• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE THE PERCEPTION OF PRIVATE PROVIDERS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF NATIONAL HEALTH INSURANCE ON THE

PARTICIPATION AS A PRATAMA BPJS HEALTH PROVIDER IN THE CITY OF MEDAN IN 2014

THESIS

By

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDANTAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA

TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Lidia Marie Winariski

NIM : 127032255

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua

(Dr. Juanita. S.E, M.Kes)

Anggota

(Siti Khadijah,Nasution,S.K.M,M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes

Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 2. dr. Heldy BZ, M.P.H

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(7)

ABSTRAK

Peningkatan keikutsertaan sebagai provider pratama adalah salah satu strategi untuk mengurangi penumpukan pasien di beberapa PPK I BPJS kesehatan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 diketahui bahwa persentase provider pratama PBJS kesehatan sangat kecil dibandingkan dengan seluruh klinik swasta/praktek dokter yang ada yaitu sebesar 3,6%. Kepesertaan ini masih perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh peserta BPJS.

Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi jaminan kesehatan nasional terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PPK I yang pernah bekerjasama dengan PT. Jamsostek dan PT.Askes yaitu sebanyak 68 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel keikutsertaan sebagai provider pratama adalah variabel persepsi tentang profit (ρ=0,031) , persepsi tentang kredensialing (ρ=0,023), dan persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,018), sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah persepsi tentang manfaat (ρ=0,11) dan persepsi tentang kepentingan (ρ=0,804).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan BPJS meningkatkan sosialisasi kepada provider swasta untuk membentuk persepsi yang baik tentang implementasi JKN. Meningkatkan kerjasama dengan dinas kesehatan dalam rangka membina provider swasta serta memperbaiki mekanisme dan peraturan dalam pelaksanaan JKN.

(8)

ABSTRACT

The increase of participation as pratama provider is one of the strategies to minimize reduce the accumulation of patients in the some BPJS health’s providers. Based on the Health Profile of Medan City in 2013,it was found out that the percentage of pratama BPJS health providers was very small compared to all private clinic/doctors available (3,6%). This membership still needs to be improved to provide qualified primary health care and affordable for all participants of BPJS. The purpose of this explanatory survey study was to describe the influence of the perception of private provider about the implementation of national health insurance on the participation as pratama BPJS health provider in the city of Medan in 2014. The population of this study was all of the 68 Health Care Implementors I (PPK I) that have cooperated with PT. Jamsostek and PT.Askes and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained trough questionnaires distribution and the data obtained were analyzed trough multiple logistic regression test at the 95% confidence level.

The result of this study showed that the variables which had significant influence on the variable of participation in becoming pratama provider were the variables of perception on profit (ρ = 0.031), perception on credentialing (ρ =

0.023), and perception on capitation and claims systems (ρ = 0.018), while the variables that did not have any influence were perception on benefits (ρ = 0.11) and

perception on interest (ρ = 0.804).

Based on the results of study above, the management of BPJS is expected to increase the socialization towards the private providers to establish a good perception on the implementation of National Health Insurance (JKN), to improve cooperation with health service in order to provide the private providers with guidance and to improve the mechanisms and regulations in the implementation of JKN.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan, kesempatan, kekuatan dan karuniaNya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Persepsi Provider

Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A (K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Hasan Basri, M.M selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

(10)

5. Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama proses

penyusunan tesis ini.

6. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan

selama proses penyusunan tesis ini.

7. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji

tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

tesis ini.

8. Unggul Pasaribu, Kepala Unit Umum dan TI di Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kota Medan.

9. Kepada Pemilik, Penanggung Jawab Klinik Swasta, Balai Pengobatan,

Praktek Dokter Keluarga dan Praktek Dokter yang telah meluangkan waktu

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

10.Teristimewa buat suami tercinta Irwanto yang selalu memberikan semangat

dan motivasi serta doa yang tulus kepada penulis sehingga penulis bisa

menyelesaikan tesis ini.

11.Rasa terima kasih tak terhingga penulis tujukan kepada Ayahanda Darwin

Pohan dan Ibunda Dominah Ritonga yang telah banyak memberikan do’a,

dukungan serta motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan.

12.Terkhusus buat anak-anakku tersayang (Syamil, Sholih, Ahmad, dan Shiddiq)

(11)

13.Teman-teman seperjuangan di AKK ( Roni, Safrijal, Kak Yuni, Kak Ruth,

Bang Cut, Hasbuh, Azis) dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan

namanya satu persatu di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (atas bantuan dan dorongannya dalam

penyusunan tesis ini).

