UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Oleh Jenny Ginting
T E S I S
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Telah disetujui dan disahkan
Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) Pembimbing I
Dr. Rita Evalina, SpA Pembimbing II
Medan, Juni 2008
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU
Dengan ini diterangkan bahwa :
Jenny Ginting
Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar
Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Tesis ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Rabu,
tanggal 04 Juni 2008
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji :
Penguji I
1. Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) ………
Penguji II
2. Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, SpA(K) ………
Penguji III
3. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) ………
Medan, Juni 2008
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpAK
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam
Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran
kepada :
1. Yang terhormat pembimbing utama Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), dan pembimbing kedua dr. Rita Evalina,
SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang
sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis
2. Yang terhormat Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran USU
dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) sebagai sekretaris program
sampai 2007 serta dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai sekretaris
program periode 2007 sampai saat ini.
3. Yang terhormat Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/
RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan, Dr. H. Ridwan
M. Daulay, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007
sampai saat ini.
4. Yang terhormat seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam
pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter
Spesialis Anak di FK- USU.
6. Kepala Sekolah Dasar Negeri Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal, serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada
7. Semua teman sejawat PPDS dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bimbingan, bantuan
serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
Kepada yang tercinta suami saya Drs. Nelson SB. Purba, MM dan
kedua anak saya Rizky Juan Ananta dan Jovan Sya Audrey yang dengan
penuh pengertian telah mengizinkan penulis untuk mengikuti program
pendidikan ini. Tanpa doa, pengorbanan dan kesabarannya mustahil program
ini dapat diselesaikan.
Kepada yang tercinta orang tua, mertua dan saudara-saudaraku yang
selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama
penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan
mandapat imbalan dari Yang Maha Kuasa.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Juni 2008
DAFTAR ISI
BAB Halaman
Persetujuan Pembimbing………... ii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi ……… ……. vii
Daftar Tabel ……… x
Daftar Gambar ...……… xi
Daftar Singkatan ……… xii
Daftar Lambang ……….... xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 3
1.3. Kerangka Konsep Penelitian……… 3
1.4. Tujuan Penelitian ……… 4
1.5. Hipotesis ……… 4
1.6. Manfaat Penelitian ……… 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Malaria Falciparum………. 5
2.3. Immunochromatographic Test ……….……… 9
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ……….. 14
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian……… 14
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel……… 14
3.4. Besar Sampel………..…… 15
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……….. 15
3.6. Cara Kerja……… 16
3.7. Analisa Data……… 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ………. 19
4.2. Pembahasan ……… 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 25
5.2. Saran ……… 25
DAFTAR PUSTAKA .……… 26
LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan ……… 32
3. Surat Persetujuan Komite Etik……… 36
4. Master Tabel Penelitian ………. 37
RINGKASAN……… 43
SUMMARY……….. 45
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Sampel………... 20
Tabel 2. Perbandingan Hasil Metoda Parascreen
dengan Metoda Giemsa... 21
Tabel 3. Sensitivitas Parascreen Berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian...………... 4
Gambar 2. Siklus Hidup Malaria.……….... 8
Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic
DAFTAR SINGKATAN
AO : Acridine Orange
API : Annual Parasite Incidence
BB : Berat Badan
CDC : Center for Disease Control and Prevention
cm : Centimeter
DNA : Deoxyribonucleic Acid
HPA : High Prevalensi Area
HRP : Histidine Rich Protein
ICT : Immunochromatographic Test
kg : Kilogram
Mab : Monoclonal antibody
mm : Milimeter
NTB : Nusa Tenggara Barat
PCR : Polymerase Chain Reaction
PfHRP II : Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II
pLDH : plasmodium Lactate Dehydrogenase
PR : Parasite Rate
QBC : Quantitative Buffy Coat
RDT : Rapid Diagnostic Test
RIA : Radio Immuno Assay
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
SPSS : Statistical Package for Social Science
DAFTAR LAMBANG
P : Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
Q : 1-P
α : Tingkat kemaknaan
n : Besar sampel
< : Lebih kecil
> : Lebih besar
zα : Deviat baku normal untuk α
Z : Deviat baku normal untuk
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama negara
tropis.1 Setiap tahun, 200 juta manusia menderita malaria dan 2 juta meninggal akibat penyakit ini.2,3 Di Indonesia malaria merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah, terutama Indonesia bagian Timur.4 Kematian terbanyak terjadi pada bayi dan anak usia dibawah 5 tahun.5,6 Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh
karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal dari
daerah endemis dan non endemis malaria. Bila diukur dengan Annual
Parasite Incidence (API), angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali
adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa dan Bali bila
diukur dengan angka Parasite Rate (PR) adalah 4,78% pada tahun 1997.7 Berdasarkan survai malariometrik penyebaran penyakit malaria di
Propinsi Sumatera Utara terutama sepanjang pantai timur dan barat, daerah
perbukitan dan berdekatan dengan hutan lebat. Survai tahun 1990 sampai
1993 di sebelas Kabupaten, ditemukan dua spesies parasit yaitu P.
falciparum dan P. vivax, dengan angka kesakitan malaria 2.7%. Propinsi
Sumatera Utara selama kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka PR
Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo
dan Labuhan Batu.8 Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata High Prevalensi Area (HPA) dengan PR tertinggi yaitu 10,65%.9
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari
empat plasmodia yang menginfeksi manusia yaitu P. falciparum, P. vivax, P.
ovale dan P. malariae.10,11 P. falciparum merupakan penyebab tersering infeksi malaria di negara-negara tropis.8,12 Malaria falciparum sering resisten terhadap obat dan merupakan jenis yang paling berbahaya, karena
penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal seperti malaria serebral,
bahkan kematian.13,14
Diagnosis cepat dan akurat adalah kunci penanganan yang efektif
untuk mengatasi malaria15,16 yaitu dengan mendeteksi P.falciparum dalam darah sehingga dapat ditangani segera.17-19 Hal ini merupakan tantangan laboratorium di seluruh negara agar diagnosis malaria dapat ditegakkan
sesegera mungkin.20 Sebagai baku emas, pewarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah mikroskop sering digunakan karena
biayanya yang relatif murah.19,21,22 Tetapi pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan
hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama (time consuming), serta tidak
jarang mendapatkan hasil positif dan negatif palsu.21,23 WHO juga sudah mengakui akan kebutuhan alat diagnostik nonmikroskopis untuk mengatasi
berkembang dalam mendeteksi proses penyakit ini. Telah ditemukan metoda
imunologik yang sangat baik dan sederhana untuk diagnosis malaria yaitu
Immunochromatographic Test (ICT) dan sudah dikenal beberapa tahun
ini.12,24
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kebutuhan akan suatu metoda
untuk diagnosis malaria yang sifatnya mudah, cepat dan sensitif sangatlah
diperlukan. Untuk itu perlu dicoba suatu alat baru yang dikenal dengan nama
Parascreen, yaitu suatu metoda Immunochromatographic Test (ICT) untuk
mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II (PfHRP-II). Uji ini
lebih cepat, mudah dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana
dan praktis untuk pemakaian di lapangan.
