• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dalam memperjuangkan hak TKI (studi kasus Capta Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dalam memperjuangkan hak TKI (studi kasus Capta Indonesia)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ASOSIASI TENAGA KERJA INDONESIA

(ATKI) DALAM MEMPERJUANGKAN HAK TKI

(Studi Kasus Capta Indonesia)

Skripsi ini Disusun Sebagai Syarat Mendapat Gelar S1 Pada Jurusan Sosiologi

Disusun Oleh:

Betti Apriani 106032201096

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia dalam memperjuangkan hak TKI serta kasus apa saja yang ditangani. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yaitu mengamati orang (masyarakat) dalam lingkungan hidupnya serta berinteraksi dengan mereka, dan berusaha memahami tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Pendekatan kualitatif memfokuskan telaah pada makna-makna subjektif, pengertian, simbol-simbol dan deskrifsi suatu kasus secara spesifik yang hendak diteliti.

Jenis penelitian ini bersifat deskriftif, penelitin deskriftif merupakan pencarian data dengan interpretasi dengan mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk dengan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan yang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena yang terjadi.

Dalam penulisan skripsi ini, teknik yang digunakan untuk memperoleh data primer yaitu dengan melakukan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Selain itu, metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data sekunder, yakni penelitian yang diperoleh dari buku-buku, laporan-laporan TKI yang dikeluarkan oleh pemerintah, lembaga swasta maupun ormas-ormas yang ada dalam masyarakat.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat dan hidayah serta inayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Rasul-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW serta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas keterlibatan semua pihak yang telah membantu menulis dan menyusun skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis sepatutnya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Bapak Dr. Hendro Prasetyo, MA selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang sekaligus menjadi dosen pembimbing akademik penulis.

2. Bapak Dr. Zulkifly, MA dan Ibu Joharotul jamilah M.Si sebagai ketua dan sekretaris Jurusan Sosiologi.

(7)

iii

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Kepada Ibu Iim

Halimatussa’diyah, MA, Ibu Dzuriyatun Toyibah, MA dan Bapak Saepudin, M.Si

yang telah memberikan pencerahan topik skripsi dan bimbingannya selama masa diskusi skripsi.

5. Kepada staf akademik fakultas, Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali yang selalu direpotkan oleh penulis dalam hal tekhnis, pertanyaan dan akreditasi dan para staf TU yang selalu mendukung penulis. Seluruh dosen FISIP yang selalu menyediakan waktunya untuk penulis, serta para tim penguji.

6. Terima kasih untuk kawan-kawan ATKI-Indonesia Dewi Retno selaku Kordinator ATKI-Indonesia, Rama, Ivo, Eni Lestari selaku Ketua Umum ATKI, dan kawan lainya, Semoga skrpisi ini menjadi langkah awal untuk mengenalkan persoalan Buruh Migran pada para intelektual yang tidak mengetahui bagaimana perih dan sakitnya menjadi Buruh Migran, dan dengan penelitian ini penulis mengerti apa saja yang harus dilakukan ke depannya untuk membantu persoalan Buruh Migran. 7. Ayahanda H. Syafril ST Saidi dan Ibunda Hj. Mulyani yang telah memberikan

dorongan, baik moril maupun materil serta telah sabar untuk menanti dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Tidak lupa adik-adik Selvy Afriani, Melly Pratiwi, Haifa Tuk Azizah, Alfan Rozak, dan Arina Ulfah Mawaddah, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis hingga penulis berhasil menyusun skripsi ini.

(8)

iv

lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu, sehingga menimbulkan kesan tertentu kepada penulis.

9. Trima kasih pada Firman Lukmawandani yang telah banyak membantu, memberi dorongan, semangat, motivasi yang luar biasa pada penulis. Semoga kita akan tetap dekat dan saling melengkapi Amin.

10.Terima Kasih untuk temen Batubara Institute, Ratna Khuzaimah, Nina, Wina, Musy, Resri, Kiki, Fera, Sri, Tia, Aida, Imah, Teh Cucu, Vio, Iin, Kana, pokonya semua makasih atas doronganya dan doanya kalian luar biasa.

Atas segala bimbingan dan bantuan mereka penulis mendo’akan semoga

Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.

Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak. Segala kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini merupakan keterbatasan penulis. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan maghfirah dan keridhoannya. Amin.

Wassalam’alaikum

Ciputat, 15 Desember 2011

(9)

v

F. Unit Analisa dan Dasar-dasar Pemilihan Unit Analisa ... 9

G. Waktu Pelaksanaan Penyelidikan ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB : II KAJIAN TEORI A. Pengertian Organisasi Asosiasi ... 12

B. Pengertian Peran... 16

C. Perjuangan Hak ... 19

BAB : III GAMBARAN UMUM ATKI A. Sejarah Terbentuknya ATKI ... 28

B. Visi, Missi dan Tujuan ... 33

C. Struktur Organisasi ... 33

D. Persebaran Anggota ATKI ... 33

E. Program dan Kegiatan ATKI ... 34

BAB IV : PERAN ASOSIASI TENAGA KERJA INDONESIA (CAPTA INDONESIA) DALAM MEMPERJUANGKAN HAK TKI A. Advokasi ... 36

B. Mediasi ... 46

C. Kosultan... 47

BAB V : KESIMPULAN, SARAN dan REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

C. Rekomendasi ... 53

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akibat dari semakin akutnya kondisi krisis ekonomi internasional, hal ini mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di negara yang sedang berkembang yang sangatlah memprihatinkan karena negara yang sedang berkembang tersebut menggantungkan sektor ekonomi dan politiknya kepada negara maju, maka ketika negara maju mengalami krisis yang akan menerima dampaknya adalah negara-negara yang sedang berkembang.1

Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dari dampak krisis tersebut sehingga masyarakat begitu minim dalam menikmati akses sosial dan ekonomi seperti lapangan pekerjaan, akses pendidikan dan akses lainnya. Hal itu yang menjadi syarat-syarat mengapa masyarakat berada dalam garis kemiskinan, terutama masyarakat yang berada di daerah atau desa-desa.2

Lapangan pekerjaan yang tersedia di dalam negeri tidaklah seimbang dengan jumlah masyarakat. BPS menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 107 juta angkatan kerja dan hanya 7-8,3 juta jiwa saja lulusan perguruan tinggi atau Diploma. Sedangkan hampir 50 juta jiwa merupakan lulusan SD dan selebihnya adalah lulusan SMP dan SMA. Berdasarkan data BPS dari 107 juta angkatan kerja di Indonesia lebih dari 60% bekerja di sektor informal.3

1

Oki Firman Febrian, Kondisi Internasional Kekinian, Jurnal Indies, 2008, hal. 1

2

Retno Dewi, Membongkar Perbudakan Modern Buruh Indonesia, Jurnal ATKI, 2010, 18 Desember, 2010, hal. 5-6

3Ibid

, h. 6

(11)

2

Kondisi tersebut telah melahirkan pengangguran yang semakin luas. Bagi masyarakat desa yang kehilangan pekerjaan bertaninya akibat dari monopoli lahan pertanian, sebagian mereka lebih memilih bekerja di luar negeri menjadi buruh atau yang sering disebut sebagai TKI. Saat ini ada 6 juta TKI yang bekerja di luar negeri yang tersebar di beberapa negara seperti Hongkong, Macau dan Taiwan. Kebanyakan pelaku migrasi dari Indonesia adalah perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga.4

Tidak jarang dari beberapa kebijakan, baik kebijakan dari pemerintah Indonesia maupun kebijakan pemerintah di negara tempat bekerjanya, tidak mencerminkan keberpihakan terhadap TKI seperti kebijakan penempatan kerja, biaya penempatan kerja, waktu bekerja, dan biaya-biaya lainnya yang mencekik penghasilannya. Kondisi tersebut tidak terlepas dari minimnya pengetahuan atas peraturan-peraturan yang ada karena mayoritas TKI tersebut berasal dari pedesaan yang memiliki latar belakang pendidikan rendah karena mengalami keterbatasan atas beberapa akses yang berdampak pada rendahnya kesadaran TKI untuk menyelesaikan beberapa persoalannya baik secara individu maupun secara bersama-sama melalui organisasi.

