• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik Dengan Potensial Kuartik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Teoritik Tingkat Energi Osilator Anharmonik Dengan Potensial Kuartik"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

OSILATOR HARMONIK

Persamaan Schrodinger untuk Osilator Harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut:

� Merupakan frekuensi Osilator harmonik.

Bentuk Asimtotik dari fungsi gelombang.

Kita mulai dengan mencari bentuk asimtotik yang harus dimiliki Ψ ketika y

→±∞. Jika fungsi Ψ menyatakan partikel sebenarnya yang terlokalisasi dalam

ruang, harganya harus mendekati nol ketika y mendekati tak terhingga agar

−∞∞ IΨI2dy menjadi terhingga, bukan nol.

Kita tuliskan kembali persamaan (A.1) sebagai berikut:

(2)

Fungsi Ψ∞ yang memenuhi persamaan (A.2) adalah:

Ψ∞ = �−�2/2 Karena:

lim

y →

2

��2

=

lim

y →

(y

2 - 1)

−�2/2

= y

2

−�2/2(A.3)

Persamaan (A.3) merupakan bentuk Asimtotik Ψ yang diperlukan.

Persamaan Diferensial untuk fungsi f(y)

Kita dapat menuliskan fungsi gelombang osilator harmonik sebagai berikut:

Ψ = f(y) �

= f(y)

−�2/2(A.4)

Dengan f(y) fungsi dari y yang harus dicari. Dengan memasukkan persamaan (A.4) dan (A.1) maka kita peroleh:

�2

��2

– 2y

��

��

+(α

-1) f = 0 (A.5)

Ini merupakan persamaan diferensial yang harus di penuhi oleh f.

Pengembangan deret pangkat f(y)

Prosedur yang di gunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial (A.5) ialah menganggap bahwa f(y) dapat diuraikan dalam deret pangkat y, yaitu:

f(y) =

A

0

+ A

1

y + A

2

y

2

+

3

3

+

=

∞�=1

� (A.6)

kemudian menentukan harga koefisien An. Diferensial f menghasilkan: ��

��

= A

1

+ 2A

2

y + 3A

3

y

2

+ … =

��

�−1

�=1

(3)

y

��

��

= A

1

y+ 2A

2

y

2

+ 3A

3

y

3

+ … =

=1

��

�(A.7)

Turunan kedua dari f terhadap y adalah:

�2

��2

= 1.2 A

2

+ 2.3A

3

y + 3.4A

4

y

2

+ … =

n(n

1)

�−2

=2 Yang sama dengan:

�2

��2

=

(n + 2)(n + 1)

�+2

�=0 (A.8)

Rumus rekursi untuk koefisien An

Dengan mensubstitusikan persamaan (A.6) dan persamaan (A.8) kedalam persamaan (A.5), maka kita peroleh:

[(n + 2)(n + 1)

+2

(2

+ 1

− �

)

�=0

A

n

]y

n

= 0 (A.9)

Supaya persamaan ini berlaku untuk setiap y, kuantitas dalam tanda kurung harus 0 untuk setiap harga n, sehingga kita dapatkan persyaratan:

(n+2)(n+1)A

n+2

= (2n+1-

α)A

n

Rumus rekursi:

A

n+2 = 2�+1−∝

(�+2)(�+1)

A

n(A.10)

Rumus rekursi ini memungkinkan kita untuk mencari koefisien A2, A3, A4, ……...

dinyatakan dalam A0 dan A1. Karena persamaan (1.5) merupakan persamaan

diferensial orde kedua, maka penyelesaiannya memiliki dua konstanta sembarang, disini konstanta itu adalah A0 dan A1. Mulai dari A0 kita dapatkan deret koefisien

(4)

Persyaratan yang harus dipenuhi f(y)

Pengembangan deret pangkat fungsi gelombang asimtotik �∞

Cara yang memadai untuk membandingkan perilaku asimtotik dari f(y) dan

�−�2/2

ialah menyatakannya dalam deret pangkat (f sudah dalam bentuk deret pangkat) dan memeriksa rasio antara koefisien deret yang berurutan ketika n →

