• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kebijakan Penglolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Kebijakan Penglolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH

PABRIK KELAPA SAWIT MENUJU NIR LIMBAH

(Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

CHAMIDUN DAIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Model Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Oktober 2007

(3)

ABSTRAK

Chamidun Daim. 2007. Model Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV). Dibimbing oleh: Syamsul Ma’arif, Surjono Hadi Sutjahjo, dan Hartrisari Hardjomidjojo.

Pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit memerlukan strategi yang tepat agar dapat dimanfaatkan secara ekonomis sehingga terwujud nir limbah. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah. Sistem pakar digunakan untuk menilai kinerja perusahaan PTPN IV Sumatera Utara, analisis prospektif digunakan untuk merumuskan faktor kunci dan skenario kebijakan pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah, dan focus group discussion dilakukan untuk merumuskan strategi implementasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor kunci yang mempengaruhi penerapan teknologi pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah adalah peningkatan kapasitas pabrik kelapa sawit, pengelolaan limbah padat, pengelolaan limbah cari, dan peningkatan nilai ekonomi limbah, (2) sistem pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit untuk menuju nir limbah yang dapat diterapkan adalah menggunakan limbah (by product) dari setiap proses produksi kelapa sawit sebagai input proses produksi kelapa sawit melalui pengolahan limbah cair dan limbah padat menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemupukan yang dapat meningkatkan produktivitas kebun, (3) model sistem penilaian terpadu PKS (SPT-PKS) yang dirancang PTPN IV Sumatera Utara terbukti dapat memberikan hasil penilaian secara cepat yang akurat dan valid dengan menggunakan kriteria kualitas bahan baku, proses produksi, hasil (PKO dan CPO), pengolahan limbah padat dan cair, serta aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, dan (4) skenario optimal pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah adalah pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan. Skenario ini dicapai melalui peningkatan kapasitas produksi pabrik kelapa sawit, pengelolaan limbah padat dan cair, dan peningkatan nilai ekonomi limbah. Dalam kondisi ini terjadi perbaikan kinerja perusahaan secara keseluruhan dan pemanfataan limbah sebagai pupuk organik yang dapat penggunaan pupuk anorganik.

(4)

Chamidun Daim. 2007. Policy Model Waste Management of Palm Oil Manufacturing Concerning of Zero Waste (Case Study in PT Perkebunan Nusantara IV, North Sumatera). Under Supervisors of Syamsul Ma’arif, Surjono Hadi Sutjahjo, and Hartrisari Hardjomidjojo.

Palm oil processing produce the solid and liquid waste which could be utilized as a production input with high economic value. The objective of this research was to formulate the policy of palm oil company processing in concerning the zero waste. Expert system was used to give a performance of PTPN IV Sumatera Utara, the prospective analysis was used to formulate key factors and policy scenario processing of palm oil waste to reach zero waste, and the focus group discussion was conducted to formulate its implementation strategy. The result show that: (1) PKS performance of PTPN IV in the whole process is good, but in waste processing is not good because it still use the mulching technology, land application and pond; (2) the key factor that influence the technology processing implementation of palm oil to reach zero waste was increasing capacity of palm oil company, solid and liquid waste processing and the increasing of waste economic value. (3) the palm oil company waste management system in concerning the zero waste that can be implemented by using the waste (by product) from every palm oil production process as an input palm oil production process throught solid and waste management become compost; (4) the comprehensive model system of PKS ( SPT-PKS) that was programmed could give a quick, accurate and valid assesment; (5) the optimal scenario of palm oil waste management in corcerning of zero waste was the developing company and better environmental performance. This scenario was reached by the production increasing strategy of palm oil company production capacity, solid and liquid waste management by using the composting technology and the increasing of economic value by composting and product diversification.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH

PABRIK KELAPA SAWIT MENUJU NIR LIMBAH

(Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

Oleh:

Chamidun Daim

P062024334

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Model Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)

Nama : Chamidun Daim

NIM : P062024334

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

Disertasi ini merupakan penelitian kebijakan (policy research) dengan metode deskriptif dan teknik analisis pemodelan positivisme. Obyek penelitian ini adalah sebuah sistem mikro yaitu sistem sustainable production pada pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit. Melalui bidang kebijakan publik diterangkan dan dievaluasi fungsi dan kontribusi langkah-langkah yang telah diambil sektor publik dalam menghasilkan kinerja sustainable production pada pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit.

Untuk menentukan alternatif kebijakan yang memiliki prospek optimum dilakukan melalui aplikasi analisis prospektif. Deskripsi ringkas dari konteks, bidang dan fokus obyek dan tujuan penelitian ini tercermin dalam judul disertasi “Model Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Menuju Nir Limbah (Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara IV)”.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng., Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S., dan Ibu Dr Hartrisari Hardjomidjojo, DEA., sebagai tim komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi dalam bentuk saran pemikiran dan bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini. Kepada Ibu Dr Etty Riani, M.S. selaku Sekretaris Program Studi PSL juga saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan waktunya dalam memberikan dorongan dan semangat kepada saya. Pada kesempatan ini saya sampaikan juga ucapan terima kasih kepada Direksi PTPN IV beserta seluruh jajarannya terutama bapak Ir. Balaman Tarigan, MM. Selaku Direktur Produksi yang telah banyak membantu dalam penyediaan data dan memfasilitasi focus group discussion.

Khususnya kepada isteri saya Rina Diani dan anak saya Ambara Arya Anandita (Didit) yang selalu memberi semangat serta dorongan serta do’anya sehingga saya dapat menyelesaikan sekolah ini dari awal sampai akhir saya ucapkan terima kasih.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan perhatiannya dalam penyelesaian disertasi ini, yang telah memberikan perhatian penuh, bantuan moril dan semangat kepada saya di setiap saat.

Sebagai sebuah disertasi, tentunya diharapkan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan disertasi ini. Semoga bimbingan, saran, dan masukan yang diberikan dengan ikhlas membuahkan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia khususnya bagi PT Perkebunan Nusantara IV.

Bogor, Oktober 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Chamidun Daim. Penulis lahir di Jepara Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1959. SD diselesaikan pada tahun 1971 kemudian dilanjutkan di SMP dan selesai pada tahun 1974. SMA diselesaikan pada tahun 1978 yang kemudian dilanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor. Gelar sarjana diperoleh pada tahun 1982. Penulis menyelesaikan pendidikan magister (S2) Jurusan Strategi di IPPM. Saat ini penulis sedang menyelesaikan pendidikan Doktor (S3) Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor.

Selain pendidikan formal tersebut, penulis juga mengikuti pendidikan informal antara lain Latihan Dasar Kepemimpinan (1981), Dasar-Dasar Analisis Dampak Lingkungan (1987), English for Executive (1987), Basic English Language Tranining (1988), English for Academic Preparation (1989), Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan, SEPALA (1993) dan Course of Agrarian Reform, Land Reform Training Institute di Taiwan (1994).

