• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb) Terhadap Sel Makrofag, Ifn-Γ Dan Tnf-Α Tikus Putih Yang Diinduksi 7,12-Dimetilbenz[Α]Antrasena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb) Terhadap Sel Makrofag, Ifn-Γ Dan Tnf-Α Tikus Putih Yang Diinduksi 7,12-Dimetilbenz[Α]Antrasena"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS KEMOPREVENTIF EKSTRAK TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb) TERHADAP SEL MAKROFAG,

IFN-

γ

DAN TNF-

α

TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI

7,12-DIMETILBENZ[

α

]ANTRASENA

MUJIBUR RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterb itkan maupun tidak diterbitkan dari punulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan BPPT.

(4)

RINGKASAN

MUJIBUR RAHMAN. Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap Sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan KURNIA AGUSTINI.

Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya proto-onkogen, onkogen, tumor supresor, regulator apoptosis, dan gen perbaikan DNA. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler diantara penyakit tidak menular. Di Indonesia, prevalensi penderita kanker tahun 2014 sebesar 1.4%. Metode pengobatan kanker modern cenderung memberikan efek samping. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan tanaman obat sebagai agen kemopreventif. Sel makrofag adalah bagian dari sistem imun non-spesifik, sel ini bekerja sama dengan sitokin IFN-γ dan TNF-α dalam mempertahankan tubuh terhadap agen karsinogen

7,12-dimetilbenz[α]antrasena (DMBA). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa ekstrak temu ireng mampu menghambat pertumbuhan tumor dan meningkatkan aktivitas makrofag secara kuratif dan adjuvan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas kemopreventif temu ireng terhadap sel makrofag, IFN -γ dan TNF-α tikus putih yang diinduksi DMBA.

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satuan percobaan homogen. Sebanyak 60 ekor tikus dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kontrol Normal, kontro l (+) Meniran, kontrol (-) DMBA dan Perlakuan Temu Treng (PTI); PTI-1 (dosis 40mg/200gBB), PTI-2 (dosis 80mg/200gBB), PTI-3 (dosis 160mg/200g BB). Penelitian dimulai dengan memberikan perlakuan ekstrak selama seminggu (preventif), lalu dilanjutkan dengan induksi DMBA selama 2 minggu. Pada minggu kelima hingga minggu kedua puluh tikus diberikan perlakuan berdasarkan kelompoknya. Analisis terhadap kadar IFN-γ dan TNF-α dilakukan terhadap plasma darah tikus pada waktu T0 (sebelum perlakuan), T1 (seminggu setelah perlakuan), T2 (seminggu setelah pemberian DMBA) dan T3 (akhir penelitian). Sedangkan analisis terhadap NO dilakukan pada T2 dan T3.

Analisis terhadap kadar NO pada T2 menunjukkan bahwa, konsentrasi NO tertinggi dihasilkan PTI-2 sebesar 2.867±0.04 ppm, angka tersebut signifikan tinggi terhadap Normal. Sedangkan pada T5, NO tertinggi ditunjukkan oleh PTI-3 yaitu sebesar 2.744±0.953 ppm. Analisis terhadap level IFN-γ dan TNF-α dilakukan dengan prinsip immunoassay. Secara umum level IFN-γ mengalami peningkatan pada waktu T1, yaitu PTI-1 75.93±8.31 pg/mL, PTI-2 85.39±3.04 pg/mL dan PTI-3 62.67±15.3pg/mL. Namun secara statistik angka tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Sedangkan level TNF-α signifikan naik pada waktu T2 yaitu PTI-1 96.17±2.17pg/mL, PTI-2 136±1.61pg/mL dan PTI-3 114.33±2.03pg/mL. Level TNF-α semua kelompok PTI signifikan tinggi terhadap kontrol Normal. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa dosis terbaik sebagai agen preventif adalah PTI-2 (80mg/200g BB). Hal ini sejalan dengan angka insidensi pada kelompok ini, yaitu sebesar 50 %. Kejadian ini didukung oleh interaksi antara TNF-α, IFN-γ dan NO pada PTI-2 yang mampu menekan karsinogensis pada tikus yang diinduksi DMBA.

(5)

SUMMARY

MUJIBUR RAHMAN. Chemopreventive activity of Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Extracts toward Macrophage Cells, IFN-γ and TNF-α in 7,12

-dimetilbenz[α]antracene- induced White Rats. Supervised by I MADE ARTIKA and KURNIA AGUSTINI

Cancer is a multifactorial disease caused by imbalance expression of the oncogene, proto-oncogen, tumor suppresor, apoptosis regulator and DNA repair genes. Cancer is the second leading cause of death in the world after cardiovascular diseases among non-contagious disease. In Indonesia, prevalency of cancer in 2014 is 1.4%. Modern cancer theurapy such as surgery, irradiation, chemoterapy has negative effects. The alternative approach is by using herb medicinal as chemopreventive agent. Macrophage cells are cellular immunity that work together with cytokine IFN-γ and TNF-α as protector of the host against carsinogen agent (DMBA). Previous study showed that, ethanolic extract of temu ireng was able to inhibit cancer development and increase the activity of macrophages by producing nitric oxide (NO). This research was conducted to assess the chemopreventive acitivity of temu ireng extracts toward macrophage cells, IFN-γ and TNF-α in 7,12-dimetilbenz[α]antracene- induced white rats.

The research design was a completely randomized design (CRD) with homogeneous experimental unit. Sixty rats were divided into six groups, each group consisted of ten mice. Treatment consisted of Normal control, positive control (+) Meniran, negative control (-) DMBA (20mg/Kg BW) and Temu Ireng extracts i.e: PTI-1 (40mg/200g BW), PTI-2 (80mg/200g BW) and PTI-3 (160mg/200g BW). Extracts dissolved in CMC-Na 0.5% was administered daily by the oral route one week before and after DMBA induction. Chemopreventive activity was observed by measuring the level of IFN-γ and TNF-α plasma before treatments (T0), one week after extracts administered (T1), one week after last DMBA induction (T2) and at the end of research or week 20th (T3). The NO level was measured at T2 and T3.

Result showed that NO level of PTI-2 (2.867±0.04 ppm) increased significantly at T2 compared to control groups. At T3 the NO level of PTI-1 and PTI-2 was not significantly different from Normal. The highest level of NO at this time showed by PTI-3 (2.744±0.953 ppm). The IFN-γ and TNF-α was measured with immunoassay. Generally, the level of IFN-γ increased at week one (T1), PTI-1 (75.93±8.31 pg/mL), PTI-2 (85.39±3.04 pg/mL) and PTI-3 (62.67±15.3 pg/mL). However, these values were no different from that of control groups. The level of TNF-α of all PTI groups increased significantly at T2. PTI-2 has the highest level (136±1.61 pg/mL) followed by PTI-3 (114.33±2.03pg/mL) and PTI-1 (96.17±2.17pg/mL). According to these results, the effective dose as preventive agent was PTI-2 (80mg/200g BW). This was in accordance with cancer incidency on this groups which is the lowest among treatments. All cytokines level decreased at T3, which meant that the non-specific immune was not effective at the time. Overall, treatments with temu ireng extracts increases the acitivity of macrophage cells, level of IFN-γ and TNF-α of white rats when induction using 7,12

-dimetilbez[α]antracene was given to prevent cancer.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB dan BPPT, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB dan BPPT.

(7)

AKTIVITAS KEMOPREVENTIF EKSTRAK TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb) TERHADAP SEL MAKROFAG,

IFN-

γ DAN TNF

-

α

TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI

7,12-DIMETILBENZ[

α

]ANTRASENA

MUJIBUR RAHMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul : Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap Sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang

Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena Nama : Mujibur Rahman

NIM : G851140131

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Dr Kurnia Agustini, MSi, Apt Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Biokimia

Prof Dr drh Maria Bintang, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12- dimetilbenz-[α]antrasena. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan dari bulan Mei hingga November tahun 2015 di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas izin yang Maha Kuasa dengan perantara bantuan dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terutama kepada Bapak Dr Ir I Made Artika, MAppSc dan Ibu Dr Kurnia Agustini, MSiApt sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, kritik, saran dan masukan selama penulisan tesis ini. Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Churiyah, Dr Sriningsih MSi, Asri Sulfianti MBiomed, Nuralih SSi, Joelham, Dea Kurniadi, Kara, Nur Hasanah, Soufa Malita yang selalu membantu dalam penelitian ini baik itu berupa teknis dan analisis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim peneliti Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika ( LAPTIAB) BPPT yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya.

Akhir kata, Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan di bidang ilmu biokimia dan imunologi kanker.

(11)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1. PENDAHULUAN. Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Manfaat Penelitian 2. METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan

Rancangan Penelitian Penyiapan Hewan Coba Perlakuan Hewan Coba

Penyiapan Ekstrak Temu ireng Penyiapan larutan stok DMBA

Induksi Karsinogenesis dengan DMBA Pengambilan Darah.