Bagi TKI yang mempunyai kesadaran tinggi atas keadaan yang dialaminya maka TKI akan mencoba merubah keadaan tersebut dengan beberapa cara, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membentuk organisasi atau terlibat dalam organisasi TKI. Dari data yang dipaparkan oleh salah satu organisasi TKI menjelaskan bahwa saat ini ada 1 juta TKI yang

4

(12)

terlibat aktif dalam organisasi, dari jumlah keseluruhan TKI yang mencapai 6 juta. Alasan utama mengapa TKI terlibat dalam organisasi disebabkan beberapa masalah yang dihadapi dan untuk mencari solusi atas permasalahannya. Berorganisasi digunakan sebagai wadah untuk membongkar dan mengurai akar permasalahan dengan mengkaji beberapa kebijakan tentang TKI.5

B. Tinjauan Pustaka

Terkait dengan TKI, ada beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai TKI, peneliti tersebut ialah:

Pertama: Penelitian yang dilakukan Uswatun Hasanah pada tahun 2006 dengan judul ”Dampak TKW Terhadap Keluarga dan Sosial Keagaman, Studi Kasus Desa Mulyasari Kecamatan Binong Kabupaten Subang, Fakultas Usulludin Dan Filsafat. Penelitian ini mengenai para TKW yang bekerja di luar negeri yang sudah berumah tangga. Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana kehidupan keluarga dan sosial keagamaan yang istrinya menjadi TKW di luar negeri.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa sebenarnya yang melatar belakangi banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri serta dampaknya. Faktor ekonomi masyarakat yang rendah, tergiur dengan gaji yang besar dan bujukan yang kuat dari sponsor, serta mencari modal adalah faktor utama yang memotifasi banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri.

5

(13)

4

Banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri tentu akan berdampak terhadap kehidupan keluarga dan sosial keagamaan masyarakat desa Mulyasari. Adapun dampak yang ditimbulkan antara lain kehidupan keluarga lebih condong ke arah negatifnya, banyak keluarga yang berantakan, khususnya pasangan muda, banyak perceraian yang disebabkan oleh perselingkuhan, sengketa harta TKW yang hilang dan kekerasan terhadap TKW.

Dampak selanjutnya terhadap anak yang ditinggalkan adalah perkembangan anak yang tidak terkontrol, kurangnya perhatian anak dari orang tua sehingga meningkatnya kenakalan anak dan yang lebih parah lagi menyebabkan kesehatan jiwa anak terganggu.

Sedangkan dalam kehidupan sosial keagamaan ada yang menyebabkan dampak negatif, ada juga yang positif dan ada juga yang tidak mempengaruhi sama sekali, semua tergantung individu masing-masing.6

Kedua: Penelitian yang dilakukan oleh Tobing Raysisca Elvide pada tahun 2007 yang berjudul Kajian Hukum Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI)”. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kerap mendapatkan perlakuan kasar, pengusiran, perkosaan, gaji tidak dibayar, bahkan penyiksaan fisik. Hal ini mencerminkan lemahnya perlindungan hukum terhadap TKI di luar negeri, padahal TKI memberikan pemasukan bagi negara berupa devisa. Pengalihan resiko atas kejadian buruk yang menimpa

6

(14)

TKI baik selama pra dan purna penempatan maupun di luar negeri dapat dialihkan ke perusahaan asuransi. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menunjuk konsorsium asuransi sebagai bentuk pelayanan dan perlindungan hukum bagi para TKI. Pokok permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah tata cara dan prosedur penunjukkan konsorsium asuransi TKI apakah bertentangan atau tidak dengan Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UUPU), apakah polis asuransi TKI sudah memberikan jaminan dan perlindungan yang memadai bagi TKI, bagaimana proses pelaksanaan penutupan dan penyelesaian klaim asuransi TKI, masalah hukum apa saja yang timbul dalam pelaksanaan asuransi TKI dan bagaimana penyelesaiannya.

(15)

6

karena kelalaian pihak PJTKI atau statusnya yang dikategorikan sebagai illegal.7

Dari dua tinjauan pustaka di atas, terutama tinjauan yang kedua telah menggambarkan bahwa TKI sering mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan seperti penempatan, beberapa peraturan di negara penempatannya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan hak-hak dasar TKI, maka diambilah judul : “PERAN ASOSIASI TENAGA KERJA INDONESIA (ATKI) DALAM MEMPERJUANGKAN HAK TKI”. Skripsi ini akan mencoba membahas mengenai peran suatu organisasi dalam upaya penyadaran terhadap TKI dalam memperjuangkan hak TKI.

C. Pertanyaan Penelitian

Dari pemaparan kondisi obyektif di atas dapat disimpulkan dan dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini, untuk mengarahkan pembahasan dalam penelitian ini, permasalahan diarahkan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apa peran Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia dalam memperjuangkan hak TKI?

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Adapun penelitian ini memiliki tujuan antara lain sebagai berikut: a. Mengetahui peran organisasi dalam memperjuangkan hak dan

kesadaran anggota-anggotanya.

7

(16)

b. Mendapatkan gambaran tentang dampak ATKI terhadap TKI. 2. Manfaat

Untuk mengenalkan tentang peran organisasi TKI dan tujuan didirikan organisasi TKI serta untuk menggambarkan situasi yang dihadapi TKI.

Penelitian ini sebagai media pembelajaran untuk menempa diri dalam melihat, memahami dan menganalisa keadaan serta mendokumentasikan dalam bentuk tulisan agar pengetahuan yang telah di peroleh dari hasil penelitian ini menjadi salah satu asupan dalam hal betapa pentingnya organisasi TKI terhadap TKI.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah mengamati orang (masyarakat) dalam lingkungan hidupnya serta berinteraksi dengan mereka, dan berusaha memahami tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Pendekatan kualitatif memfokuskan telaah pada makna-makna subjektif, pengertian-pengertian, simbol-simbol dan deskripsi suatu kasus spesifik yang hendak diteliti. Pendekatan ini bertujuan melihat fenomenalogis dari gejala sosial yang ada pada TKI.8

8

(17)

8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif merupakan pencarian fakta dengan interpretasi, dengan mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk dengan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan yang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena yang terjadi. Adapun tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai fakta-fakta dan hubungan antar fenomena secara sistematis. Penelitian ini berusaha menggambarkan spesifikasi dari situasi dan relasi-relasi sosial yang berlangsung dalam lingkup subjek penelitian.9

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.

a. Data Primer

1) Wawancara; adalah upaya mendapatkan keterangan dengan cara tanya jawab langsung. Dalam wawancara ini peneliti melakukan wawancara berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lebih lama bersama informan. Selama proses wawancara, peneliti berusaha mencari informasi secara rinci dengan menggunakan berbagai pertanyaan yang tertera dalam pedoman wawancara. Proses wawancara dilakukan dengan informan dalam suasana yang

9

(18)

bersahabat. Seringkali wawancara dilakukan di kantor ATKI dalam kegiatan-kegiatan seperti diskusi, workshop dan lain-lain.10 2) Observasi; adalah salah satu instrumen dalam mendapatkan data

suatu penelitian dengan melihat langsung kondisi informan dan kondisi lapangan.

3) Studi dokumentasi; merupakan salah satu dari metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Dalam metode ini sebagian besar data yang diperoleh untuk mendukung penelitian tersedia dalam bentuk surat, laporan, kliping dan dokumen-dokumen lainya baik bersifat dokumen-dokumenter maupun literatur. b. Data Sekunder

Data sekunder (secondary data) merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung tapi melalui perantara pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang diperoleh dari buku-buku, laporan-laporan TKI yang dikeluarkan oleh pemerintah, lembaga swasta maupun ormas-ormas yang ada dalam masyarakat.

F. Pemilihan Tempat Penelitian

Tempat penelitian mengambil di salah satu organisasi TKI yaitu Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) yang berpusat di Jakarta yang beralamatkan di Pulo Asem Utara, Jln. Pulo Asem Utara 1, No. 24 RT. 08/12 Kelurahan Jati, Rawamangun Jakarta Timur 13220. Telp/fax: (021) 47883116, Email atki.indonesia@gmail.com.

