LAMPIRAN A
OSILATOR HARMONIK
Persamaan Schrodinger untuk Osilator Harmonik dapat dinyatakan sebagai
berikut:
�2�
��2
+ (α
– y
2
)Ψ = 0
(A.1)
Dengan y =
(
1ħ√��
)
1/2α
= 2�ħ
�
��
=
2�
ℎ�
dimana v = 1
2�� �
� Merupakan frekuensi Osilator harmonik.
Bentuk Asimtotik �∞ dari fungsi gelombang.
Kita mulai dengan mencari bentuk asimtotik yang harus dimiliki Ψ ketika y
→±∞. Jika fungsi Ψ menyatakan partikel sebenarnya yang terlokalisasi dalam
ruang, harganya harus mendekati nol ketika y mendekati tak terhingga agar
∫−∞∞ IΨI2dy menjadi terhingga, bukan nol.
Kita tuliskan kembali persamaan (A.1) sebagai berikut:
�2�
��2
- (y
2
-
α) Ψ = 0
�2�
��2
= (y
2
-
α) Ψ
�2�/��2
(y2 −α) Ψ
= 1
Ketika y → ∞, y2≫ �, sehingga:
lim
y →∞�2�/��2
Fungsi Ψ∞ yang memenuhi persamaan (A.2) adalah: Ψ∞ = �−�2/2
Karena:
lim
y →∞�2� ∞
��2
=
lim
y →∞
(
y 2- 1
)
�
−�2/2=
y2�
−�2/2(A.3)Persamaan (A.3) merupakan bentuk Asimtotik Ψ yang diperlukan.
Persamaan Diferensial untuk fungsi f(y)
Kita dapat menuliskan fungsi gelombang osilator harmonik sebagai berikut:
Ψ = f(y)
�
∞= f(y)
�
−�2/2
(A.4)
Dengan f(y) fungsi dari y yang harus dicari. Dengan memasukkan persamaan
(A.4) dan (A.1) maka kita peroleh:
�2�
��2
– 2y
��
��
+(α
-1) f = 0
(A.5)Ini merupakan persamaan diferensial yang harus di penuhi oleh f.
Pengembangan deret pangkat f(y)
Prosedur yang di gunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial (A.5) ialah
menganggap bahwa f(y) dapat diuraikan dalam deret pangkat y, yaitu:
f(y) =
A
0+ A
1y + A
2y
2+
�3�
3+
⋯
=
∑
∞�=1�
��
� (A.6)kemudian menentukan harga koefisien An. Diferensial f menghasilkan
:
��
��
= A
1+ 2A
2y + 3A
3y
2+ … =
�
∞���
��
�−1=1
y
����
= A
1y+ 2A
2y
2+ 3A
3y
3+ … =
∑
∞�=1��
��
�(A.7)Turunan kedua dari f terhadap y adalah:
�2�
��2
= 1.2 A
2+ 2.3A
3y + 3.4A
4y
2
+ … =
�
∞�n(n
−
1)
�
��
�−2=2
Yang sama dengan:
�2�
��2
=
�
(n + 2)(n + 1)
�
�+2�
�∞
�=0 (A.8)
Rumus rekursi untuk koefisien An
Dengan mensubstitusikan persamaan (A.6) dan persamaan (A.8) kedalam
persamaan (A.5), maka kita peroleh:
�
[(n + 2)(n + 1)
�
�+2−
(2
�
+ 1
− �
)
∞
�=0
A
n]y
n
= 0
(A.9)Supaya persamaan ini berlaku untuk setiap y, kuantitas dalam tanda kurung harus
0 untuk setiap harga n, sehingga kita dapatkan persyaratan:
(n+2)(n+1)A
n+2= (2n+1-
α)A
nRumus rekursi:
A
n+2 = 2�+1−∝(�+2)(�+1)
A
n(A.10)Rumus rekursi ini memungkinkan kita untuk mencari koefisien A2, A3, A4, ……...
dinyatakan dalam A0 dan A1. Karena persamaan (1.5) merupakan persamaan
diferensial orde kedua, maka penyelesaiannya memiliki dua konstanta sembarang,
disini konstanta itu adalah A0 dan A1. Mulai dari A0 kita dapatkan deret koefisien
Persyaratan yang harus dipenuhi f(y)
Ketika y → ∞; hanya jika Ψ →0 ketika y → ∞, Ψ merupakan fungsi gelombang yang dapat diterima secara fisis. Karena f(y) dikalikan dengan �−�2/2, Ψ memenuhi persyaratan diatas jika:
lim y →∞f(y)
<
�−�2/2
Pengembangan deret pangkat fungsi gelombang asimtotik �∞
Cara yang memadai untuk membandingkan perilaku asimtotik dari f(y) dan
�−�2/2
ialah menyatakannya dalam deret pangkat (f sudah dalam bentuk deret
pangkat) dan memeriksa rasio antara koefisien deret yang berurutan ketika n →
∞. Dari rumus rekursi persamaan (A.10) kita dapat menyatakan bahwa:
lim
y →∞���+2�
=
2
� (A.11)
Karena
�
�= 1 + z +
� 22!
+
�3
3!
+ …..
Kita dapat menyatakan ��2/2 dalam deret pangkat sebagai berikut:
�
�2/2= 1 +
� 22
+
�4
22. 2!
+
�6
23 .3!
+ ……
=
∑
12�/2. �� 2�!
∞
�=0,2,4,…
y
n
=
∑∞�=0,2,4,… ���� (A.12)Rasio antara koefisien yang berurutan dari yn dalam persamaan (A.11) adalah:
��+2
��
=
2�/2 . ��2�! 2�
+2 2 . ��+2
2 �!
=
2�/2 . �� 2�!
2 . 2�/2 . �� 2 + 1� (
� 2)!
=
12 (�
=
1�+2
Dalam limit n → ∞, rasio ini menjadi:
lim
n →∞ ���+2�
=
1
�(A.13)
Jadi koefisien yang berurutan An dalam deret untuk f berkurang lebih lambat dari
deret pangkat �−�2/2 alih alih lebih cepat, ini berarti f(y) �−�2/2 tidak menuju nol ketika y → ∞.
Jika deret f berakhir pada harga n tertentu, sehingga koefisien An menjadi
nol untuk harga n yang lebih tinggi dari harga tertentu itu, maka � akan menuju nol ketika y → ∞ karena faktor �−�2/2. Dengan kata lain, jika f suatu polynomial dengan suku terhingga alih alih deret tak-terhingga, maka f dapat diterima.
Dari rumus rekursi:
A
n+2 =2�+1−∝ (�+2)(�+1)
A
nJelaslah bahwa jika:
∝
=
2n+1
(A.14)Untuk setiap harga n, maka An+2 =An+4
=
An+6= … = 0.
Persamaan (A.14) menentukan suatu deretan koefisien saja, yaitu deretan n genap
mulai dengan A0 atau deretan n ganjil mulai dengan A1. Jika n genap , maka A1= 0
dan hanya pangkat y genap muncul dalam polynomial, jika n ganjil, maka A0= 0
dan hanya pangkat y ganjil muncul.
Rumus tingkat energy yang dihasilkan
Persyaratan
∝
=
2n+1
merupakan syarat perlu dan cukup supaya fungsi gelombang persamaan (A.1) memiliki solusi yang memenuhi berbagaiDari persamaan
α
= 2�ħ
�
��
=
2�
ℎ�
,
kita peroleh nilaiα
sebagai berikut:α =
2�ℎ�
= 2n+1
En
=
(n +1
2) hv dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.15)
Jadi energy sebuah osilator harmonik terkuantisasi dengan langkah hv.
Kita lihat untuk n= 0
Maka:
E0 =
1
2 hv (A.16)
Yang menyatakan energy terendah yang dapat dimiliki oleh osilator tersebut.
Harga ini disebut energy titik nol karena sebuah osilator harmonik dalam keadaan
setimbang dengan sekelilingnya akan mendekati E=E0 dan bukan E=0.
