BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia, secara geografis berada pada batas dua samudera dan
dua benua yang memiliki kurang lebih 18.110 pulau dengan garis pantai
sepanjang 108.000 km².1 Dengan potensi fisik yang sebesar itu, Indonesia memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Dari keanekaragaman
hayati, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati kelautan
terbesar.
Potensi kekayaan hayati kelautan lainnya yang merupakan pemanfaatan
potensi pembangunan pesisir dan laut yaitu (1) sumber daya yang dapat diperbarui
(perikanan tangkap, perikanan budidaya, perikanan pasca panen, hutan mangrove,
terumbu karang, dan industri bioteknologi kelautan); (2) sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui (minyak bumi dan gas, bahan tambang, dan mineral); (3)
energi kelautan (pasang surut, gelombang, dan angin); dan (4) jasa-jasa
lingkungan (pariwisata, perhubungan, kepelabuhan dan penampung limbah).
Dalam ekosistem terumbu karang (coral reefs) misalnya Indonesia dikenal
sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar di dunia
yaitu menurut data World Resources Institute (2002) dengan luas 50.875 km²,
maka 51% terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18% terumbu karang di
1
dunia berada di wilayah perairan Indonesia.2 Demikian juga dengan hasil penelitian The Nature Conservancy yang merupakan sebuah konservasi alam
dunia pada tahun 2002 di Papua Barat terdapat 537 jenis karang, 1.074 jenis ikan
dan jumlah jenis karang tersebut adalah 75% jenis karang yang pernah ditemukan
di dunia.3
Menurut data FAO 2003, potensi ekonomi kelautan lestari sumber daya
ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun atau 7,5% dari total
potensi lestari ikan laut dunia. Saat ini volume produksi ikan di Indonesia 6 juta
ton per tahun. Lebih dari itu, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut
tertinggi di dunia. Karena itu, potensi ekonomi industri bioteknologi kelautan
sangat besar berupa industri farmasi yaitu omega-3, squalence, viagra,
sun-chlorela, industri kosmetika, bioenergi, dan industri lainnya.
Secara potensial, nilai ekonomi total dari produk perikanan dan
bioteknologi kelautan Indonesia diperkirakan sebesar 82 miliar dolar AS per
tahun. Sedangkan untuk pariwisata bahari, negara bagian Queensland, Australia,
dengan panjang garis pantai 2.100 km, mampu menghasilkan devisa Rp. 2 miliar
dolar AS. Maka sebenarnya potensi ekonomi pariwisata bahari Indonesia sangat
besar. Hampir 70% produksi minyak dan gas bumi kita berasal dari kawasan
pesisir dan laut. Potensi ekonomi perhubungan laut, juga diperkirakan sekitar Rp.
14 miliar dolar AS per tahun. Di sektor jasa penyediaan tenaga kerja pelaut,
potensinya pun luar biasa besarnya. Kebutuhan pelaut dunia pada tahun 2000
2
Burke, Lauretta. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia Tenggara, diakses dari:
http://www.wri.org/climate/pubs_content_text.cfm?cid=2948, pada tanggal 2 Juli 2010. 3
sebanyak 1,32 juta orang dengan gaji mencapai Rp. 18 miliar dolar AS per tahun.
Indonesia baru memasok 34 ribu orang (3%). Sedangkan Filipina 191 ribu pelaut
(25%) dan RRC 104 ribu pelaut (10%). Ekonomi kelautan makin strategis seiring
pergeseran pusat kegiatan ekonomi dunia dari poros Atlantik ke poros Pasifik.
Hampir 70% dari total perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia Pasifik,
dan 75% dari barang – barang yang diperdagangkan dan ditransportasikan melalui
laut Indonesia (Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Makassar, dan laut-laut
lainnya).4
Dari data diatas yaitu kekayaan alam Indonesia, apabila dibandingkan
dengan negara lainnya sangat berbeda bahkan persentasenya sangat tinggi
dibandingkan dengan negara pembanding lainnya. Pembeda yang mendasar
terletak pada penggunaan dan pemanfaatannya. Indonesia memiliki tenaga kerja
banyak (jumlah penduduk), alam yang beranekaragam, alam yang kaya, akan
tetapi masih belum bisanya memaksimalkan potensi tersebut.
Australia merupakan sebuah benua dengan luas wilayah 7.686.850 km²
dengan garis pantai sepanjang 50.000 km. Australia terletak di belahan bumi
bagian selatan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Benua Australia
membentang dari garis lintang 10° 41’ LS sampai garis lintang 43° 39’ LS dan
dari garis bujur 113° 09’ BT sampai 153° 39’ BT. Secara geografis terbagi atas
enam negara bagian, diantaranya New South Wales, Queensland, Australia
Selatan, Tasmania, Victoria, dan Australia Barat.5
4
Republika. 2005. Potensi Ekonomi Kelautan, diakses dari http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat-id=16, pada tanggal 1 Juli 2010.