Riwayat pekerjaan penulis yaitu sebagai Pengawas teknik lapangan Proyek Persiapan dan Penempatan Petani Teladan di Timor Timur dan Anggota tim survey Penyusunan Tata Ruang dan Pengembangan Sosial Ekonomi di Kabupaten Maliana dan Kovalima, Propinsi Timor Timur (1982-1984), Team Leader untuk kegiatan Perintisan Pemanfaatan Lahan di Propinsi Timor Timur (1984-1985), sebagai Staf Direktorat Penyiapan Areal Permukiman, Dit.Jen Penyiapan Pemukiman, Departemen Transmigrasi di Jakarta (1985-1986). Sejak tahun 1987 sampai 1994 sebagai Kepala Seksi Inventarisasi dan Identifikasi, Dit. Penyiapan Areal Permukiman. Selama masa itu penulis ditugaskan pula sebagai Sekretaris panitia Pengadaan Barang dan Jasa melalui Penunjukan Langsung pada Dit. Penyiapan Areal Permukiman (1988-1989), Pemimpin Proyek Penyediaan Areal Permukiman Transmigrasi di Jakarta/Pusat dan Project Manager of Land Right Studies and Technical Assistance from Word Bank (1989-1991). Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa dan Asisten Administrasi Proyek Penyediaan Areal Pemukiman Transmigrasi (1991-1992). Pada tahun 1992-1993 menjadi Ketua Panitia Pemerikasa dan Penerimaan Barang dan Hasil pekerjaan Proyek Penyediaan areal serta Pengawas Lapangan Proyek Penyediaan Areal di Propinsi Kalimantan Selatan dan Timur. Pada tahun 1993 sampai 1994 menjadi Koordinator Pelaksanaan Pekerjaan Proyek Penyediaan Areal di Propinsi Sumatera Barat Kemudian ditugaskan sebagai Direktur Produksi PT Transindo Bhakti Pertiwi (suatu Badan Usaha milik Yayasan Transmigrasi). Sejak tahun 1995 hingga 2002 menjadi Direktur PT Transindo Aspac Agroniaga (Perkebunan Kelapa Sawit, kerjasama antara Departemen Transmigrasi dengan Aspac Grup). Kemudian sejak tahun 2001 hingga 2005 menjadi Staf Khusus Dit. Bina Investasi dan Kemitraan, Dit.Jen Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi. Sejak tahun 2006 hingga sekarang menjadi Staf Khusus Direktur Perencanaan Teknis Pengembangan Masyarakat dan Kawasan.

Penulis pernah mendapatkan tanda jasa dan penghargaan antara lain Satya Lencana Karya Satya Pengabdian 10 tahun dan juga Juara Harapan III Publikasi Karya Tulis di Media Masa tentang Ketransmigrasian.

Bogor, Oktober 2007

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

1.6 Nilai Kebaruan ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sistem Manajemen Lingkungan ... 9

2.2 Produksi Bersih ... 10

2.3 Pengolahan Kelapa Sawit ... 14

2.4 Permasalahan Limbah Kelapa Sawit... 19

2.5 Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit... 21

2.6 Pendekatan Sistem ... 31

2.7 Analisis Kebijakan ... 37

2.8 Hasil Penelitian Terdahulu... 38

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Lokasi Penelitian ... 40

3.2 Tahapan Penelitian... 40

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 41

3.4 Metode Analisis Data... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Kondisi Umum PTPN IV Sumatera Utara ... 48

4.2 Review Kebijakan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit ... 57

4.3 Model Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit ... 65

4.4 Skenario Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit... 81

4.5 Implikasi Kebijakan... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 120

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar perusahaan industri kelapa sawit yang termasuk peringkat

Hitam PROPER tahun 2003-2004 ... 20 2 Perbandingan distribusi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara

dan Indonesia tahun 2002 ... 20 3 Baku mutu limbah cair PKS ... 23 4 Kandungan unsur hara dari produksi kompos ... 27 5 Penelitian yang berhubungan dengan pengelolaan limbah kelapa

sawit ... 39 6 Tujuan, jenis, dan cara pengumpulan data, metode, dan output yang

diharapkan... 41 7 Luas areal perkebunan yang dikelola oleh PTPN IV pada tahun 2005

(ha) ... 49 8 Alat produksi, kapasitas terpasang dan kapasitas terpakai PTPN IV.... 50 9 Kebijakan, strategi dan program kerja PTPN IV yang ada

hubungannya dengan pengelolaan limbah... 57 10 Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan

pengelolaan limbah kelapa sawit dan pelaksanaannya ... 64 11 Perbandingan teknologi limbah PKS ... 74 12 Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan

limbah PKS hasil analisis kebutuhan... 82 13 Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV... 87 14 Incompatible antar keadaan (state) dari keempat faktor penting dalam

pengelolaan limbah PKS di PTPN IV jangka waktu 5 tahun ... 88 15 Definisi masing-masing skenario strategi ... 88 16 Hasil penentuan bobot skenario strategi pengelolaan limbah PKS di

PTPN IV Sumatera Utara ... 90 17 Produksi TBS pada beberapa percobaan limbah cair ... 96

(12)

1 Kerangka pikir penelitian ... 7

2 Proses produksi minyak kelapa sawit dan hasil ikutannya ... 16

3 Proses pengolahan pabrik kelapa sawit (PKS)... 22

4 Tahapan instalansi pengendalian LCPKS ... 23

5 Pengendalian LCPKS system kolam dengan aerator... 25

6 Tahapan pembuatan kompos dari TKS dan LCPKS ... 28

7 Hubungan antar komponen dalam SPK ... 36

8 Tahapan penelitian ... 40

9 Pedoman pengisian matriks analisis pengaruh ... 45

10 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem pengelolaan limbah PKS ... 46

11 Manajemen dialog SPT Pabrik Kelapa Sawit ... 65

12 Menu interface penilaian kinerja PKS... 66

13 Kinerja penanganan bahan baku... 67

14 Kinerja penanganan perebusan ... 68

15 Kinerja penebahan ... 68

16 Kinerja pengadukan TBS... 69

17 Kinerja pengempaan TBS ... 69

18 Kinerja penyaringan TBS... 69

19 Kinerja oil purifier TBS... 70

20 Kinerja vacuum dryer TBS... 70

21 Kinerja pengeringan biji TBS ... 70

22 Kinerja pemecahan biji TBS ... 71

23 Kinerja pemisahan inti dan cangkang TBS... 71

24 Kinerja pengeringan inti sawit... 71

25 Kinerja pembersihan inti sawit ... 72

26 Kinerja kualitas produk minyak sawit kasar (CPO)... 72

27 Kinerja kualitas produk minyak inti sawit (PKO) ... 72

28 Jumlah limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan PKS ... 73

29 Kinerja Parameter Kimia Limbah Cair PKS ... 73

30 Kinerja Parameter Kandungan Hara Limbah Cair PKS ... 73

31 Alternatif penanganan limbah III ... 75

32 Kinerja pengomposan limbah cari dan padat PKS Dolok Sinumbah... 75

33 Kinerja produk kompos PKS Dolok Sinumbah ... 75

34 Kinerja Keseluruhan Pengolahan Limbah PKS ... 76

35 Alternatif penanganan limbah II ... 77

36 Kinerja mulsa pada PKS Dolok Ilir... 77

37 Kinerja aplikasi lahan PKS Dolok Ilir ... 77

38 Kinerja Keseluruhan Pengolahan Limbah PKS Dolok Ilir ... 78

39 Kinerja ekonomi PKS... 79

40 Kinerja sosial PKS ... 79

41 Kinerja lingkungan PKS... 80

42 Kinerja keseluruhan PKS... 80

43 Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah ... 83

44 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah ... 84

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Panduan penggunaan SPT-PKS ... 121

2 Data Proses Produksi PKS... 142

3 Data Penanganan Limbah PKS Dolok Sinumbah ... 144

4 Data Penanganan Limbah PKS Dolok Ilir... 151

5 Capaian kualitas CPO dan PK PKS-PKS PTPN-IV tahun 2003-2005... 152

6 Laba (rugi) tahun 2004-2005 PTPN IV ... 153

7 Perkembangan Laba Rugi PTPN IV tahun 2001-2005... 153

8 Alokasi dana PKBL PTPN IV Tahun 2001 - 2005 ... 154

9 Alokasi dana target bina lingkungan tahun 2004 - 2008 ... 154

10 Perkembangan Dana Community Development 2001-2005 ... 154

11 Keadaan Keuangan PT Perkebunan Nusantara IV (persero) ... 155

12 Foto kegiatan di lokasi penelitian ... 157

(14)

1.1 Latar Belakang

Usaha tani kelapa sawit dan industri minyak sawit mentah (crude palm oil - CPO) memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia baik saat ini maupun untuk masa mendatang. Usahatani kelapa sawit berperan dalam

penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan dan sumber penghasil devisa.

Pada tahun 2002, jumlah tenaga kerja yang tercatat tertampung dalam usahatani

kelapa sawit diperkirakan sekitar 2 juta orang, yang terlibat dalam pengelolaan

kebun kelapa sawit sekitar 2,9 juta ha (Indonesia Palm Oil Statistics, 2005).