Isolasi Makrofag Peritoneal

Pengukuran Kadar NO (Nitric Oxide)

Pengukuran IFN-γ & TNF-α (Thermo SCIENTIFIC) Analisis Data

3. HASIL

Insidensi Tumor

Hasil Analisis Sekresi NO (Nitric Oxide) Hasil Analisis Kadar IFN-γ

Hasil Analisis Kadar TNF-α 4. PEMBAHASAN

Insidensi Tumor Nitrit Oksida (NO)

Nitrit Oksida (NO) dan Tumor Interferon-γ (IFN-γ)

Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α)\

Hubungan IFN-γ, Produksi Nitric Oxide (NO) dan Tumor Hubungan TNF-α, Produksi Nitric Oxide (NO) dan Tumor

Hubungan antara IFN-γ, TNF-α, Produksi NO Makrofag dan Tumor 5. KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Angka insidensi pada berbagai kelompok perlakuan 2. Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T2 3. Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T3

4. Level IFN-γ (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu (T) 5. Level TNF-α (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu (T)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Perbandingan sekresi NO makrofag terhadap waktu

2. Pengaruh antar perlakuan terhadap IFN-γ pada berbagai waktu

3. Pengaruh waktu terhadap level IFN-γ pada setiap kelompok perlakuan 4. Pengaruh antar perlakuan terhadap TNF-α pada berbagai waktu

5. Pengaruh waktu terhadap level TNF-α pada setiap kelompok perlakuan

7 7 8 9 10

(13)

AKTIVITAS KEMOPREVENTIF EKSTRAK TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb) TERHADAP SEL MAKROFAG,

IFN-

γ

DAN TNF-

α

TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI

7,12-DIMETILBENZ[

α

]ANTRASENA

MUJIBUR RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterb itkan maupun tidak diterbitkan dari punulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan BPPT.

(16)

RINGKASAN

MUJIBUR RAHMAN. Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap Sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan KURNIA AGUSTINI.

Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya proto-onkogen, onkogen, tumor supresor, regulator apoptosis, dan gen perbaikan DNA. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit kardiovaskuler diantara penyakit tidak menular. Di Indonesia, prevalensi penderita kanker tahun 2014 sebesar 1.4%. Metode pengobatan kanker modern cenderung memberikan efek samping. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan tanaman obat sebagai agen kemopreventif. Sel makrofag adalah bagian dari sistem imun non-spesifik, sel ini bekerja sama dengan sitokin IFN-γ dan TNF-α dalam mempertahankan tubuh terhadap agen karsinogen

7,12-dimetilbenz[α]antrasena (DMBA). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa ekstrak temu ireng mampu menghambat pertumbuhan tumor dan meningkatkan aktivitas makrofag secara kuratif dan adjuvan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas kemopreventif temu ireng terhadap sel makrofag, IFN -γ dan TNF-α tikus putih yang diinduksi DMBA.

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satuan percobaan homogen. Sebanyak 60 ekor tikus dibagi ke dalam 6 kelompok, yaitu kontrol Normal, kontro l (+) Meniran, kontrol (-) DMBA dan Perlakuan Temu Treng (PTI); PTI-1 (dosis 40mg/200gBB), PTI-2 (dosis 80mg/200gBB), PTI-3 (dosis 160mg/200g BB). Penelitian dimulai dengan memberikan perlakuan ekstrak selama seminggu (preventif), lalu dilanjutkan dengan induksi DMBA selama 2 minggu. Pada minggu kelima hingga minggu kedua puluh tikus diberikan perlakuan berdasarkan kelompoknya. Analisis terhadap kadar IFN-γ dan TNF-α dilakukan terhadap plasma darah tikus pada waktu T0 (sebelum perlakuan), T1 (seminggu setelah perlakuan), T2 (seminggu setelah pemberian DMBA) dan T3 (akhir penelitian). Sedangkan analisis terhadap NO dilakukan pada T2 dan T3.

Analisis terhadap kadar NO pada T2 menunjukkan bahwa, konsentrasi NO tertinggi dihasilkan PTI-2 sebesar 2.867±0.04 ppm, angka tersebut signifikan tinggi terhadap Normal. Sedangkan pada T5, NO tertinggi ditunjukkan oleh PTI-3 yaitu sebesar 2.744±0.953 ppm. Analisis terhadap level IFN-γ dan TNF-α dilakukan dengan prinsip immunoassay. Secara umum level IFN-γ mengalami peningkatan pada waktu T1, yaitu PTI-1 75.93±8.31 pg/mL, PTI-2 85.39±3.04 pg/mL dan PTI-3 62.67±15.3pg/mL. Namun secara statistik angka tersebut tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Sedangkan level TNF-α signifikan naik pada waktu T2 yaitu PTI-1 96.17±2.17pg/mL, PTI-2 136±1.61pg/mL dan PTI-3 114.33±2.03pg/mL. Level TNF-α semua kelompok PTI signifikan tinggi terhadap kontrol Normal. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa dosis terbaik sebagai agen preventif adalah PTI-2 (80mg/200g BB). Hal ini sejalan dengan angka insidensi pada kelompok ini, yaitu sebesar 50 %. Kejadian ini didukung oleh interaksi antara TNF-α, IFN-γ dan NO pada PTI-2 yang mampu menekan karsinogensis pada tikus yang diinduksi DMBA.

(17)

SUMMARY

MUJIBUR RAHMAN. Chemopreventive activity of Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Extracts toward Macrophage Cells, IFN-γ and TNF-α in 7,12

-dimetilbenz[α]antracene- induced White Rats. Supervised by I MADE ARTIKA and KURNIA AGUSTINI

Cancer is a multifactorial disease caused by imbalance expression of the oncogene, proto-oncogen, tumor suppresor, apoptosis regulator and DNA repair genes. Cancer is the second leading cause of death in the world after cardiovascular diseases among non-contagious disease. In Indonesia, prevalency of cancer in 2014 is 1.4%. Modern cancer theurapy such as surgery, irradiation, chemoterapy has negative effects. The alternative approach is by using herb medicinal as chemopreventive agent. Macrophage cells are cellular immunity that work together with cytokine IFN-γ and TNF-α as protector of the host against carsinogen agent (DMBA). Previous study showed that, ethanolic extract of temu ireng was able to inhibit cancer development and increase the activity of macrophages by producing nitric oxide (NO). This research was conducted to assess the chemopreventive acitivity of temu ireng extracts toward macrophage cells, IFN-γ and TNF-α in 7,12-dimetilbenz[α]antracene- induced white rats.

The research design was a completely randomized design (CRD) with homogeneous experimental unit. Sixty rats were divided into six groups, each group consisted of ten mice. Treatment consisted of Normal control, positive control (+) Meniran, negative control (-) DMBA (20mg/Kg BW) and Temu Ireng extracts i.e: PTI-1 (40mg/200g BW), PTI-2 (80mg/200g BW) and PTI-3 (160mg/200g BW). Extracts dissolved in CMC-Na 0.5% was administered daily by the oral route one week before and after DMBA induction. Chemopreventive activity was observed by measuring the level of IFN-γ and TNF-α plasma before treatments (T0), one week after extracts administered (T1), one week after last DMBA induction (T2) and at the end of research or week 20th (T3). The NO level was measured at T2 and T3.

Result showed that NO level of PTI-2 (2.867±0.04 ppm) increased significantly at T2 compared to control groups. At T3 the NO level of PTI-1 and PTI-2 was not significantly different from Normal. The highest level of NO at this time showed by PTI-3 (2.744±0.953 ppm). The IFN-γ and TNF-α was measured with immunoassay. Generally, the level of IFN-γ increased at week one (T1), PTI-1 (75.93±8.31 pg/mL), PTI-2 (85.39±3.04 pg/mL) and PTI-3 (62.67±15.3 pg/mL). However, these values were no different from that of control groups. The level of TNF-α of all PTI groups increased significantly at T2. PTI-2 has the highest level (136±1.61 pg/mL) followed by PTI-3 (114.33±2.03pg/mL) and PTI-1 (96.17±2.17pg/mL). According to these results, the effective dose as preventive agent was PTI-2 (80mg/200g BW). This was in accordance with cancer incidency on this groups which is the lowest among treatments. All cytokines level decreased at T3, which meant that the non-specific immune was not effective at the time. Overall, treatments with temu ireng extracts increases the acitivity of macrophage cells, level of IFN-γ and TNF-α of white rats when induction using 7,12

-dimetilbez[α]antracene was given to prevent cancer.

(18)

© Hak Cipta Milik IPB dan BPPT, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB dan BPPT.

(19)

AKTIVITAS KEMOPREVENTIF EKSTRAK TEMU IRENG

(Curcuma aeruginosa Roxb) TERHADAP SEL MAKROFAG,

IFN-

γ DAN TNF

-

α

TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI

7,12-DIMETILBENZ[

α

]ANTRASENA

MUJIBUR RAHMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)
(21)

Judul : Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap Sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang

Diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena Nama : Mujibur Rahman

NIM : G851140131

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Dr Kurnia Agustini, MSi, Apt Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Biokimia

Prof Dr drh Maria Bintang, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(22)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Penelitian ini berjudul Aktivitas Kemopreventif Ekstrak Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) terhadap sel Makrofag, IFN-γ dan TNF-α Tikus Putih yang Diinduksi 7,12- dimetilbenz-[α]antrasena. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan dari bulan Mei hingga November tahun 2015 di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas izin yang Maha Kuasa dengan perantara bantuan dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terutama kepada Bapak Dr Ir I Made Artika, MAppSc dan Ibu Dr Kurnia Agustini, MSiApt sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, kritik, saran dan masukan selama penulisan tesis ini. Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Churiyah, Dr Sriningsih MSi, Asri Sulfianti MBiomed, Nuralih SSi, Joelham, Dea Kurniadi, Kara, Nur Hasanah, Soufa Malita yang selalu membantu dalam penelitian ini baik itu berupa teknis dan analisis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim peneliti Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika ( LAPTIAB) BPPT yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya.