5
Potensi kelautan Australia yang kaya akan terumbu karang dan spesies
ikan kurang lebih 4.000 macam serta dengan keanekaragaman rumput laut
terbanyak di dunia. Australia juga memiliki warisan dunia yaitu Great Barrier
Reef (terumbu karang penghalang terbesar) yang merupakan terumbu karang
dengan panjang 2.000 km berada di sepanjang pantai.6
Berkaitan dengan masalah pencurian ikan (illegal fishing), FAO (Food
and Agriculture Organization) memperkirakan Indonesia memperoleh kerugian
mencapai Rp. 30 triliun per tahun. Dengan estimasi tingkat kerugian sekitar 25%
dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun.
Laut Cina Selatan, perairan Sulawesi bagian utara dan laut Arafura merupakan
tempat yang sering menjadi tindakan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang
sebagian besar berasal dari Cina, Thailand, dan Filipina.
Sepanjang tahun 2007, DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan)
berhasil memproses secara hukum 184 kapal dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa
oleh kapal pengawas. Jumlah itu terdiri dari 89 unit kapal ikan asing dari 212 unit
yang diperiksa, dan kapal ikan Indonesia sebanyak 95 unit dari 1.995 unit kapal
yang diperiksa. Dari penangkapan tersebut, kerugian negara yang dapat
terselamatkan diperkirakan mencapai Rp. 439,6 miliar, subsidi BBM (bahan bakar
minyak) Rp. 23,8 miliar, serta sumber daya perikanan yang dapat diselamatkan
sekitar Rp. 381 miliar, dan nilai sumber daya ikan tersebut bila dikonversikan
dengan produksi ikan sekitar 43.208 ton. Dari tahun 2003 – 2007, DKP telah
berhasil merampas kapal ilegal sebanyak 148 unit dengan rincian di Sumatera, 77
6
unit di Kalimantan, Maluku dan Papua masing-masing 28 unit, di Jawa 10 unit,
serta di Sulawesi 5 unit.7
Menurut data pemerintah Australia, pada tahun 2006 menangkap 2.000
nelayan ilegal dan 243 kapal asing. Bagi pelaku illegal fishing dengan dikeluarkan
undang-undang yang menyatakan bahwa nelayan yang tertangkap melakukan
penangkapan ikan ilegal di perairan Australia selain denda sebesar Rp. 5,7 miliar
juga menjalani hukuman penjara selama 3 tahun.8
Dari pemaparan diatas tentang kasus illegal fishing di Indonesia dan
Australia terdapat kepentingan masing-masing negara yang berbeda-beda akan
tetapi untuk tujuan yang sama yaitu dalam penanganan illegal fishing.
Kepentingan Indonesia dalam kerjasama penanganan illegal fishing adalah
berkaitan dengan masalah finansial, kelembagaan yang belum bersifat subsistem,
hingga teknologi yang belum mutakhir. Seperti halnya Australia, bagi penilaian
Indonesia mampu akan teknologi yang canggih sebagai negara maju. Oleh sebab
itu menjadi suatu alasan kepentingan Indonesia dalam kerjasama penanganan
dapat menjadi suatu penyelesaian permasalahan berkurangnya illegal fishing
tersebut.
Sedangkan Australia mempunyai kepentingan yang berbeda dengan
Indonesia yaitu mencegah para nelayan memasuki perairan Australia untuk
7
Kompas. 2007. Ekspedisi Kelautan, diakses dari: http://sains.kompas.com/read/2010/05/07/15125837/Ekspedisi.Ungkap.Kekayaan.Laut.Indonesia+ data+kekayaan+laut+indonesia&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id, pada tanggal 15 Juni 2010. 8
Tabloid Jubi. 2006. Pencurian di Wilayah Australia, diakses dari: http://tabloidjubi.com/index.php/edisi-cetak/papua-kini/2407-illegal-fishing-di-papua-perlu-
menangkap ikan dan biota lainnya. Selain itu Indonesia yang terletak diantara
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik merupakan jalur perdagangan
internasional yang dibutuhkan dalam perdagangan Australia.9
Dari kepentingan-kepentingan tersebut maka terdapat adanya kerjasama
dalam penanganan illegal fishing. Pengertian illegal fishing tersebut adalah
kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh
peraturan yang ada, atau aktifitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau
lembaga pengelolaan perikanan yang tersedia. Selain itu illegal fishing juga
diartikan sebagai penangkapan ikan tanpa ijin, penangkapan ikan dengan
menggunakan ijin palsu, penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap
terlarang, serta penangkapan ikan dengan jenis atau spesies yang tidak sesuai
ijin.10
Tepatnya pada 13 November 2006, di Mataram (Lombok), Nusa Tenggara
Barat (NTB), kedua negara yaitu Indonesia dan Australia sepakat untuk
mengadakan kerjasama keamanan yang dikenal dengan Perjanjian Lombok11 yang tidak terdapat batas waktu berakhirnya dan pada perjanjijan tersebut pihak
Indonesia yang diwakili oleh Dr. N. Hasan Wirayuda dan sementara pihak
9
Arsip Kupang. 2006. Indonesia - Australia Bahas Illegal Fishing, diakses dari: http://arsip.net/id/link.php%3Flh%3DAQRSSVwgDVVY+hasil+dari+kerjasama+illegal+fishing+ indonesia+australia&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id, pada tanggal 12 Juli 2010.