Pengembangan usaha kelapa sawit bermanfaat untuk menekan arus urbanisasi,

karena umumnya usaha tani ini berlokasi di pedesaan sehingga keberadaannya

dapat menyerap tenaga kerja di pedesaan. Dari kegiatan ini, petani memperoleh

pendapatan sekitar Rp 2 - 6 juta per ha per bulan. Sebagai tambahan informasi,

nilai ekspor CPO pada tahun 2000 diperkirakan mencapai US$2,767 milliar per

tahun dan meningkat dengan laju di atas 10 persen per tahun pada periode

selama 25 tahun terakhir (Susila et al, 2000).

Industri CPO berperan sebagai penghasil bahan baku industri hilir minyak

nabati, khususnya untuk bahan baku minyak goreng. Fluktuasi harga serta

pasokan CPO di pasar domestik menjadi faktor penting dalam penyediaan

minyak goreng. Keresahan masyarakat akan terjadi akibat melonjaknya harga

minyak goreng atau pasokan yang terbatas. Meskipun bersifat fluktuatif, namun

harga rata-rata bulanan CPO selama 20 tahun terakhir masih relatif tinggi, yaitu

US$406 yang jauh di atas biaya produksi sekitar US$200. Produksi industri

pengolahan CPO, misalnya oleat, stearat, asam lemak, minyak goreng,

shortening dan oleochemicals, akan memberikan nilai tambah yang nyata.

Industri berbasis kelapa sawit merupakan investasi yang relatif

menguntungkan, namun demikian perlu diperhatikan pula beban pencemaran

yang ditimbulkan bila tidak dilaksanakan dengan baik. Setiap ton tandan buah

segar yang diolah menghasilkan limbah cair sekitar 50% dibandingkan dengan

total limbah lainnya, sedangkan tandan kosong sebanyak 23% (Sutarta et al, 2000). Lubis dan Tobing (1989) mengatakan bahwa setiap 1 ton CPO

(15)

2

Perhitungan besar beban pencemaran yang masuk ke lingkungan akan

tergantung pada kegiatan yang terdapat di lingkungan tersebut. Pada daerah

pemukiman, beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan

penduduk dan rata-rata per orang yang membuang limbah. Pada lingkungan

industri, limbah cair yang dihasilkan bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran

industri, pengawasan proses industri, derajat penggunaan air dan derajat

pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat (sampah) juga

merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan baik secara

langsung maupun tak langsung.

Pemerintah telah mengembangkan teknologi penerapan sistem

manajemen lingkungan pada pabrik kelapa sawit, seperti: (1) aplikasi limbah cair

pada areal tanaman kelapa sawit dengan BOD 3.500-5.000 mg/l yang dapat

mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 50%; (2) aplikasi tandan

kosong sawit (TKS) sebagai pupuk dan (3) pemanfaatan TKS dan limbah cair

industri minyak sawit untuk, pembuatan pupuk, gas metana, kertas, briket arang,

partikel board dan produk serat. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai

aturan mengenai upaya-upaya pelestarian lingkungan industri minyak sawit

seperti, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2003

tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perijinan Pemanfaatan Air Limbah

Industri Minyak Sawit pada Tanah Perkebunan Kelapa Sawit, Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 Tentang

Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan Serta Pedoman Kajian

Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air, Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair

bagi Kegiatan Industri dan lain-lain. Kenyataan menunjukkan bahwa sejak

masalah lingkungan hidup mulai diperhatikan di Indonesia, berbagai program

yang berkaitan dengan lingkungan tidak mencapai sasaran secara optimal

(Alamsyah, 2000).

Pada mulanya, strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada

pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Keterbatasan daya dukung lingkungan secara alami dalam menetralisir pencemaran membuat

strategi pengelolaan pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah

(16)

kerusakan lingkungan (Alamsyah, 2000). Namun pada kenyataannya

pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung berlanjut.

Dalam prakteknya, pendekatan melalui pengolahan limbah menghadapi berbagai

kendala, seperti: (1) sifat reaktif yang terjadi setelah limbah terbentuk, (2) kurang

efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena pengolahan

limbah hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke

media lain, (3) biaya investasi dan operasai pengolahan dan pembuangan limbah

relatif mahal. Hal ini menjadi salah satu alasan pengusaha untuk tidak

memasang alat pengolah limbah atau mengoperasikan sekedarnya; (4) memberi

peluang untuk pengembangan teknologi pengolahan limbah sehingga tidak

terpikirkan untuk mengurangi limbah sejak awal pada sumbernya; dan (5)

pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menetapkan persyaratan

limbah yang boleh dibuang setelah dilakukan pengolahan.

Kebijakan pengelolaan lingkungan di bidang industri perkebunan,

khususnya industri minyak sawit masih belum mampu menyentuh akar

permasalahan. Banyak kendala masalah lingkungan yang muncul di lapangan

dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan pada jangka panjang. Bila

kondisi ini berlanjut, tidak saja kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang

seharusnya dapat dijaga kelestariannya akan rusak, hambatan-hambatan non

tarif pada perdagangan dunia khususnya untuk minyak sawit akan sulit teratasi di

masa mendatang dan akan berakhir pada berkurangnya tingkat keuntungan

perusahaan.

Penerapan produksi bersih (cleaner production) merupakan konsep terpadu sistem manajemen lingkungan yang dapat menjembatani antara

kepentingan lingkungan dan kepentingan perusahaan dalam meraih keuntungan.

Produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap

kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan

jasa dalam meningkatkan efiensi penggunaan sumberdaya, sehingga dapat

meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta

kerusakan lingkungan (KLH, 2003).

Produksi bersih diperkenalkan oleh Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan (BAPEDAL) pada tahun 1993. Sejak saat itu Produksi Bersih terus

dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh sektor-sektor terkait di Indonesia.

(17)

4

Penerapan Produksi Bersih. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan

meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh

tahapan produksi. Di samping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya

untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan

energi diseluruh tahapan produksi. Penetapan konsep produksi bersih akan

mengakibatkan sumberdaya alam dapat dilindungi dan dimanfaatkan secara

berkelanjutan.

Kajian terhadap alternatif-alternatif kebijakan pengelolaan limbah pabrik

kelapa sawit (PKS) yang dapat memberikan kontribusi optimum pada

pemberdayaan industri perkebunan terwujud sistem manajemen lingkungan

menuju produksi bersih mutlak diperlukan. Banyaknya pihak yang terlibat

dengan kepentingan berbeda-beda serta dampak limbah PKS terhadap berbagai

komponen lingkungan menyebabkan permasalahan dalam pengelolaan limbah

PKS menjadi kompleks dan perlu dikaji secara holistik melalui pendekatan

sistem dalam merumuskan kebijakan tersebut. Pandangan-pandangan dari

berbagai pihak selaku stakeholder dari industri minyak sawit yang bersifat holistik akan sangat berguna dalam penyusunan alternatif kebijakan. Keterlibatan

stakeholder dari industri minyak sawit, diharapkan dapat memberikan alternatif-alternatif kebijakan yang memberikan kontribusi positif pada langkah-langkah

restrukturisasi industri minyak sawit pada masa mendatang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dirangkum berbagai isu yang

menjadi permasalahan penelitian ini yaitu: rendahnya tingkat implementasi

kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, tuntutan pasar global tentang

produk yang ramah lingkungan, serta efisiensi perusahaan dalam pengelolaan

limbah. Lemahnya implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan pada lingkup

pabrik kelapa sawit muncul dari kesenjangan antara kelambatan dinamika

internal institusi pemerintah terkait dengan kecepatan dinamika eksternal industri

minyak sawit secara global. Selain itu, terjadi kesenjangan antara keinginan

pemerintah agar industri minyak sawit meningkatkan kemampuan pengelolaan

lingkungan dengan kemauan industri minyak sawit dalam melakukan upaya

pengelolaan sesuai dengan keinginan pemerintah.