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan,

untuk itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi

mkesempurnaan tesis ini. Hanya Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang

yang dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat.

Medan, September 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Lidia Marie Winariski dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 15

September 1984, Anak pertama dari 6 bersaudara pasangan dari Ayahanda Darwin

Pohan dan Ibunda Dominah Ritonga, beragama Islam. Menikah dengan Irwanto dan

telah dikaruniai 4 anak yang bernama Syamil Bahrul Ulum, Muhammad Umar

Sholih, Ahmad Husein Alfalah dan Ibrahim Asshiddiq, alamat di Kompleks

Sidimpuan Baru No.54 Silandit, Kota Padangsidimpuan.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri di SDN 142442

Padangsidimpuan dan lulus pada Tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4

Padangsidimpuan lulus Tahun 2000, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (Plus)

Matauli Pandan lulus Tahun 2003. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan studi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara lulus Tahun 2010.

Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(13)

DAFTAR ISI

2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.2. Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ... 12

2.1.4. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional ... 14

2.1.5. Pembiayaan ... 16

2.1.6. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan ... 18

2.2. Pelayanan Kesehatan ... 18

2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan ... 18

2.2.2. TujuanPelayanan Kesehatan ... 20

2.2.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan ... 21

2.2.4. Stratifikasi Pelayanan kesehatan ... 22

2.2.5. Jenjang Pelayanan Kesehatan ... 23

2.2.6. Upaya Pelayanan Rujukan ... 24

2.2.7. Bentuk dan Upaya Pelayanan Kesehatan ... 27

2.3. Pelayanan Kesehatan Pratama ... 30

2.3.1. Definisi Pelayanan Kesehatan Pratama ... 30

2.3.2. Persyaratan Klinik Pratama ... 30

2.3.3. Kredensialing dan Rekredensialing... 32

2.3.4. Cakupan Pelayanan kesehatan Pratama ... 35

(14)

2.4. Persepsi... 43

2.4.1. Definisi Persepsi ... 43

2.4.2. Faktor Penentu Kebijakan Kesehatan ... 45

2.5. Pengambilan Keputusan ... 46

2.5.1. Definisi Pengambilan Keputusan ... 46

2.5.2. Bentuk atau Jenis Keputusan ... 46

2.5.3. Teori Pengambilan Keputusan ... 47

2.5.4. Keputusan yang Kompleks ... 55

2.6. Kerangka Konsep ... 58

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 59

3.1. Jenis Penelitian ... 59

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 59

3.3. Populasi dan Sampel ... 59

3.4. Teknik Pengambilan Data ... 60

3.5. Definisi Operasional ... 60

3.6. Aspek Pengukuran... 61

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 61

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 62

3.7. Teknik Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 63

4.1.1. Kondisi Geografis ... 63

4.1.2. Ditribusi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 63

4.1.3. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan ... 64

4.2. Analisis Univariat ... 65

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Manfaat ... 65

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kepentingan ... 67

4.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Profit 69

4.2.4. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kredensialing ... 71

4.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim ... 72

4.2.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 73

4.3. Hasil Analisis Bivariat ... 74 4.3.1. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan

(15)

4.3.2. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 76 4.3.3. Hubungan antara Persepsi tentang Profit dengan

Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 76 4.3.4. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan

Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 77 4.3.5. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem

Klaim dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama

BPJS Kesehatan ... 78

4.4. Analisis Multivariat ... 79

4.4.1. Pembuatan Faktor Penentu Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan ... 79

BAB 5. PEMBAHASAN ... 81

5.1. Pengaruh Persepsi Tentang Profit terhadap Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan ... 81

5.2. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 82

5.3. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Klaim dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 83

5.4. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 87

5.5. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1. Kesimpulan ... 93

6.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 61

3.2. Aspek Pengukuran Variabel ... 62

4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin... 64

4.2. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Tahun 2013 ... 65

4.3. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Manfaat sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 66

4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Manfaat Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 67

4.5. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kepentingan sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 68

4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Kepentingan Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 69

4.7. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Profit sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 70

4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Profit Sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 71

4.9. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kredensialing sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 72

4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Kredensialing sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 72

(17)

4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Kapitasi dan Klaim sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 74

4.13. Distribusi Frekuensi Variabel Keikutsertaan sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 74

4.14. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 76

4.15. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 77

4.16. Hubungan antara Persepsi tentang Profit dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 78

4.17. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 79

4.18. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim dengan Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 80

4.19. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen ... 80

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 90

2. Hasil Pengolahan Data ... 100

3. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 113

4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 114

(20)

ABSTRAK

Peningkatan keikutsertaan sebagai provider pratama adalah salah satu strategi untuk mengurangi penumpukan pasien di beberapa PPK I BPJS kesehatan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 diketahui bahwa persentase provider pratama PBJS kesehatan sangat kecil dibandingkan dengan seluruh klinik swasta/praktek dokter yang ada yaitu sebesar 3,6%. Kepesertaan ini masih perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh peserta BPJS.

Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi jaminan kesehatan nasional terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PPK I yang pernah bekerjasama dengan PT. Jamsostek dan PT.Askes yaitu sebanyak 68 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel keikutsertaan sebagai provider pratama adalah variabel persepsi tentang profit (ρ=0,031) , persepsi tentang kredensialing (ρ=0,023), dan persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,018), sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah persepsi tentang manfaat (ρ=0,11) dan persepsi tentang kepentingan (ρ=0,804).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan BPJS meningkatkan sosialisasi kepada provider swasta untuk membentuk persepsi yang baik tentang implementasi JKN. Meningkatkan kerjasama dengan dinas kesehatan dalam rangka membina provider swasta serta memperbaiki mekanisme dan peraturan dalam pelaksanaan JKN.

(21)

ABSTRACT

The increase of participation as pratama provider is one of the strategies to minimize reduce the accumulation of patients in the some BPJS health’s providers. Based on the Health Profile of Medan City in 2013,it was found out that the percentage of pratama BPJS health providers was very small compared to all private clinic/doctors available (3,6%). This membership still needs to be improved to provide qualified primary health care and affordable for all participants of BPJS. The purpose of this explanatory survey study was to describe the influence of the perception of private provider about the implementation of national health insurance on the participation as pratama BPJS health provider in the city of Medan in 2014. The population of this study was all of the 68 Health Care Implementors I (PPK I) that have cooperated with PT. Jamsostek and PT.Askes and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained trough questionnaires distribution and the data obtained were analyzed trough multiple logistic regression test at the 95% confidence level.

The result of this study showed that the variables which had significant influence on the variable of participation in becoming pratama provider were the variables of perception on profit (ρ = 0.031), perception on credentialing (ρ =

0.023), and perception on capitation and claims systems (ρ = 0.018), while the variables that did not have any influence were perception on benefits (ρ = 0.11) and

perception on interest (ρ = 0.804).

Based on the results of study above, the management of BPJS is expected to increase the socialization towards the private providers to establish a good perception on the implementation of National Health Insurance (JKN), to improve cooperation with health service in order to provide the private providers with guidance and to improve the mechanisms and regulations in the implementation of JKN.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang

hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik

kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan

kehidupan suatu bangsa dan negara dimanapun di dunia ini, baik di negara yang

sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu,

sehat,dan produktif. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kedua upaya adalah

pelayanan berkesinambungan atau continuum care. Upaya kesehatan masyarakat

dilaksanakan pada sisi hulu untuk mempertahankan agar masyarakat tetap sehat dan

tidak jatuh sakit, sedangkan upaya kesehatan perorangan dilaksanakan pada sisi hilir

(Notoatmodjo,2005).

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan

bahwa negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk

(23)

pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Secara umum kondisi kesehatan rakyat Indonesia masih memprihatinkan. Hal

ini dapat digambarkan dengan beberapa indikator seperti Angka Kematian Ibu (AKI)

yang semakin meningkat 359/100.000 kelahiran hidup (KH) serta Angka Kematian

Bayi (AKB) yang masih tinggi 32/1.000 KH. Besarnya AKI dan AKB

menggambarkan masih rendahnya tingkat kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat,

status gizi, status kesehatan ibu, cakupan dan kualitas pelayanan serta kondisi

kesehatan lingkungan (SDKI, 2012).

Situasi kesehatan rakyat Indonesia tidak terlepas dari kemampuan ekonomi

sebahagian besar rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan

finansial akan sangat berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

seperti makanan pokok, pakaian, tempat tinggal yang layak serta kemampuan dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang layak apabila mengalami kondisi sakit.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menunjukkan angka

kesenjangan ekonomi di Indonesia sebesar 0,413. Artinya, hanya 40% dari

pendapatan negara yang menyebar di masyarakat, selebihnya yakni 60% dikuasai

oleh perorangan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan masalah-masalah sosial

lainnya di masyarakat.

