalam biosintesis senyawa-senyawa purin dan pirimidin, sistein, triptofan (pada bakteria), dan sejumlah besar metabolit lain, berguna untuk menjaga keseimbangan metabolisme lemak dan asam lemak, pertumbuhan sel otot serta meningkatkan imunitas tubuh karena terlibat dalam produksi immunoglobulin dan antibodi. Tyrosin berguna untuk pertumbuhan sel-sel serta meningkatkan imunitas tubuh dan antibodi untuk mendukung perkembangan otak yang optimal. Valine berfungsi mempertahankan massa otot, menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh serta membantu dalam terapi gangguan hati dan kandungan empedu, bagus dan diperlukan dalam pertumbuhan dan penampilan terutama dalam system saraf dan pencernaan. Valin juga membantu gangguan saraf otot, mental dan emotional, insomnia, dan keadaan gugup. Valin dengan threonine juga berfungsi menyeimbangkan nitrogen.
2.2 Tepung Cangkang Telur
90 % nya dapat diserap tubuh. Ini adalah sumber kalsium yang lebih baik daripada
batu kapur atau karang (King’ori, 2011).
Tepung cangkang telur merupakan hasil penepungan dari cangkang telur. Proses penepungan dilakukan agar cangkang telur lebih mudah dikombinasikan dengan tepung-tepungan dari bahan pangan lainnya untuk mendapat pangan yang lebih bergizi. Pembuatan produk pangan dalam bentuk tepung juga menguntungkan karena mudah difortifikasi dengan nutrisi tambahan, lebih fleksibel, mudah dibuat berbagai olahan makanan, tempat penyimpanan lebih efisien, daya tahan simpan lebih lama dan juga sesuai tuntutan kehidupan modern (Widowati, 2009).
Pembuatan tepung cangkang telur sangat mudah, cangkang telur dicuci terlebih dahulu hingga bersih, lalu direbus dalam air panas selama 5-10 menit untuk membunuh patogen, kemudian dikeringkan. Kemudian cangkang digiling menjadi bubuk halus atau tepung. Satu cangkang telur berukuran sedang menghasilkan sekitar satu sendok teh bubuk cangkang, yang menghasilkan sekitar 750-800 mg elemen kalsium (King’ori, 2011).
vitamin D3 juga mampu meningkatkan kepadatan mineral tulang tanpa secara signifikan meningkatkan kadar kalsium darah.
2.3 Kalsium Karbonat
Kalsium ditemukan di alam tidak dalam bentuk murni. Kalsium selalu berikatan dengan mineral atau unsur alam lainnya. Dalam cangkang telur, kalsium membentuk senyawa kalsium karbonat. Kalsium karbonat adalah garam kalsium yang terdapat pada kapur, batu kapur, pualam dan merupakan komponen utama yang terdapat pada cangkang telur (Soine, 1961).
Kalsium karbonat berupa serbuk, putih, tidak berbau, tidak berasa, stabil di udara. Kalsium karbonat tidak mudah larut dalam air, tetapi kelarutan dalam air bisa meningkat dengan adanya sedikit garam amonium atau karbon dioksida. Kalsium karbonat dapat larut dalam asam nitrat dengan membentuk gelembung gas (Ditjen POM, 1995). Kalsium karbonat juga larut dalam asam asetat, asam hidroklorik, asam lainnya, dan larutan ammonium klorida (BPOM, 2010).
Salah satu sifat kimia dari kalsium karbonat yaitu dapat menetralisasi asam. Penggunaan kalsium karbonat dalam bidang farmasi adalah sebagai antasida karena kemampuannya dalam menetralisir asam, namun kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi (Soine, 1961). Selain sebagai antasida, dalam bidang farmasi, kalsium karbonat digunakan sebagai suplemen kalsium dan osteoporosis.
2.4 Kalsium
Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsenterasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100 ml). Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas didalam tubuh (Almatsier, 2004).
Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang. Pada anak-anak dan remaja, asupan kalsium yang cukup dapat membantu memproduksi massa tulang yang lebih tinggi. Massa tulang yang maksimum yang pernah dicapai seseorang biasanya saat berusia 25 tahun. Pada orang dewasa (sampai awal empat puluhan), asupan kalsium yang cukup membantu mempertahankan kepadatan tulang, khususnya di bagian pinggul, tempat sebagian besar pengeroposan terjadi. Di kalangan wanita pramenopause, pascamenopause dan tua, asupan kalsium yang cukup dapat mengurangi laju pengeroposan tulang meskipun tidak benar-benar mencegah pengeroposan tulang (Cummings, 2002).
2.4.1 Fungsi Kalsium
Kalsium mempunyai peran penting didalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi; dan dalam pengaturan fungsi sel pada cairan ekstraselular dan intraselular, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Selain itu, kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier, 2004).
Dalam pembentukan tulang Almatsier (2004) menyebutkan bahwa kalsium dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium. Proses pembentukan tulang dimulai pada awal perkembangan janin, dengan membentuk matriks yang kuat, tetapi masih lunak dan lentur yang merupakan cikal bakal tulang tubuh. Matriks yag merupakan sepertiga bagian dari tulang terdiri atas serabut yang terbuat dari kolagen yang diselubungi oleh bahan gelatin.
2.4.2 Sumber Kalsium
Susu sapi dan produk olahannya seperti yoghurt dan keju memiliki kandungan kalsium tertinggi per takaran saji. Enam studi Randomized Controlled Trial pada orang dewasa dan anak-anak yang menggunakan produk olahan susu sebagai sumber utama kalsium, seluruhnya menunjukan efek positif bermakna yang memiliki paling sedikit efek yang sama kuat dengan suplemen kalsium. Susu nonfat juga merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan biologiknya yang tinggi (Almatsier, 2004). Hal ini membuktikan bahwa susu dan produk olahannya adalah sumber nutrient yang baik yang dibutuhkan untuk perkembangan dan mempertahankan tulang (Heaney, 2000).
Tabel 2.2. Nilai Kalsium Bahan Makanan
Makanan Ukuran Penyajian (URT) Kalsium (mg)
Ikan Asin 2 ptg 200
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes, 1979.
Ada banyak cara untuk mendapatkan kalsium selain dari susu (Cummings, 2002). Tepung cangkang telur sebagaimana yang akan diteliti, dalam hal ini juga mengandung kalsium yang cukup besar sehingga cukup baik apabila dicampurkan sebagai bahan makanan.
2.4.3 Kekurangan dan Kelebihan Kalsium
osteoporosis sulit dan sering kurang memuaskan, pencegahan sejauh ini merupakan cara terbaik untuk menangani masalah kesehatan ini (Sherwood, 2001).
Selain osteoporosis di masa tua, kekurangan kalsium pada usia remaja dapat menyebabkan karies dentis (kerusakan gigi), pertumbuhan tulang menjadi tidak sempurna, sukar terjadi penggumpalan darah dan terjadinya kekejangan otot. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang dinamakan juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang terganggu, sehingga kandungan kalsium di dalam tulang menurun (Almatsier, 2004).
Konsumsi kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan sulit buang air besar (konstipasi) dan mengganggu penyerapan mineral seperti zat besi, seng, dan tembaga. Kelebihan kalsium jangka panjang akan menyebabkan resiko hiperkalsemia, batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu konsumsi suplemen kalsium jauh di atas kebutuhan sebaiknya dihindari. Disarankan konsumsi kalsium per hari tidak melebihi 2500 mg (Hardiansyah dan Rimbawan, 2000).
2.4.4 Absorpsi Kalsium
Dalam keadaan normal sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi di tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan, dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia (Almatsier, 2004).
hanya sekitar dua pertiga yang diserap di usus halus dan sisanya keluar melalui feses (Sherwood, 2001). Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada dalam keadaan terlarut. Banyak faktor mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut-air dan tidak mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat.
Semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh semakin efesien absorpsi kalsium. Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defesiensi kalsium dan tingkat aktivitas fisik yang meningkatkan densitas tulang. Jumlah kalsium yang dikonsumsi mempengaruhi absorpsi kalsium. Penyerapan akan meningkat apabila kalsium yang dikonsumsi menurun (Almatsier, 2004).
Vitamin D dalam bentuk aktif 1,25(OH)D3 merangsang absorpsi kalsium melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi-protein pengikat kalsium. Absorpsi kalsium paling baik terjadi dalam keadaan asam. Asam klorida yang dikeluarkan lambung membantu absorpsi kalsium dengan cara menurunkn pH di bagian atas duodenum. Asam amino tertentu meningkatkan pH salura cerna, dengan demikian membantu absorpsi (Almatsier, 2004).
untuk absorpsi kalsium. Absorpsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi bersamaan dengan makanan (Almatsier, 2004).
Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif menghambat absorpsi kalsium. Asam oksalat yang terdapat dalam bayam, sayuran lain dan kakao membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut, sehingga menghambat absorpsi kalsium. Asam fitat, ikatan yang mengandung fosfor yang terutama terdapat didalam serealia, membentuk kalsium fosfat yang juga tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier, 2004). Selain itu, kosumsi tinggi serat dapat menurunkan absorpsi kalsium, diduga karena serat menurunkan waktu transit makanan dalam saluran cerna sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Guthrie dan Picciano,1995; Krummel, 1996).
Rasio konsumsi kalsium fosfor agar dapat dimanfatkan secara optimal dianjurkan adalah 1:1 dalam makanan, konsumsi fosfor yang lebih tinggi dapat mengahambat absorpsi kalsium karena fosfor dalam suasana basa membentuk kalsium fosfat yang tidak larut air (Khomsan, 1996).
Faktor lain yang dapat menghambat absorpsi kalsium adalah ketidakstabilan emosional seperti stres, tekanan, dan kecemasan. Kurangnya latihan fisik atau olahraga seperti jarang berjalan atau pada orang yang kurang bergerak karena sakit atau terbaring dalam waktu lama dapat menyebabkan kehilangan kalsium tulang 0,5 % setiap bulan dan mengurangi kemampuan untuk menggantinya (Guthrie dan Picciano, 1995).
fosfor juga terus berlanjut (Lane, 2001). Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1200 gram kalsium, terutama terdapat dalam tulang. Secara umum, toksisitas kalsium jarang ditemukan. Tidak ada efek negatif yang ditemukan pada orang dewasa sehat yang mengkonsumsi kalsium sampai 2500 mg per hari (Arisman, 2004).
2.4.5 Angka Kecukupan Kalsium
Pada umumnya kalsium yang dibutuhkan setiap hari berkisar antara 800 mg hingga 1200 mg, tetapi kebutuhan tersebut berbeda pada setiap jenis kelamin dan golongan umur (Errnes, 2006). Tinjauan ulang mengenai kebutuhan sehari-hari berbagai nutrien esensial telah diterbitkan oleh Food and Nutrition Board of the National Research Council sebagai kecukupan nutrisi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances/RDA) (Murray, dkk., 2003). RDA adalah standar di Amerika yang berisi kebutuhan rata-rata zat gizi per hari yang dianjurkan sehingga suatu masyarakat dapat hidup sehat. Di Indonesia RDA dikenal dengan Angka Kecukupan Gizi yang ditetapkan melalui Kongres Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) (FKM UI, 2007).
AKG atau RDA adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui (Fikawati, R., Syafiq, 2007).
Tabel 2.3 Angka Kecukupan Kalsium
Kelompok Umur Asupan Kalsium (mg/hari)
Bayi Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004
2.4.6 Analisis Kalsium
Salah satu pemeriksaan untuk menentukan kadar kalsium adalah titrimetri, yakni pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk beraksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Pada satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitiannya dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda.
pentiter, dan faktor stoikiometri, maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah (Krisno, 2009).
Selain metode titrimetri, metode yang dapat digunakan dalam menganalisis kalsium adalah prinsip metode AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) dimana sampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan dengan residunya. Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987).
Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Dasar analisis menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).