Lampiran I
Gambar 1. Sampel telur ayam kampung mentah yang akan diuji laboratorium
Gambar 7. Adonan telur setengah matang yang sudah siap dihidangkan
Gambar 9. Sampel yang diuji di laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus. 2012. Cara Memasak Telur Rebus yang Baik. Diakses dari http://indobeta.net tanggal 02 Maret 2013.
Almetsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anwar. 1990. Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Blockhead, R. 2010. Telur dan Wabah Salmonella di Amerika Serikat. Diakses dari
Bonang, G. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi 16. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
, 1997. Mikrobiologi Kedokteran Untuk Laboratorium Dan Klinik. EGC. Jakarta.
Budiyanto, M. 2000. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Edisi Revisi. PT Grasindo. Jakarta.
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Fernandes. 2009 dalam Restika, K.D. 2012. Keberadaan Salmonella Pada Daging Ayam yang Dijual di Pasar Tradisional |Kota Tanggerang Selatan. IPB. Bandung.
Fitriah, A. 2003. Hindari Memakan Telur Setengah Masak. diakses tanggal 17 Februari 2013.
Harianto, H. 2002. Analisa Kandungan Salmonella sp pada produk telur ayam ras yang dipasarkan pada pasar tradisional di kota Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Rajawali Press. Jakarta.
Marwanti, 2010. Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Pangan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Minantyo, H. 2011. Dasar-Dasar Pengolahan Makanan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mulia, R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha. Ilmu. Yogyakarta.
Nurzane, 2010. Bagian, Fungsi, Ciri dan Jenis Telur. Diakses dari
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dan Pengolahan Makanan. Cetakan I. Kansius. Yogyakarta.
Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton.
Salmi. 2006. Pemeriksaan Salmonella sp. pada Minuman Teh Telur yang Dijual di Warung Minuman Pasar Kurai Taji Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman Sumatera Barat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syamsir, E. 2010. Keamanan Mikrobiologi Telur. Jurnal IPB. Diakses 08 Maret 2013.
Tarwotjo, C. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta.
Wikipedia, Salmonella. Diakses dari
Yuliarsih. 2006. Hygiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Grasindo. Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui
jumlah bakteri Salmonella sp pada makanan telur setengah masak yang dijual oleh
pedagang di beberapa warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun di kota Medan dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium.
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 10 warung kopi yang berada pada jalan
Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan, dan
pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Kota
Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret – Mei 2013
3.3. Objek Penelitian
Objek penelitian pada penelitian ini adalah telur ayam kampung sebanyak 20
butir, 10 telur mentah dan 10 telur setengah matang yang diperoleh dari 10 pedagang
yang berada di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun
Kota Medan. Pada setiap pedagang di ambil 2 butir telur, 1 telur mentah dan 1 telur
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan uji laboratorium terhadap telur
mentah dan telur setengah masak untuk mengetahui kandungan Salmonella sp pada
telur tersebut.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan literatur-literatur yang
mendukung untuk penelitian ini.
3.5. Defenisi Operasional
1. Telur adalah sebuah makanan yang berbentuk lonjong yang terdiri dari putih dan
kuning telur yang dibungkus oleh cangkang telur yang berwarna putih ataupun
coklat yang berasal dari unggas (ayam/bebek).
2. Telur mentah adalah telur yang belum mendapat perlakuan pemasakan dalam
bentuk apa pun.
2. Telur Setengah Masak adalah telur yang disajikan dengan merebus telur dengan
air panas selama 5 menit dan belum mengeras putih dan kuning telurnya.
3. Salmonella sp. adalah mikroorganisme berbentuk batang dan bergerak, gram
negatif, anaerob fakultatif sebagai penyebab penyakit Salmonellasis.
4. Adanya kandungan Salmonella sp. adalah terdapatnya sejumlah bakteri
Salmonella sp. di dalam makanan telur setengah masak yang menunjukkan bahwa
5. Tidak adanya kandungan Salmonella sp. adalah tidak terdapatnya bakteri
Salmonella sp. dalam makanan telur setengah masak yang menunjukkan bahwa
makanan tersebut memenuhi syarat kesehatan.
6. Uji laboratorium adalah kegiatan yang dilakukan di ruangan khusus dengan alat
dan cara kerja tertentu.
3.6. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah melihat gambaran jumlah Salmonella sp pada telur
ayam kampung yang meliputi pemeriksaan telur sebelum dimasak(mentah) yaitu
putih dan kuning telur dan telur setengah masak (putih dan kuning telur). Telur
mentah dan setengah masak yang diperiksa adalah telur yang berbeda tetapi memiliki
lama waktu penyimpanan yang sama dan kondisi kebersihan kulit telur yang sama,
hal ini dikarena kandungan Salmonella pada telur dipengaruhi kondisi kebersihan
kulit telur dan lama waktu penyimpanan telur.
Alasan mengapa pemeriksaan dilakukan pada putih dan kuning telur adalah
karena objek makanan pada lokasi pemeriksaan adalah putih dan kuning telur yang
disajikan setengah masak.
Jika dalam hasil pemeriksaan diperoleh data yang menunjukkan bahwa
terdapat bakteri Salmonella sp. dalam makanan telur setengah masak, maka makanan
jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan SNI 01-6366-2000
tentang Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan
3.7. Teknik Analisa Data
Data diperoleh dari pemeriksaan Laboratorium yang diolah dan dianalisis
secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan
dengan studi kepustakaan yang relevan.
3.8. Prosedur Penelitian
3.8.1. Pemeriksaan Salmonella sp. di Laboratorium
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah kota Medan. Penelitian dimulai dari pengukuran suhu air perebusan selama 5 menit dengan
menghitung rata-rata suhunya. Pemerikasaan telur dilakukan dengan dua tahap yakni
pemeriksaan telur sebelum dimasak(mentah) dan telur setengah matang.
Pemerikasaan telur sebelum dimasak(mentah) yakni dengan mencampur kuning dan
dan putihnya dan kemudian diperiksakan ke laboratorium. Kemudian pemeriksaan
telur setengah masak yakni dengan perlakuan yang sama dengan telur sebelum
dimasak(mentah). Pemilihan sampel telur dilakukan dengan telur yang berbeda pada
telur mentah dan telur setengah masak akan tetapi pemilihan telur dilakukan dengan
lama penyimpan yang sama oleh pedagang. Kemudian pengambilan sampel telur
dilakukan pada pukul 05.00 pagi hari dan sampel langsung dibawa pada hari tersebut
langsung dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
3.8.2. Cara Kerja di Lapangan
Cara kerja di lapangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Persiapkan bahan-bahan untuk pengambilan sampel seperti botol sampel yang
2. Siapkan formulir lembar observasi pengambilan sampel.
3. Mintalah kepada pedagang sebuah telur mentah sebagai bahan dasar dari telur
setengah masak.