∞. Dari rumus rekursi persamaan (A.10) kita dapat menyatakan bahwa:

lim

y →�+2

Kita dapat menyatakan ��2/2 dalam deret pangkat sebagai berikut:

�2/2

Rasio antara koefisien yang berurutan dari yn dalam persamaan (A.11) adalah:

(5)

=

1

�+2

Dalam limit n → ∞, rasio ini menjadi:

lim

n →∞ ��+2

=

1

�(A.13)

Jadi koefisien yang berurutan An dalam deret untuk f berkurang lebih lambat dari

deret pangkat �−�2/2 alih alih lebih cepat, ini berarti f(y) �−�2/2 tidak menuju nol ketika y → ∞.

Jika deret f berakhir pada harga n tertentu, sehingga koefisien An menjadi

nol untuk harga n yang lebih tinggi dari harga tertentu itu, maka � akan menuju nol ketika y → ∞ karena faktor �−�2/2. Dengan kata lain, jika f suatu polynomial dengan suku terhingga alih alih deret tak-terhingga, maka f dapat diterima.

Dari rumus rekursi:

A

n+2 =

2�+1−∝ (�+2)(�+1)

A

n

Jelaslah bahwa jika:

=

2n+1(A.14)

Untuk setiap harga n, maka An+2 =An+4

= A

n+6

= … = 0.

Persamaan (A.14) menentukan suatu deretan koefisien saja, yaitu deretan n genap mulai dengan A0 atau deretan n ganjil mulai dengan A1. Jika n genap , maka A1= 0

dan hanya pangkat y genap muncul dalam polynomial, jika n ganjil, maka A0= 0

dan hanya pangkat y ganjil muncul.

Rumus tingkat energy yang dihasilkan

(6)

Dari persamaan

α

= 2�

ħ

=

2�

ℎ�

, kita peroleh nilai

α

sebagai berikut:

α =

2�

ℎ�

= 2n+1

En

= (n +

1

2) hv dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.15)

Jadi energy sebuah osilator harmonik terkuantisasi dengan langkah hv. Kita lihat untuk n= 0

Maka:

E0 = 1

2 hv (A.16)

Yang menyatakan energy terendah yang dapat dimiliki oleh osilator tersebut. Harga ini disebut energy titik nol karena sebuah osilator harmonik dalam keadaan setimbang dengan sekelilingnya akan mendekati E=E0 dan bukan E=0.

Untuk setiap pilihan parameter

α

n terdapat fungsi gelombang yang berbeda

��. Setiap fungsi terdiri dari suatu polinom ��(y) disebut sebagai Polinom

hermite, yang y-nya berpangkat genap atau ganjil, faktor eksponensial �−�2/2, dan sebuah koefisien numerik diperlukan untuk memenuhi syarat normalisasi:

∫ ∣−∞∞ �� ∣2 dx = 1 dimana n = 0,1,2,3,4,5,… (A.17)

Rumus umum fungsi gelombang Osilator Harmonik ke n adalah sebagai

berikut:

= (

2��

ħ

)

1/4

(7)

Enam polinom hermite

(y)

yang pertama di daftarkan dalam table berikut:

n

(y)

∝� Tingkat Energi ke-n (En)

0 1 1 1

2hv

1 2y 3 3

2hv

2 4y2 – 2 5 5

2hv

3 8y3 – 12y 7 7

2hv

4 16y4 – 48y2 + 12 9 9

2hv

5 32y5 – 160y3 + 120y 11 11

(8)

LAMPIRAN B

POLINOMIAL HERMITE

Dalam bahasan ini akan dibahas bagaimana mencari solusi umum polynomial Hermite yang diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

y’’ – pxMy’ + prxM-1y = 0, (B.1)

Dimana nilai p≠ 0, dan r adalah bilangan bulat positif. Untuk M = 1, p = 2, dan r adalah sebuah bilangan bulat positif sehingga persamaan (B.1) menjadi persamaan Hermite dan memiliki solusi yang sering dikenal dengan nama Polinomial Hermite. Bagaimana jika p ≠ 0, apakah persamaan (B.1) memiliki solusi polynomial, M adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu dan r adalah bilangan bulat positif.