1.3. Kerangka Konsep Penelitian
Parascreen - Sensitivitas
- Spesifisitas
- Nilai prediktif
- Akurasi
- Prevalensi
- Likelihood ratio Pewarnaan giemsa
Sampel
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas uji tersebut terhadap infeksi
P. falciparum.
1.5. Hipotesis
Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas antara
pemeriksaan Parascreen dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa.
1.6. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif
dalam menegakkan diagnosis penyakit malaria falciparum secara cepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria Falciparum
Malaria disebabkan oleh empat spesies protozoa, P. falciparum yang paling
banyak dijumpai di daerah tropis. Morbiditas dan mortalitas terbanyak
disebabkan oleh P. falciparum terutama pada orang yang tidak imun.5,10
Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 pejamu, yaitu
vertebrata dan nyamuk genus Anopheles. Siklus aseksual di dalam pejamu
vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang
membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang
aktif dapat ditularkan kedalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk,
kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon
(stadium eksoeritrositer atau stadium pra-eritrositer). Skizon P. falciparum
dan P. malariae hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan
spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga suatu saat dapat
aktif dan terjadilah long-term relapse. Sel hati yang berisi parasit akan pecah
dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium
eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma
yang mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon
muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses
dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh Reticulo
Endothelial System (RES). Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk
kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa
merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni
yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus
tersebut disebut masa tunas intrinsik.5, 7,25
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni).
Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan
mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan
membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus
dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak
sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar
liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.7,25
P. falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit
sampai eritrosit yang telah matang. Pada kasus berat parasit dapat
menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam
waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah
Gambar 2. Siklus Hidup Parasit Malaria
Sumber : The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease
Control and Prevention, Atlanta)
Gambaran klinis malaria terdiri dari 3 stadium yaitu:1,4
1. Stadium dingin: diawali dengan gejala menggigil dan perasaan yang
sangat dingin. Nadi cepat dan lemah, pucat, muntah dan pada anak
sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium demam: penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit
badan dapat mencapai 410C atau lebih. Stadium ini berlangsung 2-12 jam.
3. Stadium berkeringat: penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan
menurun cepat, terkadang sampai dibawah normal. Gejala dapat
disertai hepatomegali, splenomegali, trombositopeni, anemia. Gejala
neurologis dapat terjadi seperti bingung, diorientasi sampai koma.
2.2. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis.
Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti
pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat (QBC), Acridine Orange
(AO). Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi antigen
parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti
uji Polymerase Chain Reaction (PCR), Radio Immuno Assay (RIA), Indirect
Hemaglutination, Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Rapid Diagnostic Test
(RDT).20,26,27
Hingga saat ini diagnosis malaria dilakukan dengan cara konvensional
yaitu dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis yang dipulas dengan
pewarnaan Giemsa dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya.14,21 Hasil pemeriksaan negatif tidak selalu berarti tidak mengidap penyakit malaria,
khususnya pada orang-orang yang mendapat pengobatan anti malaria
setiap 4-6 jam untuk menegakkan diagnosis. Sampel yang ideal adalah darah
yang diambil dengan menusuk ujung jari atau daun telinga karena kepadatan
trofozoit yang lebih besar.20 Sediaan darah tebal berguna untuk mengkonsentrasikan parasit di dalam bidang sediaan, jadi untuk menegakkan
diagnosis malaria harus menggunakan sediaan darah tebal. Sediaan darah
tipis berguna untuk melihat morfologi parasit sekaligus menentukan spesies
parasit.17
Pada pemeriksaan darah tepi baik sediaan darah tebal dan tipis, dapat
dijumpai P. falciparum berbentuk cincin (ring form) dan gametosit.
Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, gametositnya
berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa
(stars in the sky).5,7
2.3. Immunochromatographic Test (ICT)
ICT merupakan salah satu RDT. Uji ini berdasarkan deteksi antigen yang
dikeluarkan oleh parasit malaria, yaitu PfHRP II.12,14 Pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan negatif.
Sintesa PfHRP II dimulai pada saat berbentuk cincin dan berlanjut hingga
stadium trofozoit.28,29 Ada tiga HRP yang dibuat oleh P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit yang dinamakan dengan PfHRP I, II dan III. PfHRP I
hanya diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang terinfeksi
dan negatif dan jumlahnya sangat banyak, dan merupakan antigen pertama
yang digunakan untuk RDT. Rangkaian DNA telah membuktikan bahwa
PfHRP II mengandung 35% histidin dan juga kandungan alanin dan aspartat
yang relatif tinggi masing-masing 40% dan 12%. PfHRP III merupakan protein
yang paling sedikit diproduksi oleh P. falciparum dibandingkan dengan
PfHRP I dan PfHRP II. Rangkaian DNA menunjukkan PfHRP III mengandung
30% histidin dan 29% alanin.20,28
ICT umumnya digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung
antibodi monoklonal yang langsung pada antigen parasit. Prinsip ICT adalah
mendeteksi antigen yang dikeluarkan oleh plasmodium, dan selanjutnya akan
terjadi reaksi kompleks antigen-antibodi pada bahan nitroselulose acetat
dimana kompleks tersebut diberi Monoklonal antibodi (Mab) yang berlabel
zat warna (colloidal gold) sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda
berupa garis yang menyatakan hasil positif untuk P. falciparum, infeksi
Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic Test pada malaria
Sumber : Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin
Microbiol Rev 2002;15:66-78.
ICT merupakan uji yang cepat, mudah dilakukan dan tidak
memerlukan laboratorium khusus, seperti sentrifus dan mikroskop. Uji ini
lebih praktis digunakan di lapangan, hanya membutuhkan sedikit keahlian
dan hasil sudah diperoleh dalam waktu berkisar 5-30 menit.24
Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pipa kapiler yang
tersedia, darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa
pada alat, dilakukan dengan cara memegang pipa kapiler secara vertikal dan
tekan ujungnya perlahan-lahan. Kemudian diteteskan reagensia. Dalam 5
menit hasil sudah dapat dibaca. Garis paling atas (garis pertama) merupakan
garis kontrol. Garis di bawah garis kontrol merupakan garis uji untuk
plasmodium nonfalciparum. Bila hasil uji untuk P. falciparum maka garis
kontrol dan garis terbawah akan berwarna merah muda.20 Kelemahan ICT ini antara lain:24
1. Sensitivitas biasanya mencapai > 90% pada level parasitemia > 100
/µL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah,
orang-orang yang tidak imun dan yang sudah pernah mendapat terapi
profilaksis malaria.
2. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain
yaitu adanya resisten obat dan reaksi silang dengan autoantibodi
seperti rheumatoid factor.
3. Hasil negatif palsu dapat dijumpai pada malaria berat atau parasitemia
yang sangat tinggi yaitu > 40000 parasit/ µL darah.
4. Reaksi silang dengan jenis plasmodia yang lain, yang dapat terjadi
pada 1/3 pasien.
5. Harga alat mahal ($ 1,20-13.50) bila dibandingkan dengan pewarnaan
Giemsa ($ 0,12-0,40) juga masih menjadi pertimbangan, terutama
ICT dapat mendeteksi P. falciparum dan non P. falciparum, tetapi
tidak dapat membedakan antara P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae, maupun
membedakan infeksi falciparum murni dari infeksi campuran yang termasuk
P. falciparum.28
Pemeriksaan lainnya yang berdasarkan Histidine Rich Protein II adalah: Parasight-F, Paracheck. Selain itu sudah dikembangkan pula uji plasmodium Lactate Dehydrogenase (pLDH). Tes ini berdasarkan deteksi enzim
glycolitic soluble yang dikeluarkan oleh parasit dengan kadar yang tinggi dalam darah.20
BAB III
3.1. Desain Penelitian
Metoda yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar untuk
menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif, akurasi, prevalensi dan
likelihood ratio.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas dan Rumah Sakit di Penyabungan,
Kabupaten Mandailing Natal propinsi Sumatera Utara.
Waktu penelitian Oktober-November 2006.
Izin melaksanakan penelitian diperoleh dari Komite Etik Penelitian Bidang
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel
Sampel diambil dari pasien yang berkunjung ke Puskesmas atau Rumah
Sakit. Umur sampel yang diambil adalah semua golongan umur.
3.4. Besar Sampel
(Zα√PoQo + Z √PaQa)2 n =
(Pa – Po)2
Po dan Pa = masing – masing proporsi
Q = 1-P
α = tingkat kemaknaan
P = 0,5 zα = 1,96 Z = 0,842 Pa = 0.90 Po = 0,80
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel minimal 104
orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi:
Setiap pasien yang datang dengan satu keluhan atau lebih seperti:
- Demam ≥ 37,5 °C
- Pucat
- Mencret
- Sakit kepala
3.5.2. Kriteria Eksklusi:
- Penderita yang tidak bersedia diperiksa atau tidak mau mengikuti penelitian ini.
3.6. Cara Kerja
Pasien yang datang ke Puskesmas dan Rumah sakit dengan satu keluhan
atau lebih seperti demam, pucat, mencret dan sakit kepala dilakukan
pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas, pemeriksaan
hepar dan lien. Setiap pasien diambil darah untuk pemeriksaan malaria
dengan 2 metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.
3.6.1. Pulasan Giemsa
Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet. Sampel darah
diperiksa dengan dua sediaan yaitu sediaan darah tebal dan tipis.
a. Cara membuat sediaan darah tebal
- Sampel darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih,
ditebarkan perlahan-lahan dengan kaca objek yang lain.
- Biarkan kering, kemudian bilas dengan air.
- Diwarnai dengan larutan Giemsa, dan biarkan 30 menit.
- Cuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan.
- Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya.
b. Cara membuat sediaan darah tipis
- Hapus dengan kaca objek lain dengan menggunakan
ujung kaca objek penghapus.
- Ujung kaca objek penghapus diletakkan di depan darah
kemudian ditarik ke arah darah tersebut hingga
menyebar pada sudut kedua kaca objek.
- Dengan membentuk sudut 30 derajat, kaca objek
penghapus segera didorong ke depan dengan
perlahan-lahan tanpa berhenti.
- Biarkan kering.
- Fiksasi dengan metanol 1-2 menit, kemudian warnai
dengan larutan Giemsa selama 30 menit.
- Cuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan.
- Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya.
Sediaan dikatakan positif bila ditemukan spesies parasit yaitu inti parasit
berwarna merah dan sitoplasma berwarna biru keungu-unguan dengan
pigmen terlihat berwarna coklat kehitaman
3.6.2. Parascreen
- Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet.
- Darah ditaruh pada port ”A”.
- Teteskan clearing buffer 4 tetes pada port ”B”.
- Hasil dibaca dalam 15 menit.
- Bila terlihat satu garis (garis kontrol) berwarna merah muda
berarti negatif.
- Bila terlihat dua garis berwarna merah muda berarti positif P.
nonfalciparum.
- Bila terlihat tiga garis berati positif P. falciparum atau infeksi
campuran.
3.6. Analisa data
Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel tabulasi silang dengan perangkat
lunak SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago) antara hasil pemeriksaan
Giemsa dengan metoda Parascreen. Penghitungan data dilakukan dengan
cara manual. Data yang dinilai adalah: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif,
akurasi, prevalensi, likelihood ratio
BAB IV
1.1. Hasil Penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini 104 orang. Anak perempuan lebih banyak
dibandingkan anak laki-laki. Umur 6-12 tahun yang terbanyak yaitu 94 orang
(90,4%). Gejala terbanyak adalah pucat yaitu 88 orang (84,61%) dan
[image:33.612.109.511.280.650.2]splenomegali yaitu 7 orang (6,73%). (Tabel 1)
Tabel 1. Karakteristik sampel
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki - laki 47 45,2
Perempuan 57 54,8
Umur (tahun)
6 - 12 94 90,4
> 12 - 15 8 7,7
> 15 - 18 2 1,9
Gejala
Demam 14 13,46
Pucat 88 84,61
Mencret 7 6,73
Sakit Kepala 50 8,07
Tanda
Ikterik 4 3,84
Hepatomegali 5 4,80
Splenomegali 7 6,73
Tabel 2. Perbandingan metoda parascreen dan giemsa
Positif Negatif
Positif 65 0 65 Parascreen
Negatif 20 19 39
Jumlah 85 19 104
Pada penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%,
nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%,
prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (–)
[image:34.612.110.527.112.229.2]0,23. (Tabel 2)
Tabel 3. Sensitivitas Parascreen berdasarkan jumlah parasitemia
Parasitemia
(/mm3 darah)
Giemsa Parascreen Sensitivitas
1 - 100 11 0 0
101 - 200 32 26 81,25%
201 - 400 24 21 87,50%
401 - 600 18 18 100%
jumlah parasitemia. Sensitivitas mencapai 100% pada jumlah parasitemia
401-600/mm3. (Tabel 3)
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini terlihat jumlah penderita malaria lebih banyak pada anak
perempuan yaitu 54,8% dibandingkan dengan anak laki-laki sebesar 45,2%.