Oleh sebab itu beberapa aspek yang diatur pemerintah adalah hak warga

negara untuk mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat

(24)

sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat 3

juga menegaskan hal serupa bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai negara berusaha untuk

mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan kesehatan

semesta (universal health coverage) upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan

akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif., bermutu, dan

merata bagi seluruh penduduk. Indonesia bersama negara-negara anggota Organisasi

Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO) lainnya telah menyepakati

strategi pencapaian jaminan kesehatan semesta yang mencakup langkah

:1) menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan

semesta,2) meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan

sosial, 3) meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan 4) memperkuat

kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan semesta

(Kemkokesra, 2012).

Sejarah dimulainya sistem jaminan kesehatan di Indonesia berlaku sejak tahun

1968. Pada tahun tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan jaminan kesehatan

dan masih terbatas kepada pegawai negeri yang dikelola oleh PT.Askes. Sedangkan

untuk masyarakat luas yang kurang mampu, pemerintah telah mengadakan program

dana sehat di puskesmas sejak tahun 1970an. Kemudian pada tahun 1992 secara

(25)

Jamsostek. Pada tahun yang sama pemerintah juga menerapkan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun-tahun berikutnya jaminan

kesehatan untuk masyarakat mengalami perkembangan. Munculnya Jaminan

Kesehatan Daerah (Jamkesda) di banyak propinsi dan kabupaten, Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) serta

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), keseluruhan ini adalah upaya-upaya

pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau untuk

masyarakat. Hingga muncul sistem penjaminan kesehatan terbaru yaitu Sistem

Jaminan Kesehatan Nasional (Thabrany, 2011).

Menurut Kasim,dkk (2009) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi

pelaksanaan Jamkesda di pelayanan dasar di Puskesmas Banjar menyatakan bahwa

manfaat program jamkesda masih kurang dirasakan oleh masyarakat karena secara

khusus program ini lebih terasa di rumah sakit.. Penelitian Ginting (2011)

menunjukkan pasien rawat inap peserta jamkesmas hanya 60,4% saja yang ingin

dirawat inap kembali di Rumah Sakit Sembiring, Deli tua dimana mutu pelayanan

berupa daya tanggap, perhatian dan kepedulian petugas terhadap pasien jamkesmas

masih rendah. Adanya berbagai kelemahan dengan sistem jaminan kesehatan yang

sudah pernah ada diharapkan dapat diatasi dengan sistem jaminan kesehatan nasional

Terkait dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini,

pada tahap awal JKN mengintegrasikan jaminan kesehatan yang diberikan kepada

peserta jamkesmas, askes, jamsostek, dan anggota TNI/Polri yang selama ini dikelola

(26)

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Proses pentahapan ini direncanakan akan

dilaksanakan sampai tahun 2019 di mana seluruh warga negara akan tercakup dalam

sistem jaminan sosial ini (BPJS, 2012).

Hal penting lainnya yang menjadikan mengapa sistem jaminan sosial nasional

begitu dibutuhkan adalah, pertama memberikan manfaat yang komprehensif dengan

premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial nasional menerapkan kendali

mutu dan biaya.Sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu dan memadai

dengan biaya yang wajar.Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas

(kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi

kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah

Indonesia. (Kemenkes, 2013).

Jaminan kesehatan nasional yang berlaku saat ini adalah bagian terintegrasi

dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan

mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dan merupakan bagian yang

terintegrasi dari sub sistem pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan

merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh karena itu,

pengembangan dari yang sudah ada tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di

Indonesia secara keseluruhan yang bertujuan akhir untuk mencapai derajat kesehatan

penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk untuk hidup produktif serta

berdaya saing (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah

(27)

memiliki dokter untuk menangani pasien. Sistem jaminan ini menghendaki penyedia

pelayanan tingkat pertama mampu menjadi gatekeeper yang akan melayani pasien

JKN. Untuk itu BPJS menggandeng klinik swasta dan praktek dokter/dokter gigi

sebagai bagian dari provider pratama dalam pelayanan kesehatan ini.

