PROFIL KADAR LEPTIN SERUM PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN PASIEN PSORIASIS VULGARIS DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Oleh
HERLIN NOVITA PANE NIM : 087105001
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROFIL KADAR LEPTIN SERUM PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN PASIEN PSORIASIS VULGARIS DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran dalam Program Magister Kedokteran Klinik bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Oleh
HERLIN NOVITA PANE NIM : 087105001
Profil Kadar Leptin Serum pada Berbagai Derajat Keparahan Pasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Herlin Novita Pane
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Chairiyah Tanjung, Kristo A. Nababan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan
Abstrak
Latar belakang
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dan bersifat kambuh-kambuhan. Leptin dianggap berperan dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T, dapat menstimulasi proliferasi keratinosit serta ekspresi molekul-molekul adhesi dan angiogenesis serta pertumbuhan sel-sel endotel yang berperan dalam patogenesis psoriasis.
Tujuan
Untuk mengetahui profil kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris pada berbagai derajat keparahan.
Metode
Dua puluh lima orang pasien psoriasis vulgaris yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan diikutsertakan dalam penelitian ini. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis diukur dengan menggunakan skor PASI. Pemeriksaan kadar leptin serum dilakukan dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil
Dari total 25 subyek didapati sebanyak 12 orang (48%) menderita psoriasis vulgaris derajat berat, 9 orang (36%) derajat ringan, dan 4 orang (16%) derajat sedang. Profil kadar leptin serum pada berbagai derajat keparahan menunjukkan nilai tertinggi pada kelompok derajat berat (23,04 ng/mL), diikuti kelompok ringan (16,93 ng/mL), dan nilai terendah pada kelompok derajat sedang (13,85 ng/mL).
Kesimpulan
Mayoritas subyek menderita psoriasis vulgaris derajat berat dan profil kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris derajat berat menunjukkan nilai yang tertinggi.
Kata kunci
Serum Leptin Levels Profile in Various Severity of Psoriasis Vulgaris Patients in Haji Adam Malik Hospital Medan
Herlin Novita Pane
Dermatology and Venereology Department
, Chairiyah Tanjung, Kristo A. Nababan
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik Medan
Abstract Background
Psoriasis is a chronic and relapse inflammation skin disease. Leptin has an important role in inflammation involving T cell, keratinocyte proliferation, adhesion molecules expression and angiogenesis, and endothelial cells growth involved in psoriasis pathogenesis.
Aim
To know the serum leptin levels profile in various severity of psoriasis vulgaris patients.
Methods
Twenty five patients with psoriasis vulgaris who came to the outpatient clinic of Dermatology and Venereology Departement Haji Adam Malik Hospital were enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Psoriasis severity was measured using PASI score. Serum leptin levels were measured with enzyme-linked immunosorbent assay(ELISA) method.
Results
12 subjects (48%) are severe psoriasis vulgaris, 9 subjects (36%) are mild psoriasis vulgaris, and 4 subjects (16%) are moderate. Leptin levels profile in severe psoriasis vulgaris is the highest (23,04 ng/mL), followed by mild psoriasis vulgaris (16,93 ng/mL), and moderate psoriasis vulgaris is the lowest (13,85 ng/mL).
Conclusions
Most of the patients are severe psoriasis vulgaris and serum leptin levels profile of severe psoriasis vulgaris is the highest.
Keywords
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan mengucap Alhamdulillah, saya panjatkan puji dan syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta dalam terlaksananya seluruh rangkaian pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :
1. dr. Chairiyah Tanjung, Sp.KK(K), selaku pembimbing utama tesis ini dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.
2. dr. Kristo A. Nababan, SpKK, selaku pembimbing kedua tesis ini, yang juga telah membimbing dan memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta banyak membantu dan senantiasa memberikan dorongan kepada saya selama menjalani pendidikan sehari-hari.
4. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.
5. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Ketua Program Studi Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. dr. Richard Hutapea, SpKK(K), dr. Isma Aprita Lubis, SpKK, dan dr.Ramona Dumasari Lubis, SpKK sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
9. Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
10.dr. Surya Dharma, MPH, selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.
11.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
12.Kedua orang tua saya yang tersayang, H. M. Nawi Pane dan Hj. Wan Lely Aswaty, tidak ada kata yang mampu menggantikan rasa terima kasih saya untuk semua pengorbanan, jerih payah dan kasih sayang Papa dan Mama untuk saya selama ini, terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan dan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orang tua seperti Papa dan Mama. Semoga Allah SWT membalas segalanya.
13.Kepada kedua mertua saya, alm. H. Hotmad Harahap dan Hj. Masnasari yang telah banyak membantu untuk senantiasa ikut mendukung dalam masa pendidikan saya.
14.Suami saya tercinta, Pahruddin Alamsah Harahap, ST terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran dan pengertiannya serta untuk selalu memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan disetiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
15.Kedua buah hati saya tercinta, M. Akbar Orvala Harahap dan Sultan Ahmad Davan Harahap. Kalian berdua selalu menjadi semangat dan kekuatan mama. 16.Adik-adik dan keponakan saya, Fenny Febrita Pane, SE, M. Imam Ananda
Pane, SE, Nurhasanah Harahap, Skep, Ns, Mkes, Raniya Danish Ara, Rafi Athaya Kenzo. Terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.
17.Teman-teman saya, dr. Ade Arhamni, Mked(KK),SpKK, dr. Deryne Anggia Paramita, Mked(KK),SpKK, dr. Sudarsono, Mked(KK),SpKK, dr. Sri Naita Purba, dr. T. Sy Dessi Indah Sari AS, dr. Zikri Adriman, dr. Oliviti Natali, dr.Khairina, dr. Dina Arwina Dalimunthe, dr. Riana Miranda Sinaga, dan juga semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
mengikuti pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin.
Medan, Mei 2013 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Kerangka Teori ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Psoriasis ... 6
2.1.1 Epidemiologi ... 6
2.1.2 Etiologi dan patogenesis... 6
2.1.3 Gambaran klinis ... 9
2.2 Leptin ... 11
2.3 Psoriasis dan leptin ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1 Rancangan Penelitian... 17
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.2.1 Waktu penelitian ... 17
3.2.2 Tempat penelitian ... 17
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 17
3.3.1 Populasi target ... 17
3.3.2 Populasi terjangkau ... 17
3.3.3 Sampel Penelitian ... 18
3.4 Besar Sampel ... 18
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 19
3.6 Kriteria inklusi dan eksklusi... 19
3.6.1 Kriteria inklusi ... 19
3.6.2 Kriteria eksklusi ... 19
3.7 Alat, bahan dan cara kerja ... 20
3.7.1 Alat dan bahan ... 20
3.10 Pengolahan Data ... 30
3.11 Ethical clearance ... 30
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Karakteristik Subyek penelitian ... 31
4.2 Profil Kadar Leptin Serum pada Berbagai Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris ... 35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 31 Tabel 4.2 Karakteristik pasien psoriasis vulgaris derajat ringan, sedang dan
berat berdasarkan jenis kelamin... ... 32 Tabel 4.3Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia ... 33 Tabel 4.4 Karakteristik pasien psoriasis vulgaris derajat ringan, sedang, dan
berat berdasarkan kelompok usia ... 34 Tabel 4.5Distribusi pasien psoriasis vulgaris berdasarkan derajat keparahan.. 35 Tabel4.6 Kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris pada derajat
keparahan ringan, sedang dan berat... ... 37 Tabel 4.7Distribusi nilai rerata kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram kerangka teori ... 5 Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional ... 30 Diagram 4.1 Profil nilai rerata skor PASI pasien psoriasis vulgaris ... 36 Diagram4.2 Profil kadar rerata leptin dalam serum pasien psoriasis vulgaris
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Naskah penjelasan kepada calon subjek penelitian / orangtua / keluarga calon subjek penelitian
Lampiran 2. Persetujuan setelah penjelasan dalam penelitian Lampiran 3. Status penelitian
Lampiran 4. Lembar penilaian skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI) Lampiran 5. Skor keparahan psoriasis
Lampiran 6. Komite etik Lampiran 7. Data Penelitian Lampiran 8. Daftar riwayat hidup
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA
TNF : Tumour necrosing factor
IL : Interleukin
PASI : Psoriasis Area and Severity Index
IMT : Indeks massa tubuh
MHC : Major histocompatibility complex
HLA : Human leucocyte antigen
PSORS1 : Psoriasis susceptibility 1
NK : Natural killer
TGF-β : Tumor growth factor β
IFNγ : Interferon-γ
EGF : Epidermal growth factor
VEGF : Vascular endhotelial growth factor
kD : Kilo Dalton
G-CSF : Granulocyte colony stimulating factor
Th : T helper
ROS : Reactive oxygen species
Profil Kadar Leptin Serum pada Berbagai Derajat Keparahan Pasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Herlin Novita Pane
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Chairiyah Tanjung, Kristo A. Nababan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan
Abstrak
Latar belakang
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dan bersifat kambuh-kambuhan. Leptin dianggap berperan dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T, dapat menstimulasi proliferasi keratinosit serta ekspresi molekul-molekul adhesi dan angiogenesis serta pertumbuhan sel-sel endotel yang berperan dalam patogenesis psoriasis.