Untuk setiap pilihan parameter
α
n terdapat fungsi gelombang yang berbeda��. Setiap fungsi terdiri dari suatu polinom ��(y) disebut sebagai Polinom
hermite, yang y-nya berpangkat genap atau ganjil, faktor eksponensial �−�2/2, dan sebuah koefisien numerik diperlukan untuk memenuhi syarat normalisasi:
∫ ∣−∞∞ �� ∣2 dx = 1 dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.17)
Rumus umum fungsi gelombang Osilator Harmonik ke n adalah sebagai
berikut:
�
�= (
2��ħ
)
1/4
Enam polinom hermite
�
�(y)
yang pertama di daftarkan dalam table berikut:n
�
�(y)
∝� Tingkat Energi ke-n (En)0 1 1 1
2hv
1 2y 3 3
2hv
2 4y2 – 2 5 5
2hv
3 8y3 – 12y 7 7
2hv
4 16y4 – 48y2 + 12 9 9
2hv
5 32y5 – 160y3 + 120y 11 11
LAMPIRAN B
POLINOMIAL HERMITE
Dalam bahasan ini akan dibahas bagaimana mencari solusi umum
polynomial Hermite yang diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
y’’ – pxMy’ + prxM-1y = 0, (B.1)
Dimana nilai p≠ 0, dan r adalah bilangan bulat positif. Untuk M = 1, p = 2, dan r adalah sebuah bilangan bulat positif sehingga persamaan (B.1) menjadi persamaan
Hermite dan memiliki solusi yang sering dikenal dengan nama Polinomial
Hermite. Bagaimana jika p ≠ 0, apakah persamaan (B.1) memiliki solusi polynomial, M adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu dan r
adalah bilangan bulat positif.
Terdapat sebuah solusi polynomial untuk persamaan (B.1) berderajat r jika
dan hanya jika:
r = k(M+1) (B.2)
Atau
r = k(M+1) +1 (B.3)
untuk suatu k = 0,1,2,3,4,5,…
selanjutnya, ada beberapa kasus terdapat satu (hingga untuk konstanta perkalian)
solusi polynomial yang selalu berderajat r yang memiliki (k+1) suku dengan
selisih derajat (M+1),yakni jika satu suku berderajat b, maka satu suku tertinggi
berikutnya menjadi berderajat b+M+1.
Pembuktian:
Kita substitusikan bentuk persamaan:
kepada persamaan (B.1) yang didefenisikan dengan manipulasi rumus:
a2 = a3 = … = am = 0 (B.5)
sehingga diperoleh:
an+M+1 = �
(�−�)��
(�+�+1)(�+�) n = 1,2,3,4,5,… (B.6)
kita turunkan persamaan (B.4) sebanyak dua kali:
y’ = ∑∞�=1����−1 (B.7)
y’’ = ∑∞�=2�(� −1)����−2 (B.8)
substitusikan persamaan (B.7) dan persamaan (B.8) kepada persamaan (B.1)
sehingga kita peroleh:
∑�∞=2�(� −1)����−2 - p xM∑∞�=1�����−1 + pr xM-1∑∞�=0���� = 0
Atau,
∑�∞=2�(� −1)����−2 - p ∑�∞=1�����+�−1 + pr ∑∞�=0����+�−1 = 0 (B.9)
Kita substitusikan nilai n = 0,1,2,3,…, n, n+M+1 ke persamaan (B.9) menjadi:
2.1a2 + 3.2a3x + 4.3a4 x2 + … + (n+M+1)(n+M)an+M+1 xn+M-1 + …
- pa1xM – 2pa2xM+1 – 3pa3xM+2- … - pnanxn+M-1 - …
+ pra0xM-1 + pra1xM + pra2xM+1 + … +pranxn+M-1 + … = 0
Kita pisahkan persamaan berdasarkan koefisien yang sama, sehingga diperoleh:
2a2 - pxMa1 + pra0 xM-1 = 0 Untuk koefisien x
6a3x - 2 pxMa2 + pr xM-1 a1x = 0 Untuk koefisien x (B.10)
Melalui manipulasi rumus, a2 = a3 = … = aM = 0 dengan n = 2, 3 , … maka akan
(n+M+1)(n+M) an+M+1 – pnan + pran = 0
(n+M+1)(n+M) an+M+1 = pnan - pran
(n+M+1)(n+M) an+M+1 = (pn – pr) an
an+M+1 =
p(n−r)a (�+�+1)(�+�)
sehingga diperoleh rumus rekursi untuk mencari solusi persamaan Polinomial
Hermite sebagai berikut:
an+M+1 =
p(n−r)a
(�+�+1)(�+�) dengan n = 0,1,2,3,4,… (B.11)
kita misalkan terdapat solusi Polinomial berderajat r. jika r = 1, maka r =
0(M+1)+1.
Jika r ≥2, maka r ≥ M+1 dengan persamaan (B.4) ketika ar = 0 maka ar-(M+1) = 0 juga. Jika r-(M+1) ≤ �, maka persamaan (B.4) memaksa r-(M+1) setara dengan 0 ataupun 1. Sebaliknya dapat dilanjutkan dengan mengurangkan r dengan
kelipatan (M+1) hingga bilangan bulat k diperoleh sedemikian sehingga:
r – k(M+1) = 0,1 (B.12)
untuk r – (M+1) = 0, r dikurangi dengan kelipatan (M+1), (2M+2, …, (kM+2)
sehingga diperoleh:
r – (M+1) = 0
r – (2M+2) = 0
r – (3M+3) = 0
.
.
.
r – (kM+k) = 0
r – k(M+1) = 0
r = k(M+1).
Untuk r – (M+1) = 1, r dikurangi dengan kelipatan (M+1), (2M+2), …, (kM+k)
r – (M+1) = 1
r – (2M+2) = 1
r – (3M+3) = 1
.
.
.
r – (kM+k) = 1
r – k(M+1) = 1
r = k(M+1)+1
maka persamaan (B.4) memiliki r – (M+1) sama untuk 0 atau 1
r – k(M+1) = 0 atau 1 (B.13)
dengan demikian ditentukan persamaan (B.2) dan persamaan (B.3), sebaliknya,
jika
r = k(M+1) untuk semua k, maka dapat dinyatakan dari persamaan (B.5) bahwa
ketika n = r = k(M+1), diperoleh an+M+1 = 0.
Oleh sebab itu al(M+1) = 0 untuk semua l≥ �+ 1. selanjutnya, dengan menggunakan persamaan (B.4) disertai dengan persamaan (B.5) diperoleh ai+l(M+1)
= 0, untuk semua 2 ≤ � ≤ � dan � ≥ �.
Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika ai+l(M+1) = 0, untuk semua l ≥ �, harus ditetapkan nilai a = 0 dan kita gunakan persamaan (B.5). Jika a≠ 0, persamaan (B.5) kembali mengimplikasikan bahwa ar = ak(M+1) dan karena itu y(x)
merupakan sebuah polynomial berderajat r.
Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika a ≠0, maka y(x) bukan sebuah polynomial. Dengan demikian didapat a0 sedemikian sehingga ar = 1, dan disini
dapat dilihat bahwa solusi polynomial adalah tunggal hingga konstanta perkalian
a0. Pertimbangan yang sama dapat diterapkan pada kasus r = k(M+1)+1. Solusi
polinomialnya tunggal hingga konstanta perkaliannya a1.
r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusinya adalah a0, jika r = k(M+1)+1
maka derajat terendah dari solusinya adalah: a1x. catatan jika r = k(M+1), maka
pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka pilihannya adalah a0 = 0.
Pembuktiannya:
Analisa dari r = k(M+1) dalam rumus rekursi persamaan (B.6) diikuti
pengurangan rumus (k-1).
k dikurangi dengan kelipatan (k-1), (k-2), … , (k-k) sehingga diperoleh:
arxxr = ak(M+1) xk(M+1)
a(k-1) (M+1)x(k-1) (M+1)
.
.
.
a(M+1) x(M+1)
a0.
Jika r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusi polynomial adalah a0 sama, jika
r = k(M+1)+1 maka derajat terendahnya adalah a1x.
Catatan: jika r = k(M+1), maka pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka
LAMPIRAN C
DERET PANGKAT
Bentuk umum deret pangkat.
Deret pangkat merupakan perkembangan dari deret kompleks biasa. Secara
prinsip, deret pangkat adalah deret kompleks yang memiliki bentuk pangkat dari
(z – z0).
Suatu deret takhingga dengan bentuk:
∑ ���� = ∑∞�=0���� = �0 + �1� + �2�2 + �3�3 + … + ���� + …
(C.1)
Dimana �� konstan disebut deret pangkat dalam x. sesuai itu, maka diperoleh deret takhingga dengan bentuk:
∑ ��(� − �0)� = �0 + �1(� − �0) + �2(� − �0)2 + �3(� − �0)3 + … + ��(� −
�0)� + … (C.2)
Bentuk umum deret pangkat adalah sebagai berikut:
∑∞�=0�� . (z-z0)n (C.3)
Dengan z adalah peubah kompleks (complex variable) dan koefisien an. deret ini
memiliki titik pusat z0 dan jari jari konvergensi dengan symbol �. kedua hal ini adalah parameter dalam deret pangkat.