Untuk menangani seluruh pasien BPJS diperkirakan membutuhkan sekitar

41.000 fasilitas pelayanan kesehatan primer agar JKN bisa berjalan. Sementara saat

ini jumlah fasilitas pelayanan primer yaitu klinik swasta dan puskesmas yang ada di

Indonesia masih sekitar 15.100 unit. Artinya fasilitas yang tersedia sebagai pelaksana

pelayanan kesehatan primer masih kurang sekitar 25.900 unit untuk melayani sekitar

123 juta peserta BPJS (Pusat KPMAK UGM, 2013).

Untuk menjadi penyedia pelayanan pratama dalam sistem jaminan ini tentu

tidak mudah. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh klinik swasta atau

praktek dokter sehingga dianggap layak untuk bekerja sama dengan BPJS, prosedur

tersebut disebut dengan sistem kredensialing. Sistem kredensialing akan

mempertimbangkan banyak hal sebagai persyaratan, antara lain : sumber daya

manusia, sarana dan prasarana, peralatan medis dan obat-obatan medis, lingkup

pelayanan, dan komitmen pelayanan.(Kemenkes RI, 2013).

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah melakukan uji

kelayanan adalah PT. Jamsostek Persero dan PT.Askes. Berdasarkan data PT.

Jamsostek (2013) jumlah PPK pratama yang selama ini telah melayani seluruh

peserta Jamsostek ada sekitar 4.896 unit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

(28)

bekerjasama dengan PT.Jamsostek dan PT. Askes untuk menjadi PPK pratama

dalam BPJS kesehatan.

Kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) akan sangat mempengaruhi pelayanan

kesehatan yang akan diberikan. Ada berbagai penelitian yang telah dilakukan

terhadap mutu pelayanan klinik swasta terhadap kepuasan pasien. Menurut Wahyu

(2011), mutu pelayanan, harga dan fasilitas klinik Asy Syifa di Kota Bekasi

mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien. Kesiapan klinik swasta

dan praktek dokter dalam penerapan sistem JKN ini adalah sesuatu yang mutlak

dilakukan.

Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Kota Medan diharapkan menjadi

salah satu pusat penyedia pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik. Berdasarkan

Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2012) jumlah klinik swasta, balai pengobatan

dan praktek dokter/dokter gigi yang ada di Kota Medan berjumlah 1.345 unit. Jumlah

klinik swasta yang pernah menjadi PPK I dalam program Jamsostek ada sekitar 68

unit. Sedangkan jumlah klinik yang sudah layak atau lulus proses kredensialing

untuk menjadi penyedia fasilitas pelayanan pratama bagi masyarakat dan mau

melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS kesehatan adalah sebanyak 52 unit.

Artinya yang sudah dinyatakan lulus kredensialing BPJS dan telah operasional dalam

JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik pratama yang ada. Jumlah tersebut apabila

ditambah dengan puskesmas yang ada di Kota Medan dianggap sangat kurang

memadai untuk menampung seluruh peserta JKN yang akan ditangani di Kota

(29)

Proses kredensialing yang menjadi prasyarat untuk menjadi PPK I dalam JKN

menjadi dilema bagi seribu lebih klinik swasta. Mereka dianggap tidak layak menjadi

PPK dalam JKN sebelum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPJS.

Di lain pihak, implementasi JKN yang telah berlangsung sejak Januari 2014 menuntut

PPK I yang cukup sehingga pasien JKN tidak menumpuk di beberapa PPK yang

telah menjalin kerjasama dengan BPJS. Sementara itu sesuai dengan aturan yang

telah ditetapkan oleh BPJS bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan bahwa

penyakit-penyakit yang dapat ditangani di PPK I harus dirujuk kembali Ke PPK I

oleh rumah sakit yang menerima pasien dengan kondisi penyakit yang masuk ke

dalam daftar pelayanan PPK I.

Berdasarkan survei peneliti di lapangan, sejak BPJS mulai berlaku per 1

Januari 2014, jumlah masyarakat yang mendaftar untuk menjadi peserta dalam

program JKN mencapai ratusan orang per hari, bahkan hingga pertengahan bulan

Maret antrian masih mencapai 300 orang dalam sehari. Hal ini menggambarkan

antusiasme masyarakat yang besar untuk bisa memperoleh jaminan terhadap

pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Peningkatan peserta JKN yang tidak diiringi dengan penambahan PPK dalam

jumlah yang memadai tentu menjadi dilema dalam penerapan JKN ini. Hal tersebut

di atas tentu harus dapat diakomodir oleh pemerintah dengan menyediakan

fasilitas-fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai dalam segi jumlah dan kualitas

pelayanan. Bagaimanapun hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah mengingat