Terdapat sebuah solusi polynomial untuk persamaan (B.1) berderajat r jika dan hanya jika:

r = k(M+1) (B.2)

Atau

r = k(M+1) +1 (B.3)

untuk suatu k = 0,1,2,3,4,5,…

selanjutnya, ada beberapa kasus terdapat satu (hingga untuk konstanta perkalian) solusi polynomial yang selalu berderajat r yang memiliki (k+1) suku dengan selisih derajat (M+1),yakni jika satu suku berderajat b, maka satu suku tertinggi berikutnya menjadi berderajat b+M+1.

Pembuktian:

Kita substitusikan bentuk persamaan:

(9)

kepada persamaan (B.1) yang didefenisikan dengan manipulasi rumus:

a2 = a3 = … = am = 0 (B.5)

sehingga diperoleh:

an+M+1 = �

(�−�)�

(+�+1)(�+�) n = 1,2,3,4,5,… (B.6)

kita turunkan persamaan (B.4) sebanyak dua kali:

y’ = ∑∞=1��−1 (B.7)

y’’ = ∑∞=2�(� −1)����−2 (B.8)

substitusikan persamaan (B.7) dan persamaan (B.8) kepada persamaan (B.1) sehingga kita peroleh:

∞=2�(� −1)���−2 - p xM∑∞�=1�����−1 + pr xM-1∑∞�=0���� = 0

Atau,

∑∞=2�(� −1)���−2 - p ∑∞�=1�����+�−1 + pr ∑∞�=0����+�−1 = 0 (B.9)

Kita substitusikan nilai n = 0,1,2,3,…, n, n+M+1 ke persamaan (B.9) menjadi: 2.1a2 + 3.2a3x + 4.3a4 x2 + … + (n+M+1)(n+M)an+M+1 xn+M-1 + …

- pa1xM – 2pa2xM+1 – 3pa3xM+2- … - pnanxn+M-1 - …

+ pra0xM-1 + pra1xM + pra2xM+1 + … +pranxn+M-1 + … = 0

Kita pisahkan persamaan berdasarkan koefisien yang sama, sehingga diperoleh: 2a2 - pxMa1 + pra0 xM-1 = 0 Untuk koefisien x

6a3x - 2 pxMa2 + pr xM-1 a1x = 0 Untuk koefisien x (B.10)

Melalui manipulasi rumus, a2 = a3 = … = aM = 0 dengan n = 2, 3 , … maka akan

(10)

(n+M+1)(n+M) an+M+1 – pnan + pran = 0

(n+M+1)(n+M) an+M+1 = pnan - pran

(n+M+1)(n+M) an+M+1 = (pn – pr) an

an+M+1 =

p(n−r)a (�+�+1)(�+�)

sehingga diperoleh rumus rekursi untuk mencari solusi persamaan Polinomial Hermite sebagai berikut:

an+M+1 =

p(n−r)a

(�+�+1)(�+�) dengan n = 0,1,2,3,4,… (B.11)

kita misalkan terdapat solusi Polinomial berderajat r. jika r = 1, maka r = 0(M+1)+1.

Jika r ≥2, maka r ≥ M+1 dengan persamaan (B.4) ketika ar = 0 maka ar-(M+1) = 0

juga. Jika r-(M+1) ≤ �, maka persamaan (B.4) memaksa r-(M+1) setara dengan 0 ataupun 1. Sebaliknya dapat dilanjutkan dengan mengurangkan r dengan kelipatan (M+1) hingga bilangan bulat k diperoleh sedemikian sehingga:

r – k(M+1) = 0,1 (B.12)

untuk r – (M+1) = 0, r dikurangi dengan kelipatan (M+1), (2M+2, …, (kM+2) sehingga diperoleh:

r – (M+1) = 0 r – (2M+2) = 0 r – (3M+3) = 0

.

.

.

r – (kM+k) = 0 r – k(M+1) = 0 r = k(M+1).

(11)

r – (M+1) = 1 r – (2M+2) = 1 r – (3M+3) = 1

.

.

