• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Nilai Anak Terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Nilai Anak Terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH NILAI ANAK

TERHADAP PERILAKU INVESTASI ANAK

PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

NOFIA MUTIARA BAHRI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Nilai Anak terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak miskin adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

NOFIA MUTIARA BAHRI. Pengaruh Nilai Anak terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. Dibimbing oleh HARTOYO dan ALFIASARI.

Perilaku investasi merupakan faktor penting dalam menyiapkan anak berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh persepsi nilai anak terhadap investasi anak pada keluarga miskin dan tidak miskin dengan melibatkan 28 keluarga miskin dan 27 keluarga tidak miskin. Contoh adalah keluarga yang memiliki anak SD kelas 1 dan 2 yang dipilih secara acak dari populasi keluarga yang tinggal di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dengan cara mewawancarai ibu menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan pada lama pendidikan istri, kategori kemiskinan keluarga, dan nilai sosial anak terhadap perilaku investasi anak. Lebih lanjut hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah anak sekolah dan nilai ekonomi anak berpengaruh postitif dan signifikan terhadap alokasi pengeluaran investasi anak

Kata Kunci: alokasi pengeluaran, nilai anak, keluarga miskin, keluarga tidak miskin, perilaku investasi anak

ABSTRACT

NOFIA MUTIARA BAHRI. Influence Value of Children to Children Investment Behavior of Poor and Non-Poor Family. Supervised By HARTOYO and ALFIASARI.

Children investment behavior is on important factor to reach qualified children outcomes. This research was to analyze influence of value of children on children investment behavior of poor and non-poor family, involving 28 poor family and 27 non-poor family. Samples were famillies that have children in 1st grade and 2nd grade elementary school that were chosen randomly from the population who lived in Kotabatu Village, Ciomas Sub District, Bogor District. Data were collected by interviewing the mothers and using questionnaire. This research showed that there was positive and significant influence of wife’s education level, family poverty category, and social value of children on children investment behavior. Furthermore, analysis result showed that the number of schooled children and economic value of children had positive and significant influence on children investment expenditure allocation.

(6)
(7)

RINGKASAN

NOFIA MUTIARA BAHRI. Pengaruh Nilai Anak terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. Dibimbing oleh HARTOYO dan ALFIASARI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh nilai anak terhadap perilaku investasi pada keluarga miskin dan tidak miskin serta pengaruh nilai anak dan perilaku investasi terhadap alokasi pengeluaran investasi yang dilakukan orang tua. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) menganalisis perbedaan nilai anak yang dianut pada keluarga miskin dan tidak miskin; 2) menganalisis perbedaan perilaku investasi anak yang dilakukan antara keluarga miskin dan tidak miskin; 3) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan karakteristik anak terhadap nilai anak; 4) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan nilai anak terhadap perilaku investasi; 5) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, nilai anak, dan perilaku investasi terhadap alokasi pengeluaran investasi.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, yang mana pemilihan lokasi dilakukan secara purposive berdasarkan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga lengkap dengan anak kelas 1 dan 2 SD (Sekolah Dasar) yang terdiri dari keluarga miskin dan tidak miskin, dengan kriteria kemiskinan keluarga berdasarkan indikator rumah tangga miskin BPS (Badan Pusat Statistik) yang tinggal di wilayah Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini diambil secara acak dari data penduduk yang memenuhi kriteria populasi di wilayah RW 01 dan RW11, Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini melibatkan 28 keluarga miskin dan 27 keluarga tidak miskin. Responden dalam penelitian ini adalah istri dari keluarga contoh yang diwawancarai dengan menggunakan kuesioner.

Data primer dalam penelitian ini meliputi karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, usia istri dan suami, tingkat pendidikan istri dan suami, pekerjaan istri dan suami, pendapatan keluarga perbulan, pendapatan perkapita/bulan, dan indikator rumah tangga miskin BPS), karakteristik anak (usia anak, tingkat pendidikan anak, jumlah anak sekolah, dan jumlah anak putus sekolah), alokasi pengeluaran keluarga (alokasi pengeluaran pangan, alokasi pengeluaran nonpangan, dan alokasi pengeluaran investasi anak), nilai anak (nilai psikologi, nilai sosial, dan nilai ekonomi), dan perilaku investasi (perilaku investasi pendidikan, dan kesehatan). Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan adalah data monografi Kabupaten Bogor dan Kecamatan Ciomas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji reliabilitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,814 (nilai psikologi), 0,778 (nilai sosial), 0,511 (nilai ekonomi, 0,685 (perilaku investasi pendidikan), dan 0,708 (perilaku investasi kesehatan).

(8)

rentang usia dewasa muda (20-40 tahun). Istri dan suami keluarga tidak miskin memiliki rata-rata lama sekolah lebih tinggi jika dibandingkan dengan keluarga miskin. Uji beda menunjukkan adanya perbedaan nyata dan signifikan pada rata-rata lama sekolah suami dan istri antara keluarga miskin dan tidak miskin (p≤0,01). Sebagian istri dan suami pada keluarga tidak miskin rata-rata berada pada tingkat SMA. Pekerjaan suami keluarga tidak miskin didominasi PNS dan karyawan, sedangkan suami keluarga miskin didominasi buruh. Sementara itu, istri keluarga miskin dan tidak miskin didominasi dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.

Rata-rata pendapatan per kapita keluarga tidak miskin (Rp 663.117,3/bulan) lebih besar daripada garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat Rp 231.438,0/bulan. Sementara itu, rata-rata pendapatan per kapita keluarga miskin adalah sebesar Rp 160.696,4/bulan. Rata-rata keluarga memiliki satu orang anak pada rentang usia sekolah dengan tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar). Persentase pengeluaran terbesar keluarga miskin (37,1%) dihabiskan untuk kebutuhan pangan, sedangkan persentase terbesar keluarga tidak miskin (47,2%) dihabiskan untuk kebutuhan nonpangan.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa rata-rata nilai psikologi anak pada keluarga tidak miskin (83,7) lebih tinggi jika dibandingkan keluarga miskin (74,5), demikian juga halnya dengan nilai sosial anak pada keluarga tidak miskin (75,1) lebih tinggi jika dibandingkan keluarga miskin (68,6). Akan tetapi nilai ekonomi anak pada keluarga miskin (59,3) lebih tinggi jika dibandingkan keluarga tidak miskin (56,7). Sementara itu, rata-rata perilaku investasi pendidikan (53,9) dan kesehatan (59,9) keluarga tidak miskin lebih tinggi jika dibandingkan dengan perilaku pendidikan (33,1) dan kesehatan (36,5) keluarga miskin.

Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa keluarga tidak miskin memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai psikologi. Sementara itu, pendapatan keluarga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai sosial. Nilai ekonomi dipengaruhi positif signifikan oleh usia suami dan dipengaruhi negatif signifikan oleh lama pendidikan suami dan jumlah anak sekolah. Sementara itu, uji pengaruh terhadap perilaku investasi menunjukkan lama pendidikan istri, kategori kemiskinan keluarga, dan persepsi nilai sosial anak memiliki pengaruh positif dan signifikan. Uji regresi lain juga menunjukkan bahwa jumlah anak sekolah memiliki pengaruh positif signifikan terhadap alokasi pengeluaran investasi anak. Sementara itu, persepsi nilai ekonomi memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap alokasi pengeluaran investasi anak.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH NILAI ANAK

TERHADAP PERILAKU INVESTASI ANAK

PADA KELUARGA MISKIN DAN TIDAK MISKIN

NOFIA MUTIARA BAHRI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Pengaruh Nilai Anak Terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

Nama : Nofia Mutiara Bahri NIM : I24080060

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Pembimbing I

Alfiasari, S.P., M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(14)
(15)

PRAKATA

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Persepsi Nilai Anak terhadap Perilaku Investasi Anak pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin” ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc dan Ibu Alfiasari, S.P., M.Si selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah, M.Si dan Ibu Tin Herawati, S.P. M.Si selaku Dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh jajaran dosen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas limpahan ilmu dan pengetahuan selama mengikuti perkuliahan. Serta untuk responden, kader posyandu, dan jajaran aparat Desa Kotabatu atas bantuan dan kemudahan selama penelitian.

Terima kasih juga disampaikan kepada Papa Syamsul Bahri dan Mama Yeniwarti, kakak, Abang-abang, dan Adikku tersayang (Fitria Yeni Bahri, S.Si., Ade Kurniawan, S.Si., Fatra Era Utama Bahri, dan Arif Afdhal Bahri) yang selalu

memberikan dukungan moril, do’a, materi dan curahan kasih sayang kepada

penulis. Terimakasih kepada Oom Iman Amir dan Tante Dra. Afriyeti, Oom Rizaldi, S.T. dan Tante dr. Tuty Herawaty, Sp.A, Bapak H. Gozali beserta ibu dan kelurga besar di Cibogel atas dukungan, semangat dan kemudahan fasilitas selama di Bogor, serta untuk ketiga keponakanku Azka, Idham, dan Aim yang menjadi obat pelepas lelahku. Serta Hamdi, S.T, M.T. atas motivasi dan semangatnya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada sahabat-sahabat tersayang (Ennie Setyani Rahayu, S.Pi, Ayu Marlika Leni Putri, S.Si, Nadya Khairunnisa, S.Si, Dewi Suci CIA, S.Si, Dewi Sekar Mukhti, S.Si, Alfiana Rachmawati), Salsabila Family tersayang (Sari, Kiki, Noe, Desi, Ringgit, Dhea, Ruroh, Umi, Michele, Titi, Yuni, Mba Lingga dan lainnya), Asrama A2 (Dinda, Septi, Ane dan lainnya), sahabat-sahabat SMAN 2 Lubuk Basung, IKK 45, GM 45, dan KPM 45 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat, dukungan dan motivasi. Serta pihak-pihak yang belum disebutkan, terima kasih atas semangat dan bantuan yang diberikan.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karenanya, saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Nilai Anak 5

Perilaku investasi Anak 5

Kesejahteraan keluarga 6

KERANGKA PENELITIAN 9

METODE PENELITIAN 11

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 11

Populasi dan Teknik Penarikan Contoh 11

Jenis dan Pengumpulan Data 12

Pengolahan dan Analisis Data 13

Defenisi Operasional 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Hasil 21

Pembahasan 40

Keterbatasan Penelitian 43

SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 47

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik rumah tangga miskin 7

2 Variabel, definisi operasional, dan skala data 12

3 Variabel, skala data, dan kategori data 13

4 Sebaran keluarga berdasarkan 14 indikator rumah tangga miskin BPS 15 5 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2011 berdasarkan usia 21 6 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2012 berdasarkan tingkat

pendidikan 21

7 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2012 berdasarkan mata

pencaharian 22

8 Sebaran jumlah anggota keluarga berdasarkan status kemiskinan

keluarga 23

9 Sebaran usia suami dan istri berdasarkan status kemiskinan keluarga 23 10 Sebaran tingkat pendidikan suami dan istri berdasarkan status

kemiskinan keluarga 24

11 Sebaran suami dan istri berdasarkan pekerjaan utama dan status

kemiskinan keluarga 25

12 Sebaran pendapatan keluarga berdasarkan status kemiskinan keluarga 26 13 Sebaran pendapatan keluarga perkapita perbulan berdasarkan status

kemiskinan keluarga 26

14 Sebaran jumlah rata-rata anak berdasarkan kelompok usia anak dan

status kemiskinan keluarga 27

15 Sebaran jumlah rata-rata anak berdasarkan tingkat pendidikan anak dan

status kemiskinan keluarga 27

16 Sebaran jumlah anak sekolah berdasarkan status kemiskinan keluarga 28 17 Sebaran jumlah anak putus sekolah berdasarkan status kemiskinan

keluarga 28

18 Nilai rata-rata, standar deviasi, persentase rata-rata pengeluaran pangan, nonpangan, dan anak per bulan berdasarkan kesejahteraan keluarga 29 19 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengeluaran pangan dan status

kemiskinan keluarga 30

20 Nilai rata-rata, standar deviasi, persentase rata-rata alokasi pengeluaran pangan per bulan berdasarkan status kemiskinaan keluarga 30 21 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pengeluaran nonpangan dan

status kemiskinan keluarga 31

22 Nilai rata-rata, standar deviasi, persentase rata-rata alokasi pengeluaran nonpangan per bulan berdasarkan kemiskinan keluarga 32 23 Sebaran nilai psikologis anak pada keluarga miskin dan tidak miskin 33 24 Sebaran nilai sosial anak pada keluarga miskin dan tidak miskin 33 25 Sebaran nilai ekonomi anak pada keluarga miskin dan tidak miskin 34 26 Sebaran perilaku investasi pendidikan anak pada keluarga miskin dan

tidak miskin 34

27 Sebaran perilaku investasi kesehatan anak pada keluarga miskin dan

tidak miskin 35

28 Sebaran alokasi pengeluaran investasi anak berdasarkan tingkat

(20)

29 Variabel-variabel yang memengaruhi nilai psikologi anak (skor) 36 30 Variabel-variabel yang memengaruhi nilai sosial anak (skor) 37 31 Variabel-variabel yang memengaruhi nilai ekonomi anak (skor) 38 32 Variabel-variabel yang memengaruhi perilaku investasi anak (skor) 39 33 Variabel-variabel yang mempengaruhi alokasi pengeluaran investasi

anak (persentase) 40

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran penelitian 10

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keluarga memiliki peran yang penting dalam masa depan anak. Anak merupakan anugerah yang memiliki nilai tersendiri bagi orang tua. Sejak lama keberadaan anak dalam pernikahan menjadi keharusan dan merupakan salah satu momen dalam siklus kehidupan berkeluarga. Bahkan diyakini bahwa tidak memiliki anak merupakan sebuah malapetaka karena anak dianggap sebagai penerus garis keturunan keluarga. Seseorang tidak akan dianggap sebagai seorang dewasa sampai memiliki seorang anak (Kim et al. 2005).

Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), nilai berkaitan dengan apa yang diinginkan atau dianggap berharga. Nilai anak menjadi kriteria utama dalam mencapai tujuan sehingga menentukan keberlanjutan seluruh keputusan dan tindakan orang tua dalam membesarkan anak. Suckow dan Klaus (2002) membagi nilai anak menjadi tiga dimensi, yaitu nilai psikologi-emosional anak, nilai ekonomi-utilitarian anak, dan nilai sosial-normatif anak. Penelitian Suckow dan Klaus (2002) mengungkapkan bahwa pada negara yang memiliki kelembagaan alternatif dalam melindungi warga negara yang sakit dan pengangguran seperti Jerman dan Israel, dimensi nilai ekonomi menjadi hal yang tidak terlalu penting. Sementara itu, orang tua di Turki menganut nilai psikologis anak menjadi lebih penting yang menandakan hubungan emosional yang dekat antara orang tua dan anak (Kagitcibasi & Ataca 2005).

Hal berbeda ditunjukkan pada masyarakat Afrika yang mana nilai sosial anak menjadi hal yang penting karena anak menjadi penguat kedudukan ibu dalam hubungan pernikahan dan komunitas (Dyer 2007). Hastuti, Alfiasari, dan Chandriyani (2010) memaparkan bahwa nilai psikologi merupakan persepsi nilai anak bagi orang tua dalam mencurahkan kasih sayang dan merupakan sumber kebahagiaan keluarga. Anak juga merupakan tempat mensosialisasikan nilai-nilai (nilai sosial) dan tempat orang tua menggantungkan harapan baik di masa sekarang maupun di masa depan (nilai ekonomi). Penelitian yang dilakukan Hastuti, Alfiasari, dan Chandriyani (2010) di daerah rawan pangan menunjukkan bahwa persepsi nilai anak lebih besar pada nilai ekonomi, kemudian diikuti nilai sosial, dan nilai psikologi.

Orang tua yang mengikuti program KB (Keluarga Berencana) menilai bahwa keberadaan anak akan menjamin keberadaan orang tua di hari tua, dapat memberi hiburan, menghindari kesendirian, dan menjadikan orang tua lebih bertanggungjawab (Hartoyo, Latifah, & Mulyani 2010). Temuan tersebut menunjukan bahwa anak dinilai dengan memberikan manfaat ekonomi dan jaminan di hari tua. Penilaian orang tua terhadap anak akan ikut memengaruhi perilaku investasi yang dilakukan oleh orang tua.

(22)

2

2006). Orang tua harus membagi semua sumber daya untuk semua anak-anak dalam keluarga dan bahkan mungkin anak-anak dalam satu keluarga bersaing dalam menerima investasi manusia dari orang tua. Orang tua melakukan investasi bagi anak sebagai salah satu peran dalam mewujudkan tingkat kesejahteraan individu di masa depan (Bagby 2011).

Investasi yang dilakukan setiap orang tua berbeda bagi tiap anak dan tingkat sosial ekonomi keluarganya. Kemajuan ekonomi suatu negara akan terlihat dari besarnya investasi terhadap pendidikan dan kesehatan yang dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut menunjukkan perhatian keluarga terhadap investasi sumber daya manusia (Mursa 2007). Perilaku investasi yang dilakukan orang tua tidak saja akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terhadap anak tapi juga ikut berperan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebuah negara. Mursa (2007) membagi dasar investasi sumber daya manusia menjadi dua yaitu investasi terhadap pendidikan (tingkat pendidikan tinggi dan ilmu), dan perbaikan tingkat kesehatan.

Anak adalah sumber daya berharga dan tahan lama. Pada keluarga miskin dan menengah, anak diharapkan dapat membantu orang tua di masa yang akan datang. Selain itu, anak juga merupakan sumber daya untuk investasi. Hasil penelitian terhadap suku Jawa dan Minang menunjukan bahwa pengeluaran keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi waktu dan uang. Keluarga dengan penghasilan tinggi akan mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kualitas anak (Hartoyo 1998). Keluarga dengan pendapatan yang rendah akan mempersempit peluang keluarga miskin untuk menyekolahkan anak sebagai investasi jangka panjang.

Sementara itu, hasil penelitian Permatasari (2010) menunjukan bahwa pendapatan dan pendidikan ayah berpengaruh terhadap besarnya alokasi pengeluaran untuk pendidikan anak. Sejalan dengan itu, Hartoyo (1998) juga menemukan bahwa pengeluaran keluarga, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga yang bekerja, jumlah anak yang bersekolah, dan kelompok suku berpengaruh terhadap pengeluaran uang untuk anak (pangan, pendidikan, dan kesehatan). Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku investasi yang dilakukan oleh orang tua berbeda-beda, dipengaruhi oleh kondisi status sosial ekonomi keluarga.

Kondisi sosial ekonomi keluarga terkait erat dengan kondisi kesejahteraan. Pada keluarga miskin jumlah anak yang banyak dan terbatasnya pendapatan menyebabkan anak mengonsumsi makanan yang kurang bergizi dan saling bersaing untuk mendapatkan makanan bergizi jika dibandingkan dengan anak dari keluarga tidak miskin dengan jumlah anak yang sama (Bagby 2011). Selain itu anak-anak dari keluarga miskin mengalami putus sekolah lebih cepat, cenderung tidak terlalu aktif, dan lebih cepat bekerja, jika dibandingkan dengan anak dari keluarga tidak miskin (Bagby 2011). Penelitian Surachman, dan Hartoyo (2012) juga menunjukkan bahwa perilaku investasi pada keluarga yang tidak miskin lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga miskin, baik dari alokasi investasi waktu maupun alokasi investasi uang. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa keluarga tidak miskin melakukan investasi pendidikan dan kesehatan lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga miskin.

(23)

3 dilakukan. Lebih lanjut, kajian yang membahas keterkaitan antarvariabel tersebut dengan memotret fenomena yang berbeda antara keluarga miskin dan tidak miskin dapat memberikan bukti empiris bagaimana perbedaan nilai anak dan perilaku investasi dipengaruhi oleh alokasi pengeluaran yang berbeda pada keluarga miskin dan tidak miskin.

Perumusan Masalah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari perbandingan Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), rata-rata lama pendidikan dan standar hidup menjadi pengukur standar kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, IPM Kabupaten Bogor masih berada pada angka 72,16 dengan Angka Harapan Hidup (AHH) pada angka 68,86, Angka Melek Huruf (AMH) pada angka 95.02 dan rata-rata lama sekolah selama 7,98 tahun. Hal ini menyebabkan nilai IPM Kabupaten Bogor belum bisa dikatakan dalam kategori tinggi. Selain itu, rata-rata lama sekolah yang masih rendah menyebabkan pekerjaan yang didapatkan memberikan pendapatan yang rendah sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor masih tergolong rendah.

Rusastra dan Napitulu (2008) memaparkan bahwa angka partisipasi anak-anak dari keluarga miskin lebih rendah daripada anak-anak-anak-anak dari keluarga tidak miskin dan angka putus sekolah anak dari keluarga miskin lebih tinggi dibandingkan anak-anak dari keluarga tidak miskin pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Berdasarkan data BPS dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) KOR tahun 2009, masih terdapat sebanyak 2.470.180 jiwa (76,3%) penduduk berusia sepuluh tahun keatas yang putus sekolah dan 167.972 jiwa (5,2%) yang belum pernah bersekolah. Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyak orang tua yang belum memberikan investasi pendidikan yang memadai bagi anak. Hal tersebut menunjukan bahwa orang tua dari keluarga miskin masih memiliki kesadaran yang rendah untuk memberikan investasi bagi anaknya jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak miskin. Padahal menurut Surachman, dan Hartoyo (2012) kualitas sumber daya manusia menentukan status sosial ekonomi individu yang salah satunya dapat dilihat dari tingkat pendidikan.

Hasil penelitian Puspitawati et al. (2009) menunjukan bahwa 55,7 persen orang tua atau wali setuju bahwa anak adalah tenaga kerja keluarga. Keluarga miskin cenderung menilai anak secara ekonomi pada saat sekarang sehingga anak diberdayakan sebagai investasi dalam membantu memenuhi perekonomian keluarga dengan cara bekerja sejak dini dan putus sekolah. Sementara itu pada keluarga tidak miskin anak dinilai secara ekonomis pada masa depan sehingga orang tua melakukan investasi pada anak dengan cara memenuhi pendidikan dan kesehatannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan status ekonomi keluarga akan menentukan investasi pada anak.

Berdasarkan permasalahan yang ada diatas dapat dilihat beberapa rumusan permasalahan yang muncul, yaitu:

1. Bagaimana perbedaan nilai anak yang dianut oleh keluarga miskin dan tidak miskin?

(24)

4

3. Bagaimana pengaruh nilai anak yang dianut terhadap perilaku investasi yang dilakukan oleh orang tua?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini untuk melihat pengaruh nilai anak terhadap perilaku investasi anak usia sekolah pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis perbedaan nilai anak yang dianut pada keluarga miskin dan tidak miskin

2. Menganalisis perbedaan perilaku investasi anak yang dilakukan antara keluarga miskin dan tidak miskin

3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan karakteristik anak terhadap nilai anak

4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan nilai anak terhadap perilaku investasi

5. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, karakteristik anak, nilai anak, dan perilaku investasi terhadap alokasi pengeluaran investasi

Manfaat Penelitian

(25)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Nilai Anak

Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), nilai merupakan apa yang diinginkan atau dianggap berharga, menjadi kriteria utama dalam mencapai tujuan, sehingga menentukan keberlanjutan seluruh keputusan dan tindakan. Hoffman dan Hoffman (1973) dalam Trommsdorff dan Nauck (2005) menyatakan bahwa nilai anak merupakan fungsi anak yang bisa diberikan kepada orang tua atau kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh anak bagi orang tua. Suckow dan Klaus (2002) membagi nilai anak menjadi tiga dimensi, yaitu nilai psikologi-emosional anak, nilai ekonomi-utilitarian anak, dan nilai sosial-normatif anak. Menurut Kagitcibasi dan Ataca (2005), nilai utilitarian atau nilai ekonomi merupakan termasuk kebutuhan materi anak dari kecil hingga dewasa, kemudian bagaimana anak bisa menjaga orang tua di hari tua dan kesediaan anak untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan perekonomian keluarga. Nilai psikologi anak adalah bagaimana seseorang mendapatkan keuntungan dengan memiliki anak, seperti kesenangan, kegembiraan, merasa memiliki teman, rasa bangga, serta rasa kepuasan melihat anak-anak beranjak dewasa (Kagitcibasi dan Ataca 2005). Dan nilai sosial anak adalah bagaimana penerimaan lingkungan sosial terhadap anak, seperti meneruskan nama dan garis keturunan keluarga (Kagitcibasi dan Ataca 2005).

Hernawati (2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa orang tua tidak membedakan jenis kelamin anak dalam memberikan penilaian terhadap anak, baik nilai psikologis, nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai religius. Sebagian besar contoh dalam penelitian tersebut memiliki nilai yang sama baik terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini diperkuat dalam penelitian Kartino (2005), yang menunjukan tidak adanya perbedaan persepsi pada orang tua antara anak laki-laki dan perempuan dalam mempersepsikan nilai anak, baik nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial.

Berdasarkan hasil penelitian Hernawati (2002), secara umum orang tua dengan tingkat sosial rendah menilai anak memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan orang tua dengan tingkat sosial tinggi. Dari hasil penelitian Hastuti, Alfiasari, dan Chandriyani (2010) sebagian orang tua responden mempunyai harapan nilai psikologis yang tinggi terhadap anaknya, orang tua mengharapkan anak bisa memberikan kebahagiaan bagi orang tua. Kemudian orang tua juga memiliki pendapat nilai sosial yang tinggi untuk anak. Orang tua memiliki persepsi bahwa anak dapat meningkatkan derajat keluarga dan memiliki harapan agar anak bisa berperilaku yang sesuai dengan nilai dan aturan dalam masyarakat agar status dalam masyarakat bisa lebih baik dan terpandang.

Perilaku Investasi Anak

(26)

6

Investasi pada anak terdiri dari dua komponen yaitu uang dari jasa (seperti makanan, pakaian, rumah, transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan) dan nilai waktu (merupakkan waktu yang dihabiskan orang tua, khususnya ibu untuk membesarkan anak baik melalui perawatan maupun pemeliharaan) (Bryant & Zick 2006). Menurut Hartoyo (1998) anak merupakan sumber daya untuk investasi. Salah satu investasi orang tua untuk membentuk sumber daya yang berkualitas adalah waktu dan pendapatan atau uang.

Tipe keluarga juga mempunyai andil dalam perilaku investasi yang dilakukan orang tua. Keluarga luas memiliki perilaku investasi yang rendah jika dibandingkan dengan keluarga inti. Begitu juga dengan pendapatan keluarga, keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan memberikan perilaku investasi yang tinggi bagi anak. Mursa (2007), membagi dasar investasi sumber daya manusia menjadi dua yaitu investasi terhadap pendidikan dari tingkat pendidikan tinggi dan ilmu, dan perbaikan tingkat kesehatan.

Investasi Pendidikan

Pendidikan merupakan jalan menuju produktivitas yang tinggi bagai masyarakat, sehingga diharapkan melalui pendidikan yang tinggi dapat menghasilkan sumber daya yang berkualitas. Penambahan anggota keluarga akan mengurangi dukungan keluarga terhadap anak dalam penentuan sekolah karena adanya kesulitan keuangan dan hal ini mengindikasikan tingkatan yang rendah dalam investasi keluarga (Leibowitz 1982). Bryant dan Zick (2006) menyatakan bahwa alasan seseorang menginvestasikan pendidikan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan di masa yang akan datang dan semakin lama pendidikan maka akan semakin meningkat kesempatan seseorang dalam mengganti biaya pendidikannya.

Hartoyo (1998) menyatakan bahwa pengeluaran keluarga, jumlah anggota keluarga, jumlah anak sekolah, dan kelompok suku memiliki hubungan yang signifikan dengan pengeluaran untuk pendidikan. Keluarga dengan jumlah anggota yang besar akan memiliki pengeluaran yang kecil untuk pendidikan.

Investasi Kesehatan

Investasi kesehatan berbeda dengan investasi dalam bidang pendidikan yang memiliki tujuan agar manusia memiliki produtivitas dan pendapatan yang tinggi di kemudian hari. Pendidikan memiliki hubungan secara positif dengan investasi kesehatan, hasil penelitian Edwards dan Grossman (1979) dalam Bryant dan Zick (2006) menunjukan bahwa kesehatan berpengaruh terhadap perkembangan intelektual anak. Bryant dan Zick (2006) menyatakan bahwa investasi kesehatan termasuk memelihara kesehatan dan menjaga fisik serta mental. Olahraga, melakukan kontrol ke dokter, dan mengkonsumsi gizi yang baik merupakan investasi terhadap kesehatan.

Kesejahteraan Keluarga

(27)

7 Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan BPS untuk menentukan sasaran program BLT yaitu 14 indikator rumah tangga miskin. Indikator tingkat kesejahteraan keluarga digunakan untuk membagi responden dalam penelitan ini menjadi keluarga miskin dan tidak miskin. Keluarga yang memenuhi sembilan kriteria atau lebih dinyatakan sebagai keluarga miskin. Sedangkan keluarga yang memenuhi kriteria kurang dari sembilan dinyatakan sebagai keluarga tidak miskin, ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik rumah tangga miskin

No. Variabel Kemiskinan Karakteristik kemiskinan 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m² per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding banguna tempat tinggal Bambu/rumbia/ kayu kualitas rendah/tembok tanpa plester

4. Fasilitas tempat buang air besar Tidak ada, menumpang rumah lain 5. Sumber penerangan rumah tangga Bukan listrik

6. Sumber air minum Sumur, mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan

7. Bahan bakar untuk memasak Kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu Satu kali atau dua kali seminggu 9. Pembelian pakaian baru setiap anggota

rumah tangga setiap tahun

Tidak pernah membeli/satu stel 10. Frekuensi makan dalam sehari Satu kali/dua kali sehari 11. Kemampuan membayar untuk berobat ke

puskesmas atau dokter

Tidak mampu membayar 12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah

tangga

Petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha/buruh tani/ nelayan/buruh bangunan/pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rpp. 600.000,00 per bulan

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamatan SD

14. Pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak

(28)
(29)

9

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Setiap keluarga memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti jumlah anggota keluarga, usia orang tua, usia anak, pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan orang tua. Perbedaan ini akan memengaruhi keadaan keluarga dan tingkat kesejahteraan keluarga.

Karakteristik keluarga dan anak tersebut juga merupakan faktor yang akan memengaruhi nilai anak yang dianut, yaitu nilai psikologi, nilai ekonomi dan nilai sosial. Persepsi orang tua terhadap nilai anak di masa yang akan datang akan memengaruhi perilaku investasi yang dilakukan kepada anak pada saat sekarang. Keluarga miskin dan keluarga tidak miskin akan memiliki perbedaan terhadap nilai anak yang dianut. Oleh karena itu, perilaku investasi yang dilakukan orang tua pun akan berbeda. Investasi pada anak terdiri dari dua komponen yaitu nilai uang dan jasa seperti makanan, pakaian, rumah, transportasi, pendidikan, dan perawatan kesehatan; dan nilai waktu yaitu waktu yang dihabiskan orang tua, khususnya ibu untuk membesarkan anak baik melalui perawatan maupun pemeliharaan (Bryant & Zick 2006).

Keluarga tidak miskin cenderung akan melakukan perilaku investasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga miskin. Selain tingkat kesejahteraan keluarga, pendidikan ibu dan pendapatan keluarga akan memengaruhi bagaimana sebuah keluarga memberikan perlakuan terhadap anak-anaknya. Semakin tinggi pendapatan dan tingkat pendidikan keluarga maka akan semakin besar kemungkinan orang tua untuk menyekolahkan anak, memberikan perawatan kesehatan yang baik, dan memenuhi kebutuhan dasar anak lainnya.

(30)

10

Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian Karakteristik Keluarga :

1. Besar keluarga 2. Usia suami & istri

3. Tingkat pendidikan suami dan istri

4. Pekerjaan responden dan suami responden

5. Pendapatan keluarga 6. Pengeluaran keluarga 7. Kategori kemiskinan

Karakteristik Anak : 1. usia anak

2. jumlah anak sekolah

Nilai Anak (value of children)

1. Ekonomi 2. Psikologi 3. Sosial

Perilaku Investasi : 1. Pendidikan 2. Kesehatan

Alokasi pengeluaran investasi:

(31)

11

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian ini adalah di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Ciomas dipilih secara purposive karena merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terpadat di Kabupaten Bogor, yaitu 7.994 jiwa/km². Sementara itu Desa Kotabatu dipilih secara purposive karena Desa Kotabatu merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ciomas, yaitu 22.084 jiwa. Waktu pengambilan data dilakukan selama lima minggu, dari 25 November hingga 29 Desember 2012.

Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Bogor yang mempunyai anak kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (SD) yang merupakan keluarga lengkap. Masa saat anak kelas 1 dan 2 SD merupakan masa awal anak memulai sekolah, pada masa ini orang tua cenderung aktif untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan anak. Selanjutnya pada desa Kotabatu dipilih dua RW secara acak, dan dari kedua RW tersebut diambil keluarga dengan anak kelas 1 dan 2 SD yaitu RW1(56 keluarga) dan RW11(42 keluarga). Pembagian keluarga miskin dan tidak miskin didasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari kader posyandu di kedua RW terpilih. Pada kerangka contoh tersebut diperoleh 56 keluarga miskin dan 40 keluarga tidak miskin. Dari kerangka contoh tersebut dipilih 30 keluarga miskin dan 30 keluarga tidak miskin secara acak. Kemudian dari 60 keluarga contoh, dilakukan cleaning data, dan didapatkan 55 keluarga, terdiri dari 28 keluarga miskin dan 27 keluarga tidak miskin. Responden dalam penelitian ini adalah istri dari keluarga contoh terpilih.

(32)

12

Jenis dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui penggalian informasi dari responden yang dilakukan dengan cara wawancara secara langsung kepada ibu meliputi karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, usia istri dan suami, tingkat pendidikan istri dan suami, pekerjaan istri dan suami, pendapatan keluarga perbulan, pendapatan perkapita/bulan, dan indikator rumah tangga miskin BPS), karakteristik anak (usia anak, tingkat pendidikan anak, jumlah anak sekolah, dan jumlah anak putus sekolah), alokasi pengeluaran keluarga (alokasi pengeluaran pangan, alokasi pengeluaran nonpangan, dan alokasi pengeluaran investasi anak), nilai anak (nilai psikologi, nilai sosial, dan nilai ekonomi), dan perilaku investasi (perilaku investasi pendidikan, dan kesehatan), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan atau diolah oleh pihak lain, meliputi keadaan umum wilayah penelitian dan data kependudukan yang diperoleh dari instansi terkait seperti Kantor Desa Kotabatu dan Kantor Kecamatan Ciomas. Kuesioner yang telah disusun sebagai instrumen dalam penelitian ini telah diuji reliabilitas dan validitasnya. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji apakah hasil yang diperoleh instrumen memiliki nilai yang konsisten untuk setiap penggunaan instrumen. Nilai Cronbach's alpha dari instrumen nilai psikologis anak adalah sebesar 0,814 dari 12 pertanyaan, nilai sosial anak sebesar 0,778 dari 10 pertanyaan, dan nilai ekonomi anak sebesar 0,511 dari 13 pertanyaan. Kuesioner nilai anak merupakan modifikasi penelitian Kartino (2005) dan Hernawati (2002).

Selanjutnya nilai Cronbach's alpha dari instrumen perilaku investasi pendidikan sebesar 0,652 dari 18 pertanyaan, dan perilaku investasi kesehatan sebesar 0,708 dari 18 pertanyaan. Kuesioner perilaku investasi anak merupakan pengembangan dari konsep Bryant dan Zick (2006).

Tabel 2 Variabel, defenisi operasional, dan skala data

No. Variabel Definisi Operasional Skala data 1. Karakteristik keluarga

responden

a. Jumlah anggota keluarga

Banyaknya anggota keluarga yang terikat perkawinan (orang)

Lama pendidikan yang telah ditempuh oleh suami dan istri (tahun) 4=petani; 5=PNS; 6=karyawan; 7=buruh; 8=lain-lain)

Nominal

e. Pendapatan Keluarga Jumlah penghasilan semua anggota keluarga dalam satu bulan (rupiah)

Jenjang pendidikan terakhir yang djalani anak

Nominal c. Jumlah anak sekolah Jumlah anak yang masih menempuh

pendidikan formal (orang)

(33)

13 Tabel 2 Variabel, defenisi operasional, dan skala data (lanjutan)

No. Variabel Definisi Operasional Skala data 3. Kategori kemiskinan

keluarga

Empat belas kriteria rumah tangga miskin

BPS (miskin≥9; tidak miskin<9)

Nominal 4. Alokasi pengeluaran keluarga

a. Pangan Alokasi uang (rupiah) untuk pangan

pendidikan, kesehatan dan uang jajan semua anak per bulan

Rasio

5. Nilai Anak

a. Psikologi Persepsi responden mengenai keuntungan dan kerugian mempunyai dan membesarkan anak dilihat dari segi psikologi (anak sebagai sumber kepuasan)

Rasio

b. Sosial Persepsi responden mengenai keuntungan dan kerugian mempunyai dan membesarkan anak dilihat dari segi sosial (anak meneruskan nama dan garis keturunan keluarga)

Rasio

c. Ekonomi Persepsi responden mengenai keuntungan dan kerugian mempunyai dan membesarkan anak dilihat dari segi ekonomi

Rasio

6. Perilaku Investasi untuk anak

a. Investasi pendidikan Tindakan yang dilakukan orang tua untuk menunjang pendidikan anak

Ordinal b. Alokasi pengeluaran

pendidikan anak

Jumlah uang (rupiah) untuk biaya pendidikan anak yang bersekolah dalam perbulan

Dari pengumpulan data melalui instrumen kemudian diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Tabel 3 menunjukkan variabel, skala, dan kategori olahan data yang diperoleh.

Tabel 3 Variabel, skala data, dan kategori olahan data

Variabel Skala data Kategori olahan data 1. Karakteristik keluarga responden

a. Jumlah anggota keluarga Rasio

[1] Keluarga kecil (≤4 orang)

(34)

14

Tabel 3 Variabel, skala data, dan kategori olahan data (lanjutan) Variabel Skala data Kategori olahan data

e. Pendidikan istri Rasio

[3] Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) [4] Remaja (13-19 tahun)

[5] Dewasa awal (20-40 tahun)

b.Tingkat pendidikan anak Ordinal

(35)

15 Tabel 3 Variabel, skala data, dan kategori olahan data (lanjutan)

Variabel Skala data Kategori olahan data a. Alokasi pengeluaran

kesehatan anak Rasio

Sebaran alokasi pengeluaran anak per bulan (rataan, persentase, dan standar deviasi)

Setelah proses cleaning data, dilakukan pengelompokkan tingkat kemiskinan keluarga. Pengelompokkan dilakukan menjadi keluarga miskin dan tidak miskin yang menjadi konstruksi dalam penelitian ini berdasarkan 14 kriteria rumah tangga miskin BPS. Jika memenuhi minimal sembilan dari 14 kriteria maka rumah tangga tersebut akan dikategorikan miskin. Indikator rumah tangga miskin BPS terdiri dari 14 pertanyaan yang berisi tentang kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga mulai dari kebutuhan pangan, sandang dan papan. Indikator ini digunakan untuk membedakan keluarga menjadi keluarga miskin dan tidak miskin.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan 14 indikator rumah tangga miskin BPS

No Kriteria 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari

tanah/bambu kayu murahan 27 96,4 3 11,1 30 54,5 3. Jenis dinding rumah terbuat dari bambu/rumbia/kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 28 100,0 4 14,8 32 58,2 4. Tidak memiliki fasilitas buang air

besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 16 57,1 3 11,1 19 34,5 5. Sumber penerangan tidak menggunakan listrik 0 0,0 0 0,0 0 0,00 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/hujan 25 89,3 15 55,6 40 72,7 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyak tanah 11 39,3 4 14,8 15 27,3 8. Hanya mengonsumsi susu atau daging/ayam satu kali

dalam seminggu 27 96,4 7 25,9 34 61,8

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 28 100,0 5 18,5 33 60,0 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam

sehari 28 100,0 1 3,7 29 52,7

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di

puskesmas/poliklinik 2 7,1 0 0,0 2 3,6 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah

petani dengan luas 0,5ha, buruh tani/nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan/pekerjaan lain dengan pendapatan <Rp 600.000,00

11 39,3 0 0,0 11 20,0

13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga tidak

sekolah/tidak tamat SD/tamat SD 19 67,9 3 11,1 22 40,0 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual

dengan nilai minimal Rp 500.000,00 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya

21 75,0 1 3,7 22 40,0

(36)

16

pangan, nonpangan, jajan atau uang saku anak, pendidikan anak, dan kesehatan anak.

Nilai anak yang dianut oleh responden dan perilaku investasi yang dilakukan dihitung dengan cara melakukan penghitungan sub total persepsi nilai psikologis, nilai sosial, nilai ekonomi, perilaku investasi pendidikan dan perilaku investasi kesehatan. Kemudian dilakukan transformasi nilai komposit pada masing-masing dimensi nilai anak dan perilaku investasi dalam bentuk skala 0-100 dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

= skor dalam persen

= skor yang diperoleh untuk setiap contoh

Kemudian nilai komposit dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu: rendah

(≤33,4%), sedang (33,5%-66,6%), dan tinggi (≥66,7%). Sementara itu, analisis inferensia dilakukan untuk menggambarkan atau menginterpretasikan data dengan melakukan uji beda antara kelompok keluarga miskin dan tidak miskin dan uji regresi linier berganda. Uji regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel karakteristik keluarga dan karakteristik anak yang berpengaruh terhadap nilai anak, perilaku investasi pada anak, dan alokasi pengeluaran investasi anak. Persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis pengaruh variabel karakteristik anak dan keluarga terhadap nilai psikologi anak

Keterangan:

= konstanta regresi

= koefisien regresi

= nilai psikologi anak (skor) = usia istri (tahun)

= lama pendidikan istri (tahun) = besar keluarga (orang) = koefisien dummy

= kategori kemiskinan keluarga (0=miskin;1=tidak miskin = eror

b. Analisis pengaruh variabel karakteristik anak dan keluarga terhadap nilai sosial anak

Keterangan:

= konstanta regresi

= koefisien regresi = nilai sosial anak (skor)

= usia istri (tahun)

(37)

17 = pendpatan keluarga (orang)

= besar keluarga (orang) = eror

c. Analisis pengaruh variabel karakteristik anak dan keluarga terhadap nilai ekonomi anak

= kategori kemiskinan keluarga (0=miskin;1=tidak miskin = eror

d. Analisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga dan nilai anak terhadap perilaku investasi anak

= kategori kemiskinan keluarga (0=miskin;1=tidak miskin) = eror

e. Analisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, nilai anak, dan perilaku investasi anak terhadap alokasi pengeluaran investasi anak

= konstanta regresi

= koefisien regresi

= alokasi pengeluaran investasi anak (persentase) = usia istri (tahun)

(38)

18

Defenisi Operasional

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terkait oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah atau adopsi tunggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama.

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terikat dalam ikatan perkawinan.

Usia istri adalah usia responden pada saat dilakukan wawancara.

Usia suami adalah usia suami responden pada saat dilakukan wawancara.

Pendidikan istri adalah lama tahun pendidikan yang telah ditempuh oleh responden

Pendidikan suami adalah lama tahun pendidikan yang telah ditempuh oleh suami responden.

Pekerjaan istri dan suami adalah jenis pekerjaan suami dan responden yang menghasilkan pendaptan keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan semua anggota keluarga contoh dalam satu bulan yag dinyatakan dalam rupiah.

Pendapatan per kapita adalah pendapatan total anggota keluarga contoh dibagi dengan jumlah anggota keluarga

Alokasi pengeluaran adalah alokasi uang (rupiah) keluarga untuk pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan, dan pengeluaran anak.

Alokasi pengeluaran pangan adalah alokasi uang (rupiah) untuk segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan ataupun minuman bagi konsumsi keluarga contoh dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah

Alokasi pengeluaran nonpangan adalah alokasi uang (rupiah) untuk segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati maupun non hayati yang tidak diperuntukkan untuk makanan maupun minuman keluarga contoh dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah

Alokasi pengeluaran anak adalah alokasi uang (rupiah) untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan uang jajan semua anak

Status kemiskinan keluarga adalah pengelompokan keluarga menjadi keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan indakor rumah tangga miskin menurut BPS

Keluarga miskin adalah keluarga yang memenuhi minimal sembilan kriteria rumah tangga miskin menurut BPS

Keluarga tidak miskin adalah keluarga yang tidak memenuhi kriteria rumah tangga miskin menurut BPS

(39)

19

Tingkat pendidikan anak adalah jenjang pendidikan terakhir yang sedang dijalani anak pada saat wawancara, dibedakan menjadi PAUD, SD, SMP, SMA dan Diploma

Jumlah anak sekolah adalah jumlah anak yang masih bersekolah dalam satu keluarga

Nilai anak adalah persepsi tentang keuntungan dan kerugian dalam mempunyai, dan membesarkan anak. Nilai anak terdiri dari nilai psikologis, sosial, ekonomi.

Nilai psikologis adalah persepsi orang tua tentang keuntungan dan kerugian psikologis (kesenangan, kegembiraan, dan kepuasan) karena mempunya dan membesarkan anak

Nilai sosial adalah persepsi orang tua tentang keuntungan dan kerugian sosial (meneruskan nama dan garis keturunan keluarga) dalam mempunyai dan membesarkan anak

Nilai ekonomi adalah persepsi orang tua tentang keuntungan dan kerugian ekonomi yang dirasakan orang tua karena mempunyai dan membesarkan anak

Perilaku investasi adalah tindakan dan biaya yang dikeluarkan oleh orang tua untuk menunjang pendidikan dan kesehatan anak sebagai bentuk investasi sumber daya manusia

Perilaku investasi pendidikan adalah tindakan yang dilakukan dan biaya yang dikeluarkan orang tua untuk menunjang kemandirian, hobi, dan pendidikan formal

Perilaku investasi kesehatan adalah tindakan yang dilakukan dan biaya yang dikeluarkan orang tua untuk menunjang kesehatan anak, untuk pengobatan, menyediaan obat-obatan, penyediaan susu, vitamin atau suplemen tambahan, dan lainnya.

Alokasi pengeluaran investasi adalah jumlah uang (rupiah) yang dikeluarkan untuk investasi pendidikan, kesehatan, dan uang jajan anak yang bersekolah setiap bulan

Alokasi pendidikan anak adalah jumlah uang (rupiah) yang dikeluarkan untuk perlengkapan pendidikan seperti buku pelajaran anak, buku tulis anak, seragam anak, hobi anak, dan lain-lain dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah

(40)
(41)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik Lokasi Penelitian

Desa Kotabatu merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Administratif Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas Desa Kotabatu adalah 2,74 Km², dengan batas administratif di sebelah utara berbatasan dengan Desa Mekar Jaya dan Kelurahan Cikaret, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamantri dan Desa Sirnagalih, sebelah timur berbatasan dengan Selokan Cibeureum dan Kelurahan Cikaret, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sirnagalih dan Desa Mekar Jaya.

Tabel 5 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2011 berdasarkan usia

Kelompok Usia Orang Persentase (%)

0-4 2.167 9,7

5-9 1.676 7,5

10-14 1.811 8,1

15-19 1.919 8,6

20-24 1.868 8,4

25-29 2.165 9,7

30-34 2.307 10,4

35-39 2.326 10,4

40-44 1.206 5,4

45-49 1.391 6,2

50-54 1.159 5,2

55+ 2.267 10,2

Total 22.262 100,0

Sumber: Laporan data monografi Kecamatan Ciomas 2011

Berdasarkan usia penduduk, Desa Kotabatu dengan kelompok usia lima tahunan, persentase terbesar sebaran usia penduduk tersebar pada kategori usia 30-34 tahun dan 35-39 tahun (10,4). Kemudian untuk kategori usia 55 tahun keatas sebesar 10,2 persen (Tabel 5).

Tabel 6 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2012 berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Orang Persentase (%)

Belum Sekolah 1.113 5,5

Usia 7-45 th tidak pernah sekolah 58 0,3

Tidak tamat SD 5.837 28,9

Tamat SD / Sederajat 4.157 20,6

SMP / Sederajat 3.349 16,6

SMA / Sederajat 4.026 19,9

D1 / D2 / D3 1.333 6,6

S1 / S2 / S3 313 1,6

Total 20.186 100,0

(42)

22

Tabel 6 memperlihatkan seperlima penduduk Desa Kotabatu masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sebanyak 28,9 persen penduduk memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD dan 20,6 persen penduduk memiliki tingkat pendidika tamat SD/Sederajat. Hanya 16,6 persen penduduk yang mencapai wajib belajar sembilan tahun. Sementara itu, penduduk yang mencapai tingkat pendidikan tinggi hanya 1,6 persen saja.

Tabel 7 Sebaran penduduk Desa Kotabatu tahun 2012 berdasarkan mata pencaharian

Jenis mata pencaharian Orang Persentase (%)

Petani 51 0,5

Sumber: Laporan monografi Desa Kotabatu 2012

Kondisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 7. Setengah penduduk Desa Kotabatu memiliki mata pencaharian sebagai buruh (53,8%). Sementara itu persentase terbesar lainnya penduduk Desa Kotabatu memiliki mata pencaharian sebagai pegawai swasta (19,3%). Desa Kotabatu sudah memiliki sarana pendidikan formal dan informal. Berdasarkan laporan monografi Desa Kotabatu, sarana pendidikan formal yang paling banyak tersedia adalah SD sebanyak sepuluh unit, kemudian Play Group atau TK atau PAUD sebanyak tujuh unit, SMP sebanyak tiga unit dan SMA sebanyak 2 unit.

Untuk sarana kesehatan, posyandu merupakan sarana kesehatan terbanyak (16 unit) yang ada di Desa Kotabatu. Jumlah bidan (5 orang) dan dukun bersalin (5 orang) lebih banyak jika dibandingkan dengan dokter umum (2 orang) dan dokter spesialis (3 orang). Sedangkan untuk sarana kesehatan murah seperti puskesmas belum ada di Desa Kotabatu, karena baru tersedia dua klinik sebagai sarana kesehatan.

Karakteristik Keluarga

(43)

23 Tabel 8 Sebaran jumlah anggota keluarga berdasarkan status kemiskinan keluarga

Jumlah anggota keluarga

Miskin Tidak Miskin Total

n % n % n %

Rataan±Sd(orang) 4,9±1,2 4,3±1,2 4,6±1,2

p-value 0,090

Usia istri dan suami. Usia istri dan suami dikelompokkan sesuai dengan pengelompokkan usia Papalia et. al (2009) menjadi tiga kelompok yaitu dewasa muda (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (> 65 tahun). Dalam penelitian ini rata-rata usia suami adalah 39,30 tahun, sedangkan rata-rata usia usia istri adalah 34,57 tahun.

Tabel 9 Sebaran usia suami dan istri berdasarkan status kemiskinan keluarga

Usia Miskin Tidak Miskin Total

Rataan±Sd(tahun) 35,0±5,9 33,6±6,1 34,3±6,0

p-value 0,364

Rataan±Sd(tahun) 39,9±8,1 38,3±6,0 39,1±7,1

p-value 0,391

Rata-rata usia istri keluarga tidak miskin adalah 33,6 tahun lebih muda jika dibandingkan dengan rata-rata usia istri keluarga miskin, yaitu 35,0 tahun. Kemudian rata-rata usia suami keluarga tidak miskin 38,3 tahun juga lebih muda jika dibandingkan dengan rata-rata usia suami pada keluarga miskin, yaitu 39,9 tahun. Berdasarkan uji beda, tidak terdapat perbedaan nyata rata-rata usia kelompok istri (t=0,915; p>0,01) dan rata-rata usia kelompok suami antara keluarga miskin dan tidak miskin (t=0,866; p>0,01).

(44)

24

dalam Tabel 10, rata-rata lama pendidikan istri 8,0 tahun sedangkan rata-rata lama pendidikan suami 9,4 tahun.

Tabel 10 Sebaran tingkat pendidikan suami dan istri berdasarkan status kemiskinan keluarga

Tingkat pendidikan Miskin Tidak Miskin total

n % n % n %

Rataan±Sd(tahun) 5,6±3,0 10,6±3,1 8,0±3,9

p-value 0,000*

Rataan±Sd(tahun) 6,8±2,8 12,2±3,1 9,4±4,0

p-value 0,000*

Keterangan: * signifikan pada p ≤ 0,01

Berdasarkan kategori kemiskinan keluarga, rata-rata keluarga tidak miskin mengenyam pendidikan lebih lama jika dibandingkan dengan keluraga miskin. Pada keluarga miskin, lebih dari separuh istri (64,3%) memiliki tingkat pendidikan SD dengan lama pendidikan 1 sampai 6 tahun. Sementara itu, separuh istri (51,9%) dari keluarga tidak miskin memiliki tingkat pendidikan SMA dengan lama pendidikan 10 sampai 12 tahun. Demikian juga dengan tingkat pendidikan suami, lebih dari separuh suami (67,9%) pada keluarga miskin memiliki tingkat pendidikan SD. Sedangkan pada keluarga tidak miskin separuh suami (55,6%) memiliki tingkat pendidikan SMA.

Berdasarkan uji t terdapat perbedaan sangat signifikan pada rata-rata tingkat pendidikan istri (t=-6,007; p>0,01), dan suami (t=-6,807; p>0,01) berdasarkan tingkat kesejateraan keluarga. Rata-rata lama pendidikan istri pada keluarga miskin 5,6 tahun dan 10,6 tahun pada keluarga tidak miskin. Rata-rata lama pendidikan suami pada keluarga miskin 6,8 tahun dan 12,2 tahun pada keluarga tidak miskin.

(45)

25 Tabel 11 Sebaran istri dan suami berdasarkan pekerjaan utama dan status

kemiskinan keluarga

Jenis pekerjaan Miskin Tidak miskin Total

n % n % n %

Istri

Tidak bekerja 23 82,1 20 74,1 43 78,2

Wiraswasta 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Pedagang 1 3,6 3 11,1 4 7,3

PNS 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Karyawan 0 0,0 1 3,7 1 1,8

Buruh 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Pekerjaan lain (guru, pembantu

rumah tangga, dll) 4 14,3 3 11,1 7 12,7

Total 28 100,0 27 100,0 55 100,0

Suami

Tidak bekerja 2 7,1 0 0,0 2 3,6

Wiraswasta 0 0,0 3 11,1 3 5,5

Pedagang 2 7,1 2 7,4 4 7,3

PNS 0 0,0 8 29,6 8 14,5

Karyawan 1 3,6 8 29,6 9 16,4

Buruh 20 71,4 1 3,1 21 38,2

Pekerjaan lain (guru, pembantu

rumah tangga, dll) 3 10,7 5 15,6 8 14,5

Total 28 100,0 27 100,0 55 100,0

Berdasarkan kategori kemiskinan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar istri dari keluarga miskin (82,1%) dan lebih dari separuh istri dari keluarga tidak miskin (74,1%) tidak bekerja. Sementara itu, persentase terbesar lainnya, yaitu 14,3 persen istri dari keluarga miskin memiliki pekerjaan lainnya yaitu sebagai pembantu rumah tangga, dan pada istri dari keluarga miskin persentase terbesar lainnya, yaitu 11,3 persen memiliki pekerjaan sebagai pedagang, asisten dokter, dan guru. Lebih dari separuh suami (71,4%) dari keluarga miskin memiliki pekerjaan sebagai buruh, dan 29,6 persen suami dari keluarga tidak miskin memiliki pekerjaan sebagai PNS dan karyawan.

Pendapatan keluarga perbulan. Pendapatan keluarga perbulan yang diterima adalah total pendapatan dari seluruh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan. Berdasarkan Tabel 12 rata-rata pendapatan keluarga perbulan sebesar Rp 1.728.272,7. Lebih dari separuh keluarga miskin (67,9%) memiliki pendapatan direntang Rp 500.000,0-Rp 999.999,0. Sedangkan pada keluarga tidak miskin lebih dari separuh (63,0%) memiliki pendapatan lebih dari Rp 2.000.000,0.

(46)

26

Tabel 12 Sebaran pendapatan keluarga berdasarkan status kemiskinan keluarga

Pendapatan (Rp/bulan) Miskin Tidak Miskin Total

n % n % n %

Keterangan: * signifikan pada p ≤ 0,01

Pendapatan perkapita perbulan. Pendapatan perkapita perbulan dihitung berdasarkan jumlah seluruh pendapatan anggota perbulan dibagi dengan seluruh jumlah anggota keluarga dinyatakan dengan rupiah/kapita/bulan. Sebaran pendapatan keluarga perkapita perbulan berdasarkan status kesejahteraan kemiskinan keluarga disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran pendapatan keluarga perkapita perbulan berdasarkan status kemiskinan keluarga

Pendapatan (Rp/bulan)*

Miskin Tidak Miskin Total

n % n % n %

(47)

27

Karakteristik Anak

Usia anak. Sebaran rentang usia anak dibagi menjadi lima, yaitu baduta (0-2 tahun), prasekolah (3-5 tahun), sekolah (6-1(0-2 tahun), remaja (13-19 tahun),dan dewasa awal (20-40 tahun). Tabel 14 menunjukkan bahwa rata-rata keluarga memiliki satu orang anak dalam rentang usia sekolah (6-12 tahun). Demikian juga halnya dengan keluarga miskin dan tidak miskin, rata-rata memiliki satu orang anak dalam rentang usia sekolah.

