• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan Buah Terung Dibelanda Dengan Kemasan Aktif Menggunakan Bahan Penyerap Oksigen,Karbondioksida,Uap Air Dan Etilen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyimpanan Buah Terung Dibelanda Dengan Kemasan Aktif Menggunakan Bahan Penyerap Oksigen,Karbondioksida,Uap Air Dan Etilen"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN BUAH TERUNG BELANDA DENGAN

KEMASAN AKTIF MENGGUNAKAN BAHAN PENJERAP

OKSIGEN, KARBONDIOKSIDA, UAP AIR DAN ETILEN

SKRIPSI

OLEH:

JONCER NAIBAHO

080305015/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENYIMPANAN BUAH TERUNG BELANDA DENGAN

KEMASAN AKTIF MENGGUNAKAN BAHAN PENJERAP

OKSIGEN, KARBONDIOKSIDA, UAP AIR DAN ETILEN

OLEH:

SKRIPSI

JONCER NAIBAHO

080305015/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Buah Terung Belanda dengan Kemasan Aktif Menggunakan Bahan Penjerap Oksigen, Karbondioksida, Uap Air dan Etilen

Nama : Joncer Naibaho

NIM : 080305015

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Dr.Ir.Elisa Julianti, M.Si Era Yusraini, STP, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP.

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi terhadap karakteristik fisikokimia buah terung belanda yaitu kadar air, susut bobot, kadar vitamin C, kekerasan buah, total padatan terlarut, total asam, skor warna serta karakteristik sensori buah selama penyimpanan 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu 10⁰C. Tipe kemasan atmosfir termodifikasi yang digunakan terdiri dari kemasan termodifikasi aktif dengan kombinasi bahan penjerap yaitu oksigen (P1),

penjerap oksigen dan karbondioksida (P2), penjerap oksigen dan uap air (P3),

penjerap etilen (P4), penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen (P5)

serta kemasan atmosfir termodifikasi pasif (P6) dan buah yang tidak dikemas

sebagai kontrol (P7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kemasan

memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua karakteristik fisikokimia serta nilai organoleptik warna dan tekstur buah terung belanda selama penyimpanan pada suhu 10⁰C. Pada penyimpanan 4 minggu susut bobot buah terung belanda yang dikemas dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif adalah 0,71-,36%, buah yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi pasif 1,05% dan buah yang tidak dikemas 13,05%. Pengemasan buah dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif menggunakan bahan penjerap oksigen dan uap air (P3) memiliki kadar air 62,70%, kandungan vitamin C sebesar 28,81 mg/100 ml,

total padatan terlarut 5,03⁰Brix, total asam 2,40%, skor warna 5,00 (merah tua), kekerasan buah 2,77 kgf serta nilai organoleptik organoleptik warna 3,65 (suka) dan nilai organoleptik tekstur 3,31 (suka), serta susut bobot 1,00% dan merupakan perlakuan yang terbaik dibanding jenis kemasan atmosfir termodifikasi lainnya selama 4 minggu penyimpanan. Buah yang tidak dikemas (kontrol) sudah tidak dapat diterima setelah 2 minggu penyimpanan karena warna dan tekstur buah yang sudah tidak menarik.

(5)

ABSTRACT

The effect of modified atmosphere packaging on the physico-chemical composition such as weight loss, moisture content, vitamin C, total soluble solids (TSS), titratable acidity (TA), fruit hardness, color score and sensory characteristics such as color, flavor and texture of tamarillo was investigated at 10⁰C during 1, 2, 3 and 4 weeks of storage. The type of modified atmosphere packaging consisted of active modified atmosphere packaging with the

combination of scavenger type such as oxygen scavenger (P1), oxygen and

carbondioxide scavengers (P2), oxygen and moisture scavengers (P3), ethylene

scavengers (P4), oxygen, carbondioxide, moisture and ethylene scavengers (P5)

and passive modified atmosphere packaging (P6) and unpackage fruits as control

(P7). The results showed that the type of packaging had high significant effect

(P<0,01) on overall physico-chemical constituents and sensory characteristics of tamarillo fruits at 10⁰C during storage. After 4 weeks storage, weight loss of tamarillo fruits packed in active modified atmosphere packaging ranged from 0,71- 4,36%, while fruits in passive modified atmosphere packaging 1,05% and unpackage 13,05%. Tamarillo fruits packed in active modified atmosphere

packaging with oxygen and moisture scavengers (P3) had moisture content

62,70%, vitamin C 28,81 mg/100 ml, TSS 5,03⁰Brix, TA 2,40%, color scores 5,00

(dark red), fruits hardness 2,77 kgf and organoleptic value of color 3,65 (like) and texture 3,31 (like), and weight loss 1,00%, and also was the best treatment as compared to other types of modified atmosphere packaging for 4 weeks of storage. The control fruits were unaccetable after 2 weeks of storage due to its unattractive color and texture.

(6)

RIWAYAT HIDUP

JONCER NAIBAHO, dilahirkan di Tigalingga pada tanggal 07 November

1989, anak ketujuh dari delapan bersaudara dari Bapak A. Naibaho dan Ibu N.

Pandiangan, beragama Kristen Protestan.

Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 1996 Penulis

memasuki SDN 030315 Tigalingga, Dairi dan tamat tahun 2002. Pada tahun 2002

Penulis memasuki SMP Swasta Martabe, Siempat Nempu, Dairi dan lulus pada

tahun 2005. Pada tahun 2005 Penulis memasuki SMA N 1 Tigalingga dan lulus

pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Penulis memasuki Perguruan Tinggi Negeri

Universitas Sumatera Utara di Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB USU).

Pada masa kuliah Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengetahuan

Bahan Pangan, Teknologi Pengolahan Pangan dan Teknologi Pengolahan Hasil

Tanaman Perkebunan, pernah aktif di organisasi Paduan Suara Fakultas Pertanian

tahun 2008-2010, Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen

Universitas Sumatera Utara (UKM KMK USU) sebagai Anggota Komisi

Pembinaan periode 2011 dan Koordinator Fakultas Pertanian periode 2012.

Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Aneka Inti Sari

Indonesia, Sumatera Utara.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun

skripis ini berjudul “Penyimpanan Buah Terung Belanda dengan Kemasan Aktif

Menggunakan Bahan Penjerap Oksigen, Karbondioksida, Uap Air dan Etilen”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda

dan Ibunda tercinta serta Kakak/Abang dan adinda yang selalu memotivasi untuk

tetap semangat kuliah. Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Dr.

Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Era Yusraini, STP,

M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada

penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada akhir

ujian.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas

Pertanian USU, semua asisten AKBP, Kajima, Farhan dan Brananda, serta rekan

mahasiswa ITP’08 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan tidak lupa juga terimakasih

kepada orang tua Saudari Later di Desa Lingga Tanah Karo yang menyediakan

terung belanda. Juga terimakasih kepada teman-teman sepelayanan di koordinasi

UKM KMK USU UP FP 2012, KTB (K’Dian, Riska dan Weni) dan adik-adik KK

(Yos, Aiko, Dj, Foris, Sabda, Susan, Melisa, Julian dan Juster) yang selalu

(8)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda ... 4

Komposisi Kimia Terung Belanda ... 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi ... 7

Penyimpanan dengan Kemasan Aktif ... 8

Kemasan Film Plastik ... 10

Penjerap Oksigen ... 11

Serbuk besi ... 12

Asam askorbat ... 12

Penjerap Karbondioksida ... 12

Penjerap Etilen ... 13

KMnO4 ... 14

Zeolit ... 15

Karbon aktif ... 15

Penjerap Uap Air ... 16

Ca(OH)2 ... 16

Proses Pematangan Buah ... 17

BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

Bahan Penelitian ... 20

(9)

Alat Penelitian ... 20

Metoda Penelitian ... 21

Model Rancangan ... 21

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Parameter yang Diamati Kadar karbondioksida dalam kemasan ... 25

Kadar air ... 25

Susut bobot ... 25

Kadar vitamin C ... 26

Kekerasan ... 27

Total Padatan Terlarut (TPT) ... 27

Kadar total asam ... 27

Uji skor warna ... 28

Uji organoleptik warna, aroma dan tekstur ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Metode Pengemasan terhadap Parameter yang Diamati ... 28

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... 29

Kadar Karbondioksida dalam Kemasan ... 29

Kadar Air ... 31

Susut Bobot ... 35

Kadar Vitamin C ... 39

Kekerasan ... 42

Total Padatan Terlarut ... 47

Total Asam ... 50

Skor Warna ... 54

Nilai Organoleptik Warna ... 59

Nilai Organoleptik Aroma ... 62

Nilai Organoleptik Tekstur ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1 Komposisi kimia terung belanda /100 gram bahan ... 6

2 Uji skor warna ... 28

3 Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik) ... 28

4 Pengaruh metode pengemasan pada parameter yang diamati ... 29

5 Pengaruh lama penyimpanan pada parameter yang diamati ... 30

6 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda ... 32

7 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 33

8 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 34

9 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda ... 36

10 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 36

11 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 38

12 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 40

13 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 42

14 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kekerasan buah terung belanda ... 44

15 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 45

(11)

17 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada TSS buah terung belanda ... 48

18 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada TSS buah terung

belanda ... 49

19 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada TSS buah terung belanda ... 51

20 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada total asam buah

terung belanda ... 52

21 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada total asam buah

terung belanda ... 53

22 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 55

23 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada skor warna buah

terung belanda ... 56

24 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada skor warna buah

terung belanda ... 56

25 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 58

26 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada organoleptik warna buah terung belanda ... 60

27 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada organoleptik warna buah terung belanda ... 61

28 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung belanda ... 62

29 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik aroma buah terung belanda ... 64

30 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik aroma buah terung belanda ... 65

31 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 66

32 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1 Terung belanda ... 5

2 Skema penelitian ... 24

3 Perubahan kandungan CO2 selama penyimpanan buah terung belanda dalam

kemasan atmosfir termodifikasi ... 31

4 Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda ... 32

5 Pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 33

6 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 35

7 Pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda ... 37

8 Pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 37

9 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 39

10 Pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung

belanda ... 41

11 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 43

12 Pengaruh metode pengemasan pada kekerasan buah terung belanda ... 44

13 Pengaruh lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 45

14 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 47

15 Pengaruh metode pengemasan pada total soluble solid buah terung belanda 49

16 Pengaruh lama penyimpanan pada total soluble solid buah terung belanda .... 50

(14)

18 Pengaruh metode pengemasan pada total asam buah terung belanda ... 53

19 Pengaruh lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 54

20 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 54

21 Pengaruh metode pengemasan pada skor warna buah terung belanda ... 57

22 Pengaruh lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 57

23 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 59

24 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik warna buah terung

belanda ... 60

25 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung

belanda ... 61

26 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung belanda ... 63

27 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik aroma buah terung

belanda ... 64

28 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik aroma buah terung

belanda ... 65

29 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 67

30 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik tekstur buah terung

belanda ... 68

31 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 69

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1 Daftar analisis sidik ragam kadar air (%) ... 75

2 Daftar analisis sidik ragam susut bobot (%) ... 76

3 Daftar analisis sidik ragam kadar vitamin C (mg/100g) ... 77

4 Daftar analisis sidik ragam kekerasan (kgf) ... 78

5 Daftar analisis sidik ragam total soluble solid (⁰Brix) ... 79

6 Daftar analisis sidik ragam total asam (%) ... 80

7 Daftar analisis sidik ragam uji skor warna (numerik) ... 81

8 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik warna (numerik) ... 82

9 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik aroma (numerik) ... 83

10 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik tekstur (numerik) ... 84