.

r – (kM+k) = 1 r – k(M+1) = 1 r = k(M+1)+1

maka persamaan (B.4) memiliki r – (M+1) sama untuk 0 atau 1

r – k(M+1) = 0 atau 1 (B.13)

dengan demikian ditentukan persamaan (B.2) dan persamaan (B.3), sebaliknya, jika

r = k(M+1) untuk semua k, maka dapat dinyatakan dari persamaan (B.5) bahwa ketika n = r = k(M+1), diperoleh an+M+1 = 0.

Oleh sebab itu al(M+1) = 0 untuk semua l≥ �+ 1. selanjutnya, dengan

menggunakan persamaan (B.4) disertai dengan persamaan (B.5) diperoleh ai+l(M+1)

= 0, untuk semua 2 ≤ � ≤ � dan � ≥ �.

Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika ai+l(M+1) = 0, untuk semua l ≥ �, harus

ditetapkan nilai a = 0 dan kita gunakan persamaan (B.5). Jika a≠ 0, persamaan (B.5) kembali mengimplikasikan bahwa ar = ak(M+1) dan karena itu y(x)

merupakan sebuah polynomial berderajat r.

Kemudian dapat disimpulkan bahwa jika a ≠0, maka y(x) bukan sebuah polynomial. Dengan demikian didapat a0 sedemikian sehingga ar = 1, dan disini

dapat dilihat bahwa solusi polynomial adalah tunggal hingga konstanta perkalian a0. Pertimbangan yang sama dapat diterapkan pada kasus r = k(M+1)+1. Solusi

polinomialnya tunggal hingga konstanta perkaliannya a1.

(12)

r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusinya adalah a0, jika r = k(M+1)+1

maka derajat terendah dari solusinya adalah: a1x. catatan jika r = k(M+1), maka

pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka pilihannya adalah a0 = 0.

Pembuktiannya:

Analisa dari r = k(M+1) dalam rumus rekursi persamaan (B.6) diikuti pengurangan rumus (k-1).

k dikurangi dengan kelipatan (k-1), (k-2), … , (k-k) sehingga diperoleh: arxxr = ak(M+1) xk(M+1)

a(k-1) (M+1)x(k-1) (M+1)

.

.

.

a(M+1) x(M+1)

a0.

Jika r = k(M+1) maka derajat terendah dari solusi polynomial adalah a0 sama, jika

r = k(M+1)+1 maka derajat terendahnya adalah a1x.

Catatan: jika r = k(M+1), maka pilihannya adalah a1 = 0. Jika r = k(M+1)+1, maka

(13)

LAMPIRAN C

DERET PANGKAT

Bentuk umum deret pangkat.

Deret pangkat merupakan perkembangan dari deret kompleks biasa. Secara prinsip, deret pangkat adalah deret kompleks yang memiliki bentuk pangkat dari (z – z0).

Suatu deret takhingga dengan bentuk:

∑ ���� = ��� ∞

�=0 = �0 + �1� + �2�2 + �3�3 + … + ���� + …

(C.1)

Dimana � konstan disebut deret pangkat dalam x. sesuai itu, maka diperoleh deret takhingga dengan bentuk:

∑ ��(� − �0)� = �0 + �1(� − �0) + �2(� − �0)2 + �3(� − �0)3 + … + ��(� − �0)� + … (C.2)

Bentuk umum deret pangkat adalah sebagai berikut:

∑∞�=0�� . (z-z0)n (C.3)

Dengan z adalah peubah kompleks (complex variable) dan koefisien an. deret ini

memiliki titik pusat z0 dan jari jari konvergensi dengan symbol �. kedua hal ini

adalah parameter dalam deret pangkat.

Ada 2 cara untuk mencari � adalah sebagai berikut:

1. Formula Cauchy-Hadamard, yaitu: lim�→∞∣�∣��∣

�+1∣

= �

2. lim�→∞ ∣��∣

∣��∣

1

(14)

Setelah kita memperoleh nilai �, maka ada 3 sifat dari deret pangkat tersebut berdasarkan nilai � yang dimiliki, yaitu:

1. Jika � = 0, maka deret diatas konvergen hanya pada titik z0, dan divergen artinya deret tersebut tidak pernah divergen.