Efisiensi perusahaan dapat dicapai dengan pemanfaatan limbah pabrik

kelapa sawit menggunakan teknologi yang telah ada. Namun demikian

(18)

tersebut. Hal ini disebabkan adanya persepsi bahwa pengelolaan limbah akan

menambah beban biaya produksi. Selain itu sistem kerja perusahaan selama ini

belum memperlihatkan kinerja perusahaan secara cepat dalam periode waktu

tertentu sehingga tidak terlihat dampak dari pengelolaan limbah secara

konvensional. Penerapan produksi bersih masih dilakukan secara sukarela untuk

memenuhi permintaan pasar global, bukan karena adanya keinginan untuk

menerapkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan urairan tersebut dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana kinerja pabrik kelapa sawit PTPN IV terutama yang terkait

dengan limbah yang dihasilkan

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan teknologi pengelolaan

limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah?

3. Bagaimana model pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit sehingga dapat

dimanfaatkan untuk pemupukan sehingga dapat meningkatkan produksi

kebun yang dapat diterapkan secara terpadu?

4. Bagaimana strategi pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir

limbah yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara

keseluruhan dengan pemanfataan limbah secara ekonomis?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan pengelolaan limbah

pabrik kelapa sawit menuju nir limbah. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui

tahapan sebagai berikut :

1. Menilai kinerja pabrik kelapa sawit terutama yang terkait dengan limbah yang

dihasilkan.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi

pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah.

3. Menyusun skenario pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit yang dapat

meningkatkan produksi kebun dan diterapkan secara terpadu.

4. Merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit

menuju nir limbah yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja perusahaan

(19)

6

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat ilmiah penelitian ini adalah aplikasi cara berpikir sistem dalam

merumuskan alternatif kebijakan pengelolaan limbah industri PKS

berkelanjutan diharapkan dapat menambah khasanah “model analisis

kebijakan publik” dalam ilmu lingkungan. Selain itu penerapan metode

simulasi sistem untuk analisis kebijakan dapat memperkaya metodologi ilmu

lingkungan.

2. Manfaat praktis kepada pembangunan dalam bentuk saran kebijakan dan

instrumen kebijakan yang dapat dipakai pengambil keputusan dalam bidang

kebijakan pengelolaan limbah industri berkelanjutan pada umumnya dan

pabrik kelapa sawit khususnya.

1.5. Kerangka Pikir Penelitian

Sistem pengelolaan limbah industri minyak sawit sudah sangat maju.

Pemerintah dan kalangan industri telah memanfaatkan teknologi pengelolaan

limbah yang didapatkan baik dari pengembangan riset sendiri maupun adopsi

teknologi-teknologi dari negara lain. Berdasarkan intensitas pemahaman dan

pemilikan teknologi tersebut, seharusnya industri sudah dapat menyelesaikan

permasalahan di bidang pengelolaan limbah industri sawit, namun demikian pada

kenyataannya pengelolaan limbah industri minyak sawit di Indonesia masih

sangat memprihatinkan.

Pokok permasalahan terletak pada pemahaman, pengembangan dan

pemilikan sistem yang tidak sama oleh pemerintah dan kalangan industri. Hal ini

berakibat pada penerapan yang tidak sesuai harapan. Sistem yang ditawarkan

oleh pemerintah tidak dapat diterima oleh kalangan industri minyak sawit. Di

samping itu, dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah melibatkan

berbagai pihak dengan berbagai kepentingan yang berbeda sehingga

permasalahan yang menjadi kompleks. Penelitian dilakukan dalam rangka

mencari suatu solusi kebijakan yang dapat menjembatani perbedaan

kepentingan dan pencapaian tujuan sistem secara optimal.

Guna memenuhi tuntutan kebutuhan pengelolaan lingkungan secara

global, pemerintah telah mengembangkan sistem yang mengarah pada zero waste (nir limbah). Kalangan industri minyak sawit lebih banyak menanggapi masalah pengelolaan limbah industri minyak sawit dari sisi kepentingan bisnis

(20)

yang dikembangkan atau diadopsi masih berkisar pada sistem pengelolaan

limbah. Pendekatan sistem diharapkan dapat memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis,

mensimulasi, dan mendesain sistem dengan komponen-komponen yang saling

terkait, yang diformulasikan secara lintas-disiplin dan komplementer untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Eriyatno, 2002).

Model pengelolaan limbah PKS yang dibangun melalui pendekatan

sistem dibandingkan dengan kondisi pengelolaan limbah PKS yang berlaku saat

ini. Jika ternyata antara model yang dibangun dengan kondisi pengelolaan

limbah PKS saat ini sesuai, maka model pengelolaan tersebut dapat dijadikan

alat bagi para pengambil keputusan. Namun sebaliknya, jika ada perbedaan

(gap) antara model yang dihasilkan dengan kondisi pengelolaan limbah PKS

saat ini, maka perlu dirumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan yang sesuai.

Melalui analisis prospektif diharapkan dapat dirumuskan strategi

pengelolaan limbah PKS dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang telah

diperhitungkan kemungkinan perubahannya pada masa yang akan datang.

Secara skematis, kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan

Kinerja Perusahaan

Teknologi Pengelolaan

Limbah

Model Pengelolaan Limbah Berkelanjutan

Kebutuhan stakeholder

Strategi Implementasi dan Rekomendasi

Kondisi Umum

(21)

8

1.6 Nilai Kebaruan

Kajian mengenai pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit telah banyak

dilakukan, baik oleh peneliti maupun oleh perusahaan kelapa sawit. Kebijakan

produksi bersih juga telah diberlakukan oleh pemerintah, namun secara

operasional belum dapat diimplementasikan sepenuhnya. Hal ini karena belum

ditemukan model penerapan teknologi pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit

menuju produksi bersih yang efektif dan berkelanjutan.

Nilai kebaruan (novelty) penelitian ini adalah: (1) dibuat model penilaian secara cepat (rapid appraisal) mengenai kinerja perusahaan dalam bidang lingkungan secara terpadu dan komprehensif, (2) pelibatan stakeholder kunci dalam perumusan strategi penerapan teknologi pengelolaan limbah pabrik kelapa

(22)

2.1 Sistem Manajemen Lingkungan

Keterkaitan antara dunia usaha dan lingkungan telah disadari sejak

dilaksanakannya Conference on Human and Enviromental oleh PBB pada tahun 1972 di Stockholm. Konferensi tersebut melahirkan konsep pembangunan berkelanjutan

(Djajadiningrat, 1997). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan

yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang

akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya (WCED, 1987). Komisi Brundtland

menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku

mengenai keselarasan, tetapi lebih merupakan suatu proses perubahan yang mana

eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan

perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat

ini. Pembangunan berkelanjutan mencakup pengertian bahwa kalangan industri harus

mulai mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang dilaksanakan secara efektif.

Dalam pengelolaan lingkungan dikenal tiga standar, yaitu (1) British Standard (BS

7750): 1994 yang berlaku di Inggris; (2) Environmental Management Audit Scheme,

(EMAS) yang berlaku di Uni Eropa; dan (3) ISO seri 14000. ISO seri 14000 merupakan

standar internasional yang menjadi sarana penting dalam perdagangan global yang

terbuka dan tidak memihak, khususnya berkaitan dengan pemberian perlakuan yang

tepat dalam penanganan masalah lingkungan (Simatupang, 1995).

Penerapan ISO seri 14000 dalam perdagangan global adalah salah satu bentuk

konkrit dari implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Simatupang (1995)

mengatakan terbitnya ISO seri 14000 pertengahan 1996 merupakan babak baru dalam

standarisasi perdagangan dunia setelah diterapkan ISO seri 9000 yang dianggap cukup

handal dalam bidang Sistem Manajemen Kualitas (QMS). Dengan demikian, standar ISO

seri 14000 dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan daya saing dalam menembus

pasar internasional dan sekaligus dijadikan faktor penggiat dalam mengembangkan

upaya pengelolaan lingkungan.