10

(19)

10

Dasar pemilihan tempat penelitian ATKI yang berpusat di Jakarta dapat dipaparkan seperti di bawah ini:

a. Bahwa tidak saja di Jakarta tapi juga ATKI adalah organisasi buruh yang mempunyai anggota dan chapter dibeberapa negara seperti Hongkong, Taiwan dan Macau.

b. Bahwa ATKI selalu aktif dalam beberapa kegiatan dalam merespon kondisi sosial ekonomi masyarakat.

G. Waktu Pelaksanaan Penyelidikan

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Juni 2011. H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini akan disajikan dalam lima bab, masing-masing bab akan memaparkan informasi sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN, pada bab ini akan memaparkan tentang hal-hal yang melatar belakangi penelitian dan membahas tentang hal-hal yang terkait dengan metode dan teknisnya, hal-hal tersebut meliputi, latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan serta manfaat penelitian, lokasi penelitian dan dasar-dasar penelitian, metode penelitian dan waktu penelitian.

BAB II: KAJIAN TEORI, pada bab ini akan memaparkan mengenai peran advokasi dan jenis-jenis advokasi secara definisi, bentuk, ciri dan jenis dari teori advokasi, mediasi, perjuangan hak dan konseling.

(20)

obyektif ATKI, sejarah ATKI, pendiri, struktur organisasi, tujuan berdirinya, program ATKI.

BAB IV: PERAN ATKI DALAM MEMPERJUANGKAN HAK “TKI”, dalam bab ini akan berisi tentang beberapa kasus, mediasi yang ditangani oleh ATKI dalam memperjuangkan hak TKI.

(21)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Organisasi

Secara harfiah, kata organisasi berasal dari bahasa Yunani “organon” yang berarti alat atau instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia. Jadi ketika seseorang mendirikan organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu sendiri melainkan agar ia dan semua orang yang terlibat di dalamnya dapat mencapai tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif.1

Ada beberapa definisi mengenai organisasi yang lebih komperhensip misalnya Stephen Robbins, menyatakan:

“Organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersasma-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.2

Selain definisi yang diberikan oleh Stephen Robbins dan David Charriington juga memberikan definisi terkait organisasi yakni: “Organisasi adalah sistem sosial yang mempunyai pola kerja yang teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai satu set tujuan tertentu”.3

Kedua definisi di atas pada dasarnya mempunyai kesamaan, kecuali satu hal yakni dalam mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai organisasi. Dalam definisi yang diberikan Stephen Robbins masih terdapat istilah “tujuan

1

Achmad Sobandi, Budaya Organisasi, cetakan pertama, Sekolah Tinggi Ilmu Menejemen YKPN, 2007, hal. 1

2Ibid

, h. 5-6

3

(22)

bersama” sebagai tujuan organisasi, yang dimaksud tujuan bersama disini adalah adanya anggapan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota organisasi tidak berbeda dengan tujuan yang diinginkan oleh organisasi itu sendiri.4

Sementara Cherriington menganggap bahwa istilah tujuan bersama bisa menyesatkan (misleading), oleh karenanya ia tidak setuju dengan istilah tersebut. Cherriington beranggapan bahwa alasan seseorang mau menjadi anggota sebuah organisasi bisa berbeda.5

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan organisasi adalah kumpulan beberapa orang yang mempunyai tugas masing-masing dengan tujuan yang sama dan disusun secara struktural. Selain itu organisasi diartikan juga sebagai gabungan beberapa kelompok kerja yang melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan.6

Tentang adanya perbedaan tujuan antara tujuan individu (tujuan para anggota organisasi) dengan tujuan didirikannya organisasi ditegaskan oleh Jeniffer M. George dan Gareth Jones yang dikemukakannya sebagai berikut:

Organisasi adalah kumpulan manusia yang bekerja sama untuk mencapi tujuan individu dan tujuan organisasi.7

Keduanya sepakat bahwa esensi dasar dari sebuah organisasi adalah sebagai berikut: 1. organisasi adalah unit sosial atau sistem sosial, 2. didirikan

4

Achmad Sobandi, op. cit, h. 10

5

Dr. Manahan P, op. cit, h. 23

6

Drs. Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi ketiga, 2002, hal. 204

7

(23)

14

oleh manusia dan beranggotakan minimal dua orang, 3. memiliki pola kerja yang teratur dan terstruktur dan, 4. didirikan untuk mencapi tujuan.8

Di samping keempat esensi dasar tersebut, Richsrd Daft menganggap bahwa masih ada satu esensi dasar lagi yang perlu ditempatkan untuk melengkapi karakteristik organisasi. Esensi dasar tersebut adalah identitas dari organisasi yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Karakteristik ini bisa dilihat dari definisi organisasi yang diberikan oleh Richard Daft: “Organisasi adalah sebuah asistensi sosial yang beorientasi pada tujuan dengan satu sistem kegiatan yang tersetruktur dan mempunyai batasan-batasan yang bisa terdefinisikan”.9

Istilah “batasan-batasan yang bisa terdefinisikan” itulah yang bisa disebut identitas dari organisasi. Batasan-batasan inilah yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Definisi organisasi sebagaimana telah dijelaskan di atas hanya sebagian dari beberapa definisi yang ditemui pada literatur organisasi.10 Terlepas dari sulitnya mendefinisikan organisasi seperti dikemukakan,11 definisi berikut yang sesungguhnya merupakan rangkuman dari beberapa definisi diharapkan dapat menjadi pintu masuk untuk memahami apa itu organisasi:

organisasi adalah unit sosial atau estimasi sosial yang didirikan oleh manusia untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan sekelompok manusia minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan

8

Achmad Sobandi, op. cit, h.7

9

Dr. Manahan P, op. cit, h. 21

10

Achmad Sobandi, loc. cit, h. 8

11

(24)

dan mempunyai identitas diri yang membedakan satu estimasi dengan estimasi lainnya”.12

1. Tujuan Organisasi

Setiap organisasi harus mempunyai tujuan, karena organisasi pada dasarnya dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu yang hal itu tidak akan dapat dicapainya jika hanya sendiri. Penetapan tujuan harus memperhatikan kepentingan dari berbagai macam faktor.

Organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan bukan tanpa tujuan. Manusia adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap didirikannya sebuah organisasi. Organisasi didirikan karena manusia makhluk sosial, sukar untuk mencapai tujuan individunya jika segala sesuatunya harus dikerjakan sendiri. Walaupun dengan bekerja sendiri tujuan individual tersebut bisa dicapai akan tetapi lebih efisien dan efektif jika cara pencapaiannya dilakukan dengan bantuan orang lain melalui sebuah organisasi. Artinya, tujuan didirikannya organisasi adalah agar sekelompok manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja lebih mudah mencapai tujuannya ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri.13

Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa hampir semua manusia itu sangat membutuhkan organisasi. Secara lebih rinci tujuan seseorang masuk dalam organisasi antara lain:

a. Kelompok dapat memberikan perlindungan sehingga seseorang memperoleh rasa aman dalam menyalurkan bakat dan minatnya, keinginan

12

Achmad Sobandi, op.cit, h. 10

13

(25)

16

untuk mendapatkan keadilan dan keinginan diakui anggota dalam suatu kelompok.

b. Kelompok dapat membantu seseorang untuk menghadapi kesulitan. c. Kelompok dapat memberikan prestige, status sosial dan pengakuan. d. Kelompok dapat memberikan dorongan dan semangat.14

e. Kelompok dapat memberikan bimbingan dan pengarahan dalam rangka meningkatkan prestasi seseorang.

f. Kelompok dapat memberikan kepuasan yang bersifat psikologis dan kepuasan sosial.15

B. Peran

1. Pengertian Peran

Pada tahun 1957 Merton menerbitkan artikel yang berjudul “Perangkat Peran (role-set): problem-problemdalam sosiologi” dalam The British Journal of Sociology. Artikel yang sama telah dicetak berulangkali baik di Amerika Serikat maupun di luar Amerika.16 Merton memulai analisanya dengan mendefinisikan status dan peran sebagaimana yang dibuat oleh Ralph Linton. Status berarti suatu posisi di dalam struktur sosial yang disertai dengan hak dan kewajibannya. Sedangkan peran berarti pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Menurut Linton, suatu masyarakat memiliki banyak status