Latihan soal.

Soal 1.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:

∑ 1

(1+�)� ∞

�=0 (�+ 2− �)�, tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan

periksa juga apakah deretnya merupakan konvergen atau divergen pada jari- jari konvergensinya.

Kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah:

(15)

Dan deret tersebut pasti juga divergen pada semua z di ∣z + 2 - i∣>√2. Lalu

bagaimana dengan lingkaran tepat pada jari jari √2?? Kita harus melakukan test lagi dengan cara melakukan substitusi (z + 2 - i) = √2 ke dalam deret diatas.

�=0 atau dapat dituliskan:

∑ 2�2

(1+�)� .

Sekarang kita anggap deret diatas menjadi sebuah deret baru. Lalu kita periksa apakah deret itu konvergen atau tidak. Jika konvergen, maka deret semula dalam soal 1 ini konvergen pada lingkaran (z + 2 - i) = √2 .

Untuk memeriksa deret ∑ 2

besar: berarti deret ini Divergen.

Dengan demikian, kesimpulannya ialah deret dalam soal 1 ini,

∑ 1

(1+�)� ∞

�=0 (�+ 2− �)�konvergen pada cakram terbuka ∣z + 2 - i∣<√2.

Soal 2.Jika diketahui deret pangkat sebagai berikut:

∑ 2� . (�+1)� (2�−1) ∞

�=1 , tentukanlah pusat dan jari jari konvergensi.Dan periksa juga

(16)

Maka deret diatas pasti konvergen untuk semua z pada cakram terbuka ∣z+1∣< 1. Untuk mengetahui sifat deret tersebut, pada lingkaran ∣z+1∣ = 1, kita

substitusi nilai ini ke dalam deret diatas, sehingga terbentuk sebuah deret

baru:

∑2� .(1)� (2�−1) = ∑

2� 2�−1

TIPS:

Kita perhatikan pangkat tertinggi dari n untuk pembilang dan penyebut. Ternyata sama, yaitu 1. Maka, bila kita memakai uji rasio untuk deret ini, kita akan mendapat bahwa harga limitnya sama dengan 1.

Itu artinya, kita tetap tidak dapat menentukan apakah konvergen atau divergen.Maka kita jangan memakai uji rasio.

Kita periksa deret tersebut dengan cara sebagai berikut:

lim 2�

(2�−1) = 2

2 = 1 →≠ 0.

Maka deret ∑ 2�

2�−1 bersifat divergen.

(17)

LAMPIRAN D

OSILATOR ANHARMONIK

Persamaan Schrodinger digunakan untuk menggambarkan berbagai macam sistem mekanika kuantum, walaupun sebenarnya tidak dapat diselesaikan kecuali untuk beberapa model sederhana. Persamaan Schrodinger ini biasanya menggunakan persamaan linear dua variable yang diselesaikan dengan menggunakan metode ekspansi deret pangkat persamaan diferensial, atau menggunakan operator tangga dalam mekanika kuantum. Pada osilator anharmonik, persamaan fungsi gelombang schrodinger yang digunakan adalah sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(x) + Ax4Ψ(x) = E Ψ(x) (D.1)

Untuk memecahkan persamaan ini dalam satu dimensi, pertama kita menggunakan persamaan diferensial orde dua, kemuadian dilanjutkan dengan metode deret pangkat.

4.1. Persamaan Awal

Pertama kita perkenalkan persamaan linear dua variable sebagai berikut:

y’’ – 2xy’ + (2n +x2 – x4)y = 0 (D.2)

ini bukan merupakan adjoint nya, melainkan untuk mempermudah memperkenalkan serangkaian fungsi abnormal (�) sebagai berikut:

�� = �−�2/2. y(x) (D.3)

Dengan mensubstitusikan persamaan (D.3) ke dalam persamaan (D.2), maka akan diperoleh persamaan diferensial untuk � sebagai berikut:

(18)

Persamaan (D.4) ini merupakan persamaan diferensial untuk osilator anharmonik mekanika kuantum dengan energy potensial V(x) = Ax4.

