TESIS
HEMATOLOGICAL SCORING SYSTEM (HSS) SEBAGAI ALAT UJI DIAGNOSTIK DINI SEPSIS PADA NEONATUS
FATHIA MEIRINA
097103007 /IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian :Hematological scoring system(HSS) sebagaialat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus
Nama : FATHIA MEIRINA
Nomor Induk Mahasiswa : 097103007
Program Magister : Magister Klinis
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. dr. Hj.Bidasari Lubis, SpA(K)
Ketua
dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K)
Anggota
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
Tanggal Lulus: 17 Januari 2014
PERNYATAAN
HEMATOLOGICAL SCORING SYSTEM (HSS)
SEBAGAIALAT UJI DIAGNOSTIK DINI SEPSIS PADA NEONATUS
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 10 September 2013
Telah diuji pada
Tanggal: 17 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: Prof. dr. Hj.Bidasari Lubis, SpA(K) ………
Anggota: 1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………
2. dr. Hj. Lily Irsa, SpA(K) ………
3.dr. Tina C. L. Tobing, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan
Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) dan dr. Hj.
Tiangsa Sembiring, SpA(K) yang telah memberikan bimbingan,
bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan
2. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) sebagai Kepala Divisi
Neonatologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan
penyelesaian tesis ini.
4. dr. Hj. Lily Irsa, SpA(K), dr. Tina C. L. Tobing, SpA(K), Prof. dr.
Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, dan dr. Muhammad Ali, SpA(K)
yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
5. dr. Nelly Rosdiana, SpA(K), dr. Selvi Nafianti, SpA(K), dr. Olga
Rasiyanti Siregar, MKed(ped), SpA, dr. Emil Azlin, SpA(K), dr. Pertin
Sianturi, SpA(K), dr. Bugis Mardina Lubis, SpA(K), dan dr. Beby
Syofiani Hasibuan, Mked(ped), SpA yang telah memberikan bantuan
dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
6. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU yang
telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /
memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan tesis ini.
8. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah
membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian
tesis ini, dr. Rezqi Muliani, dr. Yasmin, dr. Yuli Safitri, dr. Paulina K.
Bangun, Rezqi Fah Rany Nasution S.si dan teman PPDS Ilmu
Kesehatan Anak yang lain terimakasih untuk kebersamaan kita dalam
menjalani pendidikan selama ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta
penulisan tesis saya ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya dr. H. T.
Bachtiar Panjaitan, SpPD dan dr. Hj. Nurhayati Hamid, SpA, mertua saya drg.
H. Asmulian Dwi Djaya dan drg. Hj. Wan Fauziah, dan ayah mertua Prof.dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) atas do’a serta dukungan moril dan materil
kepada saya yang tidak pernah putus. Terima kasih yang sangat besar saya
sampaikan kepada suami saya tercinta dr. Fauriski Febrian Prapiska yang
dengan segala pengertian dan bantuannya baik moril maupun materil
membuat saya mampu menyelesaikan tesis ini, demikian juga buat
anak-anak tercinta Fakhirah Izzati Fauriski dan Falihah Izzati Fauriski, juga buat
kakak-kakak Maulidina, SP, MM, Dini Yulia, SKM, MARS, dr. Rachma
Citra Dwi Fauriska, S.Psi, dan dr. Ratna Tri Riskiana yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan, serta membantu selama mengikuti pendidikan
ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah
SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 10 September 2013
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Pembimbing ii
Lembar Pernyataan iii
Ucapan Terima Kasih v
Daftar Isi ix
Abstrak xvi
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1. Tujuan Umum... 3
1.4.2. Tujuan Khusus ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sepsis ... 4
2.2 Etiologi Sepsis ... 6
2.3 Patofisiologi Sepsis ... 7
2.3.1. Hematopoesis Normal ... 7
2.3.2. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Sepsis ... 9
2.3.3. Perubahan Sistem Hematologi Pada Keadaan Sepsis .... 11
2.4 Faktor Risiko Sepsis...12
2.5 Manifestasi Klinis Sepsis...14
2.6 Diagnosis Sepsis...15
2.6.1. Penanda Sepsis ... 16
2.6.2. Alat Uji Diagnostik Hematological Scoring System(HSS)..18
2.8 Kerangka Konseptual ... 22
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain ... 23
3.2 Tempat dan Waktu ... 23
3.3 Populasi dan Sampel ... 23
3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 23
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 24
3.5.1. Kriteria Inklusi... 24
3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 24
3.6 Persetujuan / Informed consent ... 25
3.7 Etika Penelitian ... 25
3.9 Identifikasi Variabel ... 29
3.10 Definisi Operasional ... 30
3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 32
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 34
BAB 5. PEMBAHASAN ... 42
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
6.1. Kesimpulan ... 51
6.2. Saran ... 51
Ringkasan ... 52
Daftar Pustaka ... 56
Lampiran 1. Personil Penelitian ... 59
2. Biaya Penelitian ... 59
3. Jadwal Penelitian ... 60
4. Lembar Penjelasan kepada Orang Tua ... 61
5. Persetujuan Setelah Penjelasan ... 63
6. Data Pasien ... 64
7. Tabel skor Hematological scoring system (HSS) ... 65
8. Riwayat Hidup...66
9. Persetujuan Komite Etik ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.1. The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences 5 Tabel 2.6.2.1 Hematological Scoring System (HSS) 21
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 34
Tabel 4.2. Skor HSS pada neonatus terbukti sepsis 36
Tabel 4.3. Gambaran parameter hematologi 37
Tabel 4.4. Hematological Scoring System (HSS) 38 Tabel 4.5. Skor HSS, CRP, dan prokalsitonin terhadap kultur darah 39 Tabel.4.6. CRP dan prokalsitonin terhadap skor HSS 4 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3.1.1 Sistem Hematopoesis 8
Gambar 2.8.1 Kerangka Konseptual 22
Gambar 4.1. Kurva ROC skor HSS 4 40
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
WHO : World Health Organisation
PCT : Prokalsitonin
CRP : C Reaktif protein
% : Persen
HSS : Hematological scoring system
SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome
ISDC : The International Sepsis Definition Conferences
MRSA : Methicillin resistant Staphylococcus aureus
CSF : Colony stimulating factor
IL : Interleukin
GM-CSF : Granulocyte macrophage colony stimulating factor
M-CSF : Macrophage colony stimulating factor
G-CSF : Granulocyte colony stimulating factor
TLR : Toll-like receptor
PAMP : Pathogen associated molecular patterns
LBP : Lipo binding protein
E.coli : Entamoeba Coli
INF-ɤ : Interferon gamma
TNF-α : Tumor necrosis factor-alpha
PMN : Polimorfonuklear
I:T : rasio imatur ke total
I:M : rasio imatur ke matur
RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik
SGB : Streptoccocus Grup B
AUC : Area under curve
PT : Prothrombine time
aPTT : Partial Thomboplastin time
BBLR : Berat bayi lahir rendah
BBLSR : Berat bayi lahir sangat rendah
µl : mikro liter
mg/dL : milligram/desiliter
mm3 : millimeter kubik
SPSS : Statistical Package for Social Science
NDN : Nilai duga negatif
NDP : Nilai duga positif
ROC : Receiver operating curve
Pseudomonas sp : Pseudomonas species
Klebsiella sp : Klebsiella species
IK : Interval kepercayaan
Enterobacter sp : Enterobacter species
S Epidermidis : Staphylococcus epidermidis
n : jumlah subyek
Z : nilai baku normal
P : proporsi kejadian sepsis neonatus
kDa : Kilo Dalton
ABSTRAK
Latar belakang. Sepsis penyebab kematian utama pada bayi sekitar 30% - 50% di negara berkembang. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas, namun memerlukan waktu beberapa hari dan biaya mahal.