(30)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu

pemilik klinik swasta di Kota Medan bahwa pemilik swasta ini sangat ingin untuk

menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan pratama untuk JKN. Namun,

kurangnyanya sosialisasi tentang JKN oleh pemerintah dan BPJS membuat pemilik

klinik tersebut tidak paham hal apa yang harus diperbuat agar dapat menjadi salah

satu PPK dalam penyelenggaraan JKN. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap

keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi provider swasta tentang

implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan

di Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi provider

swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama

(31)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan JKN

2. Memberikan masukan kepada BPJS dalam bekerja sama dan menjalin

kemitraan dengan klinik swasta dalam implementasi JKN di lapangan

3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan kesehatan nasional

(JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang

diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang

bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

2.1.2. Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional

1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat

wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko

sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU

(33)

2. Sistem jaminan sosial nasional adalah tata cara penyelenggaraan program

jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan

dan BPJS ketenagakerjaan.

3. Jaminan sosial adalah bentuk perlindungan social untuk menjamin seluruh

rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

2.1.3 Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan nasional mengacu kepada prinsip-prinsip SJSNberikut :

1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup

bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam

SJSN, prisip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,

dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan

SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.Dengan demikian,

melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba.

Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan

peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil

(34)

3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektifitas

Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana

yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan

yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat

tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat.,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah

serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di

sektor formal, bersamaan dengan sektor informal dapat menjadi peserta secara

mandiri, sehingga pada pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada

badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalan rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk

(35)

2.1.4 Kepesertaan JKN

Peserta dalam sistem ini adalah penerima bantuan iuran (PBI) JKN dan bukan

PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :

a. Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin

dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu terdiri atas :

a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

1. Pegawai negeri sipil

2. Anggota TNI

3. Anggota Polri

4. Pejabat Negara

5. Pegawai pemerintah non pegawai negeri

6. Pegawai swasta

7. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima

upah

b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

1. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

2. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

3. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga

(36)

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas :

1. Investor

2. Pemberi kerja

3. Penerima pensiun

4. Veteran

5. Perintis kemerdekaan

6. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e

yang mampu membayar iuran

d. Penerima pensiun terdiri atas :

1. Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pensiun

2. Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun

3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun

4. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c

5. Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang

mendapat hak pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :

1. Istri atau suami yang sah dari peserta

2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta

(37)

e. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2.1.5. Pembiayaan

a. Iuran

b. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara

teraturoleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program

jaminan kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013) tentang jaminan

kesehatan.

c. Pembayar Iuran

- Bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah

- Bagi peserta penerima upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja

- Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja

iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan

- Besarnya iuran ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang

secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan

kebutuhan dasar hidup yang layak

d. Pembayaran Iuran

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan

persentase dari upah(untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah

(38)

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan

iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iurannya

tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat

tanggal 10 setiap bulan).Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran

dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN

dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total

iuran yang tertunggak dan dibayarkan oleh pemberi kerja.

e. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib

membayar iuran pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10

(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan. Pembayaran iuran dapat

dilakukan diawal.

BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran sesuai dengan

gaji atau upah peserta.Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran

iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau

peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.Kelebihan

atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan

berikutnya.

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat

dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan

pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS kesehatan diberi wewenang untuk melakukan

(39)

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS

kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan

gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan

tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS

kesehatan.

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak

menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif

yang berlaku di wilayah tersebut.

2.1.6. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama

dengan sistem kapitasi (Perpres No. 12, 2013). Apabila di suatu daerah tertentu tidak

memungkinkan dilakukan pembayaran secara kapitasi,maka BPJS akan melakukan

pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS

kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan

gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan

tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.

2.2. Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan

(40)

1. Menurut Notoatmodjo (2007) Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan

kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan

promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

2. Menurut Azwar (1996)Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan perseorangan, bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,keluarga, kelompok, dan

ataupun masyarakat.

3. Menurut Depkes RI (2009)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secarabersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

4. Menurut Levey dan Loomba (1973)

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara,

keluarga,kelompok, atau masyarakat.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan

utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif

(pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan

(41)

sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses,

output, dampak, umpan balik.

1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk

berfungsinya sistem

2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga

mengasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan

3. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses

4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu

lamanya

5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk

sistem tersebut

6. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang memengaruhi sistem tersebut.