Dari sebaran umur relatif tidak merata, terbanyak adalah kelompok umur 6-12
tahun yaitu 90,4%. Dari penelitian Marletta di Nias (Sumatera Utara) kasus
malaria tertinggi terjadi pada usia 5-14 tahun.31 Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau berbagai golongan umur
disebabkan beberapa faktor seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan,
migrasi penduduk dan kekebalan.8
Diagnosis malaria ditetapkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
hasil laboratorium. Baku emas pemeriksaan laboratorium malaria adalah
temuan parasit pada pemeriksaan mikroskopis (hapusan darah tebal dan
tipis). Pemeriksaan ini mempunyai banyak kelemahan, yaitu memerlukan
ketersediaan mikroskop cahaya memadai dan tenaga pemeriksa yang
trampil.20 Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan, dari 19 laboratorium di Nusa Tenggara Barat (NTB)
yang dinilai (evaluasi) menggunakan sediaan positif malaria, hanya 79%
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan dengan Giemsa dan
Parascreen terhadap 104 sampel, diperoleh hasil negatif pada pemeriksaan
mikroskopis dan uji Parascreen. Menurunnya sensitivitas RDT dipengaruhi
jenis parasit dan level parasitemia.
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil uji Parascreen negatif
sedangkan dari pemeriksaan Giemsa didapat hasil positif dan hal ini banyak
didapati terutama pada parasitemia yang rendah yaitu < 100/mm3. Sensitivitas RDT menurun pada kadar parasitemia yang rendah dan
orang-orang dengan kekebalan yang rendah.24,33 Penelitian Aslan dkk (2001) menunjukkan intensitas warna yang terlihat pada dipstik RDT dapat
dipengaruhi oleh kadar parasitemia.3
Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil uji Parascreen mempunyai
sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai
prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio
(+) tak terhingga dan likelihood ratio (–) 0,23. Penelitian Singh dkk (2000) di
India yang membandingkan antara ICT Malaria Pf/Pv dan Giemsa
mendapatkan sensitivitas sebesar 97,5% dan spesifisitas 88%.34 Palmer dkk (1998), yang membandingkan OptiMAL Test dengan Giemsa dengan jumlah
sampel 96 orang mendapatkan sensitivitas sebesar 94% dan spesifisitas
100%.22 Penelitian Tjitra dkk (1998) di Sumba Indonesia dengan menggunakan ICT Malaria Pf/Pv mendapatkan sensitivitas sebesar 95,5%,
Mandailing Natal dengan jumlah sampel 96 orang menggunakan ICT Pf/Pv
didapat nilai sensitivitas 76,5%, spesifisitas sebesar 68,9%.35 Jelinek dkk (1999) membandingkan OptiMAL dengan ICT malaria Pf dengan rujukan
PCR, di Rumah Sakit Virchow Campus, Berlin. Diperoleh hasil sensitivitas
ICT malaria Pf 92,5% dan nilai spesifisitas 98,3%, sedangkan OptiMAL nilai
sensitivitas adalah 88,7%, nilai spesifisitas 99,4%.17 Arum I dkk (2005) pada penelitiannya yang membandingkan ICT Pf/Pv dengan pemeriksaan
mikroskopis di Nusa Tenggara Barat memperoleh hasil sensitivitas,
spesifisitas sebesar 100% dan 96,99%.32 Sensitivitas dan spesifisitas tinggi yang diperoleh dalam penelitian ini tidak mengejutkan mengingat prinsip kerja
alat yang menggunakan antibodi monoklonal dalam mendeteksi PfHRP II
dan hasil ini juga sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang
membandingkan RDT dengan pemeriksaan mikroskopis.
Pada penelitian ini peningkatan sensitivitas sebanding dengan
peningkatan level parasitemia, bahkan mencapai 100% pada parasitemia
401-600/mm3. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat oleh Coleman RE dkk (2002) di Thailand dengan menggunakan ICT Pf/Pv mendapatkan sensitivitas
sebesar 100% untuk parasitemia ≥ 500/ l, tetapi hanya 23,3% untuk
parasitemia < 500/ l.33 Tjitra dkk (1999) mendapatkan sensitivitas sebesar 96% pada parasitemia > 500/ l, tetapi hanya 29% pada parasitemia <
Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai bagian uji diagnostik yang
stabil, karena nilai-nilainya tidak berubah pada proporsi subyek sehat dan
sakit yang berbeda atau pada prevalensi rendah dan tinggi. Nilai uji
diagnostik tidak hanya bergantung pada sensitivitas dan spesifisitasnya,
tetapi juga prevalensi penyakit dalam populasi yang diteliti. Statistik lain yang
diperoleh dari uji diagnostik adalah likelihood ratio. Nilai likelihood ratio
bervariasi antara 0 sampai tidak terhingga. Hasil uji diagnostik yang positif
kuat memberikan nilai likelihood ratio yang jauh lebih besar dari 1, hasil uji
yang negatif kuat akan memberikan nilai likelihood ratio mendekati 0. Dalam
penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, yaitu
76,47% dan 100%. Nilai prediksi positif, 100%, Nilai prediksi negatif 48,71%,
Akurasi 80,76%, Prevalensi 81,73%, Likelihood ratio (+) tak terhingga,
Likelihood ratio (-) 0,23.30 Dari hasil uji diagnostik yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi.
BAB V
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini disimpulkan bahwa Parascreen memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif
malaria falciparum.
5.2. Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel parasitemia ≥ 100/µL, untuk
mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi.
1. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting.
Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia:
Mosby; 2004. h. 337-48.
2. Gorbach SL, Falagas M. Malaria. Dalam: Gorbach SL, Falagas M,
penyunting. The 5-minute infectious diseases consult. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h. 258-9.
3. Aslan G, Ulukanligil M, Seyrek A, Erel O. Diagnostic performance
characteristics of rapid dipstick test for plasmodium vivax malaria. Mem
Inst Oswaldo Cruz 2001;96(5):683-6.