4. Lalu mintalah kepada pedagang untuk memecahkan telur dan mencampur
antara kuning dan putih telurnya.
5. Ambil dua sendok teh sampel adonan kuning telur dengan putih telur mentah,
masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel
kemudian masukkan ke termos yang telah diisi es batu.
6. Kemudian mintalah kepada pedagang untuk membuatkan sebuah telur
setengah masak yang biasa mereka sajikan.
7. Pada saat pedagang melakukan perebusan, maka peneliti akan mengukur suhu
air perebus telur selama 5 menit, kemudian menghitung rata-ratanya.
8. Setelah pedangang selesai merebus telur, mintalah pedagang untuk
mencampur kuning telur dan putih telur.
9. Lalu ambil dua sendok teh sampel adonan kuning telur dengan putih telur
setengah masak, masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis
identitas sampel kemudian masukkan ke termos yang telah diisi es batu.
10. Kemudian bawa sampel ke laboratorium pada pukul 08.00 pagi untuk
dilakukan pemeriksaan.
3.8.3. Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium
Adapun tahap pemeriksaan sampel di laboratorium adalah sebagai berikut
1. Peralatan a. Autoclave
b. Cawan petri diameter 90-100 mm dan diameter 140-150 mm
c. Gelas sediaan
d. Gelas ukur 100 ml
e. Inkubator (lemari pengeram) suhu 37 ºC dan 42-43 ºC
f. Kapas
g. Lampu Bunsen
h. Pipet ukur 1 ml dan 10 ml
i. Rak tabung reaksi
j. Sengkelit (ose)
k. Spidol
l. Tabung durham
m. Tabung reaksi (18 mm x 180 mm)
n. Termometer
2. Bahan
a. Adonan telur mentah
b. Adonan telur setengah masak
c. MR-VP Medium
d. Salmonella Shigella Agar (SSA)
e. Selenite Cystine Broth (SCB)
h. Urea Broth
3. Cara Kerja
a. Penyiapan dan homogenisasi sampel
Sampel yang ada di dalam botol lebih dahulu dikocok 25 kali. Ambil
dengan pipet sebanyak 25 ml cuplikan (sampel) ke dalam Erlenmeyer
atau wadah lain yang sesuai yang telah berisi 225 ml larutan pengencer
(1:10). Kemudian dikocok beberapa kali hingga homogen. Larutan
pengencer dalam homogenisasi sampel ini yaitu Buffered Peptone Water
(BPW).
b. Pra-pengkayaan (pre-enrichment)
1) Pindahkan contoh yang telah dihomogenisasi secara aseptik ke
dalam botol 500 ml steril.
2) Inkubasikan pada 36 ºC selama 16-20 jam.
c. Pengkayaan (enrichment)
1) Pipet 10 ml biakan pra-pengkayaan ke dalam 100 ml Seletine
Cystine Broth.
2) Inkubasikan pada suhu 35-37 ºC selama 24 jam.
d. Penanaman pada perbenihan pilihan/selektif
1) Pindahkan biakan pengkayaan dengan cara menggoreskan
masing-masing biakan dengan sengkelit ke dalam cawan petri yang berisi
SSA.
3) Amati tersangka koloni Salmonella sp. pada media dengan ciri-ciri
koloni tak berwarna sampai merah muda, bening sampai buram.
e. Uji Biokimia
Dari koloni tersangka Salmonella sp. ditanam pada TSIA, Indol, Methyl
Red, Voges Proskauer, Citrat Simmon, Semi Solid dan gula-gula selama
24 jam pada suhu 37 ºC kecuali semi solid pada suhu kamar dan reaksi
biokimia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Identifikasi Salmonella sp. dengan Semi Solid dan Gula-Gula Pendek TSIA Mt I G VP CS S L Ml Gl MR Salmonella Sumber : Salmi, 2006
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Jalan Samanhudi adalah salah satu dari beberapa jalan di Kelurahan Hamdan
Kecamatan Medan Maimun Kota Medan Sumatera Utara. Jalan ini memiliki
batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol Sebelah Selatan berbatasan dengan Rumah sakit Elisabet Sebelah Utara berbatasan dengan Taman Ahmad Yani 4.1.1. Warung Kopi Jalan Samanhudi
Merupakan tempat untuk makan di sepanjang Jalan Samanhudi Medan dengan
panjang jalan 400 M terdiri dari : • 24 Warung kopi
• 13 Stand jus buah
• 45 pedagang
Keseluruhan pedangang di warung jalan samanhudi adalah suku Aceh, dengan
mayoritas pedangang adalah laki-laki. Jenis makanan yang dijual di warung kopi
jalan samanhudi ada berbagai jenis yaitu : • Nasi gurih
• Telur Setengah Matang • Mie Kuah
• Berbagai jenis minuman
• Berbagai jenis jus buah
4.2. Hasil Penelitian
Observasi yang dilakukan terhadap 10 pedagang yang menjual telur setengah
matang di beberapa warung kopi di Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan
Medan Maimun Kota Medan adalah untuk melihat gambaran kandungan Salmonella
sp pada telur mentah dan telur setengah masak dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium pada telur tersebut.
4.2.1. Karakteristik Telur
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap telur ayam
yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.1. Karakteristik telur yang dijual di warung kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun.
Dapat dilihat dari keseluruhan sampel yang diambil oleh peneliti hanya 2
warung kopi yang menyimpan telur hingga 2 hari sampai habis terjual, dan
selebihnya menjual hingga habis pada hari itu saja.
4.2.2. Pengukuran Suhu
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap
pengolahan telur ayam yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat
dilihat sebagai berikut
Tabel 4.2. Distribusi berdasarkan lama penyeduhan telur setengah matang pada warung kopi Jalan Samanhudi
No.
Dari tabel 4.2. dapat kita lihat 7 pedagang menyeduh hanya sampai 3 menit
saja, sedangkan sisanya yakni 3 pedagang menyeduh hingga 5 menit.