2.2.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan

1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya

dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan

2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri

dari :

a. Preventif Primer

Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang

baik, dan kesegaran fisik.

b. Preventif Sekunder

(42)

dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit

tersebut.

c. Preventif Tersier

Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi,

pembuatan diagnosa dan pengobatan.

d. Kuratif (penyembuhan penyakit).

e. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi

normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental ,

cedera atau penyalahgunaan.

2.2.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat

berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat tidak sulit ditemukan.

2. Dapat diterima danwajar

Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik

(43)

4. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan biaya

pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik

serta standar yang telah ditetapkan.

2.2.4. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian

pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan

kesehatan.Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah

sama. Namun secara umum stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan

menjadi tiga macam, yaitu:

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan

masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi

kesehatan).Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah

pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat

dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Pada umumnya pelayanan kesehatan

(44)

services).Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas

pembantu, puskesmas keliling, dan balkemas.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut

yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in

patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan

primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.Bentuk pelayanan ini

misalnya Rumah Sakit kelas C dan D.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan

oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh

pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih kompleks dan umumnya

diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di

Indonesia adalah Rumah Sakit kelasA dan B (Azwar, 1996).

2.2.5. Jenjang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanankesehatan

dibedakan atas lima, yaitu:

1. Tingkat Rumah Tangga

Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri.

2. Tingkat Masyarakat

Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya:

(45)

3. Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama

Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan unit

fungsional dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga

dan lain-lain.

4. Fasilitas Pelayanan Tingkat Kedua

Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan

penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan

kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM),

sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit

kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan

kabupaten atau kota, dan lain-lain.

5. Fasilitas Pelayanan Tingkat Ketiga

Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh

rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan

departemen kesehatan.

2.2.6. Upaya Pelayanan Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang

melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap

suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang

terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara

horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat

(46)

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam

Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan.Untuk

mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya

guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan

kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan

upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya

penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu

kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal,

kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

a. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan

di dalaminstitusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas

pembantu) ke puskesmas induk.

2. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang

pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke

puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit

umum daerah).

b. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya

penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk

pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi,

(47)

2. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan

dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan

(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik

konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan

kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

Rujukan secara konseptual terdiri atas:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah

medik perorangan yang antara lain meliputi:

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional

dan lain-lain.

b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang

lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim

tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi

pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas

pelayanan.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah

kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi

kesehatan.

b. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk

(48)

penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan

kamtibmas, dan lain-lain.

c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada

saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan

masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

d. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral

maupun lintas sektoral

e. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu

menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan

a. Antara masyarakat dengan puskesmas

b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan

lainnya.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

2.2.7. Bentuk dan Upaya Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan

(49)

a. Dokter Umum (Tenaga Medis)

b. Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan

masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali

diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau

kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat

yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang

berpenghasilan rendah di perkotaan.Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat

jalan (Ambulatory Services).Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan

masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi

kesehatan.Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan

bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas.Pelayanan

kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah

rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan).Di

Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit kelas D

sampai dengan rumah sakit kelas A.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a. Dokter Spesialis

(50)

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat

(inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan

perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan

primer.

Contoh : Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan

pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a. Dokter Subspesialis

b. Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau

pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau

pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.

Contohnya: Rumah Sakit kelas A dan Rumah sakit kelas B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara

umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran

(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri

(51)

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya

terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat

(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara

bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok

dan masyarakat.

2.3. Pelayanan Kesehatan Pratama

2.3.1. Definisi Pelayanan Kesehatan Pratama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan

yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap

( Permenkes No.71, 2013).

2.3.2. Persyaratan Klinik Pratama

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pasal 5

ayat (1), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan pratama

untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan terdiri atas:

a. untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki:

1. Surat Ijin Praktik;

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

(52)

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

b. untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional;

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker

(SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK)

bagi tenaga kesehatan lain;

3. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

c. untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau

Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

6. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

d. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :

(53)

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

4. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja

sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan (Permenkes pasal 8, 2013). Dalam rangka pemberian

pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama

dengan praktik bidan. Persyaratan bagi praktik bidan dan/atau praktik perawat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:

a. Surat Ijin Praktik (SIP);

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya; dan

d. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan

Kesehatan Nasional.

2.3.3. Kredensialing dan Rekredensialing

Kredensialing dan rekredensialingdilakukan kepada keseluruhan fasilitas

kesehatan yang akan dan masih berkerjasama dengan BPJS Kesehatan, baik faskes

(54)

kepada keseluruhan fasilitas kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta /

Perorangan.