10
P2sdkpkendari. 2008. Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan Kendari, diakses dari: http://www.p2sdkpkendari.com/cetak.php?id=218, pada tanggal 12 Mei 2010. 11
Australia diwakili oleh Alexander Downer dimana salah satu isi perjanjian yang
disepakati adalah tentang kerjasama maritim.12
Kerjasama Indonesia – Australia tersebut tertuang dalam Perjanjian
Lombok yaitu dokumen kesempatan antara Indonesia dan Australia di Lombok
pada 13 November 2006. Perjanjian tersebut mengatur 21 kerjasama dalam 10
bidang diantaranya kerjasama maritim. Menurut Duncan Graham seorang jurnalis
Australia, bahwa asal muasal perjanjian ini dicetuskan dikarenakan beberapa
bulan sebelum kesepakatan dibuat, 43 orang papua berlayar ke Australia untuk
meminta suaka dari pemerintah Australia. Ketegangan terjadi antara Indonesia
dan Australia dan Perjanjian Lombok ditandatangani untuk mengatasi ketegangan
tersebut.
Dicantumkan isi Pasal 2 bahwa kedua belah pihak sesuai piagam PBB
diharuskan (1) saling menguntungkan dan mengakui kepentingan masing –
masing dalam stabilitas, keamanan, dan kemajuan; (2) saling menghormati dan
mendukung kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan bangsa, dan kemerdekaan
politik setiap pihak, serta tidak campur tangan urusan dalam negeri masing –
masing; (3) tidak mendukung atau turut serta dalam kegiatan – kegiatan yang
mengancam stabilitas, kedaulatan atau integritas teritorial pihak lain, termasuk
kegiatan separatisme; (4) menyelesaikan setiap perselisihan yang mungkin timbul
diantara mereka dengan cara – cara damai sehingga tidak membahayakan
perdamaian, keamanan, dan keadilan dunia; dan (5) menahan diri untuk
12
melakukan ancaman atau tindakan kekerasan yang menentang integritas teritorial
atau kemerdekaan politik lain.13
Perjanjian Lombok memiliki arti penting bagi Indonesia dan Australia.
Bagi Australia kerjasama keamanan ini dibutuhkan untuk mengatasi isu keamanan
tentang penangkapan ikan secara gelap. Dan bagi Indonesia kerjasama keamanan
ini dipergunakan pula untuk mengatasi ancaman dari dalam. Oleh karena itu,
Indonesia mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi dan tercantum dalam
perjanjian, yaitu politik Australia tidak mendukung gerakan separatisme di
wilayah manapun di Indonesia dan Australia tidak menjadi pangkalan bagi
kelompok pro-kemerdekaan Papua.14
Data kegiatan penanganan illegal fishing Indonesia – Australia yang sudah
dilakukan, yang sedang dilakukan dan yang akan dilakukan pada tahun 200715, 200816, 200917, 201018 yaitu terdapat dalam Lampiran 1. Secara garis besar, kegiatan – kegiatan yang dilakukan meliputi berbagai macam kerjasama
keamanan yang saling melengkapi dari Indonesia dan Australia.
13
Zainul Maarif. 2008. Reaksi Terhadap Lombok Treaty, diakses dari: http://www.idsps.org/option,com_docman/task,doc_download/gid,66/Itemid,15/piagampbbpasal2 dalamlomboktreaty, pada tanggal 23 Juli 2010.
14
ibid 15
Magazine. 2008. Kerjasama Internasional Penanggulangan Illegal Fishing, diakses pada: http://www.stopiuufishing.com/achievements,kerjasama_iuu, pada tanggal 16 Agustus 2010. 16
ibid 17
ibid 18
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Indonesia dan Australia Tingkatkan
Kerjasama Kelautan dan Perikanan, diakses dari:
http://www.dkp.go.id/achieves/c/34/1114/Indonesia-australia-tingkatkan-kerjasama-kelautan-
1.2.Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan sebuah pernyataan yang terinci mengenai
ruang lingkup masalah yang akan diteliti oleh penulis dan melalui perumusan
masalah tersebut, penulis akan melakukan usaha dan upaya untuk melakukan
penelitian dan permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Masalah tersebut
merupakan kesenjangan antara rencana atau harapan yang merupakan sesuatu
yang diinginkan dengan keadaan yang ada atau realita yang ada.
Berdasarkan gambaran latar belakang diatas maka rumusan permasalahan
yang diangkat penulis adalah “ Bagaimana kerjasama Indonesia – Australia dalam
penanganan illegal fishing?”.
1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan melihat permasalahan yang ada serta rumusan masalah yang
tertera diatas, maka peneliti bertujuan untuk menjelaskan kerjasama Indonesia –
Australia dalam penanganan illegal fishing.