4.2.3. Pemeriksaan Laboratorium Salmonella sp.
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pemeriksaan terhadap telur ayam
yang dilakukan pada masing-masing warung kopi dapat dilihat sebagai berikut :
No. Sampel
Kandungan Salmonella sp
Telur Mentah Telur Setengah Matang
1. Negatif Negatif
2. Negatif Negatif
3. Negatif Negatif
4. Negatif Negatif
5. Negatif Negatif
6. Negatif Negatif
7. Positif Positif
8. Negatif Negatif
9. Positif Positif
10. Negatif Negatif
Dari tabel 4.4. diketehui bahwa dari 10 sampel yang diambil di warung kopi
jalan samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimon, maka dapat dilihat
bahwa sampel 1,2,3,4,5,6,8,10 didapat hasil negatif(tanpa kandungan Salmonella sp),
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Telur
Telur adalah makanan yang berasal dari unggas dan merupakan produk
peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi
masyarakat, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh
karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang
sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah
banyak.(Sudaryani, 2003)
Penelitian ini menggunakan 20 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur
setengah masak. Untuk mengetahui karakteristik telur yang dijual di warung kopi,
maka dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menanyakan kepada
pedangang tentang lama penyimpanan telur dan dengan mengamati kondisi fisik
telur(kulit telur). Hasilnya adalah sesuai dengan tabel 4.1 dan tabel 4.2, maka dari 10
pedagang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, terdapat dua pedagang yakni
nomor 7 dan 9 yang menjual telurnya sampai 2 hari hingga habis. Sedangkan
pedagang lainnya menjual habis telur pada hari itu juga. Untuk pengamatan kondisi
fisik telur(kulit telur) maka sesuai dengan tabel 4.2 didapat hasil semua pedagang
menjual telur dengan kondisi kulit telur yang bersih.
Selain melihat lama penjualan dan kondisi kebersihan kulit telur, peneliti juga
mengamati dari segi warna dan tekstur kulit telur, dimana telur yang baik dijadikan
baik adalah yang memiliki kualitas kulit telur yang halus dan tidak retak sama sekali.
Dari hasil pengamatan dilapangan, maka didapat hasil dari 20 sampel warna telur
yang semuanya berwarna putih dan semuanya juga memiliki tekstur kulit yang halus
dan tidak retak seluruhnya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2002), dimana
hasil penelitiannya menyatakan ada hubungan antara kondisi fisik (kulit telur) dan
lama penyimpanan terhadap keberadaan bakteri Salmonella sp dalam telur. Menurut
penelitian yang sama, kemungkinan kondisi kulit telur yang kotor dapat menjadi
penyebab masuknya bakteri Salmonella sp kedalam telur tersebut, sedangkan lama
penyimpanan dapat memungkinkan bakteri yang sebelumnya sedikit dapat
berkembang menjadi lebih banyak didalam telur. Hal ini disebabkan kondisi udara
yang sangat strategis untuk bakteri berkembang biak.
5.2. Pengukuran Suhu
Penelitian ini menggunakan 10 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur
setengah masak. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap proses perebusan dengan
air panas selama lebih kurang 5 menit. Maka didapat hasil sesuai dengan tabel 4.2,
bahwasanya lebih banyak pedangang yang merebus telur dengan waktu tidak lebih
dari 3 menit yakni sebanyak 7 pedagang dengan suhu rata- rata 80-90 C. Alasan
pedagang melakukan hal seperti itu adalah sesuai dengan permintaan konsumen yakni
telur jangan sampai menggumpal karena menurut pendapat orang banyak nantinya
Pada hasil penelitian, ditemukan adanya telur yang positif Salmonella, namun
setelah dimasak masih ditemukan Salmonella. Hal ini disebabkan penyeduhan yang
dilakukan pada telur hanya pada suhu 80-90 C dalam waktu 3 menit .
Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah (2003),
dimana hasil penelitiannya adalah bakteri Salmonella sp dalam telur dapat mati
apabila telur tersebut direbus selama 12 menit ataupun hingga matang sempurna.
5.3. Pemeriksaan Salmonella sp
Penelitian ini menggunakan 20 butir telur yang dijadikan bahan makanan telur
setengah matang. 20 Telur yang dujadikan sampel tersebut terdiri dari 10 sampel
adonan telur mentah yang belum diseduh dengan air panas dan 10 sampel adonan
telur yang sudah diseduh dengan air panas selama lebih kurang 5 menit. Kandungan
bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan
Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun diharapkan memenuhi
standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif atau nol (0).
Berdasarkan hasil analisa laboratorium yang telah dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Daerah kota Medan terhadap bakteri Salmonella sp. pada makanan telur
setengah masak yang dijual di jalan samanhudi, dari 10 sampel adonan telur yang
belum direbus (mentah), terdapat 2 sampel yang menunjukkan hasil positif bahwa
terdapat bakteri Salmonella sp, dan 8 sampel lainnya negatif. Sedangkan hasil analisa
dari 10 sampel adonan telur yang telah diseduh (setengah matang), maka terdapat 2
hasil negatif salmonella sp. Telur yang positif, memiliki waktu simpan yang sama
yakni 2 hari, dan yang negatif satu hari penyimpanan pada suhu ruangan.
Sebagian besar telur bebas bakteri di dalamnya. Jika indung telur terinfeksi
oleh bakteri penimbul penyakit, maka telur menjadi terinfeksi sebelum ia ditelurkan.
Kulit telur merupakan wadah dari telur itu sendiri. Kebersihan kulit telur sangat
penting untuk diperhatikan, kulit telur yang kotor dapat menjadi sarang bakteri
Salmonella sp. di bagian dalam kulit telur terdapat lapisan tipis yang disebut shell
membranes. Masuknya bakteri Salmonella sp ke dalam telur apabila shell membranes
dapat ditembus oleh bakteri tersebut (Saksono, 1986).
Ditemuinya bakteri Salmonella sp. pada telur yang dijadikan bahan untuk
pengolahan makanan telur setengah masak karena telur tersebut telah ditembus oleh
bakteri ini pada kulit telur dan shell membranes pada kulit telur yang kotor serta lama
penyimpanan telur yang lebih dari 2 hari, sementara lama penyimpanan yang
disarankan menurut Harianto (2002) adalah 2 hari dalam suhu ruangan. Kandungan
bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah masak yang dijual di jalan
samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ini tidak
memenuhi syarat kesehatan yang diharapkan berdasarkan standard yang mengacu
kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif, artinya terdapat bakteri Salmonella sp. pada
makanan telur setengah masak yang dijual di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeriksaan laboratorium terhadap makanan telur
setengah masak maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengamatan yang dilakukan terhadap 10 pedagang terdapat 2 yang melakukan
penyimpanan telur selama 2 hari hingga habis, sedangkan untuk kondisi fisik
telur (kulit telur) maka didapat hasil dari keseluruhan sampel pedangang menjual
telur dengan kondisi kulit yang bersih.