Akhir kata, Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan di bidang ilmu biokimia dan imunologi kanker.

(23)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1. PENDAHULUAN. Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Manfaat Penelitian 2. METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan

Rancangan Penelitian Penyiapan Hewan Coba Perlakuan Hewan Coba

Penyiapan Ekstrak Temu ireng Penyiapan larutan stok DMBA

Induksi Karsinogenesis dengan DMBA Pengambilan Darah.

Isolasi Makrofag Peritoneal

Pengukuran Kadar NO (Nitric Oxide)

Pengukuran IFN-γ & TNF-α (Thermo SCIENTIFIC) Analisis Data

3. HASIL

Insidensi Tumor

Hasil Analisis Sekresi NO (Nitric Oxide) Hasil Analisis Kadar IFN-γ

Hasil Analisis Kadar TNF-α 4. PEMBAHASAN

Insidensi Tumor Nitrit Oksida (NO)

Nitrit Oksida (NO) dan Tumor Interferon-γ (IFN-γ)

Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α)\

Hubungan IFN-γ, Produksi Nitric Oxide (NO) dan Tumor Hubungan TNF-α, Produksi Nitric Oxide (NO) dan Tumor

Hubungan antara IFN-γ, TNF-α, Produksi NO Makrofag dan Tumor 5. KESIMPULAN DAN SARAN

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Angka insidensi pada berbagai kelompok perlakuan 2. Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T2 3. Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T3

4. Level IFN-γ (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu (T) 5. Level TNF-α (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu (T)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Perbandingan sekresi NO makrofag terhadap waktu

2. Pengaruh antar perlakuan terhadap IFN-γ pada berbagai waktu

3. Pengaruh waktu terhadap level IFN-γ pada setiap kelompok perlakuan 4. Pengaruh antar perlakuan terhadap TNF-α pada berbagai waktu

5. Pengaruh waktu terhadap level TNF-α pada setiap kelompok perlakuan

7 7 8 9 10

(25)

1. PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya proto-onkogen, onkogen, gen tumor supresor, gen regulasi apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan DNA, sehingga pertumbuhan sel menjadi tidak terkendali dan dapat bermetastasis (Schmitt 2003). Saat ini, kanker merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia dan menjadi penyakit yang paling ditakuti pada abad 20. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua didunia setelah penyakit kardiovaskuler diantara penyakit tidak menular (WHO 2015). Kejadian kanker di Asia Tenggara pada tahun 2017 diperkirakan meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2012. Begitu juga dengan Indonesia, diperkirakan pada tahun 2017 menjadi 6,4 juta kasus, dimana pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 2,9 juta kasus penyakit ini (IACR 2014). Di Indonesia sendiri prevalensi penderita kanker di tahun 2014 sebesar 1.4% dari jumlah total penduduk, yaitu sebanyak 347.792 orang. Kanker serviks dan kanker paru-paru menjadi pembunuh utama untuk katagori penyakit ini (Kemkes 2015)

Metode pengobatan kanker saat ini cenderung menggunakan terapi modern seperti operasi pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormonal dan terapi biologis (Baba & Câtoi 2007). Namun, terapi tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan serta memiliki efek samping yang merugikan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah melalui kemopreventif dengan meningkatkan aktivitas immunosurveillance (Smyth et al. 2006; Kim et al. 2007; Steward & Brown 2013; Kasala et al. 2015). Kemopreventif adalah kegiatan untuk mencegah, menghambat, atau membalik proses karsinogenesis melalui intervensi farmakologi, biologis dan nutrisi (Surh et al. 2003; Naithani et al. 2008). Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai agen kemopreventif adalah tanaman temu ireng.

Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) adalah tanaman yang mengandung senyawa aktif kelompok sesquiterpen dan minyak atsiri yang diketahui berpotensi sebagai anti kanker (Suphrom et al. 2012; Afzal et al. 2013; Liu et al. 2014; Mustarichiei et al. 2014). Beberapa sesquiterpen seperti germakron, dehidrokurdion, kurkumenol, zederone, zedoarondiol, zedoalakton A/B dan isokurkumenol diketahui mampu meregulasi sel tumor pada tingkat selular (Zhong et al. 2011, Liu et al. 2013; Xie et al. 2014). Sedangkan kelompok minyak atsiri seperti furanodiene, 1.8-cineol, -elemene dan curzerenone diketahui bekerja dalam meregulasi kanker pada siklus sel G2/M (Hino & Okita 2004; Wang et al. 2005; Zhang et al. 2005). Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT sudah melakukan pengujian ekstrak temu ireng terhadap hewan coba secara kuratif dan adjuvan. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa, ekstrak etanol temu ireng dapat menghambat pertumbuhan tumor payudara dan meningkatkan kadar NO yang diproduksi oleh makrofag pada tikus betina SD (Spraque-Dawley) yang diinduksi 7,12-dimetilbenz[α]antrasena (Handayani 2015). Namun, pendekatan preventif dengan meningkatkan aktivitas immunosurveillance terhadap penyakit ini belum dilakukan.

(26)

imum mempunyai peran dalam mencegah dan membatasi pertumbuhan sel tumor. Sehingga sistem imunitas seluler seperti makrofag, sel T, sel NK (Natural Killer), sehingga sel tersebut mampu mengenal antigen tumor dan memperantai kematian sel tersebut sebelum tumor itu terbentuk (Finn 2006; Smyth et al. 2006; Kim et al. 2007). Mekanismenya adalah dengan mengidentifikasi sel pratumor dan sel tumor melalui interaksi berbagai protein sinyal dan sel efektor, kemudian mengeliminasi sel tersebut sebelum menjadi berbahaya (Dunn et al. 2004; Zitvogel et al. 2006; Kim et al. 2007). Sel makrofag adalah salah satu bentuk pertahanan seluler yang bekerja dengan cara membunuh sel stres dan memfagositosis sebelum sel tersebut berbahaya. Sel makrofag bekerjasama dengan sitokin yang diregulasi oleh STING (Stimulator of Interferon Genes) dan sel imun seluler (Biswas & Mantovani 2010; Barber 2015). IFN- (Interferon-γ) adalah sitokin yang mampu memperantai proses fagositosis sel dengan memperkenalkan sel stres kepada sel makrofag. IFN- mampu meningkatkan aktivitas makrofag melalui produksi oksigen reaktif nitrit oksida (NO) saat IFN-menempel pada reseptor IFN- R (Aktan β004). Sitokin lainnya yang terlibat dalam proses imun non-spesifik adalah TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α). TNF-α mampu memperantarai apoptosis pada sel tumor melalui jalur mitokondria (Kumar et al. 2013). Selain itu, TNF-α bertindak sebagai marker utama pada produksi sitokin inflamasi seperti IFN- , TNF-α, IL-1 dan IL-6 pada sel berinti. Sedangkan terhadap makrofag, TNF-α mampu meningkatkan kemampuan fagositosis dan sitotoksisitas terhadap sel tumor (Varney et al. 2002; Carlson et al. 2005; Shi et al. 2005).

Pemanfaatan temu ireng sebagai agen kemopreventif dalam meningkatkan aktivitas immunosurveillance sel makrofag, IFN- dan TNF-α terhadap sel tumor belum dibuktikan. Namun, temu ireng diketahui memiliki peran dalam menghambat transformasi sel dan menginduksi apoptosis sel tumor. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas ekstrak etanol temu ireng secara kemopreventif terhadap hewan coba tikus yang diinduksi DMBA. Serta mengamati aktivitas immunosurveillance terhadap sel makrofag, IFN- dan TNF-α pada tikus yang diinduksi DMBA.

Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian BPPT sebelumnya, ekstrak etanol temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) dapat menghambat dan menurunkan proliferasi sel tumor. Penelitian tersebut dilakukan dengan pendekatan kuratif dan adjuvan, sedangkan fungsinya sebagai agen kemopreventif belum diketahui. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap aktivitas ekstrak temu ireng dalam meningkatkan kemampuan immunosurveillance sel makrofag, IFN- dan TNF-α pada tikus putih yang diinduksi DMBA.