Tujuan
Untuk mengetahui profil kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris pada berbagai derajat keparahan.
Metode
Dua puluh lima orang pasien psoriasis vulgaris yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan diikutsertakan dalam penelitian ini. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis diukur dengan menggunakan skor PASI. Pemeriksaan kadar leptin serum dilakukan dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil
Dari total 25 subyek didapati sebanyak 12 orang (48%) menderita psoriasis vulgaris derajat berat, 9 orang (36%) derajat ringan, dan 4 orang (16%) derajat sedang. Profil kadar leptin serum pada berbagai derajat keparahan menunjukkan nilai tertinggi pada kelompok derajat berat (23,04 ng/mL), diikuti kelompok ringan (16,93 ng/mL), dan nilai terendah pada kelompok derajat sedang (13,85 ng/mL).
Kesimpulan
Mayoritas subyek menderita psoriasis vulgaris derajat berat dan profil kadar leptin serum pasien psoriasis vulgaris derajat berat menunjukkan nilai yang tertinggi.
Kata kunci
Serum Leptin Levels Profile in Various Severity of Psoriasis Vulgaris Patients in Haji Adam Malik Hospital Medan
Herlin Novita Pane
Dermatology and Venereology Department
, Chairiyah Tanjung, Kristo A. Nababan
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik Medan
Abstract Background
Psoriasis is a chronic and relapse inflammation skin disease. Leptin has an important role in inflammation involving T cell, keratinocyte proliferation, adhesion molecules expression and angiogenesis, and endothelial cells growth involved in psoriasis pathogenesis.
Aim
To know the serum leptin levels profile in various severity of psoriasis vulgaris patients.
Methods
Twenty five patients with psoriasis vulgaris who came to the outpatient clinic of Dermatology and Venereology Departement Haji Adam Malik Hospital were enrolled to this study. History taking and clinical examination was performed. Psoriasis severity was measured using PASI score. Serum leptin levels were measured with enzyme-linked immunosorbent assay(ELISA) method.
Results
12 subjects (48%) are severe psoriasis vulgaris, 9 subjects (36%) are mild psoriasis vulgaris, and 4 subjects (16%) are moderate. Leptin levels profile in severe psoriasis vulgaris is the highest (23,04 ng/mL), followed by mild psoriasis vulgaris (16,93 ng/mL), and moderate psoriasis vulgaris is the lowest (13,85 ng/mL).
Conclusions
Most of the patients are severe psoriasis vulgaris and serum leptin levels profile of severe psoriasis vulgaris is the highest.
Keywords
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psoriasis vulgaris adalah penyakit peradangan kulit kronik dan bersifat
kambuh-kambuhan yang diperantarai oleh elemen-elemen sistem imun dibawa
dan didapat, ditandai dengan perubahan kulit makroskopik (klinis) dan
mikroskopik (histologis) dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien.
Menurut beberapa laporan yang berbeda prevalensi penyakit ini
bervariasi antara 0,1 % hingga 11,8 %. Insidensi tertinggi di Eropa yaitu di
Denmark (2,9 %) dan Kepulauan Faeroe (2,8 %) dan sekitar 2 % di Eropa
Timur. Prevalensi sebesar 2,2 % hingga 2,6 % didapati di Amerika Serikat
dengan sekitar 150.000 kasus baru per tahunnya.
1-4
5
Pada tahun 1984 dipublikasikan bahwa erupsi lesi kulit psoriasis vulgaris
terjadi bersamaan dengan influks epidermal dan aktivasi sel T dan kemudian
tampak pula bahwa resolusi psoriasis selama fototerapi didahului dengan
penurunan sel T.
Dari data rekam medik Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan periode Januari hingga Desember
2011 dari total 5.644 orang yang datang berobat ke Poliklinik Departemen/SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 46 pasien (0,81%) diantaranya didiagnosis
sebagai psoriasis vulgaris. Dari jumlah tersebut 25 pasien (54,3 %) berjenis
kelamin pria dan 21 pasien (45,6 %) berjenis kelamin wanita.
interaksi berbagai sitokin, kemokin, dan growth factor serta reseptor-reseptornya
selain mediator-mediator lainnya yang dihasilkan oleh berbagai tipe sel.
Hingga akhir tahun 1970-an penyakit ini dianggap disebabkan oleh
peningkatan proliferasi dan perubahan diferensiasi keratinosit yang tampak
secara mikroskopis. Pada tahun 1980 dan 1990-an dilakukan
penelitian-penelitian yang menimbulkan asumsi peneliti bahwa sel T teraktivasi
mempunyai peranan patogenik dominan dalam inisiasi dan persistensi psoriasis.
5
Baru-baru ini leptin telah dinyatakan mempunyai peranan dalam
patogenesis beberapa penyakit inflamasi kronis termasuk psoriasis vulgaris.
Leptin berperan penting dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T dan juga
telah dilaporkan dapat memodulasi aktivitas sel T-helper dalam respon imun
selular.
5
Leptin adalah produk dari gen OB (obese) dan merupakan suatu hormon
yang berasal dari adiposit yang merupakan faktor kunci dalam pengaturan
berbagai respon biologis termasuk homeostatis energi, hematopoiesis, fungsi
neuroendokrin, dan respon imun.
1,6
Leptin mempunyai peran ganda dalam inflamasi yaitu mengaktivasi
monosit dan makrofag, meningkatkan produksi sitokin-sitokin proinflamasi
TNF-α, IL-6, dan IL-9, dan mengarahkan diferensiasi sel T menjadi fenotipe Th1. Selain itu leptin juga tampak menstimulasi proliferasi keratinosit, ekspresi
molekul-molekul adhesi dan angiogenesis.
1,7,8
Cerman et al. (2008) melakukan penelitian level leptin serum terhadap
43 pasien psoriasis vulgaris dengan indeks massa tubuh normal dan hasilnya
menunjukkan bahwa level leptin serum mempunyai korelasi positif dengan skor
Psoriasis Area and Severity Index (PASI) dan area permukaan tubuh yang
terlibat pada pasien psoriasis vulgaris. Selain itu level leptin serum menunjukkan
korelasi positif dengan durasi penyakit pada pasien psoriasis.
Wang et al. (2008) melaporkan bahwa level leptin serum meningkat pada
pasien-pasien yang menderita psoriasis berat (bentuk eritrodermik, pustular,
maupun artropatik).
1
Penelitian Zayed et al. (2010) menunjukkan adanya korelasi yang
signifikan secara statistik antara level leptin serum, level leptin jaringan lesi, dan
skor PASI pada pasien psoriasis vulgaris berat.
6
Penelitian Aktan et al. (2007) menunjukkan tidak adanya perbedaan
antara level leptin serum pasien psoriasis dan kontrol. Level leptin pada pasien
psoriasis dan juga relawan sehat menunjukkan korelasi positif dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT). Level leptin serum pada kelompok pasien tidak berkorelasi
dengan skor PASI maupun durasi psoriasis.