11 Kurva standar vitamin C ... 85

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi terhadap karakteristik fisikokimia buah terung belanda yaitu kadar air, susut bobot, kadar vitamin C, kekerasan buah, total padatan terlarut, total asam, skor warna serta karakteristik sensori buah selama penyimpanan 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu 10⁰C. Tipe kemasan atmosfir termodifikasi yang digunakan terdiri dari kemasan termodifikasi aktif dengan kombinasi bahan penjerap yaitu oksigen (P1),

penjerap oksigen dan karbondioksida (P2), penjerap oksigen dan uap air (P3),

penjerap etilen (P4), penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen (P5)

serta kemasan atmosfir termodifikasi pasif (P6) dan buah yang tidak dikemas

sebagai kontrol (P7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kemasan

memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua karakteristik fisikokimia serta nilai organoleptik warna dan tekstur buah terung belanda selama penyimpanan pada suhu 10⁰C. Pada penyimpanan 4 minggu susut bobot buah terung belanda yang dikemas dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif adalah 0,71-,36%, buah yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi pasif 1,05% dan buah yang tidak dikemas 13,05%. Pengemasan buah dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif menggunakan bahan penjerap oksigen dan uap air (P3) memiliki kadar air 62,70%, kandungan vitamin C sebesar 28,81 mg/100 ml,

total padatan terlarut 5,03⁰Brix, total asam 2,40%, skor warna 5,00 (merah tua), kekerasan buah 2,77 kgf serta nilai organoleptik organoleptik warna 3,65 (suka) dan nilai organoleptik tekstur 3,31 (suka), serta susut bobot 1,00% dan merupakan perlakuan yang terbaik dibanding jenis kemasan atmosfir termodifikasi lainnya selama 4 minggu penyimpanan. Buah yang tidak dikemas (kontrol) sudah tidak dapat diterima setelah 2 minggu penyimpanan karena warna dan tekstur buah yang sudah tidak menarik.

(17)

ABSTRACT

The effect of modified atmosphere packaging on the physico-chemical composition such as weight loss, moisture content, vitamin C, total soluble solids (TSS), titratable acidity (TA), fruit hardness, color score and sensory characteristics such as color, flavor and texture of tamarillo was investigated at 10⁰C during 1, 2, 3 and 4 weeks of storage. The type of modified atmosphere packaging consisted of active modified atmosphere packaging with the

combination of scavenger type such as oxygen scavenger (P1), oxygen and

carbondioxide scavengers (P2), oxygen and moisture scavengers (P3), ethylene

scavengers (P4), oxygen, carbondioxide, moisture and ethylene scavengers (P5)

and passive modified atmosphere packaging (P6) and unpackage fruits as control

(P7). The results showed that the type of packaging had high significant effect

(P<0,01) on overall physico-chemical constituents and sensory characteristics of tamarillo fruits at 10⁰C during storage. After 4 weeks storage, weight loss of tamarillo fruits packed in active modified atmosphere packaging ranged from 0,71- 4,36%, while fruits in passive modified atmosphere packaging 1,05% and unpackage 13,05%. Tamarillo fruits packed in active modified atmosphere

packaging with oxygen and moisture scavengers (P3) had moisture content

62,70%, vitamin C 28,81 mg/100 ml, TSS 5,03⁰Brix, TA 2,40%, color scores 5,00

(dark red), fruits hardness 2,77 kgf and organoleptic value of color 3,65 (like) and texture 3,31 (like), and weight loss 1,00%, and also was the best treatment as compared to other types of modified atmosphere packaging for 4 weeks of storage. The control fruits were unaccetable after 2 weeks of storage due to its unattractive color and texture.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditi hortikultura (buah-buahan dan sayur-sayuran) merupakan

komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik

kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Sementara itu,

komoditi ini lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Jika buah tidak

langsung dikonsumsi, tetapi untuk digunakan pada waktu tertentu, maka dapat

dilakukan penyimpanan. Penyimpanan merupakan metode penanganan buah yang

telah dipanen, dimana pada buah-buahan tersebut masih terjadi proses seperti

respirasi dan transpirasi. Penanganan ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk.

Penyimpanan yang baik dan tepat merupakan sebuah tugas yang rumit, karena

perlakuan akan berbeda tergantung varietas buah (Calvin dan Donald, 1983).

Pengemasan merupakan metoda yang digunakan untuk menyimpan bahan

pangan dengan tujuan memberikan kondisi yang sesuai bagi bahan pangan yang

dikemas. Tanpa pengemasan, banyak bahan pangan yang akan cepat rusak dan

akan terbuang. Dengan kata lain, pengemasan digunakan untuk mengurangi

kerusakan bahan pangan (Buckle, dkk., 1987).

Buah terung belanda adalah salah satu buah khas dari Sumatera Utara dan

merupakan komoditas ekspor. Buah tersebut tergolong jenis non klimakterik,

namun tetap menghasilkan etilen setelah pemanenan yaitu sekitar 0,1 µl/ kg/jam

(Cantwell, 1980). Pemanenan ketika buah masih hijau atau matang fisiologis akan

meningkatkan respon etilen pada saat respirasi dan mempercepat perubahan

(19)

Reid, 1976). Dengan demikian, penggunaan penjerap (scavenger) etilen

diharapkan dapat mempertahankan mutu buah terung belanda.

Hasil penelitian Duha (2011) menjelaskan bahwa penyimpanan terung

belanda dengan kombinasi bahan penjerap oksigen dan karbondioksida dalam

kemasan yaitu serbuk besi dan MgO dapat memberikan hasil terbaik terhadap

kadar air, kadar vitamin C dan total asam selama 20 hari. Hasil penelitian

Sampebatu (2006) menjelaskan bahwa pada penyimpanan terung belanda,

semakin tinggi suhu maka semakin tinggi produksi oksigen dan karbondioksida,

sehingga suhu penyimpanan yang tepat adalah pada suhu 10 ⁰C. Sedangkan jenis

kemasan yang terbaik adalah jenis low density polyethylene LDPE.