4.2. Solusi Analitik

Dengan menggunakan metode deret pangkat, kita memperoleh solusi dari persamaan (D.2) sebagai berikut:

y(x) = xk (�0 + �1� + �2x2 + �3x3 + …)

y(x) = ∑∞=0����+� , a0≠ 0 (D.5)

dimana eksponen k dan koefisien koefisien am sudah ditentukan. Dengan

menurunkan persamaan (D.5) sebanyak dua kali, maka kita peroleh:

��

�� = ∑∞�=0�� (�+�)��+�−1,

�2

��2 = ∑ �� (�+�)(�+� −1)��

+�−2 ∞

�=0 (D.6)

Dengan mensubstitusikan persamaan (D.6) kedalam persamaan (D.2) maka kita peroleh:

∑∞=0�� (�+�)(�+� −1)��+�−2 – 2∑∞=0�� (�+�)��+� + 2n∑∞=0��+� + ∑=0��+�+2 - ∑∞=0��+�+4 = 0 (D.7)

Pangkat x terendah pada persamaan (D.7) adalah: xk-2, untuk m=0 pada penjumlahan pertama. Keunikan dari deret pangkat memerlukan penghilangan koefisien yang menghasilkan:

�0k(k-1) = 0

Dimana �0 ≠ 0.

Jika �0 = 1, maka kita peroleh:

(19)

persamaan (D.8) ini merupakan persamaan indisial yang menghasilkan nilai k-0 atau k-1.

Jika kita tinjau kembali persamaan (D.7) dan menetapkan m = j+2 pada penjumlaham yang pertama, kemudian m = j,m = j, m = j-2, m = j-4 berturut turut pada penjumlahan kedua, ketiga, keempat dan kelima maka kita peroleh:

aj+2 (k+j+2)(k+j+1) – 2aj (k+j-n)+aj-2 – aj-4 = 0

a

j+2

=

��−4−��−2+ 2�� (�+� −�)

(�+�+2)(�+�+1) (D.9)

dengan menggunakan cara yang sama pada persamaan (D.8) untuk k = 0 dan j = bilangan genap, kita peroleh:

Pada kasus k = 0, semua nilai koefisiennya kita masukkan kedalam persamaan (D.5), maka kita peroleh:

melalui persamaan (D.10), kita tentukan Polynomial Hermite untuk n = genap dan menghasilkan beragam parameter sebagai berikut:

(20)

dengan cara yang sama kita juga dapat menetukan Polinomial Hermite untuk n =

Tanda kurung siku pertama dari ruas kanan ygenap dan yganjil hanya menunjukkan

bentuk dari polynomial hermite yang kemudian kita masukkan nilainya kedalam persamaan (D.3).

Maka untuk n = genap kita peroleh:

��(x) = �−�2/2 {Hn(x) + �0�4 [-

Untuk n = ganjil kita peroleh:

��(x) = �−�

4.3. Fungsi fungsi gelombang dan tingkat tingkat energi

Persamaan fungsi gelombang Schrodinger dengan energy potensial V(x) = Ax4, Dituliskan sebagai berikut:

��ħ�Ψ’’(x) + Ax4 Ψ(x) = E Ψ(x), dimana m = massa partikel dan E = energy

total.

Dengan mengggunakan kuantitas tidak berdimensi sebagai berikut:

x = αz dimana ∝6 = 2��

nilai λ diatas merupakan periode gerak untuk partikel klasik yang sesuai dengan

(21)

τ = 1

Persamaan (D.18) ini merupakan persamaan (D.4) dengan λ = 2n+1.