6
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnston et al. tampak adanya
korelasi IMT dan lingkar pinggang dengan level leptin serum dimana level
leptin tidak berbeda antara pasien psoriasis dan kelompok kontrol yang sehat.
9
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai leptin
dan psoriasis vulgaris masih kontroversial, belum memberikan hasil yang
konsisten, serta masih sedikit dilakukan sehingga peneliti berminat untuk
melakukan penelitian tentang profil kadar leptin serum pada berbagai derajat
keparahan pasien psoriasis vulgaris.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah profil kadar leptin serum pada berbagai derajat keparahan
pasien psoriasis vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui profil kadar leptin serum pada berbagai derajat
keparahan pasien psoriasis vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
1.3.2 Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran data demografik pasien psoriasis
vulgaris di RSUP Haji Adam Malik Medan.
b. Untuk mengetahui berbagai derajat keparahan pada pasien
psoriasis vulgaris.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk bidang akademik/ilmiah:
Membuka wawasan mengenai patofisiologi psoriasis vulgaris,
terutama mengenai peranan leptin serum dalam patofisiologi
1.4.2 Untuk pelayanan masyarakat:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat tentang perlunya pemeriksaan kadar leptin serum
pada pasien psoriasis vulgaris.
1.4.3 Untuk pengembangan penelitian:
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori bagi penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang sering dijumpai
namun penyebab utama masih belum diketahui secara pasti. Pada penyakit ini
dapat terjadi papul dan plak eritema dengan skuama berlapis, erupsi pustular dan
eritrodermik. Tempat yang paling sering terkena adalah kulit kepala, siku dan
lutut, tangan, kaki, badan, dan kuku.5,11,12
2.1.1 Epidemiologi
Psoriasis terjadi secara universal. Namun menurut laporan yang
dipublikasikan prevalensinya pada populasi yang berbeda bervariasi dari 0,1
hingga 11,8 persen. Insidensi tertinggi di Eropa yaitu di Denmark (2,9 persen).
Prevalensi berkisar antara 2,2 persen hingga 2,6 persen di Amerika Serikat dan
sekitar 150.000 kasus yang baru terdiagnosis per tahunnya. Insidensi psoriasis
rendah di Asia (0,4 persen).5,13
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis
Psoriasis merupakan penyakit kulit inflamasi dengan dasar genetik yang
kuat, dikarakteristikkan dengan perubahan growth factor dan diferensiasi
Penelitian terhadap keterlibatan gen tertentu dalam psoriasis dimulai
sejak satu dekade yang lalu, namun hanya satu lokus yang disebut sebagai
psoriasis susceptibility 1 (PSORS1) yang telah dikonfirmasi secara konsisten.
PSORS1 berlokasi pada major histocompatibility complex (MHC, kromosom
6p21.3). Alel HLA multipel telah dihubungkan dengan dengan psoriasis, yaitu
B13, HLA B-37, HLA B-46, HLA B-57, HLA Cw1, HLA Cw6,
HLA-DR7, dan HLA-DQ9. HLA-Cw6 secara konsisten menunjukkan risiko relatif
tertinggi untuk psoriasis pada populasi Kaukasia.3 Subset yang paling dikenali
dari sel T regulatory (Tregs) adalah CD4+CD25+. Penelitian menunjukkan
adanya gangguan fungsi inhibisi dan kegagalan dalam menekan proliferasi sel T
efektor.
Sel natural killer (sel NK) adalah penghasil utama IFN-ᵞ dan berperan sebagai penghubung antara imunitas dibawa dan imunitas didapat. Sel NK
dijumpai pada psoriasis dan dapat memicu pembentukan lesi psoriasis dalam
sistem model xenograft.
5
Sel T pada lesi psoriasis mempunyai hubungan dengan sel dendritik (SD)
yang mempunyai peranan dalam memulai respon imun didapat dan induksi self
tolerance. Beberapa subset SD telah ditemukan dan banyak dijumpai dalam
keadaan matang pada lesi psoriasis. Sel langerhans (SL) dianggap sebagai SD
yang imatur.
5
Sel mast dan makrofag banyak dijumpai pada lesi psoriasis inisial dan
yang berkembang. Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa makrofag
mempunyai peran utama dalam patogenesis psoriasis, yaitu melalui produksi
tumor necrosis factor(TNF)-α.
Keratinosit merupakan penghasil utama sitokin-sitokin proinflamasi,
kemokin, growth factor, serta mediator-mediator lain. Sel-sel endotel dan
fibroblas merupakan partisipan dalam proses patogenik. Sel-sel endotel sangat
teraktivasi pada lesi psoriasis yang sedang berkembang dan matang,
mengalirkan darah dengan jumlah 10 kali lipat lebih banyak ke lesi, dan
memainkan peran utama dalam mengendalikan fluks leukosit dan protein serum
ke jaringan psoriasis. Fibroblas mendukung proliferasi keratinosit secara
parakrin dimana proses ini mengalami peningkatan pada psoriasis. Fibroblas
menghasilkan banyak faktor kemotaktik dan mendukung migrasi sel T keluar
dari lesi psoriasis.
Jaringan sitokin dalam psoriasis sangat kompleks dan melibatkan aksi
interaksi antara berbagai sitokin, kemokin, dan growth factor serta reseptor
disamping mediator-mediator yang dihasilkan oleh banyak tipe sel. Selain IFN-ᵞ terdapat banyak sitokin dan kemokin yang mengalami peningkatan pada
psoriasis. Abnormalitas yang lebih kompleks telah diamati pada sitokin-sitokin
imunomodulator dan reseptornya termasuk IL-1 dan TGF-β. Plak psoriasis dikarakteristikkan dengan banyaknya sitokin yang dihasilkan oleh sel Th1
(IFN-ᵞ, IL-2, dan TNF-α). Sel dendritik juga mengeluarkan sitokin-sitokin yaitu IL-18, IL-20, IL-23, dan TNF-α. IL-18 dan IL-23 menstimulasi produksi IFN-ᵞ.
5
Berbagai growth factor diekspresikan secara berlebihan pada psoriasis.
Anggota dari famili epidermal growth factor (EGF) menginduksi produksinya
pada keratinosit, termasuk transforming growth factor-α, amphiregulin (ARE6), dan heparin-binding EGF-like growth factor. Aktivasi reseptor EGF
menstimulasi keratinosit dari vascular endothelial growth factor (VEGF).
Ekspresi nerve growth factor (NGF) juga ditingkatkan oleh keratinosit pada
kulit psoriasis, dan reseptor NGF meningkat di saraf perifer kulit lesi. Growth
factor parakrin yang dihasilkan di luar epidermis dapat juga berperan penting
dalam menstimulasi hiperplasia epidermal psoriasis, termasuk insulin like
growth factor-1 dan keratinocyte growth factor.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara
leptin serum dengan psoriasis vulgaris. Terlebih lagi penelitian menunjukkan
bahwa leptin dapat merupakan penanda keparahan dan kronisitas psoriasis
vulgaris.
5
1,6
2.1.3 Gambaran klinis
Lesi klasik psoriasis ialah plak merah meninggi dan berbatas tegas
dengan permukaan berskuama putih. Ukuran lesi dapat bervariasi mulai dari
bintik papul hingga plak yang menutupi area tubuh yang luas. Di bawah skuama
terdapat eritema homogen berkilat dan bintik-bintik perdarahan yang tampak
jika skuama dilepas dikarenakan melukai kapiler berdilatasi di bawahnya (tanda
Auspitz). Penggoresan skuama menggunakan pinggir kaca objek akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi lebih putih seperti goresan
cenderung simetris dan hal ini merupakan gambaran yang dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis.
Fenomena Koebner (juga dikenal sebagai respon isomorfik) adalah
induksi psoriasis traumatik pada kulit nonlesi. Reaksi Koebner biasanya terjadi
pada 7 hingga 14 hari setelah trauma dan skitar 25 persen pasien dapat
mengalami fenomena Koebner semasa hidupnya. Fenomena Koebner tidak
spesifik untuk psoriasis akan tetapi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis.