Uap air yang dihasilkan selama proses respirasi buah terung belanda

ataupun hasil transpirasi akan terperangkap di dalam kemasan disebabkan plastik

jenis LDPE memiliki sifat permeabilitas yang rendah terhadap uap air. Selain itu

selama penyimpanan juga dibutuhkan sejumlah oksigen dan terjadi produksi

karbondioksida. Penelitian penggunaan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air,

dan etilen sekaligus pada buah terung belanda dalam kemasan belum pernah

dilakukan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk menemukan

kombinasi perlakuan kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap

air dan etilen untuk memperpanjang umur simpan terung belanda dan

mempertahankan mutunya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengemasan

atmosfer termodifikasi dengan bahan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air

(20)

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan, Universitas Sumatera Utara, dan sebagai sumber informasi

dalam upaya peningkatan mutu buah terung belanda.

Hipotesa Penelitian

Perbedaan tipe kemasan atmosfer termodifikasi dan lama penyimpanan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Terung Belanda

Terung belanda atau tamarillo merupakan salah satu anggota keluarga

terung-terungan (Solanaceae) yang mulai dikembangkan di Bogor Jawa Barat

sejak tahun 1941. Di Indonesia terung ini mungkin pertama kali dibawa dan

dikembangkan oleh orang Belanda sehingga dikenal dengan nama terung belanda,

padahal buah tersebut berasal dari daerah Amazon di Amerika Latin (Adrianne,

2009).

Buah terung belanda (tamarillo) bentuknya bulat lonjong dengan panjang

4-10 cm dan berdiameter 3-5 cm (Gambar 1). Kulit buah yang masih mentah

berwarna hijau keabuan dan akan menjadi merah keunguan atau kuning pada saat

buah tersebut sudah masak. Daging bulat tebal, berwarna merah kuning dan

melindungi biji-bijinya serta dibungkus oleh selaput kulit tipis. Kulit ini

mengandung zat yang rasanya pahit. Jumlah bijinya banyak dan tersusun

melingkar dengan ukuran yang kecil, berbentuk pipih, tipis dan dapat dimakan

(Verhoeven, 1991).

Terung belanda berupa perdu yang rapuh, tingginya 2-3 m, pangkal

batangnya pendek, percabangannya lebat. Bunga berada dalam rangkaian kecil di

ketiak daun, dekat ujung cabang, berwarna merah jambu sampai biru muda,

harum, berdiameter kira-kira 1 cm, bagian-bagian bunga berbilangan lima; daun

mahkota berbentuk genta, bercuping lima; benang sari 5 utas, berada di depan

daun mahkota, kepala sari tersembunyi dalam runjung yang bertentangan dengan

(22)

Pada umur satu sampai dua tahun setelah penyemaian bibit, terung belanda

dapat dipanen beberapa kali sepanjang musim panen yang lamanya antara 5

sampai 7 bulan setiap tahun. Tanaman terung belanda dapat berbuah selama 5

sampai 8 tahun. Terung belanda memiliki akar yang dangkal sehingga tidak tahan

terhadap kekeringan dan tiupan angin. Penanganan pasca panen buah terung

belanda mudah dikelola karena dagingnya keras, kulitnya licin dan liat. Dalam

keadaan hangat normal, daya tahannya mencapai satu minggu (Adrianne, 2009).

Gambar 1. Terung belanda

Komposisi Kimia Terung Belanda

Terung belanda mengandung provitamin A yang baik untuk kesehatan

mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan, panas dalam dan meningkatkan

daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium

mampu menjaga dan memelihara kesehatan. Serat yang tinggi di dalam terung

belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit/konstipasi. Terung

belanda mengandung antosianin yang termasuk kedalam golongan flavonoid yang

merupakan salah satu jenis antioksidan (Akhmad, 2009

Kulit buah terung belanda mengandung suatu zat yang rasanya pahit,

(23)

dengan air panas selama 4 menit. Setiap 100 g bagian buah yang dapat dimakan

mengandung: air 85 g, protein 1,5 g, lemak 0,06-1,28 g, karbohidrat 10 g, serat

1,4-4,2 g, abu 0,7 g, vitamin A 150-500 SI, dan vitamin C 25 mg (Purwanto,

2011). Komposisi kimia buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia terung belanda / 100 gram bahan

Kandungan nutrisi Jumlah

Kadar Air (g) 82,7 - 87,8

Protein (g) 1,5

Karbohidrat (g) 10,3

Lemak (g) 0,06 - 1,28

Sumber : Morton (1987)

Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada buah yang masih mentah

tinggi, di mana semakin tua buah kandungan vitamin C-nya semakin menurun,

dan dapat dijadikan indikator pematangan buah. Vitamin C meningkat karena

terjadinya sintesis secara alami, dimana glukosa merupakan prekursor dalam

(24)

karena terjadinya oksidasi pada kondisi aerobik atau proses lainnya (Winarno

2002).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi

Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan komplek dalam sel seperti

pati, gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti air dan

karbondioksida serta terbentuknya energi. Respirasi dapat berlangsung secara

aerob dan anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang terjadi dengan adanya

O2 yang cukup. Dengan adanya O2, karbohidrat dioksidasi sepenuhnya menjadi

air dan CO2 dengan produksi Adenosin Tri Posphat (ATP) (Wills dkk., 1992).

Selama respirasi, terjadi penurunan kadar gula, dan komponen lainnya,

seiring terbentuknya karbondioksida, air, energi dan panas. Pembentukan energi

melalui aktivitas sel selama penyimpanan, air digunakan untuk transpirasi.

Karbondioksida dan panas dipindahkan melalui sirkulasi udara. Selama

penyimpanan, respirasi diusahakan seminimum mungkin, untuk mengurangi

perubahan tersebut (Calvin dan Donald, 1983).

Proses respirasi dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal meliputi: tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran

produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Hubungan susunan kimiawi jaringan

terhadap respirasi bervariasi. Semakin kecil produk, maka semakin besar laju

respirasinya, adanya pelapis alami menurunkan laju respirasi, dan jaringan yang

muda menunjukkan respirasi yang tinggi (Pantastico, 1993).

Faktor eksternal meliputi ketersediaan etilen, suhu tinggi dan oksigen yang

(25)

yang besar akan memperlambat laju respirasi. Adanya zat pengatur pertumbuhan

pengaruhnya berbeda-beda terhadap komoditi yang berbeda (Pantastico, 1993).