Hematological scoring system (HSS) yang terdiri dari parameter hematologi
(leukosit, polimorfonuklear (PMN), dan trombosit) dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus.
Tujuan. Untuk menentukan apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonates.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode
consecutive sampling. 40 neonatus tersangka sepsis di unit neonatologi
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, kultur darah dan sediaan hapusan darah tepi. Parameter hematologi dianalisa dengan HSS yang diformulasikan oleh Rodwell, dkk. Parameter hematologi terdiri dari total leukosit, total PMN, total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif, dan total trombosit. Nilai total menunjukkan skor HSS. Penelitian ini menggunakan tes uji diagnostik. Analisa statistik dengan menggunakan program komputer.
Hasil. Dari 40 neonatus, 10 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Penggunaan penilaian HSS, skor ≥ 4 mempunyai sensitivitas 80%, spesifisitas 90%, dengan nilai duga positif 73% dan nilai duga negatif 93%. dengan kurva ROC menunjukkan cut off point 0.902 (95%IK 0.803-0.1).
Kesimpulan. Skor HSS ≥ 4 dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.
ABSTRACT
Background. Sepsis was the leading cause of death in babies by 30%-50% in developing countries. Early diagnosis of neonatal sepsis was still a difficult problem because of clinical features were not specific. Blood culture was the gold standard, but it took several days and expensive. The hematological scoring system (HSS) consist of hematologic parameters (leucocyte, polymorphonuclear (PMN), degenerative changes, and platelet count) for early diagnosis of neonatal sepsis.
Objective. To determine whether HSS could be used as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.
Methods. A cross sectional study was conducted in March to Juny 2013. Samples were collected by consecutive sampling. Fourty neonates suspected sepsis in neonatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, blood culture, peripheral blood smear. Each hematologic parameters were analysed using the HSS of Rodwell et al. The hematologic parameters were total leucocyte count, total PMN, total PMN immature, ratio PMN I:T, ratio PMN I:M, degenerative changes, and platelet count. The total value reveal score HSS. Diagnostic test was used in this study. Statistical analyses were conducted with computerized software.
Results. Ten of fourty neonates had sepsis based on blood culture. Using the values HSS, score ≥ 4 had sensitivity 80%, specificity 90%, with positive predictive value 73%, negative predictive value 93% and P<0.001, ROC curve showed cut off point 0.902 (95% CI 0.803-0.1).
Conclusion. Score HSS ≥ 4 can be use as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.
ABSTRAK
Latar belakang. Sepsis penyebab kematian utama pada bayi sekitar 30% - 50% di negara berkembang. Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas, namun memerlukan waktu beberapa hari dan biaya mahal.
Hematological scoring system (HSS) yang terdiri dari parameter hematologi
(leukosit, polimorfonuklear (PMN), dan trombosit) dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis pada neonatus.
Tujuan. Untuk menentukan apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonates.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode
consecutive sampling. 40 neonatus tersangka sepsis di unit neonatologi
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, kultur darah dan sediaan hapusan darah tepi. Parameter hematologi dianalisa dengan HSS yang diformulasikan oleh Rodwell, dkk. Parameter hematologi terdiri dari total leukosit, total PMN, total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M, perubahan degeneratif, dan total trombosit. Nilai total menunjukkan skor HSS. Penelitian ini menggunakan tes uji diagnostik. Analisa statistik dengan menggunakan program komputer.
Hasil. Dari 40 neonatus, 10 neonatus mengalami sepsis berdasarkan hasil kultur darah. Penggunaan penilaian HSS, skor ≥ 4 mempunyai sensitivitas 80%, spesifisitas 90%, dengan nilai duga positif 73% dan nilai duga negatif 93%. dengan kurva ROC menunjukkan cut off point 0.902 (95%IK 0.803-0.1).
Kesimpulan. Skor HSS ≥ 4 dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.
ABSTRACT
Background. Sepsis was the leading cause of death in babies by 30%-50% in developing countries. Early diagnosis of neonatal sepsis was still a difficult problem because of clinical features were not specific. Blood culture was the gold standard, but it took several days and expensive. The hematological scoring system (HSS) consist of hematologic parameters (leucocyte, polymorphonuclear (PMN), degenerative changes, and platelet count) for early diagnosis of neonatal sepsis.
Objective. To determine whether HSS could be used as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.
Methods. A cross sectional study was conducted in March to Juny 2013. Samples were collected by consecutive sampling. Fourty neonates suspected sepsis in neonatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, blood culture, peripheral blood smear. Each hematologic parameters were analysed using the HSS of Rodwell et al. The hematologic parameters were total leucocyte count, total PMN, total PMN immature, ratio PMN I:T, ratio PMN I:M, degenerative changes, and platelet count. The total value reveal score HSS. Diagnostic test was used in this study. Statistical analyses were conducted with computerized software.
Results. Ten of fourty neonates had sepsis based on blood culture. Using the values HSS, score ≥ 4 had sensitivity 80%, specificity 90%, with positive predictive value 73%, negative predictive value 93% and P<0.001, ROC curve showed cut off point 0.902 (95% CI 0.803-0.1).
Conclusion. Score HSS ≥ 4 can be use as a early diagnostic tool for neonatal sepsis.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penegakan diagnosis dini sepsis pada neonatus masih merupakan masalah
karena gambaran klinis yang tidak spesifik.1-4 Sepsis dapat muncul saat
dalam kandungan atau persalinan dan bermanifestasi dalam tiga hari (kurang
dari 72 jam) pertama kehidupan.5,6 Infeksi bakteri pada bayi baru lahir
merupakan penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas pada bayi.3,7
The Word Health organization (WHO) memperkirakan setiap tahun
sebanyak 4 juta bayi baru lahir mengalami kematian pada periode neonatus
diseluruh dunia.5 Insiden kematian neonatus di Amerika 1 dari 5 setiap 1000
kelahiran oleh karena infeksi. Pada negara berkembang kematian karena
sepsis antara 11 sampai 68 setiap 1000 kelahiran dan 30% sampai 50%
merupakan penyebab kematian utama pada bayi.2 Kejadian sepsis di
Indonesia sebagai negara berkembang sebesar 8.7% sampai 30.29%
dengan angka kematian 11.56% sampai 49.9%.8
Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan
sepsis, namun memerlukan waktu beberapa hari, biaya mahal dan tidak
semua fasilitas kesehatan mampu melakukannya.2,4,9 Parameter hematologi
dan manifestasi klinis pada neonatus dapat memprediksi sepsis pada
neonatus.1,10 Penelitian di Filipina tahun 2005 didapatkan bahwa suatu sistem
manifestasi klinis neonatus dan ibu bersamaan dengan parameter hematologi
mereka.10
Penilaian setiap parameter hematologi dengan hematological scoring
system (HSS) dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dini sepsis
pada neonatus.1-3,5 Penelitian di Australia tahun 1988 melaporkan bahwa
HSS dapat digunakan sebagai alat skrining sepsis dan telah distandarisasi
secara global.1 Penelitian di India tahun 2011 menyatakan bahwa HSS
merupakan alat uji diagnostik yang sederhana, cepat, dan efektif untuk
skrining sepsis pada neonatus.3 Parameter hematologi yang dapat digunakan
dalam diagnosa dini sepsis adalah jumlah leukosit, neutrofil absolut, rasio
neutrofil imatur dan matur, trombosit, laju endap darah, C- reactive protein
(CRP), granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah
tepi.9,11-14
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan: Apakah HSS dapat digunakan sebagai alat uji diagnostik dini
sepsis pada neonatus.
1.3. Hipotesis
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum : untuk mengetahui uji diagnostik HSS sebagai alat
diagnostik dini sepsis.