Maka untuk n = genap kita peroleh:

Ѱn(x) = K�−�

Untuk n = ganjil kita peroleh:

Ѱn(x) = K�−�

Persamaan (D.19) dan persamaan (D.20) merupakan fungsi fungsi gelombang Osilator Anharmonik mekanika kuantum untuk genap Ѱ 0, Ѱ2,… dan ganjil Ѱ 1,

Ѱ3,…

Dengan menggunakan persamaan (D.16) dan persamaan (D.17) dan diketahui

nilai г(1/4) = 4.(1

Untuk Energy tingkat dasar dengan n = 0 adalah:

(22)

LAMPIRAN E

FUNGSI GAMMA (г)

DEFENISI:

1. Merupakan salah satu fungsi khusus yang biasanya disajikan dalam pembahasan kalkulus tingkat lanjut

2. Dalam aplikasinya fungsi Gamma ini digunakan untuk membantu menyelesaikan integral-integral khusus yangsulit dalam pemecahannya dan banyak digunakan dalammenyelesaikan permasalahan di bidang fisika maupunteknik.

3. Pada dasarnya dapat didefinisikan pada bidang real dankompleks dengan beberapa syarat tertentu.

Fungsi gamma dinyatakan oleh г (x)yang didefenisikan sebagai berikut ini:

Г(x) = ∫ �∞ �−1−�

0 �� (E.1)

x dan r adalah bilangan real.

Rumus ini merupakan integral yang konvergen untuk x > 0. Rumus rekursif untuk fungsi gamma adalah:

г(x+1) = xг(x) (E.2)

melalui persamaan (E.2) dapat ditentukan harga г(x) untuk semua x>0 bila nilai nilai untuk 1≤ � ≤2.

Jika x adalah bilangan bulat maka:

г(x+1) = x!

(23)

Г(x) = г(x+1)

� (E.3)

Sifat dasar fungsi gamma real

a. Г(x) tidak terdefenisi untuk setiap x = 0 atau bilangan bulat negatif

Pembuktian:

Dari persamaan (E.1) dengan x = 0, diperoleh:

Г(0) = ∫ �∞ −1−�

0 ��

Bukti tersebut merupakan integral divergen sehingga Г(0) tidak terdefinisi.

Untuk x = n bilangan bulat negatif dan dengan mensubstitusikan x kedalam persamaan (E.3), maka diperoleh:

Г(n) = Г(0)

�(+1)(�+2)…(−2)(−1) (E.4)

Karena Г(0) tidak terdefinisi, maka Г(n) tidak terdefenisi pula untuk n bilangan bulat negatif.

(24)

n! ~√2���.�−� (E.5)

(25)

LAMPIRAN F

PERIODE OSILATOR NONLINEAR

Sebuah partikel dengan massa m yang pada hakekatnya berosilasi secara nonlinear dibawah pengaruh fungsi energi potensial memberikan:

V(x) = Axn (F.1)

(Dimana A adalah konstanta positif dan n adalah sebuah bilangan bulat genap yang lebih besar atau sama dengan 4).

Sistem ini, tentu saja konservatif, sehingga diperoleh:

1 2�ẋ

2+ () = (F.2)

Dimana total Energi selalu konstan positif sehingga persamaan (K.2) dapat dituliskan sebagai berikut:

��= ±(�

2�)

1 2 . ��

�1−�(�)

(F.3)

Untuk memperoleh nilai periode osilasi maka persamaan (K.3) kita integrasikan sehingga diperoleh:

T = 4(�

2�)

1/2 ��

�1−���/� �

0 (F.4)

Dimana A adalah Amplitudo osilasi yang berhubungan dengan nilai Energi total

E= bAn lalu substitusikan nilai x = (�

�)

1

� .��� 2

(26)

Sehingga persamaan (F.4) menjadi:

Setelah mengintegrasikan persamaan (K.6), maka diperoleh T dalam bentuk yang lebih ssederhana sebagai berikut ini:

T = 4

(

��

Dimana pada persamaan (K.7) ini kita menggunakan bentuk identitas dari fungsi

gamma (г) sebagai berikut ini:

Г(z+1) = z г(z) (F.8)

Jika kita substitusi syarat syarat dari amplitude untuk total energi, maka diperoleh bentuk periode sebagai berikut ini:

�= 2√2� . г(

Persamaan (F.9) ini merupakan periode osilasi dari osilator yang terdapat dalam energy potensial pada persamaan (F.1).dalam persamaan ini, n tidak perlu harus merupakan bilangan bulat. Persamaan (F.9) menunjukkan bahwa periode dan frekuensi osilasi tidak bergantung pada amplitude dan energi total nya hanya jika n = 2 (merupakan osilator harmonik sederhana).