Umumnya buah menunjukkan peningkatan respirasi yang tajam segera

setelah dipanen. Hal ini dikenal sebagai peningkatan respirasi klimakterik. Buah

yang tidak menunjukkan peningkatan respirasi secara cepat digolongkan sebagai

non klimakterik. Penurunan suhu memperlambat kegiatan respirasi produk,

mengurangi susut air, memperkecil kemungkinan pembusukan akibat masuknya

jasad renik dan memperlambat pertumbuhannya (Harris dan Karmas, 1989).

Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu

banyaknya penggunaan oksigen pada kehidupannya, karena itu apabila produksi

etilen banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat yang ditandai oleh

meningkatnya penggunaan oksigen oleh tanaman. Namun, pemacuan aktivitas

respirasi oleh etilen mempunyai sifat yang berbeda pada tanaman klimakterik dan

non klimakterik. Pada tanaman klimakterik, tidak banyak oksigen yang diserap

untuk respirasi, sedangkan pada buah non klimakterik, makin tinggi produksi

etilen, aktivitas respirasi semakin meningkat, yang ditandai dengan makin

banyaknya oksigen yang diserap (Kartasapoetra, 1994).

Penyimpanan dengan Kemasan Aktif

Polietilen merupakan kemasan fleksibel berlapis tunggal. Polietilen

dengan densitas yang rendah merupakan penahan air yang baik, tetapi kurang baik

untuk oksigen. Sedangkan polietilen dengan densitas tinggi, dapat melindungi

bahan dari air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas (Buckle, dkk., 1987).

Cara memperlambat laju respirasi buah dan sayuran adalah dengan

(26)

minimum kritis, yaitu tingkat yang mencegah terjadinya fermentasi pada jaringan

tanaman. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan dalam transpor oksigen dan

air melalui kemasan (Harris dan Karmas, 1989).

Selama penyimpanan terung belanda terjadinya peningkatan kandungan

asam sampai penyimpanan hari ke-5 dan kemudian menurun pada

pengamatan-pengamatan hari berikutnya. Peningkatan total asam tersebut diduga terjadi akibat

proses respirasi yang cepat pada awal penyimpanan sehingga kandungan asam

meningkat. Walaupun terjadi peningkatan total asam pada awal penyimpanan,

namun akan tetap mengalami penurunan karena asam organik juga merupakan

sumber energi yang akan digunakan dalam aktivitas metabolisme. Nilai kekerasan

pada terung belanda menurun seiring dengan lama penyimpanan pada pada suhu

5⁰C dan 10⁰C. Penurunan nilai kekerasan diakibatkan karena terjadinya

perubahan komposisi penyusun dinding sel akibat pemecahan protopektin yang

tidak larut menjadi pektin yang larut sehingga jumlahnya menurun dan

mengakibatkan terjadinya pelunakan buah (Sampebatu, 2006).

Terung belanda bersifat non-klimakterik dengan produksi karbondioksida

sekitar 10 -12 ml/kg/jam pada suhu 20 ºC, pH berkisar antara 3,17 – 3,80, dengan

penyimpanan CAS (Control Atmosphere Storage) kelembaban relatif optimal

antara 90-95 %, etilen yang dihasilkan termasuk rendah yaitu kurang dari 0,1

μl/kg/jam pada suhu 20 º C dan tingkat sensitivitasnya terhadap perlakuan etilen

tergolong sedang (Kader, 2001).

Penyimpanan dengan mengontrol komposisi udara digunakan bukan hanya

untuk suhu rendah, melainkan dengan mengubah persentase oksigen (O2) dan

(27)

kadar CO2 dari konsentrasi normal, yaitu 0,03% menjadi 2-5%, selama

penyimpanan dapat memperpanjang masa simpan dengan mengurangi laju

respirasi (Halfacre dan Barden, 1979).

Permeabilitas memberi gambaran tentang mudah tidaknya gas, uap, cairan,

ion-ion, dan molekul-molekul terlarut menembus suatu materi tanpa

memperhatikan mekanismenya. Biasanya kemasan film lebih permeabel terhadap

CO2 daripada untuk O2, sehingga laju akumulasi CO2 lebih rendah daripada laju

penyusutan O2 (Buckle, dkk., 1987).

Pengemasan dalam film plastik dapat memodifikasi atmosfer di sekitar

produk (pengemasan atmosfer termodifikasi atau modified atmosphere packaging

atau MAP). MAP umumnya menghalangi pergerakan udara, memungkinkan

proses respirasi normal produk, menurunkan kadar oksigen dan meningkatkan

kadar karbondioksida udara di dalam kemasan. Keuntungan utama tambahan

penggunaan film plastik adalah mengurangi kehilangan air. Pemilihan film

polimerik terbaik untuk setiap komoditi/kombinasi ukuran kemasan tergantung

pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi waktu/suhu yang

diinginkan selama penanganan. Penjerap oksigen, karbondioksida dan/atau etilen

dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk membantu menjaga

komposisi atmosfer yang diinginkan (Kitinoja dan Kader, 2003).

Kemasan Film Plastik

Polietilen (PE) dihasilkan dari proses polimerisasi adisi dari gas etilen

sebagai hasil samping dari industri arang dan minyak. Sifat dari polietilen yang

mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, jernih dan mudah untuk

(28)

kemasan. Berdasarkan tingkat densitasnya PE dapat dikelompokkan menjadi

LDPE (low density polyethylene), MDPE (medium density polyethylene) dan

HDPE (high density polyethylene) (Geeson, dkk., 1983).

Sifat polietilen yang paling menonjol adalah :1) penampakan bervariasi

dari keruh hingga transparan, 2) mudah dibentuk, lemas dan gampang ditarik

dengan daya rentang yang tinggi sehingga tidak mudah sobek, 3) mudah dikelim

dengan panas dan banyak digunakan untuk laminasi, 4) titik leleh sekitar 120 ºC,

5) tidak cocok untuk pengemasan produk yang berlemak atau mengandung

minyak, 6) tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia, 7) dapat

digunakan untuk penyimpanan beku sampai hingga suhu –50 ºC, 8) transmisi gas

yang sangat tinggi sehingga tidak cocok untuk pengemasan produk yang

beraroma, dan 9) memiliki sifat kedap air dan uap air (Geeson, dkk., 1983).

LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah

dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon,

dylan dan fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah daripada

HDPE (modulus Young 20.000-30000 psi, dan kuat tarik 1200-2000 psi), tapi

karena lDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-800%) maka plasik ini

mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi.

Titik lelehnya berkisar antara 105-115oC.

Penjerap Oksigen

Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah

dan sayuran secara umum adalah serbuk besi dan asam askorbat. Ketersediaan

oksigen pada penyimpanan terung belanda dengan menggunakan penjerap

(29)

menurunkan laju respirasi pada buah-buahan. Lama penyimpanan juga

berpengaruh terhadap laju respirasi. Semakin lama buah disimpan maka respirasi

akan semakin menurun (Duha, 2011).

Serbuk besi

Penjerap oksigen (oxygen scavenger) pertama kali dipasarkan di Jepang

tahun 1977 berupa serbuk besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet).

Sejak itu desain dan aplikasi dari penjerap oksigen terus berkembang dan Jepang

merupakan negara produsen terbesar di dunia. Penjerap oksigen yang tersedia saat

ini pada umumnya berupa serbuk besi, di mana 1 gram serbuk besi akan bereaksi

dengan 300 ml O2. Kelemahan dari besi sebagai scavenger oksigen adalah tidak

dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada jalur pengemasan

(Julianti dan Nurminah, 2006).

Asam askorbat

Asam askorbat merupakan penjerap oksigen yang digunakan dalam bentuk

kemasan sachet kadang dikombinasi dengan serbuk besi. Hal ini telah dibuktikan

pada tomat, dimana adanya asam askorbat ini mengurangi kadar oksigen dan

digunakan bersama kemasan LDPE (Thompson, 2003).

Adapun reaksi yang akan terjadi adalah asam dehidro L-askorbat + O2,

dengan bantuan asam L-askorbat + enzim (oksidase atau peroksidase). Artinya,

dengan keberadaan asam L-askorbat aktif, O2 di dalam kemasan menurun karena

digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat. Akibatnya, respirasi buah akan

(30)

Penjerap Karbondioksida

Jenis-jenis penjerap karbondioksida yang digunakan untuk kemasan aktif

buah dan sayuran secara umum adalah magnesium oksida dan besi karbonat.

Magnesium tergolong logam ringan dan tahan terhadap karat akibat adanya

lapisan oksida magnesium. Karbon dalam bentuk CO2 dapat dihilangkan dari

atmosfer oleh proses kimia, dan disimpan dalam bentuk mineral karbonat stabil.

Proses ini melibatkan reaksi karbondioksida dengan oksida logam, baik

magnesium oksida (MgO) atau kalsium oksida (CaO). Proses ini dikenal dengan

penjerapan karbon oleh mineral karbonasi (Wikipedia, 2008).

Cara paling sederhana untuk mengatur konsentrasi karbondioksida di

ruang dengan udara yang terkendali control atmosphere (CA) adalah dengan

menggunakan “penjerap” dari bahan kalsium hidroksida Ca(OH)2. Penjerap

dibuat menggunakan kotak kayu triplek berinsulasi dan ditempatkan di luar

ruangan CA. Kotak harus berisi kapur yang cukup untuk keseluruhan masa

penyimpanan, tapi kapur baru dapat ditambahkan jika penjerap karbondioksida

berkurang. Karbondioksida dan kapur kering bereaksi dalam perbandingan 1:1

untuk membentuk batu kapur dan air. Kapur dengan ukuran partikel yang lebih

kecil lebih efisien bereaksi dengan karbondioksida daripada kapur berukuran

kasar (Kitinoja dan Kader, 2003).

Pengaruh jenis penjerap oksigen dan karbondioksida terhadap susut buah

terung belanda berhubungan dengan kehilangan air buah. Dalam hal ini, bahan

penjerap bubuk besi dan MgO merupakan penjerap oksigen dan karbondioksida

yang baik untuk menekan susut buah dengan menghambat terjadinya proses

(31)

Penjerap Etilen

Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah

dan sayuran secara umum adalah KMnO4, karbon aktif dan mineral lain. Gas

etilen (C2H4) diproduksi oleh hampir semua tanaman, dan bermanfaat pada buah

dan sayuran selama masa penanganan pascapanen. Senyawa ini mempercepat

pematangan dan senesensi buah (hilangnya warna hijau, rontoknya daun, dan

sebagainya). Agar gas etilen berpengaruh, sejumlah konsentrasi tertentu harus

terakumulasi sampai batas ambangnya. Nilai ambang kadar gas atau suhu

minimum yang diperlukan agar etilen aktif belum diketahui secara pasti (Harris

dan Karmas, 1989).

Komposisi udara di dalam lingkungan penyimpanan dapat dimanipulasi

dengan cara menggunakan penjerap gas seperti potasium permanganat atau arang

aktif yang digunakan untuk menjerap gas etilen. Pengendalian skala besar atau

penyimpanan atmosfer termodifikasi memerlukan teknologi yang kompleks dan

kemampuan manajemen tinggi, tetapi, beberapa metode sederhana tersedia untuk

menangani produk yang jumlahnya sedikit (Kitinoja dan Kader, 2003).

KMnO4

Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator yang kuat, dan

mudah bereaksi dengan apa saja, tergantung pH larutannya, sehingga kekuatan

oksidatornya juga sangat dipengaruhi oleh pH. KMnO4 mengoksidasi etilen

menjadi etanol dan asetat, dan dalam proses akan terjadi perubahan warna, yaitu

dari ungu menjadi cokelat, menunjukkan adanya penjerapan etilen. Dalam

prakteknya, kalium permanganat tidak bisa kontak dengan makanan karena

(32)

Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk

penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan

penyimpanan, hal ini disebabkan karena dalam jumlah sedikit sudah dapat

menurunkan mutu dan masa simpan produk, dapat meningkatkan laju respirasi

sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan kebusukan buah,

mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan

kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya. Penjerap etilen yang dapat digunakan adalah

potasium permanganat (KMnO4), karbon aktif dan mineral-mineral lain, yang

dimasukkan ke dalam sachet (Rarasani, 2010).