1.4.2. Tujuan Khusus : dapat mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga
positif, dan nilai duga negatif HSS sebagai alat uji diagnostik dini
sepsis pada neonatus.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan wawasan dan pengetahuan
dalam upaya menegakkan diagnosis sepsis secara dini pada neonatus
melalui skor HSS dan pemeriksaan kultur darah.
2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui cara menegakkan
diagnosis sepsis yang akurat secara tepat, cepat dan ekonomis dengan
menggunakan HSS, maka penderita sepsis dapat segera ditangani
dengan cepat dan tepat dan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan untuk mengurangi mortalitas neonatus.
3. Di bidang pengembangan penelitian : sebagai titik tolak untuk penelitian
lebih lanjut dalam menegakan diagnosis sepsis pada neonatus secara
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Sepsis
Sepsis menurut The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences
(2002) adalah sindrom inflamasi respon sistemik (SIRS) dengan sangkaan
infeksi atau terbukti infeksi.15,16 Infeksi adalah tersangka atau terbukti infeksi
atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. SIRS
adalah respon tubuh terhadap infeksi yang selanjutnya menjadi sepsis.
Sepsis berat adalah sepsis disertai lebih dari atau sama dengan dua
gangguan organ dan akan menjadi syok sepsis jika disertai gangguan
kardiovaskular, apabila ditemukan penurunan fungsi organ hingga kegagalan
homeostasis maka telah terjadi sindrom disfungsi organ multipel
(tabel.2.1.1).16 Sepsis pada neonatus adalah suatu sindrom klinis penyakit
Tabel 2.1.1. The International Pediatric Sepsis Consensus Conferences 16
Infeksi Tersangka atau terbukti infeksi atau sindrom klinis berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi
Sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS)
2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus suhu tubuh abnormal atau jumlah leukosit abnormal:
1. Temperatur >38,50C atau <360C (rektum, kantong kemih, oral atau kateter sentral)
2. Takikardia: rerata denyut jantung > 2SD diatas normal sesuai usainya tanpa stimuli eksternal, obat kronis atau rangsang nyeri
ATAU
Kenaikan denyut jantung persisten yang tidak bisa diterangkan dalam 0,5-4 jam
ATAU
Pada anak usia < dari 1 tahun, bradikardia persisten dalam 0,5 jam (rerata denyut jantung< persentil 10 untuk usainya tanpa rangsang vagus, obat beta-bloker atau penyakit jantung bawaan)
3. Laju napas >2 SD diatas normal untuk usianya atau kebutuhan akut pemasangan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskular atau anestesi umum
4. Jumlah leukosit meningkat atau menurun sesuai usianya (bukan sekunder karena kemoterapi) atau >10% neutrofil imatur
Sepsis SIRS plus tersangka atau terbukti infeksi Sepsis berat Sepsis plus satu hal berikut ini :
1. Disfungsi organ kardiovaskuler, dengan definisi sebagai berikut :
Walaupun telah mendapat cairan isotonis intravena lebih diatas > 40 ml/ kgBB dalam 1 jam
Hipotensi < persentil 5 untuk usianya atau tekanan darah sistol < 2 SD dibawah normal untuk usianya
ATAU
Memerlukan obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah
ATAU
2 dari hal berikut ini :
- Asidosis metabolisme yang tidak bisa diterangkan : defisit basa > 5 Meq/L
- Kadar laktat arteri meningkat diatas 2 kali batas normal - Oliguria, keluaran urin < 0.5 ml/kgBB/ jam
- Beda suhu pusat dan perifer diatas 30C
2. Sindrom distres nafas akut (ARDS) dengan ditemukan rasio PaO2/ FiO2 ≤ 300 mmHg, infiltrat bilateral pada foto toraks dan tidak ada bukti gagal jantung kiri
ATAU
Sepsis plus ≥ 2 disfungsi organ (respirasi, ginjal, neurologi, hematologi atau hepar)
Syok sepsis Sepsis plus disfungsi organ kardiovaskuler seperti tersebut diatas Sindrom disfungsi
organ multipel ( MODS)
2.2. Etiologi Sepsis
Sepsis pada neonatus berdasarkan waktu terjadinya terdiri atas:
a. Sepsis awitan dini
Infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang
dari 72 jam) dan biasanya diperoleh transmisi dari ibu pada saat
proses kelahiran atau in utero.3,4,19,20 Mikroorganisme pada sepsis
awitan dini berasal dari ibu ke bayi dan memiliki epidemiologi berbeda
dengan yang didapat pada periode neonatus.3
b. Sepsis awitan lambat
Infeksi yang terjadi lebih dari 72 jam. Mikroorganisme didapatkan
setelah kelahiran, berasal dari lingkungan sekitar, paling sering
disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi
dirawat inap di rumah sakit.15,20
Penelitian di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina,
Papua New Guinea dan Gambia tahun 1999 didapati perbedaan pola kuman
sebagai penyebab sepsis.21 Kuman yang tersering ditemukan pada kultur
darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%)
dan E. coli (118%).22 Pada sepsis awitan dini sering ditemukan
mikroorganisme Streptococcus Group B, E. coli, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, Streptococcus pneumonia,
dan Listeria monocytgenes. Pada sepsis awitan lambat adalah
Coagulase-negative Staphylococcus, E. Coli, Klebsiella sp, Enterobacter sp, Candida sp,
Malassezia fufur, Streptococcus Group B, Staphylococcus aureus,
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan Staphylococcus epidermidis.5
Sepsis pada neonatus oleh karena infeksi nosokomial disebabkan oleh
Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Proteus,
dan jamur.23-25 Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering
ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus
aureus.23,24 Penelitian di Medan tahun 2012 didapatkan jumlah kuman
terbanyak berdasarkan hasil kultur darah neonatus dari tahun 2008 sampai
2010 adalah Staphylococus sp. Mikroorganisme penyebab kematian
terbanyak adalah Enterobacter sp (45.5%). Penyebab sepsis pada neonatus
terbanyak adalah bakteri gram negatif (60%) dengan angka penyebab
kematian 81.1%.26
2.3. Patofisiologi Sepsis
2.3.1. Hematopoesis Normal
Pada keadaan normal, sistem hematopoesis mempunyai karakteristik berupa
diferensiasi sel yang konstan untuk mempertahankan jumlah leukosit (sel
darah putih), trombosit dan eritrosit (sel darah merah).27 Seluruh sel darah
berinti (sel darah merah) dan sel berinti (sel darah putih).28-30 Semua sel
berintiterdiri dari nukleus, sitoplasma yang terdiri dari organel, granulasi, dan
vakuola. Setiap tingkatan kematangan sel, dibedakan dari stuktur kromatin
nukleus, dimulai dari struktur retikular (mieloblast dan promielosit) kemudian
nukleus berlobus (mielosit dan metamielosit) sampai struktur kromatin
batang.28,31
Leukosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari
proses hematopoesis. Leukosit terdiri atas fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri
dari granulosit dan monosit. Granulosit terdiri dari tiga jenis sel yaitu neutrofil,
eosinofil, dan basofil.29 Neutrofil mengalami enam tahap identifikasi
morfologis dalam proses pematangan dari sel punca ke neutrofil
tersegmentasi fungsional, yaitu: (1) mieloblast (2) promielosit (3) mielosit (4)
metamielosit (5) batang atau granulosit tidak bersegmen dan (6) granulosit
Gambar 2.3.1.1 Sistem hematopoesis27
Diferensiasi sel punca pada setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
faktor lokal (lingkungan) dan faktor humoral.28,32 Pada hematopoesis
pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag membutuhkan suatu
glikoprotein yaitu colony stimulating factor (CSF).27 Proliferasi dan diferensiasi
neutrofil dan monosit dipengaruhi oleh interleukin 3 (IL-3) dan IL-6,
granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), macrophage
colony stimulating factor (M-CSF) dan granulocyte colony stimulating factor
(G-CSF).29,30,33
2.3.2. Respon Imunitas Tubuh Terhadap Sepsis
Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh akan menimbulkan
respon terhadap imunitas tubuh berupa pengenalan terhadap antigen.