Ada 2 cara untuk mencari � adalah sebagai berikut: 1. Formula Cauchy-Hadamard, yaitu: lim�→∞∣�∣��∣
�+1∣ = � 2. lim�→∞ ∣��∣
∣��∣
1
�
Setelah kita memperoleh nilai �, maka ada 3 sifat dari deret pangkat tersebut berdasarkan nilai � yang dimiliki, yaitu:
1. Jika � = 0, maka deret diatas konvergen hanya pada titik z0, dan divergen pada titik yang lain.
2. Jika 0 < � < ∞, maka deret diatas pasti konvergen mutlak untuk semua nilai z dengan ∣ � − �0 ∣< � dan divergen untuk semua nilai z dengan
∣ � − �0 ∣>�. Lalu bagaimana dengan ∣ � − �0 ∣= �? itu bisa konvergen,
bisa juga divergen.
3. Jika �= ∞, maka deret diatas konvergen mutlak untuk semua nilai z. artinya deret tersebut tidak pernah divergen.
Latihan soal.
Soal 1.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:
∑ 1
(1+�)�
∞
�=0 (�+ 2− �)�, tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan
periksa juga apakah deretnya merupakan konvergen atau divergen pada
jari- jari konvergensinya.
Penyelesaian:
∑ 1
(1+�)� ∞
�=0 (�+ 2− �)� ; dari bentuk deret disamping kita bisa melihat bahwa:
z0 = -2 + i. dengan demikian maka an =
1
(1+�)� maka jari – jari konvergensinya:
lim�→∞ 1 (1+�)�
1 (1+�)�+1
� = lim �→∞
(1+�)�+1 (1+�)�
= lim
�→∞ (1+i)
= 1 + i
Jari jari konvergensi � = ∣1+i∣ = �(1)2+ (1)2 = √2
Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah:
Deret ∑ 1
(1+�)� ∞
�=0 (�+ 2− �)�, pasti konvergen pada semua z dengan
Dan deret tersebut pasti juga divergen pada semua z di ∣z + 2 - i∣>√2. Lalu bagaimana dengan lingkaran tepat pada jari jari √2?? Kita harus melakukan test lagi dengan cara melakukan substitusi (z + 2 - i) = √2 ke dalam deret diatas. Sehingga deret diatas menjadi:
∑ 1
(1+�)� (√2) � ∞
�=0 atau dapat dituliskan:
∑ 2�2
(1+�)� .
Sekarang kita anggap deret diatas menjadi sebuah deret baru. Lalu kita periksa
apakah deret itu konvergen atau tidak. Jika konvergen, maka deret semula dalam
soal 1 ini konvergen pada lingkaran (z + 2 - i) = √2 . Untuk memeriksa deret ∑ 2
�
2
(1+�)� apakah konvergen atau tidak;
∑ 2�2
(1+�)�dapat ditulis menjadi ∑( √2 1+�)
� → tampak, jika n → ∞ maka deret ini makin
besar: berarti deret ini Divergen.
Dengan demikian, kesimpulannya ialah deret dalam soal 1 ini,
∑ 1
(1+�)� ∞
�=0 (�+ 2− �)�konvergen pada cakram terbuka ∣z + 2 - i∣<√2.
Soal 2.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:
∑ 2� . (�+1)� (2�−1) ∞
�=1 , tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan periksa juga
apakah deretnya merupakan konvergen atau divergen pada jari- jari
konvergensinya.
Penyelesaian:
�2�(2 . (� −�+ 1)1) �
∞
�=1
Dari bentuk diatas, maka pusatnya z0 = -1. Dan an=
2� (2�−1).
Maka jari jari konvergensi:
lim�→∞ 2� 2(�+1) ∗
(2(�+1)−1)
(2�−1) = lim�→∞ 2� (2�+2) ∗
(2�+1) (2�−1) =
Maka deret diatas pasti konvergen untuk semua z pada cakram terbuka ∣z+1∣< 1. Untuk mengetahui sifat deret tersebut, pada lingkaran ∣z+1∣ = 1, kita substitusi nilai ini ke dalam deret diatas, sehingga terbentuk sebuah deret baru:
∑2� .(1)� (2�−1) = ∑
2� 2�−1
TIPS:
Kita perhatikan pangkat tertinggi dari n untuk pembilang dan penyebut. Ternyata
sama, yaitu 1. Maka, bila kita memakai uji rasio untuk deret ini, kita akan
mendapat bahwa harga limitnya sama dengan 1.
Itu artinya, kita tetap tidak dapat menentukan apakah konvergen atau
divergen.Maka kita jangan memakai uji rasio.
Kita periksa deret tersebut dengan cara sebagai berikut:
lim�→∞ 2� (2�−1) =
2
2 = 1 →≠ 0.
Maka deret ∑ 2�
2�−1 bersifat divergen.
Dengan demikian deret semula dalam soal ini hanya konvergen pada cakram
LAMPIRAN D
OSILATOR ANHARMONIK
Persamaan Schrodinger digunakan untuk menggambarkan berbagai macam sistem
mekanika kuantum, walaupun sebenarnya tidak dapat diselesaikan kecuali untuk
beberapa model sederhana. Persamaan Schrodinger ini biasanya menggunakan
persamaan linear dua variable yang diselesaikan dengan menggunakan metode
ekspansi deret pangkat persamaan diferensial, atau menggunakan operator tangga
dalam mekanika kuantum. Pada osilator anharmonik, persamaan fungsi
gelombang schrodinger yang digunakan adalah sebagai berikut:
−��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) = E Ψ(x) (D.1)
Untuk memecahkan persamaan ini dalam satu dimensi, pertama kita
menggunakan persamaan diferensial orde dua, kemuadian dilanjutkan dengan
metode deret pangkat.
4.1. Persamaan Awal
Pertama kita perkenalkan persamaan linear dua variable sebagai berikut:
y’’ – 2xy’ + (2n +x2 – x4)y = 0 (D.2)
ini bukan merupakan adjoint nya, melainkan untuk mempermudah
memperkenalkan serangkaian fungsi abnormal (��) sebagai berikut:
�� = �−�2/2. y(x) (D.3)
Dengan mensubstitusikan persamaan (D.3) ke dalam persamaan (D.2), maka akan
diperoleh persamaan diferensial untuk �� sebagai berikut:
Persamaan (D.4) ini merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik
mekanika kuantum dengan energy potensial V(x) = Ax4.
4.2. Solusi Analitik
Dengan menggunakan metode deret pangkat, kita memperoleh solusi dari
persamaan (D.2) sebagai berikut:
y(x) = xk (�0 + �1� + �2x2 + �3x3 + …)
y(x) = ∑∞�=0����+� , a0≠ 0 (D.5)
dimana eksponen k dan koefisien koefisien am sudah ditentukan. Dengan
menurunkan persamaan (D.5) sebanyak dua kali, maka kita peroleh:
��
�� = ∑∞�=0�� (�+�)��+�−1, �2�
��2 = ∑ �� (�+�)(�+� −1)��
+�−2 ∞
�=0 (D.6)
Dengan mensubstitusikan persamaan (D.6) kedalam persamaan (D.2) maka kita
peroleh:
∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +
2n∑∞�=0����+� + ∑�∞=0����+�+2 - ∑∞�=0����+�+4 = 0 (D.7)
Pangkat x terendah pada persamaan (D.7) adalah: xk-2, untuk m=0 pada
penjumlahan pertama. Keunikan dari deret pangkat memerlukan penghilangan
koefisien yang menghasilkan:
�0k(k-1) = 0
Dimana �0 ≠ 0.
Jika �0 = 1, maka kita peroleh:
persamaan (D.8) ini merupakan persamaan indisial yang menghasilkan nilai k-0
atau k-1.
Jika kita tinjau kembali persamaan (D.7) dan menetapkan m = j+2 pada
penjumlaham yang pertama, kemudian m = j,m = j, m = j-2, m = j-4 berturut turut
pada penjumlahan kedua, ketiga, keempat dan kelima maka kita peroleh:
aj+2 (k+j+2)(k+j+1) – 2aj (k+j-n)+aj-2 – aj-4 = 0
a
j+2=
��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)
(�+�+2)(�+�+1) (D.9)
dengan menggunakan cara yang sama pada persamaan (D.8) untuk k = 0 dan j =
bilangan genap, kita peroleh:
a2 = �0
2! 2(-n)
a4 = �0
4! [-2! + 2
2
(-n)(2-n)]
a6 = �0
6! [4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n) + 23 (-n)(2-n)(4-n)]
dan untuk k = 1 dan j = bilangan genap, kita peroleh:
a2 = �0
3! 2(1-n)
a4 = �0
5! [-3! + 2
2
(1-n)(3-n)]
Pada kasus k = 0, semua nilai koefisiennya kita masukkan kedalam persamaan
(D.5), maka kita peroleh:
ygenap = a0 [1+
1
2! (2(-n))x
2 + 1
4! (-2! + 2
2
(-n)(2-n))x4 + 1
6!(4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n) +
23(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] (D.10)
melalui persamaan (D.10), kita tentukan Polynomial Hermite untuk n = genap
dan menghasilkan beragam parameter sebagai berikut:
ygenap = a0 [1+
1
2! (2(-n))x
2 + 1
4!(2
2
(-n)(2-n))x4 + 1
6!(2
3
(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] + a0
[−2!