Tujuan Penelitian

(27)

Ruang Lingkup

Ruang lingkup untuk mencapai tujuan penelitian meliputi penggunaaan ektrak etanol temu ireng sebagai bahan perlakuan dan tikus putih galur wistar sebagai hewan model. Sejumlah 60 ekor hewan model dibagi kedalam 6 kelompok yang terdiri atas kontrol Normal, Meniran (+), DMBA (-) dan kelompok Perlakuan Temu Ireng (PTI): PTI-1 (40mg/200g BB), PTI-2 (80mg/200g BB), dan PTI-3 (160mg/200gBB). Ekstrak temu ireng yang dilarutkan dalam CMC-Na 0.5% diberikan secara oral setiap hari sebanyak 1 mL/200g BB (b/v). Permbagian waktu perlakuan terdiri atas masa aklimatisasi, perlakuan preventif, perlakuan DMBA, dan perlakuan PTI hingga minggu ke-20. Analisis yang dilakukan berupa uji sekresi NO makrofag peritoneum, kadar IFN- dan TNF-α plasma tikus.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan temu ireng sebagai agen kemopreventif dalam pencegahan inisiasi dan promosi sel tumor. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan tanaman ini sebagai pangan fungsional dalam pencegahan kanker. Secara klinis penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan teknik baru dalam deteksi kanker secara dini melalui aktivitas dari sel makrofag berdasarkan produksi nitrit oksida (NO) dan ekspresi protein sinyal IFN- dan TNF-α dari plama darah tikus. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah mengenai kemampuan ekstrak temu ireng sebagai agen kemopreventif dan imunostimulator bagi imun non-spesifik seperti sel makrofag dan sitokin IFN- , TNF-α dalam fungsinya sebagai immunosurveillance.

2. METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan, yaitu dari bulan Mei hingga bulan November 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah; glassware, rat sonde peroral, kandang dan kelengkapan hewan coba, Microplate 24 & 96 wells (Costar), Mikropipet, Mikroskop, Hemasitometer (Neubauer), Sentrifus (Hettich Micro 22R), Sonikator (Powersonic 410), Inkubator (Memmert), ELISA Microplate Reader ELX 800.

(28)

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih galur wistar dari Biofarma, Bandung. Ethical Clearance diperoleh dari Komite Etik FKUI-RSCM Salemba. Sedangkan ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol tanaman temu ireng dari koleksi kebun Jamu Martha Tilaar.

Rancangan Penelitian

Penelitian merupakan eksperimen hewan coba menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satuan percobaan homogen. Tikus dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan dengan jumlah pengulangan berdasarkan rumus Federer. Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri atas persiapan ekstrak temu ireng, adaptasi, induksi preventif ekstrak perlakuan, induksi DMBA, pengambilan plasma darah dan isolasi makrofag peritoneal. Analasisi NO dilakukan pada 2 waktu sedangkan analisis IFN- dan TNF-α dilakukan pada 4 waktu berbeda.

Penyiapan Hewan Coba

Penelitian ini merupakan kajian percobaan pada hewan coba tikus betina galur Wistar berumur 1,5 bulan dengan bobot ± 60 gram dan sehat secara fisik yang ditandai bulu tidak berdiri, warna putih bersih, mata jernih, tinja tidak lembek, tingkah laku normal dan aktif. Tikus diaklimatisasi selama tujuh hari di Laboratorium Farmakologi LAPTIAB sebelum diberi perlakuan. Hal tersebut bertujuan untuk mengadaptasi hewan coba dengan lingkungan baru dan memperkecil pengaruh stres terhadap metabolisme yang dapat mengganggu hasil pengamatan. Hewan coba di tempatkan pada kandang yang diisi 5 ekor dengan suhu ruangan 20–26 oC (Air Conditioner), kelembaban udara (Rh) 60-70%, perlakuan 12 jam gelap dan terang.

Perlakuan Hewan Coba

Sebanyak 60 ekor tikus dibagi kedalam 6 kelompok yaitu: kelompok kontrol Normal, yaitu kelompok yang tidak diberikan perlakuan. Kelompok kontrol (+) Meniran adalah kelompok pembanding positif, tikus diberikan ektrak meniran (Phyllanthus niruri L.) 40mg/200g BB dan 4mg/200g BB DMBA. Kelompok ketiga (DMBA) adalah kelompok pembanding negatif, tikus hanya diberika n 20mg/KgBB DMBA. Kelompok keempat (PTI-1) yaitu tikus yang diberikan ekstrak TI dosis 40mg/200gBB dan 24mg/200g BB DMBA. Kelompok kelima (PTI-2) yaitu tikus yang diberikan ekstrak TI dosis 80mg/200gBB dan 20mg/KgBB DMBA. Kelompok keenam (PTI-3) yaitu tikus yang diberikan ektrak TI dosis 160mg/200gBB dan 20mg/KgBB DMBA.

(29)

Penyiapan Ekstrak Temu ireng

Pembuatan ekstrak dimulai dengan rimpang temu ireng dicuci bersih dan dirajang halus dan dikeringkan dalam oven 40 oC, simplisia tersebut dihaluskan hingga berukuran serbuk. 5 Kg simplisia dimasukkan kedalam maserator dan ditambahkan 6 L etanol food grade hingga seluruh serbuk terendam, diaduk selama 6 jam dan dikeringkan menggunakan kertas saring (triplo). Filtrat dikumpulkan dan dikeringkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diberikan secara oral pada hewan coba dilarukan dalam pelarut CMC-Na 0.5% (500 mg CMC-Na ditakar hingga 1000 ml dengan aquades). Ekstrak temu ireng dibagi kedalam tiga dosis, yaitu PTI-1 dengan dosis 40 mg/200g BB, PTI-2 dengan dosis, 80 mg/200g BB dan PTI-3 dengan dosis 160 mg/200gBB. Ketiga dosis ini diberikan setiap hari secara oral hingga akhir penelitian.

Penyiapan larutan stok DMBA

Larutan stok DMBA dibuat sebanyak 30 mL. Sebanyak 120 mg serbuk DMBA ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu ditambahkan 10 mL minyak jagung dan dilarutkan menggunakan sonikator. Setelah larut sempurna ditambahkan minyak jagung hingga diperoleh volume 30 mL.

Induksi Karsinogenesis dengan DMBA

Senyawa DMBA dengan konsentrasi 20 mg/kgBB yang dilarutkan dengan minyak jagung sampai homogen diinduksi pada tikus. Induksi karsinogen DMBA dilakukan peroral dengan dosis 20 mg/kgBB 3 hari sekali sebanyak 5 kali

Pengambilan Darah

Darah diambil melalui sinus orbital mata kanan atau kiri sebanyak ± 2 cc, kemudian ditampung dalam tabung yang sudah diberikan EDTA sebagai antikoagulan. Kemudian darah disentrifus pada 10000 rpm selama 10 menit, kemudian plasma dipindahkan ke tabung baru.

Isolasi Makrofag Peritoneal

(30)

dihitung jumlah sel pada 4 bilik dan disuspensikan dengan kerapatan sel 2.5x10 sel/ml. Plate diinkubasi dalam inkubator CO2 5%, suhu 37 oC selama 15 menit. Lalu

ditambahkan 1 ml RPMI komplit ke dalam setiap well, plate diinkubasi kembali selama 2 jam, lalu media dibuang dan well dibilas dengan media basal sebanyak 2 kali dan ditambahkan 1 ml RPMI 1640-FBS dan diinkubasi 24 jam dalam inkubator CO2 5%, suhu 37 oC.

Pengukuran Kadar NO (Nitrit Oksida)

Setelah 24 jam, plate dikeluarkan dari inkubator, lalu 100 µL supernatan dimasukkan ke dalam plate 96 well. Sebanyak 100 µL reagen Griess ditambahkan kesetiap well, lalu plate dibungkus dengan aluminium foil atau dibiarkan ditempat gelap selama 10 menit. Terakhir diukur menggunakan ELISA Readerpada =546 nm. Larutan standar NO dibuat dari 5 mg Natrium Nitrit yang dilarutkan dalam 5 ml aqua bidestilata (konsentrasi larutan 1000 ppm). Dilakukan pengenceran hingga diperoleh larutan standar dengan konsentrasi 25 ppm, 12.5 ppm, 6.25 ppm, 3.125 ppm, 0.156 ppm dan 0.75 ppm. Kemudian dibuat kurva standar menggunakan analisis regresi linear sederhana dan digunakan untuk menghitung konenstrasi nitrit dari sampel.

Pengukuran IFN-γ & TNF-α (The rmo SCIEN TIFIC)

Pengujian dilakukan menggunakan Rat IFN-γ & TNF-α ELISA Kit. Wash buffer dibuat dengan pengenceran 24x dari larutan konsentrat. Standar disiapkan dengan memasukkan 150 µL standar ke dalam tabung dan dihomogenkan, lalu dilakukan pengenceran bertingkat dari konsentrasi 500 pg/mL hingga didapat enam konsentrasi.