Zeolit

Berdasarkan proses pembentukannya, zeolit dibedakan menjadi dua yaitu

zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk karena proses alam atau

disebut zeolitisasi seperti dari batu vulkanis. Sedangkan zeolit sintesis dibuat dari

proses rekayasa secara kimia, dan sifatnya mudah berubah. Penjerapan adalah

proses ikatan suatu molekul atau unsur pada permukaan unsur lain. Penggunaan

zeolit sebagai bahan penjerap karena zeolit bersifat selektif dan mempunyai

kapasitas tukar kation cukup tinggi serta dapat memisahkan molekul-molekul

berdasarkan ukuran dan bentuk struktur kristal zeolit. Jika beberapa molekul

memasuki sistem pori zeolit, salah satu molekul akan tertahan berdasarkan pada

kepolaran atau efek interaksi molekul dengan zeolit. Mekanisme proses ini ada

dua, yaitu penjerapan fisik atau gaya vanderaxials dan penjerapan kimia atau gaya

tarik elektrostatik. Kedua mekanisme itu dapat berjalan secara bersamaan

bergantung sifat unsur yang diserap, keasaman permukaan, daya tukar kation

(33)

Karbon aktif

Karbon aktif dengan berbagai katalis logam juga secara efektif dapat

menjerap etilen. Karbon aktif telah banyak digunakan untuk menghilangkan etilen

pada gudang penyimpanan buah-buahan dan sayuran dan juga diproduksi dalam

kemasan sachet yang dimasukkan dalam kantong pengemas atau kotak kayu pada

penyimpanan hasil pertanian (Abeles, dkk., 2002).

Penjerap Uap Air

Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah

dan sayuran secara umum adalah Ca(OH)2. Akumulasi air pada kemasan dapat

disebabkan oleh transpirasi produk hortikultura, keluarnya air dari jaringan pada

daging atau fluktuasi suhu pada kemasan yang kadar airnya tinggi. Adanya air

pada kemasan dapat memacu pertumbuhan mikrobia serta terbentuknya kabut

pada permukaan film kemasan, sehingga air dan uap air yang ada pada kemasan

harus keluarkan (Julianti dan Nurminah, 2006).

Adanya penjerap uap air akan menjerap air serta mencegah perubahan

warna dari produk dan kemasan. Polimer yang sering digunakan untuk menjerap

air adalah garam poliakrilat dan kopolimer dari pati. Polimer superabsorben ini

dapat menjerap 100-500 kali dari beratnya sendiri. Penurunan kelembaban relatif

di sekitar kemasan akan menurunkan aktivitas air di permukaan bahan pangan,

sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Kondisi ini dapat diperoleh

dengan cara menjerap air dalam bentuk fase uapnya (Syarief dan Ismayana,

(34)

Ca(OH)2

Ca(OH)2 adalah salah satu jenis penjerap uap air yang telah diaplikasikan

untuk penyimpanan tomat dengan cara menyimpannya dalam kotak kayu. Kotak

tersebut higroskopis sehingga dapat menjerap H2O dan di bagian bawahnya diberi

kapur tohor atau Ca(OH)2 untuk mengikat CO2. Kemasan ini harus disimpan di

tempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilen dapat ditekan. Bila

buah tomat yang disimpan masih berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan

cara ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai seminggu (Kanara, 2009).

Proses Pematangan Buah

Standar kematangan berbeda untuk tiap jenis buah, sayuran dan

bunga-bungaan. Pemanenan produk pada saat tingkat kematangan yang tepat yang

dilanjutkan dengan penanganan pasca panen yang baik akan menghasilkan produk

dengan mutu yang baik. Produk yang dipanen terlalu awal akan menghasilkan

produk dengan mutu yang jelek seperti menghasilkan cita rasa dan gagal matang,

sementara produk yang dipanen terlalu lambat akan menjadi lebih berserat atau

lewat masak. Pada umumnya petani mengidentifikasi waktu panen berdasarkan

pengalaman (Kitinoja dan Kader, 2003).

Selama proses pematangan buah akan terjadi perubahan-perubahan sifat

fisikokimia. Umumnya perubahan yang terjadi adalah perubahan warna, tekstur,

pH/keasaman, kandungan gula, kandungan vitamin C dan asam-asam organik.

Perubahan warna pada buah berbeda-beda, bahkan ada diantara warna-warna

seperti merah muda, ungu dan sebagainya merupakan hasil pembongkaran klorofil

karena pengaruh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung pada tahapan

(35)

Pematangan buah terung belanda berhubungan dengan peningkatan total

padatan terlarut, serta penurunan total asam, kandungan vitamin C dan kekerasan

buah. Berdasarkan perubahan fisik dan kimia yang terjadi selama pematangan,

maka buah terung belanda sebaiknya dipanen pada saat matang, karena pada

stadia ini mutu buah dapat dipertahankan hingga hari ke-15 penyimpanan pada

suhu 100C dan hari ke-10 pada penyimpanan suhu ruang (Julianti, 2011).

Secara keseluruhan periode antara panen, konsumsi, dan pengendalian

suhu adalah faktor yang paling penting untuk menjaga mutu produk. Buah,

sayuran dan bunga potong adalah hidup, jaringannya berespirasi terpisah dari

tanaman induknya. Penyimpanan produk pada suhu terendah yang paling aman 0

o

C atau (32 oF) atau 10 oC (50 oF) untuk produk yang peka suhu rendah atau

chilling akan meningkatkan masa simpan dengan cara menurunkan laju respirasi,

menurunkan sensitifitasnya terhadap gas etilen dan mengurangi kehilangan air.

Penurunan laju kehilangan air akan menurunkan atau memperlambat laju

pelayuan yang biasa menyebabkan kehilangan pascapanen secara serius (Kitinoja

dan Kader, 2003).