4! x
4 + 1
6! (4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
dengan cara yang sama kita juga dapat menetukan Polinomial Hermite untuk n =
ganjil dan k = 1 sebagai berikut:
yganjil = a0 [x +
1
3!(2(1-n))x
3 + 1
5!( 2
2
(1-n)(3-n))x5 + 1
7!(2
3
(1-n)(3-n)(5-n))x7 + …] +
a0 [-
3! 5!x
5 + 1
7!(5! – 5!
3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x
7
+ …] (D.12)
Tanda kurung siku pertama dari ruas kanan ygenap dan yganjil hanya menunjukkan
bentuk dari polynomial hermite yang kemudian kita masukkan nilainya kedalam
persamaan (D.3).
Maka untuk n = genap kita peroleh:
��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +
1 6! (4! –
4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n)) x2 + …]} (D.13)
Untuk n = ganjil kita peroleh:
��(x) = �−�
2/2
{Hn(x) + �0�5 [- 3! 5! +
1 7! (5! –
5!
3! 2(1-n) – 3!2 (5-n)) x
2
+…]}(D.14)
4.3. Fungsi fungsi gelombang dan tingkat tingkat energi
Persamaan fungsi gelombang Schrodinger dengan energy potensial V(x) = Ax4,
Dituliskan sebagai berikut:
−��ħ�Ψ’’(x) + Ax4 Ψ(x) = E Ψ(x), dimana m = massa partikel dan E = energy total.
Dengan mengggunakan kuantitas tidak berdimensi sebagai berikut:
x = αz dimana ∝6 = 2��
ħ2 (D.15)
λ = 2��ħ2�2 = E(
2� ħ2 )
2/3
(A)1/3 (D.16)
τ = 1 2� 2�� � ( � � )
1/4г(1/4)
г(3/4) (D.17)
Dengan [Ψ(z) = Ψ(x/α) = ѱ(x)], maka persamaan (D.1) menjadi:
�2ѱ
��2 + (λ – x 4
) ѱ(x) = 0 (D.18)
Persamaan (D.18) ini merupakan persamaan (D.4) dengan λ = 2n+1. Maka untuk n = genap kita peroleh:
Ѱn(x) = K�−� 2/2
{Hn(x) + a0x4 [-
2! 4! +
1 6!(4! –
4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n))x2 + …]} (D.19)
Untuk n = ganjil kita peroleh:
Ѱn(x) = K�−� 2/2
{Hn(x) + a0x5 [-
3! 5! +
1 7!(5! –
5!
3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x
2
+ …]} (D.20)
Persamaan (D.19) dan persamaan (D.20) merupakan fungsi fungsi gelombang
Osilator Anharmonik mekanika kuantum untuk genap Ѱ 0, Ѱ2,… dan ganjil Ѱ 1, Ѱ3,…
Dengan menggunakan persamaan (D.16) dan persamaan (D.17) dan diketahui
nilai г(1/4) = 4.(1
4)! = 4 dan г(3/4) = � √2
4 maka kita peroleh Energi:
En = (�
4)
3/4
. г(1/4)
√2�г(3/4)ħ�
En = (2n+1)3/4 .
4
�√2�ħ� (D.21)
Untuk Energy tingkat dasar dengan n = 0 adalah:
E0 = 4
�√2� ħ� = 0,5079ħ�≅ 1
LAMPIRAN E
FUNGSI GAMMA (г)
DEFENISI:
1. Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam
pembahasan kalkulus tingkat lanjut
2. Dalam aplikasinya fungsi Gamma ini digunakan untuk membantu
menyelesaikan integral-integral khusus yangsulit dalam pemecahannya
dan banyak digunakan dalammenyelesaikan permasalahan di bidang fisika
maupunteknik.
3. Pada dasarnya dapat didefinisikan pada bidang real dankompleks dengan
beberapa syarat tertentu.
Fungsi gamma dinyatakan oleh г (x)yang didefenisikan sebagai berikut ini:
Г(x) = ∫ �∞ �−1�−�
0 �� (E.1)
x dan r adalah bilangan real.
Rumus ini merupakan integral yang konvergen untuk x > 0.
Rumus rekursif untuk fungsi gamma adalah:
г(x+1) = xг(x) (E.2)
melalui persamaan (E.2) dapat ditentukan harga г(x) untuk semua x>0 bila nilai
nilai untuk 1≤ � ≤2.
Jika x adalah bilangan bulat maka: г(x+1) = x!
jika di kombinasikan persamaan (E.1) dan persamaan (E.2) maka diperoleh
Г(x) = г(x+1)
� (E.3)
Sifat dasar fungsi gamma real
a. Г(x) tidak terdefenisi untuk setiap x = 0 atau bilangan bulat negatif
Pembuktian:
Dari persamaan (E.1) dengan x = 0, diperoleh:
Г(0) = ∫ �∞ −1�−�
0 ��
Bukti tersebut merupakan integral divergen sehingga Г(0) tidak terdefinisi.
Untuk x = n bilangan bulat negatif dan dengan mensubstitusikan x kedalam
persamaan (E.3), maka diperoleh:
Г(n) = Г(0)
�(�+1)(�+2)…(−2)(−1) (E.4)
Karena Г(0) tidak terdefinisi, maka Г(n) tidak terdefenisi pula untuk n bilangan
bulat negatif.
n! ~√2���.�−� (E.5)
LAMPIRAN F
PERIODE OSILATOR NONLINEAR
Sebuah partikel dengan massa m yang pada hakekatnya berosilasi secara
nonlinear dibawah pengaruh fungsi energi potensial memberikan:
V(x) = Axn (F.1)
(Dimana A adalah konstanta positif dan n adalah sebuah bilangan bulat genap
yang lebih besar atau sama dengan 4).
Sistem ini, tentu saja konservatif, sehingga diperoleh:
1 2�ẋ
2+ �(�) =� (F.2)
Dimana total Energi selalu konstan positif sehingga persamaan (K.2) dapat
dituliskan sebagai berikut:
��= ±(� 2�)
1 2 . ��
�1−�(�)
�
(F.3)
Untuk memperoleh nilai periode osilasi maka persamaan (K.3) kita integrasikan
sehingga diperoleh:
T = 4(� 2�)
1/2∫ ��
�1−���/� �
0 (F.4)
Dimana A adalah Amplitudo osilasi yang berhubungan dengan nilai Energi total
E= bAn lalu substitusikan nilai x = (� �)
1
� .���
2
Sehingga persamaan (F.4) menjadi:
T = 8
� . ( � 2�)
1 2 . ( �
�)
1
�∫�/2���2��−1���
0 (F.6)
Setelah mengintegrasikan persamaan (K.6), maka diperoleh T dalam bentuk yang
lebih ssederhana sebagai berikut ini:
T = 4
(
�� 2)
1/2
. (
�1−�/2�
)
1/�
.
г(1 �+1)
г( 1�+2 1)(F.7)
Dimana pada persamaan (K.7) ini kita menggunakan bentuk identitas dari fungsi gamma (г) sebagai berikut ini:
Г(z+1) = z г(z) (F.8)
Jika kita substitusi syarat syarat dari amplitude untuk total energi, maka diperoleh
bentuk periode sebagai berikut ini:
�= 2√2� . г( 1 �+1)
г(1�+2 1)
.
�
1−�/2
�
��(F.9)
Dengan n > 0
Persamaan (F.9) ini merupakan periode osilasi dari osilator yang terdapat
dalam energy potensial pada persamaan (F.1).dalam persamaan ini, n tidak perlu
harus merupakan bilangan bulat. Persamaan (F.9) menunjukkan bahwa periode
dan frekuensi osilasi tidak bergantung pada amplitude dan energi total nya hanya
jika n = 2 (merupakan osilator harmonik sederhana).
Dalam hal ini, dengan b = k/2 maka persamaan (F.9) mengurangi nilai
periode osilasi sistem massa pegas, T = 2л ��� . meskipun setiap osilator linear memiliki sebuah periode yang tidak bergantung amplitude, namun itu tidak benar.