Microplate di kelompokkan ke dalam standar dan sampel masing- masing 1 strip well, sebanyak 50 µL sampel & 50 µL standar dimasukkan dalam well, kemudian plate diinkubasi pada suhu ruang (20-25 oC) selama 1 jam. Kemudian plate dicuci dengan wash buffer (3X) dan ditambahkan 100 µL reagent biotinylat antibodi kesemua well dan diinkubasi pada suhu ruang (20-25 oC) selama 30 menit. Plate dicuci dengan wash buffer (3X) dan ditambahkan 100µL solusi streptavidin- HRP, lalu diinkubasi kembali pada suhu ruang (20-25 oC) selama 30 menit. Plate dicuci dengan wash buffer (3X) dan ditambahkan 100 µL substrat TMB kesetiap well. Plate di tutup dengan strip penutup dan diinkubasi pada ruang gelap selama 30 menit. Setelah 30 menit ditambahkan 100 µL stop solution kesetiap well dan diukur pada kur absorbansi pada 450 nm

Analisis Data

(31)

3. HASIL

Insidensi Tumor

Insidensi adalah perbandingan antara jumlah hewan coba yang terkena tumor dengan total hewan coba dalam 1 kelompok perlakuan dikali 100%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa, angka insidensi tertinggi ditunjukkan oleh kelompok kontrol negatif DMBA sebesar 100%, artinya semua tikus pada kelompok tersebut terkena tumor. Kemudian diikuti oleh kelompok PTI-1 dan PTI-3 sebesar 62.5%. Sedangkan insidensi pada kelompok PTI-2 masing sebesar 50%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kelompok dengan dosis paling efisien dalam mengurangi angka insidensi adalah PTI-2. Berdasarkan angka insidensi pada kelompok DMBA, maka model kanker pada penelitian ini dapat diterima.

Tabel 1 Angka insidensi pada berbagai kelompok perlakuan (BPPT 2015, Data tidak dipublikasi)

Kel ompok Normal Meniran DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3

Insidensi (% ) 0 75 100 62.5 50 62.5

Hasil Analisis Sekresi NO (Nitric Oxide)

[image:31.612.116.529.285.316.2]

Analisis sekresi NO makrofag peritoneum tikus dilakukan 2 kali, uji sekresi NO pertama dilakukan pada minggu ke-5 (T2) atau seminggu setelah induksi DMBA terakhir. Dosis DMBA yang diberikan adalah 4 mg/200g BB selama 5 kali dengan selang 3 hari sekali, DMBA diberikan selama 2 minggu. Pada mingu ini hewan coba tetap mendapatkan perlakuan berdasarkan kelompoknya (PTI & Meniran), sedangkan kelompok Normal dan DMBA diberikan CMC-Na 0.5% sebagai pengganti perlakuan untuk menyamakan tingkat stres. Jumlah sekresi NO makrofag peritoneum tikus pada minggu ke-5 (T2) disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa, kadar NO makrofag kelompok PTI-2 dan PTI-3 (P<0.05) signifikan lebih tinggi dibandingkan kontrol Normal. Sedangkan PTI-1 signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan uji lanjut antar kelompok menunjukkan bahwa PTI-2 signifikan lebih tinggi dari PTI-1 dan PTI-3, PTI-3 signifikan lebih tinggi dari PTI-1. Namun, berdasarkan kadar NO PTI-1 dan PTI-3, kelompok ini belum mengalami inflamasi.

Tabel 2 Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T2

Kelompok Konsentrasi NO (ppm)

Kontrol Normal (CMC-Na) 0.384±0.04

[image:31.612.116.530.574.686.2]
(32)

Analisis sekresi NO makrofag peritoneum tikus selanjutnya dilakukan pada (T3). Data jumlah sekresi NO makrofag peritonesum tikus minggu ke-20 disajikan pada Tabel 3. Analisis statistik dengan ANOVA terhadap sekresi NO makrofag pada T3 menunjukkan paling tidak ada dua kelompok perlakuan yang berbeda signifikan (Fhit (4.135) > Ftabel (2.51)). Berdasarkan uji lanjut pada T3 diperoleh hasil sebagai

[image:32.612.90.499.236.342.2]

berikut; PTI-1 dan PTI-3 signifikan lebih tinggi dari Kontrol Normal. Sedangkan rata-rata NO tertinggi ditunjukkan oleh PTI-3, lalu diikuti oleh PTI-1 dan PTI-2. Dan rerata kadar NO semua kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan Kontrol Normal pada T3. Hanya kelompok PTI-2 mengalami penurunan kadar NO pada T3. Tabel 3 Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T3

Kelompok Konsentrasi NO (ppm)

Kontrol Normal (CMC-Na) 0.536 ± 0.258 Kontrol (+) Meniran (40 mg/200g BB) 0.688 ± 0.205 Kontrol (-) DMBA (20 mg/kgBB) 1.624 ± 0.706 PTI-1 (dosis 40 mg/200g BB) 1.873 ± 1.018 # PTI-2 (dosis 80 mg/200g BB) 1.218 ± 0.441 PTI-3 (dosis 160 mg/200g BB) 2.744 ± 0.953 # Keterangan : (#) signifikan lebih tinggi dari Kontrol Normal

Analisis selanjutnya dilakukan terhadap pengaruh waktu pada T2 terhadap T3. Perbandingan sekresi NO makrofag pada berbagai perlakuan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa kelompok PTI-2 menunjukkan bahwa, level NO pada T2 signifikan lebih tinggi terhadap T3. Sedangkan PTI-1 dan PTI-3, level NO pada T3 signifikan lebih tinggi terhadap T2.

Gambar 1 Perbandingan sekresi NO makrofag terhadap waktu. (*) signifikan tinggi terhadap waktu T2/T3

Keterangan: 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Norma l Menira n DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3

[image:32.612.91.488.447.652.2]
(33)

Hasil Analisis Kadar IFN-γ

[image:33.612.111.531.243.315.2]

Analisis kadar IFN- dilakukan terhadap plasma darah yang diambil dari tikus pada empat waktu berbeda. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa bahwa pengaruh perlakuan terhadap level IFN- pada T0 menunjukkan perbedaan signifikan pada PTI-1 dan PTI-2 terhadap Normal. Pada T1 signifikansi ditunjukkan oleh semua PTI terhadap Normal dan DMBA. Pada T2 kelompok PTI-1 dan PTI-2 signifikan lebih tinggi terhadap kelompok kontrol. Dan pada T3 kelompok PTI-2 dan PTI-3 signifikan lebih tinggi terhadap PTI-1 dan kontrol. Tetapi kelompok PTI-1 lebih rendah dari DMBA.

Tabel 4 Level IFN- (pg/mL) pada berbagai perlakuan berdasarkan waktu.

T Normal Meniran DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3 T0 45.17±0.14c 48.17±10.48bc 42±4.63tn 47.5±0.95b 62.83±12.38a 47±4.89tn T1 43.16±0.13c 58.67±16.33tn 49.33±8.16c 75.93±8.31b 85.39±3.04a 62.67±15.3b

T2 41.34±0.27c 45.17±0.95b 46.28±3.89b 57.89±5.76a 60.06±8.03a 49.78±10.91tn

T3 42.33±0.27c 42.5±1.49c 50±0.82b 41.17±2.04c 55.17±3.4a 55.83±1.49a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata, (tn) tidak berbeda nyata (Uji Tukey’s P<0.05)

Data dari Tabel 4 disajikan kembali dalam bentuk grafik untuk melihat pola dari level IFN- . Gambar β menunjukkan bahwa tidak ditemukan pola yang bermakna pada kelompok perlakuan pada setiap waktu. Namun, secara rata-rata terdapat peningkatan kadar IFN- pada T1 dibandingkan waktu yang lain. Dan kadar IFN- menurun pada Tβ dan Tγ

Gambar 2 Pengaruh antar perlakuan terhadap IFN- pada berbagai waktu. Tanda (*) signifikan terhadap kontrol Normal (P<0.05)

Keterangan: 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

T0 T1 T2 T3

*

*

*

*

[image:33.612.117.519.424.641.2]
(34)

Pengaruh perlakuan terhadap level IFN- pada berbagai waktu ditunjukkan oleh Gambar 3. Pada kelompok PTI-1 terdapat perbedaan yang signifikan pada; T0 lebih kecil pada T1 dan T2, T1 lebih tinggi dari semua T, T2 lebih tinggi T0 dan T3. Kelompok PTI-2, signifikansi ditunjukkah oleh T1 lebih tinggi dari semua T. Sedangkan pada kelompok PTI-3, T3 signifikan lebih tinggi dari T0.

Gambar 3 Pengaruh waktu terhadap level IFN- pada setiap kelompok perlakuan. Keterangan: (*) signifikan terhadap semua T, (a) signifikan terhadap T0, (c) signifikan terhadap T2, (d) signifikan terhadap T3.

Keterangan:

Hasil Analisis Kadar TNF-α

[image:34.612.90.488.170.378.2]

Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan signifkan antara pengaruh perlakuan terhadap kadar TNF-α ditunjukkan oleh Tabel 5. Pada T0, kelompok PTI-2 signifikan lebih tinggi dari PTI-1, Meniran dan DMBA. Pada T1, kelompok PTI-3 lebih tinggi dari PTI-2 dan Meniran, tetapi PTI-2 lebih tinggi dari Normal. Pada T2, Kelompok PTI-2 signifikan lebih tinggi dari kelompok lainnya. Kelompok PTI-3 lebih tinggi dari PTI-1, Normal dan DMBA. Kelompok PTI-1 lebih tinggi dari Normal. Pada T3, Kelompok PTI-1 lebih rendah dari kelompok perlakuan lain, sedangkan PTI-2 dan PTI-3 lebih tinggi dari DMBA.