Standar ISO seri 14000 bertumpu pada prinsip perbaikan terus-menerus (continous improvement) dengan membawa elemen baru bagi peningkatan manajemen organisasi, yaitu pendekatan sistem manajemen untuk mengoptimalkan seluruh kinerja lingkungan

dan menengahi setiap kerusakan lingkungan. Penerapan ISO seri 9000 difokuskan pada

(23)

10

14000 membuat perusahaan bukan saja mampu memuaskan pelanggan dan masyarakat

tetapi sekaligus dapat memenuhi persyaratan peraturan lingkungan yang diberlakukan.

Dalam ISO/DIS (Draft of International Standard) 14001, perbaikan terus-menerus ini harus dapat mengoptimalkan lima bidang kegiatan dalam model Sistem Pengelolaan

Lingkungan (EMS) yang saling berhubungan dan bersamaan, yaitu (1) peninjauan

manajemen; (2) kebijakan lingkungan, (3) perencanaan: aspek lingkungan; aspek hukum,

persyaratan sasaran dan target; program pengelolaan lingkungan; (4) implementasi dan

operasi: struktur dan pertanggungjawaban; pelatihan dan kepatuhan; komunikasi;

dokumentasi sistem pengelolaan lingkungan; pengendalian dokumen; pengendalian

operasional; kesiapan dan reaksi pada keadaan darurat; dan (5) pemeriksaan dan

tindakan perbaikan; monitoring dan pengukuran; tanpa konfirmasi dan tindakan korektif

dan pencegahan; pencatatan; audit sistem pengelolaan lingkungan.

Manfaat yang diperoleh perusahaan sesudah menerapkan SML ISO 14001

tergantung cara menerapkan standar ISO 14001. Dampak positif penerapan ISO 14001

yang paling baik bagi lingkungan adalah pengurangan limbah. Sertifikasi diberikan bila

lembaga sertifikasi yang melakukan penelitian atau audit terhadap proses dan

dokumentasi pabrik tersebut melihat kesesuaian pelaksanaan SML di pabrik tersebut dan

berpendapat bahwa pabrik mempunyai SML yang memenuhi standar ISO 14001 dan

menerapkan SML terus menerus secara aktif dalam kegiatan sehari-hari di pabrik. Sekali

sertifikat sudah diberikan, kegiatan SML perlu dilaksanakan dan diawasi dengan cara

audit di lapangan minimal 2 kali setahun oleh lembaga sertifikasi SML yang telah

memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (Hadiwiardjo, 1997).

2.2 Produksi Bersih

Pembangunan berkelanjutan dapat dipromosikan melalui rancangan kebijakan

yang mendorong pada pengembangan, penyebaran dan perpindahan teknologi yang

sesuai dengan tujuan meningkatkan efisiensi energi, air dan bahan baku, serta

meminimalisasi terbentuknya limbah dan terlepasnya kontaminan ke media lingkungan

dalam rangka menghasilkan produk dan jasa ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan adalah

melalui pengembangan dan menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.

Produksi bersih didefinisikan sebagai strategi pengelolaan lingkungan yang

bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan

mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk

(24)

terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (KLH, 2003).

Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif

dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur

hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan

(Alamsyah, 2000).

Definisi produksi bersih (cleaner production) seperti yang diadopsi oleh UNEP adalah aplikasi terus-menerus strategi terintegrasi perlindungan lingkungan pada proses,

produk, dan jasa-jasa untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan, dan mengurangi resiko

pada manusia dan lingkungan. Produksi bersih dapat diaplikasikan pada proses yang

digunakan dalam setiap industri, untuk memproduksi, dan pada macam-macam jasa

yang disediakan dalam masyarakat.

Produksi bersih berfokus pada strategi untuk secara terus-menerus mengurangi

polusi dan dampak lingkungan melalui pengurangan di sumbernya yaitu menghilangkan

limbah dalam proses. Bagi proses produksi, produksi bersih dihasilkan dari satu atau

kombinasi mengkonservasi material mentah, air, energi, menghilangkan material mentah

beracun dan berbahaya; dan mengurangi jumlah dan toksisitas semua emisi dan limbah

di sumbernya selama proses produksi. Bagi produk, produksi bersih bertujuan untuk

mengurangi dampak lingkungan, kesehatan, dan keselamatan produk selama

keseluruhan siklus hidupnya, dari ekstraksi material mentah, melalui pembuatan,

penggunaan, sampai pembuangan akhir dari produk. Bagi jasa, produksi bersih

mengimplikasikan penggabungan perhatian lingkungan kedalam disain dan pengiriman

jasa.

Produksi bersih mengacu pada mentalitas seberapa baik barang-barang dan jasa

diproduksi dengan dampak lingkungan minimum di bawah batasan teknologis dan

ekonomis sekarang. Produksi bersih tidak menghalangi pertumbuhan, hanya

menekankan bahwa pertumbuhan harus berkelanjutan secara ekologis. Produksi bersih

sebaiknya tidak dianggap hanya sebagai strategi lingkungan, karena juga berhubungan

dengan pertimbangan ekonomis. Dalam konteks ini, limbah dianggap sebagai ‘produk’

dengan nilai ekonomi negatif. Setiap aksi untuk m engurangi konsumsi material mentah

dan energi, dan mencegah atau mengurangi pembangkitan limbah, dapat meningkatkan

produktivitas dan membawa manfaat keuangan pada perusahaan.

Produksi bersih adalah strategi ‘win-win’, yaitu dengan tetap melindungi lingkungan, konsumen, dan pekerja sementara juga memperbaiki efisiensi industri,

profitabilitas, dan daya kompetitif. Perbedaan kunci antara kontrol polusi dan produksi

(25)

12

pendekatan reaktif dan mengolah. Produksi bersih adalah filosofi antisipasi dan

pencegahan dengan melihat ke depan.

Diperkenalkan oleh UNEP tahun 1989, produksi bersih adalah aplikasi

berkelanjutan dari strategi lingkungan preventif terintegrasi yang diaplikasikan pada

proses, produk, dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dan mengurangi resiko bagi

manusia dan lingkungan (WBCSD, 1996). Segala upaya yang dapat mengurangi jumlah

bahan berbahaya, polutan, atau kontaminan yang terbuang melalui saluran pembuangan

limbah atau terlepas ke lingkungan (termasuk emisi-emisi yang cepat menguap di udara)

sebelum didaur ulang, doilah, atau dibuang.

Produksi adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan

terpadu yang perlu diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur

hidup dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan

(Bappedal, 1996). Thorpe (1999) menyatakan bahwa produksi bersih adalah suatu

konsep holistik bagaimana suatu produk dirancang dan dikonsumsi secara benar tanpa

mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Tujuan utama produksi bersih ini adalah implementasi perubahan dalam disain

produk, proses manufakturing, dan teknik-teknik manajemen untuk meningkatkan

efisiensi, mencegah polusi dan mengurangi limbah (Dames and Moore, 1998:1).

Berdasarkan pada definisi dan tujuan objektif mereka, perbedaan antara eko-efisiensi

dan produksi bersih adalah eko-efisiensi bermula dari isu-isu efisiensi ekonomi yang

mempunyai manfaat positif pada lingkungan, sementara produksi bersih bermula dari

isu-isu efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi positif (WBCSD, 1996).

Keuntungan implementasi produksi bersih antara lain (Environment Australia 2000): (1) mengurangi biaya-biaya produksi melalui peningkatan efisiensi, penurunan

limbah dari input material, (2) Meningkatkan produktivitas dan memperbaiki produk; (3)

Mengurangi konsumsi energi; (4) Mengembalikan nilai produk sekunder (by-product); dan (5) Meminimalkan masalah pembuangan limbah termasuk biaya pengolahan limbah.

Potensi kerugian dalam implementasi produksi bersih antara lain kesulitan dalam

merubah sistem dan teknologi yang ada. Perubahan dalam sistem dan teknologi akan

memerlukan investasi yang relatif besar, tingkatan sumber daya manusia yang baik, dan

dukungan investor (OECD, 1995).