14

Dr. Manahan P, op. cit, h. 25-26 15

Achmad Sobandi, op. cit, h. 11

16

(26)

yang disebutnya status-set. Oleh karena itu setiap individu juga memiliki banyak peranan dan disebutnya role-set.17

Merton berusaha mengembangkan konsep Linton itu dengan memperkenalkan pikiran bahwa setiap status bukan saja memiliki satu peran melainkan sejumlah peran. Dia menamakan peran-peran itu dengan perangkat peran role-set. Perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang yang memiliki status-status sosial khusus.18 Menurut Merton, setiap individu dalam masyarakat memiliki bermacam-macam status dan masing-masing status memiliki berbagai macam peran. Peran yang banyak itu dinamakan

role-set atau perangkat peran. Sedangkan status yang banyak itu dinamakannya perangkat-perangkat peran atau status-set.19

Artikel yang ditulisnya itu dikhususkan untuk menganalisa mekanisme sosial yang mengintegrasikan peran-peran yang banyak itu sehingga tidak terjadi konflik. Merton memusatkan analisanya pada struktur sosial dan menyelidiki elemen fungsional dan elemen-elemen disfungsional. Elemen fungsional berarti elemen-elemen-elemen-elemen yang menghindari terjadinya ketidakstabilan potensial (integrasi) di dalam diri orang yang mempunyai banyak peran itu. Sedangkan elemen disfungsional

17

Anthony Giddens, . The Constitution of Society, Citra Mentari Group 17 Malang , hal. 29

18

Janu Murdiamoko, op. cit, h. 40

19

(27)

18

adalah elemen-elemen yang sacara tidak sadar menciptakan ketidakstabilan (konflik) dalam diri orang yang banyak peran itu.20

Sebagai contoh adalah perangkat peran seorang mahasiswa perguruan tinggi. Seorang mahasiswa dalam perguruan tinggi mempunyai peranan yang berbeda-beda terhadap para dosen, mahasiswa-mahasiswa lain, pembimbing akademik, dekan, pegawai-pegawai dan lain-lain. Dalam hubungan-hubungan itu, terdapat kemungkinan yang berpotensi menjadikan suatu konflik. Namun demikian, Merton menyebutkan empat mekanisme yang bisa mengurangi konflik peranan itu.21

a. Pertama, intensitas keterlibatan dalam peran yang berbeda-beda.

b. Kedua, orang yang terlibat dalam role set bisa saja bersaing satu sama lain untuk memperoleh kekuasaan.

c. Ketiga, peran itu cukup terisolir sehingga sulit diamati oleh orang-orang yang berada dalam role set itu.

d. Keempat, tingkat konflik yang dialami oleh anggota-anggota yang berada dalam role set bisa diamati. Apabila menjadi jelas bahwa ada konflik, maka adalah tugas anggota-anggota role set untuk menyelesaikan konflik itu.22

Diskusi tentang role set memberikan ilustrasi tentang penekanan Merton kepada analisa elemen-elemen disfungsional dan alternatif-alternatif fungsional. Merton melihat tuntutan-tuntutan struktur sosial yang

20 Ibid

, h.47

21

Anthony Giddens, . The Constitution of Society, Citra Mentari Group 17 Malang , hal. 31

22

(28)

tidak kompatibel atau menyebabkan konflik dan kemudian mencari tahu alternatif-alternatif fungsional. Merton melihat role set sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantungan dan mencari tahu bagaimana keteraturan antara bagian-bagian itu agar dapat dipertahankan. C. Perjuangan Hak

1. Pengertian Perjuangan Hak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian dari memperjuangkan adalah berjuang untuk merebut sesuatu. Sedangkan memperjuangkan adalah memperebutkan sesuatu dengan menggunakan tenaga.23

Pengertian hak. Ketika lahir manusia secara hakiki telah mempunyai hak dan kewajiban. Tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam masyarakat. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban, penulis ingin memaparkan pengertian hak dan kewajiban. K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam pemikiran Romawi Kuno, kata ius-iurus (Latin: hak) hanya menunjukkan hukum dalam arti objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan undang-undang, aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti law, bukan right).

Pada akhir abad pertengahan ius dalam arti subjektif, bukan benda yang dimiliki seseorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu (right, bukan law). Akhirnya

23

(29)

20

hak pada saat itu merupakan hak yang subjektif yang merupakan pantulan dari hukum dalam arti objektif. Hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang sangat erat. Kewajiban dibagi atas dua macam, yaitu kewajiban sempurna yang selalu berkaitan dengan hak orang lain dan kewajiban tidak sempurna yang tidak terkait dengan hak orang lain. Kewajiban sempurna mempunyai dasar keadilan, sedangkan kewajiban tidak sempurna berdasarkan moral.

2. Bentuk-bentuk Perjuangan Hak a) Advokasi

1. Pengertian Advokasi

Edi Suharto dalam makalahnya “Filosofi dan Peran Advokasi Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat”, 2006 menulis bahwa istilah advokasi sangat lekat dalam proses hukum.24 Menurut bahasa Belanda, advokat atau advocateur berarti pengacara atau pembela, karenanya tidak heran advokasi sering dikaitkan dengan “kegiatan pembelaan kasus atau pembelaan di pengadilan”. Dalam bahasa Inggris, to Advicate tidak hanya berarti to defend

(membela), melainkan pula to promote (mengemukakan atau memanjukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan).25

Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam pengantar buku “Pedoman Advokasi”, 2005 mengutip Webster’s new collegiate

24

Edi Suharto, Filosofi dan Peran Advokasi, Pusat Kajian Advokasi Pablik, 2006, Jakarta, hal. 3

25

(30)

dictionary, memberikan pengertian advokasi; tindakan atau protes untuk membela atau memberi dukungan. Dalam makna memberi pembelaan dan dukungan kepada kelompok masyarakat yang lemah itu advokasi digiatkan oleh individu, kelompok, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi rakyat yang mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah hak asasi manusia (HAM) lingkungan hidup, kemiskinan dan ketidakadilan.26

Menurut Mansour Faqih advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesak agar terjadinya suatu perubahan kebijakan publik secara bertahap (incremental). Dengan kata lain, advokasi bukanlah revolusi, tetapi lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui satuan dan perangkat demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku.27

Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian proses atau kampanye yang terencana atau terarah untuk mempengaruhi orang lain dan hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. Sedangkan menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai strategi terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukan suatu masalah atau (isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat keputusan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan membangun

26

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Pedoman Advokasi, pers, 2005, Jakarta, hal. 4-5

27

(31)

22

basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.28

Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokrasi yang kuat untuk membuat penguasa bertanggungjawab dan menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasan itu bekerja. Advokasi memusatkan perhatian kepada siapa yang mendapatkan masalah dalam masyarakat, seberapa banyak mereka mendapatkannya, siapa yang ditinggalkan, bagaiman uang rakyat yang dibelanjakan, bagaimana keputusan-keputusan itu dibuat, sebagaimana sejumlah orang dicegah untuk ikut serta dalam keputusan-keputusan itu, dan bagaimana informasi dibagikan atau disembunyikan.29

2. Jenis-jenis Advokasi

Berpijak pada literatur pekerjaan sosial, advokasi dapat dikelompokan dalam dua jenis, yaitu:

a. Advokasi kasus adalah kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya. Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik.