5
Terdapat beberapa bentuk klinis psoriasis yaitu:
5
• Psoriasis vulgaris
16
Psoriasis vulgaris merupakan bentuk psoriasis tersering, didapati pada sekitar
90 persen pasien. Plak merah, berskuama, dan simetris yang belokasi di
bagian ekstensor ekstremitas, terutama lutut dan siku, kulit kepala,
lumbosakral bawah, bokong, dan genital. Tempat predileksi lainnya termasuk
umbilikus dan celah intergluteal.
• Psoriasis guttata (eruptif)
Psoriasis guttata (berasal dari bahasa latin gutta berarti “tetesan”)
dikarakteristikkan dengan erupsi papul-papul kecil (diameter 0,5 hingga 1,5
cm) di badan bagian atas dan ekstremitas proksimal.
• Psoriasis plak kecil
Psoriasis plak kecil secara klinis mirip dengan psoriasis guttata tetapi dapat
yang lebih besar (1-2 cm) yang lebih tebal dan berskuama daripada penyakit
guttata.
• Psoriasis inversa
Lesi psoriasis dapat berlokasi pada lipatan kulit utama seperti aksila, genito
krural, dan leher. Skuama biasanya minimal atau tidak ada dan lesi
menunjukkan eritema berbatas tegas yang sering berlokasi di area kontak
kulit ke kulit.
2.2 Leptin
Leptin (disebut juga protein OB) merupakan protein yang ditemukan
pada tahun 1994 oleh Friedman dan kolega dengan mengidentifikasi gen mutan
(ob) yang mendasari obesitas pada tikus ob/ob. Leptin berasal dari bahasa
Yunani “leptos” yang berarti “tipis”, berasal dari klon gen ob dan terutama
dihasilkan oleh adiposit (jaringan adiposa putih) bersamaan dengan berbagai
sitokin lainnya.8 Leptin merupakan polipeptida non glikosilasi 16 kD yang
terdiri dari 167 asam amino dengan nilai normal dalam darah berkisar antara
1,2-9,5 ng/mL pada pria dan 4,1-25,0 ng/mL pada wanita. Leptin mengatur
pengendalian berat badan melalui reseptor kognitif di hipotalamus. Leptin dapat
juga diekspresikan dalam jumlah sedikit di jaringan-jaringan lainnya seperti
plasenta dan saluran cerna.
Auwerx dan Steals 1998 Hidetoshi et al. (2009) mengemukakan bahwa
struktur leptin berisi empat α-heliks anti paralel yang saling tersambung yang sangat mirip dengan anggota sitokin-sitokin heliks rantai panjang seperti
interleukin-6 (IL-6), IL-11, IL-12, granulocyte colony stimulating factor
(G-CSF) dan yang lainnya.
Muoio et al. (2002) menyatakan bahwa leptin meregulasi berat badan
dengan cara menginhibisi masukan makanan dan menstimulasi konsumsi energi.
Leptin juga telah dikenal sebagai faktor kunci dalam meregulasi banyak respon
biologis termasuk tekanan darah, hematopoiesis, fungsi neuroendokrin,
angiogenesis, pembentukan tulang, dan reproduksi. Reseptor leptin terutama
diekspresikan di hipotalamus, tetapi juga diekspresikan di jaringan-jaringan lain
seperti keratinosit, fibroblas, sel-sel endotel, dan sel-sel mononuklear darah
perifer.
1,21
Terdapat banyak bukti bahwa leptin memiliki efek sistemik selain
berhubungan dengan homeostatis energi, termasuk regulasi neuroendokrin,
reproduksi, hematopoietik, dan fungsi imun.
22-25
26
Leptin mempunyai peranan
penting dalam inflamasi dan dalam imunoregulasi. Menurut Otero et al. (2005)
leptin mengaktivasi sel-sel monosit/makrofag dan mempotensiasi produksi
sitokin-sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6, dan mengarahkan diferensiasi sel T menjadi fenotip Th1,
mengekspresikan interferon gamma (IFN)-ᵧ dan IL-2. Menurut Gabay et al. (2001) leptin menunjukkan bahan-bahan anti inflamasi tertentu dengan cara
melepaskan antagonis reseptor IL-1. Oleh karena itu leptin telah diimplikasikan
dalam patogenesis kondisi inflamasi autoimun seperti chronic bowel disease dan
artritis rematoid. Penelitian yang dilakukan Bernotiene et al. (2006) dan Murad
mengekspresikan molekul-molekul adhesi dan meningkatkan angiogenesis serta
pertumbuhan sel-sel endotel . Oleh karena itu tampak adanya hubungan yang
erat antara imunopatogenesis psoriasis dan efek proliferasi dan imunologi
leptin.
Hal yang penting dari banyak sitokin adalah perlindungan terhadap
adanya apoptosis sel-sel. Berdasarkan penelitian terdahulu telah ditemukan
bahwa leptin meningkatkan viabilitas dan melemahkan apoptosis berbagai tipe
sel seperti osteoblas, sel-sel 13actor13ic, dan sel-sel islet. Terlebih lagi, pada
temuan terbaru tampak bahwa leptin menginhibisi apoptosis yang diinduksi
stress dari limfosit T in vivo. Penelitian ini menguji efek leptin dalam
kelangsungan hidup monosit dan apakah efek ini terjadi berdasarkan kerja anti
apoptosis dari leptin. Tampak bahwa leptin meningkatkan survival yang
bergantung dosis dari monosit darah. Leptin meningkatkan efek survival ini
dengan cara mencegah apoptosis sel-sel monosit melalui aktivasi MAPK. Hal ini
sesuai dengan peran jalur p42/44 MAPK yang telah dikenali dalam respon imun
secara umum, dan sinyal anti apoptosis monosit khususnya. Data-data tersebut
mendukung hipotesis adanya peran leptin sebagai 13actor trofik penting
terhadap monosit darah.
1,27,28
Telah dihipotesiskan bahwa rendahnya konsentrasi leptin serum dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dengan cara menurunkan priming sel
T helper (Th) dan mempengaruhi fungsi timus. Sebaliknya efek dari
peningkatan Th1 oleh leptin berhubungan dengan peningkatan kerentanan untuk
mengalami penyakit autoimun.
2
Penelitian yang dilakukan oleh Cerman et al. (2008) dan Wang et al.
(2008) menunjukkan adanya peranan leptin dalam patogenesis psoriasis vulgaris
akan tetapi perannya dalam keparahan penyakit masih memerlukan penelitian
lebih lanjut.
Beberapa penelitian telah mempelajari efek leptin terhadap respon imun
dibawa dan didapat. Pada imunitas dibawa leptin meningkatkan fungsi fagositik
makrofag/monosit tikus melalui aktivasi fosfolipase. Terhadap makrofag leptin
juga meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) (awal), interleukin 6 (IL-6) (lanjut), dan IL-12. Efek fasilitasi dari leptin terhadap fungsi makrofag/monosit telah dikonfirmasi pada manusia.
Tampak bahwa leptin dapat menstimulasi proliferasi monosit sirkulasi manusia
in vitro dan dapat meningkatkan ekspresi penanda-penanda aktivasi termasuk
CD38, CD69, CD25 (rantai α reseptor IL-2) dan CSD71 (reseptor transferin).
21
Pada sel-sel polimorfonuklear individu sehat leptin menstimulasi
produksi reactive oxygen species (ROS) dan kemotaksis melalui mekanisme
yang masih kontroversial dan dapat atau tidak dapat berinteraksi dengan
monosit.
21
Kemudian di dalam sel-sel natural killer leptin berperan dalam
perkembangan, diferensiasi, proliferasi, aktivasi, dan sitotoksisitas melalui efek
yang diperantarai oleh posforilasi signal transducers and activator of
transcription-3 (STAT-3) dan peningkatan ekspresi gen untuk perforin dan
IL-2.
