• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN IBU UNTUK MENGIMUNISASIKAN HB0 PADA BAYI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KECAMATAN KUALA KABUPATEN BIREUEN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh ZAKIYUDDIN 127032164/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

FACTORS RELATED WITH MATERNAL ACTION TO IMMUNIZE INFANTS HB0 IN DISTRICT HEALTH CENTER

IN THE WORKING AREA OF KUALA BIREUEN DISTRICT

2014

THESIS

By

ZAKIYUDDIN 127032164/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN IBU UNTUK MENGIMUNISASIKAN HB0 PADA BAYI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KECAMATAN KUALA KABUPATEN BIREUEN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAKIYUDDIN 127032164/IKM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN IBU UNTUK

MENGIMUNISASIKAN HB0 PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KECAMATAN KUALA KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Zakiyuddin Nomor Induk Mahasiswa : 127032164

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN IBU UNTUK MENGIMUNISASIKAN HB0 PADA BAYI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KECAMATAN KUALA KABUPATEN BIREUEN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 26 Januari 2015

( Zakiyuddin )

(7)

ABSTRAK

Data WHO (2004) ada 350 juta orang lebih pengidap (carier) HbsAg di dunia dan 220 juta (78 %) di antaranya terdapat di Asia, prevalensi Hepatitis B di Indonesia antara 2,50%-36,17%. Cakupan imunisasi HB0 di Indonesia sebesar 59,19%, sedangkan di Provinsi Aceh pencapaian desa (UCI) adalah 64%. Pencapain imunisasi HB0 Kabupaten Bireuen tahun 2012 adalah 79,4%. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala, imunisasi HB0 hanya 58%. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi di Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014.

Penelitian merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel adalah ibu yang mempunyai bayi berusia ≥7 hari -6 bulan berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah Chi-Square Test dan Regresi Logistik.

Hasil uji chi-square dari 10 variabel independen ada 6 variabel yang berhubungan signifikan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi yaitu umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, penolong persalinan dan pelayanan petugas kesehatan. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik ada 5 variabel yang berhubungan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi yaitu pendidikan RP=4,99 ; 95% CI (1,13-21,98), pengetahuan RP=6,82 ; 95% CI

(6,1,58-29-40), sikap RP=8,03 ; 95% CI (1,90-33,83), penolong persalinan RP=10,60 ; 95% CI (2,28-49,16) dan pelayanan petugas kesehatan RP=3,92 ; 95% CI (1,08-14,26). Variabel penolong persalinan merupakan variabel paling dominan, RP=10,60 ; 95% CI (2,288-49,161).

Diharapkan pada puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen untuk dapat lebih melibatkan bidan dan dukun beranak di desa sebagai penolong persalinan dan promosi pemberian imunisasi HB0 dengan cara pembinaan dan pelatihan teknis.

(8)

ABSTRACT

The WHO data (2004) there are over 350 million people living with (carrier) HBsAg in the world and 220 million (78%) of them are in Asia, the prevalence of Hepatitis B in Indonesia between 2.50% -36.17%. HB0 immunization coverage in Indonesia amounted to 86.8%, while in Aceh Province village achievement (UCI) was 64%. Accomplishment immunization HB0 Bireuen District in 2012 was 79.4%. While in Puskesmas District of Kuala, immunization HB0 only 58%. The research objective to identify factors related with maternal action to immunize infants HB0 in Kuala sub-district health center working area Bireuen District 2014.

Research is an analytic observational study with cross sectional design. Samples were mothers with infants aged ≥7 days-6 months amounted to 76 peoples. Data was collected by interviews use the questionnaires. Data analysis method used is the Chi-square test and logistic regression

Chi-square test results of 10 independent variables there are six variables significantly related with maternal action to immunize infants HB0 were age, education, knowledge, attitudes, birth attendants and health care personnel. Multivariate analysis by logistic regression there are 5 variables associated with maternal action to immunize infants HB0 that is education RP = 4.99; 95% CI (1.13 to 21.98), knowledge RP = 6.82; 95% CI (6,1,58-29-40), attitude RP = 8.03; 95% CI (1.90 to 33.83), birth attendants RP = 10.60; 95% CI (2.28 to 49.16) and the care health personnel RP = 3.92; 95% CI (1.08 to 14.26). Variable birth attendant is the most dominant variable, RP = 10.60; 95% CI (2.288 to 49.161).

Expected in Kuala sub-district health center Bireuen district to better involve midwives and TBAs in the village as birth attendants and immunization promotion HB0 by way of coaching and technical training.

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

limpahan nikmat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini berjudul ”Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk

Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun 2014”.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena

itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima

kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH dan Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes,

selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan

pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan sehingga tesis ini

(10)

5. Dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D dan Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen

Penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini.

6. Husaini, SKM selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

beserta jajarannya yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen.

7. Kedua orang tua, abang-abang dan adik yang penuh pengertian dan kesabaran,

dan senantiasa berdo’a sehingga memotivasi penulis dalam menyelesaikan

pendidikan.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat khususnya minat studi AKKm/Epidemiologi serta semua pihak

yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam

proses penulisan tesis ini hingga selesai.

Penulis memahami bahwa penulisan tesis ini memiliki banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritikan dan

saran-saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi memperkaya materi

tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini dapat

bermanfaat dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat.