Kegunaan penelitian, yaitu:
1. Bagi keilmuan, merupakan wadah yang menghasilkan sebuah wacana yang
dapat mendukung berkembangnya ilmu hubungan internasional.
2. Bagi praktek, merupakan harapan peneliti untuk dapat memberikan
sumbangan telaah yang erat kaitannya dengan fenomena yang terjadi,
3. Bagi penulis, merupakan proses belajar yang berkelanjutan dimana dalam
menempuh perkuliahan apa yang telah didapat dapat diapresiasikan dalam
permasalahan tersebut.
1.4. Landasan Konsep
1.4.1 Konsep Kepentingan Nasional
Upaya Indonesia dalam penanganan illegal fishing di negaranya
merupakan upaya mengamankan wilayah teritorialnya dan karena hal tersebut
keamanan nasional merupakan hal utama dalam kepentingan nasionalnya.
Kepentingan nasional yang dijalankan Indonesia sesuai dengan konsep-konsep
kepentingan nasional yang dikemukakan oleh pada ahli hubungan internasional
yang mendefinisikan bahwa kepentingan nasional tidak terlepas dari masalah
internal dan masalah eksternal. Peningkatan keamanan suatu negara dapat
dijadikan alasan bagi negara lain untuk mengembangkan pertahanan negaranya.
Pertahanan negara merupakan upaya yang dilakukan oleh setiap negara
untuk memastikan kepentingan-kepentingan nasionalnya tanpa ada gangguan baik
dari dalam maupun dari luar. Indonesia memiliki kepentingan strategi pertahanan
Indonesia ke depan, ada beberapa kepentingan diantaranya,19 (1) kepentingan strategi yang bersifat tetap, dimana penyelenggaraan usaha pertahanan negara
untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari setiap
ancaman, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri; (2) kepentingan
19
strategis yang bersifat mendesak, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari
kepentingan strategis pertahanan yang bersifat tetap; (3) kepentingan kerjasama
internasional, dimana Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari keterkaitan
nasionalnya. Oleh karena itu, kebijakan pertahanan juga diarahkan dalam rangka
menjalin hubungan dengan negara lain.
Pertahanan negara merupakan prinsip dasar yang memberikan arah bagi
pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan dalam rangka
mencapai kepentingan nasional. Tujuan ini dipengaruhi oleh tata nilai sosial
budaya, kondisi geografis, sejarah, serta pengaruh politik dari penguasa.
Roger F. Soltau menyatakan bahwa tujuan dari sebuah negara adalah :
“Memungkinkan rakyat berkembang serta mengungkapkan daya ciptanya sebebas mungkin” 20
Tidak mungkin sebuah negara dapat mencapai kepentingan nasionalnya
dengan menghambat daya cipta rakyatnya. Dan untuk mencapai tujuan nasional
seperti yang diharapkan maka setiap negara harus mengkaitkan kepentingan
nasionalnya melalui upaya kerjasama dengan dalam rangka menciptakan
kesejahteraan dan keamanan global, diantaranya dalam bentuk kerjasama bilateral
yang dilakukan Indonesia dan Australia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepentingan suatu negara tidak
akan pernah terlepas dari keharusan untuk mengamankan wilayahnya, memajukan
kesejahteraan ekonomi dan mempertahankan kultur bangsanya. Sama halnya
20
dengan Indonesia yang memiliki kepentingan nasional menangani masalah illegal
fishing yang terjadi di negaranya akan tetapi membutuhkan power dari negara lain
untuk mengatasinya. Dalam hal ini, kepentingan nasional yang dikembangkan
dengan suatu kerjasama negara tetangga yaitu Australia. Australia juga memiliki
kepentingan nasional yaitu Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional.
Oleh karena itu karena masing-masing negara memiliki kepentingan nasional
yang nantinya dengan adanya kerjasama akan dapat menghasilkan suatu solusi
yang dapat memberikan keuntungan. Jadi kepentingan nasional Indonesia dan
Australia dapat dicapai apabila seluruh aktor-aktor di dalamnya memiliki visi dan
misi yang sama.
1.4.2. Konsep Kerjasama Bilateral
Dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini secara keilmuan
(konseptual), dipaparkan adanya konsep kerjasama bilateral sebagai suatu
kerangka pemikiran yang menggambarkan adanya kerjasama Indonesia-Australia
dalam penanganan illegal fishing agar menjadi pemeliharaan stabilitas keamanan.
Pentingnya terjalin kerjasama dikarenakan adanya isu-isu internasional
yang ada antara Indonesia – Australia, diantaranya isu keamanan, kejahatan
transnasional, pencurian ikan, isu ekonomi dan perdagangan, pendidikan serta isu
lainnya. Tidak hanya itu saja bahwa hubungan Indonesia dan Australia memang
tampak pasang surut akan tetapi harapan demi harapan yang dipaparkan salah
melakukan kerjasama bilateral dengan fokus permasalahan penanganan illegal
fishing.