2. Pengamatan yang dilakukan terhadap 10 pedagang terhadap pengukuran serta
lama penyeduhan, maka didapat hasil 7 dari 10 sampel pedagang merebus telur
hanya 3 menit, sedangkan suhu perebusan rata-rata hanya 80-90ºC
3. Pengukuran terhadap 10 pedagang dan dilakukan pemeriksaan laboratorium
terhadap bakteri Salmonella sp maka didapat hasil, untuk telur mentah 2 dari 10
sampel positif mengandung bakteri Salmonella sp, dan untuk telur setengah
masak didapat hasil yang sama yakni 2 dari 10 sampel positif mengandung
6.2. Saran
1. Kepada Pemerintah Daerah agar dapat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pedagang warung kopi dalam meningkatkan upaya penyehatan
makanan.
2. Kepada pedagang diharapkan dalam melakukan pengolahan dan pemilihan bahan
baku telur agar lebih memperhatikan kualitas telur yang dilihat dari kebersihan
telur dan lama penyimpanan yang disarankan adalah selama 2 hari pada suhu
ruangan untuk menghindari adanya kontaminasi Salmonella sp pada telur
setengah masak.
3. Kepada konsumen, diharapkan untuk tidak mengkonsumsi telur setengah masak,
apabila tetap ingin mengkonsumsinya, diharapkan memilih pedagang dengan
pengolahan serta pemilihan bahan baku telur yang baik serta bersih dimana
makanan ini direbus dengan benar-benar panas untuk mengantisipasi adanya
bakteri Salmonella sp di dalamnya. Yang lebih baik lagi adalah dengan membeli
telur itu sendiri ditempat yang dapat dipercaya bahwa telur itu benar-benar baru
kemudian mengolah telur itu sendiri sehingga dapat mencegah adanya salmonella
pada telur.
4. Kepada peneliti lain, agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang jenis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006)
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan
keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada
manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara
lain :
a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan
b. Mencegah penularan wabah penyakit.
c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.
d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus
diperhatikan, seperti berikut:
a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan.
c. Keamanan terhadap penyediaan air
d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.
e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan.
2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan
Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Factor-faktor tersebut
berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain :
1. Faktor Makanan
a. Sumber bahan makanan
Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang
lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian
tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.
b. Pengangkutan bahan makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya,
apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup.
Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari
sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh
kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan
menggunakan alat pendingin.
c. Penyimpanan bahan makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin
disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang.
1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti
tikus atau serangga tidak bersarang.
2. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar
mudah membersihkannya.
3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya
jamur.
4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup.
5. Memiliki pencahayaan yang cukup.
6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah
melihat jejak tikus (jika ada).
7. Harus ada jalan dalam gudang:
a. Jalan utama lebar 160 cm.
b. Jalan antar lebar blok 80 cm
c. Jalan antar rak lebar 80 cm
d. Jalan keliling 40 cm
d. Pemasaran Makanan
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain
kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh
pasar yang memenuhi persyaratan adalahpasar swalayan atau supermarket.
e. Pengolahan makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratansanitasi terutama
berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih dan tertutupserta dapat memenuhi selera makan pembeli.
g. Penyimpanan makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan
sanitasi dalam lemari atau alat pendingin.
2. Faktor Manusia
Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan
sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit
infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan
makananharus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki
etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan
membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program
pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun.
3. Faktor Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga
memenuhi persyaratan sanitasi.
Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut
nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan
terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi
kesehatan.
b. Dalam makanan tersebut memang telah terdapat zat-zat yang
membahayakan kesehatan.
2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia.
a. Zat-zat kimia yang bersifat racun
Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau
insektisida dengan bahan-bahan dapur.
b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya
Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah
terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan
daging dari hewan yang sakit.
2.2. Telur
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya
murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan,
tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%,
serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya.
Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti
besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan
semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar
60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat.
Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi
sebab itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur
(Hardani, 2003).
2.2.1 Struktur Telur
Telur mempunyai struktur yang sangat khusus. Secara terperinci telur terdiri
dari bahan organik, pada putih telur komponen terbanyak adalah air disusul dengan
protein, dan pada kuning telur bagian terbanyak juga air, lemak dan protein (Hardani,
2003).
Adapun struktur telur terdiri dari (Nurzane, 2010) :
1. Cangkang telur
Mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam
cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak
menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.
2. Rongga Udara
Sebagai sumber oksigen bagi embrio.
3. Albumen (putih telur)
Berfungsi untuk melindungi zigot atau embrio dari goncangan, bahaya lain,
dan sebagai cadangan makanan.
4. Kuning Telur
Sebagai persediaan makanan bagi embrio.
5. Kalaza (tali kuning telur)
Berfungsi untuk menahan kuning telur, supaya tetap pada tempatnya dan
Disebut juga sel embrio, yang akan tumbuh menjadi individu baru.
Secara terperinci struktur telur ayam dapat dilihat pada lampiran 3.
2.2.2 Klasifikasi dan Kualitas Telur
Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur, dasar inilah yang disebut
dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja, tetapi
dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi seperti berat
dan mutu telur (Sudaryani, 2003).
Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya menghasilkan telur dengan
sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, telur besar, medium, kecil dan peewe. Secara
lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat
No. Klasifikasi Berat /butir (gram)
1.
Sumber : Sudaryani, 2003
Sementara itu grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur
dengan mutu AA, mutu A, mutu B dan mutu C. berikut ini kualitas telur dan ciri-ciri
Tabel 2.2 Grading Telur Berdasarkan Mutu Mutu Karakteristik
AA
A
B
C
Kulit bersih, tidak retak dan normal. Diameter kantung telur tidak
lebih dari 0,3 cm, putih telur cerah dan kental, kuning telur normal
dan tidak cacat.
Kulit bersih, tidak retak dan normal, diameter kantung telur tidak
lebih dar 0,42 cm, putih telur cerah tapi agak encer, kuning telur
agak normal dan tidak cacat.
Kulit tidak retak, sedikit bernoda sedikit abnormal, diameter kantung
telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah dan sedikit encer,
kuning telur agak normal dan membesar dan agak cacat.