Medan, Januari 2015

(11)

RIWAYAT HIDUP

Zakiyuddin, lahir pada tanggal 18 Juni 1988 di Tanjung Dama

Kabupaten Aceh Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara

dari pasangan Ayahanda Zulkifli. M dan Ibunda Nurhayati. AB.

Penulis memiliki pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di

Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Seunuddon pada tahun 1994 dan diselesaikan

tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTSs) Al-Muslimun

Lhoksukon Aceh Utara tahun 2000 dan diselesaikan tahun 2003, Sekolah

Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Bireuen pada tahun 2003 dan selesai tahun

2006, SI Sarjana Kesehatan Masyarakat STIKes Yayasan Harapan Bangsa

Banda Aceh pada tahun 2007 dan selesai tahun 2011. Kemudian penulis

mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Adminstrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012

(12)

DAFTAR ISI

2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 20

(13)

2.4.3 Tujuan Imunisasi ... 38

3.2 Lokasi danWaktu Penelitian ... 50

3.3 Populasi dan Sampel ... 50

3.3.1 Populasi ... 50

3.3.2 Sampel ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data Primer ... 52

3.4.2 Data Sekunder ... 52

3.4.3 Uji Validitas ... 52

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 54

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 56

3.5.1 Variabel ... 56

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 63

4.1.1 Kondisi Demografi ... 64

4.2.4 Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi . 79 4.3 Analisa Bivariat ... 80

(14)

4.3.2 Hubungan Faktor Pendukung ... 83

4.3.3 Hubungan Faktor Pendorong ... 86

4.4 Analisa Multivariat... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 90

5.1 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 .. 90

5.1.1 Hubungan Umur Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 90

5.1.2 Hubungan Pendidikan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 92

5.1.3 Hubungan Pekerjaan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 94

5.1.4 Hubungan Pengetahuan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 96

5.1.5 Hubungan Sikap Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 98

5.1.6 Hubungan Norma Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 102

5.2 Hubungan Faktor Pendukung dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 .. 104

5.2.1 Hubungan Penolong Persalinan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi... 104

5.2.2 Hubungan Tempat Persalinan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi... 110

5.3 Hubungan Faktor Pendorong dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 .. 113

5.3.1 Hubungan Pelayanan Petugas Kesehatan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi .. 113

5.3.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi... 117

5.4 Faktor yang Paling Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi ... 118

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

6.1 Kesimpulan ... 122

6.2 Saran ... 123

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Jadwal Imunisasi Hepatitis B ... 43

3.1 Uji Validitas ... 53

3.2 Uji Reliabilitas ... 54

3.3 Aspek Pengukuran Variabel ... 58

4.1 Distribusi Penduduk di Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2013 ... 64

4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2013 ... 65

4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2013 ... 65

4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2013 ... 66

4.5 Distribusi Jenis Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 67

4.6 Distribusi Faktor Predisposisi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 68

4.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan

(16)

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

Tahun 2014 ... 69

4.8 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Responden Berdasarkan

Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 71

4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap dengan

Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 .. 72

4.10 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Responden dengan

Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 . 74

4.11 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung Responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 74

4.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Pelayanan

Petugas Kesehatan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan

HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun Tahun 2014 ... 75

4.13 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Dukungan

Keluarga dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 pada

Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten

(17)

4.14 Distribusi Faktor Pendorong dengan Tindakan Ibu untuk

Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 79

4.15 Distribusi Frekuensi Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0

pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 79

4.16 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Tindakan Ibu untuk

Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 81

4.17 Hubungan Faktor Pendukung dengan Tindakan Ibu untuk

Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 84

4.18 Hubungan Faktor Pendorong dengan Tindakan Ibu untuk

Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014 ... 86

4.19 Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Hubungan Faktor Predisposisi,

Faktor Pendukung dan Faktor Pendorong dengan Tindakan Ibu

untuk Mengimunisasikan HB0 pada Bayi di Wilayah Kerja

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori ... 47

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Permohonan Izin Penelitian ...

2. Surat Keterangan Selesai Penelitian ...

3. Daftar Pertanyaan/Kuesioner ...

4. Master Tabel Penelitian ...

5. Hasil Analisis Univariat ...

6. Hasil Analisis Bivariat ...

7. Hasil Analisis Multivariat ...

(20)

ABSTRAK

Data WHO (2004) ada 350 juta orang lebih pengidap (carier) HbsAg di dunia dan 220 juta (78 %) di antaranya terdapat di Asia, prevalensi Hepatitis B di Indonesia antara 2,50%-36,17%. Cakupan imunisasi HB0 di Indonesia sebesar 59,19%, sedangkan di Provinsi Aceh pencapaian desa (UCI) adalah 64%. Pencapain imunisasi HB0 Kabupaten Bireuen tahun 2012 adalah 79,4%. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala, imunisasi HB0 hanya 58%. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi di Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014.

Penelitian merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel adalah ibu yang mempunyai bayi berusia ≥7 hari -6 bulan berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah Chi-Square Test dan Regresi Logistik.

Hasil uji chi-square dari 10 variabel independen ada 6 variabel yang berhubungan signifikan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi yaitu umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, penolong persalinan dan pelayanan petugas kesehatan. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik ada 5 variabel yang berhubungan dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi yaitu pendidikan RP=4,99 ; 95% CI (1,13-21,98), pengetahuan RP=6,82 ; 95% CI

(6,1,58-29-40), sikap RP=8,03 ; 95% CI (1,90-33,83), penolong persalinan RP=10,60 ; 95% CI (2,28-49,16) dan pelayanan petugas kesehatan RP=3,92 ; 95% CI (1,08-14,26). Variabel penolong persalinan merupakan variabel paling dominan, RP=10,60 ; 95% CI (2,288-49,161).