LAMPIRAN G
LISTING PROGRAM MATLAB FUNGSI GELOMBANG
OSILATOR ANHARMONIK
clear;
clc;
disp('Plot Grafik');
disp('---');
xMin=input('masukkan x minimum = ');
xMax=input('masukkan x maksimum = ');
x=xMin:0.1:xMax;
y1=zeros(1, length(x));
y2=zeros(1, length(x));
y3=zeros(1, length(x));
y4=zeros(1, length(x));
y5=zeros(1, length(x));
y6=zeros(1, length(x));
for i=1:length(y1)
y1(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(1+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)(fakt
orial(4)/faktorial(2))*2*0-2^2*(4-2))*x(i)^2));
end
y2(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(2*x(i)+(x(i)^5)*(faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)
(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-1)-faktorial(3)*2*(5-1))*x(i)^2));
end
for i=1:length(y3)
y3(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(((4*x(i)^2)2)+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(fakt
orial(4)(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-2)-2^2*(4-2))*x(i)^2));
end
for i=1:length(y4)
y4(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((8*x(i)^3-12*x(i))+(x(i)^5)*(-
faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-3) faktorial(3)*2*(5-3))*x(i)^2));
end
for i=1:length(y5)
y5(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((16*x(i)^4-48*x(i)^2+12)+(x(i)^4)*(-
faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)-(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-4)-2^2*(4-4))*x(i)^2));
end
for i=1:length(y6)
y6(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((32*x(i)^5-160*x(i)^3+120*x(i))+(x(i)^5)*(-
faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-5)-faktorial(3)*2*(5-5))*x(i)^2));
end
subplot(3,2,1)
title('Grafik n=0')
subplot(3,2,2)
plot(x,y2)
title('Grafik n=1')
subplot(3,2,3)
plot(x,y3)
title('Grafik n=2')
subplot(3,2,4)
plot(x,y4)
title('Grafik n=3')
subplot(3,2,5)
plot(x,y5)
title('Grafik n=4')
subplot(3,2,6)
plot(x,y6)
LAMPIRAN H
LAMPIRAN I
LAMPIRAN J
Daftar Pustaka
Beiser, Arthur.1987. Konsep Fisika Modern.Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Eisberg, R, dan Resnick, R, 1970, Quantum Physics, Jhon wiley & Sons,New
York,California.
Fitri, Sari Rachma dkk.Makassar Fisika Dasar ii. 2012. Balikpapan: universitas
Balikpapan press.
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika. Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
J. Arfken, Mathematical Methods for Physicists, Third Edition Academic Press,
Harcourt Brace Jovanovich, Publisher (1985) p. 564
Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI Press)
Nicolaide, Andre. 2012. General Theory of the Electromagnetic Field.
Transilvania University Press. Braşov, Romania.
P.M. Morse, H. Feshbach, Methods of Theoritical Physics, Mc Graw-Hill Book
Company(1993)
P . Mohazzabi, Am.J.Phys. 72, 492(2004)
Ruwanto, Bambang. Fisika II. 2007. Yogyakarta: Yudhi Tira.
Said. L, M. Fisika Dasar I. 2007. Makassar.UIN press.
Sugiyarni, Anik. 2010. Mekanika Kuantum. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Stolze,Joachim dan Dieter, 2007, Quantum Computing, University Of Dartmond,
Institute Of Physics,Weinheim,Germany
Suwana, Wayan. Osilator harmonic. Pendidikn Fisika universitas lampung
S. James, Single Variable Calculus, Early Transcendental. Fourth Edition. New
York: Brooks/Cole Publishing Company, 1999
Tjia,M.O.1999. Mekanika Kuantum. Bandung: Penerbit ITB
Halaman: 80-84
Wiley and Sons Ltd Singh,Kamal,2006, Element Of Quantum Mechanics,
S.Chand & Company LTD
Zettili, Nouredine.2009. Quantum Mechanics Concepts and Applications. John
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian dengan judul: “Kajian Teoritik Osilator
Anharmonik dengan Potensial Kuartik” adalah:
1. Perpustakaan Umum USU
2. Perpustakaan LIDA FMIPA USU
3. Laboratorium Fisika Komputasi FMIPA USU
3.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Januari 2016 – Juni 2016.
NO Nama
kegiatan
Januari
2016
Februari
2016
Maret
2016
April
2016
Mei
2016
Juni
2016
1 Studi
literatur
2 Seminar
proposal
3 Pengolahan
Data
4 Analisa
Data
5 Seminar
hasil
6 Meja Hijau/
3.3. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian judul “Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator
Anharmonik dengan Potensial Kuartik” adalah sebagai berikut:
1. Menyelesaikan persoalan Fisika dengan persamaan diferensial orde kedua
yang mengarah kepada persamaan diferensial Osilator Anharmonik
Mekanika kuantum.
2. Mengembangkan solusi analitis berdasarkan metode deret pangkat dan
kemudian dilanjutkan dengan Polinomial Hermite.
3. Menggunakan koefisien dalam deret pangkat yang dihasilkan untuk
memperkenalkan fungsi gelombang dan tingkat energi Osilator
3.4.
Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1.Diagram Alir Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik
dengan Potensial Kuartik.
MULAI
Persamaan Schrodinger
EΨ = -ħ
�
���′′ +��
Potensial, V= Ax4
Persamaan Anharmonik
Deret pangkat
Polinom Hermit Ganjil
Polinom Hermit Genap
Tingkat Energi
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persamaan Awal
Persamaan Schrodinger untuk osilator anharmonik adalah sebagai berikut:
−��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) = E Ψ(x) (4.1)
Persamaan (4.1) ini dikalikan dengan [−2�
ħ2 ], sehingga diperoleh:
−��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) - E Ψ(x) = 0
Ψ’’(x)- 2�
ħ2 (��
4) Ψ(x) +2�
ħ2 (�) Ψ(x) = 0
Ψ’’(x)- 2�
ħ2 [��
4+ �] Ψ(x) = 0
Ψ’’(x)+ 2ħ�2 [� − ��4] Ψ(x) = 0 (4.2)
Persamaan (4.2) merupakan persamaan linear dua variabel yang dapat dituliskan
bentuknya sebagai berikut ini:
�′′ − 2��′ + (2�+�2− �4)�= 0 (4.3)
Dimana persamaan (4.3) ini bukan merupakan adjoin dari persamaan (4.2)
melainkan hanya untuk mempermudah memperkenalkan serangkaian fungsi ��
berikut ini:
�� = �−� 2/2
Persamaan (4.4) ini dikalikan dengan ��2/2 ��, maka akan diperoleh:
(�� ) (��2/2 ��) = �−�2/2 y(x) (��2/2 ��)
y(x) = ��2/2 �� (4.5)
Turunan pertama untuk persamaan (4.5) adalah sebagai berikut:
�′(�) = ���2/2
�� + ��2/2 ��′
�′(�) = ��2/2
(��� + ��′)
(4.6)
Turunan kedua untuk persamaan (4.5) adalah sebagai berikut:
�′′(�) = ���2/2
��� +��2/2 �� + ��2/2 ���′ + ���2/2 ��′ +��2/2 ��′′
= �2��2/2 �� + 2���2/2 ��′ + ��2/2 �� + ��2/2 ��′′
= �2��2/2 �� + ��2/2 �� + 2���2/2 ��′ + ��2/2 ��′′
= ��2/2�� (�2+ 1) + 2���2/2 ��′ + ��2/2 ��′′
�′′(�) = ��2/2
{ �� (�2+ 1) + 2���′ + ��′′} (4.7)
Lalu kita substitusi persamaan (4.5), persamaan (4.6), persamaan (4.7) kedalam
persamaan persamaan (4.3) maka akan diperoleh:
�′′ − 2��′ + (2�+�2− �4)�= 0
��2/2
{ �� (�2+ 1) + 2���′ + ��′′} – 2x { ��2/2 (��� + ��′)} + (2�+�2−
�4){��2/2 �
�} = 0
��2/2
{ (�2+ 1) �� + 2���′ + ��′′} – 2x2�� − 2���′ + 2��� +�2�� −
�4�
� } = 0
�2�
��′′ + 2��� + �� − �4�� = 0
��′′ + (2�+ 1 − �4) �� = 0 (4.8)
Persamaan (4.8) ini merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik
pada mekanika kuantum dengan energi potensial, V(x) = Ax4.