Tabel 5 Level TNF-α (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu

T Normal Meniran DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3

T0 44.5±4.08ac 23.75±13.27b 35.5±10.61c 34±10.61c 51.75±3.06a 45.5±11.02tn

T1 48.75±1.42c 49.5±10.21b 54.25±12.04tn 61.33±6.81ab 55.33±2.74b 63.17±0.88a

T2 48.75±4.28d 86.75±42.25bcd 73.25±34.91cd 96.17±2.17c 136±1.61a 114.33±2.03b

T3 34.5±17.15bc 45.75±4.69c 18.75±2.65b 10±3.67a 56.75±19.8c 45±1.22c Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata, (tn) tidak berbeda nyata (Uji Tukey’s P<0.05)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Norma l Menira n DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3

*

*

a c

d

[image:34.612.83.508.611.684.2]
(35)

Pengaruh perlakuan terhadap kadar TNF-α pada berbagai waktu perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum terjadi peningkatan kadar TNF-α pada T1 atau seminggu setelah perlakuan. Pada T2, terjadi peningkatan yang signifikan pada semua kelompok perlakuan (PTI) terhadap kontrol Normal. Pada T3, kadar TNF-α turun cukup signifikan pada semua kelompok perlakuan dibandingkan T2.

Gambar 4 Pengaruh antar perlakuan terhadap TNF-α pada berbagai waktu. Tanda (*) menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap Normal (P<0.05)

Keterangan:

Gambar 5 Pengaruh waktu terhadap level TNF-α. (*) signifikan terhadap semua T, (a) signifikan terhadap T0, (b) signifikan terhadap T3.

Keterangan: 0

20 40 60 80 100 120 140 160

T0 T1 T2 T3

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Norma l Menira n DMBA PTI-1 PTI-2 PTI-3

*

*

*

*

*

*

*

*

a b a

b

b

[image:35.612.118.517.168.370.2] [image:35.612.114.520.370.641.2]
(36)

Pengaruh perlakuan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 5. Secara keseluruhan, level TNF-α tidak naik dari T0 ke T1. Sedangkan peningkatan secara signifikan terjadi waktu T2 pada semua kelompok perlakuan PTI terhadap waktu (T). Kemudian dari T2 ke T3 mengalami penurunan pada semua perlakuan dan yang signifikan lebih rendah ditunjukkan oleh kelompok PTI-1, PTI-2, PTI-3 dan DMBA terhadap waktu T2 (P<0.05).

4. PEMBAHASAN

Insidensi Tumor

Hasil penelitian terhadap aktivitas kemopreventif ekstrak etanol temu ireng pada tikus galur wistar menunjukkan angka insidensi yang rendah pada PTI-2, yaitu sebesar 50%. Berdasarkan angka insidensi pada Gambar 1, dapat dikatakan bahwa angka insidensi tumor tidak dipengaruhi oleh dosis yang diberikan. Dosis PTI-3 merupakan dosis tertinggi, tetapi dosis tersebut belum mampu menekan angka insidensi yang mencapai 62.5%. Hal yang sama juga terjadi pada dosis PTI-1 yang memiliki angka insidensi 62.5%. Sedangkan pada kelompok kontrol (-) DMBA, angka insidensi mencapai 100% dan kontrol (+) Meniran sebesar 75%. Berdasarkan angka tersebut, dapat dikatakan bahwa model penelitian kanker ini dapat diterima berdasarkan kontrol negatif (DMBA). Angka insidensi tumor pada tikus dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal adalah pengaruh induksi DMBA dan aktivitas imunostimulator ekstrak temu ireng. Sedangkan faktor eksternal berupa pengaruh lingkungan dan musim. Angka insidensi pada tikus dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan dan musim) (Kubatka et al. 2002)

Nitrit Oksida (N O)

Nitrit oxide (NO) adalah radikal bebas yang disintesis oleh enzim Nitric Oxide Synthase (NOS) melalui reaksi yang kompleks. NO disintesa di dalam sel selama proses oksidasi L-arginine yang dikatalis oleh enzim Nitric Oxide Synthase (NOS). Proses tersebut membutuhkan Flavin Adenin Dinucleotidase (FAD), Flavin Mononucleotidase (FMN), NADP yang tereduksi (NADPH), dan bentuk tereduksi dari biopterin (BH4) sebagai kofaktor (Aktan 2004; Lechner et al. 2005). Aktivitas

NOS terdeteksi pada berbagai jenis sel kanker, serta dihubungkan dengan stadium kanker, tingkat proliferasi sel, dan ekspresi komponen yang terlibat terhadap kanker seperti oestrogen reseptor (Xu et al. 2005; Mustarichiei et al. 2014).

(37)

Uji sekresi NO makrofag peritoneum pertama dilakukan satu minggu setelah induksi DMBA terakhir atau pada minggu kelima (T2). Jumlah NO peritoneum tikus minggu kelima (T2) dapat dilihat pada Tabel 1. PTI-2 merupakan kelompok dengan dosis yang paling efektif dalam meningkatkan jumlah sekresi NO pada tikus yang diinduksi DMBA. Berdasarkan kejadian ini dapat dikatakan sistem imun aktif bekerja setelah pemberian DMBA. Selain itu, temu ireng diketahui mampu bertindak sebagai imunostimulan dengan meningkatkan aktivitas makrofag melalui sekresi NO (Handayani 2015). Jumlah sekresi NO paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan PTI-1 dan PTI-3, walaupun temu ireng diketahui memiliki aktivitas imunostimulan, namun belum mampu meningkatkan jumlah NO pada kelompok tersebut. Hal ini disebabkan kemampuan imunosupresif DMBA lebih kuat dibandingkan kemampuan ekstrak temu ireng dalam meningkatkan aktivitas imun. Selain itu, senyawa aktif yang memiliki aktivitas antiinflamasi juga berperan penting dalam produksi NO pada sel. Senyawa antiinflamasi akan menghambat enzim iNOS dalam meproduksi NO . Sedangkan kelompok DMBA mampu mensekresikan NO melalui proses inflamasi yang diaktivasi oleh berbagai sitokin (IL-1α/IL-1 , PPARs, IFN- , TNF-α) dan produksi protein STING (Stimulator of Interferon Genes), sehingga akan memacu makrofag untuk memproduksi NO (Hedl & Abraham 2003; Gordon et al. 2005; Van Ginderachter et al. 2008; Rongvaux et al. 2014; White et al. 2014; Barber 2015).

(38)

metastasis dan invasif (Di Piro et al. 2005; Vannini et al. 2015). Sebagai bagian dari sistem imun, jumlah NO yang tinggi pada T3 merupakan bentuk pertahanan dan respon inflamasi terhadap bahan berbahaya. Sedangkan jumlah NO yang rendah adalah kegagalan dari sistem imun sehingga akan membuat proses inflamasi menjadi kronis (Kemp 2005).

Nitrit Oksida (N O) dan Tumor

Ekspresi iNOS yang tinggi akan menghasilkan kemampuan sitostatik dan sitotoksik terhadap sel tumor, sedangkan ekspresi iNOS yang rendah akan memberikan efek sebaliknya dan mempromosi pertumbuhan tumor (Xu et al. 2002; Lechner et al. 2005; Vannini et al. 2015). Hubungan tersebut dapat diamati dengan membandingkan kadar NO dan angka insidensi pada kelompok PTI. Kadar NO yang tinggi setelah induksi DMBA (T2) adalah respon imun dalam mempromosikan proses inflamasi dan pertahanan tubuh terhadap bahan karsinogen. Sedangkan jumlah NO yang tinggi pada T3 berkorelasi dengan sistem pertahanan, perbaikan jaringan dan homeostasis. Kejadian ini ditemukan pada kelompok PTI-2, dimana kelompok ini memiliki NO yang tinggi dibandingkan Normal pada T2 dan T3 serta angka insidensi 50%. Kejadian sebaliknya ditemukan pada kelompok PTI-1 dan PTI-3 dengan kadar NO yang rendah pada T2. Jumlah NO yang rendah merupakan kegagalan sistem imunitas sehingga akan menyebabkan inflamasi menjadi kronis dan produksi NO menjadi tidak terkontrol. Jumlah NO yang tinggi pada T3 kelompok PTI-1 dan PTI-3 berbanding lurus dengan tingkat insidensi pada kelompok ini, yaitu sebesar 62.5%.

(39)

Inte rferon-gamma (IFN-γ)

Interferon adalah glikoprotein yang disintesis oleh sel sebagai respon terhadap infeksi virus. Literatur terbaru menyatakan bahwa IFN- berperan dalam respon imun terhadap sel stres dan infeksi virus/mikroorganisme (Frucht et al. 2001; Sen 2001). Interferon- dihasilkan oleh limfosit sel T-helper dan sel NK setelah terpapar IL-2 dan hanya bekerja pada sel-sel tertentu, seperti makrofag, sel endotelial, fibroblas, sel T sitotoksik, dan limfosit B anti- viral (Moreland 2004). Produksi IFN- diregulasi oleh sitokin yang dihasilkan oleh APC seperti IL-12 dan IL-18. Sitokin ini bertindak sebagai penghubung antara sel abnormal dengan produksi IFN- dalam sistem imun non spesifik (Golab et al. 2000; Schroder et al. 2004). Sedangkan sel tumor akan menghasilkan STING melalui jalur mitokondria. STING akan mempromosikan sel monosit untuk menghasilkan IFN- (Rongvaux et al. 2014; White et al. 2014).