Diharapkan pada puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen untuk dapat lebih melibatkan bidan dan dukun beranak di desa sebagai penolong persalinan dan promosi pemberian imunisasi HB0 dengan cara pembinaan dan pelatihan teknis.

(21)

ABSTRACT

The WHO data (2004) there are over 350 million people living with (carrier) HBsAg in the world and 220 million (78%) of them are in Asia, the prevalence of Hepatitis B in Indonesia between 2.50% -36.17%. HB0 immunization coverage in Indonesia amounted to 86.8%, while in Aceh Province village achievement (UCI) was 64%. Accomplishment immunization HB0 Bireuen District in 2012 was 79.4%. While in Puskesmas District of Kuala, immunization HB0 only 58%. The research objective to identify factors related with maternal action to immunize infants HB0 in Kuala sub-district health center working area Bireuen District 2014.

Research is an analytic observational study with cross sectional design. Samples were mothers with infants aged ≥7 days-6 months amounted to 76 peoples. Data was collected by interviews use the questionnaires. Data analysis method used is the Chi-square test and logistic regression

Chi-square test results of 10 independent variables there are six variables significantly related with maternal action to immunize infants HB0 were age, education, knowledge, attitudes, birth attendants and health care personnel. Multivariate analysis by logistic regression there are 5 variables associated with maternal action to immunize infants HB0 that is education RP = 4.99; 95% CI (1.13 to 21.98), knowledge RP = 6.82; 95% CI (6,1,58-29-40), attitude RP = 8.03; 95% CI (1.90 to 33.83), birth attendants RP = 10.60; 95% CI (2.28 to 49.16) and the care health personnel RP = 3.92; 95% CI (1.08 to 14.26). Variable birth attendant is the most dominant variable, RP = 10.60; 95% CI (2.288 to 49.161).

Expected in Kuala sub-district health center Bireuen district to better involve midwives and TBAs in the village as birth attendants and immunization promotion HB0 by way of coaching and technical training.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun (2007) menyebutkan,

bahwa 27 juta anak di bawah lima tahun (balita) dan 40 juta ibu hamil di seluruh

dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin. Akibatnya, diperkirakan

sekitar 2 juta orang meninggal tiap tahunnya. (WHO, 2007).

Menurut World Health Organization WHO tahun (2004) dunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang lebih pengidap (carier) HbsAg di dunia dan 220 juta

(78 %) di antaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan

HbsAg pada kelompok donor darah di Indonesia, prevalensi Hepatitis B berkisar

antara 2,50%-36,17%. Selain itu di Indonesia infeksi virus Hepatitis B terjadi pada

bayi dan anak, diperkirakan 25%-45% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal

ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis Hepatitis B sehingga termasuk

negara yang diimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan imunisasi

(Achmadi, 2006).

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit hepatitis B. WHO melalui program The Expanded Program on Immunisation (EPI) merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu: BCG,

(23)

Sejak diluncurkannya Program Pengembangan Imunisasi (EPI) pada 1974,

imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta jiwa pada dua dasawarsa. Imunisasi

dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan dana dibandingkan bentuk-bentuk

intervensi lainnya. Program imunisasi merupakan intervensi kesehatan dengan

pembiayaan efektif. Tidak hanya jiwa yang terselamatkan tapi juga memacu

pembangunan yaitu dengan mengurangi beban biaya penyakit dan kematian pada

sebuah keluarga. Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak terhindar dari

cacat atau penyakit yang mematikan dengan biaya efektif. (Depkes, 2004).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2012), cakupan imunisasi Hepatitis

B (0-7 hari) di Indonesia sebesar 85,6%, pada Tahun 2013 cakupannya sebesar

86,8%. angka ini belum maksimal dalam mendekati Standar Pelayanan Minimal

(SPM) untuk Universal Child Immunization (UCI) sebesar 100 % (Depkes RI, 2010). Menurut Anwar (2001), imunisasi merupakan suatu usaha pencegahan yang

paling efektif untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B. Program imunisasi

Hepatitis B di Indonesia dimulai pada Tahun 1987 dan telah masuk ke dalam program

imunisasi rutin secara nasional sejak Tahun 1997. Pada Tahun 1991 Indonesia

dinyatakan telah mencapai (UCI) secara nasional, akan tetapi masih ditemukan kasus

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti kasus Hepatitis B.

Kasus penyakit Hepatitis B masih ada ditemukan di beberapa desa terutama desa

dengan cakupan imunisasi Hepatitis B rendah khususnya imunisasi Hepatitis B pada

(24)

Menurut Sampana (2000), pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji

saring Hepatitis B berdasarkan pemikiran bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B

yang pertama dilakukan pada usia 0-7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh

beberapa studi yang menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir dari ibu HbsAg positif

dan tidak diimunisasi Hepatitis B, 90% akan mengidap Hepatitis B kronis. Apabila

bayi diberi imunisasi Hepatitis B dosis pertama pada umur 0-7 hari maka yang

menjadi pengidap kronis tinggal 23% dan bila bayi diberi imunisasi dosis pertama

pada bulan pertama kehidupannya, maka yang menjadi pengidap kronis sebesar 40%.

Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun

1990, kita telah mencapai status (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan

imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Tetapi kita

masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014,

yang berarti cakupan imunisasi di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia telah

mencapai 80% atau lebih (www.Depkes.go.id, 2011).

Tidak terdapat perbedaan cakupan tiap jenis imunisasi menurut jenis kelamin,

tetapi perbedaan menurut daerah. Cakupan untuk tiap jenis imunisasi selalu lebih

tinggi antara 7,2–13,7 % di daerah perkotaan di bandingkan daerah perdesaan. Makin

tinggi tingkat pendidikan makin tinggi tingkat pengeluaran per kapita perbulan,

makin tinggi cakupan tiap jenis imunisasi. Perbedaan cakupan imunisasi anak

menurut pendidikan antara kepala keluarga yang tidak sekolah dan dengan

(25)

Menurut Helmi (2008), dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan

antara faktor internal (pengetahuan, tingkat pendidikan) dan faktor eksternal (peran

tenaga kesehatan) dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B

sedangkan faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara

statistik tidak terdapat adanya hubungan.

Berdasarkan penelitian Simbolon (2010), menyebutkan bahwa variabel

pendidikan, pengetahuan dan kepercayaan terhadap penolong persalinan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan

variabel pekerjaan, pendapatan, jumlah anak dan kepercayaan tidak berpengaruh

terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B.

Tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu mengimunisasikan anaknya

yaitu perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan selama kehamilan (ANC),

akses ke pelayanan kesehatan dan tingkat pendidikan ibu (Sofie, 2004). Studi Siswandoyo dan Putro (2003), juga menyatakan adanya peran lingkungan sosial

terhadap pelaksanaan imunisasi yaitu adanya hubungan bermakna antara pelayanan

petugas kesehatan dengan kelengkapan status imunisasi hepatitis B.

Menurut Muhammad (2009), adat di kalangan masyarakat Aceh sangat

berperan dalam sebuah keluarga di rumah tangga, adat Aceh membedakan tugas

laki-laki dan perempuan. Sudah menjadi tradisi yang turun temurun bahwa tugas

perempuan adalah memasak, mencuci, menjaga anak, mencari kayu bakar dan

(26)

untuk mendapatkan pendidikan, alasannya setinggi apapun sekolah untuk anak

perempuan akhirnya dia harus ke dapur juga.

Pendapat Amiruddin (2008), adat budaya sesungguhnya merupakan ketentuan

yang diambil dari perbuatan manusia yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dialami dan

dianut oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut Iswantara (2004), aturan atau

ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat disebut norma,

sedangkan adat istiadat adalah norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat

sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapat

sanksi keras yang secara langsung dikenakan kepada pelanggaran adat tersebut.

Penelitian Hartati (2007), mengemukakan bahwa faktor norma masyarakat

berpengaruh terhadap perolehan imunisasi campak di Wilayah Kerja Puskesmas

Kutabaro Kecamatan Kutabaro Kabupaten Aceh Besar. Gunawan (2009), melakukan

penelitian di Kabupaten Langkat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan pemberian imunisasi pada bayi dimana ibu dengan

pengetahuan baik memiliki peluang 4,5 kali untuk memberikan imunisasi kepada

anaknya, dan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara pelayanan petugas

dan dukungan keluarga dengan pemberian imunisasi Hepatitis pada anak.

Dalam pelaksanaan program imunisasi, keberhasilannya tergantung pada

faktor pelayanan kesehatan, masyarakat umum dan faktor ibu sendiri. Seorang anak

di imunisasi atau tidak, dipengaruhi beberapa faktor dari ibu antara lain tingkat

pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu mengenai imunisasi, bekerja tidaknya

(27)

Menurut penelitian Ali (2002), didapatkan bahwa usia ibu berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi. Penelitian ini

menunjukkan hasil yang hampir sama dengan penelitian Lubis (1990), yaitu dijumpai

hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang imunisasi

dengan usia ibu.

Pelaksanaan imunisasi menjadi kurang efektif bila banyak bayi yang tidak

diimunisasi. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan imunisasi menurut WHO

(2000) antara lain adalah (1) Pengetahuan ibu, (2) Lingkungan dan logistik, (3)

Urutan anak dalam keluarga, (4) Sosial ekonomi, (5) Mobilitas keluarga, (6) Ketidak

stabilan politik, (7) Sikap petugas kesehatan, (8) Pembiayaan dan (9) Pertimbangan

hukum. WHO melalui program The Expanded Program on Immunization (EPI)

merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai

imunisasi rutin di Negara berkembang, yaitu Bacillus Chalmette Guerin (BCG),

Diphtheria pertussis tetanus (DPT), Polio, Campak dan Hepatitis B.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor

di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

(28)

mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak

atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.