21
Dalam imunitas didapat leptin mempunyai efek pleiotropik yang
kemungkinan menunjukkan peningkatan kemampuan sistem imun memberikan
respon yang luas terhadap struktur molekular yang berbeda melalui pengenalan
terbatas dari kompleks peptida/major histocompatibility complex (MHC).21
2.3 Psoriasis Vulgaris dan Leptin
Psoriasis vulgaris adalah kelainan kulit inflamasi kronis yang
diperantarai oleh elemen-elemen sistem imun dibawa dan didapat. Sel T hampir
selalu terlibat saat dimulainya lesi psoriasis. Sel T yang terakivasi pada taut
dermal epidermal dianggap mendorong respon proliferasi hiperplastik melalui
kumpulan sitokin-sitokin Th1 termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interferon-ᵧ dan berbagai interleukin (IL).
Leptin merupakan salah satu sitokin utama yang dihasilkan oleh adiposa
dan telah diteliti perannya dalam mengendalikan homeostatis energi melalui
regulasi nafsu makan. Leptin juga penting untuk imunitas yang diperantarai sel.
Defisiensi leptin kongenital pada manusia mengakibatkan rendahnya frekuensi
sel T CD4+ darah dan juga proliferasi sel T yang rusak serta produksi
sitokin-sitokin seperti interferon (IFN)-ᵧ. Leptin tampak berperan terhadap T helper (Th)1 dan menekan respon imun Th2. In vitro leptin bekerja pada sel T naif,
yaitu meningkatkan sekresi IL-2 dan proliferasi dan juga meningkatkan produksi
IFN-ᵧ oleh sel T memori. Oleh karena itu level leptin yang meningkat dapat mengakibatkan peningkatan respon imun tipe Th1 akibat berkurangnya aktivitas
sel T regulator.
6
Leptin berperan penting dalam proses inflamasi yang melibatkan sel T
dan dapat memodulasi aktivitas sel T-helper dalam respon imun selular. Oleh
karena itu leptin mempunyai peran dalam inflamasi yaitu mengaktivasi monosit
dan makrofag, meningkatkan sitokin-sitokin proinflamasi, serta mengarahkan
diferensiasi sel T menjadi fenotipe Th1 dan mengekspresikan INF-ᵞ dan IL-2. Leptin juga dapat menstimulasi proliferasi keratinosit, ekspresi molekul-molekul
adhesi dan angiogenesis dan juga pertumbuhan sel-sel endotel. Pada psoriasis,
respon imun efektor berkembang disebabkan antigen kulit yang tidak diketahui
dan aktivasi sel T terutama berupa pola sitokin tipe 1. Produksi IFN-ᵞ menginduksi aktivasi keratinosit dan dan sel-sel endotel serta menginduksi
produksi sitokin-sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-α) dan kemokin-kemokin (IL-8). TNF-α, sitokin-sitokin lain seperti IL-6 dan growth factor terlibat dalam patogenesis psoriasis dan mekanisme hiperproliferasi. Level serum dari
bahan-bahan tersebut dapat berhubungan dengan aktivitas penyakit.
Oleh karena psoriasis merupakan suatu penyakit inflamasi yang
diperantarai imun dan ditandai dengan adanya hiperproliferasi keratinosit dan
infiltrasi limfosit T maka leptin dapat menghubungkan antara fungsi sel T dan
inflamasi pada psoriasis.
6,32-34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif rancangan potong lintang
(cross sectional).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga April 2013,
bertempat di Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUP.H.Adam Malik Medan.
3.2.2. Pengambilan sampel dan pemeriksaan sampel dilakukan
Laboratorium Klinik Prodia Jl. S. Parman no. 17/223 Medan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi target
Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris.
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien-pasien yang menderita psoriasis vulgaris yang berobat ke
Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.
H. Adam Malik Medan mulai bulan Februari 2013 hingga bulan
3.3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian terdiri dari kelompok psoriasis vulgaris yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel maka digunakan rumus berikut:35
Rumus : n = Jumlah sampel = Zα2 d
x P x Q
n =
2
1.962
0.10
x 0.04 x 0.96
2
= 15 orang = 14.75
Keterangan : Z = deviat baku alfa
P = proporsi kategori variabel yang diteliti
Nilai P diambil dari kepustakaan no. 12
Q = 1 – P
d = presisi
Berdasarkan perhitungan, maka besar sampel minimal sebanyak 15 orang.
Dalam penelitian ini jumlah sampel pasien psoriasis vulgaris yang diikutsertakan
3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil dengan cara consecutive sampling.
3.6 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.7.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang didiagnosis secara anamnesis dan klinis
sebagai psoriasis vulgaris
2. Berusia 15-60 tahun
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan
menandatangani informed consent
3.7.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien psoriasis yang sedang hamil atau menyusui.
2. Menggunakan obat-obatan untuk mengobati psoriasis;
obat topikal (kortikosteroid, vitamin D3 dan analog,
antralin/ditranol, coal tar, tazaroten, inhibitor kalsineurin,
emolien) minimal 2 minggu sebelum dilakukan
penelitian dan obat sistemik (metotreksat, asitretin,
siklosporin A, ester asam fumarat, sulfasalazin, steroid
sistemik, mofetil mikofenolat, 6-tioguanin, hidroksiurea)
minimal 6 minggu sebelum dilakukan penelitian.
3. Subyek dengan penyakit autoimun lainnya; chronic
bowel disease, artritis rematoid, lupus eritematosus
3.7 Alat, Bahan, dan Cara Kerja
3.7.1 Alat dan bahan
1. Pipa meteran tinggi badan
2. Timbangan berat badan
3. Spuit 5 cc
4. Torniquet
5. Kapas
6. Plester
7. Povidone iodine
8. Alkohol 70 %
9. Tabung berisi antikoagulan heparin/EDTA
10. Human Leptin Elisa Kit-EZHL-80Sk
3.7.2 Cara kerja
1. Pencatatan data dasar
a. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di
Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP
H. Adam Malik Medan.
b. Pencatatan data dasar meliputi identitas pasien,
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
dermatologis, pemeriksaan penunjang yang meliputi
pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda
Auspitz sesuai formulir catatan medis terlampir.
d. Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama
dengan pembimbing di Poliklinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Menentukan derajat keparahan psoriasis vulgaris
menggunakan Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
Cara menentukan skor PASI :
a. Intensitas: Area psoriasis yang representatif dipilih
untuk setiap bagian tubuh. Intensitas kemerahan,
ketebalan, dan skuama psoriasis dinilai menjadi
tidak ada (0), ringan (1), sedang (2), berat (3), sangat
berat (4)
b. Ketiga skor intensitas ditambahkan untuk setiap
bagian tubuh untuk menghasilkan subtotal A1, A2,
A3, A4. Setiap subtotal dikalikan dengan area
permukaan tubuh yang ditunjukkan oleh regio
A1 x 0,1 B1
A2 x 0,2 B2
A3 x 0,3 B3
A4 x 0,4 B4
c. Persentase area yang terkena psoriasis dinilai pada
empat regio tubuh, area tersebut diekspresikan
sebagai nol (0), 1-9% (1), 10-29% (2), 30-49% (3),
Lengan
Badan
Tungkai
d. Setiap skor area tubuh dikalikan dengan area yang
terkena
B1 x (0-6) = C1
B2 x (0-6) = C2
B3 x (0-6) = C3
B4 x (0-6) = C4
e. Skor PASI diperoleh dengan menjumlahkan
C1+C2+C3+C4. Derajat keparahan psoriasis
digolongkan sebagai berikut:
Ringan : 0-7
Sedang : 8-12
Berat : >12
3. Pengambilan sampel darah dan pemeriksaan sampel
a. Pengambilan sampel darah dilakukan di laboratorium
Klinik Prodia Medan.
b. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium
Klinik Prodia Medan.
4. Cara pengambilan darah
-Darah diambil secara punksi vena pada vena mediana
- Torniquet diikatkan diatas lipatan siku, kemudian
tangan dikepal
-Pada daerah yang akan dipunksi dilakukan desinfeksi
dengan larutan povidon iodine 10%dan alkohol 70 %.