4. Harianto PN. Manifestasi klinik, komplikasi dan diagnosis malaria. Medika
1993;9:31-8.
5. Krause PJ. Malaria (plasmodium). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders; 2007. h. 1477-84.
6. Diallo AB, Serres GD, Beavogui AH, Lapointe C, Viens P. Home care of
malaria-infected children of less than 5 years of age in a rural area of the
republic of guinea. Bull. WHO 2001;79:28-32.
7. Rampengan T. Malaria. Dalam: Poorwo Soedarmo SS, Gama H,
Hadinegoro SR, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi &
penyakit tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h. 442-71.
8. Siregar M. Epidemiologi malaria. Disampaikan pada Symposium Recent
9. Data stratifikasi malaria menurut dampak pemberantasan vektor per-Dati
II Propinsi Sumatera Utara Tahun 1998.
10. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennet
JE, Dolin R, penyunting. Principles and practice of infectious diseases.
Edisi ke-5. Philadelphia. Churchill Livingstone 2000; h. 2817-31.
11. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting.
Hunter’s tropical medicine and emerging infectious diseases. Edisi ke-8.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. h. 614-43.
12. Mya MM, Saxena RK. Evaluation of developed plasmodium falciparum
malaria diagnostic technique. IE(I) Journal-ID 2004;85:58-62.
13. Shah I, Deshmukh CT. A bedside dipstick method to detect plasmodium
falciparum. Indian Pediatrics 2004;41:1148-51.
14. Richardson DC, Ciach M, Zhong KJY, Crandall I, Kain KC. Evaluation
of the macromed dipstick assay versus PCR for diagnosis of
plasmodium falciparum malaria in returned travelers. J. Clin. Microbiol
2002;40:4528-30.
15. Shujatullah F, Malik A, Khan HM, Malik A. Comparison of different
diagnostic techniques in plasmodium falciparum cerebral malaria. J Vect
Borne 2006;43:186-90.
16. Khan SA, Anwar M, Hussain S, Qureshi AH, Ahmad M, Afzal AS.
Comparison of optimal malarial test with light microscopy for the
17. Jelinek T, Grobusch MP, Schwenke S, Steidl S, Sonneburg FV, Nothdurft
HD, dkk. Sensitivity and specificity of dipstick test for rapid diagnosis of
malaria in nonimmune travelers. J. Clin. Microbiol 1999;37:721-3.
18. Bell D, dkk. Diagnosis of malaria in a remote area of the Philippines:
comparison of techniques and their acceptance by health workers and
the community. Bull. WHO 2001;79(10):933-41.
19. Arai M, Ishii A, Matsuoka H. Laboratory evaluation of the ICT malaria
p.f./p.v. immunochromatographic test for detecting the panmalarial
antigen using rodent malaria model. Am. J. Trop. Med. Hyg.
2004;70(2):139-43.
20. Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev
2002;15:66-78.
21. Tjitra E, Suprianto S, Dyer M, Currie BJ, Anstey NM. Field evaluation of
the ICT malaria P.f/Pv immunochromatographic test for detection of
plasmodium falciparum and plasmodium vivax in patients with a
presumptive clinical diagnosis of malaria in eastern Indonesia. J. Clin.
Microbiol 1999;37:2412-7.
22. Palmer CJ, Lindo JF, Klaskala WI, Quesada JA, Kaminsky R, Baum MK,
dkk. Evaluation of the optimal test for rapid diagnosis of plasmodium
vivax and plasmodium falciparum malaria. J. Clin Microbiol
23. Richter J, Harms G, Muller-Stover I, Gobels K, Haussinger D.
Performance of an immunochromatographic test for the rapid diagnosis
of malaria. Parasitol Res. 2004;92(6):518-9.
24. Kakkilaya BS. Rapid diagnosis of malaria. Lab Medicine Aug
2003;8(34):602-8. Diunduh dari URL :
www.malariasite.com/malaria/rdts.htm.
25. The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease Control
and Prevention, Atlanta). Diunduh dari URL :
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx
26. Tjitra E, Suprianto S, Dyer ME, Currie BJ, Anstey NM. Detection of
histidine rich protein 2 and panmalarial ICT malaria Pf/Pv test antigens
after chloroquine treatment of uncomplicated falciparum malaria does not
reliably predict treatment outcome in eastern indonesia. Am. J. Trop.
Med. Hyg 2001;65(5):593-8.
27. Mabey D, Peeling RW, Ustianowski A, Perkins MD. Diagnostics for the
developing world. Nature Rev Microbiol 2004;2:231-40.
28. Howard RJ, Uni S, Aikawa M, Aley SB, Leech JH, Lew AM, dkk.
Secretion of a malarial histidine-rich protein (PfHRP II) from plasmodium
falciparum-infected erythrocytes. J Cell Biol 1986;103:1296-77.
29. Park SK, Lee KW, Hong SH, Kim DS, Lee JH, Jeon BH, dkk.
detection of antibody to plasmodium vivax infection in south korea.
Yonsei Med J 2003;44:747-50.
30. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002.
h. 166-85.
31. Marleta R, Harijani AM, Sustriayu N, Sekartuti, Tjitra E. Penelitian malaria
di Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara. Cermin Dunia
Kedokteran 1996;106:5-9.
32. Arum I, Purwanto AP, Arfi S, Tetrawindu H, Octora M, Mulyanto, dkk. Uji
diagnostik plasmodium malaria menggunakan metode imunokromatografi
diperbandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. J. Clin. Pathol.
2006;3:118-22.
33. Coleman RE, Maneechai N, Rachapaew N, Kumpitak C, Soyseng V,
Miller RS, dkk. Field evaluation of the ICT malaria PF/PV
immunochromatographic test for the detection of asymptomatic malaria in
a plasmodium falciparum/vivax endemic area in thailand. Am. J. Trop.
Med. Hyg 2002;66(4):379-83.
34. Singh N, Saxena A, Valecha N. Field evaluation of the ICT malaria
P.f/P.v immunochromatographic test for diagnosis of plasmodium
falciparum and P.vivax infection in forest villages of Chhindwara, central
35. Desrinawati. Perbandingan hasil pemeriksaan metoda
immunochromatographic test (ICT) dengan pewarnaan giemsa pada
infeksi malaria falciparum. Sari Pediatri 2002;4(3):1-13.
36. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002.
h. 166-85.
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya / orang tua dari :
Nama : ... Jenis kelamin : LK / PR
Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ... Desa ...Kecamatan ...
Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ”Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria Falciparum”. Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan sukarela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.