Menurut Riskesdas (2013), persentase imunisasi dasar lengkap di perkotaan

lebih tinggi (64,5%) dari pada pedesaan (53,7%) dan terdapat (11,7%) anak umur

12-23 bulan di pedesaan yang tidak diberikan imunisasi sama sekali. Terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kuintil indeks kepemilikan

rumah tangga, semakin tinggi pula cakupan imunisasi dasar lengkapnya. Menurut

pendidikan kepala rumah tangga, cakupan imunisasi dasar lengkap anak umur 12-23

bulan tertinggi pada kelompok perguruan tinggi (72,5%) dan terendah pada kelompok

tidak tamat SD (49,0%). Menurut pekerjaan, terlihat kecenderungan peningkatan

cakupan imunisasi lengkap anak umur 12-23 bulan pada kepala keluarga yang bekerja

sebagai pegawai maupun wiraswasta.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Indonesia (2013), cakupan imunisasi

Hepatitis B 0-7 hari di Indonesia sebesar 86,8% (Depkes RI, 2013). Sedangkan data di

Provinsi Aceh (2012) pencapaian desa (UCI) adalah 64%. Pencapaian ini masih

sangat rendah dari target yang ingin dicapai (80%). Oleh karena itu sosialisasi

imunisasi diseluruh desa perlu dilakukan bagi masyarakat terutama keluarga yang

mempunyai bayi dan balita, agar permasalahan kesakitan dan kematian pada balita

dapat dikurangi. (Profil Kesehatan Prov. Aceh. 2013).

Berdasarkan hasil laporan imunisasi rutin bayi di Dinas Kesehatan Kabupaten

(29)

kerja Puskesmas Kecamatan Kuala, imunisasi HB0 hanya mendapat 58%, dari target

UCI 80% (Puskesmas Kuala 2013).

Hasil survei (Agustus 2014) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala

Kabupaten Bireuen, pada saat pelayanan posyandu dilaksanakan baik itu untuk

pemberian imunisasi maupun penyuluhan, masih sedikit ibu-ibu yang melibatkan diri,

berkontribusi dan bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut, sehingga program

yang dilaksanakan menjadi kurang berarti terhadap upaya pencegahan penyakit

menular di masyarakat. Keadaan ini diperkuat dengan wawancara peneliti (Agustus,

2014) dengan petugas imunisasi dari puskesmas, yang menyatakan bahwa sebagian

ibu-ibu masih ada yang tidak mau anaknya diberikan suntikan imunisasi dikarenakan

berbagai alasan diantaranya adalah : (a) kesibukan rumah tangga, (b) takut anaknya

demam, (c) masih ada yang meragukan antara halal dan haramnya vaksin tersebut, (d)

Jauhnya jarak rumah dan posyandu.

Selanjutnya hasil wawancara secara langsung dengan petugas imunisasi

didapat keterangan bahwa rendahnya pencapaian imunisasi HB0 untuk Kabupaten

Bireuen khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala, diduga disebabkan

oleh pengaruh pengetahuan, sikap dan norma serta pelayanan imunisasi (peran

petugas kesehatan, sarana prasarana, jadwal imunisasi dan akses).

Berdasarkan uraian diatas terlihat ada beberapa masalah yang mempengaruhi

ibu tidak memberikan imunisasi HB0 pada anaknya, maka peneliti bermaksud

mengkaji hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, norma,

(30)

keluarga dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi di wilayah

kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Rendahnya cakupan imunisasi

HB0 pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen

Tahun 2014”.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan

dengan tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen Tahun 2014.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara variabel yang

meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, norma, penolong

persalinan, tempat persalinan, pelayanan petugas kesehatan dan dukungan keluarga

(31)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dan masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen dalam meningkatkan kinerja petugas imunisasi khususnya

HB0, mengenai sejauh mana hubungan umur, pendidikan, pekerjaan, sikap,

norma, penolong persalinan, tempat persalinan, pelayanan petugas kesehatan dan

dukungan keluarga terhadap tindakan ibu untuk mengimunisasikan HB0 pada

bayi, sehingga dapat mengambil suatu kebijakan dengan membuat program yang

sesuai untuk meningkatkan cakupan imunisasi.

2. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan

kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular terutama upaya

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit Hepatitis B.

3. Menjadi masukan dalam pengembangan pengetahuan dan rujukan penelitian

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu

berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang

dimaksud dengan perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas

dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Skiner seorang ahli psikologi,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,

maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan

(33)

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

Oleh sebab itu disebut covert behaviour atau unobservable behaviour, misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa

HIV /AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya (Notoatmodjo,

2003).

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktek. Misal, seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas

untuk di imunisasi (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku Skiner, maka perilaku kesehatan adalah suatu

respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan.

Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok :

(34)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang

untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini

terdiri dari tiga aspek :

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu

dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka dari

itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan

yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan

dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang,

bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku

orang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau

sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati

sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Notoatmodjo, 2003).

(35)

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga

lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,

bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu

kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana

mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Seorang ahli lain Becker dalam Notoatmodjo (2003) membuat klasifikasi

lain tentang perilaku kesehatan yaitu :

a. Perilaku hidup sehat (healthy behaviour)

Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang

untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab, dan gejala

penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang

mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit

(obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku

(36)

2.1.3 Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam memberikan respons sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang namun

respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap

stimulus yang berbeda disebabkan determinan perilaku. Determinan perilaku ini

dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang

bersikap given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Smet, 1994).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia sangatlah

kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom, seorang

ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah

atau kawasan yakni : a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor

(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan (knowledge), sikap

(37)

2.1.4 Determinan Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal

(lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi

dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat,

motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku

dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dan WHO.

1. Teori Lawrence Green

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,

yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor.

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan

sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku pertugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan

(38)

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya

dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan

anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum

mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors), tetapi barangkali juga karena rumahnya jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat

mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain mungkin karena para

petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah

mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).

2. Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok yaitu, pemikiran

dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi, dan

sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku, dan kebudayaan

masyarakat. Pemikiran dan perasaan, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi,

sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (kesehatan)

(39)

2.1.5 Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang

digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku (Notoatmodjo,

2003).