28

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Pedoman Advokasi, pers, 2005, Jakarta, hal. 6 29

(32)

Pekerja sosial berbicara, beragumentasi dan bernegosiasi atas nama klien individu. Karena, advokasi sering disebut juga sebagai advokasi klien (client advocacy).30

b. Advokasi kelas menunjukan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses-proses politik yang ditunjukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berkuasa. Pekerja sosial biasanya bertindak sebagai perwakilan organisasi, bukan sebagai seorang praktisi mandiri. Advokasi kelas umumnya dilakukan melalui kualisi kelompok dan organisasi lain yang memiliki agenda sejalan.31

b) Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh akademisi dan praktisi. Para ilmuan berusaha mengungkapkan secara jelas makna mediasi dalam literatur ilmiah melaui riset dan studi akademik. Istilah mediasi tidak mudah didefinisikan secara lengkap dan menyeluruh

30

Edi Suharto, op. cit, h.23

31

(33)

24

karena cakupannya cukup luas. Mediasi tidak memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses keputusan lainnya.32

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalan situasi konflik untuk mengkordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar .... bila tidak ada negosiasi ... maka tidak ada mediasi.33

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare

yang berarti berada di tengah-tengah. Maka ini menunjukan pada peran yang ditampilkan pada pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antar pihak. “Berada diantara tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa.34

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata mediasi berarti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.35

Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan.36

32

Syahrizal Abbas, Mediasi, Kencana Pranada Media Group, 2009, Jakarta, hal. 1

33

Nurnaningsih Amriani, MEDIASI (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan), PT Raja Grafindo Persada, 2011, Jakarta, hal. 28

34

Syahrizal Abbas, op. cit, h. 1- 2

35

Ibid, h. 2-3

36

(34)

Mediasi dapat berhasil baik jika para pihak mempunyai posisi tawar-menawar yang setara dan mereka masih menghargai hubungan baik antara mereka di masa depan.37

Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memiliki hak (imparsial) bekerjasama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.38

c) Konseling

1. Pengertian Konseling

Konseling atau penyuluhan (Counseling), bermakna menyeluruh, menerangi, melakukan konsultasi atau memberikan terapi, cenderung dilakukan secara face to face antara konselor atau penyuluh dengan konseler atau klien. Penyuluhan merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan itu sendiri yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi fasilitas yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien.39

Hubungan dalam penyuluhan bersifat interpersonal. Hubungan penyuluhan terjadi dalam bentuk wawancara secara tatap muka antara konselor dengan klien. Hubungan itu tidak hanya bersifat kongnitif dan

37

Nurnaningsih Amriani, op, cit, h. 29

38

Syahrizal Abbas, loc. cit, h. 5

39

(35)

26

dangkal, melainkan melibatkan semua unsur kepribadian dari kedua belah pihak yang meliputi pikiran, perasaan, pengalaman, nilai-nilai, kebutuhan, melainkan melibatkan semua unsur. Dalam proses penyuluhan kedua pihak hendaknya menunjukkan kepribadian yang asli. Hal ini dimungkinkan karena penyuluhan itu dilakukan secara pribadi. Penyuluhan sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan klien.40

Konseling berarti: kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang selaras dan integrasi berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.41

Dalam penelitian ini teori yang sesuai dengan peran ATKI adalah teori Merton yang memulai analisanya dengan mendefinisikan status dan peran sebagaimana yang dibuat oleh Ralph Linton. Status berarti suatu posisi di dalam struktur sosial yang disertai dengan hak dan kewajibannya. Sedangkan peran berarti pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Menurut Linton, suatu masyarakat memiliki banyak status yang disebut

status-set. Oleh karena itu setiap individu juga memiliki banyak peranan dan disebutnya role-set.

40

Ibid, h. 17-18

41

(36)
(37)

28 BAB III

GAMBARAN UMUM ATKI

A. Sejarah Terbentuknya ATKI

Pada awalnya berdirinya Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) bermula dengan sebuah kasus yang menimpa Eni Lestari, beliau bekerja pada sektor informal yang lebih dikenal dengan Pembantu Rumah Tangga (PRT), kasus yang menimpanya soal PT yang memberangkatkannya ke Hongkong, karena kesalahan tersebut banyak tempat yang dia datangi dalam hal ini KJRI yaitu tempat pengaduan yang disediakan pemerintah untuk pengaduan persoalan TKI. Banyak yang terjadi pada Eni Lestari tersebut beliau, sempat lama kasusnya tertunda dengan beberapa alasan.

Setelah 6 bulan berlalu LSM ASEAN, Asia Fasifik Mision For Migrants (APMM) dari Pilipina yang sedang menangani kasus yang sama. Mulai dari sana Eni Lestari mulai banyak berdiskusi dan sering pengalaman dengan LSM tersebut. Dari beberapa pendiskusian tersebut tercananglah organisasi yang mewadahi tentang persoalan buruh migran yang dikenal dengan ATKI-HK didirikan pada tanggal 1 Oktober 2000 di Hongkong SAR dan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di Hongkong dengan alamat di St. John’s Cathedral, 4 Garden Road, Central, Hongkong.

(38)

untuk kampanye dan advokasi atas persoalan-persoalan Buruh Migran Indonesia (BMI) telah menjadi gagasan bersama. Berikut ini adalah periodesasi pembangunan organisasi ATKI:

1. Periode Pra Pendirian 2006-2008

Pada fase sebelum 2006, upaya pembangunan organisasi massa TKI di dalam negeri pernah digagaskan oleh ATKI HK dan Gerakan Rakyat Indonesia (GRI). Gagasan tersebut direalisasikan dengan mengadakan kegiatan:

a. Workshop yaitu untuk melakukan penyusunan panduan pembangunan organisasi TKI yang diselenggarakan pada bulan Juni 2006. Workshop ini dihadiri oleh ATKI HK, INDIES, AGRA, FMN dan SPHP. Salah satu hasil dari workshop ini adalah berdirinya Keluarga Besar ATKI (KERABAT).

(39)

30

c. November 2007, konsolidasi diselenggarakan kembali sebagai tindak lanjut dari agenda yang telah dilangsungkan sebelumnya. Kali ini konsolidasi diselenggarakan di Salatiga, Jawa Tengah. Semenjak agenda November 2007 tersebut, praktis tidak ada pekerjaan-pekerjaan konkret yang dijalankan oleh tim kerja nasional, baik dalam aspek politik maupun organisasi. Kordinasi sempat dilakukan satu kali pasca konsolidasi ini namun secara programatik upaya apa yang akan menjadi pekerjaan pembangunan ormas buruh migran di Indonesia tidak terealisasikan.

2. Periode Pra Pendirian

Pada periode ini ATKI-HK memberikan penugasan kepada Retno Dewi (anggota ATKI-HK dan mantan TKI-HK) untuk bekerja di Jakarta sebagai petugas yang akan membangun ATKI di Indonesia. Retno Dewi kembali ke Indonesia pada tanggal 11 April 2008 dan langsung terlibat dalam kampanye massa menolak kenaikan BBM pada tanggal 23 April 2008 dan Mayday 2008 di Jakarta. Dalam dua momen ini nama ATKI-Indonesia sudah mulai menunjukkan eksistensinya.

3. Periode 2008-2009

(40)

Dalam periode ini, setelah memperoleh satu orang tenaga full timer

pekerjaan pembangunan organisasi buruh migran di Indonesia mulai mendapatkan perhatian yang jauh lebih serius. Beberapa program, meskipun belum tersusun secara sistematis telah mulai dijalankan. Mulai dari pendidikan, pembangunan organisasi, kampanye massa dan aliansi menjadi bagian dalam setiap pekerjaan yang dijalankan.

4. Periode 2009-2010

(41)

32

Masih di periode ini, pendidikan-pendidikan massa legal juga berjalan meskipun dengan intensitas yang masih minim. Beberapa materi diskusi seperti tentang overcharging, tentang asuransi serta analisa perkembangan isu migran nasional dan internasional sempat menjadi agenda diskusi.

Kampanye massa dan propaganda massa juga mengalami peningkatan yang signifikan. Meskipun belum pernah menerbitkan sebuah media propaganda yang regular, namun beberapa kali tulisan ATKI-Indonesia dimuat di media cetak termasuk talkshow dengan radio-radio di Jakarta. Secara khusus, kampanye massa semakin meningkat kuantitasnya, tercatat 18 kali kampanye massa diselenggarakan oleh ATKI-Indonesia selama periode ini, dengan 8 kampanye massa mengangkat isu sektoral buruh migran.