4.2 Solusi Analitik
Prosedur baku untuk memecahkan persamaan diferensial seperti persamaan (4.3)
adalah dengan menganggap bahwa y(x) dapat diuraikan dengan deret pangkat x
sebagai berikut:
y(x) = xk (�0 + �1� + �2x2 + �3x3 + …)
y(x) = ∑∞�=0����+� , a0≠ 0 (4.9)
Turunan pertama dari y(x) adalah:
�′(�) =∑ �
� (�+�)��+�−1 ∞
�=0 (4.10)
Turunan kedua dari y(x) adalah:
�′′(�)∑ �
� (�+�)(�+� −1)��+�−2 ∞
�=0 (4.11)
Kemudian kita substitusikan kembali persamaan (4.9), persamaan (4.10),
persamaan (4.11) ke dalam persamaan (4.3) sehingga akan diperoleh:
�′′ − 2��′ + (2�+�2− �4)�= 0
∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 - 2x {∑�∞=0�� (�+�)��+�−1} + (2�+�2− �4)∑∞�=0����+� = 0
∑∞�=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +
Dari persamaan (4.12) ini, kita substitusi;
m = j + 2 untuk penjumlahan pertama
m = j untuk penjumlahan kedua
m = j untuk penjumlahan ketiga
m = j - 2 untuk penjumlahan keempat
m = j – 4 untuk penjumlahan kelima
Sehingga akan diperoleh:
∑∞�=0��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 2−1)��+�+2−2 – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +
2n∑∞�=0����+� + ∑�∞=0��−2��+�−2+2− ∑∞�=0��−4��+�−4+4 = 0
∑∞�=0��+2 (�+�+ 2)(�+� −1)��+� – 2∑∞�=0�� (�+�)��+� +
2n∑∞�=0����+� + ∑�∞=0��−2��+� − ∑∞�=0��−4��+� = 0
∑∞�=0[��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1)– 2��(�+�)+ 2n�� + ��−2− �� −4]��+� = 0
∑∞�=0[��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1)–2��(�+�-n)+ �� −2− ��−4]��+� = 0 (4.13)
Supaya persamaan (4.13) ini berlaku untuk setiap x, maka kuantitas dalam tanda
kurung harus nol untuk setiap harga n, sehingga kita dapatkan persyaratan sebagai
berikut:
��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1) – 2��(�+� - n)+ ��−2− �� −4 = 0
��+2 (�+�+ 2)(�+�+ 1) = 2��(�+� - n)−�� −2+ �� −4
��+2 =
��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)
(�+�+2)(�+�+1) (4.14)
Persamaan (4.14) adalah merupakan rumus rekursi untuk koefisien ��.
Rumus rekursi ini memungkinkan kita untuk mencari koefisien �2, �3, �4, �5, …
Tetapi sebelumnya kita perhatikan persamaan (4.12), pangkat terendah dari x
Penjumlahan pertama dipilih karena hanya pada penjumlahan pertama yang dapat
menghasilkan 2 nilai k yang berfungsi untuk memperoleh fungsi genap dan fungsi
ganjil dalam rumus rekursi.
Kita substitusi nilai m = 0 pada penjumlahan pertama persamaan (4.12) maka
diperoleh:
��(�+�)(�+�+ 1) = 0 �0(�)(� −1) = 0
Sehingga kita peroleh nilai :
k = 0 untuk jgenap
k = 1 untuk jganjil.
• untuk k = 0 dan jgenap dimulai dari 0, 2, 4, … pada persamaan (4.14) kita peroleh:
Rumus dasar: ��+2 = ��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)
(�+�+2)(�+�+1)
j = 0
→
a2 =�−4−�−2+ 2�0 (−�)
(2.1)
= 2�0 (−�)
2!
a2 = �0
2! 2(-n)
j = 2
→
a4 =�−2−�0+ 2�2 (2−�)
(4.3)
;
kita substitusi nilai a2, sehingga di peroleh:= −�0+2 �
�0
2! . 2(−�)�(2−�)
4! 1
2
x 2
2
a4 = �4!0 [-2! + 22 (-n)(2-n)]
j = 4
→
a6 =�0−�2+ 2�4 (4−�)
(4.5)
;
kita substitusi nilai a2 dan nilai a3, diperoleh:= �0−
�0
2! . 2(−�)+ 2
�0
4! [−2!+ 2
2(−�)(2−�)](4−�)
6! . 4!1
.
4! 4!
a6 =�0
6! [4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
Catatan:
Nilai a terendah yang diijinkan adalah a0 (nilai a negative dianggap tidak ada)
karena dari persamaan awal: ∑∞�=0��(�+�)(�+� −1) …dst, nilai a terkecil
adalah a0.
Kemudian nilai koefisien �2, �4, �6 ini kita substitusikan kedalam persamaan
(4.9) sehingga diperoleh:
y(x) = ∑∞�=0����+�
ygenap = (�0�� + �2��+2 + �4x�+4 + �6x�+6 + …)
untuk k = 0, diperoleh:
ygenap = (�0 + �2�2 + �4x4 + �6x6 + …)
ygenap = �0 + �2!0 2(-n) �2 + �4!0 [-2! + 22 (-n)(2-n)] x4 + �6!0 [4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n) +
23 (-n)(2-n)(4-n)] x6 + …)
ygenap = a0 [1+
1
2! (2(-n))x
2 + 1
4! (-2! + 2
2
(-n)(2-n))x4 + 1
6!(4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n) +
23(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] (4.15)
Melalui persamaan (4.15) kita akan memperoleh beragam parameter yang disebut
dengan Polinomial Hermite untuk n = genap sebagai berikut:
ygenap = a0 [1+
1
2! (2(-n))x
2 + 1
4!(2
2
(-n)(2-n))x4 + 1
6!(2
3
(-n)(2-n)(4-n))x6 + …] +
a0 [−
2! 4! x
4 + 1
6! (4! – 4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n))x6 + …] (4.16)
Tanda kurung siku pertama pada persamaan (4.16) merupakan bentuk Polinomial
Hermite untuk n = genap, maka diperoleh bentuk sederhana persamaan (4.16)
adalah sebagai berikut:
ygenap= {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +
1 6! (4! –
4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n)) x2 + …]}
Kemudian nilai y(x) untuk genap kita subtitusikan kedalam persamaan (4.4)
��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�4 [- 2! 4! +
1 6! (4! –
4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n)) x2 + …]} (4.17)
• untuk k = 1 dan jganjil dimulai dari 1, 2, 3, … pada persamaan (4.14) kita peroleh:
j = 1
→
a3 = �03! 2(1-n)
j = 3
→
a5 = �05! [-3! + 2
2
(1-n)(3-n)]
Kemudian nilai koefisien �3, �5, ini kita substitusikan kedalam persamaan (4.9)
sehingga diperoleh:
y(x) = ∑∞�=0����+�
yganjil = (�1��+2 + �3��+4 +… )
untuk k = 1, diperoleh:
ygenap = (�1�3 + �3�5 + … )
Dengan melakukan cara yang sama seperti mencari ygenap kita juga dapat
menentukan Polinomial Hermite untuk n = ganjil dan k = 1 sebagai berikut:
yganjil = a0 [x +
1
3!(2(1-n))x
3 + 1
5!( 2
2
(1-n)(3-n))x5 + 1
7!(2
3
(1-n)(3-n)(5-n))x7 + …] +
a0 [-
3! 5!x
5
+ 1
7!(5! – 5!
3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x
7
+ …]
(4.18)
Tanda kurung siku pertama pada persamaan (4.18) merupakan bentuk Polinomial
Hermite untuk n = ganjil, maka diperoleh bentuk sederhana persamaan (4.18)
adalah sebagai berikut:
yganjil= {Hn(x) + a0 [-
3! 5!x
5 + 1
7!(5! – 5!
3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x
7 + …]
Kemudian nilai y(x) untuk ganjil kita subtitusikan kedalam persamaan (4.4)
sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut:
��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�5 [- 3! 5! +
1 7! (5! –
5!
3! 2(1-n) – 3!2 (5-n)) x
2
4.3. Fungsi fungsi gelombang Osilator Anharmonik
Persamaan fungsi gelombang Schrodinger untuk Osilator Anharmonik dengan
energi potensial V(x) = Ax4, dituliskan sebagai berikut:
−��ħ�Ψ’’(z) + Az4Ψ(z) = E Ψ(z) (4.20)
Dimana m adalah massa partikel dan E adalah energi total.