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga mengalami perubahan (Notoadmodjo,

2003).

2. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subjek. Misalnya, pak Anwar adalah perokok berat., karena pada suatu saat ia

terserang batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk

mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya ia berhenti merokok sama

sekali (Notoadmodjo, 2003).

3. Tindakan untuk Berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di

dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat

untuk menerima inovasi tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi

(40)

disebabkan setiap orang mempunyai tindakan untuk berubah (readliness to

change) yang berbeda-beda (Notoadmodjo, 2003).

2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu untuk Mengimunisasikan HB0 Pada Bayi

Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku manusia

daritingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2

faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku

(non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari

3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan

misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, jarak ke sarana

pelayanan kesehatan dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, dukungan keluarga dan tokoh

masyarakat yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, jarak ke

(41)

keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

perilaku.

Keberhasilan pemberian imunisasi kepada bayi memerlukan kerjasama dan

dukungan dari semua pihak terutama kesadaran ibu-ibu yang mempunyai bayi untuk

membawa bayinya ke fasilitas pelayanan imunisasi, seperti Posyandu, Rumah Sakit,

Klinik Bersalin, Praktek Dokter atau Bidan.

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan ibu untuk

mengimunisasikan HB0 pada bayi adalah sebagai berikut :

2.2.1 Usia

Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai

dengan ulang tahunnya yang terakhir. Usia merupakan konsep yang masih abstrak

bahkan cenderung menimbulkan variasi dalam pengukurannya. Seseorang mungkin

menghitung umur dengan tepat tahun dan kelahirannya, sementara yang lain

menghitungnya dalam ukuran tahun saja (Zaluchu, 2008).

Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung

untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk

pemberian imunisasi (Reza, 2006). Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang

paling aman seorang ibu untuk melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun (Saputra,

2009). Penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa ibu yang berusia ≥30 tahun

cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang

berusia <30 tahun cenderung untuk melakukan imunisasi lengkap 2,03 kali 18

(42)

usia ibu dan status kelengkapan imunisasi tidak bermakna (p-value=0,16). Lienda

(2009) dalam penelitiannya hasil uji statistik p-value=0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar.

Waldoeher (1997) dalam Reza (2006), mengatakan bahwa status imunisasi

semakin baik seiring dengan peningkatan usia ibu. Penelitian Rahma Dewi (1994),

memperoleh hasil bahwa 58,3% kelengkapan status imunisasi anak terdapat pada ibu

yang berusia 20-29 tahun. Sedangkan proporsi yang hampir sama pada usia ibu 15-19

tahun sebesar 48,4% dan usia ibu 30 tahun lebih sebesar 48,5%. Reza (2006), ada

hubungan bermakna secara statistik yang ditunjukkan oleh nilai p-value=0,000. Ibu

yang berusia ≥30 tahun 2,78 kali lebih besar st atus imunisasi dasar anaknya untuk

tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia <30 tahun.

Dombkowski (2004), menyebutkan ketepatan usia pemberian imunisasi

dipengaruhi oleh pengasuhan oleh orang tua tunggal, jumlah anggota keluarga,

pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan dan kepemilikan telepon.

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin

banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi

pada anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan

terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk

setiap anak tidak dapat maksimal.

2.2.2 Pendidikan

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena pada

(43)

ibu. Oleh karena itu, pendidikan seorang ibu sangatlah penting dalam mendidik

seorang anak. Karena tingkat pendidikan ibu sangat menentukan kemudahan dalam

menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka akan

semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih

cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu

(Notoatmodjo, 2003).

Dengan pendidikan yang tinggi seseorang cenderung akan banyak pula

mendapatkan informasi, baik dari orang lain, media massa, dan semakin banyak

informasi yang didapatkannya maka semakin banyak pula pengetahuan yang

diperolehnya.

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam

pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah

yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau

masyarakat, yang berarti bahwa pendidikan adalah proses membuat seseorang,

kelompok atau masyarakat meningkatkan kualitas sumber dayanya.

2.2.3 Pekerjaan

Status pekerjaan ibu berkaitan dengan kesempatan dalam mengimunisasai

anaknya. Seorang ibu yang tidak bekerja akan mempunyai kesempatan untuk

mengimunisasikan anaknya dibanding dengan ibu yang bekerja. Pada ibu-ibu yang

bekerja diluar rumah sering kali tidak mempunyai kesempatan untuk datang ke

(44)

bekerja ditempat kerjanya. Sering juga ibu yang terlalu sibuk dengan urusan

pekerjaannya lupa akan jadwal imunisasi anaknya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Ibrahim (1994), tidak terdapat hubungan antara status kerja ibu

dengan status imunisasi campak. Begitupun dengan yang dikemukakan oleh Agus

(2000), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan

perilaku ibu dalam mengimunisasikan campak anaknya. Tetapi jenis pekerjaan justru

lebih berperan dibandingkan dengan status kerja ibu. Menurut Streatfield (1990)

dalam Ibrahim (1994), dimana pegawai negeri sebagai tenaga profesional, status

imunisasi anaknya lebih tinggi bila dibandingkan jenis pekerjaan lain.