-Tusukkan jarum dengan sudut 450
-Ambil darah sebanyak 5 cc kemudian genggaman
dilepaskan
terhadap
permukaan lengan
-Lepaskan tourniquet dan daerah punksi ditekan
dengan kapas beralkohol 70%
-Daerah punksi ditutup dengan plester
-Darah dimasukkan kedalam tabung berisi
antikoagulan dan segera dibawa ke Laboratorium
Klinik Prodia.
5. Pengukuran kadar leptin serum
Dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Medan dengan
menggunakan Human leptin Elisa kit-EZHL-80SK.
3.8 Definisi Operasional
1. Psoriasis vulgaris :
Psoriasis vulgaris adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang
ditandai dengan perubahan growth factor dan diferensiasi
imunologi, dan vaskular. Diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis Pada pemeriksaan klinis tampak :
lesi berupa plak merah dengan permukaan ditutupi skuama
putih keperakan dengan distribusi yang cenderung simetris
pada bagian ekstensor ektremitas terutama lutut dan siku, tepi
kulit kepala, bokong, dan genitalia disertai hasil pemeriksaan
tanda Auspitz dan fenomena tetesan lilin positif.
a. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin :
Dilakukan penggoresan pada lesi dengan skuama yang
utuh dengan menggunakan pinggir kaca objek secara
perlahan. Intepretasi positif apabila terjadi perubahan
warna menjadi lebih putih seperti goresan pada tetesan
lilin.
b. Tanda Auspitz :
Dilakukan pengerokan secara perlahan pada skuama
dengan menggunakan kaca objek sampai skuama terlepas
seluruhnya dan tampak bintik-bintik darah pada lesi.
2. Leptin :
Merupakan hormon yang disintesis dan disekresikan oleh
adiposit. Merupakan polipeptida non glikosilasi 16 kD yang
terdiri dari 167 asam amino dan berperan dalam inflamasi dan
3. Skor psoriasis area and severity index (PASI) :
Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai
derajat keparahan psoriasis berdasarkan eritema, ketebalan lesi,
skuama, area dan luas area tubuh yang terlibat.
4. ELISA:
ELISA adalah singkatan dari Enzyme Linked Immunosorbent
Assay yaitu suatu metoda yang berguna untuk mengukur
material di dalam larutan seperti serum. Prinsip dasarnya ialah
menggunakan enzim untuk mendeteksi ikatan antigen dan
antibodi.
5. Usia :
36
Usia saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal lahir, bila
lebih dari 6 bulan dibulatkan ke atas, dan bila kurang dari 6
bulan dibulatkan ke bawah.
6. Chronic bowel disease:
Merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran cerna yang
ditandai dengan adanya ulserasi rekuren kronik dengan gejala
diare dan nyeri abdomen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan pemeriksaan kolonoskopi, biopsi, dan CT
scan.
7. Artritis rematoid:
Merupakan penyakit autoimun yang kronik dan progresif,
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
X-Ray dan imunologis.
8. Lupus eritematosus sistemik:
Merupakan suatu penyakit autoimun sistemik yang dapat
mengenai seluruh bagian tubuh. Diagnosis ditegakkan dengan
menggunakan kriteria American College of Rheumatology.
9. Sklerosis sistemik:
Merupakan suatu penyakit jaringan ikat sistemik yang ditandai
dengan adanya gangguan vasomotor, atrofi kulit, jaringan
subkutan, otot, dan organ dalam (paru-paru, jantung, jantung,
ginjal dan susunan syaraf pusat) serta ganguan imunologik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
histopatologi.
10.Sklerosis multipel:
Merupakan penyakit inflamasi akibat demielinisasi susunan
syaraf pusat yang ditandai dengan kelemahan satu atau lebih
anggota gerak, optik neuritis serta gejala sensoris. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan radiologi.
11.Penyakit Graves:
Merupakan suatu jenis penyakit hipertiroid yang ditandai
dengan iritabilitas, fatigue atau kelemahan otot, intoleransi
pembesaran kelenjar tiroid. Diagnosis berdasarkan gejala klinis
dan pemeriksaan laboratorium.
12. Penyakit Addisons:
Merupakan kelainan endokrin kronis akibat gangguan pada
kelenjar adrenal dan ditandai dengan fatigue, kelemahan otot,
demam, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri
otot dan sendi, hipotensi ortostatik. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
13.Tiroiditis Hashimoto:
Merupakan suatu penyakit tiroid autoimun yang ditandai
dengan peningkatan berat badan, depresi, mania, sensitivitas
terhadap panas dan dingin, parasthesia, fatigue, bradikardi,
takikardi, kolesterol tinggi, konstipasi, kelemahan otot,
infertilitas serta gangguan memori. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
14. Hamil:
Merupakan periode yang dialami seorang wanita sejak
terjadinya konsepsi menghasilkan embrio yang berkembang
menjadi fetus di dalam uterus.
15. Menyusui:
Merupakan proses sekresi kelenjar mammae ibu setelah
16. Kortikosteroid:
Analog sintetis dari hormon steroid yang disekresikan oleh
aksis hypothalamic anterior pituitary adrenocortical.
17. Analog vitamin D:
Obat yang bekerja dengan cara meregulasi pertumbuhan dan
diferensiasi sel, fungsi imun, serta metabolisme kalsium dan
fosfor.
18. Antralin (ditranol):
Merupakan derivat anthracene yang tersedia dalam bentum
krim, salap, dan pasta.
19. Coal tar:
Tar merupakan produk hasil distilasi kering dari bahan organik
yang dipanaskan tanpa oksigen.
20.Tazaroten:
Merupakan retinoid generasi ketiga yang dapat mengurangi
ketebalan skuama dan plak.
21. Inhibitor kalsineurin topikal:
Merupakan antibiotik makrolida yang dapat menginhibisi
kalsineurin sehingga menghambat transduksi sinyal limfosit T
dan transkripsi IL-2.
22. Emolien:
Merupakan campuran yang kompleks dari bahan-bahan kimia
23. Metotreksat:
Merupakan analog asam folat yang menghambat dihidrofolat
reduktase sehingga terjadi inhibisi sintesis purin dan pirimidin.
24. Asitretin:
Merupakan retinoid sistemik generasi kedua dengan kerja
berikatan dengan reseptor asam retinoat.
25.Siklosporin A:
Merupakan neutral cyclic undecapeptida yang berasal dari
fungi.
26.Ester asam fumarat:
Merupakan bahan kimia yang terdiri dari isomer asam
dikarboksilat tak jenuh yang bekerja menghambat translokasi
NF-ƙβ.
27.Mofetil mikofenolat:
Merupakan prodrug dari asam mikofenolat yang merupakan
inhibitor reversibel dari inosin monofosfatase dehidrogenase.
28. 6-tioguanin:
Merupakan analog purin atau derivat guanin yang mempunyai
kerja sebagai antimetabolit.
29. Hidroksiurea:
Merupakan antimetabolit CH4N2O2 yang menekan produksi
3.9 Kerangka Operasional
Gambar 3.1 Diagram Kerangka Operasional Penelitian
3.10 Pengolahan Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dan selanjutnya
dinyatakan dalam tabel distribusi frekuensi. Profil kadar leptin
serum pada pasien psoriasis vulgaris derajat ringan, sedang, dan
berat ditampilkan dengan menggunakan diagram batang.
3.11 Ethical Clearance
Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical
clearance dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Universitas
Sumatera Utara
Pasien psoriasis
(sampel)
Derajat keparahan (ringan, sedang, berat)
[image:45.595.125.464.86.334.2]Kadar leptin serum
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar leptin serum
terhadap 25 orang subyek psoriasis vulgaris dengan berbagai skor PASI
yang dimulai dari bulan Februari 2013 hingga bulan April 2013. Semua
subyek penelitian telah menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik,
pengukuran nilai skor PASI, dan selanjutnya telah diambil sampel darah
dari 25 orang subyek penelitian.
4.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan
distribusi jenis kelamin dan kelompok usia.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat
[image:46.595.150.511.569.680.2]dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Subyek penelitian
n %
Laki-laki 17 68
Perempuan 8 32
Total 25 100
perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pasien psoriasis vulgaris
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinniah (2010)
menyatakan bahwa dari total keseluruhan 5607 pasien yang diperiksa
selama tiga tahun didapati 9,5% menderita psoriasis dimana penyakit ini
lebih banyak diderita oleh laki-laki (11,6%) daripada perempuan (7,2%).