Panyabungan,...2006
Yang membuat pernyataan
(...)
Saksi :
Kepala Puskesmas Peneliti
(...) (Dr. Jenny Ginting) Lampiran 2
UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Nomor Sampel : ...
Desa :...
Kecamatan :...
Tanggal/hari :...
Pewawancara :...
Nama lengkap : ...
Jenis Kelamin : L / P
Tanggal Lahir/Umur : .../...
Berat Badan : ... kg
Tinggi Badan : ... cm
Pekerjaan orang tua : ( ) Petani
( ) Wiraswasta
( ) Pegawai Negeri
( ) Lain-lain...
Penghasilan orang tua : Rp.../ bulan
Tingkat Pendidikan orang tua :
( ) ( ) Sekolah Dasar
( ) ( ) SLTP
( ) ( ) SLTA
( ) ( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat antimalaria dalam 1 (satu) minggu terakhir ini?
( ) Ya
( ) Tidak
Keluhan penderita malaria
Keluhan Ya Tidak
- Demam
- Mencret
- Pucat
- Sakit kepala
Pemeriksaan fisik penderita malaria
- Frekuensi jantung
- Frekuensi pernafasan
- Demam
- Hepatomegali
- Splenomegali
Pemeriksaan laboratorium penderita malaria
Variabel Hasil
- Giemsa
- Parascreen
Lampiran 4 MASTER TABEL PENELITIAN
GEJALA KLINIS
No NAMA UMUR
(bln)
L/P BB
(kg) Demam Pucat Mencret Sakit Kepala
1 PAUSIAH 120 P 19 - + - +
3 RISKAH 117 P 25 - + - -
4 SITI MARYAM 96 P 16 - + - -
5 RAHMADANI 96 P 17 - + - +
6 NOVITA SARI 120 P 21 + - - -
7 RUDI PAISAL 96 L 23 - + - -
8 AKHIRRUDDIN 114 L 28 - + - -
9 MASLAMAH 216 L 29 - + - -
10 NADIROH NST 168 L 24 - + + -
11 M. SOLEH 108 1 22 - + + -
12 ZAINAB 132 P 30 - + - -
13 MINDA SARI 192 P 32 - + - -
14 ARIFIN NST 156 L 25 - + - -
15 MUHAMMAD HUSIN 168 L 34 - + - -
16 AHMAD FAISAL 144 L 25 - + - -
17 ELFI SARI 132 P 22 - + - -
18 KHAIRUNNISA 132 P 20 - + - -
19 M. YUSUF 120 L 24 + - - -
20 M.RAJAB NASUTION 132 L 25 + - + -
21 NUR ANTAN 132 P 22 + - + -
22 SAIFUL BAHRI 132 L 15 - + - -
23 SITI SALIMAR 132 P 20 - + - -
24 SITI KHODIJAH 120 P 30 - + - -
25 HORTINA 120 P 24 - + - -
26 M. AFRIZAL 120 L 23 - + - -
27 NURSAKINAH 120 P 28 - + - -
28 M. SALMAN 108 L 22 - + - -
29 RASILAH 120 P 23 - + - -
30 NURATIKAH 108 P 27 - + + -
31 NURAINUN 108 P 20 + - - -
32 ARDIAH 108 P 20 + + - -
33 NURHAYATI 108 P 21 - - - +
34 MUNAIRAH 108 P 17 - - - +
35 FAUZAN 108 L 19 - + - +
36 M.YUSUF NASUTION 96 L 25 - + - -
37 KHAIRUL ASHAR 108 L 18 - + - -
38 UMAR 96 L 20 - + - -
39 M. RAJAB 108 L 21 - + - -
40 FALID NST 108 L 20 - + - -
41 SYAFRINA 69 P 17 - + - -
42 RINA SARI 78 P 15 + + - -
43 HASMAR HUSEIN 72 L 14 + + - -
44 HERMAN 72 L 19 + - - +
45 UMI KALSUM 100 P 16 - + + -
46 AFNIDAH 72 P 21 - + - -
47 MUHAMMAD SAHROL 118 L 20 - + - +
48 NUR ALINAH 112 P 24 - - - +
49 NUR HIDAYAH 118 P 22 - - - +
50 NUR ALIMAH 121 P 20 - + - +
51 NUR HASLINA 122 P 22 - + - -
52 RISNA SARI LUBIS 117 P 19 - + - -
GEJALA KLINIS
No NAMA UMUR
(bln)
L/P BB
(kg) Demam Pucat Mencret Sakit Kepala
53 SITI AISAH 114 P 23 - + - +
54 WILDA SARI 120 P 20 - + - -
56 MUHAMMAD HUSIN 118 L 34 - - - - 57 AHMAD SAIFUL NASUTION 137 L 25 - - - + 58 ELVI SARI LUBIS 134 P 22 - + - -
59 KHAIRUN NISA 141 P 20 - + - -
60 MUHAMMAD YUSUF 118 L 24 - + - -
61 M.RAJAB NASUTION 129 L 25 - + - - 62 NUR INTAN NASUTION 127 P 22 - + - -
63 SYAIFUL BAHRI 129 L 15 - + - -
64 SITI SAHLIMAR NASUTION 156 P 20 - + - - 65 ABDUL AZIS HASIBUAN 157 L 33 - + - -
66 AHMAD SUBUHAN 147 L 22 - + - -
67 FADLAN HABIBI LUBIS 146 L 30 - - - -
68 SERNIH LUBIS 145 P 25 + - + -
69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS 134 L 32 + - - -
70 LESNIDA LUBIS 141 P 30 - + - -
71 MISKAH NASUTION 141 P 25 - + - -
72 NUR HIDAYAH 87 P 25 - + - -
73 RISKI MAULIDA 87 L 30 - + - -
74 SUPINAH NASUTION 97 P 24 - + - -
75 ZULHADI LUBIS 84 L 26 - + - -
76 ARIFIN LUBIS 86 L 29 - + - -
77 HASAN BASRI 76 L 44 - + - -
78 AHMAD MUIS 88 L 45 - + - -
79 M.ASRI.NST 88 L 40 - + - -
80 FAIRUL 91 L 54 - + - -
81 NURLIANA 93 P 21 - + - -
82 ALI HAMDI 81 L 21 - + - -
83 RANI 95 P 48 - + - -
84 MORA SEHAT 96 P 23 - + - -
85 ABDUL KOHIR 85 L 22 - + - +
86 ARDIAN SYAH SEMBIRING 86 L 15 - + - +
87 M.ALFIN HUSIN 86 L 20 - + - +
88 FEBRY SHOPIANA LUBIS 78 P 15 - + - -
89 M.IDRIS 78 L 20 - + - -
90 SITI KHODIJAH 78 P 17 - + - -
91 MILANA PUTRI 89 P 17 - + - -
92 YUNI ARNIZA 91 P 17 - + - -
93 SITI RAHMI 92 P 15 + + - -
94 NURUL ATIKAH 91 P 18 + + - -
95 NUR LAILAN GABENA 101 P 16 - + - -
96 NUR ASIAH 120 P 18 - + - +
97 SALAMAH 101 P 15 - + - -
98 ZUL FIKAR 134 L 17 - + - -
99 YUNITA HASBY 96 P 15 - + - +
100 LESTARIDA 98 P 20 - + - +
101 SOFYAN EFENDI 100 L 23 - + - +
102 SITI KHODIJAH 112 P 20 + - - +
103 NUR PATIMAH 106 P 15 - + - -
104 NURUL MAWADDAH 130 P 20 - + - -
PEMERIKSAAN FISIK No NAMA
Demam Pucat Ikterik Splenomegai Hepatomegali
2 M. AWAL - + - - -
3 RISKAH - + - - -
4 SITI MARYAM - + - - -
5 RAHMADANI - + - - -