2.2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmojo, 2003).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk tingkat ini adalah mengingat (recall) seluruh bahan yang

dipelajari atau yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

(45)

apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyarankan dan sebagainya.

b. Paham (Comprehension)

Paham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang paham terhadap obyek atau materi dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap obyek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi realita (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk mempertahankan materi atau

suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat

dilihat dari kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada kemampuan meningkatkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis

(46)

Sebagai contoh dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Martin dalam Kusrini (2006), pengetahuan merupakan

kemampuan untuk membentuk mental yang menggambarkan obyek dengan tepat

dan mempresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap obyek.

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh menusia melalui

pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera

atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum

pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Atau dengan pengertian lain bahwa

pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh

seseorang.

Menurut Mariaty (2003), seorang ibu akan membawa bayinya untuk

diimunisasi bila seorang ibu mengerti apa manfaat imunisasi tersebut bagi bayinya,

pemahaman dan pengetahuan seorang ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar

(47)

2.2.5 Sikap

Menurut Allport sikap merupakan seebagai suatu kecenderungan potensial

untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya respon. Dan menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2005), sikap merupakan

kesiapan atau tindakan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Faktor penentu bentuk perilaku sangat banyak antara lain pengalaman

individu, motivasi dan sikap individu ikut memegang peranan penting dalam

menentukan bagaimana reaksi seseorang terhadap lingkungan atau stimulus

lingkungan.

Tim ahli WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005), menyebutkan bahwa sikap

merupakan bentuk dari pikiran dan perasaan yang dapat mempengaruhi seseorang

untuk berperilaku.

Menurut Agus (2000), yang menyatakan bahwa sikap ibu mempunyai

hubungan yang kuat dengan perilaku ibu dalam mengimunisasikan campak anaknya,

ibu yang mempunyai sikapnya tidak baik terhadap imunisasi campak mempunyai

resiko 9,92 kali untuk tidak memberikan imunisasi anaknya.

Hasil penelitian yang dilakukan Agus sesuai dengan teori diatas yang

menyatakan sikap mempengaruhi seseorang berperilaku dan memegang peranan

penting menentukan perilaku. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu

(48)

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas serta

dukungan dari pihak lain seperti suami, orang tua, mertua. (Notoatmodjo, 2005)

2.2.6 Norma

Norma adalah suatu aturan khusus atau seperangkat peraturan tentang apa

yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan oleh manusia. Norma mengungkapkan

bagaimana manusia seharusnya berperilaku atau bertindak. Norma yang berkembang

di masyarakat mempunyai beberapa hal yang terkait dengan kehamilan maupun

dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Adanya hubungan aspek norma

dengan tindakan dalam memilih tenaga penolong persalinan akan dilihat dalam

penelitian ini.

Konsep norma tentang dukun bayi pada beberapa penelitian terdahulu

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan bidan atau tenaga kesehatan

lainnya. Sehingga dalam pelaksanaan pelayanan pertolongan persalinan di tengah

masyarakat menunjukkan adanya keseimbangan antara bidan dan dukun bayi.

Menurut pendapat Yosefina, dkk (2003), norma mengacu pada kepercayaan

simbolis penting untuk masyarakat terutama yang tinggal di daerah pedesaan atau

daerah terpencil. Hal ini disebabkan karena:

1. Simbol dasar dari kehamilan bersumber dari adat dan norma asli.

2. Konsep norma dan nilai mempengaruhi perlakuan.

3. Masyarakat dapat mengetahui sistem kedokteran moderen dalam konteks

(49)

4. Mungkin masyarakat tidak memakai sistem pengobatan moderen karena tidak

cocok dengan norma masyarakat asli.

Kondisi daerah sangat berpengaruh terhadap keteguhan untuk memelihara norma

dan nilai, suatu daerah yang tidak banyak mendapatkan sentuhan pola hidup modern

yang dapat merubah pola dan pandangan hidup masyarakat senantiasa terpelihara

dengan baik. Sebaliknya daerah yang banyak menerima perubahan yang dibawa oleh

pendatang dapat menyebabkan perubahan norma dalam masyarakat.

Perubahan pandangan tentang norma dapat mencakup berbagai aspek

kehidupan. Termasuk perubahan pandangan tentang tenaga penolong persalinan,

yang selama ini sebagian besar masih ditolong oleh dukun bayi, akan mengalami

perubahan dengan ditempatkannya bidan sebagai tenaga kesehatan di daerah

pedesaan.

Menurut Sumaryoto (2003), faktor non medis terbukti merupakan faktor

dominan yang memberikan konstribusi terhadap kematian ibu karena hamil,

melahirkan dan nifas. Apalagi saat ini belum semua masyarakat siap melaksanakan

perubahan perilaku, pengaruh sosial budaya yang bias gender dan masih kurangnya

informasi serta kemampuan menerima dan menyerap informasi.

2.2.7 Penolong Persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta

dan selaput janin dari ibu. Pertolongan persalinan merupakan salah satu bagian dari

(50)

penerimaan gerakan keluarga berencana, melaksanakan persalinan bersih dan aman

dan meningkatkan pelayanan obstetri essensial dan darurat yang merupakan

pelayanan kesehatan primer.

Darwizar (2002), tidak jarang ibu hamil yang kritis meninggal sesampai di

rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, dan tidak jarang juga sering

terjadi kematian akibat pertolongan persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga yang

ahli dan berlatar belakang kesehatan seperti dukun bayi.

2.2.8 Tempat Persalinan

Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat

terdiri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek

dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi

pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi pada bayi tidak hanya karena ia tahu

dan sadar manfaat pemberian imunisasi melainkan ibu tersebut dengan mudah dapat

memperoleh tempat pemberian imunisasi pada bayinya.