Kulit tidak retak, tetapi bernoda dan abnormal, diameter kantung
telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah tetapi encer, kuning
telur membesar dan cacat.
Sumber : Sudaryani, 2003
2.2.3 Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Telur
Kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain
itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas telur.
Secara khusus faktor-faktor yang menentukan kualitas telur antara lain (Sudaryani,
2003) :
Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini
beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur
sebelah luar.
a. Kebersihan kulit telur
Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada
kotoran sedikit pun.
b. Kondisi kulit telur
Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur
akan semakin baik jika tekstur halus dan tidak retak.
c. Warna kulit
Warna kulit telur ayam ada 2 (dua) yaitu putih dan cokelat. Perbedaan warna
kulit tersebut disebabkan adanya pigmen Cephoryrin yang terdapat pada
permukaan kulit telur yang berwarna cokelat. Kulit telur yang berwarna
cokelat relatif lebih tebal dibandingkan dengan yang berwarna putih. Tebal
kulit telur yang berwarna cokelat rata-rata 0,51 mm, sedangkan tebal kulit
telur yang berwarna putih rata-rata 0,44 mm. Oleh karena itu, kualitas kulit
telur yang berwana cokelat lebih baik dibandingkan telur yang berwarna
putih. Dalam penyimpanan, telur yang berkulit cokelat lebih awet
dibandingkan telur yang berwarna putih (Sudaryani,2003).
d. Bentuk telur
Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak
terlalu lonjong dan juga tidak terlalu bulat.
Pada umumnya, telur yang lebih berat harganya lebih mahal harganya. Di
Indonesia, ketentuan tersebut belum berlaku sebab ada kecenderungan
konsumen lebih menyukai telur dalam jumlah butiran yang lebih banyak
dalam setiap kilogramnya.
2. Kualitas telur sebelah dalam (isi telur)
Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilihat dari bagian telur sebelah
dalam. Beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur di antaranya adalah
sebagai berikut (Sudaryani, 2003):
a. Ruang udara
Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur
yang sudah lama. Pembagian kualitas telur berdasarkan ruang udaranya
adalah sebagai berikut :
1) Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm.
2) Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm.
3) Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara > 0,5 cm.
b. Kuning telur
Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih dan tidak
terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat
bercak daging atau bercak darah.
c. Putih telur
Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza.
2.2.4 Kandungan Gizi Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya, dan
mengandung berbagai macam zat gizi yang penting bagi tubuh. Gizi telur sebenarnya
berpusat pada kuning telur yang tinggi akan kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, zat
besi dan vitamin (Khamsan, 2002).
Kandungan gizi dalam 100 gram telur ayam dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 gr Telur Ayam
No. Zat Gizi Putih Telur Kuning Telur Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1996
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur
Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (newcastle disease) dan infeksi
bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut
juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur.
2. Suhu
Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan mengurangi
kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu
makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang
diperkenankan maksimal mencapai 29ºC (85ºF) (Sudaryani, 2003).
2.2.5.2 Makan Induk 1. Pakan
Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta putih
telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari
berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung kuning,
jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu
bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan
sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf,
1994)
2.2.5.3 Suhu Penyimpanan
Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15 C dan kelembapan 70-80%.
Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas
telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya dilakukan di ruang yang
diletakkan ember berisi air yang berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan
cara ini penguapan cairan di dalam telur dapat dikurangi (Sudaryani, 2003).
2.3. Bakteri
2.3.1 Karakteristik Bakteri
Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat
atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme
yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan
pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop.
Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin
pada namanya ( purnawijayanti, 2001).
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa
tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat
bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut
diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini
tidak sebanyak golongan hasil. Kokusada yang bergandeng-gandengan panjang
serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut
dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang
mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang
mengelompok seperti kubus disebut sarsina.
Spiril atau ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral.
Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan
Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk
mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ,
sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma
dan bahan inti (nukleus).
Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan
tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri
mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari
bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah.
Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora,
bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah
bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001).
2.4. Bakteri pengkontaminasi Telur
Ada beberapa bakteri yang dapat mengkontaminasi telur yaitu (Syamsir 2010)
1. Bakteri Salmonella sp.
Salmonella adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia dan
banyak hewan, seperti demam tifoid, demam paratifoid, dan salmonellosis. Bakteri
Salmonella sp. dapat masuk langsung dari indukan ke telur dan juga dari pori-pori
telur yang terkontaminasi.
2. Bakteri Campilobecter Sp.
Campilobecter merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran
gatroenteritis. Bakteri ini mengkontaminasi telur dengan cara masuk melalui telur
yang terkontaminasi feces dan masuk melalui pori-pori telur
3. Bakteri Listeria Monocytogenesis
Bakteri Listeria organ targetnya adalah sistem kekebalan tubuh sebelum dapat
menyebabkan infeksi. Mereka yang lolos respon awal sistem kekebalan tubuh akan
menyebar dan merusak organ target yakni pada organ pencernaan. Bakteri Listeria
juga dapat masuk melalui feces dan tanah yang mengandung bakteri tersebut.
Namun dari ke tiga bakteri tersebut bakteri Samonella sp merupakan bakteri patogen
utama yang mengkontaminasi telur.
2.5. Tinjauan Tentang Salmonella sp. 2.5.1. Klasifikasi Salmonella sp.
Berikut ini merupakan taksonomi bakteri Salmonella sp. yaitu :
Filum : Bacteria (Eubacteria)
Kelas : Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriakceae
Spesies : Salmonella sp. terdiri dari 3 spesies utama yaitu :
1. Salmonella typhi terdiri dari 1 serotipe.
2. Salmonella cholerasuis terdiri dari 1 serotipe.
3. Salmonella enteritidis mempunyai lebih dari 2300 serotipe antara
lain S. arizonae, S. belfats, S. blockey, S. dublin, S. gallinarum,
S. heidelberg, S. hirschfeldil, S. infaris, S. javiana, S. loma-linda,
paling sering menimbulkan penyakit bersumber
makanan/minuman dan ditemukan dalam telur adalah S.
enteriditis dan S. typhimurium (Bonang, 1995).
Salmonella sp. adalah suat
berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob, bergerak dengan flagel peritrik,
berukuran 0,5–0,8 x 1–3 µm, memfermentasi glukosa, maltosa, manitol.
Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan
Salmonella dinamai da
sebenarnya, rekannya
yang pertama kali menemukan bakterium ta
2012).
Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada
temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa
serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap
temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku,
jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun
(Fernandes 2009).