Produksi bersih diperkenalkan oleh BAPEDAL pada tahun 1993. Sejak saat itu

produksi bersih terus dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh sektor terkait di

Indonesia. Pada tahun 1995 Pemerintah Indonesia mencanangkan Komitmen Nasional

Penerapan Produksi Bersih. Produksi bersih bertujuan untuk mencegah dan

(26)

produksi. Di samping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh

tahapan produksi.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), prinsip-prinsip pokok dalam

strategi produksi bersih dituangkan dalam 5R (re-think, re - use, reduction, recovery and recycle) adalah :

1. Re-think adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan

akan beroperasi. Implikasi dari re-think adalah: perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan sehingga

perlu dipahami secara benar analisis daur hidup produk. Upaya produksi bersih ini

tidak akan berhasil tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku

dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha.

2. Reuseatau penggunaan kembali adalah teknologi yang memungkinkan suatu limbah

dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakuan fisika, kimia, dan biologi.

Implikasi dari re-use adalah penggunaan kembali un-treated water, pemakaian kemasan bahan kimia untuk bahan kimia sejenis.

3. Reduction atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat

mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi. Implikasi dari

reduction adalah mengurangi dan meminimalisasi penggunaan bahan baku, air dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku berbahaya dan beracun serta

mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau

mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta

resikonya terhadap manusia.

4. Recovery adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari suatu

limbah untuk kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa

perlakuan fisika, kimia, dan biologi. Implikasi recovery adalah : Me-recover krom pada limbah padat dari industri kulit, me-recover timah hitam dari limbah aki bekas dan lain-lain.

5. Recycling atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan

limbah dengan memproses kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui

perlakuan fisika, kimia, dan biologi. Implikasi recycling adalah: daur ulang limbah plastik menjadi bijih plastik, daur ulang air proses, energi dan lain-lain.

Prinsip-prinsip tersebut lebih diarahkan pada pengaturan diri sendiri (self regulation) daripada pengaturan secara commond and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi

(27)

14

stakeholder. Keuntungan penerapan produksi bersih adalah: mengurangi terbentuknya pencemar, mencegah berpindahnya pencemar dari suatu media ke media lain,

mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, memberikan peluang

untuk mencapai sistem manajemen lingkungan, mengurangi biaya pentaatan hukum,

menghindari biaya pembersihan lingkungan, dan memberi keunggulan daya saing di

pasar internasional (Noor, 2006).

Produksi bersih dilakukan dengan cara mengharmonisasikan upaya perlindungan

lingkungan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi. Penerapan

produksi bersih dapat:

1. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih terdapat

strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya yaitu mencegah terbentuknya

limbah secara dini, yang dapat mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan

pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.

2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pengurangan

limbah, daur ulang, pengolahan dan pembuangan yang aman.

3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui

penerapan proses produksi dan penggunaan bahan baku dan energi yang lebih

efisien (konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi).

4. Mendukung prinsip environmental equity dalam rangka pembangunan berkelanjutan. 5. Mencegah atau memperlambat terjadinya degradasi lingkungan dan memanfaatkan

sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses.

6. Memelihara ekosistem lingkungan.

7. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional.

Strategi produksi bersih mempunyai arti yang luas karena didalamnya termasuk

upaya pencegahan pencemaran melalui pilihan jenis proses yang ramah lingkungan,

minimalisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih. Dengan adanya

perkembangan dan perubahan cara pandang dalam pengelolaan limbah, konsep

produksi bersih menjadi pilihan kebijaksanaan pemerintah untuk mewujudkan

pembangunan yang berwawasan lingkungan.

2.3 Pengolahan Kelapa Sawit

Kawasan perkebunan kelapa sawit merupakan kawasan yang dibangun sesuai

dengan kebutuhan pengelolaan tanaman kelapa sawit. Untuk mendapatkan produktivitas

optimum dalam jangka panjang, pengelolaan kawasan perkebunan dan industri kelapa

(28)

environmental management system harus sesuai dengan pola produksi tanaman kelapa sawit yang berhubungan dengan agroklimat setempat.

Sebagai tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman tahunan, pola

produksi tanaman kelapa sawit berbeda dari tanaman setahun pada umumnya.

Perbedaan ini misalnya pada lama tenggang waktu antara tanam sampai tanaman

menghasilkan yang pertama kali. Selanjutnya, begitu tanaman mulai menghasilkan, maka

produksi dapat terus dipungut untuk beberapa tahun sampai tanaman berangsur-angsur

tidak produktif lagi. Keadaan ini yang membedakan dengan tanaman setahun dimana

perencanaan produksi setiap tahunnya dapat dilakukan secara lebih tepat dan cepat.

Tanaman kelapa sawit akan tetap produktif sampai umur sekitar 25 tahun. Panen

pertamanya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 4 tahun setelah tanam dan

sesudahnya pemanenan dapat dilakukan setiap waktu. Puncak produksi dicapai pada

tahun kesembilan. Selama enam tahun produksi akan stabil baru mengalami penurunan.

Secara umum produksi kelapa sawit mengikuti pola yang demikian, namun pengaruh

iklim, hama dan penyakit dapat mempengaruhi pola tersebut. Pengaruh iklim terutama

intensitas curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perubahan pola

produksi pada periode tertentu.

Buah kelapa sawit yang telah matang harus segera dipanen untuk menghindari

serangan penyakit karena busuk buah dan peningkatan kadar asam lemak bebas.

Demikian pula setelah diproses sebagai minyak, tidak dapat ditimbun terlalu lama dan

harus segera diproses lebih lanjut untuk mencegah penurunan mutu minyak yang

dihasilkan. Selanjutnya buah kelapa sawit tersebut setelah mengalami pemrosesan akan

menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil) dan hasil sampingan lain seperti minyak biji sawit (palm kernel oil) dan ampas (Susilowati, 1989).

Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS di pabrik,

perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian minyak, pengambilan

(29)

16

Gambar 2. Proses produksi minyak kelapa sawit dan hasil ikutannya (Naibaho, 1998)

Penerimaan TBS di Pabrik

TBS yang sudah ditimbang di loading ramp selanjutnya dicurahkan pada lori (kapasitas 2,5, ton) sebelum dibawa ke tempat perebusan. Letak loading ramp lebih tinggi dari pada letak lori.

Perebusan

Proses perebusan dilakukan pada bejana besar terbuat dari besi yang dapat

memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat dengan

(30)

yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserin, menjadi rusak.

Lendir dikeluarkan agar minyak lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian

minyak. Lama perebusan 90 menit dengan suhu 135-150 oC dan tekanan uap 2,5-3,0

atm.

Penebahan

Pelepasan buah dari tandan setelah direbus dilakukan oleh mesin penebah. Buah

yang sudah lepas akan jatuh ke ularan dan dibawa ke stasiun pengadukan. Tandan yang

sudah kosong diambil untuk dibakar pada incinerator. Abu hasil pembakaran dibawa ke kebun sebagai pupuk. Banyaknya buah kitte koppen mencerminkan bahwa perebusan kurang sempurna atau banyak buah mentah dipanen.

Pengadukan

Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging buah dari biji.

Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95 oC untuk menjaga minyak tidak

membeku.

Pengempaan

Minyak berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan kemudian dikempa

dengan scew press pada tekanan 50 kg/cm, suhu 85-90 oC, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kg/cm minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan jumlah biji yang

pecah akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung pada

tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan biji. Biji dan serat

akan dikirim ke deperikarper.

Mengingat pengoperasian scew press berpengaruh terhadap presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit menjadi rendah, maka untuk

meningkatkan ekstraksi minyak dan inti diterapkan pengempaan dua tahap (double pressing). Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti sebesar 23,02% atau 1,15% terhadap TBS dan dapat menurunkan kadar minyak dalam ampas

(Naibaho, 1998).