Beberapa buah menghasilkan senyawa volatil pada saat pematangan. Hal ini

bisa menunjukkan karakteristik warna serta mengindikasikan pemanenan buah.

Kehilangan pascapanen dapat diakibatkan oleh perubahan tekstur buah.

Umumnya buah mengalami pelunakan pada saat pematangan. Hal ini karena

perombakan dinding sel kulit serta perubahan pati menjadi monomer sederhana.

Selain itu juga karena keluarnya air dari dinding sel buah akibat proses respirasi.

Tingkat keasaman pada buah umumnya mengalami peningkatan pada proses

(36)

asam akan menimbulkan senyawa volatil yang menimbulkan aroma pada buah

(Thompson, 2003). Menurut Utto (2008) bahwa kehilangan air terjadi karena

respirasi buah serta transpirasi yang terus menerus. Akan tetapi dapat dikurangi

dengan mengubah komposisi atmosfer.

Menurut Irtwange (2006), produksi etilen dapat mempercepat penuaan buah,

dan hal ini dapat dikurangi dengan penyimpanan suhu rendah sehingga

kematangan buah dapat diperlambat. Respirasi merupakan proses penguraian

bahan organik menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini membutuhkan

O2 dan menghasilkan CO2. Selama proses respirasi terjadi penurunan cadangan

makanan dalam buah, juga penurunan terhadap kualitas rasa. Tingkat kerusakan

ini sebanding dengan laju respirasi. Penguapan air dari dalam kemasan dapat

(37)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2012 di Laboratorium

Analisa Kimia Bahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah terung belanda yang

diperoleh dari petani di Desa Lingga, Tanah Karo, Sumatera Utara dengan tingkat

kematangan morfologis. Bahan penjerap seperti KMnO4, serbuk besi, MgO, CaO,

dan Ca(OH)2 dari Merck.

Reagensia

Penelitian ini menggunakan reagensia: akuades, HPO3 2%, HPO3 6%,

larutan dye (100 mg 2,6-diklorofenol indofenol + 84 mg sodium bikarbonat

diencerkan dengan akuades mendidih, disaring sampai 100 ml, diambil 25 ml

kemudian diencerkan sampai 500 ml), asam askorbat standar (100 mg asam

askorbat dilarutkan sampai 100 ml dengan HPO3 2%, diambil 4 ml kemudian

diencerkan sampai 100 ml), fenolftalin 1% dan NaOH 0,1 N yang digunakan

untuk analisa uji total asam dan uji vitamin C.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan antara lain: cosmotector tipe XPO – 314 untuk

mengukur konsentrasi karbondioksida, selang plastik, aluminium foil, oven,

(38)

handrefractometer, beaker glass, mortal, alu, erlenmeyer, kertas saring dan pisau

stainless steel.

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancang Acak Lengkap (RAL)

faktorial dengan 2 faktor yaitu:

Faktor I : Metode Pengemasan (P)

P1 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen

P2 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida

P3 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air

P4 = Kemasan aktif dengan penjerap etilen

P5 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen

P6 = Kemasan pasif (Kontrol 1)

P7 = Tanpa kemasan (Kontrol 2)

Faktor II : Lama Penyimpanan (L)

L1 = 1 minggu

L2 = 2 minggu

L3 = 3 minggu

L4 = 4 minggu

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 7 x 4 = 28 perlakuan, dan setiap

perlakuan dibuat dalam tiga ulangan.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut:

(39)

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf

ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor P pada taraf ke-i

βj : Efek faktor L pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7; j = 1, 2, 3, 4; k = 1, 2, 3

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (least

significant range).

Pelaksanaan Penelitian

Terung belanda dicuci dan disortasi, kemudian dikeringanginkan. Ditimbang

beratnya + 300 gram, kemudian diberi perlakuan air panas (hot water treatment)

sebagai berikut : buah direndam dalam air hangat suhu 53 oC selama 3 menit,

kemudian segera didinginkan dengan air dingin suhu 20 oC dan dikeringanginkan.

Bahan penjerap etilen berupa KMnO4 dibuat dengan cara menjerapkan larutan

KMnO4 100% pada Ca(OH)2 yang berbentuk tepung. Bahan penjerap oksigen

adalah serbuk besi, penjerap karbondioksida adalah MgO, dan penjerap uap air

menggunakan CaO. Bahan-bahan penjerap ini dimasukkan ke dalam sachet

terbuat dari kertas saring. Banyaknya bahan penjerap oksigen yaitu serbuk besi

(40)

uap air yaitu CaO dan etilen yaitu KMnO4 yang telah dijerap pada Ca(OH)2

sebanyak 5 gram.

Buah terung belanda dengan tingkat kematangan yang seragam dan sudah

diberi perlakuan air panas, serta masing-masing penjerap dimasukkan ke dalam

kantungan plastik polietilen densitas rendah (PEDR). Pada salah satu sisi kantung

plastik dibuat 2 lubang, kemudian pada lubang tersebut dipasang selang

berukuran panjang 5 cm yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi gas O2

dan CO2 di dalam kemasan. Kemasan yang telah berisi produk disegel dan pada

lubang tempat selang plastik diberi lilin dan selang dijepit dengan penjepit. Buah

yang telah dikemas disimpan pada suhu 10oC. Dilakukan pengamatan terhadap

buah terung belanda pada 0 hari (kontrol) dan dalam waktu tertentu yaitu 1, 2, 3

(41)

Gambar 2. Skema penelitian

Terung Belanda

Dicuci dan disortasi buah dengan ukuran dan tingkat

kematangan seragam

Disimpan dengan suhu 10oC waktu tertentu (1, 2, 3, dan 4 minggu) 1. Kadar karbondioksida dalam

kemasan 2. Kadar air 3. Susut bobot 4. Kadar vitamin C 5. Kekerasan

6. Total Padatan Terlarut (TPT) 7. Kadar total asam (TA) 8. Uji skor warna

9. Uji organoleptik warna, aroma dan tekstur

penjerap oksigen dan uap air

P4 = Kemasan aktif dengan

penjerap etilen

P5 = