• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana, Etil Asetat Dan Etanol Teripang(Holothuria Scabra Jaeger) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana, Etil Asetat Dan Etanol Teripang(Holothuria Scabra Jaeger) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n-HEKSANA, ETIL ASETAT DAN ETANOL

TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) TERHADAP

Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ASRIKA MUTIARA SITORUS

NIM 111501134

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n-HEKSANA, ETIL ASETAT DAN ETANOL

TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) TERHADAP

Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ASRIKA MUTIARA SITORUS

NIM 111501134

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK

n-HEKSANA, ETIL ASETAT DAN ETANOL

TERIPANG(Holothuria scabra Jaeger) TERHADAP

Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa

OLEH:

ASRIKA MUTIARA SITORUS

NIM 111501134

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 31Agustus 2015

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP195304031983032001 NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Dra. Aswita Hafni Lubis. M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195310301980031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Teripang

(Holothuria scabra Jaeger) Terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada IbuDr. Masfria, M.S., Apt selaku

Pejabat Dekan Fakultas Farmasi dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.,

selaku Wakil Dekan I yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama

perkuliahan di Fakultas Farmasi.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.,

yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama

penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan,

M.Si.,Apt.,Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., serta Bapak Panal Sitorus,

M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Bapak dan Ibu staf pengajar

Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

(5)

Gultomyang telah memberikan cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa

yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non materi. Kakakku Deasy

Sartika dan adikku Feliska, Lago, Maria, Binsar dan seluruh keluarga yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberi manfaat bagi kita semua.

Medan,Agustus 2015 Penulis,

(6)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA, ETILASETAT DAN ETANOL TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) TERHADAP

Staphylococcus aureusDANPseudomonas aeruginosa

Abstrak

Teripang memiliki potensi sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, dan antikoagulan. Penelitian teripang sebagai bahan bioaktif di Indonesia belum digunakan secara efektif karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai teripang salah satunya sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi dan golongan senyawa kimia terhadap serbuk simplisia dilanjutkan uji ekstrak teripang (Holothuria scabra Jaeger) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Karakterisasi serbuk simplisia meliputi penetapan kadar air dengan metode azeotropi, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam menggunakan metode gravimetri. Senyawa kimia diuji golongannya. Proses ekstraksi secara maserasi berkesinambungan dimulai dari pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol yang diuji masing-masing aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar dengan cakram kertas.

Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 6,64%, kadar sari larut dalam air 16,72%, kadar sari larut dalam etanol 21,82%, kadar abu total 10,42%, kadar abu yang tidak larut asam 1,8%. Hasil uji golongan senyawa kimia yang diperoleh adalah senyawa golongan saponin, alkaloid, dan steroida/triterpenoid. Hasil uji aktivitas antibakteri yang efektif ditunjukkan oleh ekstrak n-heksan terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,8 mm, pada ekstrak etanol terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,2 mm dan terhadap

Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 30 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,4 mm dan pada ekstrak etilasetat tidak memiliki efektivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Kata Kunci : Teripang (Holothuria scabra Jaeger), ekstrak teripang, antibakteri,

(7)

POTENCIACY TEST ANTIBACTERIAL EXTRACT n-HEXANE, ETYLACETATE AND ETHANOL OF SEA CUCUMBER (Holothuriascabra Jaeger)AGAINST

Staphylococcus aureus AND Pseudomonas aeruginosa

Abstract

Sea cucumber have potenciacy as antibacterial, antifungal, antitumor and anticoagulants. Research of sea cucumber as bioactive materials in Indonesia still needs to be developed because of that it needs to more reserch done of the efficiacy of sea cucumber such as a antibacterial. The purpose of this experiment was to determine the antibacterial activity of extract sea cucumber (Holothuria scabra Jaeger) againts Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa.

Characterization of simplex including, determination of water content with azeotropi methode, levels of water-soluble extract and ethanol-soluble extract, total ash content, and the acid insoluble ash content. Tested class of chemical compound. Process of extraction used maserasi methode with different polarity were n-hexane, etylacetate and ethanol 96% and submersion done sequentially from non-polar, semi-polar, and polar. Potencyacy test antibacterial used paper disc diffusion.

Result of determination water content is 6.64%, levels of water-soluble extract 16.72%, levels of ethanol-soluble extract 21.82%, total ash content 10.42% and the acid insoluble ash content 1.8%. Result of chemical compound group was positive for saponin, alkaloids and steroid/triterpenoid. Result of potenciacy test antibacterial which effective were shown from n-hexane extract againts Staphylococcus aureus at concentration 500 mg/ml with inhibition diameter 14.8 mm, from ethanol extract againts Staphyloccocus aureus at concentration 20 mg/ml with inhibition diameter 14.2 mm and for Pseudomonas aeruginosa at concentration 30 mg/ml with inhibition diameter 14.4 mm and from etylacetate extract did not have effectiveness as antimicrobial against

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Hewan ... 5

2.1.1 Teripang Pasir ... 6

2.1.2 Sistematika Hewan ... 6

2.1.3 Habitat ... 6

2.1.4 Morfologi ... 7

(9)

2.2 Uraian Kimia ... 9

2.2.1 Saponin ... 9

2.2.1.1 Reaksi Identifikasi Saponin ... 10

2.2.2 Steroid ... 11

2.2.3 Triterpenoid ... 12

2.2.4 Alkaloid ... 12

2.2.4.1 Klasifikasi Alkaloid ... 13

2.3 Ekstraksi ... 14

2.3.1 Metode Ekstraksi ... 14

2.3.1.1 Cara Dingin ... 14

2.3.1.2 Cara Panas ... 15

2.4 Bakteri ... 16

2.4.1 Tinjauan Mengenai Bakteri ... 16

2.4.2 Ukuran Bakteri ... 17

2.4.3 Bentuk Bakteri ... 17

2.4.4 Pertumbuhan Bakteri ... 18

2.4.4.1 Pertumbuhan Secara Individu dan Secara Populasi ... 18

2.4.4.2 Reproduksi sel bakteri ... 18

2.4.4.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri ... 18

2.4.4.4 Kebutuhan Pertumbuhan Bakteri ... 19

2.5 Penyakit Infeksi ... 21

2.5.1 Tinjauan Mengenai Infeksi ... 21

2.5.2 Infeksi Luka Bakar ... 21

(10)

2.5.3.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus aureus ... 21

2.5.3.2 Uraian Bakteri Staphylococcus aureus ... 22

2.5.4 Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 22

2.5.4.1 Sistematika Bakteri Pseudomonas aeruginosa 22

2.5.4.2 Uraian Bakteri Pseudomonas aeruginosa ... 23

2.6 Media Pertumbuhan Bakteri ... 23

2.6.1 Berdasarkan Asalnya ... 23

2.6.1.1 Media Sintetik ... 24

2.6.6.2 Media Non-Sintetik ... 24

2.6.2 Berdasarkan Kegunaannya ... 24

2.6.2.1 Media Selektif ... 24

2.6.2.2 Media Diferensial ... 24

2.6.2.3 Media Diperkaya ... 24

2.6.3 Berdasarkan Konsistensinya ... 24

2.7 Pengukuran Aktivitas Bakteri ... 25

2.7.1 Metode Dilusi ... 25

2.7.2 Metode Difusi ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Alat-alat ... 26

3.2 Bahan-bahan ... 26

3.3 Penyiapan Sampel ... 27

3.3.1 Pengumpulan Sampel ... 27

3.3.2 Identifikasi Sampel ... 27

(11)

3.4 Pembuatan Pereaksi ... ... 28

3.4.1 Pereaksi Meyer ... 28

3.4.2 Pereaksi Natrium Hidroksida ... 28

3.4.3 Pereaksi Bouchardat ... 28

3.4.4 Pereaksi Dragendorff ... 28

3.4.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... 28

3.4.6 Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 28

3.4.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ... 29

3.4.8 Pereaksi Liebermann-Burchard .. ... 29

3.4.9 Pereaksi Molisch ... 29

3.5 Karakterisasi Simplisia ... 29

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 29

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 29

3.5.3 Penetapan Kadar Air ... 29

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 30

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 30

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 33

3.5.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam ... 31

3.6 Pemeriksaan Senyawa Kimia ... 31

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 31

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida ... 32

3.6.3 Pemeriksaan Saponin ... 32

3.6.4 Pemeriksaan Tanin ... 32

(12)

3.7 Pembuatan Ekstrak ... 33

3.8 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 34

3.9 Pembuatan Media ... 34

3.9.1 Media Mueller Hinton Agar (MHA) ... 34

3.9.2 Media Nutrien Broth (NB) ... 35

3.10 Pembuatan Agar Miring ... 35

3.11 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ... 35

3.12 Penyiapan Inokulum Bakteri ... 35

3.13 Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak n-Heksana, Etilasetat, Etanol) dengan Berbagai Konsentrasi ... 36

3.14 Pembuatan Aktivitas Antibakteri secara In-Vitro ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Hasil Identifikasi Hewan ... 37

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi ... 37

4.3 Hasil Pemeriksaan Senyawa Kimia ... 39

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana, Etilasetat, dan Etanol Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 40

4.5 Perbedaan Diameter Hambatan terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Komposisi Kandungan Gizi Teripang ... 10

3.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia Teripang

Holothuria scabra Jaeger ... 41

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi Luar Dari Hewan Teripang ... 9

2.2 Struktur Saponin Steroid dan Saponin Triterpenoid ... 11

4.1 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dari Ekstrak n -Heksana, Etilasetat dan Etanol Teripang Holothuria Scabra

Jaeger ... 44

4.2 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa dari Ekstrak

n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Teripang Holothuria

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Identifikasi Hewan ... 54

2 Gambar Hewan Segar, Hewan Teripang Setelah Dibersihkan, Simplisia Teripang, Serbuk Simplisia dan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Teripang... ... 55

3 Bagan Pembuatan Simplisia ... 58

4 Bagan Pembuatan Ekstrak n-Heksan Teripang Holothuria

Scabra Jaeger ... 59

5 Bagan Pembuatan Ekstrak Etilasetat Teripang Holothuria Scabra

Jaeger ... 60

6 Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Teripang Holothuria Scabra

Jaeger ... 61

7 Perhitungan Karakterisasi Simplisia ... 62

8 Bagan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teripang ... 67

9 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Ekstrak

n-Heksana Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 68

10 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Ekstrak

Etilasetat Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 69

11 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Ekstrak

Etanol Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 70

12 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa Ekstrak n

-Heksana Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 71

13 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa Ekstrak

(16)

14 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa Ekstrak

Etanol Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) ... 73

15 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Staphylococcus

aureus Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria Scabra Jaeger) .. 74

16 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Staphylococcus aureus Ekstrak Etilasetat Teripang (Holothuria Scabra

Jaeger) ... 75

17 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Staphylococcus aureus Ekstrak n-Heksan Teripang (Holothuria Scabra

Jaeger) ... 76

18 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Pseudomonas aeruginosa Ekstrak Etanol Teripang (Holothuria Scabra

Jaeger) ... 77

19 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Pseudomonas aeruginosa Ekstrak Etilasetat Teripang (Holothuria Scabra

Jaeger) ... 78

20 Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Pseudomonas aeruginosaEkstrak n-Heksan Teripang (Holothuria Scabra

(17)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA, ETILASETAT DAN ETANOL TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) TERHADAP

Staphylococcus aureusDANPseudomonas aeruginosa

Abstrak

Teripang memiliki potensi sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, dan antikoagulan. Penelitian teripang sebagai bahan bioaktif di Indonesia belum digunakan secara efektif karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai teripang salah satunya sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi dan golongan senyawa kimia terhadap serbuk simplisia dilanjutkan uji ekstrak teripang (Holothuria scabra Jaeger) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Karakterisasi serbuk simplisia meliputi penetapan kadar air dengan metode azeotropi, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam menggunakan metode gravimetri. Senyawa kimia diuji golongannya. Proses ekstraksi secara maserasi berkesinambungan dimulai dari pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol yang diuji masing-masing aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar dengan cakram kertas.

Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 6,64%, kadar sari larut dalam air 16,72%, kadar sari larut dalam etanol 21,82%, kadar abu total 10,42%, kadar abu yang tidak larut asam 1,8%. Hasil uji golongan senyawa kimia yang diperoleh adalah senyawa golongan saponin, alkaloid, dan steroida/triterpenoid. Hasil uji aktivitas antibakteri yang efektif ditunjukkan oleh ekstrak n-heksan terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,8 mm, pada ekstrak etanol terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,2 mm dan terhadap

Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 30 mg/ml dengan diameter daya hambat 14,4 mm dan pada ekstrak etilasetat tidak memiliki efektivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Kata Kunci : Teripang (Holothuria scabra Jaeger), ekstrak teripang, antibakteri,

(18)

POTENCIACY TEST ANTIBACTERIAL EXTRACT n-HEXANE, ETYLACETATE AND ETHANOL OF SEA CUCUMBER (Holothuriascabra Jaeger)AGAINST

Staphylococcus aureus AND Pseudomonas aeruginosa

Abstract

Sea cucumber have potenciacy as antibacterial, antifungal, antitumor and anticoagulants. Research of sea cucumber as bioactive materials in Indonesia still needs to be developed because of that it needs to more reserch done of the efficiacy of sea cucumber such as a antibacterial. The purpose of this experiment was to determine the antibacterial activity of extract sea cucumber (Holothuria scabra Jaeger) againts Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa.

Characterization of simplex including, determination of water content with azeotropi methode, levels of water-soluble extract and ethanol-soluble extract, total ash content, and the acid insoluble ash content. Tested class of chemical compound. Process of extraction used maserasi methode with different polarity were n-hexane, etylacetate and ethanol 96% and submersion done sequentially from non-polar, semi-polar, and polar. Potencyacy test antibacterial used paper disc diffusion.

Result of determination water content is 6.64%, levels of water-soluble extract 16.72%, levels of ethanol-soluble extract 21.82%, total ash content 10.42% and the acid insoluble ash content 1.8%. Result of chemical compound group was positive for saponin, alkaloids and steroid/triterpenoid. Result of potenciacy test antibacterial which effective were shown from n-hexane extract againts Staphylococcus aureus at concentration 500 mg/ml with inhibition diameter 14.8 mm, from ethanol extract againts Staphyloccocus aureus at concentration 20 mg/ml with inhibition diameter 14.2 mm and for Pseudomonas aeruginosa at concentration 30 mg/ml with inhibition diameter 14.4 mm and from etylacetate extract did not have effectiveness as antimicrobial against

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut sangat banyak

yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan.Pemanfaatan biota laut saat ini, bukan

hanya sekedar untuk konsumtif saja, tetapi mengarah kepada penelitian yang lebih

maju, seperti penemuan obat-obatan berbahan dasar biota laut.Salah satu biota

laut yang berpotensi menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan

sebagai bahan baru obat-obatan adalah teripang, disebut juga mentimun laut

(Rasyid, 2012).

Senyawa yang bermanfaat diketahui banyak terkandung dalam teripang.

Senyawa yang terkandung dalam teripang pada umumnya sama, hanya

persentasenya berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain (Trubus,

2006). Berdasarkan hasil penelitian, senyawa yang terkandung dalam teripang

adalah lektin (Mojica, dkk), sterol, saponin/triterpen glikosida (Stonik, 1986),

protein, kolagen, mukopolisakarida, glikoaminoglikan, vitamin, mineral (besi,

magnesium, kalsium, zinc, kromium) (Trubus, 2006), asam amino (Rodriguez,

dkk., 2000), polifenol, flavonoid (Mamelona, dkk., 2007).

Bahan aktif yang terkandung dalam teripang bermanfaat sebagai

antibakteri, antifungi (antijamur), antitumor dan antikoagulan. Kemampuan

beberapa jenis teripang yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

(20)

sebagai salah satu sumber bahan antibakteri.Pemanfaatan teripang sebagai sumber

bahan antibakteri memberi nilai tambah ada teripang (Roihanah, 2012).

Penelitian Ridzwan Hashim menemukan bahwa teripang spesies

Holothuria artha, Holothuria scabra, dan Bohadsia argus memiliki efek

antibakteri.Ridzwan Hashim dalam penelitiannya menggunakan bakteri

Streptococcus faecalis (penyebab pembengkakan lapisan dalam jantung),

Streptococcus viridans (perusak katup jantung), Staphylococcus pneumoniae

(penyebab radang paru-paru dan sinusitis akut), Staphylococcus aureus (penyebab

meningitis), dan Proteous mirabilis (penginfeksi luka).Hasilnya bakteri-bakteri

tersebut terhambat pertumbuhannya setelah diberi ekstrak teripang (Trubus,

2006).

Menurut kepercayaan masyarakat pesisir, teripang digunakan nelayan

sebagai obat luka agar lukanya cepat sembuh di daerah Langkawi, Malaysia.Obat

ini disebut “gamat” yang berasal dari beberapa jenis mentimun laut yang

digunakan, terutama Holothuria scabra, Stichopus hermanii, dan Stichopus

horrens (Roihanah, 2012).

Penelitian Hassan Yacob membuktikan bahwa teripang merupakan

penyembuh luka yang sangat baik. Teripang mengandung CGF (cell growth

factor) yang dapat menstimulasi regenerasi sel dan mempercepat penyembuhan

luka, seperti luka cedera, sayatan akibat terkena benda tajam, dan luka gangren

akibat diabetes(Trubus, 2006).

Meningkatnya penggunaan antibiotik dalam mengatasi berbagai

penyakityangdisebabkan bakteri mulai menimbulkan masalah baru, terutama

(21)

yang berbahaya dan sifatnya tidak aman bagi kesehatan Hal ini menimbulkan

kekuatiran akan munculnya strain bakteri baru yang resisten (Nimah, dkk., 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan biota laut, salah

satunya teripang tetapi pemanfaatan teripang sebagai produk obat dan makanan

kesehatan belum banyak dilakukan.Hal ini disebabkan masih terbatasnya

informasi senyawa bioaktif dari teripang.Oleh karena itu penulis tertarik

melakukan penelitian uji antibakteri ekstrak dari teripang (Holothuria scabra

Jaeger) yang diharapkan dapat memberikan informasi dan bukti ilmiah untuk

mengembangkan obat baru dari bahan alam bahari.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini

adalah :

1. Apakah karakterisasi serbuk simplisia teripang (Holothuria scabra Jaeger)

dapat diketahui ?

2. Golongan senyawa kimia apa yang terdapat dalam teripang (Holothuria

scabra Jaeger) ?

3. Apakah ekstrak teripang (Holothuria scabra Jaeger) mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

(22)

1. Karakteristik simplisia teripang (Holothuria scabra Jaeger) dapat

diperoleh dengan menggunakan prosedur yang terdapat dalam Materia

Medika Indonesia.

2. Golongan senyawa kimia yang terdapat dalam teripang (Holothuria scabra

Jaeger) adalahsaponin, steroid/triterpenoid dan alkaloid.

3. Ekstrakteripang (Holothuria scabra Jaeger) mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui hasil karakterisasi dari serbuk simplisia teripang

(Holothuria scabra Jaeger).

2. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam teripang

(Holothuria scabra Jaeger).

3. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri pada ekstrak teripang

(Holothuria scabra Jaeger) terhadap Staphylococcus dan Pseudomonas

aeruginosa.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang

aktivitas antibakteri dari ekstrak teripang (Holothuria scabra Jaeger) terhadap

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk

silinder. Bentuk tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang dikenal dengan

nama mentimun laut (sea cucumber). Mulut dan anus terletak di ujung poros

berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, disekitar mulut teripang

terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat (Karnila, 2011).

Tentakel berfungsi untuk mengumpulkan makanan. Pada kelompok teripang

dikenal dua cara makan, yaitu menangkap plankton dengan tentakel (pada

Dendrochirotida) dan dengan menelan pasir kemudian mengambil detritus yang

terkandung (pada Aspidochirotida). Pasir tersebut kemudian akan dikeluarkan

kembali melalui anus. Jenis makanan adalah partikel-partikel pasir ataupun

hancuran-hancuran karang, dan cangkang-cangkang hewan lainnya (Darsono,

1998).

Klasifikasi termasuk salah satu hewan berkulit duri atau Echinodermata,

namun demikian tidak semua jenis teripang mempunyai duri pada kulitnya karena

ada beberapa jenis teripang yang tidak berduri (Widodo, 2013). Teripang

mempunyai endoskeleton kalkarius berukuran mikroskopis sebagai “spikula”.

Bentuk spikula bervariasi dan karateristik untuk setiap jenis (species), sehingga

spikula sangat penting dan menentukan dalam klasifikasi maupun identifikasi

(Darsono, 1998). Teripang mengandung bahan aktif yang bermanfaat sebagai

(24)

2.1.1 Teripang Pasir

Variasi warna di Samudera Pasifik dan Asia Tenggara, teripang pasir

berwarna hitam, abu-abu atau hijau kecoklat-coklatan, terkadang disertai dengan

garis hitam keabu-abuan. Di samudera Hindia, teripang selalu berwarna abu gelap

dengan garis putih atau kuning. Bagian perut berwarna putih atau abu terang

dengan bintik-bintik gelap. Badan berbentuk oval; bagian punggung melengkung

dan bagian perut rata. Permukaan dorsal memiliki kerutan kedalam (3 mm) dan

papila yang pendek (1,5 mm). Badan terkadang ditutupi oleh pasir berlumpur.

Mulut dibagian depan dengan 20 tentakel-tentakel kecil, keabu-abuan. Anus

dibagian belakang tanpa adanya gigi. Pada permukaan tubuh ditemukan spikula

yang sedikit berbentuk rod, sedikit berbentuk tables, tetapi banyak yang

berbentuk button(Purcell, dkk., 2012).

2.1.2 Sistematika Hewan

Determinasi/identifikasi sampel teripang di Pusat Penelitian Oseanografi

LIPI, dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirotida Grube, 1840

Famili : Holothuriidae Ludwig, 1894

Genus : Holothuria Linnaeus, 1767

Spesies : Holothuria scabra Jaeger, 1833

2.1.3 Habitat

Habitat reripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai di

(25)

lebih dalam. Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif

tenang. Umumnya, masing-masing jenis teripang mempunyai habitat yang

spesifik, ada jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup

soliter (sendiri). Makanan utama teripang adalah organisme-organisme kecil,

detritus (hasil dari penguraian binatang laut yang telah mati) dan rumput laut.

(Widodo, 2013).

Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah

penyebarannya antara lain meliputi perairan pantai Madura, Bali, Lombok, Aceh,

Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan (bagian barat,

timur dan selatan), Sulawesi, Maluku, Timor dan Kepulauan Seribu (Widodo,

2013).

Habitat teripang pasir ditemukan di perairan dangkal, tetapi terkadang

ditemukan pada kedalaman 20 m. Umumnya ditemukan di dalam terumbu karang

dan di pesisir pantai serta daerah padang rumput laut disertai pasir berlumpur.

Teripang dewasa dan teripang muda, kedua-duanya menguburkan diri di dalam

pasir ataupun pasir berlumpur (Purcell, dkk., 2012).

2.1.4 Morfologi

Badan teripang berbentuk memanjang (longitudinal). Mulut pada bagian

depan, memiliki tentakel (Gambar 2.1) yang digunakan hewan untuk mengambil

makanan (terutama materi organik). Anus pada bagian ujung posterior dan

tentakel terdiri juga dari perpanjangan sistem vaskular, Jumlah tentakel bervariasi

antara 10 dan 30, secara umumnya meruakan keliatan 5. Aspidochirotida memiliki

ukuran tentakel yang sama, tetai Dendrochirotida daat memiliki ukuran tentakel

(26)

Gambar 2.1 Anatomi luar dari hewan teripang

2.1.5 Kandungan Kimia dan Manfaat

Ratusan tahun teripang sudah digunakan sebagai obat-obatan di Cina yang

diyakini mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Efek penyembuhan

tersebut mungkin disebabkan senyawa bioaktif yang terdapat pada tubuh teripang

seperti saponin (triterpen glikosida) (Albuntana, 2011). Teripang secara spesifik

mengandung sapogenin steroid, triterpen glikosida dan holostan yang berfungsi

sebagai antibakteri, antimikroba dan antijamur (Bordbar, dkk., 2011).

Nilai gizi teripang cukup tinggi dan rasanya sangat lezat. Teripang kering

mempunyai kadar protein tinggi, yaitu 82%. Kandungan protein teripang yang

cukup tinggi ini menunjukkan bahwa teripang memiliki nilai gizi yang baik

sebagai makanan. Protein pada teripang mempunyai asam amino yang lengkap,

baik asam amino esensial maupun asam amino non esensial. Asam amino sangat

berguna dalam sintesa protein dalam pembentukan otot dan dalam pembentukan

hormon (Karnila, 2011). Kandungan gizi teripang secara lengkap dapat dilihat

(27)

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Gizi Teripang

Komposisi Persentase (%)

Air 8,90

Total Kalori 385,00 kal/100 g

2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida

steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin yang mempunyai satuan

gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne,

1987).

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.

Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukkan larutan

koloidal dengan air yang apabila digojog sangat mudah menimbulkan buih yang

stabil. Saponin merupakan senyawa yang berasa pahit menusuk dan menyebabkan

bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga

(28)

racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak di antaranya digunakan sebagai

racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut

sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi

sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi

keras atau beracun seringkali disebut sapotoksin (Gunawan dan Mulyani, 2010).

Saponin memiliki berat molekul tinggi sehingga upaya isolasi untuk

mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan. Berdasarkan

struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki

hubungan glikosodik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang

sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.

Kerangka steroid Kerangka triterpenoid

Gambar 2.2 Struktur saponin steroid dan saponin triterpenoid

2.2.1.1 Reaksi Identifikasi Saponin

Reaksi identifikasi saponin dijelaskan sebagai berikut: penentuan

kuantitatif, indeks buih, indeks ikan dan indeks hemolisis.

Penentuan Kuantitatif

Saponin relatif merupakan senyawa stabil, tetapi lama-lama sebagian

saponin akan diubah menjadi senyawa tidak aktif. Kemampuan hemolitik dari CH3

CH3

H3C

(29)

segena akan menurun pada penyimpanan, tetapi sarsaparilla tidak menurun.

Ternyata sarsaparilla yang disimpan selama 50 tahun masih tetap memiliki

aktivitas penuh seperti aktivitas awalnya.

Indeks Buih

Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari bahan yang diperiksa.

Reaksi identifikasi ini yang akan memberikan lapisan buih setinggi 1 cm bila

larutan sampel ditambah air digojog dalam gelas ukur selama 15 detik dan

selanjutnya dibiarkan selama 15 menit sebelum dilakukan pengamatan.

Indeks Ikan

Ikan kecil dimasukkan ke dalam larutan obat dengan berbagai kadar.

Angka kebalikan pengenceran yang diperlukan untuk membunuh 60% ikan dalam

waktu satu jam disebut indeks ikan.

Indeks Hemolisis

Suatu seri pengenceran dekokta air dari simplisia ditambahkan ke dalam

larutan garam fisiologis yang mengandung 2,5% darah bebas fibrin. Hemolisis

akan terjadi bila ditambahkan saponin yang cukup, yaitu suspensi darah kemudian

menjadi bening. Pengenceran tersebar terjadi dari saponin yang mengakibatkan

hemolisis total disebut sebagai indeks hemolisis (Gunawan dan Mulyani, 2010).

2.2.2 Steroid

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa

satwa tetapi makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan

tumbuhan (fitosterol). Tiga senyawa yang disebut fitosterol yaitu: sitosterol,

(30)

2.2.3 Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik

yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid

sebenarnya, steroid, saponin dan gikosida jantung. Triterpenoid merupakan

senyawa yang tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik

aktif, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia.

Kebanyakan senyawa ini memberikan warna hijau-biru dengan pereaksi

Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrid-asam sulfat) (Harbone, 1897).

2.2.4 Alkaloid

Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya

pasangan elektron pada nitrogen dan sebagian besar atom nitrogen ini meruakan

bagian dari cincin heterosiklisnya, jika gugus fungsional yang berdekatan dengan

nitrogen bersifat melepaskan elektron, sebagai gugus alkil, maka ketersediaan

elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa (Sastrohamidjojo,

1996).

Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan

titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid

yang bebentuk amorf, dan beberapa seperti nikotin dan koniin berupa cairan.

Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks,

spesies aromatik berwarna (contoh, berberin berwarna kuning dan betanin merah).

Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun

beberapa pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid

(31)

2.2.4.1 Klasifikasi Alkaloid

Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloid. Sistem klasifikasi yang

paling banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai

alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid, meskipun demikian

terdapat beberapa perkecualian.

Akaloid Sesungguhnya

Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan

aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim

mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis; diturunkan asam amino; biasanya

terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa perkecualian

terhadap “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat

bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid quartener, yang

bersifat agak asam daripada bersifat basa.

Protoalkaloid

Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dalam mana nitrogen

asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloid diperoleh

berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian “amin

biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh adalah meskalin, ephedin,

dan N,N-dimetiltriptamin.

Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa

biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu

alkaloid stereoidal (contoh, konessin) dan purin (contoh kafein) (Sastrohamidjojo,

(32)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Senyawa aktif yang dikandung

simplisia, jika diketahui akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi

yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrak zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Ditjen POM, 1995).

2.3.1 Metode Ekstraksi

Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi: cara dingin

dan cara panas.

2.3.1.1Cara dingin

Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari: maserasi dan perkolasi.

Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

(33)

Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2.3.1.2Cara Panas

Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50⁰C.

Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98⁰C) selama

(34)

Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4 Bakteri

2.4.1 Tinjauan Mengenai Bakteri

Bakteri merupakan mikroba uniseluler yang pada umumnya tidak

mempunyai klorofil. Bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah, di dalam air,

pada sumber air panas, dalam tubuh hewan, manusia, dan tumbuhan. Bakteri

umumnya berukuran kecil dengan karateristik dimensi 1 µm. Beberapa kelompok

memiliki flagella dan dapat bergerak aktif. Bakteri memiliki berat jenis 1,05-1,1 g

cm-3 dan berat sekitar 10-12 g. Ukuran aktual tergantung dari laju pertumbuhan,

media tumbuh dan sebagainya (Hidayat, dkk., 2006).

Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan

melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya.

Dinding sel Gram-positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran

sel, sementara dinding sel Gram-negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam,

membran luar, dan lapisan peptidoglikan yang lebih tipis (Gillespie dan Bamford,

2008).

Bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal

di dalam sel, DNA menggulung (coil dan supercoil); suatu proses yang diperantai

oleh sistem enzim DNA girase. Ribosom bakteri berbeda dengan ribosom

eukariot, menjadikannya target untuk terapi antibakteri. Bakteri juga mengandung

(35)

2.4.2 Ukuran Bakteri

Ukuran tubuh bakteri sangat kecil, umumnya bentuk tubuh bakteri dapat

dilihat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali atau lebih. Satuan

ukuran tubuh bakteri umumnya mikrometer atau mikron. Lebar tubuhnya antara

1-2 mikron sedangkan panjangnya antara 2-5 mikron (Waluyo, 2004).

2.4.3 Bentuk Bakteri

Bentuk-bentuk bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang

atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang

melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).

Bentuk cocci umumnya bulat atau oval. Cocci yang tetap berpasangan

setelah membelah disebut diplococci. Cocci yang membelah namun tetap melekat

dalam dua bidang dan tetap melekat membentuk kelompok 4 coccus disebut

tetrad, Cocci yang membelah tiga bidang dan tetap melekat membentuk kubus

dengan 8 coccus disebut sacrina, sedangkan cocci yang membelah pada banyak

bidang dan membentuk kumpulan yang menyerupai buah anggur disebut

staphylococci (Gillespie dan Bamford, 2008).

Bacilli membelah hanya melalui sumbu pendeknya. Sebagian besar bacilli

tampak sebagai batang tunggal. Diplobacilli muncul dari pasangan bacilli setelah

pembelahan dan streptobacilli muncul dalam bentuk rantai. Beberapa bacilli

tampak menyerupai cocci dan disebut coccobacilli (Pratiwi, 2008).

Bentuk spiral bakteri memiliki satu atau lebih lekukan dan tidak lama

bentuk lurus. Bakteri berbentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis.

Bakteri yang berpilin kaku disebut spirilla, sedangkan bakteri yang berpilin

(36)

2.4.4 Pertumbuhan Bakteri

2.4.4.1 Pertumbuhan Secara Individu dan Secara Populasi

Ada 2 segi tinjauan pertumbuhan yaitu: pertumbuhan secara individu dan

pertumbuhan secara populasi.

Pertumbuhan Secara Individu

Pertumbuhan secara individu, sebagai pertambahan bagian-bagian sel,

dapat diamati dari pertambahan ukuran sel, dan adanya pembelahan sel.

Pertumbuhan Secara Populasi

Pertumbuhan secara populasi, sebagai akibat pertumbuhan individu, dapat

diamati dari pertambahan jumlah (kuantitas) sel atau masa sel.

2.4.4.2 Reproduksi Sel Bakteri

Reproduksi sel bakteri terjadi secara aseksual melalui pembelahan biner

(binari fission) yaitu dari 1 sel dihasilkan 2 sel (rumus 2n).

Tahap dalam reproduksi sel :

1. Perluasan dinding sel dan membran sel

2. Pembentukan sekat atau invaginasi dinding sel dan distribusi materi

genetik ke sel anakan

3. Pemisahan menjadi 2 sel anakan baru (Harti, 2015).

2.4.4.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri

Kurva pertumbuhan, merupakan hubungan antara jumlah sel dengan

waktu pertumbuhan sel. Jumlah sel bakteri biasanya dalam skala logaritma untuk

memudahkan analisis daripada skala logaritma. Kurva pertumbuhan bakteri

terbagi 4 fase, yaitu: fase lag, fase logaritama, fase tetap maksimum dan fase

(37)

Fase Lag = The Lag Phase = Fase Pertumbuhan

Kecepatan pertumbuhan nol atau > 0 (tidak maksimum), disebut juga fase

adaptasi. Tidak ada pertambahan populasi, tetapi pertambahan substansi

intraseluler sehingga ukuran sel bertambah.

Fase Logaritma (Log) = The Log Phase = Fase Eksponensial

Kecepatan pertumbuhan mencapai maksimum. Massa dan jumlah sel

bertambah secara eksponensial dengan waktu generasi sebagai konstanta,

sehingga pertumbuhan akan seimbang, yaitu sel membelah dengan kecepatan

konstan serta aktivitas metabolisme konstan. Biakan dalam keadaan homogen

dengan pertumbuhan sel pada kecepatan dan interval sama.

Fase Tetap Maksimum = The Stationary Phase = Fase Statis

Kecepatan pertumbuhan mulai menurun, terjadi akumulasi metabolit. Jumlah sel

hidup tetap, namun terjadi pengurangan nutrien maka jumlah total sel mati dan

hidup tetap secara akumulasi metabolit.

Fase Kematian = The Death Phase = Fase Penurunan

Laju kematian secara eksponensial dan terjadi penurunan populasi sel-sel

hidup hingga mencapai 0.

2.4.4.4 Kebutuhan Pertumbuhan Bakteri

Kebutuhan pertumbuhan ada 2 kategori, yaitu: kebutuhan fisika dan

kebutuhan kimiawi.

Kebutuhan Fisika

Temperatur

Mikroorganisme dibagi 3 grup berdasarkan suhu pertumbuhannya, yaitu

(38)

tinggi). Setiap mikroorganisme mempunyai interval suhu pertumbuhan tertentu

yang terbagi dalam 3 kisaran suhu minimum, optimum dan maksimum.

Mikroorganisme yang mempunyai interval suhu pertumbuhan sempit disebut

stenotermal dan mikroorganisme yang punya interval suhu pertumbuhan luas

disebut euritermal. Ada beberapa sifat khusus mikroorganisme terkait dengan

suhu pertumbuhan yaitu psychrotrophs, sebagai kelompok mikroorganisme yang

mampu tumbuh pada suhu rendah dan hyperthermophile sebagai kelompok

mikroorganisme yang tumbuh pada suhu tinggi.

pH

Mikroorganisme dibagi 3 grup berdasarkan pH pertumbuhan, yaitu:

asidofil, netrofil dan alkalofil.

a. Asidofil, tumbuh pada pH asam yaitu pH 2,0-5,0

b. Netrofil atau mesofil, tumbuh pada pH netral yaitu 5,5-8,0

c. Alkalofil, tumbuh pada pH alkali yaitu 8,4-10,0

Bakteri umumnhya bersifat mesofil sedangkan jamur bersifat asidofil

Tekanan Osmosis (Osmotic Pressure)

Mikroorganisme membutuhkan kadar air (Aw = available water) 80-90%.

Tekanan osmosis mempengaruhi pertukaran air dari dan ke dalam sel. Ada 3

macam konsentrasi larutan, yaitu hipotonis, hipertonis, dan isotonis. Jika

konsentrasi substrat hipertonis dari isi sel, maka akan terjadi plasmolisis. Sifat

mikroorganisme yang tumbuh pada media hipertonis disebut osmofil.

Kebutuhan Kimiawi

Kebutuhan kimiawi meliputi sumber C, N, S, P, O, mineral dan faktor

(39)

2.5 Penyakit Infeksi

2.5.1 Tinjauan Mengenai Infeksi

Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan karena masuknya

bibit penyakit. Salah satu penyebab penyakit infeksi yang paling utama

diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup (organisme). Penyakit infeksi ini

merupakan penyakit menular. Penularan penyakit infeksi dapat terjadi ketika di

rumah sakit, infeksi ini disebut dengan infeksi nosokomial. Penyebab infeksi

nosokomial terutama adalah lingkungan disekitar kamar pasien, penyediaan

makanan dan suplai udara (Gillespie dan Bamford, 2008).

2.5.2 Infeksi Luka Bakar

Luka bakar sangat rentan terhadap kolonisasi bakteri; Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes, dan

kadang-kadang koliform dapat terlibat. Kolonisasi oleh organime yang resisten makin

menjadi masalah. Kolonisasi bakteri dapat menyebabkan hilangnya cangkokan

kulit dan menyebabkan bakterimia sekunder (Gillespie dan Bamford, 2008).

2.5.3 Bakteri Staphylococcus aureus

2.5.3.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika Staphylococcus aureus (Breed, dkk., 1957) adalah :

Divisi : Eukariota

Kelas : Schzomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus

(40)

2.5.3.2 Uraian BakteriStaphylococcus aureus

Spesies ini pernah dianggap sebagai satu-satunya patogen dari genusnya.

Pembawa Staphylococcus aureus yang asimtomatik sering ditemukan, dan

organisme ini ditemukan pada 40% orang sehat, di bagian hidung, kulit, ketiak

atau perineum (Gillespie dan Bamford, 2008).

Staphylococcus aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis

perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk

membentuk barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap

permukaan sel pejamu dan protein matriks (misalnya fibronektin, kolagen) yang

membantu organisme ini untuk melekat. Bakteri ini memproduksi enzim litim

ektraseluler (misalnya lipase), yang memecah jaringan pejamu dan membantu

invasi. Staphylococcus aureus menyebabkan rentang sindrom infeksi yang luas.

Infeksi kulit dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembap atau saat kulit terbuka

akibat penyakit seperti eksim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena

(Gillespie dan Bamford, 2008).

2.5.4 Bakteri Psedomonas aeruginosa

2.5.4.1 Sistematika Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa (Breed, dkk., 1957) adalah :

Divisi : Eukariota

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Pseudomonadales

Suku : Pseudomonodaceae

Marga : Pseudomonas

(41)

2.5.4.2 Uraian Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Organisme ini merupakan basilus Gram-negatif yang motil dan hidup

dalam suasana aerob. Bakteri ini terdapat dimana-mana pada lingkungan, tetapi

jarang terdapat pada flora orang yang sehat. Jumlah pembawa meningkat dengan

perawatan inap rumah sakit. lingkungan yang lembap merupakan tempat hidup

Pseudomonas aeruginosa, seperti bak cuci, keran air dan disinfektan yang

digunakan lebih dari 24 jam (Gillespie dan Bamford, 2008).

Pseudomonas aeruginosa memproduksi sitotoksin dan protease (misalnya

eksotoksin A dan S, hemolisis, dan elastase). Luka bakar dapat terkoloni

menyebabkan septikemia sekunder akibat Pseudomonas aeruginosa. Septikemia

dengan mortalitas tinggi merupakan ancaman tersendiri bagi pasien neutropenia

(Gillespie dan Bamford, 2008).

2.6 Media Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat

hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bakteri. Zat harus diperlukan

untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan

pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara

sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam

bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam

amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori,

yaitu: berdasarkan asalnya, kegunaan dan konsistensi.

2.6.1 Berdasarkan Asalnya

(42)

2.6.1.1Media Sintetik

Media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara

terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.

2.6.1.2Media Non-Sintetik

Media yang kandungan tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan

bahan yang terdapat di alam. Contoh: ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).

2.6.2 Berdasarkan Kegunaannya

Berdasarkan kegunaanya, dibedakan menjadi: media selektif, media

diferensial dan media diperkaya.

2.6.2.1Media Selektif

Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit

bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak

diinginkan dan memperbolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu

yang ingin diisolasi.

2.6.2.2Media Diferensial

Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari

berbagai jenis dalam suatu lempengan agar.

2.6.2.3 Media Diperkaya

Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh

dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada jumlahnya sedikit

(Irianto, 2006).

2.6.3 Berdasarkan Konsistensinya

Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas: media padat/solid, media semi

(43)

2.7 Pengukuran Aktivitas Bakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi

(pengenceran) atau dengan metode difusi.

2.7.1 Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan konsentrasi yang

berbeda-beda dimasukkan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasikan

dengan bakteri dan diinkubasi. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan

konsentrasi terkecil suatu zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri uji. Metode dilusi agar membutuhkan waktu lama dalam

pengerjaanya sehingga jarang digunakan (Jawetz, dkk., 2001).

2.7.2 Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan

menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini

adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi

zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang.

Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah jernih disekitar cakram. Luas

daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya

aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap

penelitian menyeliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, uji golongan

senyawa kimia dan pembuatan ekstrak teripang (Holohuria scabra Jaeger) dengan

cara maserasi berkesinambungan yang dimulai dari ekstrak n-heksan, etilasetat

dan etanol secara berturut-turut. Pengujian aktivitas antibakteri masing-masing

ekstrak menggunakan metode difusi agar dengan cakram kertas.Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.Penelitian dilakukan dari Oktober

2014 sampai Maret 2015.

3.1 Alat- alat

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat- alat gelas,alat

tanur, aluminium foil, autoklaf (Fisons), blender (Philips),cakram kertas, cawan

petri, inkubator (Fiber Scientific),jarum ose, jangka sorong,kaca objek, Laminar

Air Flow Cabinet (Astec HLF I200 L),lampu Bunsen, lemari pendingin(Toshiba),

lemari pengering, oven (Memmert),pipet mikro (Eppendorf), pinset, rotary

evaporator (Haake D), spektrofotometervisible (Dynamica Halo Vis-10) dan

timbangan analitik (Mettler Toledo).

3.2Bahan- bahan

(45)

bahan-bahan yang berkualitas proanalisa (E.Merck): etanol, dimetilsulfoksida

(DMSO),n-heksana, etilasetat, raksa (II) klorida, natrium hidroksida, iodium,

bismuth (III) nitrat, kalium iodida, besi (III) klorida, α-naftol, asam nitrat pekat,

asam klorida pekat, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat,

isopropanol, kloroform, metanol,natrium klorida, benzena, serbuk magnesium,

toluena dan amil alkohol. Bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus

aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosaATCC 25922.

3.3 Penyiapan Sampel

3.3.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah teripang dari

Perairan Sibolga, Pulau Panjang, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli

Tengah, Kecamatan Manduamas.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Pusat Penelitian Oseaonografi LIPI

Jakarta.

3.3.3. Pengolahan Sampel

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci di bawah air

mengalir hingga bersih, kemudian dipisahkan dari bagian dalam perut dan

diperkecil potongan. Ditiriskan lalu ditimbang kemudian disebar diatas wadah.

Sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka, kemudian

dikeringkan di lemari pengering.Teripang yang sudah kering ini disebut

(46)

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Meyer

Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100

ml. Pada wadah lain, 50 g kalium iodida dilarutkan dalam 100 ml air suling.

Kemudian 60 ml larutan I dicampurkan dengan 10 ml larutan II dan ditambahkan

air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.4.2 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g Natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g Kalium Iodida ditimbang kemudian dilarutkan dalam air

suling secukupnya sampai KI larut dengan sempurna, lalu ditambahkan 2 g

iodium sedikit demi sedikit. Setelah semuanya larut, dicukupkan dengan air suling

hingga volume 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.4.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8,0 g bismuth (II) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat dan

dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling. Campur kedua larutan dan

dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.4.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling hingga 100 ml, lalu disaring (Ditjen POM, 1979).

3.4.6 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Asam klorida pekat sebanyak 16,6 ml ditambahkan air suling sampai 100

(47)

3.4.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.4.8 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 10 tetes asam asetat anhidrat dicampur dengan 1 tetes asam

sulfat pekat.Larutan selalu dibuat baru (Depkes RI, 1989).

3.4.9 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dalam 15 ml etanol 95 % ditambahkan

dengan asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes

RI, 1989).

3.5 Karakterisasi Simplisia

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia teripang

(Holothuria scabra Jaeger) dengan mengamati bentuk, bau, rasadan warna.

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia teripang

(Holothuria scabra Jaeger). Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang

telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup,

kemudian diamati di bawah mikroskop(hasil dapat dilihat pada Lampiran 2,

halaman 58).

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena).

(48)

suling, lalu didestilasi selama 2 jam. Toluena dibiarkan mendingin selama 30

menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml.

Labu alas bulat tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang

seksama, labu dipanaskan dengan hati- hati selama 15 menit. setelah toluena

mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian

air terdestilasi, kemudian dinaikkan kecepatan tetesan hingga 4 tetes tiap detik.

Semua air terdestilasi, kemudian bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena

yang telah jenuh.Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima

dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Air dan toluena memisah sempurna,

volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca

sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam aquadest sampai 1 L) dengan

menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat

pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah

dipanaskan dan ditara.Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai

diperoleh bobot tetap.Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

(49)

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring.

Sebanyak 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang

berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Residu dipanaskan dalam oven

pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap.Kadar sari yang larut dalam air

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2,5 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang

seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Kurs porselin bersama isinya dipijarkan perlahan hingga

arang habis, dinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap.Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Kemudian residu dan

kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, dinginkan dan

ditimbangberatnya.Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.6 Pemeriksaan Senyawa Kimia

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida

Serbuk simplisiaditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2

(50)

Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut:

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan

terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat,

akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff,

akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit

duadari tiga percobaan(Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisiaditambahkan 20 ml air panas, dididihkan

selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna

merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisiadimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika

terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan

tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya

saponin (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisiadisari dengan 10 ml air suling lalu

(51)

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida

1%.Jika terjadi warna hijau, biru, atau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Harborne, 1987).

3.6.5 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisiadimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam,

disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 10

tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann –

Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru

hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 200 g simplisia teripang (Holothuria scabra Jaeger) dimasukkan

ke dalam wadah gelas bertutup (maserator), ditambahkan pelarut n-heksan sampai

terendam sempurna, diaduk dan dibiarkan selam 24 jam. Maserat disaring dan

filtrat ditampung, dilakukan pengulangan selama 3 kali. Maserat dipekatkan

denganbantuan alat penguap rotary evaporator pada suhu tidak lebih dari 40oC

sampai diperoleh ekstrak kentaln-heksan sebanyak 2,3 g. Ampas simplisia

kemudian dikeringkan di atas kertas perkamen dengan cara diangin-anginkan

selama 24 jam. Ampas simplisia dimaserasi kembali dengan dimasukkan ke

dalam wadah gelas bertutup (maserator), ditambahkan pelarut etilasetat sampai

terendam sempurna, diaduk dan dibiarkan selam 24 jam. Maserat disaring dan

filtrat ditampung, dilakukan pengulangan selama 3 kali. Maserat dipekatkan

denganbantuan alat penguap rotary evaporator pada suhu tidak lebih dari 40oC

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi luar dari hewan teripang
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Gizi Teripang
Gambar 2.2 Struktur saponin steroid dan saponin triterpenoid
Grafik hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri Gambar 4.1 Staphylococcus aureusoleh ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol teripang Holothuria scraba Jaeger
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 80 mg/ml dengan diameter daerah

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun nipah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml, dengan diameter daerah hambat

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli efektif menghambat pada konsentrasi 75 mg/mL dengan diameter daya hambat masing-masing 14,9 dan 14,1mm, diperoleh KHM pada

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun nipah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml, dengan diameter daerah hambat

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 30 mg/mL dengan diameter daerah

Daya hambat antimikroba ekstrak etanol daun nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 500 mg/mL memiliki daya

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kembang bulan yang memuaskan pada bakteri Staphylococcus aureus adalahpada konsentrasi 75 mg/ml dengan diameter hambat 14,25 mm, pada

Hasil pengukuran aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun matenasi pada bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50% diperoleh diameter rata-rata daya hambat 18,07