Waktu yang diperlukan Salmonella sp. untuk sekali membelah diri adalah
24-25 menit, tetapi waktu untuk membelah diri dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, cahaya,
bahan kimia dan kelembaban.
Salmonella sp. dapat bertahan selama berminggu-minggu di luar tubuh yang
cukup lama namun tidak dapat mentoleransi konsentrasi garam yang tinggi.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa
hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan
makanan kering dan bahan tinja. Salmonella sp. mati setelah dipanaskan sampai 55
°C (131 °F) selama 90 menit, atau sampai 60 °C (140 °F) selama 12 menit. Untuk
melindungi terhadap infeksi Salmonella sp., dianjurkan makanan dipanaskan selama
sedikitnya 10 menit pada suhu 75 °C (167 °F) sehingga pusat makanan mencapai
suhu ini. Salmonella sp. yang patogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi,
Salmonella parathypi A dan Salmonella parathypi B (Wikipedia, 2012).
2.5.2 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp.
Bakteri Salmonella sp. ini sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp., sebagian kuman
mati oleh asam lambung, tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak
di ileum. Di sini bakteri memerbanyak diri di kelenjar getah bening yang kemudian
menyebar ke aliran darah dan kelenjar getah bening kemudian ke usus (Mudihardi
2001).
Dosis infektif bagi manusia 105 – 108 Salmonella sp. di antara faktor-faktor
tubuh yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman
lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus setempat.
Dua tipe S. enteriditis dan S. typhimurium merupakan penyebab kira-kira
setengah dari seluruh infeksi pada manusia. Semua Salmonella sp. menimbulkan
penyakit yang pada umumnya disebut Salmonellosis dibagi 4 golongan, yaitu
1. Golongan Bakteremia
Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasuis, tetapi dapat disebabkan oleh
serotip Salmonella. Invasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut dengan
kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak dan sebagainya.
2. Golongan gastroenteritis (food poisoning)
Misalnya oleh S. enteritidis dan S. typhimurium, S. newport, S. dublin,
merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp., gejala ini terutama
ditimbulkan oleh S. enteritidis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam, kejang
perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengonsumsi makanan yang
terkontaminasi.
Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari, dan kebanyakan sembuh
tanpa pengobatan/pemberian antibiotik. Akan tetapi, diare mungkin bertambah parah
dan mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk penggantian
cairan elektrolit.
Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah
mengonsumsi kuman tersebut. Pada penderita ini, infeksi bisa menyebar dari usus ke
pembuluh darah dan kemudian ke seluruh jaringan tubuh dan dapat menyebabkan
kematian, kecuali jika penderita cepat memeroleh pengobatan antibiotik.
Jay (2000) menjelaskan bahwa khusus untuk S. enteritidis dapat ditemukan di
dalam telur dan ovarium ayam yang bertelur, dengan kemungkinan jalur
penularannya sebagai berikut: (1) transovarium; (2) translokasi dari peritonium ke
3. Golongan Enteric Fever (Typhoid fever/Typhus Abdominalis)
Menurut Muhardi (2001), Gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. typhi, S.
paratyphi A dan S. schottmulleri. Salmonella sp. yang termakan mencapai usus dan
masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kemudian kuman
dibawa oleh darah menuju organ, termasuk usus dimana organisme ini berkembang
biak dalam jaringan limfoid dan dieksresikan dalam tinja,.
Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala,
konstipasi, bradikardia dan mialgia. Demam sangat tinggi dan limfa serta hati
menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah (rose spots) yang
berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pada masa sebelum
adanya antibiotika, komplikasi utama adalah enteric fever adalah perdarahan usus.
Angka kematian adalah 10-15%.
4. Golongan Carriertat
Merupakan golongan yang menyebabkan manusianya menjadi carrier, setelah
terinfeksi nyata atau sub klinik, beberapa orang dalam jaringannya terus terdapat
organisme ini selama waktu yang tidak terbatas.
Menurut RAY (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah
terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain
itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces.
Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel
epitel dan menghasilkan toxinyang akan menyebabkan reaksi radang dan akumulasi
cairan di dalam usus. Kemampuan salmonella untuk menginvasi dan merusak sel
dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin
yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit.
2.5.3 Cara Kontaminasi Bakteri Salmonella sp. Ke Dalam Telur
Bakteri Salmonella sp. dapat masuk dalam telur melalui dua cara yaitu
(Saksono, 1986):
1. Secara langsung (vertikal), melalui kuning telur dan albumen (putih telur) dari
ovarium induk ayam yang terinfeksi Salmonella sp., dalam hal ini biasanya
terjadi apabila induk ayam terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella sp. dan menghasilkan telur yang terinfeksi ringan dan
menghasilkan anak ayam yang terinfeksi yang bertahan hidup dan tumbuh
menjadi besar dan mungkin meneruskan mengeksresikan Salmonella sp. yang
kemudian menghasilkan telur yang mengandung Salmonella sp.
2. Secara horizontal, dimana Salmonella sp. masuk melalui pori-pori kulit
(cangkang), hal ini biasanya karena kotoran yang menempel pada kulit telur.
2.5.4. Batasan Cemaran Salmonella sp. pada Makanan dan Minuman
Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM)
Nomor : 03726/B/SK/VII/89 tentang Batasan maksimum Cemaran dalam Makanan
dan Minuman dimana untuk semua jenis makanan dan minuman kandungan
Salmonella sp. adalah 0 (nol) atau tidak terdapat bakteri Salmonella sp.
Berdasarkan SNI 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba
dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan dimana kandungan
Apabila terdapat bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman, maka
makanan atau minuman tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan walaupun
jumlahnya belum dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Maka agar angka
bakteri nol, makanan atau minuman tersebut harus melalui pengolahan yang tepat
untuk dapat membunuh bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman terlebih
dahulu.
2.6. Cara Pengolahan Makanan
Syarat-syarat proses pengolahan adalah (Depkes RI, 2004) :
1. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong
serta persyaratan mutunya.
2. Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan.
3. Tahap-tahap proses pengolahan.
4. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan
mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga
tidak mengakibatkan pembusukan, kerusakan dan pencemaran.
2.7. Perebusan Telur
Cara benar untuk mendapatkan telur rebus yang baik adalah sebagai berikut :
(Anonimous, 2012)
Pertama siapkan panci atau wadah untuk merebus air. Masukkan air dan telur
ke dalam panci lalu dimasak.