Produksi IFN- akan mengalami peningkatan ketika kondisi lingkungan yang tidak sesuai atau masa adaptasi yang kurang. Masa adabtasi bertujuan untuk mengurangi stres psikologis pada hewan coba ketika menerima stres fisikbiologik seperti kandang, suhu, infeksi dan sebagainya (Lees & Cross 2007). Kelompok PTI-2 mengalami peningkatan kadar IFN- yang cukup tinggi pada T1 atau seminggu setelah perlakuan. Peningkatan jumlah IFN- pada kelompok PTI-2 ini disebabkan oleh senyawa aktif proinflamasi dari temu ireng (Xu et al. 2005; Cho et al. 2009; Liu et al. 2013; Xie et al. 2014). Denzler et al. (2010) melaporkan bahwa herbal mampu meningkatkan ekspresi gen IFN- pada peripheral blood mononuclear cell (PBMC) manusia dan hewan coba tanpa ancaman. Selain itu, produksi sitokin IFN- dapat ditingkatkan melalui sitokin IL-12 dan IL-18 dengan aktivasi jalur STAT4 oleh senyawa aktif dari tanaman (Aktan et al. 2003; Fahey et al. 2007). Peningkatan kadar IFN- pada T1 menunjukkan bahwa sitokin ini memainkan peran penting pada sistem imun non-spesifik. Aktivitas yang tinggi setelah pemberian ekstrak membuktikan bahwa temu ireng memiliki aktivitas sebagai imunostimulan.

Kadar IFN- pada Tβ atau seminggu setelah pemberian DMBA terakhir mengalami penurunan dibandingkan T1. Penurunan kadar IFN- terjadi karena respon terhadap pemberian DMBA, keberadaan DMBA akan memaksa enzim sitokrom P450 1A1 (CYP1A1) dan enzim mikrosomal hidrolase untuk mengubah DMBA menjadi DMBA-DE yang bersifat imunosupresif (Gao et al. 2005). IFN-diketahui mampu menekan karsinogenesis, akan tetapi produksi IFN- bisa dihambat pada PBMC dengan mengurangi produksi IL-12 dan IL-18 (Schroder et al. 2004). IL-12 merupakan induser utama dalam produksi IFN- pada sel T dan sel NK. Induksi DMBA pada hewan coba akan menghambat produksi IL-12 dengan menghambat jalur JAK2, STAT 1,3,4 dan IRF-1 (Torroella-Kouri et al. 2004). Pada T3 atau minggu ke-20 kadar IFN- mengalami penurunan kembali dibandingkan Tβ. Hal ini sesuai dengan mekanisme kerja sistem imun non-spesifik, keberadaan IFN- pada Tγ tidak memberikan pengaruh signfikan terhadap sel tumor.

(40)

untuk mencapai reseptor dan berinteraksi dengan reseptor cukup sedikit. Kejadian ini dapat dilihat pada kelompok PTI-2 waktu T1 dengan dosis 80mg/200gBB, diikuti PTI-3 dan PTI-1. Pemberian dosis yang terlalu tinggi akan melewati ambang batas sehingga menyebabkan feedback negatif antara senyawa aktif dengan sitokin. Selain itu, keberadaan senyawa aktif dalam bentuk kompleks akan mengurangi aktivitasnya dalam memasuki sel (Lipinski et al. 2001). Pro dan antiinflamasi juga berperan dalam proses produksi IFN- pada sel monosit dan senyawa aktif dari temu ireng.

INF- terlibat dalam regulasi antigen kelas MHC I yang bekerja dalam respon intraseluler terhadap patogen dan peningkatan kemampuan sitotoksik sel T terhadap benda asing. Mekanisme kerja IFN- yaitu dengan meningkatkan MHC I secara kuantitas dan kualitas. Proses tersebut akan mempengaruhi diversitas sel T CD8+ terhadap MHC I dalam fungsinya sebagai immunosurveillance. IFN- juga mampu meningkatkan ekspresi antigen MHC II dan mengaktivasi sel T CD4+ sekaligus mampu meningkatkan jumlah sel B, sel DC, dan sel monosit (Groettrup et al. 2001; Schroder et al. 2004). INF dapat menginduksi p21 dan p27 yang bisa menghambat aktivitas komplek cyclin E dan cyclin D dan menghambat siklus sel fase G1/S. IFN juga mampu menginduksi molekul yang terlibat dalam proses apoptosis lainnya seperti PKR, DAPs, cathepsin D, meningkatkan ekspresi reseptor Fas dan p53 pada sel tumor (Porta et al. 2005; Zhang et al. 2005).

Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α)

TNF-α adalah jenis sitokin yang diproduksi akibat teraktivasinya makrofag atau dihasilkan oleh sel lain seperti sel NK, CD4+, limfosit, neutrofil, se l mast, eosinophils dan neuron. Secara genetik, sitokin ini disintesis sebagai protein dengan berat molekul 17 kDA yang terdiri atas 157 asam amino. Pada manusia, gen yang menyandi TNF-α terdapat pada kromosom 16 (Van Horseen et al. 2006). TNF adalah sitokin yang bertindak sebagai mediator nekrosis tumor yang terdapat dalam serum (Dumitru et al. 2000; Shi et al. 2002). Mekanisme TNF-α dalam menghilangkan sel tumor yaitu melalui apoptosis jalur mitokondria, artinya TNF-α mampu bekerja bahkan setelah fase promosi sel tumor. Peningkatan kadar TNF-α berhubungan dengan peningkatan jumlah makrofag dan sel fagosit untuk melakukan proses fagositosis dalam mempertahankan tubuh dari serangan benda asing atau bakteri (Kumar et al. 2013). TNF-α memiliki spektrum yang luas pada aktivitas sitolisis dan sitostatis sel tumor secara in vitro (Varney et al. 2002; Carlson et al. 2005) dan mampu meningkatkan kemampuan fagositosis dan sitotoksisitas pada granulocytes neutrofilik dan memodulasi ekspresi protein fos, myc, IL1 dan IL6 (Shi et al. 2005).

(41)

kelompok normal, dimana jumlah TNF-α mengalami peningkatan pada T1. Padahal kelompok ini hanya diinduksi dengan CMC-Na untuk menyamakan tingkat stress. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa semua kelompok perlakuan mengalami peningkatan TNF-α pada Tβ atau seminggu setelah pemberian DMBA terakhir. Berdasarkan literature, waktu T2 sedang terjadi karsinogenesi tahap inisiasi atau promosi, sehingga memacu produksi TNF-α (Di Piro et al. 2005).

T2 adalah waktu analisis TNF-α seminggu setelah pemberian DMBA terakhir. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semua kelompok mengalami peningkatan jumlah TNF-α, kecuali kelompok Normal. Faktor utama terjadinya peningkatan jumlah TNF -α adalah respon terhadap marker inflamsi akibat induksi DMBA. Proses ini adalah bentuk pertahanan bawaan dalam melindungi sel dari karsinogenesis dan sebagai bentuk aktivitas sitostatik dan sitotoksik terhadap sel yang mengalami stres (Carlson et al. 2005). Selain itu, DMBA mampu memicu produksi NO pada sel makrofag, sehingga NO akan memacu produksi sitokin inflamasi seperti TNF-α (Lechner et al. 2005; Kumar et al. 2013). Tujuan pemberian ekstrak temu ireng seminggu sebelum DMBA adalah untuk melihat aktivitas kemopreventif. Sehingga pada T2 (seminggu setelah pemberian DMBA terakhir) sistem imun akan lebih siap dalam melindungi sel dari malignan. Adapun dosis terbaik dalam meningkatkan jumlah TNF-α adalah dosis kelompok PTI-2, dengan kadar TNF-α sebesar 136 pg/mL. Selanjutnya diikuti oleh kelompok PTI-3 114.33 pg/mL, PTI-1 96.17 pg/mL, Meniran 86,75 pg/mL, dan DMBA 73.25 pg/mL. Sedangkan kelompok Normal mengalami penurunan jumlah TNF-α, yaitu 48.75 pg/mL, artinya pada kelompok Normal tidak terjadi aktivitas karsinogenesis dan tidak ada efek imunostimulator dari CMC-Na. Peningkatan TNF-α dapat diregulasi oleh TNF-α itu sendiri, mekanisme ini merupakan salah satu bentuk kinerja dari sitokin yang mampu mempengaruhi sel-sel berinti lainnya untuk memproduksi TNF-α (Wajant et al. 2003; Agbanoma et al. 2012). Pada T3, kadar TNF-α mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini dikarenakan pada T3 sistem imun non-spesifik sudah tidak bekerja lagi. Tetapi TNF-α diketahui mampu menyebabkan apoptosis pada fase progresi dan invasi, namun regulasi produksinya sudah berkurang. Hal ini dikarenakan sebagian besar faktor regulator sitokin ini hanya diproduksi pada fase inisiasi hingga progresi (Aggarwal et al. 2012).