Tabel 14 Sebaran jumlah rata-rata anak berdasarkan kelompok usia anak dan status kemiskinan keluarga

Usia Miskin Tidak miskin Total

rataan Sd rataan Sd rataan Sd

Baduta (0-2 tahun) 0,2 0,4 0,2 0,4 0,2 0,4

Prasekolah (3-5 tahun) 0,2 0,4 0,3 0,5 0,2 0,4

Sekolah (6-12 tahun) 1,5 0,6 1,2 0,4 1,4 0,5

Remaja (13-19 tahun) 0,8 0,8 0,4 0,7 0,6 0,8

Dewasa awal (20-40 tahun) 0,3 0,3 0,2 0,5 0,2 0,6

Tingkat pendidikan anak. Sebaran tingkat pendidikan anak dibagi atas PAUD/TK, SD, SMP, SMA, dan Diploma. Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata anak pada keluarga miskin dan tidak miskin menempuh pendidikan SD. Rata-rata anak keluarga miskin memiliki satu orang anak yang menempuh tingkat pendidikan SD. Sama halnya dengan keluarga miskin, pada keluarga tidak miskin rata-rata keluarga memiliki satu orang anak dengan tingkat pendidikan SD.

Tabel 15 Sebaran jumlah rata-rata anak berdasarkan tingkat pendidikan anak dan status kemiskinan keluarga

Tingkat pendidikan Miskin Tidak miskin Total

rataan Sd rataan Sd rataan Sd

PAUD/TK 0,0 0,0 0,1 0,3 0,0 0,2

SD 1,4 0,5 1,1 0,3 1,2 0,4

SMP 0,3 0,5 0,3 0,4 0,3 0,4

SMA 0,0 0,0 0,2 0,4 0,1 0,3

Diploma 0,0 0,0 0,0 0,2 0,0 0,1

(48)

28

Tabel 16 Sebaran jumlah anak sekolah berdasarkan status kemiskinan keluarga Jumlah anak sekolah

(orang)

Miskin Tidak miskin Total

n % n % n % memperlihatkan sebaran angka putus sekolah dalam tingkat wajib belajar sembilan tahun. Dalam penelititan ini hampir seluruh anak keluarga tidak miskin tidak mengalami putus sekolah (96,3%), namun masih terdapat satu keluarga tidak miskin yang memiliki dua orang anak putus sekolah (3,7%). Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan sehingga menyebabkan anak-anak dari keluarga ini tidak memiliki keingingan untuk melanjutkan sekolah dan memilih untuk bekerja atau menganggur.

Tabel 17 Sebaran jumlah anak putus sekolah berdasarkan status kemiskinan keluarga

Jumlah anak putus sekolah (orang)

Miskin Tidak miskin Total

n % n % n %

Keterangan: * signifikan pada p ≤ 0,01

Tabel 17 juga menunjukkan bahwa keluarga miskin memiliki anak putus sekolah sedikitnya satu orang (35,7%), dan sebagian lainnya masih bersekolah (53,6%). Anak-anak dari keluarga miskin yang mengalami putus sekolah disebabkan oleh tidak ada biaya sehingga menyebabkan anak-anak memilih untuk bekerja dan membantu perkonomian keluarga. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan rata-rata jumlah anak putus sekolah antara keluarga miskin dan tidak miskin (t=3,212; p ≤ 0,01).

Alokasi Pengeluaran Keluarga

(49)

29 pengeluaran nonpangan keluarga dan alokasi pengeluaran anak. Tabel 18 menunjukkan pengelompokkan rata-rata pengeluaran keluarga berdasarkan persentasi pengeluaran pangan, nonpangan dan anak terhadap pengeluaran total per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar (41,6%) alokasi pengeluaran keluarga dihabiskan untuk kebutuhan nonpangan dengan rata-rata sebesar Rp 704.873,1 per bulan.

Tabel 18 Nilai rata-rata, standar deviasi, persentase rata-rata pengeluaran pangan, nonpangan, dan anak per bulan berdasarkan kesejahteraan keluarga

Pengeluaran Miskin Tidak miskin Total

Rp 000/bln % Rp 000/bln % Rp 000/bln %

Pangan

Min-max 197,0-570,0

34,7 295,2-1.029,0 24,6 197,0-1.029,0 28,0 Rataan±Sd 392,0±103,4 561,7±176,1 475,3±166,2

Nonpangan

Min-max 42,8-1.150,0

35,7 178,6-3.324,3 44,6 42,8-3.324,3 41,6 Rataan±Sd 402,4±229,0 1.018,6±649,0 704,9±570,6

Alokasi anak

Min-max 57,9-690,0

29,6 135,9-2.803,8 30,8 57,9-2.803,8 30,4 Rataan±Sd 333,5±177,2 702,5±632,8 514,6±493,1

Total

Min-max 328,1-2.164,9

100,0 852,6-7.157,1 100,0 328,1-7.157,1 100,0 Rataan±Sd 1.127,8±393,3 2.282,8±1.360,8 1.694,8±1.143,9

Hasil penelitian pada Tabel 18 memperlihatkan bahwa untuk kebutuhan pangan, keluarga menghabiskan 28,0 persen dengan rata-rata sebesar Rp 475.303,3 per bulan, dan 30,4 persen untuk alokasi pengeluaran anak, dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp 514.652,6 per bulan. Berdasarkan kategori kemiskinan keluarga, keluarga miskin menghabiskan 34,7 persen pengeluaran untuk kebutuhan pangan, 35,7 persen untuk kebutuhan nonpangan, dan 29,6 persen untuk alokasi pengeluaran anak.

Sedangkan keluarga tidak miskin menghabiskan 24,6 persen untuk kebutuhan pangan, 44,6 persen untuk kebutuhan nonpangan, dan 30,8 persen untuk alokasi pengeluaran anak. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa proporsi pengeluaran pangan lebih besar pada keluarga miskin. Sementara itu, psoporsi pengeluaran keluarga tidak miskin lebih besar untuk memenuhi kebutuhan nonpangan. Dalam penelitian ini, alokasi pengeluaran keluarga miskin yang lebih besar dari pemasukan menyebabkan keluarga miskin melakukan hutang untuk menutupi pengeluaran yang lebih besar.

Alokasi pengeluaran pangan keluarga. Alokasi pengeluaran pangan keluarga meliputi segala sesuatu yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi keluarga dalam satu bulan. Tabel 19 memperlihatkan rentang pengeluaran keluarga terhadap kebutuhan pangan. Lebih dari separuh keluarga (58,2%) memiliki alokasi pengeluaran pangan pada rentang kurang dari Rp 500.000,0 dengan rata-rata pengeluaran per bulan sebesar Rp 475.303,3 per bulan.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik rumah tangga miskin
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Skema cara pengambilan contoh
Tabel 2  Variabel, defenisi operasional, dan skala data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Malah kami memohon daripada-Mu Ya Allah dengan penuh ketaakulan agar majlis anugerah ini akan menjadi katalis dan sumber inspirasi kepada pelajar-pelajar lain supaya

motor bakar otto sesudah penggunaan blower dengan bahan

Penggunaan Teknik Permainan Missing Letters Dalam Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Perancis Siswa Tingkat A1 Di SMA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

a. Untuk mengetahui pelaksanaan SISMIOP dalam administrasi pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat telah berjalan sesuai dengan

Paket pekerjaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan [ijin usaha perdagangan umum, klasifikasi Komputer/ Komputer dan Suku Cadangnya/ perawatan

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Observasi Nodul

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan model LCM (Learning Cycle Model) dengan Inkuiri Terbimbing (IT) dan Inkuiri Bebas Termodifikasi (IBT),

Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada tahap perencanaan di keempat kelurahan menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat yang paling beragam adalah