Lama waktu memasak untuk telur rebus :
Masukan telur selama 10 – 15 menit ke dalam air lalu didihkan (waktu terbaik
adalah 10 menit) dan segera angkat dan dinginkan telur (bisa menggunakan air es
atau air biasa). lebihd ari 15 menit, telur akan terlalu matang dan bisa mengubah
warna kuning telur menjadi keungu – unguan. Untuk memudahkan proses
pengupasan kulit, sebaiknya gunakan telur yang sudah disimpan selama beberapa
hari. Telur yang masih baru umumnya akan sulit untuk dikupas.
2. Telur 3/4 matang
Siapkan air yang sudah mendidih, kemudian angkat dari api. Masukan telur
kedalam panci lalu tutuplah pancinya. Rendam telur selam kurang lebih 6 – 8 menit.
Kemudian angkat telur dan pindahkan ke dalam cangkir. Bila kulit telur masih sulit
untuk dikupas, telur bisa direndam dalam air hangat lagi selama 1 – 2 menit. Telur
yang sempurna, kuning telur sudah mengumpal dan putih telur masih sedikit kental.
3. Telur 1/2 matang
Caranya sama dengan telur 3/4 matang, telur hanya cukup direndam dalam air
yang sudah didihkan. Waktu rendam hanya berlangsung selama 2 – 3 menit,
kemudian segera angkat dan dinginkan dalam air. Telur setengah matang yang
sempurna memiliki kuning telur yang tidak mengeras sama sekali dan putih telur
yang berbentuk krim.
Oleh karena perebusan telur pada warung kopi berkisar 4-5 menit dan tidak
pada suhu didih air yaitu pada 60-70ºC, maka dapat dikatakan perebusan yang
2.8. Kerangka Konsep
Telur Ayam Mentah - Putih Telur - Kuning Telur
Telur Ayam Setengah Masak
- Putih Telur - Kuning
Telur
Kandungan Salmonella sp
Batasan Mikroorganisme Pada Makanan
SNI 01-6366-2000
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam
kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman
dibutuhkan manusia untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berproduksi. Tanpa
makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga
pada gilirannya menjadi tidak produktif dan membebani masyarakat luas. Tingkat
produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam
kehidupan masyarakat. (Depkes RI, 2004)
Agar makanan berfungsi sebagai mana mestinya, kualitas makanan harus
diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang dibutuhkan
dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan dengan zat-zat yang
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005).
Kontaminasi makanan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kejadian
penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan. Sumber penyakit yang
mungkin mencemari makanan dapat terjadi selama proses produksi yang dimulai dari
pemeliharaan, pemanenan atau penyembelihan, pembersihan atau pencucian,
persiapan makanan atau pengolahan, penyajian serta penyimpanan. Selai hal tersebut
sekarang juga masih terdapat penggunaan bahan-bahan kimia dalam produksi
makanan, sehingga dengan sendirinya resiko kontaminasi oleh bahan-bahan kimia
Kasus kontaminasi makanan pernah terjadi di empat negara bagian Amerika
Serikat. Ratusan penduduk jatuh sakit karena salmonella yang berasal dari telur. Hasil
penyelidikan CDC (Centers for Disease Controls and Prevention) dan FDA (Food
and Drug Administration) menunjukkan bahwa kasus infeksi tersebut diakibatkan
salmonella yang berasal dari telur-telur produksi Wright County Egg. Perusahaan
tersebut telah dengan sukarela menarik telur-telur mereka dari peredaran untuk
mencegah bertambah banyaknya orang yang terinfeksi Salmonella (Blockhead,
2010).
Demi melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit
melalui makanan dan minuman serta menjamin kesehatan masyarakat yang baik,
pengelolaan makanan dan minuman yang aman bagi kesehatan merupakan faktor
yang amat penting. Keamanan makanan dan minuman untuk umum, keluarga
maupun perseorangan amat bergantung pada pengolahan dan penyediaan makanan
dan minuman sampai menjadi makanan siap santap dan minuman siap diminum.
(Depkes RI, 2004)
Pengelolaan makanan salah satunya dengan pengolahan makanan, masyarakat
tidak pernah memperhatikan proses akan tetapi lebih cenderung memperhatikan
hasilnya. Apabila salah dalam pengolahan makanan tersebut, maka akan
mengakibatkan berkurangnya kandungan vitamin dan zat-zat yang terkandung dalam
makanan tersebut. Salah satu yang dapat rusak adalah magnesium yang penting bagi
tubuh (Minantyo, 2011).
Salah satu sumber magnesium adalah telur. Telur merupakan produk
masyarakat, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh
karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang
sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak
(Sudaryani, 2003).
Telur mengandung berbagai vitamin, antara lain vitamin A, riboflavin, asam
folat, vitamin B6, vitamin B12, kolin, vitamin E, dan juga merupakan bahan pangan
sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi,
fosfor kalsium, kalium, natrium , magnesium, tembaga, yodium, mangan, dan zink.
(Almetsier, 2006)
Menurut Syamsir (2010), dibalik penampilan kulit telur yang mulus telur
ternyata mudah rusak akibat bakteri, Jumlah mikroba pada kulit telur sekitar 102–107
koloni/gram (dinyatakan sebagai angka lempeng total). Beberapa bakteri patogen
yang mungkin terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter dan
Listeria. Dari berbagai jenis patogen tersebut, Salmonella merupakan patogen utama
yang mengontaminasi telur dan produk olahan telur. Genus Salmonella termasuk
dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang
langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah matang tidak baik
untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri Salmonella sp.
Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak
telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan
Sedangkan masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh
induknya misalnya berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran
tersebut diantaranya adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung
bakteri perusak. Bakteri ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau
menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan
lubang-lubang kecil yang terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori.
Kerusakan pada telur umumnya disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit
yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur
telah rusak. Telur yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella sp baik itu
kontaminasi langsung yakni dari induk ayam ke embrio telur, maupun kontaminasi
tidak langsung yakni dari pori-pori telur yang terkontaminasi Salmonella sp atau
berdasarkan lama penyimpanan telur tersebut. (Harianto, 2002)
Kerusakan telur secara fisik berupa keretakan dapat terjadi pada saat
pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan di setiap pedagang. Pedagang yang
biasa berhubungan dengan telur salah satunya adalah pedagang warung kopi yang
menjual menu telur pada masakannya.