Pekerjaan lain yang juga berkembang adalah tentang advokasi atau penanganan kasus yang dihadapi oleh BMI. Di akhir tahun 2009 beberapa kasus tentang asuransi telah ditangani oleh ATKI-Indonesia dan berhasil dimenangkan, sehingga keluarga korban mendapatkan hak atas klaim asuransi tersebut.

5. Pada Awal Tahun 2010

(42)

B. Visi, Missi ATKI

Tujuan ATKI yaitu berjuang untuk menegakkan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak buruh migran Indonesia khususnya dan buruh migran di seluruh dunia. Untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, ATKI melakukan pendidikan untuk membangkitkan kesadaran, menggerakkan emansipasi dan mengorganisasikan perjuangan buruh-buruh migran Indonesia.

ATKI berpegang pada prinsip kemandirian, kebebasan inisiatif, pengakuan atas persamaan dan persatuan dalam perjuangan. Untuk menopang tugas dan tanggungjawab organisasinya, melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi-organisasi massa buruh migran, organisasi-organisasi buruh, petani, pemuda-mahasiswa, dalam prinsip persatuan, kebebasan dalam inisiatif dan kemerdekaan dalam berpolitik.

C. Struktur Organisasi

Stuktur organisasi ATKI tidak jauh berbeda dengan oganisasi massa yang lain seperti, HMI, Muhammadiyah, NU atau yang lain, ada pimpinan pusat, cabang, dan ranting. Bagan yang digunakan masih sama yaitu ketua umum, sekjen, sekretaris, bendahara dan bidang-bidang yang lain.

D. Pesebaran Anggota ATKI

(43)

34

KEANGGOTAAN ATKI – MACAU PERIODE 2009-2010 (terdapat dilampiran)

E. Program dan Kegiatan ATKI

Program kerja ATKI terbagi dalam dua wilayah yaitu wilayah politik dan wilayah organisasi.

1. Pekerjaan Politik

a. Pendidikan massaseperti seminar, diskusi dan penyuluhan.

b. Propaganda massa, adalah me-launching rilis-rilis ke media terkait dengan statemen atau pernyataan sikap organisasi.

c. Kampanye massa dan aliansi. d. Investigasi dan analisis. 2. Pekerjaan Organisasi

a. Pembangunan organisasi massa tingkat ranting. b. Advokasi kasus TKI.

c. Rekrutmen atau penambahan anggota. Anggota dan kontak yang dimiliki saat ini berjumlah 27 orang dan tersebar di lima kabupaten dengan tingkat perkembangan yang masih timpang. Pekerjaan konsolidasi menjadi sebuah kebutuhan untuk memecahkan problem ketimpangan tersebut.

d. Administrasi organisasi.

(44)
(45)

36 BAB IV

PERAN ASOSIASI TENAGA KERJA INDONESIA (CAPTA INDONESIA) DALAM MEMPERJUANGAKAN HAK TKI

A. Advokasi

Dari hasil penelitian bab 4 dapat dianalisa mengenai peran ATKI dalam memperjuangkan hak TKI, seperti dalam teori Merton yang memulai analisanya dengan mendefinisikan status dan peran sebagaimana yang dibuat oleh Ralph Linton. Status berarti suatu posisi di dalam struktur sosial yang disertai dengan hak dan kewajibannya. Sedangkan peran berarti pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Menurut Linton, suatu masyarakat memiliki banyak status yang disebutnya status-set. Oleh karena itu setiap individu juga memiliki banyak peranan, disebutnya role-set.

Banyak lembaga-lembaga yang sangat merespon terhadap permasalahan TKI, seperti Migran Care, SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) dan banyak lagi. Mereka mempunyai peran masing-masing dalam menangani permasalahan yang dihadapi TKI.

Peran ATKI sebagai organisasi yang memperjuangkan hak TKI melalui program politik dan organisasinya, bagaimana mereka menangani kasus yang dihadapi seperti yang ada dalam tabel berikut:

(46)

2 Perampas kasus untuk menganalisa peran ATKI dalam meperjuangan hak TKI:

Kasus Pertama:

Nama : Siti Maemunah

(47)

38

Jenis kasus : Mandatory saving1

Kasus yang menimpa Siti Maemunah Kronologis kasus

“Saya (Siti Maemunah), diberangkatkan dari PT. Indonesia Sukses Abadi [ISA] yang beralamat di Jln. Kemuning Raya No. 18A.

Sebelum saya diberangkatkan ke Taiwan, saya dipaksa membuat surat pernyataan dan harus tanda tangan bermaterei di atasnya. Saya pernah menghubungi Bank China Trust di Taiwan sebelum saya pulang ke Indonesia, jumlah tabungan saya berkisar Rp.10.600.000,- kalau dirupiahkan, akan tetapi ketika saya datang ke Bank China Trust di Indonesia untuk mengambil uang tabungan, saya hanya mendapat uang tabungan sebesar Rp.4.600.000,- dan uang sebesar Rp.6.000.000,- lainnya telah diambil PT. ISA pada tanggal 10 November 2010. Padahal saya telah menabung sebesar NT.30.000,-/bulan selama saya di Taiwan.

Saya tidak pernah dengan suka rela menyerahkan sebagian atau seluruh uang saya kepada PT. ISA, tabungan adalah milik pribadi dan tidak bisa diganggu gugat ataupun dialihkan. Apalagi saya membuat pernyataan surat kuasa untuk PT.ISA dalam kondisi tertekan karena saya tidak akan diberangkatkan apabila tidak membuatnya. Dan surat itu sangat merugikan buat saya.

Saya menuntut hak-hak saya yang seharusnya sudah menjadi milik saya sepenuhnya. Karena tidak seharusnya PT. Indonesia Sukses Abadi [ISA] merampas tabungan saya dengan dalih apapun.

Demikian kronologi ini saya buat sebagai bahan pelaporan kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia”.

Penanganan kasus :

Awal kasus ini dilaporkan kepada ATKI. Mula-mula kasus yang sudah ada dipelajari siapa yang seharusnya mempertanggung jawabkan dan dapat ditanyai informasi mengenai kasus ini, setelah tim advokasi mempelajari kasus tersebut lalu dirapatkan dengan tim yang lain seperti tim lobi, tim media massa, inti kasus tersebut atau yang bermasalah dalam kasus tersebut yaitu antara pelapor dan PT yang memberangkatkannya, dalam kasus ini PT tersebut bernama PT. Indonesia Sukses Abadi [ISA].

1

(48)

Ketenagakerjaan untuk membantu berdialog dengan staf ahli PT tersebut dan menceritakan serta mempertanyakan bagaimana bisa menyepakati perjanjian yang tidak dimengeti oleh TKI tersebut.

Dalam kasus ini ATKI hanya berperan sebagai pendamping dan mencari jalan keluar bagi TKI yang bersangkutan.

Proses dalam menangani kasus ini tidak berlangsung terlalu lama dikarnakan PT. Indonesia Sukses Abadi [ISA] lebih mudah untuk diajak berdilog dalam masalah ini, selain itu PT. ISA mereka menganggap bahwa persoalan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan selain itu image PT tersebut baik di mata warga sekitar dan dihadapan Kementrian Ketenagakerjaan kasus ini selesai sekitar satu bulanan.

Metode advokasi yang digunakan dalam kasus ini yaitu advokasi kasus. Hasil penanganan kasus:

Hasil akhir dari kasus ini yaitu PT siap mengembalikan gaji kepada Siti Maemunah secara penuh dan PT tersebut diberi SK khusus dari Menteri Ketenagakerjaan dan kasus ini dipublikasikan melalui media cetak.

Kasus Kedua:

Nama : Sri Suhartini

Tempat Tanggal Lahir: Kendal, 01 Januari 1979 No.Passport : AL 078861

Alamat : Tosari, Rt. 03 Rw. 05, Kec. Brangsong Kab. Kendal, Semarang, Jawa Tengah.