Suatu kerjasama menurut Perdana Menteri Australia John Howard
merupakan di dalamnya terdapat perbedaan dengan korelasi tujuan yang sama:
“Kita (Australia dan Indonesia) adalah masyarakat yang sangat berbeda, kita mempunyai cara hidup yang berbeda, punya sejarah sendiri, tapi kita bertekad untuk dapat hidup bersama.” (Howard, 1996)21
“Hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan timbal balik anatara dua pihak. Kerjasama
bilateral dilaksanakan guna menjalin hubungan yang lebih baik
antara negara yang bertetangga maka dengan semangat kerjasama
dan give and take serta orientasi ke depan dalam membangun kedua negara”.22
Pemapaparan yang penuh masa depan itulah yang dirasa Indonesia maju
dalam hal penyelesaiaan illegal fishing ini. Sedangkan pengertian ”Hubungan
Internasional” menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri
RI (RENSTRA) adalah hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang
dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara
tersebut23. Jadi tak hanya melingkupi hubungan interaksi antara masyarakat
21 Mar’iyah, Chusnul. PhD. 2005.
Indonesia – Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral. Rahmatika Creative Desaign. Jakarta. hal. 8.
22
Rezasyah, Teuku. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia antara Idealisme dan Praktek. Bandung. Humaniora. Hal. 55.
23
dunia24. Meskipun demikian tetap diakui bahwa negara merupakan aktor utama dalam hubungan internasional25. Aktor disini berarti suatu individu atau kelompok yang mampu melakukan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu hasil perbuatan
manusia26.
Penelitian ini lebih mengacu pada suatu hubungan kerjasama dalam
konteks upaya yang menanggulangi masalah-masalah di perbatasan
Indonesia-Australia. Antara lain, upaya penanganan yang di tempuhnya melalui kerjasama
Indonesia-Australia. Dalam permasalahan ini, masalah yang utama yang dihadapi
Indonesia adalah bagaimana meningkatkan stabilitas keamanan domestiknya
sehubungan dengan masalah-masalah yang muncul di kawasan perbatasan
Indonesia-Australia.
Jadi, persoalannya adalah masalah di perbatasan Indonesia-Australia.
Kedua pemerintah belum mendapatkan suatu kesepakatan yang pasti dan jelas
dalam mengatur lalu lintas dan pengelolaan di perbatasan. Dengan adanya
permasalahan tersebut, Holsti membahas masalah “perbatasan”. Untuk
menyamakan pandangan atau persepsi, perbatasan negara yang dimaksudkan
adalah suatu wilayah yang menjadi titik temu antara wilayah yuridiksi suatu
negara dengan wilayah yuridiksi negara tetangganya. Batas-batas yang ditentukan
dapat berupa batas alam, seperti gunung, sungai dan laut.
24
Wiraatmaja, Suwardi. 1970. Pengantar Hubungan Internasional. FISIP PRESS UNPAD, Bandung. hal. 39.
25
Adil, Hilman dalam Mc. Clelland. 1981. Hubungan Internasional Teori dan Sistem. Rajawali Press. Jakarta. hal. x.
26
Namun, tidak berarti Indonesia berambisi untuk menguasai wilayah
tetangganya ataupun menguasai wilayah perbatasan dengan Australia. Setidaknya,
Indonesia lebih menekankan upaya mengenai pengaturan yang jelas dan tegas di
perbatasan.
Di sisi lain, faktor pemicu adanya illegal fishing (individu atau manusia)
diantaranya bahwa illegal fishing merupakan kejahatan penangkapan ikan yang
disengaja di daerah yang tidak disepakati bersama antara Indonesia dan Australia,
kemudian illegal fishing dilakukan karena adanya rasa ketidaktahuan dan faktor
kemiskinan, dan juga nelayan lintas batas yang secara tradisional turun temurun
menangkap ikan di daerah tersebut27.
Dampak negatif yang mendasar dengan terus maraknya illegal fishing ini
terutama dalam beberapa hal diantaranya dimana apabila pengelolaan sumber
daya ikan dan lingkungan kurang memiliki keseimbangan maka akan berakibat
terjadinya eksploitasi besar-besaran dan turunnya pemasukan negara. Dan yang
paling mendasar adalah kurangnya kesadaran akan mengawasi, mengontrol, dan
mensurvei terhadap kapal ikan yang ada di perairan Indonesia, masih kurangnya
tenaga ahli beserta sumberdaya manusianya28. Selain itu permasalahan mendasar yang menyertai adalah nelayan-nelayan Indonesia yang tertangkap di perairan
Australia
Tuntutan dalam mencapai kepentingan tersebut memerlukan pengaruh
berbagi faktor yang berlangsung pada sistem internasional. Batas negara
27
Bappenas. 2008. RI-Australia Perkuat Kerjasama Pemberantasan Illegal Fishing. Jakarta. diakses dari: http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/RO%20-%20Australia.pdf, pada tanggal 5 November 2009.
28
merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Batas suatu
negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan,
pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah29. Hal demikianlah yang dapat diamati dari perilaku Indonesia bagi kepentingan dalam
penelitian ini.