Warung Kopi merupakan tempat yang favorit yang paling sering dikunjungi
oleh masyarakat khususnya golongan usia muda. Warung kopi yang paling favorit
dikunjungi masyarakat adalah warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan
Kecamatan Medan Maimun Sumatra Utara. Warung kopi tersebut beroperasi mulai
pukul 18.00 sampai 05.00 pagi. Warung kopi tersebut menyediakan berbagai jenis
jenis minuman termasuk teh, kopi, jus, telur setengah masak atau yang lebih dikenal
dengan istilah poding , dan lain sebagainya.
Dari hasil survei awal peneliti, peneliti melihat bahwa telur yang ada pada
warung kopi hanya diletakkan begitu saja pada wadah seperti jaring dan ada yang
meletakkannya pada rak telur. Jika warung sedang tutup, telur disimpan tidak di
dalam pendingin atau kulkas, telur hanya disimpan dalam stelling jualan mereka yang
bersuhu kamar. Selain itu ada sebuah fenomena unik dari perebusan telur, yakni
makanan yang di kenal dengan telur setengah masak. Untuk mendapatkan telur
setengah masak tersebut, telur dimasak tidak sempurna yakni dengan suhu berkisar
80-90ºC dengan kisaran waktu 3 menit. Berdasarkan penelitan yang dilakukan
Fitriyah (2003), bahwasanya telur sebaiknya dimasak pada suhu 66ºC selama 12
menit agar bakteri dalam telur dapat mati sempurna.
Menurut Harianto (2002), telur yang tadinya tidak terdapat Salmonella sp di
dalamnya, dapat terkontaminasi salmonella berdasarkan suhu dan lama penyimpanan
telur tersebut. Telur yang baru di hasilkan ayam yang tadinya diperiksa tidak terdapat
salmonella, pada lama penyimpanan selama 3 hari pada suhu kamar, telur tersebut
sudah positif salmonella. Ini bisa terjadi karena sifat salmonella yang berkembang
baik pada suhu 25-37 °C. Inilah yang menyebabkan telur dapat rusak oleh bakteri
karena telur tidak disimpan di dalam pendingin.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti
jumlah kandungan bakteri Salmonella sp pada telur baik sebelum dimasak maupun
1.2. Perumusan Masalah
Telur setengah masak merupakan makanan favorit yang disediakan di warung kopi, namun yang menjadi masalah adalah belum diketahuinya ada atau tidak
Salmonella sp pada makanan telur setengah matang yang dijual pada warung kopi
jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun.
1.3. Tujuan Penelian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui keberadaan bakteri Salmonella sp pada telur setengah
matang di warung kopi jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan
Maimun tahun 2013
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik telur yang dijual pada konsumen Jalan
Samanhudi Medan.
2. Untuk mengetahui kondisi telur yang dijual pada konsumen warung kopi
Jalan Samanhudi Medan.
3. Untuk mengetahui kandungan jumlah bakteri Salmonella sp pada telur
sebelum dimasak.
4. Untuk mengetahui kandungan jumlah bakteri Salmonella sp pada telur
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi pada pedagang telur setengah masak terhadap
keberadaan bakteri Salmonella sp pada makananya.
2. Memberikan informasi pada konsumen tentang kandungan bakteri Salmonella
sp di makanan telur setengah masak.
3. Sebagai masukan untuk penelitian lain agar dapat melakukan penelitan
Abstrak
Telur setengah matang merupakan makanan yang diolah dengan merebus telur lebih kurang 5 menit dengan tujuan mendapatkan protein yang tinggi dari telur tersebut. Telur dapat mengandung bakteri makanan berbahaya yang disebut dengan Salmonella sp. Oleh karena itu maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian tentang analisis bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang analisis bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang yang dijual di jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan melihat pengamatan dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan bakteri Salmonella sp. pada makanan telur setengah matang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 10 sampel adonan telur sebelum diseduh dengan air panas, ditemukan 2 dari 10 sampel telur mengandung bakteri Salmonella sp. Sedangkan, untuk 10 sampel adonan telur, setelah diseduh dengan air panas, ditemukan adanya bakteri Salmonella sp. Kandungan bakteri Salmonella sp pada makanan diharapkan memenuhi standard yang mengacu kepada SNI 01-6366-2000 yaitu negatif atau nol (0).
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan bakteri pada makanan dengan cara pengolahan yang sudah ada tidak memenuhi syarat kesehatan karena telur yang sebelumnya mengandung bakteri setelah diseduh tetap mengandung bakteri Salmonella sp. Telur yang mengandung bakteri kemungkinan disebabkan melalaui lama penyimpanan dan cara pengolahan yang belum memenuhi standar. Untuk itu diharapkan perlu diadakannya pengawasan dan penyuluhan kepada pedagang oleh Pemerintah Daerah tentang pentingnya pengolahan makanan telur dan untuk meningkatkan upaya penyehatan makanan sehingga makanan telur yang diterima konsumen sudah memenuhi syarat kesehatan.
Abstract
Egg in half cooked food prepared by boiling an egg approximately 5 minutes in order to get high protein from the eggs. Eggs can contain bacteria harmful food called Salmonella sp. Because of that the authors consider it necessary to conduct research on analysis of Salmonella sp. the food half cooked eggs.
The purpose of this study is to find out about the analysis of Salmonella sp. the food half-cooked eggs are sold in the village Samanhudi Hamdan Maimoon Medan Medan District.
The method used in this study is a descriptive to see observations and laboratory analysis to determine the content of the bacteria Salmonella sp. the food half cooked eggs.
The results showed that in a sample of 10 egg mixture before brewed with hot water, 2 of 10 samples found to be contaminated with Salmonella sp eggs. Meanwhile, mix eggs for 10 samples, after brewed with hot water, discovered the bacterium Salmonella sp. Sp salmonella bacteria content in food is expected to meet the standards that refer to SNI 01-6366-2000 that is negative or zero (0).
The conclusion of this study indicate that the bacterial content in foods by processing existing health ineligible because eggs contain bacteria that were previously brewed still contain bacteria after Salmonella sp. Eggs containing bacteria probably caused long storage and processing methods that do not meet the standards. The expected need for supervision and counseling to the holding of merchants by the local government on the importance of food processing eggs and to increase efforts to restructure the food so that the food received eggs already qualified healthcare consumers.
ANALISA KANDUNGAN Salmonella sp PADA TELUR MENTAH
DAN TELUR SETENGAH MATANG PADA WARUNG KOPI
DI JALAN SAMANHUDI KELURAHAN HAMDAN
KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 081000178 DODY USMAN