Pengenalan antigen ini akan mengaktivasi toll-like receptor (TLR).33 TLR
dapat mengenal antigen intraseluler dan ekstraseluler. Lipopolisakarida
(endotoksin dari dinding sel bakteri) yang merupakan pathogen associated
molecular patterns (PAMP) pada bakteri gram negatif akan berikatan dengan
protein spesifik dalam plasma yaitu lipo binding protein (LPB).33,34 Kompleks
yaitu CD14 yang mempresentasikan lipopolisakarida kepada TLR4.27,32,34
Lipotheichoic acid yang merupakan PAMP dari bakteri gram positif akan
dipresentasikan pada TLR2. Pada keadaan infeksi bakteri gram negatif
maupun gram positif akan terjadi peningkatan dari TLR2 dan TLR4 dan
menjadi sinyal untuk mengaktivasi makrofag.33
Produksi sitokin dan kemokin merupakan respon dasar sistem imun
terhadap masuknya organisme. Pada keadaan SIRS sitokin proinflamasi
yang pertama kali muncul adalah IL-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) karena respon dari suhu tubuh yang meningkat.13 Peningkatan sitokin
proinflamasi pada keadaan sepsis dalam 24 jam pertama adalah sitokin IL-1β, IL-6, IL-8, IL-12, IL-18, interferon gamma (INF-ɤ), dan TNF-α. Pada
neonatus akan memproduksi lebih sedikit IL-1β, IL-12, INF-ɤ, dan TNF-α daripada dewasa. Penurunan produksi sitokin karena penurunan produksi
mediator intraseluler dari sinyal TLR termasuk faktor diferensiasi mieloid.33
Sitokin proinflamasi dapat mempengaruhi fungsi organ secara
langsung atau tidak langsung melalui mediator inflamasi sekunder (nitrit
oksida, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF),
prostaglandin), dan komplemen.32 Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktifkan
sel-sel stroma dan limfosit T untuk menghasilkan jumlah koloni yang
merangsang faktor dan meningkatkan produksi sel mieloid.28-30 Suatu
mekanisme sistem imun yang menginduksi syok sepsis dimulai dari aktivasi
pada endotel pembuluh darah, kemudian endotel pembuluh darah akan
mengalami kerusakan dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah.32,35
Kerusakan endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan kerusakan
organ ginjal, hati, paru-paru, jantung dan saraf pusat sehingga menginduksi
syok sepsis.13,31
Komplemen adalah komponen imunitas bawaan yang memfasilitasi
dalam membunuh bakteri melalui opsonisasi maupun secara langsung.
Komplemen memiliki sifat kemotaksis atau anafilaksis yang meningkatkan
agregasi leukosit dan permeabilitas pembuluh darah pada lokasi invasi
bakteri. Komplemen akan mengaktifkan proses koagulasi, produksi sitokin
proinflamasi, dan aktivasi leukosit.16,33 Pada neonatus terutama pada
neonatus kurang bulan akan ditemukan penurunan kadar komplemen, fungsi
komplemen, dan rendahnya opsonisasi complement-mediated.33 Pengaktifan
komplemen juga dapat menjadi penyebab vasodilasi pembuluh darah.16
2.3.3. Perubahan Sistem Hematologi Pada Keadaan Sepsis
Perubahan pada sistem hematologi dalam keadaan sepsis meliputi
perubahan jumlah eritrosit, leukosit, trombosit serta morfologi sel darah.9
Neutrofil merupakan sel pertahanan tubuh non spesifik yang pertama kali
mengatasi patogen dengan memfagosit, kemotaksis, dan membunuh
patogen tersebut.31 Produksi normal neutrofil matur memerlukan waktu
sekitar 14 hari dan lebih cepat pada keadaan stres dan infeksi.32 Pada
kemudian terjadi peningkatan jumlah neutrofil imatur dan leukosit sampai
puluhan ribu dalam waktu singkat.9,19,36
Selain peningkatan jumlah leukosit, pada keadaan infeksi juga dapat
terjadi penurunan jumlah leukosit. Penurunan jumlah leukosit khususnya
PMN ini disebabkan karena peningkatan destruksi PMN setelah
memfagositosis bakteri. Penurunan leukosit pada bayi baru lahir dapat terjadi
oleh karena sistem granulopoetik masih belum berkembang sempurna,
dimana akan ditemukan defisiensi GM-CSF.37 Pada bayi dengan berat badan
lahir sangat rendah (BBLSR) yang terinfeksi akan menimbulkan respon
neutrofil yang berbeda-beda. Penelitian di Michigan tahun 2006 didapati
neutropenia pada BBLSR yang menderita sepsis dan neutropenia ini sering
ditemukan pada infeksi bakteri gram negatif.19
Perubahan morfologi pada struktur kromatin sel neutrofil seperti
granular toksik atau hipergranulasi dan vakuolisasi sitoplasma dapat terjadi
pada keadaan sepsis dan berhubungan secara signifikan dengan
bakteriemia, terutama bakteri gram negatif. Perubahan morfologi neutrofil
terjadi karena stimulasi produksi neutrofil secara terus menerus dan waktu
pematangan neutrofil yang singkat didalam sumsum tulang.9 Perubahan
neutrofil yang terjadi sejak infeksi seperti peningkatan jumlah neutrofil batang
atau rasio batang dengan total neutrofil, dijumpai granular toksik, vakuolisasi,
2.4. Faktor Risiko Sepsis
Sepsis pada neonatus dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu
faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain.
a. Faktor risiko ibu adalah sebagai berikut ini:
1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila
ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat
sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan
meningkat menjadi 4 kalinya.8
2. Infeksi kuman, parasit, virus8 dan demam (suhu axilla lebih dari
38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis18, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi
perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.25
3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.8
4. Kehamilan multipel.25
5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.8,25
6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu26
b. Faktor risiko pada bayi adalah sebagai berikut ini:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah25
2. Asfiksia neonatorum8
3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang
4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian
ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter
intratorakal. 8
5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli),
defek imun, atau asplenia 25
c. Faktor risiko lain:
Laki-laki empat kali lebih besar terinfeksi daripada perempuan, hal ini
dapat terjadi kemungkinan adanya variasi pada fungsi sistem imun.
Pemberian minuman yang tidak higienis merupakan predisposisi untuk
terjadinya infeksi. Status sosial ekonomi yang rendah sering dilaporkan
menjadi faktor risiko tambahan, hal ini mungkin dapat menyebabkan
terjadinya berat badan lahir rendah.25
2.5. Manifestasi Klinis Sepsis
Pada saat mikroorganisme masuk kedalam tubuh, maka akan terjadi respon
tubuh yaitu SIRS berupa suhu tubuh yang abnormal, jumlah leukosit
abnormal, takikardia, dan laju napas yang cepat.15,26 Manifestasi klinis sepsis
yang dijumpai pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun
keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi
kehidupan bayi. Pada neonatus tanda SIRS berdasarkan pada suhu tubuh
10% neonatus, namun lebih banyak ditemukan dengan suhu tubuh normal
atau rendah.3,26,40
Sepsis pada neonatus dengan manifestasi dan fokus infeksi yang tidak
spesifik. Pada neonatus dapat ditemukan ketidakstabilan suhu, hipotensi,
perfusi yang buruk (sianosis, pucat, mottled), takikardia, bradikardia, apnu,
distres pernapasan, iritabilitas, letargi, kejang, intoleransi minum, kuning, dan
perdarahan (petechiae atau purpura).13 Pada neonatus dapat disangkaan
sepsis jika ditemukan tiga atau lebih kriteria berikut ini:5,41
a. Ketidakstabilan suhu, dimana hipotermia didefinisikan dengan
pengukuran suhu pada aksila kurang dari 36oC atau hipertermia
jika suhu aksila lebih dari 37.9oC.
b. Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut
distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet,
intoleransi minum.
c. Gangguan kardiovaskular, dijumpai takikardia persisten (denyut
jantung lebih dari 180 kali per menit), bradikardia (denyut jantung
kurang dari 80 kali per menit), perfusi jaringan yang buruk
(capillary refill time lebih dari 3 detik), hipotensi penggunaan
inotropik.
d. Gangguan pernafasan, dijumpai takipnu (frekuensi nafas lebih
dari 70 kali per menit), dijumpai retraksi pernafasan dan
e. Abnormalitas laboratotium dengan dijumpai metabolik asidosis,
hiperglikemia atau hipoglikemia.
f. Abnormalitas laboratorium hematologi dengan nilai leukositosis,
leukopenia, peningkatan neutrofil imatur, atau trombositopenia.
2.6. Diagnosis Sepsis
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan penanda inflamasi, penanda
infeksi sampai dengan kultur cairan steril tubuh (darah, urin, cerebral spinal
fluid) dapat menegakkan diagnosis sepsis. Baku emas menegakkan sepsis
pada neonatus adalah kultur darah.5,9 Pertumbuhan 94% mikroorganisme
pada kultur darah dapat ditemui dalam waktu 48 jam masa inkubasi. Sepsis
dinyatakan bila ditemukan kultur darah yang positif yang berarti ditemukan
bakteri pada biakan kultur darah.25
2.6.1. Penanda Sepsis
Pada keadaan tubuh yang dimasuki suatu antigen maka dapat
mempengaruhi sistem imunitas tubuh dengan respon awal munculnya sitokin
dan perubahan nilai beberapa parameter hematologi. Respon awal tubuh
terhadap suatu peradangan adalah meningkatnya nilai sitokin dan TNF-α pada sirkulasi, dan dari beberapa sitokin yang terutama menjadi penanda
fase akut adalah sitokin proinflamasi IL-6 dan IL-8 dan antiinflamasi IL-10.14
Penanda yang potensial suatu SIRS mengarah ke sepsis adalah nilai total
2009 ditemukan nilai total leukosit, CRP, prokalsitonin, dan IL-6 meningkat
secara signifikan pada anak dengan sepsis dibandingkan SIRS pada disaat
pasien datang dengan SIRS.38
CRP adalah penanda inflamasi tidak spesifik yang diproduksi oleh
hepar sebagai tanda dari suatu fase akut. CRP meningkat dalam 4 sampai 6
jam dan nilai mulai abnormal pada 24 jam setelah mikroorganisme masuk ke
tubuh dan akan meningkat cepat 2 sampai 3 hari setelah infeksi kemudian
tetap meningkat sampai infeksi teratasi dan perbaikan peradangan.31
Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan bahwa CRP lebih dapat
memperkirakan sepsis dini pada neonatus yang memiliki manifestasi klinis
(simptomatis) daripada asimptomatis.14 Pemeriksaan CRP akan lebih sensitif
terhadap infeksi bakteri jika dikombinasikan dengan penanda inflamasi
lainnya. Penelitian di German mendapatkan bahwa kombinasi CRP dan IL-8
lebih dapat digunakan dalam diagnosis dini infeksi bakteri pada bayi baru
lahir dibandingkan dengan leukosit dan prokalsitonin.37
Prokalsitonin adalah suatu penanda sepsis spesifik yang merupakan
prohormon kalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah
rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan
menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pengukuran prokalsitonin secara berkala
dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak
lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh
Prokalsitonin akan meningkat seiring dengan perjalanan sepsis
sampai syok sepsis. Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap
konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan.
Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan reaksi inflamasi menurun dan
terjadi penyembuhan infeksi.5,31,41 Penelitian di Amerika yang menilai
prokalsitonin sebagai diagnosis sepsis awitan lambat pada bayi berat lahir
sangat rendah mendapatkan prokalsitonin dengan nilai 0.5 µg/ml lebih
sensitif daripada CRP pada sepsis awitan lambat.41 Prokalsitonin
dikombinasikan dengan penanda sepsis lainnya seperti sitokin lebih efisien.
Penelitian di Denmark tahun 2008 mendapatkan kombinasi IL-6 dan
prokalsitonin dapat digunakan untuk skrining sepsis dini pada neonatus
tersangka sepsis.36
2.6.2. Alat Uji Diagnostik Hematological Scoring System (HSS)
Pemeriksaan penanda awal infeksi seperti CRP masih sering
dilakukan, namun CRP kurang sensitif untuk diagnosis sepsis.14 Pemeriksaan
sitokin dan prokalsitonin lebih sensitif untuk sepsis, namun memiliki harga
yang mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan menyediakannya.36,41
Penegakan diagnosis dini sepsis tanpa menunggu hasil kultur darah sangat
diperlukan agar neonatus mendapatkan pengelolaan yang tepat, dengan
alasan tersebut pada tahun 1988 Rodwell, dkk memformulasikan suatu
menegakkan diagnosis dini sepsis pada neonatus secara lebih cepat dan
akurat.1,2,10 Penilaian dengan sistem skoring dilakukan pada parameter
hematologi melalui pemeriksaan hitung darah lengkap dan hapusan darah
tepi.1 Penelitian di Filipina tahun 2005 didapatkan bahwa suatu sistem
skoring pada parameter hematologi neonatus dan ibu dan manifestasi klinis
mereka dapat memprediksi sepsis pada neonatus.10 Kombinasi antara
skrining hematologi dan kultur darah memiliki sensitifitas yang tinggi pada
skrining sepsis awitan dini.37
Pemeriksaan hitung darah lengkap dapat memprediksi sepsis dalam
72 jam pertama setelah kelahiran.42 Penilaian parameter hematologi berupa
jumlah leukosit, neutrofil absolut, rasio neutrofil imatur dan matur, trombosit,
granular toksik, dan vakuolisasi sitoplasma pada hapusan darah tepi dapat
digunakan untuk menyederhanakan analisa darah lengkap pada diagnosis
dini sepsis.10-12,14 Penilaian pada leukosit, total neutrofil, atau neutrofil imatur
lebih banyak digunakan untuk diagnosis infeksi bakteri.7,11,12
Pada neonatus nilai leukosit yang rendah (kurang dari 5000/mm3),
neutrofil imatur yang tinggi, dan nilai hitung total neutrofil yang rendah dapat
memprediksi sepsis pada neonatus.2,5,10 Penelitian di San Fransisco tahun
2012 pada neonatus usia dibawah 72 jam ditemukan rata-rata nilai leukosit
rendah, neutrofil absolut rendah, dan neutrofil imatur yang tinggi pada bayi
dengan kultur darah positif, namun tidak terdapat perbedaan pada nilai
Parameter hematologi dengan nilai trombosit yang rendah (kurang dari
100.000) atau trombositopenia juga berhubungan dengan sepsis pada
neonatus dan menunjukkan prognosis yang buruk.2,5,22 Penelitian di Durham
tahun 2012 didapatkan bahwa leukosit dibawah 5000/mm3 (area under curve