Dalam suatu kerjasama bilateral banyak berbagai macam kepentingan
nasional diantara kepentingan kedua negara yang tidak dapat dipenuhi di dalam
negaranya sendiri. Sedangkan kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada
sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat
mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif30. Dengan kata lain apabila dilihat dari Indonesia, maka penanggulangan atas
ancaman illegal fishing yang berhubungan dengan kecanggihan teknologi
Australia sebagai negara maju, maka pemerintah Indonesia perlu menempuh atau
menjalin kerjasama dengan pemerintah Australia. Kerjasama dapat diartikan
sebagai upaya bersama dari sekelompok orang atau negara untuk mencapai
kepentingan demi tujuan bersama.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Tipe Penelitian
Analisis data bersifat deskriptif kualitatif (qualitative descriptive).
Deskriptif kualitatif diartikan sebagai metode yang mendeskripsikan makna dan
29
Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara. 2004. Jakarta. hal. 16.
30
data yang ditangkap oleh penulis dengan menunjukkan buktinya. Metode ini juga,
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan
keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya.
1.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara sekunder
berupa hasil analisa, didapatkan melalui studi kepustakaan. Sumber – sumber
yang digunakan melalui buku, referensi, literatur, surat kabar, website, dan
sumber – sumber lain, baik yang dipublikasikan maupun yang tidak
dipublikasikan.
1.5.3. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk membatasi pembahasan agar tidak terlalu jauh dari tujuan penulisan
yang ingin dicapai, maka penulis memberikan batasan – batasan. Diantaranya
adalah sebagai berikut : (1) kepentingan Indonesia, (2) kepentingan Australia, (3)
kerjasama Perjanjian Lombok sebagai cara dalam penanganan illegal fishing yang
disepakati Indonesia dan Australia, (4) kegitan-kegiatan yang dilakukan dalam
kerjasama tersebut yang tercetus dalam Lombok Treaty dalam penanganan illegal
fishing serta (5) penelitian difokuskan juga pada batasan tahun yang telah
ditentukan agar tidak terlalu luas pembahasannya.
Penelitian yang peneliti bahas dengan tema yang telah tertera diatas
mempunyai arti dan makna yang sangat luas, oleh karena itu untuk membatasi
waktu yang sangat luas pula maka peneliti menggunakan batasan waktu dari
tahun 2003 hingga tahun 2009.
1.6. Struktur Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami penulisan ini, maka penulis
sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, landasan konsep, metode penelitian, dan struktur penulisan.
Selanjutnya, penjabaran akan dibahas pada Bab II, Bab III, dan Bab IV sebagai
penutup.
BAB II ANCAMAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PERAIRAN
INDONESIA DAN AUSTRALIA
Bab ini menjelaskan tentang ancaman-ancaman illegal fishing di Indonesia dan
Australia. Penyebab-penyebab Indonesia melakukan kerjasama dalam rangka
penanganan masalah illegal fishing. Kepentingan Indonesia dan Australia dalam
penanganan illegal fishing sehingga tercipta kerjasama bilateral Lombok Treaty.
Bab ini menjelaskan dari kelanjutan Bab II, yaitu tentang adanya kepentingan
Indonesia dan kepentingan Australia dalam penanganan suatu permasalahan
illegal fishing yang diaplikasikan dalam kerjasama yang terwujud dalam Lombok
Treaty serta menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kerjasama
kedua negara.
BAB IV PENUTUP
SKRIPSI
KERJASAMA INDONESIA – AUSTRALIA DALAM PENANGANAN
ILLEGAL FISHING
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ilmu politik (S.Ip) strata-1
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Oleh:
TYA GITA HERDIANA NIM: 06260108
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Tya Gita Herdiana
NIM : 06260108
Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Skripsi : KERJASAMA INDONESIA DAN AUTRALIA DALAM PENANGANAN ILLEGAL FISHING
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional Dan dinyatakan LULUS
Pada hari : Jumat Tanggal : 18 November 2011
Tempat : Ruang Laboratorium Ilmu Hubungan Internasional
Mengesahkan, Dekan FISIP – UMM
Dr. Wahyudi M.Si
Dewan Penguji :
1. Victory Pradhitama, S.Sos., M.Si Penguji 1 ( )
2. Dyah Estu Kurniawati, S.Sos., M.Si Penguji 2 ( )
3. Ruli I Ramadhoan, S.Sos., M.Si Penguji 3 ( )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur hanya bagi Allah SWT, Pemilik Segala
Ilmu, sehingga penulisan skripsi dengan judul “Kerjasama Indonesia - Australia
dalam Penanganan Illegal Fishing” ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta
salam pun tetap terlimpah pada manusia pilihan, Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga serta pengikut beliau yang menadikkannya sebagai suri tauladan sampai
akhir zaman.
Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana
kerjasama Indonesia – Australia dalam menangani kasus Illegal Fishing ini. Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritik akan
pentingnya kerjasama yang tercipta akan adanya kepentingan nasional
masing-masing negara. Meskipun demikian, sepanjang proses pembelajaran yang telah
terlewati, penelitian juga tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan dalam
memasukkan data serta menganalisa data.