6 NOVITA SARI + - - - -
7 RUDI PAISAL - + - - -
8 AKHIRRUDDIN - + - - -
9 MASLAMAH - + - - -
10 NADIROH NST - + - - -
11 M. SOLEH - + - - -
12 ZAINAB - + - - -
13 MINDA SARI - + - - -
14 ARIFIN NST - + - - -
15 MUHAMMAD HUSIN - + - - -
16 AHMAD FAISAL - + - - -
17 ELFI SARI - + - - -
18 KHAIRUNNISA - + - - -
19 M. YUSUF + - - - -
20 M.RAJAB NASUTION + - - - +
21 NUR ANTAN + - - - -
22 SAIFUL BAHRI - + - - -
23 SITI SALIMAR - + - - -
24 SITI KHODIJAH - + - - +
25 HORTINA - + - - -
26 M. AFRIZAL - + - - -
27 NURSAKINAH - + - - -
28 M. SALMAN - + - - -
29 RASILAH - + - - -
30 NURATIKAH - + - - -
31 NURAINUN + - - - -
32 ARDIAH + + - - -
33 NURHAYATI - - - - -
34 MUNAIRAH - - - - -
35 FAUZAN - + - - -
36 M.YUSUF NASUTION - + - - -
37 KHAIRUL ASHAR - + - - -
38 UMAR - + - - -
39 M. RAJAB - + - - -
40 FALID NST - + - - -
41 SYAFRINA - + - - -
42 RINA SARI + + - - -
43 HASMAR HUSEIN + + - - -
44 HERMAN + - - - -
45 UMI KALSUM - + - - -
46 AFNIDAH - + - - -
47 MUHAMMAD SAHROL - + - - -
48 NUR ALINAH - - - - -
49 NUR HIDAYAH - - - - -
50 NUR ALIMAH - + - - -
51 NUR HASLINA - + - - -
52 RISNA SARI LUBIS - + - - +
Demam Pucat Ikterik Splenomegali Hepatomegali
53 SITI AISAH - + - - -
54 WILDA SARI - + - - -
55 ARIFIN NASUTION - + - - -
56 MUHAMMAD HUSIN - - - - -
57 AHMAD SAIFUL NASUTION - - - - -
58 ELVI SARI LUBIS - + - - -
59 KHAIRUN NISA - + - - -
60 MUHAMMAD YUSUF - + - - -
61 M.RAJAB NASUTION - + - - -
62 NUR INTAN NASUTION - + - - -
63 SYAIFUL BAHRI - + - - -
64 SITI SAHLIMAR NASUTION - + - - - 65 ABDUL AZIS HASIBUAN - + - - -
66 AHMAD SUBUHAN - + - - -
67 FADLAN HABIBI LUBIS - - - - -
68 SERNIH LUBIS + - - - -
69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS + - - - -
70 LESNIDA LUBIS - + - - -
71 MISKAH NASUTION - + - - -
72 NUR HIDAYAH - + - - -
73 RISKI MAULIDA - + - - -
74 SUPINAH NASUTION - + - - -
75 ZULHADI LUBIS - + - - -
76 ARIFIN LUBIS - + - - -
77 HASAN BASRI - + - - -
78 AHMAD MUIS - + - - -
79 M.ASRI.NST - + - - -
80 FAIRUL - + - - -
81 NURLIANA - + - - -
82 ALI HAMDI - + - - -
83 RANI - + - - -
84 MORA SEHAT - + - - -
85 ABDUL KOHIR - + - - -
86 ARDIAN SYAH SEMBIRING - + - - -
87 M.ALFIN HUSIN - + - - -
88 FEBRY SHOPIANA LUBIS - + - - -
89 M.IDRIS - + - - -
90 SITI KHODIJAH - + - - -
91 MILANA PUTRI - + - - -
92 YUNI ARNIZA - + - - -
93 SITI RAHMI + + - - -
94 NURUL ATIKAH + + - - -
95 NUR LAILAN GABENA - + - - -
96 NUR ASIAH - + - - -
97 SALAMAH - + - - -
98 ZUL FIKAR - + - - -
99 YUNITA HASBY - + - - -
100 LESTARIDA - + - - -
101 SOFYAN EFENDI - + - - -
102 SITI KHODIJAH + - - - -
103 NUR PATIMAH - + - - -
No NAMA GIEMSA PARASCREEN PARASITEMIA (/mm3
) DARAH
1 PAUSIAH - - 60
2 M. AWAL - -
3 RISKAH + + 400
4 SITI MARYAM + + 400
5 RAHMADANI - - 80
6 NOVITA SARI + - 200
7 RUDI PAISAL + + 400
8 AKHIRRUDDIN + + 600
9 MASLAMAH + - 200
10 NADIROH NST + + 400
11 M. SOLEH - - 40
12 ZAINAB + - 200
13 MINDA SARI + - 200
14 ARIFIN NST + - 80
15 MUHAMMAD HUSIN + + 600
16 AHMAD FAISAL + + 400
17 ELFI SARI + - 40
18 KHAIRUNNISA + - 200
19 M. YUSUF - -
20 M.RAJAB NASUTION + - 200
21 NUR ANTAN + + 400
22 SAIFUL BAHRI + + 200
23 SITI SALIMAR + + 200
24 SITI KHODIJAH + + 600
25 HORTINA - -
26 M. AFRIZAL + + 400
27 NURSAKINAH + + 200
28 M. SALMAN + + 200
29 RASILAH + + 200
30 NURATIKAH - -
31 NURAINUN + + 200
32 ARDIAH + + 400
33 NURHAYATI + + 600
34 MUNAIRAH + + 200
35 FAUZAN + - 40
36 M.YUSUF NASUTION + + 600
37 KHAIRUL ASHAR - -
38 UMAR + + 200
39 M. RAJAB + + 200
40 FALID NST + + 400
41 SYAFRINA + + 200
42 RINA SARI + + 600
43 HASMAR HUSEIN - -
44 HERMAN + + 400
45 UMI KALSUM + + 200
46 AFNIDAH + + 400
47 MUHAMMAD SAHROL + - 80
48 NUR ALINAH + + 400
49 NUR HIDAYAH + - 40
50 NUR ALIMAH + + 600
51 NUR HASLINA + + 200
No NAMA GIEMSA PARASCREEN PARASITEMIA (/mm3
) DARAH
53 SITI AISAH + + 400
54 WILDA SARI + + 200
55 ARIFIN NASUTION + + 400
56 MUHAMMAD HUSIN + + 200
57 AHMAD SAIFUL NASUTION + + 200
58 ELVI SARI LUBIS - -
59 KHAIRUN NISA + + 600
60 MUHAMMAD YUSUF + + 400
61 M.RAJAB NASUTION - -
62 NUR INTAN NASUTION + + 200
63 SYAIFUL BAHRI + + 200
64 SITI SAHLIMAR NASUTION + + 400
65 ABDUL AZIS HASIBUAN + + 600
66 AHMAD SUBUHAN + + 200
67 FADLAN HABIBI LUBIS + - 60
68 SERNIH LUBIS + + 200
69 KHAIRUL MUSTHOPA LBS - -
70 LESNIDA LUBIS + + 400
71 MISKAH NASUTION + + 400
72 NUR HIDAYAH + + 600
73 RISKI MAULIDA + + 200
74 SUPINAH NASUTION + + 400
75 ZULHADI LUBIS + + 200
76 ARIFIN LUBIS - -
77 HASAN BASRI + + 400
78 AHMAD MUIS + + 600
79 M.ASRI.NST - -
80 FAIRUL + + 200
81 NURLIANA + + 200
82 ALI HAMDI + - 40
83 RANI - -
84 MORA SEHAT + + 400
85 ABDUL KOHIR + + 600
86 ARDIAN SYAH SEMBIRING + + 200
87 M.ALFIN HUSIN + + 200