(AUC) 0.668), neutrofil imatur dibandingkan total neutrofil diatas atau sama
dengan 0.2 (AUC 0.686), trombosit dibawah 148.000/mm3 (AUC 0.586)
berhubungan signifikan dengan bakterimia.43 Penelitian di Saudi Arabia tahun
2011 mendapatkan bahwa trombositopenia, DIC, peningkatan prothrombine
time (PT) dan active partial thromboplastin time (aPTT) dapat digunakan
sebagai indikator adanya bakterimia.44
Parameter hematologi berupa perbandingan PMN imatur ke total (rasio
PMN I:T), perbandingan PMN imatur ke matur (rasio PMN I:M), dan
perubahan degeneratif PMN, dan rasio PMN I:M merupakan pemeriksaan
yang paling diandalkan pada diagnosis dini sepsis dan dapat dinilai melalui
sediaan hapusan darah tepi.1,2 Penelitian di Indonesia tahun 2003
mendapatkan rasio PMN I:T dapat digunakan untuk diagnosis dini sepsis
pada neonatus, pada penelitian ini didapatkan nilai cut off sebesar 0.13.12
Penggunaan suatu alat uji diagnostik yaitu HSS yang meliputi tujuh
parameter hematologi dapat meningkatkan keakuratan diagnostik dini
sepsis.1,2,23 Penelitian di Australia tahun 1988 melaporkan bahwa HSS dapat
digunakan sebagai alat skrining sepsis dan telah distandarisasi secara
alat uji diagnostik yang sederhana, cepat, dan efektif untuk skrining sepsis
pada neonatus.3
Parameter hematologi pada alat HSS adalah hitung total leukosit,
hitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN I:T, rasio PMN I:M,
perubahan degeneratif PMN, dan hitung trombosit yang setiap parameter
memiliki skor dan kemudian skor tersebut dijumlahkan dengan nilai antara 1
sampai 8.1-3 Semakin tinggi nilai skor HSS yang didapatkan maka semakin
besar kemungkinan untuk terbukti sepsis.1,2,5 Penelitian di Dhaka tahun 2010
menyatakan bahwa HSS dapat digunakan untuk membedakan bayi yang
terinfeksi dan tidak terinfeksi dan HSS secara signifikan berhubungan dengan
sepsis.2 Penelitian di India tahun 2010 mendapatkan skor lebih atau sama
dengan 4 menunjukkan lebih dapat digunakan sebagai skrining sepsis
daripada parameter hematologi lainnya (Tabel.2.6.2.1).1,2
Tabel 2.6.2.1. Hematological Scoring System (HSS)1
Kriteria Abnormalitas Skor Hitung total leukosit ≤ 5000/µl 1
≥ 21.000, hari kedua diruangan
Hitung total PMN tidak ada PMN matur yang terlihat 2
meningkat/menurun 1
Hitung PMN imatur meningkat 1
Rasio PMN I:T meningkat 1
Rasio PMN I:M ≥ 0.3 1 Perubahan degeneratif PMN granular toksik/ vakuolisasi sitoplasma 1 Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl 1
nilai normal
Hitung PMN : 1800-5400/µL Hitung PMN imatur : 600//µL Rasio PMN I:T : 0.12 Rasio PMN I:M : ≥ 0.3
Gambar 2.8.1 Kerangka konseptual
= yang diteliti
Miroorganisme masuk ke tubuh
Faktor Risiko Ibu: Ketuban pecah dini, ketuban hijau,
infeksi, kurang bulan, kehamilan multipel, sosial ekonomi
Sepsis
Perubahan hematologi pada:Leukosit, neutrofil, granular toksik,
vakuolisasi sitoplasma, trombosit
Kultur darah
CRP, 8, IL-6, IL-10, Procalcitonin
Infeksi
Faktor Risiko lain Jenis kelamin, status ekonomi, susu botol
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan uji diagnostik untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas,
nilai duga positif, dan nilai duga negatif dari hematological scoring system (HSS)
sebagai alat uji diagnostik dini sepsis pada neonatus.
3.2. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilakukan di unit rawat inap neonatologi Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik selama 4 bulan mulai Maret sampai Juni 2013.
3.3. Populasi dan sampel
Populasi target adalah neonatus yang diduga mengalami sepsis. Populasi
terjangkau adalah populasi target di unit neonatologi Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik selama bulan Maret sampai Juni 2013. Sampel adalah populasi terjangkau
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. Perkiraan besar sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji
diagnostik. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Narasimha dan Kumar (tahun
10% maka sampel yang diperlukan adalah seperti perhitungan rumus sebagai
berikut , yaitu:45
N = Z2 PQ
d2
P = Sensitivitas = 0. 916
Q = 1 – P = 1 – 0.916 = 0.084
Z = nilai baku normal = 1.96 ( dengan interval kepercayaan 95% )
d = 0.916 ( 10% dari 91,6% )
Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang.
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Bayi usia 0 sampai 28 hari.
2. Neonatus didiagnosis dengan sangkaan sepsis berdasarkan manifestasi klinis
dan faktor risiko ibu atau faktor risiko bayi.
3. Sampel darah diambil sebelum mendapat antibiotik atau mendapat antibiotik
kurang dari 48 jam.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Bayi dengan anemia sebelum 24 jam.
3.6. Persetujuan/informed consent
Semua sampel penelitian telah disetujui orang tua masing-masing setelah dilakukan
penjelasan terlebih dahulu untuk pemeriksaan darah.
3.7. Etika penellitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1. Sampel
1. Sampel dikumpulkan secara consecutive sampling.
2. Neonatus (usia 0 sampai 28 hari) yang didiagnosa dengan sangkaan
sepsis oleh dokter spesialis anak.
3.8.2. Pengambilan sampel darah
1. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap, kultur
darah, dan hapusan darah tepi.
2. Pengambilan darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan kultur
darahmelalui vena mediana cubiti atau vena femoralis dengan terlebih
dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan
kering.
3. Pengambilan darah sebanyak 3cc dilakukan dengan menggunakan
Pengambilan darah untuk kultur darah sebanyak 1cc dengan
dispossible syringe 1cc kemudian dimasukkan kedalam tabung.
4. Pengambilan darah untuk pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada
saat bayi datang.
5. Pengambilan darah untuk kultur dilakukan pada pagi hari (pukul
10.00-12.00 WIB) sehingga jika bayi datang setelah pukul 10.00-12.00 WIB, maka
darah akan diambil keesokan harinya.
6. Pengambilan darah untuk sediaan hapusan darah tepi dilakukan satu
kali pengambilan pada waktu yang sama dengan petugas laboratorium
Patologi Klinik atau Mikrobiologi atau jika pada waktu yang berbeda
dilakukan dengan menusuk tumit bayi, kemudian dibuat hapusan
darah di object glass.
7. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan oleh petugas laboratorium
Patologi Klinik RS Haji Adam Malik Medan.
8. Pemeriksaan kultur darah dilakukan oleh petugas laboratorium
Mikrobiologi RS Haji Adam Malik Medan.