(42)

Hubungan IFN-γ, Produksi Nitrit Oksida (NO) dan Tumor

Interaksi IFN- dengan makrofag terdapat pada kemampuan IFN- dalam menginduksi faktor transkripsi iNOS, sehingga akan meningkatkan produksi NO. iNOS merupakan enzim yang mensintesis radikal NO sebagai bentuk respon inflamasi dan aktivitasnya dalam menghilangkan sel tumor (Golab et al. 2000; Schroder et al. 2004). IFN- meningkatkan produksi NO melalui jalur STAT1, yaitu ketika IFN- menempel pada reseptor IFN- R maka akan mengaktifkan STAT1 melalui fosforilasi. STAT1 yang aktif akan memasuki nukleus dan menginduksi ekspresi iNOS, sehingga produksi NO akan meningkat (Aktan 2004). Ketika terdapat sel tumor, IFN- akan memberikan sinyal kepada sel B untuk memproduksi antibodi IgG. Kemudian antibodi tersebut akan menangkap sel tumor dan membawa kepada sel makrofag untuk diapoptosis dan difagositosis (Dranoff 2004). Analisis terhadap hubungan antara IFN- dengan NO makrofag peritoneum dapat dilakukan pada T2 dan T3. Hal tersebut bertujuan untuk melihat pola interaksi antara kadar IFN- dan produksi NO pada waktu yang sama.

Kadar IFN- berbanding lurus dengan jumlah NO yang dihasilkan oleh sel makrofag, hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh kelompok PTI-2 pada T2. Jumlah IFN- PTI-2 pada T2 sebesar 60.05 pg/mL dengan konsentrasi NO sebesar 2.867 ppm. Kemudian diikuti oleh PTI-1 sebesar 57.889 pg/mL, tetapi jumlah NO yang dihasilkan PTI-1 sebesar 0.314 ppm. PTI-1 adalah perlakuan dengan dosis terkecil, dosis tersebut tidak mampu meningkatkan produksi NO pada kelompok ini, atau terjadinya feedback negatif antara IFN- dan senyawa aktif temu ireng, sehingga mengganggu ekspresi iNOS (Alderton et al. 2001; Aktan 2004). Kejadian serupa juga ditemukan pada kelompok perlakuan PTI-3 dengan kadar IFN- 49.78 pg/mL dan NO sebesar 0.642 ppm. Kelompok kontrol Meniran dan DMBA menunjukkan kadar

sebesar 45.17 pg/mL dan 46.28 pg/mL dengan kadar NO sebesar 1.621 ppm dan 1.379 ppm. Sedangkan kadar IFN- kelompok Normal terbilang tinggi, yaitu sebesar 41.33 pg/mL, akan tetapi jumlah ini berbanding terbalik dengan produksi NO sebesar 0.384 ppm, artinya pada kelompok Normal tidak terjadi inflamasi.

(43)

Hubungan TNF-α, Produksi Nitrit Oksida (NO) dan Kanker

TNF-α adalah sitokin pleiotropik yang diproduksi oleh berbagai sel beinti dalam tubuh. Dua jenis reseptor yang mampu mengikat TNF-α adalah p55 dan p65 atau dikenal sebagai TNFR1 (Ferrero et al. 2001; Pandey et al. 2003). TNF-α adalah agen proinflamasi yang akan meregulasi makrofag untuk merespon trauma, infeksi dan stres sel seperti tumor. Namun, fungsi utama TNF-α adalah sebagai mediator dalam memproduksi sitokin proinflamasi lainnya seperti IL-1, IL-6, fos, dan myc (Shi et al. 2005). Pada mekanisme apoptosis, TNF-α mampu menginduksi produksi oksigen reaktif seperti ROI (Reactive Oxygen Intermediate) dan NO melalui aktivasi NF-kB sekaligus mampu meregulasi ekspresi enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) dan polipetidase A sebagai respon inflamasi (Van Horssen et al. 2006).

Interaksi antara TNF-α dengan produksi NO dapat diamati pada T2. PTI-2 merupakan kelompok dengan TNF-α tertinggi yaitu 1γ6 pg/mL, sedangkan kadar NO sebesar 2.867 ppm. Jumlah TNF-α dan NO pada kelompok ini memiliki hubungan positif dengan angka insidensi tumor. Sedangkan kelompok PTI-3 berada diposisi kedua dengan jumlah TNF-α, yaitu sebesar 114,γγ pg/mL. Kelompok PTI-3 memiliki angka insidensi sebesar 62.5%. Kejadian pada PTI-3 menunjukkan bahwa TNF-α bersifat semi- induktor terhadap produksi NO. Kejadian ini dapat dilihat pada PTI-1 dan PTI-3 yang level NO berbanding terbalik dengan jumlah TNF-α (Parameswaran & Patial 2010). Pada T3 semua perlakuan mengalami penurunan level TNF-α dan berbanding terbalik dengan produksi NO, hal ini dapat dilihat pada semua kelompok perlakuan PTI. PTI-1 menunjukkan kadar TNF-α terendah, yaitu sebesar 10 pg/mL sedangkan produksi NO sebesar 1.873 ppm, diikuti oleh kelompok DMBA, PTI-2, Meniran, PTI-3 dan Normal. Dari hubungan ini dapat disimpulkan bahwa TNF-α bukan faktor utama dalam produksi NO, akan tetapi fungsi TNF-α disini adalah sebagai mediator produksi sitokin proinflamasi lainnya (Aktan 2004; Parameswaran & Patial 2010). Sebaliknya, kadar NO yang tinggi pada T3 menyebabkan inflamasi kronik dan mengganggu regulasi produksi TNF-α (Rakoff-Nahoum 2008), kejadian ini dapat dilihat pada kelompok PTI-1 dan PTI-3.

(44)

Hubungan antara IFN-γ, TNF-α, Produksi NO Makrofag dan Tumor

IFN- mampu menginduksi produksi TNF-α pada makrofag, peningkatan jumlah TNF-α ini berhubungan dengan peningkatan ekspresi iNOS dan produksi NO. Penempelan IFN- pada IFNR akan mengaktifkan IRF-1 dan IRF-8 yang mampu menginduksi faktor transkripsi aktivitas promotor TNF-α. Pada produksi NO, IFN -akan bekerjasama dengan TNF-α dalam meningkatkan ekspresi iNOS. Kejadian ini dapat dilihat pada kelompok PTI-2 waktu T2, dimana IFN- dan TNF-α akan menempel pada IFNR-1 dan TNFR2 sehingga akan meningkatkan produksi NO. Kedua sitokin mengalami peningkatan setelah induksi DMBA, hal ini sesuai dengan data konsentrasi IFN- dan TNF-α yang tinggi pada T2 atau seminggu setelah pemberian DMBA terakhir, yaitu 60.056 pg/mL dan 136 pg/mL. Peningkatan kadar sitokin pada PTI-2 diikuti oleh produksi NO yang tinggi, sehingga mampu menghambat transformasi sel dan insidensi tumor.

Pada mekanisme penghilangan sel tumor, IFN- akan memperkenalkan sel

Gambar

Tabel 1 Angka insidensi pada berbagai kelompok perlakuan (BPPT 2015, Data tidak dipublikasi)
Tabel 3 Kadar NO makrofag peritoneum tikus pada T3
Tabel 4 Level IFN-� (pg/mL) pada berbagai perlakuan berdasarkan waktu.
Tabel 5 Level TNF-α (pg/mL) pada berbagai perlakuan terhadap waktu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kelebihan metode Dempster-Shafer dan Teorema Bayes yang digunakan dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan metode lain dalam penentuan pengambilan keputusan untuk

Sedangkan komoditas yang menjadi penghambat terjadinya inflasi di Kabupaten Tulungagung pada bulan Juli 2017 adalah tomat sayur, cabai merah, bayam, cabai rawit, tomat buah,

Latar belakang penulis memilih judul mengenai kebijakan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan adalah bagaimana keadaan yang terjadi dilapangan dengan

Dari hasil penelitian yang kami lakukan didapat data bahwa penggunaan kertas pada petunjuk halte dan pengumuman kurang lengkap dalam memberikan informasi.Simpulan yang ditarik

Jika unsur aspek tersebut diletakkan setelah verba seperti yang terlihat pada contoh (6a) dan (6b), kalimat menjadi tidak berterima.Dengan demikian,

Pemanfaatan Tulang Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) sebagai Pengganti Gelatin dan Karakteristik Sifat Fisika Kimianya.. Di bawah bimbingan WIRANTI SRI RAHAYU dan

Isolated of Endophytic bacteria from red betel root, produced a supernatant to test the inhibitory effect on 4 test bacteria that are pathogenic, Two (2)

Untuk data-data curah hujan, salju, debit sungai, dan suhu termasuk sebagai data spasial yang merupakan data multivariat karena diamati pada beberapa lokasi, oleh