(49)

40

Kronologis kasus:

“Saya (Sri Suhartini), berangkat ke Hongkong pada tanggal 16 Januari 2008 melalui PT. Forward Global yang beralamat di Jln. Kayu Besar Dalam No. 18A Cengkareng Jakarta Barat. Telp. [021] 55963468. Bekerja di Hongkong sebagai PLRT. Pada tanggal 21 Desember 2010 saya pulang ke Indonesia. Sebelum Saya berangkat ke Hongkong, saya dipaksa menyalin surat pernyataan yang dicontohkan oleh pihak PT dan harus ditandatangani di atas materei yang menyatakan bahwa saya telah memberi kuasa kepada PT Forward Global atas tabungan saya di Bank China Trust, karena saya telah diberi fasilitas makan yang enak dan mencukupi, tidur yang nyenyak dan lain-lain. Kemudian saya hanya bisa mengambil Rp.2.000.000,- [dua juta rupiah] dari besar uang tabungan saya yang berjumlah, NT. 30.000 [+/- Rp.9.000.000], padahal sebenarnya saya tidak mendapatkan fasilitas yang layak, baik dan mencukupi selama di BLK seperti yang dicantumkan oleh PT Forward Global pada surat pernyataan tersebut.

Saya pernah mengadu ke KBRI akan tetapi tidak ada tanggapan sama sekali. Kemudian saya menelpon pihak Bank China Trust dimana saya menabung di Hongkong dan di Indonesia, mereka [pihak Bank] menyatakan bahwa semua tabungan sudah diambil oleh PT. Forward Global dan sisa tabungan saya hanya bisa diambil di PT. Saya juga sudah menghubungi pihak PT. Forward Global akan tetapi mereka tidak mau mengembalikan semua tabungan saya.

(50)

dan ditanyakan pada pemerintahan setempat, baru diketahui bahwa itu adalah tempat penampungan pada pemberangakatan TKI.

Dalam kasus ini ATKI mula-mula mendatangi kantor Menteri Ketenagakerjaan. Di sana ATKI menanyakan izin berdirinya PT tersebut selain itu meminta surat izin untuk melakukan dialog dengan pengurus PT tersebut. ATKI meminta perwakilan dari Kementrian Tenagakerja untuk ikut serta dalam dialog tersebut, pada saat itu ATKI dan bapak Daud Iskandar sebagai staf perlindungan TKI mencoba untuk menyelesaikan kasus ini.

Dalam dialog ini ada beberapa pertanyaan yang menyangkut kasus tersebut dan sedikitnya mengenai keterlambatan pengiriman TKI ke negara penempatan. Dalam dialog ini PT Forward Global menyatakan tidak melakukan penipuan terhadap ibu Siti tapi menurut bukti yang didapat dari hasil pendiskusian dengan kementrian yaitu tidak ada peraturan mengenai tabungan wajib bagi TKI. Inilah yang menjadi dasar mengapa kasus ini akhirnya berhasil dimenangkan dan dibuatlah MOU diantara dua belah pihak. Yang membedakan kasus ini dan kasus pertama yaitu ATKI terjun langsung menangani kasus ini.

Metode advokasi yang digunakan pada kasus ini adalah advokasi kasus. Hasil penanganan kasus :

Kasus ini berkahir dengan PT Forward Global mengembalikan uang milik ibu Sri secara utuh.

(51)

42

PT. Indonesia Sukses Abadi [ISA] perizinan untuk melakukan dialog sangat mudah dibandingkan dengan PT. Forward Global. Dalam kedua kasus di atas mengunakan jenis advokasi kasus. Advokasi kasus adalah kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayanan sosial yang telah menjadi haknya. Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Pekerja sosial berbicara, beragumentasi dan bernegosiasi atas nama klien individu. Karena, advokasi sering disebut pula sebagai advokasi klien (client advocacy).

Kasus ketiga:

Nama : Tinniyah

Alamat : Desa Guluk-guluk Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep Jenis kasus : Kematian dan jaminan asuransi

Minggu, 02 Januari 2010 Oleh Divisi Advokasi dan kebijakan Asosiasi Tenaga kerja Indonesia ATKI.

“Tinniyah (27 Thn) anak dari pasangan Bapak Ali Wafa dan Ibu Fatimah asal Desa Guluk-guluk Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep, dia memiliki satu saudara bernama Muazzamah. Tinniyah memiliki satu anak bernama Alfi (11 Thn), Tinniyah cerai dengan suaminya dan anaknya ikut suaminya. Perceraian terjadi sebelum Tinniyah berangkat ke Riyardh.

Tinniyah berangkat ke Riyard dengan menggunakan jasa PJTKI Masavar Intisar yang beralamat Jln. Otistaraya No 64 Jakarta Timur.

Tinniyah berangkat dari rumahnya pada tanggal 22 Syawal 1432 H tepatnya 30 Oktober 2010 M. Dia berangkat melalui H.Suhil dari kampung dan di Jakarta di terima oleh H.Homzin.

(52)

korban mengalami serangan jantung di Riyadh sehingga merenggut nyawa Tinniyah, namun menurut keluarga Tinniyah sebelum berangkat dia tidak memiliki penyakit jantung dan keluarga masih bingung untuk melakukan langkah-langkah terhadap kasus yang menimpa almarhumah Tinniyah karena beberapa data penting tidak ada di pahak keluarga temasuk hasil visum.” Penanganan kasus:

Mula-mula ATKI melakukan investigasi. Melakukan Pendekatan secara kultural terhadap keluarga untuk bisa meminta hak–hak korban terhadap PJTKI yang memberangkatkan Tinniyah ke Riyad (namun belum ada keputusan dari keluarga). Keluarga Tinniyah mendesak Disnaker Sumenep memenuhi hak-hak Tiniyah sehingga Disnaker mempunyai perhatian khusus terhadap kasus ini.

Dugaan sementara korban tidak meninggal karena penyakit jantung, alasannya kalau korban meninggal karena penyakit jantung maka tidak mungkin keluarga hanya diberikan waktu yang sangat sebentar untuk melihat jenazah almarhumah Tinniyah. Dan tidak masuk akal karena pembawa jenazah juga mengintruksikan jenazah segera dikubur secepatnya.

Memperkuat dugaan sementara bahwa almarhumah Tinniyah tidak meninggal karena penyakit jantung adalah sampai saat ini pihak keluarga tidak mendapatkan hasil visumnya.

Banyak kejanggalan dalam kasus tersebut mulai dari PJTKI yang memberangkatkan, dan hasil visum yang tidak diperlihatakan pada keluarga yang bersangkutan. Dalam kasus ini ATKI juga berkerjasama dengan lembaga-lembaga pemerhati TKI.

(53)

44

hukum pidana maka ATKI mencoba untuk bekerjasama dengan LBH dalam menangani kasus tersebut. Kasus ini sangat sulit ditangani sehingga sampai saat ini kasus Tinniyah belum juga terselesaikan karena banyak hal yang ditutupi oleh PJTKI yang bersangkutan. Selain itu PJTKI mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara PJTKI dengan kasus kematian Tinniyah.

Metode advokasi adalah advokasi kasus. Hasil penanganan kasus:

Dalam kasus Tinniyah ATKI belum dapat menangani secara maksimal dikarenakan sangat sulit untuk mengungkap kasus ini, karena kasus ini termasuk kasus pidana maka harus ada peroses untuk mencari bukti dan dalam kasus ini hasil akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan, apakah PJTKI yang memberangakatkan Tinniyah memang lalai dalam mempertanggungjawabkan TKI yang mereka berangkatkan atau tidak.

Untuk kasus Tinniyah ada beberapa kekhususan peran ATKI dalam memperoses kasus tersebut mulai awal kasus ini diadukan. Pertama ATKI melakukan penyelidikan dan mencari penyebab kematian Tinniyah, selain itu dalam kasus ini banyak terjadi kejanggalan yang mempersulit penyelesain kasus ini. Kasus ini berlajut kepada kasus pidana yang melibatkan bantuan hukum.

Dalam kasus ini ATKI belum tuntas menyelesaikan sampai akhir karena akhir dari kasus ini melalui pengadilan.

Mengapa ATKI belum mampu menyeleasikan kasus Tinniyah:

(54)

kasus.

Peran yang dominan yang dilakukan ATKI yaitu melakukan pendampingan, dan menjadi tim mediasi dalam beberapa dialog dengan beberapa PT. Untuk kasus kematian ATKI berperan sebagai investigator kasus agar kasus ini dapat dibawa kejalur hukum.