Penulisan skripsi ini diajukan kepada Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1). Oleh karena itu,
mengingat tidak sedikitnya proses yang telah dilalui, perlu kiranya penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
1. Bapak Drs. Wahyudi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2. Bapak Tonny Dian Effendy, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Hubungan
Internasional.
3. Bapak Ruli I. Ramadoan, S.Sos, M.Si dan Bapak M. Syaprin Zahidi, S.IP
selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan dan
berbagai masukan sehingga terselesaikan skripsi ini.
4. Bapak Victory Pradhitama, S.Sos, M.Si dan Ibu Dyah Estu Kurniawati, S.Sos,
M.Si sebagai dewan penguji skripsi.
Meskipun secara keseluruhan penulisan skripsi ini telah rampung, tidak
menutup kemungkinan masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang
sifatnya membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Malang, 08 Februari 2012
Peneliti,
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Skripsi ………..……… i
Lembar Pengesahan ……… ii
Pernyataan Orisinalitas ………...……… iii
Berita Acara Bimbingan Skripsi ………..……… iv
Abstraksi ………...……… v
Abstract ………...……… vi
Motto ………...……… vii
Lembar Persembahan ………...……… viii
Kata Pengantar ………...……… xi
Daftar Isi ………... ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2Rumusan Masalah ……….……….………. 9
1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….…….….. 9
1.4Landasan Konsep ……….…………. 10
1.4.1 Konsep Kepentingan Nasional ... 10
1.4.2 Konsep Kerjasama Bilateral ……….………. 12
1.5 Metode Penelitian ………...……… 16
1.5.1 Tipe Penelitian ……….… 16
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data .………. 17
1.5.3 Ruang Lingkup Penelitian ………..……… 17
1.5.4 Batas Waktu ……….……… 17
BAB II
ANCAMAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA
DAN AUSTRALIA
2.1 Ancaman Illegal Fishing di Indonesia ……..……… 30
2.2 Ancaman Illegal Fishing di Australia ………..………. 43
BAB III
PERJANJIAN LOMBOK SEBAGAI STRATEGI INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGATASI ILLEGAL FISHING
3.1 Kesepakatan Indonesia-Australia dalam Perjanjian Lombok ……… 56
3.2 Kinerja Lombok Treaty dalam Penanganan Ilegal Fishing …….….. 62
3.3 Kesetaraan dan Ketimpangan Lombok Treaty ………..…….. 70
3.4 Dinamika Misi Lombok Treaty ……….….…… 75
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……….. 80
DAFTAR LAMPIRAN
Data kegiatan – kegiatan penanganani illegal fishing tahun
2007-2010 ……… 21
Data modus operandi illegal fishing ..………. 29
Data kerugian Indonesia akibat illegal fishing ..………. 30
Data kerugian ekonomi akibat illegal fishing ……….……… 31
Data angka pencurian ikan di perairan Indonesia ……….…….…... 36
Data kerugian Australia akibat illegal fishing ………... 43
Data isi perjanjian antara Australia dan Indonesia tentang kerangka kerjasama keamanan nota diplomatik “Perjanjian Lombok”…………... 43
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2009. Batas Wilayah Negara Indonesia “Dimensi, Permasalahan, dan Strategi Penanganan” (Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridi). Yogyakarta. Penerbit Gava Media.
Rezasyah, Teuku. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia: Antara Idealisme dan Praktek. Bandung.
Departemen Pertahanan. 2003. Buku Putih Pertahanan RI : Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21
Budiyanto. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. Erlangga.
Mar’iyah, Chusnul. PhD. 2005. Indonesia – Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan Politik Bilateral. Rahmatika Creative Desaign. Jakarta. Wiraatmaja, Suwardi. 1970. Pengantar Hubungan Internasional. FISIP PRESS
UNPAD, Bandung.
Adil, Hilman dalam Mc. Clelland. 1981. Hubungan Internasional Teori dan Sistem. Rajawali Press. Jakarta.
Couloumbis dan Wolfe. 1990. Pengantar Hubungan Internasional, Keadilan dan Power. ahli bahasa Mercedes Marbun Abardin. Bandung.
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Yahya, A. Muhaimin. 2008. Bambu Runcing & Mesiu; Makalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia. Yogyakarta. Tiara Wacana
Abubakar, Mustafa. 2006. Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan. Buku Kompas. Jakarta.
Solihin, Akhmad. 205. Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Humaniora Penerbit Buku Pendidikan : Bandung.
Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. PT LKIS Pelangi Aksara. M. Hairul Saleh. 2003. Tata Negara. MGMP Kota Malang.
Surat Kabar:
Republika. 2005. Potensi Ekonomi Kelautan, diakses dari
http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat-id=16, pada tanggal 1 Juli 2010.
Kompas. 2007. Ekspedisi Kelautan, diakses dari:
http://sains.kompas.com/read/2010/05/07/15125837/Ekspedisi.Ungkap.Kek ayaan.Laut.Indonesia+data+kekayaan+laut+indonesia&cd=4&hl=id&ct=cln k&gl=id, pada tanggal 15 Juni 2010.