9. Pengambilan hapusan darah tepi dilakukan oleh peneliti.
Cara Kerja pemeriksaan kultur darah (menurut Standart Operating
Procedure. Instalasi Mikrobiologi RSUP. H.Adam malik, April 2009):
b. Darah dimasukkan ke dalam Bouillon dengan perbandingan 1 : 10, lalu
c. Amati pertumbuhan kuman.
d. Jika tampak ada pertumbuhan kuman, lalu diinokulasikan pada agar
darah Mc Conkey.
e. Khusus inokulasi pada agar darah, penggoresan pada media
dilakukan secara menyilang di bagian tengah media agar darah,
kemudian dibuat goresan sepanjang goresan pertama, dengan arah
tegak lurus terhadap goresan pertama. Kemudian buat goresan tegak
lurus terhadap goresan terakhir sampai media penanaman penuh.
f. Inkubasi agar darah dan agar Mc Conkey pada suhu 370C selama 24
jam.
g. Hitung koloni yang tumbuh pada agar darah.
h. Koloni yang tumbuh pada agar darah (setelah hitung koloni) dan agar
Mc Conkey dilakukan pewarnaan Gram.
i. Bakteri Gram (+) kokus dari koloni yang tumbuh pada agar darah
dilanjutkan dengan uji katalase dan uji identifikasi dengan alat VITEK
2.
j. Bakteri Gram (-) batang dari koloni yang tumbuh pada agar Mc Conkey
dilanjutkan dengan uji identifikasi bakteri dengan alat VITEK 2.
k. Hasil dapat diperoleh selama lebih kurang 1 minggu dari laboratorium
Mikrobiologi RS Haji Adam malik Medan.
a. Pengambilan darah perifer yang dilakukan bersamaan dengan
petugas laboratorium Patologi Klinik ataupun Mikrobilogi RSUP HAM
dengan meneteskan 2-3 tetes darah dari dispossible syringe pada tiga
object glass, jika pada waktu yang berbeda, pengambilan melalui tumit
bayi, dengan tindakan aseptik terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan
dibiarkan kering. Tumit bayi ditusuk dengan hemolet kecil kemudian
darah diteteskan pada tiga object glass, kemudian dihapus pada object
glass sehingga menjadi tipis lalu dikeringkan, kemudian difiksasi
dengan metanol selama 5-10 menit, lalu dilakukan pewarnaan dengan
giemsa.
b. Sediaan hapusan darah tepi yang sudah dicat dengan giemsa
kemudian dibaca di bawah mikroskop binokuler dengan pembesaran
100 kali.
c. Dihitung total PMN, hitung total PMN imatur, rasio PMN imatur dan
PMN total (rasio I:T), rasio PMN imatur dan PMN matur (rasio I:M),
perubahan degeneratif PMN pada 3 slide kemudian dihitung
rata-ratanya.
d. Pengambilan sediaan hapus darah dan pembacaan dilakukan oleh
peneliti dan analis.
a. Hitung jumlah leukosit melalui hasil pemeriksaan darah lengkap. Jika Hitung total leukosit ≤ 5000/µl atau ≥ 25.000 saat lahir atau ≥ 30.000
pada 12-24 jam atau ≥ 21.000 pada hari kedua diruangan maka skor = 1.
b. Hitung total PMN jika tidak ada PMN matur yang terlihat maka skor =
2, jika meningkat/menurun maka skor = 1.
c. Hitung PMN imatur jika meningkat maka skor = 1.
d. Rasio PMN I:T jika meningkat maka skor = 1.
e. Rasio PMN I:M ≥ 0.3 maka skor = 1.
f. Ditemukannya perubahan degeneratif PMN berupa granular toksik
atau vakuolisasi sitoplasma maka skor = 1.
g. Hitung trombosit ≤ 150.000/ µl maka skor = 1.
h. Semua skoring dijumlahkan sehingga didapatkan nilai skor mulai dari 1
sampai 8.
i. Penilaian skoring dilakukan satu kali pada setiap bayi dari hasil
pemeriksaan darah lengkap dan hapusan darah tepi saat bayi datang.
j. Skoring HSS dilakukan oleh peneliti.
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas skala
HSS ordinal
Variabel tergantung skala
Kultur darah nominal
3.10. Definisi Operasional
1. Neonatus adalah bayi berusia 0 sampai 28 hari.
Pemeriksaan kultur darah,dan pemeriksaan leukosit, neutrofil imatur, neutrofil matur, granular toksik/vakuolisasi sitoplasma, trombosit
Skoring HSS bernilai dari 1 sampai 8
Kultur darah Positif : bila dijumpai pertumbuhan kuman dalam darah Sampel
(neonatus dengan sangkaan sepsis)
2. Sangkaan sepsis pada neonatus apabila memenuhi 3 atau lebih
manifestasi klinis dengan faktor risiko ibu atau faktor risiko bayi,
ataupun tanpa manifestasi klinis namun dijumpai faktor risiko ibu atau
faktor risiko bayi. Diagnosa sangkaan sepsis ditegakkan oleh dokter
spesialis anak konsultan neonatologi. Manifestasi klinis yang dapat
ditemui sebagai berikut ini:
a. Gangguan minum, dimana dijumpai neonatus tidak mau minum
atau menyusu.
b. Ketidakstabilan suhu, dimana hipotermia didefinisikan dengan
pengukuran suhu pada axilla < 36oC atau hipertermia jika suhu
axilla > 37.9oC.
c. Ikterus atau hiperbilirubinemia adalah dijumpai kuning pada
neonatus dan dijumpai nilai bilrubin total lebih dari 1mg/dL dan
bilirubin direct antara 0-0.2.
d. Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut
distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet,
intoleransi minum.
e. Gangguan kardiovaskular, dijumpai takikardia persisten (denyut
jantung > 180x/menit), bradikardia (denyut jantung < 80
usia 1 hari dan tekanan darah sistolik < 65 mmHg untuk bayi 1
bulan).
f. Gangguan pernafasan, dijumpai takipnu (frekuensi nafas lebih
dari 70x/menit), dijumpai retraksi pernafasan dan peningkatan
kebutuhan oksigen dan kemungkinan apnu.
g. Hiperglikemia (kadar gula darah > 250 mg/dL) atau hipoglikemia
(kadar gula darah < 45 mg/dL).
h. Gangguan neurologis, dijumpai letargis, penurunan kesadaran,
kejang, merintih.
3. Faktor risiko sepsis dari ibu adalah dijumpai ketuban pecah dini dan
ketuban pecah lebih dari 18 jam, infeksi saat kehamilan (Infeksi
bakteri, infeksi parasit, infeksi virus, korioamnionitis), demam (suhu
axilla lebih dari 38°C) pada masa peripartum, infeksi saluran kemih,
cairan ketuban hijau keruh dan berbau, kehamilan multipel, dan
persalinan kurang bulan.
4. Faktor risiko sepsis pada bayi adalah prematuritas dan berat lahir
rendah, asfiksia neonatorum, resusitasi pada saat kelahiran,
mendapatkan prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian
ventilator, kateter, infus, pembedahan, dan akses vena sentral.
5. Kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosa
sepsis. Kultur darah bertujuan untuk melihat pertumbuhan dan
dilakukan dengan automatic BACTEC method dan uji identifikasi
kuman menggunakan alat VITEK 2 (standar JCI 2012).
6. Sepsis pada neonatus adalah bila dijumpai manifestasi klinis dan
kultur darah positif (dijumpai pertumbuhan bakteri dalam darah).
7. Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
menilai parameter hematologi sepsis berupa leukosit dan trombosit.
8. Pemeriksaan hapusan darah tepi adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk menilai parameter hematologi sepsis berupa total PMN, PMN
imatur, PMN matur, dan perubahan degeneratif PMN.
9. HSS adalah suatu alat uji diagnostik yang bertujuan untuk diagnosis
sepsis secara dini dengan melihat beberapa parameter hematologi
yaitu jumlah leukosit, trombosit, total PMN (neutrofil imatur dan
neutrofil segmen), hitung total PMN imatur (neutrofil batang,
promielosit, mielosit, metamielosit), rasio PMN imatur ke total (rasio
PMN I:T), rasio PMN imatur ke matur (rasio PMN I:M), dan perubahan
degeneratif PMN yang dapat dinilai pada sediaan hapusan darah tepi
dalam 100 lapangan pandang.