Dalam hal ini, dengan b = k/2 maka persamaan (F.9) mengurangi nilai

periode osilasi sistem massa pegas, T = 2л �� . meskipun setiap osilator linear

(27)

LAMPIRAN G

LISTING PROGRAM MATLAB FUNGSI GELOMBANG

OSILATOR ANHARMONIK

clear;

clc;

disp('Plot Grafik');

disp('---');

xMin=input('masukkan x minimum = '); xMax=input('masukkan x maksimum = '); x=xMin:0.1:xMax;

y1=zeros(1, length(x)); y2=zeros(1, length(x)); y3=zeros(1, length(x)); y4=zeros(1, length(x)); y5=zeros(1, length(x)); y6=zeros(1, length(x));

for i=1:length(y1)

y1(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(1+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)(fakt orial(4)/faktorial(2))*2*0-2^2*(4-2))*x(i)^2));

end

(28)

y2(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(2*x(i)+(x(i)^5)*(faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5) (faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-1)-faktorial(3)*2*(5-1))*x(i)^2));

end

for i=1:length(y3)

y3(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*(((4*x(i)^2)2)+(x(i)^4)*(faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(fakt orial(4)(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-2)-2^2*(4-2))*x(i)^2));

end

for i=1:length(y4)

y4(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((8*x(i)^3-12*x(i))+(x(i)^5)*(-

faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-3) faktorial(3)*2*(5-3))*x(i)^2)); end

for i=1:length(y5)

y5(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((16*x(i)^4-48*x(i)^2+12)+(x(i)^4)*(-

faktorial(2)/faktorial(4)+(1/faktorial(6))*(faktorial(4)-(faktorial(4)/faktorial(2))*2*(-4)-2^2*(4-4))*x(i)^2)); end

for i=1:length(y6)

y6(i)=2.7^-(x(i)^2/2)*((32*x(i)^5-160*x(i)^3+120*x(i))+(x(i)^5)*(-

faktorial(3)/faktorial(5)+(1/faktorial(1))*(faktorial(5)-(faktorial(5)/faktorial(3))*2*(1-5)-faktorial(3)*2*(5-5))*x(i)^2)); end

subplot(3,2,1)

(29)

title('Grafik n=0')

subplot(3,2,2)

plot(x,y2)

title('Grafik n=1')

subplot(3,2,3)

plot(x,y3)

title('Grafik n=2')

subplot(3,2,4)

plot(x,y4)

title('Grafik n=3')

subplot(3,2,5)

plot(x,y5)

title('Grafik n=4')

subplot(3,2,6)

plot(x,y6)

(30)

LAMPIRAN H

(31)

LAMPIRAN I

(32)

LAMPIRAN J

Referensi

Dokumen terkait

(AHSME/1992) Jika k bilangan bulat positif sedemikian sehingga persamaan dalam variabel x; mempunyai akar-akar bulat, maka banyaknya nilai k yang mungkin adalah ...

Jika n adalah bilangan bulat positif, tentukan nilai n yang memenuhi setiap ekspresi berikut ini.. Jika n adalah bilangan bulat positif, tentukan nilai n yang memenuhi

Persamaan Diophantine merupakan suatu persamaan yang mempertanyakan solusi bilangan bulat dari persamaan tersebut.. Selain itu, juga diobservasi untuk y

Oleh karena itu, solusi persamaan untuk nilai terkecil

Jika n adalah bilangan bulat positif, untuk semua

Suatu bilangan bulat positif p yang lebih besar dari satu disebut sebagai bilangan prima jika faktor positif dari p hanyalah 1 dan p.. Bilangan bulat positif lebih besar dari 1

Implementasi Metode Grafik Implementasi metode grafik yang dilakukan yaitu bagaimana menerapkan metode grafik untuk memperoleh solusi persamaan Schrödinger untuk sumur potensial

Jika adalah bilangan bulat yang lebih besar dari 0, tetapi kurang dari 1000, manakah pernyataan yang pasti benar?..