Tabloid Jubi. 2006. Pencurian di Wilayah Australia, diakses dari: http://tabloidjubi.com/index.php/edisi-cetak/papua-kini/2407-illegal-fishing-
Lombok News. 2006. Kerjasama Kerangka Keamanan Indonesia - Australia
Ditandatangani, diskses dari:
http://www.lomboknews.com/2006/11/13/kerja-sama-kerangka-keamanan-indonesia-australia-ditanda-tangani/, pada tanggal 9 Maret 2010.
Bali Post. 2005. Cegah Kehilangan Hasil Laut, Armada Perikanan Perlu
Tempo. 2010. Nelayan Berkurang, diakses dari:
http://www.antaranews.com/berita/1276165606/nelayan-lintas-batas-jauh-berkurang, pada 4 Maret 2011.
E-magazine, 2008, Kerjasama Internasional Penanggulangan Illegal Fishing, diakses pada : http://www.stopiuufishing.com/achievements, kerjasama_iuu, pada tanggal 16 Agustus 2010.
Sudrajat. 2011. Indonesia – Australia Perangi Illegal Fishing, diakses dari:
Welly, Marthen. 2002. Lautan Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan, diakses dari: http://www.indosmarin.com/20080512-32html, pada tanggal 12 Juni 2010.
Australia - Indonesia Institute. 2010. Geografi Australia, diakses dari: http://www.dfat.gov.au/aii/publications/pengantar/index.html, pada tanggal 20 Agustus 2010.
Australia. 2010. Menyelami Kedalaman Laut Australia, diakses dari: http://www.australia.com/id/articles/nat_diving.aspx, pada tanggal 27 Agustus 2010.
Arsip Kupang. 2006. Indonesia - Australia Bahas Illegal Fishing, diakses dari: http://arsip.net/id/link.php%3Flh%3DAQRSSVwgDVVY+hasil+dari+kerja sama+illegal+fishing+indonesia+australia&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id, pada tanggal 12 Juli 2010.
Zainul Maarif. 2008. Reaksi Terhadap Lombok Treaty, diakses dari: http://www.idsps.org/option,com_docman/task,doc_download/gid,66/Itemid ,15/piagampbbpasal2dalamlomboktreaty, pada tanggal 23 Juli 2010.
Magazine. 2008. Kerjasama Internasional Penanggulangan Illegal Fishing, diakses pada: http://www.stopiuufishing.com/achievements,kerjasama_iuu, pada tanggal 16 Agustus 2010.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Indonesia dan Australia Tingkatkan
Kerjasama Kelautan dan Perikanan, diakses dari:
http://www.dkp.go.id/achieves/c/34/1114/Indonesia-dan-australia-
tingkatkan-kerjasama-kelautan-dan-perikanan/+hasil+dari+kerjasama+illegal+fishing+Indonesia+Australia&cd =4&hl=id&ct=clnk&gi=id, pada tanggal 23 April 2010.
Bappenas. 2008. RI-Australia Perkuat Kerjasama Pemberantasan Illegal Fishing. Jakarta. diakses dari: http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/RO%20-%20Australia.pdf, pada tanggal 5 November 2009.
Anggoro, Dr. Kusnanto. 2010. Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan
Ketertiban Umum, diakses dari:
ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Luar%20Negeri/1)%20Indone sia%20dan%20isu%20global/6)%20Food%20and%20Energy%20Security/
Keamanan%20Nasional%20Pertahanan%20Negara%20-%20koesnanto%20anggoro, pada 22 Desember 2010.
Valhalla, Cupi. 2001. Analisis dan Strategi Kebijakan Penanggulangan Kegiatan Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing di Perairan, diakses dari : http://politik.kompasiana.com/2010/01/10/analisis-dan-strategi-kebijakan- penanggulangan-kegiatan-illegal-unreported-unregulated-iuu-fishing-di-perairan-indonesia/, pada 10 Januari 2010.
Siaran Pers. 2009. Indonesia dan Australia Tingkatan Kerjasama Kelautan dan Perikanan. Diakses dari : www.dkp.go.id/archives/c/34/1114/indonesia-
dan-asutralia-tingkatkan-kerjasama-kelautan-dan-perikanan/+hasil+dari+kerjasama+ilegal+fishing+indonesia+australia&cd=4 &hl=id&ct=clnk&gl=id, pada tanggal 12 September 2010.
Smith, Stephen. M. P. 2008. Pernyataan Bersama Menteri Australia –Indonesia
dalam Forum Menteri. Diakses dari :
www.foreignminister.gov.au/releases/2008/9_aimf_ statement.html, pada 26 Desember 2010.
Departement of Foreign Affairs and Trade. 2008. Memajukan Kepentingan Australia dan Australia Internasional. Diakses dari : http://www.dfat.gov.au/geo/indonesia/indoesia _brief.html pada 16 Agustus 2010.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009, Indonesia dan Australia Tingkatkan
Kerjasama Kelautan dan Perikanan, diakses dari :
http://www.dkp.go.id/achieves/c/34/1114/indonesia-dan-australia-