Chang YT et al. (2009) melaporkan prevalensi psoriasis di Taiwan
sebesar 0,23% pada pria dan 0,16% pada wanita (odds ratio=1,26,
p<0,0001).
37
Dogra (2010) melaporkan insidensi psoriasis diantara keseluruhan
pasien kulit berkisar antara 0,44 hingga 2,2% dengan insidensi
keseluruhan 1,02%. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,46:1.
38
[image:47.595.135.527.486.641.2]39
Tabel 4. 2 Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris Derajat Ringan, Sedang dan Berat Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
kelamin
Psoriasis Vulgaris
Ringan Sedang Berat
n % n % n %
Laki-laki Perempuan 6 3 66,67 33,33 3 1 75 25 8 4 66,67 33,33
Total 9 100 4 100 12 100
Berdasarkan tabel 4.2 tampak bahwa dari keseluruhan 9 orang
orang subyek pasien psoriasis vulgaris derajat ringan sebanyak 3 orang
(60%) adalah laki-laki dan 2 orang (40%) adalah perempuan. Dari
keseluruhan 12 orang pasien psoriasis derjat berat sebanyak 8 orang
(66,67%) adalah laki-laki dan 4 orang (33,33%) adalah perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien psoriasis vulgaris derajat ringan, sedang, dan
derajat berat paling banyak berjenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mabuchi et al. (2006)
terhadap 102 orang pasien psoriasis vulgaris tidak terdapat perbedaan skor
[image:48.595.152.511.389.516.2]PASI yang signifikan diantara laki-laki dan perempuan.40
Tabel 4.3. Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Kelompok Usia
Usia Subyek penelitian
n %
15-30 3 12
31-45 10 40
46-60 12 48
Total 25 100
Berdasarkan tabel 4.3 tampak bahwa dari keseluruhan 25 orang
subyek penelitian didapati jumlah terbanyak (48%) berusia antara 46-60
tahun yaitu berjumlah 12 orang.
Sinniah (2010) melaporkan pasien psoriasis terbanyak adalah
pasien dalam kelompok usia 40-60 tahun (17,2%) dan jumlah lebih sedikit
pada kelompok usia yang lebih muda dan kelompok usia lebih dari 60
Chang YT et al. (2009) melaporkan prevalensi psoriasis meningkat
lebih cepat pada pasien pria berumur 30 tahun atau lebih dan mencapai
puncaknya pada pasien berumur 70 tahun atau lebih tanpa memandang
jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Gelfand JM et al. (2005)
menunjukkan bahwa prevalensi psoriasis tinggi pada usia muda dan secara
perlahan meningkat pada pasien usia 30-69 tahun. Psoriasis jarang terjadi
pada berusia lebih muda dari 10 tahun dengan prevalensi 0,55%.
38
[image:49.595.146.548.371.554.2]41
Tabel 4.4 Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris Derajat Ringan, Sedang dan Berat Berdasarkan Kelompok Usia
Usia (tahun)
Kasus
Ringan Sedang Berat
n % n % n %
15 – 30 1 11,11 0 0 2 16,66
31 – 45 5 55,56 0 0 5 41,67
46 – 60 3 33,33 4 100 5 41,67
Berdasarkan tabel 4.4 dari 9 orang pasien psoriasis vulgaris derajat
ringan, subyek terbanyak berusia antara 31-45 tahun yaitu berjumlah 5 orang
(55,56%). Pada pasien psoriasis vulgaris derajat sedang, seluruh subyek
penelitian berusia antara 46-60 tahun yaitu berjumlah 4 orang (100%). Pada
pasien psoriasis vulgaris derajat berat subyek yang berusia antara 31-45 tahun
dan 46-60 tahun masing-masing berjumlah 5 orang (41,67%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gupta et al. (1995) terhadap
215 orang pasien psoriasis, tidak tampak adanya perbedaan derajat keparahan
psoriasis yang signifikan berdasarkan usia maupun jenis kelamin.42
[image:50.595.126.511.457.588.2]4.2 Profil Kadar Leptin Serum pada Berbagai Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris
Tabel 4.5 Distribusi Pasien Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Derajat Keparahan
Derajat
keparahan
n % Rerata
Ringan
Sedang
Berat
9
4
12
36
16
48
4,23
9,4
28,9
Diagram 4.1 Profil Nilai Rerata Skor PASI Pasien Psoriasis Vulgaris
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa jumlah pasien psoriasis vulgaris derajat
ringan sebanyak 9 orang (36%), derajat sedang sebanyak 4 orang (16%), dan
derajat berat sebanyak 12 orang (48%).
Hasil yang berbeda tampak pada penelitian yang dilakukan oleh
Al-Mutairi et al. (2010) terhadap 1835 pasien psoriasis. Dari keseluruhan subyek
penelitian tersebut sebanyak 1661 pasien (92,79%) merupakan psoriasis derajat
ringan hingga sedang dan sebanyak 129 pasien (7,21%) merupakan psoriasis
derajat berat.4
0 5 10 15 20 25 30
Ringan Sedang Berat
Rerata ringan = 4,23
Rerata sedang = 9,4
Tabel 4.6 Kadar Leptin Serum Pasien Psoriasis Vulgaris pada Derajat Keparahan Ringan, Sedang, dan Berat
Derajat keparahan Kadar leptin serum (ng/mL)
Ringan 2,55 1 2,23 5,3 60,43 1,4 29,7 31,33 18,46 Sedang 11,43 37,18 4,52 2,27
Berat 9,99 17,96 22,63 10,32 6,33
[image:52.595.117.496.308.667.2]106,8 4,15 5,92 20,4 37,18 2,7 32,18
Tabel 4.7 Distribusi Nilai Rerata Kadar Leptin dalam Serum Pasien Psoriasis Vulgaris pada Derajat Keparahan Ringan, Sedang, dan Berat
Derajat keparahan n Rerata (ng/mL)
Ringan 9 16,93
Sedang 4 13,85
Berat 12 23,04
Total 25 19,37
Diagram 4.2 Profil Kadar Rerata Leptin Serum Pasien Psoriasis Vulgaris Derajat Ringan, Sedang, dan Berat
0 5 10 15 20 25
Ringan Sedang Berat
Rerata ringan =16,93 ng/mL
Rerata sedang = 13,85 ng/mL
Berdasarkan tabel 4.6 dan diagram 4.2 didapati kadar leptin serum
tertinggi terdapat pada kelompok psoriasis derajat berat yaitu sebesar 23,04
ng/mL, kemudian diikuti dengan kadar leptin serum pada kelompok psoriasis
derajat ringan yaitu 16,93 ng/mL, dan kadar leptin serum terendah pada
kelompok psoriasis derajat sedang yaitu sebesar 13,85 ng/mL.
Leptin dapat mempengaruhi fungsi sel T, monosit, makrofag, sel natural
killer, serta pelepasan dan ekspresi sitokin-sitokin dan mediator inflamasi,
sehingga leptin dapat meningkatkan reaksi imun dan berperan dalam patogenesis
KESIMPULAN DAN SARAN BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Profil kadar leptin dalam serum pada berbagai derajat keparahan
psoriasis vulgaris menunjukkan nilai tertinggi terdapat pada
kelompok psoriasis vulgaris derajat berat yaitu 23,04 ng/mL,
kemudian diikuti dengan kadar leptin serum pada kelompok
ringan yaitu 16,93 ng/mL, dan nilai terendah terdapat pada
kelompok psoriasis vulgaris derajat sedang yaitu 13,85 ng/mL.
2. Dari keseluruhan 25 orang subyek penelitian didapati jumlah
terbanyak (48%) berusia antara 45-65 tahun. Sebanyak 17 orang
(68%) berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang (32%) adalah
perempuan.
3. Secara umum tampak bahwa mayoritas pasien yaitu sebanyak
12 orang (48%) menderita psoriasis vulgaris derajat berat, 9
orang (36%) menderita psoriasis vulgaris derajat ringan, dan 4
orang (16%) menderita psoriasis vulgaris derajat sedang.