Dengan Ψ(z) = Ψ(x/α) = ѱ(x), maka bentuk persamaan (4.20) ini menjadi:
−��ħ� �2ѱ(x)
��2 + Az
4ѱ(x) = E ѱ(x)
−��ħ� �2��ѱ(x)2 + Az
4ѱ(x)
- E ѱ(x) = 0
Untuk mempermudah solusi, kita sederhanakan persamaan (4.20) dengan
memperkenalkan kuantitas yang disingkat sebagai berikut ini:
x = αz dimana ∝6 = 2��
ħ2 (4.21)
λ = 2��
ħ2�2 = E(
2�
ħ2 )
2/3
(A)-1/3 (4.22)
Persamaan (4.20) kita kalikan dengan (−2�
ħ ) sehingga diperoleh: �2ѱ(x)
��2 + ��
ħ� (E - Az
4
) ѱ(x) = 0
�2ѱ(x) ��2 +
��
ħ� (E - A �4
∝4) ѱ(x) = 0 �2ѱ(x)
��2 + ( ���
ħ� - ���
ħ� �4
∝4 ) ѱ(x) = 0 �2ѱ(x)
��2 + ( ���
ħ� - ∝6 �4
∝4 ) ѱ(x) = 0
�2ѱ(x) ��2 + (
���
Berdasarkan nilai λ pada persamaan (4.22) dan mengalikan [∝2
∝2] kedalam persamaan (4.23), maka diperoleh:
�2ѱ(x) ��2 + (
��� ħ�∝2 . ∝
2 - ∝2 �4 ) ѱ(x) = 0
�2ѱ(x)
��2 + ( λ∝
2 - ∝2 �4 ) ѱ(x) = 0
�2ѱ(x) ��2 + ∝
2 ( λ -�4 ) ѱ(x) = 0 (4.24)
Untuk α = 1, maka persamaan (4.24) menjadi:
�2ѱ(x)
��2 + ( λ -�
4 ) ѱ(x) = 0 (4.25)
Persamaan (4.25) ini memiliki bentuk yang sama dengan Persamaan (4.8) yang
merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik pada mekanika
kuantum dengan energi potensial, V(x) = Ax4.
Persamaan (4.25) merupakan kelipatan dari persamaan (4.8), sehingga diperoleh
hubungan:
Ѱn(x) = K ��(x) (4.26)
Jika kita substitusi nilai ��(x) pada persamaan (4.17) ke dalam persamaan (4.26),
maka kita peroleh fungsi gelombang Osilator Anharmonik untuk n = genap
sebagai berikut:
Ѱn(x) = K�−�
2/2
{Hn(x) + a0x4 [-
2! 4! +
1 6!(4! –
4!
2! 2(-n) – 2
2
(4-n))x2 + …]} (4.27)
Dengan menggumakan Matlab, grafik persamaan fungsi gelombang persamaan
Kemudian kita substitusi nilai ��(x) pada persamaan (4.19) ke dalam persamaan
(4.26), maka kita peroleh fungsi gelombang Osilator Anharmonik untuk n = ganjil
sebagai berikut:
Ѱn(x) = K�−�
2/2
{Hn(x) + a0x5 [-
3! 5! +
1 7!(5! –
5!
3! 2(1-n) – 3!2(5-n))x
2
+ …]} (4.28)
Dengan menggumakan Matlab, grafik persamaan fungsi gelombang persamaan
4.4. Tingkat tingkat energi Osilator Anharmonik
Berdasarkan periode gerak partikel klasik [lihat persamaan (F.7) pada lampiran F]
yang sesuai dengan energi potansial V(x) = Axn = Ax4 dalam Osilator Nonlinear
dapat dituliskan sebagai berikut ini:
T = 4
(
��2
)
1/2
. (
�1−�/2�
)
1/�
.
г(1
�+1) г(1
�+
1 2)
(4.29)
T = 4
(
��2
)
1/2
. (
�1−4/2�
)
1/4.
г(14+1)г(14+12)
T = (16�� 2 )
1/2
.
(�)−1/4(�)1/4
.
1 4г(1 4)
г(3
4)
T = (8��)1/2
.
(�)−1/4
(�)1/4
.
1 4
.
г(14)
г(34)
T = (8��� )1/2
.
(�)1/4
(�)1/4
.
1 4.
г(1
4)
г(3
4)
T = (4.2��
� )1/2
.
(�)1/4 (�)1/4
.
1 4
.
г(1
4)
г(34)
T = 2(2��
� )1/2
.
(�)1/4 (�)1/4
.
1 4
.
г(14)
г(3
4)
T =1
2
(
2���
)
1/2
. (
��
)
1/4
.
г(1 4)
г(3
4)
T =1
2
�
2���
. (
� �)
1/4
.
г(1 4)
г(3
4)
(4.30)
Melalui persamaan (4.30) ini, kita dapat menentukan A sebagai berikut ini:
T =1
2
�
2���
.
�1/4�1/4
.
г(1
4)
г(34)
�
1/4=
1 2.
√2��
�1/2
.
�1/4
�
.
г(14)
г(3
4)
�
1/4=
1 2.
√2��
�1/2
.
�1/4
�
.
г(14)
г(3
4)
�
1/4=
1 2.
√2��
�1/4
.
1
�
.
г(14)Kemudian kita cari nilai A dengan menggunakan persamaan (4.22) sebagai
berikut:
λ = E (2�
ħ2 )
2/3 (A)-1/3
(A)1/3 = �
� . (
2�
ħ2)
2/3
Ruas kiri dan ruas kanan dikali dengan pangkat 3, maka diperoleh:
A =�
3
�3
. (
2�
ħ2
)
2
(4.32)
Nilai A pada persamaan (4.32) ini kita substitusikan kedalam persamaan (4.31),
sehingga diperoleh:
�
1/4=
1 2.
√2��
�1/4
.
1
�
.
г(14)г(34)
[
�3
�3
. (
2�
ħ2
)
2
]
1/4=
12
.
√2��
�1/4
.
1
�
.
г(14)
г(3
4)
�3/4
�3/4
. (
2�
ħ2
)
1/2
=
12
.
√2��
�1/4
.
1
�
.
г(14)
г(34)
,
dimana: �=2�
�
→ �
=
2�
�
�
3/4=
1 2.
�
3/4
. (
ħ2 2�)
1/2
.
√2�� �1/4.
1 2� �
.
г( 1 4)г(34)
�
3/4.
�
1/4=
1 2.
�
3/4
. (
ħ2 2�)
1/2
.
√
2
��
.
�2�
.
г(1
4)
г(3
4)
�
=
�
3/4
4
.
ħ
. �
2
��
2
�
.
�
√�
2.
г
(
14
)
г
(
34
)
=
�3/4
43/4. 41/4
.
ħ
.
� √�
.
г(14)
г(34)
�
= (
�4
)
3/4
.
ħ
.
�√2�
.
г(1
4)
г(3
4)
�
�= (
4 �)
3 4
.
г�1 4�
Kemudian dengan mengetahui bahwa nilai г(1/4) = 4 dan г(3/4) = �√2
4 , maka kita
peroleh energi E menjadi:
�� =
(
�4)
3/4.
г(14)
√2� . г(3
4)
. ħ�
=�
3/4
43/4
.
4√2� .�√2
4
. ħ�
=
�
3/4.
41/4
√2� .�√2
4
.
ħ�=
�
3/4.
41/4
√2�
.
4�√2
.
ħ�=
�
3/4.
4.41/4
�√2�√2
.
ħ�=
�
3/4.
4 . 41/4
�√2� . 41/4
.
ħ��� =
�
3/4.
4
�√2�
.
ħ� (4.34)Dengan mensubstitusikan nilai λ = 2n+1 [lihat persamaan (4.8)
→
persamaandiferensial untuk osilator anharmonik pada mekanika kuantum dengan energi
potensial, V(x) = Ax4]kedalam Persamaan (4.31) ini, maka diperoleh tingkat
tingkat Energi untuk Osilator Anharmonik sebagai berikut:
�� = (2�+ 1)3/4
.
�√42�.
ħ� (4.35)Untuk Energi tingkat dasar dengan:
n = 0, diperoleh:
E0 = (2.0 + 1)3/4 . 4
�√2�ħ�
= 0,5079ħ�≅ 1
Untuk n = 1, diperoleh:
E1 = (2.1 + 1)3/4 . 0,5ħ�
= 2,28 . 0,5ħ�
E1 = 1,14ħ� (4.37)
Untuk n = 2, diperoleh:
E2 = (2.2 + 2)3/4 . 0,5ħ�
= 3,34 . 0,5ħ�
E2 = 1,67ħ� (4.38)
Untuk n = 3, diperoleh:
E3 = (2.3 + 2)3/4 . 0,5ħ�
= 4,3 . 0,5ħ�
E3 = 2,35ħ� (4.39)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Tingkat Energi dasar untuk Osilator Anharmonik dan Osilator Harmonik
adalah sama
2. Tingkat Energi Osilator Anharmonik lebih kecil daripada Tingkat Energi
Osilator Harmonik
3. Perbedaan Tingkat Energi untuk Osilator Anharmonik dan Osilator
Harmonik adalah sebagai berikut:
Energy Osilator Harmonik Osilator Anharmonik ∆E
E0 0,5 ħ� 0,5 ħ� 0
E1 1,5 ħ� 1,14 ħ� 0,36 ħ�
E2 2,5 ħ� 1,67 ħ� 0,83 ħ�
E3 3,5 ħ� 2,35 ħ� 1,15 ħ�
4. Perbedaan tingkat energi (∆E) antara Osilator Harmonik dengan Osilator
Anharmonik diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem Osilator
Anharmonik.