Pemisahan dan pemurnian minyak

Minyak yang masih bercampur serat dan kotoran ditampung pada bak

pengendap. Minyak yang terdapat pada bagian atas disalurkan ke tangki minyak kasar

setelah mengalami penyaringan di ayakan getar. Minyak yang akan dimasukan ke

(31)

18

padat yang masih mengandung 80% air dikeringkan atau dibuang ke lapangan sebagai

buangan lumpur (sludge effluent). Fraksi padat yang sudah dikeringkan (kadar air 9%) disebut lumpur kering (dry sludge). Penggunaan dekanter dilakukan untuk mengurangi limbah, tetapi penggunaannya belum disertai persiapan alat pembantu, misalnya alat

angkut bahan padatan yang diproduksi. Minyak yang terpisah dari fraksi padat dialirkan

ke continous settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki minyak sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur. Untuk menghindari hidrolisis,

minyak yang keluar dari pemurnian masuk ke alat pengering, sedangkan kotoran

dialirkan ke fat pit.

Pengambilan minyak dari lumpur

Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih mengandung minyak. Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi 95 oC, lalu dialirkan ke tabung

penyaring minyak dari serabut (self cleaning strainer) dan diteruskan ke pemisah minyak dari pasir (desanding cyclone). Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur. Air dan kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih mengandung minyak

dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak dapat dipisahkan dari lumpur, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke kolam limbah.

Pengolahan inti sawit

Ampas yang merupakan campuran serat dan biji dibawa ke deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui

polishing drum. Biji yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas dari cangkang. Selanjutnya biji dipecah, dipisahkan dan dikeringkan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rendemen minyak dan inti kelapa sawit

normal adalah masing-masing sebesar 22% dan 5%, sedangkan kehilangan minyak dan

inti kelapa sawit normal masing-masing sebesar 1,23% dan 0,27% (Naibaho, 1998).

Pada beberapa PKS di Indonesia, rendemen minyak dan inti kelapa sawit bervariasi,

selain oleh faktor tanaman dan iklim, juga sering ditemui akibat peralatan yang sudah tua

(32)

2.4 Permasalahan Limbah Kelapa Sawit

Dampak positif dari perkembangan sektor agroindustri umumnya dan perkebunan

kelapa sawit khususnya, juga diikuti oleh dampak negatif terhadap lingkungan akibat

dihasilkan limbah cair, padat dan gas dari kegiatan kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS).

Untuk itu tindakan pencegahan dan penanggulangan dampak negatif dari kegiatan

perkebunan kelapa sawit dan PKS perlu dilakukan sekaligus meningkatkan dampak

positifnya. Tindakan tersebut tidak cukup dengan mengandalkan peraturan perundang -

undangan saja, tetapi juga didukung oleh pengaturan sendiri secara sukarela dan

pendekatan instrumen-instrumen ekonomi. Pengaturan seperti ini dikenal sebagai mixed policy tools (Alamsyah, 2000).

Pencemaran lingkungan dari tumpahan limbah minyak kelapa sawit mentah PT

Sinar Alam Permai di sungai Musi telah mengganggu kegiatan sehari-hari sekitar 100

keluarga yang tinggal di pinggir Sungai Musi Kecamatan Ilir Timur Palembang. Beberapa

warga mengaku kulit terasa gatal-gatal setelah terkena limbah minyak sawit tersebut.

Selama bulan Mei 2004 telah terjadi pencemaran oleh limbah, namun hingga kini

perusahaan itu belum memberikan kompensasi apapun terhadap warga. Diusulkan ada

dialog antara PT SAP dengan masyarakat sekitar untuk merehabilitasi lahan yang

terkena limbah dan memberikan kompensasi yang layak kepada warga yang

lingkungannya rusak. Menurut Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup

(Walhi) Sumatera Selatan Iwan Wahyudi bahwa pemerintah perlu meninjau kembali

dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dari PT SAP.

Tidak adanya keterpaduan dalam realisasi konservasi lingkungan menyebabkan

Sungai Siak mengalami pencemaran limbah buangan industri yang berada di sepanjang

bantaran sungai. Aktivitas di bantaran sungai yang telah mengalirkan limbah cair, padat

dan jenis limbah beracun lainnya ke perairan Siak antara lain industri karet, kertas,

penggergajian kayu, perkebunan, pertanian, perkampungan, lalu lintas perkapalan,

pelabuhan dan masih banyak lagi. Keadaan ini disebabkan pemerintah daerah tingkat II

yang dilewati sungai ini menerapkan kebijakan yang berbeda-beda sesuai dengan

kepentingan masing-masing. Apalagi di sepanjang bantaran sungai terdapat berbagai

industri yang memiliki perizinan dari pemerintah pusat melalui berbagai

departemen/kementerian. Fakta ini cukup menyulitkan pengaturan oleh pemerintah

provinsi Riau. Konsep yang ideal untuk mengatasi hal ini adalah “one river one plan” yaitu konsep konservasi satu sungai satu rencana pengelolaan, namun hal tersebut

memerlukan pemahaman dari masing-masing pihak yang terkait dengan eksploitasi

(33)

20

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengumumkan peringkat kinerja

perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hasil penilaian KLH sepanjang tahun 2003.

Kriteria penilaian mencakup penilaian pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan

limbah B3, penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), pelaksanaan

produksi bersih, manajemen lingkungan dan hubungan masyarakat serta

pengembangannya. Berdasarkan laporan tersebut, jenis usaha yang masuk kategori

hitam (perusahaan belum mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan

hidupnya secara berarti) meliputi industri tekstil, penyedap rasa, kertas, pertambangan,

kelapa sawit, kayu lapis dan pabrik gula.

Tabel 1. Daftar perusahaan industri kelapa sawit yang termasuk peringkat hitam PROPER tahun 2003-2004

No Nama perusahaan Lokasi

1 PT. Perdana Inti Sawit Rokan Hulu, Riau

2. PT. Torganda Rokan Hulu, Riau

3. PT. Sari Aditya Loka I Merangin Jambi

4. PT. Inti Indo Sawit Subur Kebun Handil, Jambi

5. PTPN VI PKS Pinang Tinggi Muara Jambi, Jambi

Sumber: KLH (2005)

Salah satu ketimpangan yang terjadi dalam industri kelapa sawit adalah tidak

proporsionalnya perbandingan luas perkebunan sawit rakyat dengan perkebunan besar

nasional dan swasta. Ketimpangan ini semakin besar dengan perbedaan perlakuan oleh

pemerintah. Perusahaan asing yang menguasai perkebunan kelapa sawit besar

dilindungi dan diadministrasikan oleh pemerintah, sedangkan perkebunan sawit rakyat

yang luasnya tidak seberapa kurang mendapatkan perlindungan atau pembinaan.

Tabel 2. Perbandingan distribusi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara dan Indonesia tahun 2002

Luas perkebunan (ha) Wilayah

Rakyat Negara Swasta Total

Sumatera Utara 123.493 269.994 259.393 654.511

Indonesia 1.206.154 541.105 2.227.078 4.116.464

Sumber : Deptan (2003)

Berdasarkan data distribusi perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2002,

jika diasumsikan setiap hektar perkebunan rakyat ditanam dengan modal usaha 3 juta

rupiah maka jumlah investasi sekitar Rp3,6 trilyun rupiah. Jika 70% dari total areal terdiri

(34)

rendemen 18% maka jumlah kelapa sawit kasar yang dihasilkan kurang lebih 1,54 juta

ton.

Kondisi yang terjadi saat ini adalah petani memperoleh kesulitan untuk

mendapatkan bibit kelapa sawit yang bersertifikat, asli dan unggul. Selama ini yang

beredar di masyarakat adalah 40% bibit palsu yang diambil dari buah-buah sapuan atau

bukan buah khusus untuk pembibitan. Hal ini juga terkait dengan kurangnya akses untuk

memperoleh bibit unggul. Petani juga kesulitan menjual tandan buah segar dengan harga

yang baik di pasaran. Persoalan lain adalah masyarakat kesulitan mendapatkan pupuk

bersubsidi. Banyak pupuk yang beredar di pasar merupakan pupuk yang tidak bersubsidi

bahkan cenderung palsu. Penggunaan pupuk palsu ini berdampak buruk kepada hasil

tandan buah segar petani sawit.

2.5 Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit

Kenyataan menunjukan bahwa sejak masalah lingkungan hidup mulai

diperhatikan di Indonesia, maka berbagai macam program yang berkaitan dengan

lingkungan tidak mencapai sasaran secara optimal. Hal ini disebabkan pendekatannya

yang bersifat pemaksaan melalui berbagai peraturan perundang-undangan dengan

ancaman sanksi. Belajar dari hal tersebut, dewasa ini telah terjadi perkembangan

pemikiran di mana limbah yang dulunya dikategorikan sebagai produk samping yang

menimbulkan masalah dan selayaknya harus ditanggulangi (end of pipe), saat ini dianggap sebagai indikator tidak efisiennya proses produksi. Pemikiran inilah yang

mendorong perubahan strategi penanganan limbah.

Pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan

kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Akibat terbatasnya daya dukung lingkungan alamiah untuk menetralisir pencemaran yang semakin meningkat, upaya

mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah

yang terbentuk (end of pipe treatment). Pendekatan ini terfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Namun

pada kenyataannya pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung

terus berlanjut.

Limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas limbah padat berupa tandan kosong,

ampas press dan cangkang; serta limbah cair. Limbah tersebut merupakan produk

samping dari produk utama berupa crude palm oil (CPO) dan kernel. Pada saat proses pabrikasi untuk menghasilkan produk utama tersebut dibutuhkan bahan baku berupa

(35)

22

[image:35.595.110.492.131.441.2]

sampai menghasilkan produk samping berupa limbah padat dan cair dapat dilihat pada

Gambar 3.

PROSES PENGOLAHAN

PABRIK KELAPA SAWIT (KS)

„ CPO „ Kerne l

„ Limba h Cair „ Limba h Pa dat

(TKS, Ampas press & Can gka ng)

Limbah Produk

Ut ama Bahan

Baku

„ TBS

„ Air

Gambar 3. Proses pengolahan pabrik kelapa sawit (PKS)

Limbah pabrik kelapa sawit yang lain yaitu tandan kosong sawit (TKS) yang

dihasilkan dari 23% tandan buah segar (TBS) yang diolah dan serat mesokarp yang juga

berasal dari olahan TBS sebanyak 13%. Serat mesokarp ini dapat digunakan sebagai

bahan bakar di pabrik kelapa sawit, namun perlakuan itu tidak bisa diaplikasikan pada

tandan kosong sawit. Pembakaran tandan kosong sawit tidak diijinkan karena

menyebabkan polusi udara. Pada ekologi produksi kelapa sawit, penggunaan kembali

tandan kosong sawit dan serat mesokarp sebagai pupuk, baik langsung pada tanaman di

perkebunan ataupun tidak langsung pada nursery, merupakan salah satu cara pemanfaatan.

Limbah cair dari PKS dapat menimbulkan dampak negatif kepada lingkungan di

sekitar pabrik. Dampak tersebut akan terjadi di lingkungan air (sungai tempat

pembuangan limbah cair) dalam bentuk: (1) kerusakan jenis algae bloom/eutrophication dalam bentuk penurunan kadar oksigen dan peningkatan toksin (sebagian alga beracun),

(2) kematian organisme air dan makhluk hidup yang mengkonsumsi air tercemar seperti

hewan darat dan bahkan manusia, (3) bau busuk, (4) timbulnya penyakit, dan (5)

(36)

gangguan dan kerusakan tanah, terutama untuk limbah yang mengandung minyak,

pencemaran air tanah, dan bau busuk.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah cair PKS baik di lingkungan darat

maupun lingkungan air membutuhkan pelaksanaan pengelolaan limbah yang memenuhi

standar ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 51/Men-LH/10/95. Secara rinci ketentuan persyaratan

pengelolaan limbah cair PKS dalam bentuk baku mutu limbah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Baku mutu limbah cair PKS

Debit limbah maksimum = 2,5 m3 per ton CPO

Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (mg/l)

BOD 100 0,25

COD 350 0,88

TSS 250 0,63

Oil dan Fat 25 0,063

N-Total 50 0,125

pH 6,0 – 9,0

Sumber: Kepmen LH No. 51/Men-LH/10/1995

Limbah cair kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi namun juga

memiliki nilai BOD dan COD yang tinggi. Nilai ini apabila dibuang langsung ke lingkungan

dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian perlu teknologi pengolahan limbah cair.

Pengolahan limbah cair PKS terdiri atas 10 bagian. Masing-masing bagian memiliki

fungsi sesuai dengan tahapannya dan secara berurutan sehingga limbah yang dihasilkan

memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Tahapan pengolahan limbah cair PKS dapat

dilihat pada Gambar 4.

Re cove r y Ta n k

D e olin g Pon d

Coolin g Pon d / Coolin g Tow e r

N e t r a liza t ion

Pon d Se e dling Pon d

Pr im a r y An a e r obic Pon d

Se con da r y An a e r obic Pon d

Fa cu lt a t ive Pon d

Ae r obic Pon d

Fin a l Pon d

(37)

24

Penjelasan fungsi masing-masing tahap instalasi pengendalian LCPKS

dideskripsikan sebagai berikut:

1. Recovery tank, berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah.

2. Deoling pond, berfungsi untuk menangkap minyak (berasal buangan dari recovery tank) yang masih tersisa di dalam limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.

3. Cooling pond, berfungsi untuk menurunkan suhu limbah dari 70-80 oC menjadi 40-50 o

C, agar mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling pond dapat digantikan

dengan cooling tower, yang memiliki fungsi sama namun lebih menghemat lahan.

4. Neutralization pond, berfungsi untuk menaikkan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5 dengan menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor Ca(OH)2. Dosis

penambahan 3 - 3,5 kg/ton limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Kapur tohor

lebih mudah diperoleh dan lebih murah dibandingkan dengan NaOH.

5. Seedling pond, berfungsi untuk mengembangbiakkan bakteri. Jika sudah siap akan dialirkan ke kolam anaerobik. Lama pengaktifan bakteri 5-7 hari.

6. Primary anaerobic pond, berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.

7. Secondary anaerobic pond, merupakan kelanjutan dari primary anaerobicpond, yang berfungsi untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat

menjadi gas seperti metana, karbondioksida dan hidrogen sulfida.

8. Facultative pond, berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Juga

berfungsi sebagai kolam transisi sebelum masuk ke kolam aerobik.

9. Aerobic pond, berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana oleh aktifitas mikroorganisme. Bahan organik disintesis menjadi sel-sel baru dan

hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan NH3) yang stabil.

10. Final pond, berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan pemerintah pusat dan

atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem pengolahan air limbah.

Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) menggunakan sistem

kolam dengan aerator membutuhkan waktu lebih kurang selama 97 hari. Tahap

pengolahan LCPKS dimulai pada kolam pengasaman selama 5 hari, dilanjutkan pada

kolam anaerobik primer dan sekunder masing-masing selama 35 hari. Pada tahap

keempat diendapkan selama 15 hari pada kolam aerobik dan terakhir proses sedimentasi

selama 5 hari. Secara skematis tahapan pengolahan LCPKS menggunakan sistem kolam

(38)

Gambar 5. Pengendalian LCPKS sistem kolam dengan aerator

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) mengandung unsur Nitrogen (N),

Posfor (P), dan K

Gambar

Gambar 3.
Gambar 6. Tahapan pembuatan kompos dari TKS dan LCPKS
Gambar 10. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem
Tabel 7. Luas areal perkebunan yang dikelola oleh PTPN IV pada tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki seperti gundukan- gundukan pasir yang menyerupai padang pasir; bentangan pasir halus dan luas yang apabila di tiup angin akan

Dari hasil tersebut diketahui bahwa  2 hitung >  2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian susu

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

ADLN - Perpustakaan

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis

(3) trmbar Naskah KSD sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Iiunlf b yang ditandatangani Pimpinan SKPD dan/atau Pejabat yarrg ditufljuk, dibuat

Bersama ini diinformasikan bahwa kami akan menyelenggarakan KJI ke-12 dan KBGI ke-8 Tahun 2016, berkenaan dengan hal tersebut kami memberi kesempatan kepada mahasiswa dari