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat

pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainnya.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat pelayanan kesehatan

dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum tahu manfaat imunisasi

bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan

(51)

Menurut Endang (1999), terdapat hubungan yang bermakna antara

penggunaan sarana dengan perilaku pemberian imunisasi. Hal ini sejalan dengan

Anderson dalam Ridwan (1994), yang menyatakan bahwa makin banyak sarana

kesehatan dan tenaga kesehatan di suatu daerah makin kecil jarak jarak jangkauan

masyarakat terhadap suatu pelayanan kesehatan, makin sedikit pula ongkos dan

waktu yang diperlukan sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat meningkat.

2.2.9 Pelayanan Petugas Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan

(Kemenkes RI, 2005).

Dukungan petugas kesehatan (petugas imunisasi) merupakan dukungan sosial

dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa lingkungan

(petugas imunisasi) memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang

diketahui. Petugas kesehatan akan mendukung perilaku ibu untuk melakukan upaya

kesehatan (mengimunisasikan anaknya) melalui keterampilan komunikasi dan ada

kecenderungan bahwa upaya-upaya petugas kesehatan memperkuat ibu dengan

memberikan pujian, dorongan dan diskusi atau dengan menjadi sumber informasi

yang dapat dipercaya (Graeff, 1996).

Petugas kesehatan yang berperan memberikan dukungan informatif kepada

ibu tentang imunisasi dianjur kan mengikuti tata cara pemberian sebagai berikut :

(52)

b. Memeriksa kembali persiapan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang

tidak diharapakan.

c. Membaca dengan teliti informasi prosuk vaksin yang akan diberikan dan dapatkan

persetujuan orang tua.

d. Meninjau kembali apakah ada kontra indikasi.

e. Memeriksa identitas klien dan berikan antipiretik bila perlu.

f. Memeriksa jenis dan keadaan vaksin serta yakinkan penyimpanannyabaik.

g. Menyakinkan vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan bila perlu tawarkan

juga vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal.

h. Memberikan vaksin dengan teknik yang benar.

i. Setelah pemberian vaksin, menjelaskan apa yang harus dialakukan apabila ada

reaksi ikutan, membuat laporan imunisasi kepada instansi terkait,memeriksa status

imunisasi keluarga dan bila perlu menawarkan vaksinasi untuk mengekar

ketinggalan (Muslihatun, 2010).

2.2.10 Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono (2003), dukungan keluarga adalah bantuan yang

bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa

informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh

anggota keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara lainnya.

Duval (1972, dalam Ali, 2006), menyatakan bahwa keluarga adalah

sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran

(53)

perkembangan fisik, mental dan emosional serta sosial individu yang ada didalamnya,

dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan

hubungan untuk mencapai tujuan umum.

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)

(Suprajitno, 2004).

Sarafino (1994) dalam Suprajitno (2004), mengklasifikasikan dukungan ke

dalam empat bentuk yang terdiri dari:

1. Dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan dan

memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial semacam

ini merasa tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang dan

berbahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah diperoleh dari

pasangan hidup atau anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara yang akrab

dan memiliki hubungan harmonis.

2. Dukungan penilaian, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh lingkungan

mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya. Sumber dukungan

ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi (lembaga) tempat

(54)

3. Dukungan instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya

memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang

dapat meringankan penderitanya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari

keluarga.

4. Dukungan Informatif, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memberikan

keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya. Dukungan

informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan

lainnya.

2.3 Tindakan Ibu

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya

diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau

disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) begitu juga dengan tindakan (practice) kesehatan seperti mengimunisasikan anaknya (Notoatmodjo, 2003).

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan atau peran

serta. Untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata atau peran serta

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain

adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi

dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai agar ibu tersebut

(55)

dukungan dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua dan

lain-lain (Notoatmodjo, 2003).

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh

adalah indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai

praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengimunisasikan anaknya pada

umur-umur tertentu tanpa menunggu ajakan atau perintah.

2.4 Konsep Imunisasi 2.4.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Skor Korelasi antara Tiap-Tiap Kuesioner dengan Nilai Total
Tabel 3.1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa jawapostv menggunakan komponen- komponen yang sama dengan landasan teori Integrated Marketing Communication serta penggunaan

Histogram pertumbuhan jumlah akar dan panjang akar tanaman jahe emprit setelah perlakuan pupuk kotoran kuda pada dosis yang berbeda... histogram pertumbuhan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak hukum dari anak-anak yang menjadi narapidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas

kanker, dapat distimulir oleh vaksin BCG terutama untuk kanker kandung kemih, terbukti telah memberikan respon pada 60% dr penderita. - digunakan sbg terapi tambahan

Sumber data penelitian ini meliputi (1) tempat dan peristiwa, yaitu proses pem- belajaran menulis puisi yang berlangsung di kelas dan dialami oleh siswa kelas X-8 SMA Negeri 3

Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1)kebutuhan peserta didik terhadap media pembelajaran e-learning geografi didapatkan dari data analisis kebutuhan mengenai

Distribusi ini digunakan apabila produsen ingin tetap memegang kendali atas tingkat dan keluaran layanan yang ditawarkan perantara tersebut. Strategi ini

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan tingkatan anemia pada ibu hamil anemia di Puskesmas Sentolo II Kulon