5.2.
Saran
1. Sebaiknya peneliti selanjutnya mengkaji secara teoritik Tingkat energi
Osilator Anharmonik dengan menggunakan Potensial Morse
2. Sebaiknya peneliti selanjutnya mengkaji secara teoritik tingkat energi
Osilator Harmonik Teredam dan menganalisis perbedaannya dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mekanika Kuantum
2.1.1. Sejarah Awal Mekanika Kuantum
Dasar dimulainya periode mekanika kuantum adalah ketika mekanika
klasik tidak bisa menjelaskan gejala-gejala fisika yang bersifat mikroskofis dan
bergerak dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Oleh karena itu,
gejala fisika tersebut ternyata hanya ada satu kumpulan, dan mekanika kuantum
mengungkapkan usaha kita yang terbaik sampai saat ini untuk merumuskannya.
Perkembangan teori atom menunjukkan adanya perubahan konsep susunan atom
dan reaksi kimia antaratom.Kelemahan model atom yang dikemukakan
Rutherford disempurnakan olehNiels Henrik David Bohr.Bohr mengemukakan
gagasannya tentang penggunaan tingkat energi elektron pada struktur atom.Model
ini kemudian dikenal dengan model atom Rutherford-Bohr.Tingkat energi
elektron digunakan untuk menerangkan terjadinya spektrum atom yang dihasilkan
oleh atom yang mengeluarkan energi berupa radiasi cahaya.
Setiap memasuki pemahaman dunia atom, ilmuan mengalami kesulitan
yang luar biasa.Teori-teori mapan tidak berdaya, bahasa yang digunakan
mengalami kebuntuan, bahkan imajinasi terhadap dunia atom dipengaruhi
pandangan emosional. Pengalaman ini dilukiskan Heisenberg: “Saya ingat
pembicaraan saya dengan Bohr yang berlangsung selama berjam-jam hingga larut
malam dan mengakhirinya dengan putus asa; dan ketika perbincangan itu berakhir
saya berjalan-jalan sendirian di taman terdekat dan mengulangi pertanyaan pada
diri saya sendiri berkali-kali: Mungkinkah alam itu absurd sebagaimana yang
tampak pada kita dalam eksperimen-eksperimen atom ini?” (Fritjof Capra, 2000)
Situasi psikologis Heisenberg, pada akhirnya merupakan salah satu kata
kunci dalam perkembangan revolusioner dunia atom.Benda/materi yang diamati
tidak terlepas dari pengalaman pengamat.benda/materi bukan lagi sebagai objek
benda/materi sendiri yang berbicara dan mempunyai keinginan sesuai fungsi dan
kedudukannya dalam suatu benda/materi.Sub-atom bukan ‘benda’ tetapi,
merupakan kesalinghubungan dalam membentuk jaringan dinamis yang terpola.
Sub-subatom merupakan jaring-jaring pembentuk dasar materi yang merubah
pandangan manusia selama ini yang memandang sub atom sebagai blok-blok
bangunan dasar pembentuk materi.
Meminjam istilah Kuhn, mekanika kuantum merupakan paradigma sains
revolusioner pada awal abad 20.Lahirnya mekanika kuantum, tidak terlepas dari
perkembangan-perkembangan teori, terutama teori atom.Mekanika kuantum,
bukan untuk menghapus teori dan hukum sebelumnya, melainkan Mekanika
kuantum tidak lebih untuk merevisi dan menambal pandangan manusia terhadap
dunia, terutama dunia mikrokosmik.Bisa jadi, sebenarnya hukum-hukum yang
berlaku bagi dunia telah tersedia dan berlaku bagi setiap fenomena alam, tetapi
pengalaman manusialah yang terbatas.Oleh sebab itu, sampai disini kita harus
sadar dan meyakini bahwa sifat sains itu sangat tentatif.
Mengapa teori kuantum merupakan babak baru cara memandang alam?
Vladimir Horowitz pernah mengatakan bahwa “mozart terlalu mudah untuk
pemula, tetapi terlalu sulit untuk para ahli”. Hal yang sama juga berlaku untuk
teori kuantum. Secara sederhana teori kuantum menyatakan bahwa “partikel pada
tingkat sub atomik tidak tunduk pada hukum fisika klasik”.“Entitas seperti
elektron dapat berwujud [exist] sebagai dua benda berbeda secara simultan
materi atau energi, tergantung pada cara pengukurannya”. (Paul Strathern, 2002)
Kerangka mendasar melakukan penalaran dalam sains adalah berpikir dengan
metoda induksi.Apabila melakukan penalaran dengan metoda ini, maka
pengamatan terhadap wajah alam fisik dilakukan melalui premis-premis yang
khusus tentang materi-materi kecil atau mikro bahan alam fisik yang kasat
mata.Hukum-hukum sains klasik yang telah terpancang lama, ternyata terlihat
kelemahannya ketika berhadapan dengan fenomena mikrokosmik.
Gary Zukaf (2003) memberikan pengertian secara etimologis dari
mekanika kuantum.‘Kuantum’ merupakan ukuran kuantitas sesuatu, besarnya
tertentu.‘Mekanika’ adalah kajian atau ilmu tentang gerak.Jadi, mekanika
mengatakan bahwa alam semesta terdiri atas bagian-bagian yang sangat kecil
yang disebut kuanta [quanta, bentuk jamak dari quantum], dan mekanika kuantum
adalah kajian atau ilmu yang mempelajari fenomena ini.
2.1.2. Perkembangan Mekanika Kuantum
Pada tahun 1905, Albert Einstein berhasil menjelaskan efek foto listrik
dengan didasari oleh pendapat Planck lima tahun sebelumnya dengan
mempostulatkan bahwa cahaya atau lebih khususnya radiasi elektromagenetik
dapat dibagi dalam paket-paket tertentu yang disebut kuanta dan berada dalam
ruang. Energi berhasil menjelaskan bahwa untuk membuat elektron terpancar dari
permukaan logam diperlukan cahaya yang menumbuk.Cahaya tersebut harus
memiliki frekuensi melebih frekuensi ambang dari logam tersebut.Efek foto listrik
ini tidak bergantung pada intensitas cahaya yang ditembakkan seperti pandangan
mekanika klasik tetapi hanya bergantung pada frekuensinya saja.Walaupun
cahaya lemah ditembakkan tetapi memiliki frekuensi yang melebihi frekuensi
ambang ternyata ada elektron yang dipancarkan.
Pernyataan Einstein bahwa cahaya teradiasikan dalam bentuk paket-paket
energi yang kemudian disebut kuanta dinyatakan dalam jurnal kuantum yang
berjudul "On a heuristic viewpoint concerning the emission and transformation of
light" pada bulan Maret 1905.Pernyataan tersebut disebut-sebut sebagai
pernyataan yang paling revolusioner yang ditulis oleh fisikawan pada abad ke-20.
Paket-paket energi yang pada masa itu disebut dengan kuanta kemudian disebut
oleh foton, sebuah istilah yang dikemukakan oleh Gilbert & Lewis pada tahun
1926.Ide bahwa tiap foton harus terdiri dari energi dalam bentuk kuanta
merupakan sebuah kemajuan.Hal tersebut dengan efektif merubah paradigma
ilmuwan fisika pada saat itu yang sebelumnya menjelaskan teori gelombang.Ide
tersebut telah mampu menjelaskan banyak gejala fisika pada waktu itu.
2.1.3. Eksperimen-Eksperimen Yang Mendasari Perkembangan Mekanika
Kuantum
Berikut ini adalah eksperimen–eksperimen yang mendasari perkembangan
1. Thomas Young dengan eksperimen celah ganda mendemonstrasikan sifat
gelombang cahaya pada tahun 1805,
2. Henri Becquerel menemukan radioaktivitas pada tahun 1896,
3. J.J. Thompson dengan eksperimen sinar katoda menemuka elektron pada
tahun 1897,
4. Studi radiasi benda hitam antara 1850 sampai 1900 yang dijelaskan tanpa
menggunakan konsep mekanika kuantum,
5. Einstein menjelaskan efek foto listrik pada tahun 1905 dengan
menggunakan konsep foton dan partikel cahaya dengan energi
terkuantisasi,
6. Robert Milikan menunjukan bahwa arus listrik bersifat seperti kuanta
dengan menggunakan eksperimen tetes minyak pada tahun 1909,
7. Ernest Rutherford mengungkapkan model atom pudding yaitu massa dan <