88 FEBRY SHOPIANA LUBIS - -
89 M.IDRIS + - 40
90 SITI KHODIJAH + + 200
91 MILANA PUTRI + + 600
92 YUNI ARNIZA + - 400
93 SITI RAHMI - -
94 NURUL ATIKAH + - 400
95 NUR LAILAN GABENA + - 400
96 NUR ASIAH + - 40
97 SALAMAH + + 600
98 ZUL FIKAR + + 600
99 YUNITA HASBY + + 600
100 LESTARIDA + + 600
101 SOFYAN EFENDI + - 80
102 SITI KHODIJAH - -
103 NUR PATIMAH + + 600
RINGKASAN
Malaria masih merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Diagnosis dan terapi cepat
merupakan hal mendasar untuk mengontrol penyakit. Pewarnaan Giemsa
merupakan baku emas diagnosis malaria, tetapi masih memiliki beberapa
keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan
hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama. Dalam beberapa tahun terakhir
Immunochromatographic test (ICT) sudah digunakan dalam menegakkan
diagnosis antigen yang spesifik dari plasmodium. Parascreen merupakan
salah satu ICT yang dapat mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich
Protein II (PfHRP II).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sensitifitas dan
spesifisitas uji Parascreen terhadap infeksi P. falciparum.
Desain penelitian ini adalah uji diagnostik dengan cara tersamar yang
dilakukan di Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal bulan
Oktober sampai November 2006. Sebanyak 104 orang anak diikutkan dalam
penelitian ini. Sampel diambil dari setiap pasien yang berobat ke Puskesmas
dan Rumah Sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat,
sakit kepala dan mencret, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan
Dari 104 orang yang diperiksa diperoleh nilai sensitivitas 75,67%,
spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%,
akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan
likelihood ratio (-) 0,23.
Dari penelitian ini kami menyimpulkan Parascreen memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan
SUMMARY
Malaria is a main parasitic disease with high morbidity and mortality in the
world. Rapid diagnosis and prompt treatment are the basic technical elements
for the management and control of the disease. Until now the diagnosis is
carried out by means of the conventional method using Giemsa stained of
blood smear thin or thick and then examined by ordinary light microscope.
During the recent years rapid Immunochromatographic Test (ICT) have been
applied in diagnosis of specific antigens of human plasmodia. Recently,
another Rapid Diagnostic Test (RDT), Parascreen was developed to
diagnosed P. falciparum malaria by detection of Plasmodium falciparum
Histidine Rich Protein II (PfHRP II).
Design of the study was double blind method in Mandailing Natal
District, Penyabungan between October and November 2006. A total of 104
children were enrolled. Sample were patient that came to primary health
center and hospital with one or more complain like fever, paleness, headache
and diarrhea. Then we performed physical examination and blood
examination with Giemsa and Parascreen.
A total of 104 cases were studied. Sensitivity and specificity of
parascreen were found 76,47% and 100% respectively, with a positive
respectively. Accuracy and prevalence 80,76% and 81,73%. Likelihood ratio
(+) was uncountable and likelihood ratio (-) was 0,23%.
We concluded that this Parascreen can be used as an alternative
diagnostic tool for P. falciparum malaria based on its sensitivity and specificity
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Jenny Ginting
Tanggal lahir : 31 Desember 1976
Tempat lahir : Berastagi
NIP : 400 051 872
Alamat : Jl. Berdikari no 105B Padang Bulan
Medan
Nama suami : Drs. Nelson SB Purba, MM
Nama anak : 1. Rizky Juan Ananta
2. Jovan Sya Audrey
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi , tamat
tahun 1989
2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi,
tamat tahun 1992
3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat
tahun 1995
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan,
Riwayat Pekerjaan
1. Dokter calon pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu
Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera
Utara, tahun 2005
2. Dokter pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar,
Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun
2006
Pendidikan Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RS. H. Adam malik Medan
1. Adaptasi : 01-12-2003 s/d 31-12-2003
2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2004 s/d 31-12-2004
3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2005 s/d 31-12-2005
4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2006 s/d 31-12-2007
5. Penelitian : Oktober 2006