Kredensialing adalah penilain BPJS terhadap fasilitas kesehatan yang ada

untuk mengetahui fasilitas yang layak dan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan

BPJS (Askes, 2013). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penilaian

kredensialing adalah :

a. Kriteria Administratif

1. Surat permohonan kerjasama

2. Surat Ijin Praktek

3. Surat Ijin Operasional (Bagi Klinik Pratama, Puskesmas dan fasilitas

kesehatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan)

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

5. Kontrak kerjasama dengan jejaring (jika diperlukan)

6. Surat Pernyataan Kesediaan mematuhi ketentuan Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

b. Kriteria Teknis

1. Sumber Daya Manusia: ketenagaan, pelatihan kompetensi, pengalaman

kerja, pengalaman kerjasama dengan asuransi, penghargaan yang dimiliki.

2. Sarana dan Prasarana: bangunan, ruangan pendukung, perlengkapan praktek,

(55)

3. Peralatan Medis dan Obat-obatan :peralatan medis mutlak, peralatan

kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis tambahan, peralatan kunjungan

rumah dan perlengkapan edukasi.

4. Lingkup Pelayanan: konsultasi/pemeriksaan, pelayanan gigi, pelayanan obat,

pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan imunisasi, pelayanan KB,

promosi kesehatan dan kunjungan rumah.

5. Komitmen Pelayanan: pemenuhan jam praktek, penggunaan aplikasi SIM,

kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis, mendukung

aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan

Dalam menetapkan pilihan Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan

seleksi dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis yang meliputi:

a. sumber daya manusia;

b. kelengkapan sarana dan prasarana;

c. lingkup pelayanan; dan

d. komitmen pelayanan.

Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan persyaratan

dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah dan akan melanjutkan

kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Rekredensialing bertujuan untuk memperoleh

fasilitas kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan

yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur dan

objektif.Proses Rekredensialing dilakukan 3 bulan sebelum kontrak dengan faskes

(56)

penetapan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, jenis dan luasnya pelayanan, besaran

kapitasi, dan jumlah Peserta yang bisa dilayani. Perpanjangan kerja sama antara

fasilitas kesehatan dengan BPJS kesehatan setelah dilakukan rekredensialing.

1. Kriteria Administratif

Updating Surat Ijin Praktek dan Surat Ijin Operasional

2. Kriteria Teknis

a. Sumber Daya Manusia (updating)

b. Sarana dan Prasarana (updating)

c. Peralatan Medis dan Obat-obatan (updating)

d. Lingkup Pelayanan (updating)

e. Realisasi Komitmen Pelayanan : pemenuhan jam praktek, penggunaan

aplikasi SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis,

mendukung aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS

Kesehatan.

f. Kinerja Faskes : Angka kepuasan pasien, angka rujukan, angka

keberkunjungan prolanis, ketepatan waktu penyampaian laporan

2.3.4. Cakupan Pelayanan Kesehatan Pratama

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama

1) Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta

untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas

kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

(57)

2) Pelayanan promotif preventif, meliputi

1) Kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan

Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih

dan sehat.

2) Imunisasi dasar

Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG),

Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan Campak.

3) Keluarga berencana

a) Pelayanan KB meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan

tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi

keluarga berencana.

b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.

c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian

vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam

kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan

Suntik di daerah perifer.

4) Skrining kesehatan

a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Tabel.3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Medan Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi : Rumah Sakit Swasta mengupayakan kerja sama dengan BPJS kesehatan sebagai provider guna mendukung program pemerintah “ Universal Health Coverage ” ,

Persepsi rumah sakit swasta tentang prosedur ini adalah merupakan hambatan karena membutuhkan beberapa persyaratan, antara lain: sumber daya manusia, sarana dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada SMA Mulia variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap sikap remaja adalah variabel Symbolic Action (Simbol sebagai penanda)

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan dan sikap secara bersama-sama terhadap keikutsertaan program BPJS kesehatan

Jenis penelitian ini merupakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor provider dan karakteristik konsumen terhadap kepuasan peserta JKN di

Jenis penelitian ini merupakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor provider dan karakteristik konsumen terhadap kepuasan peserta JKN di

Hubungan Karakteristik dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN di Kota Medan Tahun 2014..

persepsi masyarakat di Kota Medan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). terhadap keikutsertaan menjadi peserta JKN tahun