Dari beberapa kasus yang ditangani oleh ATKI jenis advokasi yang digunakan adalah advokasi kasus yaitu kegiatan yang dilakukan seorang pekerja sosial untuk membantu klien agar mampu menjangkau sumber atau pelayan sosial yang telah menjadi haknya. Alasannya terjadi diskriminasi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga, dunia bisnis atau kelompok profesional terhadap klien dan klien sendiri tidak mampu merespon situasi tersebut dengan baik. Pekerja sosial berbicara, beragumentasi dan bernegosiasi atas nama klien individu. Karena, advokasi sering disebut juga sebagai advokasi klien (client advocacy).

Selain itu teori advokasi Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai strategi terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukan suatu masalah atau (isu) ke dalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat keputusan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hal ini analisa masalah tidak akan terlepas dari teori tersebut.

(55)

46

B. Mediasi

Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memiliki hak (imparsial)

bekerjasama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Dari pengertian dan teori yang dikemukakan oleh Garry, dapat kita analisa bahwa peran ATKI dalam melakukan mediasi terhadap kasus-kasus yang ada dalam ketiga kasus yang ditangani ATKI hampir semua menggunakan jalan mediasi.

Seperti hasil wawancara penulis dengan Retno Dewi sebagai berikut: “Sebenarnya mbak kami juga melakukan dialog dengan Menteri Ketenagakerjaan mengenai persoalan negara-negara yang dijadikan ajang pengiriman TKI, atau yang sering disebut negara penempatan TKI dan baru-baru saja kami dari ATKI dan kawan LSM lainnya berdialog dengan Menteri mengenai kasus hukuman pancung untuk para TKI yang berada di Arab Saudi”.

Dan dari hasil wawancara tersebut menyatakan bahwa ATKI selalu mengadakan dialog dengan semua pihak pemerhati, TKI, dan para pejabat pemerintahan mengenai nasib yang dialami oleh para TKI. Selain itu mediasi ini selalu menjadi alat utama untuk memproses kasus yang dilaporkan. Berikut hasil wawancara:

“Kami ATKI dalam menangani kasus, lebih banyak berperan sebagai penengah antara dua belah pihak. Kami selalu mencoba memfasilitasi semua kebutuhan untuk berdialog sehingga kedua belah pihak tidak terjadi saling tuduh dalam artian konflik mbak”.

(56)

Menteri Ketenagakerjaan mengenai nasip ke 20 TKI yang terancam dihukum pancung.

“kami yakin dengan jalan mediasi lebih efektif untuk membicarakan persoalan yang dihadapi TKI, tapi mbak kami tidak hanya melakukan mediasi, kami juga melakukan demonstrasi untuk mengkampanyekan hak TKI, walaupun cara demonstrasi tidak telalu didengarkan karena dianggap hanya sebuah isu”.

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalan situasi konflik untuk mengkordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar .... bila tidak ada negosiasi ... maka tidak ada mediasi.2

Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan.

C. Konseling

Konseling atau penyuluhan (Counseling), bermakna menyeluruh, menerangi, melakukan konsultasi atau memberikan terapi, cenderung dilakukan secara face to face antara konselor atau penyuluh dengan konseler atau klien. Penyuluhan merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan itu sendiri yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.

2

(57)

48

Tugas konselor adalah menciptakan kondisi fasilitas yang diperlukan bagi pertumbuahan dan perkembangan klien.

Dalam visi dan missi ATKI sudah dapat menjawab bagaimana konseling itu sendiri. Tujuan ATKI yaitu berjuang untuk menegakkan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak buruh migran Indonesia khususnya dan buruh migran di seluruh dunia. Untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, ATKI melakukan pendidikan untuk membangkitkan kesadaran, menggerakkan emansipasi, dan mengorganisasikan perjuangan buruh-buruh migran Indonesia.

ATKI berpegang pada prinsip kemandirian, kebebasan inisiatif, pengakuan atas persamaan, dan persatuan dalam perjuangan. Untuk menopang tugas dan tanggungjawab organisasinya, melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi-organisasi massa buruh migran, organisasi-organisasi-organisasi-organisasi buruh, petani, pemuda-mahasiswa, dalam prinsip persatuan, kebebasan dalam inisiatif dan kemerdekaan dalam berpolitik.

ATKI sebagai organisasi adalah membantu para TKI untuk berani mempelajari bagaimana kita bekerja dan Undang-undang apa yang berlaku dalam negara tersebut. ATKI sebenarnya sudah tertuang pada program kerja ATKI, menurut hasil wawancara dengan infornan perogram atau pekerjaan ATKI dalam bidang politik, pekerjaan politik dari ATKI ini secara umum menunjukan pola pikir dari TKI tersebut bahwa apabila ingin berkerja di luar itu harus memahami bagaimana perlindungan negara kita terkait masalah TKI.

(58)

ATKI jung mempunyai desa binaan desa yang dipilih adalah desa yang banyak sekali dijadikan lahan pencarian TKI, mereka rutin dalam sebulan sekali mengadakan penyuluhan mengenai kebijakan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan warga negaranya yang sedang bekerja, tidak hanya itu mereka juga membantu keluarga TKI dalam segi informasi bagaimana keadaan kerabat mereka di negara tersebut.

ATKI tidak hanya memberikan penyuluhan bahkan mereka diberikan pendidikan mengenai hak mereka seperti wawancara berikut:

“Kami juga selalu mencoba untuk membuat pendidikan khusus untuk mereka melalui seminar, temu warga dan workshop, kami berharap dalam pendidikan ini mereka sekurang-kurangnya memahami bagaimana UUD yang berlaku untuk TKI”.

Pada tahun 2011 pada bulan Mei ATKI mengadakan seminar internasional mengenai pandangan PBB dalam menyikapi persoalan Buruh Migran.

Selain itu ATKI sebagai wadah untuk mempelajari kebijakan dan keputusan pemerintah menyangkut masalah TKI, ATKI kerap terlibat dalam aksi massa yang sering kita sebut demonstarsi dalam aksi mereka menyuarakan apa yang menjadi hak dasar TKI.

Dari ketiga bentuk perjuangan hak di atas yang paling dominan adalah advokasi dapat dilihat intensitas masuknya kasus, karena hampir dalam setahun jumlah yang mengadu semakin banyak dengan kasus yang beda-beda seperti hasil wawancara:

(59)

50

Dalam hasil analisa mengenai advokasi kelas yaitu advokasi kelas menunjukan pada kegiatan-kegiatan atas nama kelas atau sekelompok orang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dalam menjangkau sumber atau memperoleh kesempatan-kesempatan. Fokus advokasi kelas adalah mempengaruhi atau melakukan perubahan-perubahan hukum dan kebijakan publik pada tingkat lokal maupun nasional. Advokasi kelas melibatkan proses-proses politik yang ditunjukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah yang berkuasa.

Gambar

Tabel 3.1 Hongkong memiliki anggota sekitar 137 anggota
DAFTAR KEANGGOTAAN ATKI Tabel 3.3 – MACAU

Referensi

Dokumen terkait

Jalur kereta api Kunming-Singapura dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi (Djankov, 2016). Negara- negara Asia Tenggara pasalnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pegawai PPPPTK Bisnis dan Pariwisata telah bekerja dengan baik namun masih dijumpai beberapa pegawai yang kinerjanya masih

sama dengan aspek lainnya! &isalnya bahan pangan, maka jumlah kal%ri yang dibutuhkan se$ara layak antara negara yang satu dengan negara yang

Kesalahan konsep ini akan berakibat ratai, sebab untuk seterusnya murid akan memiliki persepsi yang keliru terhadap konsep-konsep tersebut. Meskipun guru memberikan

Dengan informasi sampai September, penjualan barang dari perusahaan besar melambat di bulan September ke tingkat tahunan sebesar 4,2% (6,4% pada bulan Agustus),

Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan: pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan

Dengan minat memilih ( Intention to Choose ) se- bagai variabel intervening, di mana terdapat korelasi antara Perceived Desirability, Perceived feasibility,