5.2 Saran
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian
mengenai hubungan kadar leptin serum dengan derajat
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian
mengenai hubungan antara kadar leptin serum dengan durasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Cerman AA, Bozkurt S, Sav A, Tulunay A, Elbasi MO, Ergun T. Serum leptin levels, skin leptin and leptin receptor expression in psoriasis. Bri J Dermatol. 2008;159,820-6 2. Sabat R, Phillip S, Hoflich C, Kreutzer S, Wallace E, Asadullah K, Volk HD, Sterry W,
Wolk K. Immunopathogenesis of psoriasis. Experimental Dermatology 2007;16:779-98 3. Heidenreich R, Rocken M, Ghoreschi K. Angiogenesis drives psoriasis pathogenesis. Int
J Exp Path.2009;90:232-48
4. Al-Mutairi N, Al-Farag S, Al-Mutairi A, Al-Shiltawy M. Comorbidities associated with psoriasis: an experience from the Middle East. J Dermatol. 2010;37:146-55
5. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York. Mc Graw Hill; 2008.h. 169-93
6. Zayed AA, El Maksoud NA, Ragab HM. Serum and tissue leptin levels in relation to psoriasis vulgaris severity. J Am Sci. 2010;6(10):57-64
7. Margalet V, Romero C, Alvarez J, Goberna R, Najib S, Yanes CG. Role of leptin as an immunomodulator of blood mononuclear cells: menchanisms of action. Clin Exp Immunol. 2003; 133: 11-9
8. Fantuzzi G, Faggioni R. Leptin in the regulation of immunity, inflammation, and hematopoiesis. Journal of Leucocyte Biology 2000;68:437-43
9. Aktan S, Rota S, Erdogan BS, Ergin S, Kaptanoglu B, Bostanci M. A role of leptin in psoriasis?. Turk J Med Sci.2007;37(3):135-38
10.Gerdes S, Yazdi MR, Mrowietz U. Adipokines and psoriasis. Exp Dermatol. 2011;20:81-7
11.Lowes MA, Bowcock AM, Krueger JG. Pathogenesis and therapy of psoriasis. Nature 2007;445
12.Campalani E, Barker J. The Clinical Genetics of Psoriasis. Current Genomics 2005;6:51-60
13.Gudjonsson J, Elder JT. Psoriasis: epidemiology. Clinics in Dermatology 2007;25:535-46
14.Huang YH, Yang LC, Hui RCY, Chang YC, Yang YW, Yang CH, Chen YH, Chung WH, Kuan YZ, Chiu CS. Relationship between obesity and the clinical severity of psoriasis in Taiwan. Eur Acad Dermatol Venereol.2010; 24: 1035-39
15.Jullien D. Psoriasis physiopathology. EuroAcad Dermatol Venereol. 2006:10-23
16.Coimbra S, Oliveira H, Figueiredo A, Pereira PR. Psoriasis: Epidemiology, Clinical and Histological Features, Triggering Factors, Assessment of Severity and Psychosocial Aspects.
17.Tong KM, Shieh DC, Chen CP, Tzeng CY, Wang SP, Huang KC, Chiu YC, Fong YC, Tang CH. Leptin induces IL-8 expression via leptin receptor, IRS-1, P13K, Akt cascade and promotion of NF-ƙβ/p300 binding in human synovial fibroblasts. Elsevier Inc 2008;20:1478-88
18.Johnston A, Arnadottir S, Gujonsson JE, Aphale A, Sigmarsdottir AA, Gunnarsson SI, Steinsson JT, Elder JT, Valdimarsson H. Obesity in psoriasis: leptin and resistin as mediators of cutaneous inflammation. Bri J Dermatol. 2008;159:342-50
21.Matarese G, Leiter EH, La Cava A. leptin in autoimmunity: many questions, some answers. Blackwell Munksgaard-Tissue Antigens 2007;70:87-95
22.Hercogova J, Ricceri F, Tripo L, Lotti T, Prignano F. Psoriasis and body mass index. Dermatologic therapy 2010;23:152-4
23.Mantzoros CS. The role of leptin in human obesity and disease : a review of current evidence. Ann Intern Med. 1999;130:671-80
24.Margetic S, Gazzola C, Pegg GG, Hill RA. Leptin : a review of its peripheral actions and interactions. International Journal of Obesity 2002; 26:1407–33
25.Friedman JM, Halaas JL. Leptin and the regulation of body weight in mammals. Nature Macmillan Publishers 1998; 395: 763-70
26.Filho GP, Mastronardi C, Franco CB, Wang KB. Leptin: molecular mechanisms, systemic pro-inflammatory effects, and clinical implications. Arq Bras Endocrinol Metab.2012;56(9):597-605
27.Goldberg AC, Eliaschewitz FG, Sogayar MC, Genre J, Rizzo LV. Leptin and the immune response, an active player or an innocent bystander? New York Academy of Sciences 2009;1153:184-92
28.Poeggeler B, Schulz C, Pappolla MA, Bodo E, Tiede S, Lehnert H. Leptin and the skin: a new frontier. Exp Dermatol.2009;19:12-8
29.Fruhbeck G, Jebb SA, Prentice AM. Leptin: physiology and pathophysiology. Clin Physiol. 1998;5:399-419
30.Mantzoros CS, Moschos SJ. Leptin: in search of role(s) in human physiology and pathophysiology. Blackwell science 1998;49:551-67
31.Li J, Li F, Zhao A. Inflammation and leptin. Elsevier Ltd;2006.h.387-92
32.Bernotiene E, palmer G, Gabay C. The role of leptin in innate and adaptive immune responses. Arthritis Res Ther. 2006;8:217
33.Cao R, Brakenhielm E, Wahlestedt C. Leptin induces vascular permeability sand sinergistically stimulates angiogenesis with FGF-2 and VEGF. Proc Natl Acad Sci USA.2001;98:6390-95
34.Bouloumie A, Drexler HCA, Lafontan M. Leptin, the product of ob gene, promotes angiogenesis. Circ Res.1998;83:1059-66
35.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastoasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Sagung Seto;2006. h.259-86
36.Loon AM, Heessen FW, Logt JT, Veen J. Direct enzyme-linked immunosorbent assay that uses peroxidase-labeled antigen for determination of immunoglobulin M antibody to cytomegalovirus. J Clin Microbiol.1981; 13(3): 416-22
37.Sinniah B, Devi S, Prashant D. Epidemiology of Psoriasis in Malaysia: A Hospital Based Study.Med J Malaysia.2010;65(2):112-14
38.Chang Y, Chen T, Liu P, Chen Y, Chen Y, Huang Y. Epidemiological Study of Psoriasis in the National Health Insurance Database in Taiwan. Acta Derm Venereol. 2009; 89: 262-66
39.Dogra S, Yadav S. Psoriasis in India: Prevalence and pattern. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2010; 76: 595-601
40.Mabuchi T, Yamaoka H, Kojima T et al. Psoriasis affects patient quality of life more seriously in female than male in Japan. Tokai J Exp Clin Med. 2012;37(3):84-8
LAMPIRAN 1.
NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN / ORANGTUA / KELUARGA PASIEN
Selamat pagi/siang.
Perkenalkan nama saya dr. Herlin Novita Pane. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik dengan konsentrasi pada Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “ Profil kadar leptin serum pada berbagai derajat keparahan pasien psoriasis vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.
Tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui profil kadar leptin serum dalam berbagai derajat keparahan psoriasis vulgaris. Leptin adalah hormon yang disintesis dan disekresikan oleh adiposit. Adapun manfaat dari penelitiaan ini adalah untuk membuka wawasan mengenai patofisiologi psoriasis vulgaris, terutama mengenai peranan leptin serum dalam patofisiologi psoriasis sehingga dapat menjadi landasan teori bagi penelitian selanjutnya dalam hal evaluasi kadar leptin dalam serum pasien sehingga dapat mengetahui keparahan psoriasis vulgaris.
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronik yang dipicu oleh sistem imun seluler yang teraktivasi deng