3.11. Pengolahan dan analisis data
Perbedaan kemampuan diagnostik sediaan hapus darah tepi dibandingkan
dengan kultur darah dianalisis dengan tabel 2x2 dengan menghitung sensitivitas,
kepercayaan 95% dan P< 0.05. Untuk menentukan titik potong terbaik hasil uji
diagnostik dibuat kurva ROC. Hubungan dua variabel yaitu HSS dan kultur darah
dianalisa dengan Chi square (X2) atau uji Fisher exact. Data yang terkumpul
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di unit rawat inap Neonatologi RSUP H. Adam Malik
Medan. Pada bulan Maret sampai Juni 2013 sebanyak 109 neonatus diduga
mengalami sepsis neonatorum. Pada seluruh neonatus tersebut sebanyak 69
neonatus dieksklusikan karena sebanyak 58 neonatus dengan kelainan
kongenital dan 11 neonatus telah menggunakan antibiotik lebih dari 48 jam.
Pada 40 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi serta menjadi sampel
penelitian dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kultur darah dan
pengambilan hapusan darah tepi, kemudian dilakukan perhitungan skoring
[image:55.612.114.504.434.703.2]HSS.
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik neonatus Kultur darah positif n= 10
Kultur darah negatif n=30
Usia Gestasi, minggu, n (%)
Kurang bulan (<37 minggu) 5(50) 17(56.7)
Cukup bulan ( ≥37 minggu) 5(50) 13(43.3)
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 (70) 19(63.3)
Perempuan 3(30) 11(36.7)
Berat Neonatus Lahir (gram)
1000-1499 2(20) 5(16.7)
1500-2499 5(50) 14(46.7)
≥ 2500 3(30) 11(36.6)
Manifestasi Klinis
Positif 10(100) 26(86.7)
Negatif 0(0) 4(13.3)
Faktor Risiko
Ibu dan Bayi 5(50) 14(46.7)
Pada tabel 4.1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian berupa usia
gestasi, jenis kelamin, berat badan lahir, manifestasi klinis, dan faktor risiko
ibu atau bayi. Pada 40 neonatus, ditemukan 10 neonatus (25%) terbukti
sepsis (kultur darah positif) dan 30 neonatus (75%) tidak terbukti sepsis
(kultur darah negatif). Responden sebagian besar dengan usia gestasi
kurang dari 37 minggu yaitu 5 neonatus (50%) pada kelompok terbukti sepsis
dan 17 neonatus (56.7%) pada kelompok tidak terbukti sepsis.
Jenis kelamin kedua kelompok adalah mayoritas laki-laki dengan
jumlah masing-masing 7 dan 19 neonatus. Berat badan lahir neonatus
terbanyak pada kedua kelompok adalah 1000 - 1499 gram, dimana 5
neonatus (50%) pada kelompok kultur darah positif dan 14 neonatus (46.7%)
pada kelompok kultur darah negatif. Neonatus dengan manifestasi klinis
positif sebanyak 10 neonatus (100%) pada kelompok kultur darah positif dan
26 neonatus (86.7%) pada kelompok kultur darah negatif. Faktor risiko
terbanyak adalah faktor risiko dari bayi dengan 5 neonatus (50%) pada
kelompok kultur darah positif dan 16 neonatus (53.3%) pada kelompok kultur
darah negatif. Pada 40 neonatus tersangka sepsis didapatkan neonatus
datang pada usia 0 sampai 24 jam sebanyak 26 neonatus dan kurang dari
Tabel 4.2. Skor HSS pada neonatus terbukti sepsis No Usia /
Gestasi (minggu)
Leukosit (103)
Trombosit (skor) Total PMN PMN imatur Rasio PMN I:T Rasio PMN I:M Perubahan degeneratif PMN Skor HSS
1 1 jam/ 36-38
11.700 (0)
85.000 (1)
1 0 1 1 0 4
2 3 jam/ 34-36
17.400 (0)
167.000 (0)
1 1 1 0 0 3
3 17 jam/ 34-36
12.890 (0)
272.000 (0)
1 1 1 1 0 4
4 2 jam/ 38-40
17.290 (0)
328.000 (0)
1 1 1 0 0 3
5 5 hari/ 38-40
5.920 (0)
63.000 (1)
1 1 1 0 0 4
6 0.5 jam /40-42
4.650 (1)
94.000 (1)
1 1 1 1 0 6
7 2 hari/ 34-36
9.540 (0)
150.000 (1)
1 1 1 0 0 4
8 1 hari/ 34-36
24.370 (0)
429.000 (0)
1 1 1 1 0 4
9 1 hari/ 32-34
17.950 (0)
92.000 (1)
1 1 1 0 0 4
10 2 hari/ 38-40
2.400 (1)
253.000 (0)
1 1 1 1 0 5
PMN: Leukosit Polimorfonuklear I : T : Rasio imatur ke total I : M : Rasio imatur ke matur
Pada tabel 4.2 menunjukkan nilai skor HSS pada 10 neonatus yang terbukti
sepsis (kultur darah positif). Skor HSS dengan nilai diatas atau sama dengan
Tabel 4.3. Gambaran parameter hematologi Parameter Hematologi Kultur positif Kultur negatif Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) NDP (%) NDN (%) Total leukosit
skor = 0 8 27 20 90 40 77
skor = 1 2 3
Total PMN
skor = 0 0 5 100 20 29 100
skor = 1 10 25
PMN imatur
skor = 0 1 15 90 50 38 94
skor = 1 9 15
Rasio PMN I:T
skor = 0 0 17 100 57 43 100
skor = 1 10 13
Rasio PMN I:M
skor = 0 5 27 50 90 63 84
skor = 1 5 3
Perubahan degeneratif PMN
skor = 0 10 30 0 100 0 75
skor = 1 0 0
Trombosit
skor = 0 5 17 50 57 28 77
skor = 1 5 13
NDP: Nilai duga positif PMN: Leukosit Polimorfonuklear I : M : Rasio imatur ke matur NDN: Nilai duga negatif I : T : Rasio imatur ke total
Pada tabel 4.3 menunjukkan sensitivitas dan spesifitas pada setiap
parameter hematologi. Nilai total PMN dan rasio PMN I:T memiliki sensitivitas
tinggi yaitu 100%, sementara itu leukosit dan rasio PMN I:M memiliki
spesifisitas tinggi yaitu 90%. Pada hasil tersebut, parameter yang paling baik
dan rasional adalah rasio PMN I:T dimana memiliki sensitivitas 100% dan
spesifisitas 57% dengan nilai duga positif (NDP) 43% dan nilai duga negatif
(NDN) 100%. Perubahan degeneratif PMN tidak ditemukan pada 40
Tabel 4.4. Hematology scoring system (HSS) Skor
HSS
Sensitivitas (%)
Spesifisitas (%)
NDP (%)
NDN (%)
Nilai P
≥2 100 20 29 100 0.307
≥3 100 53.3 42 100 0.003
≥4 80 90 73 93 0.001
≥5 20 96.7 67 78 0.149
≥6 10 100 100 77 0. 250
Pada tabel 4.4 adalah gambaran skor hematologi pada setiap penilaian
parameter hematologi dengan menggunakan uji Chi square (X2) dan uji
Fisher exact untuk menentukan nilai cut off yang paling sesuai dengan
kepentingan klinis. Skor lebih atau sama dengan 4 pada HSS memiliki
sensitivitas 80% (95% Interval kepercayaan (IK) 55%-100%), spesifisitas 90%
(95%IK 79%-100%), NDP 73% (95%IK 46%-99%), NDN 93% (95%IK
84%-100%), dan nilai P < 0.001 (P< 0.05), sehingga skor lebih atau sama dengan
4 adalah nilai yang lebih rasional dan dapat dipercaya dalam diagnosa dini
Tabel 4.5. Skor HSS 4, CRP, dan prokalsitonin terhadap kultur darah
Variabel Kultur darah Total Nilai
Positif Negatif P
Skor HSS
≥ 4 8 3 11 0.001
< 4 2 27 29
CRP
Positif 7 13 20 0.144
Negatif 3 17 20
Prokalsitonin
Positif 10 26 36 0.556
N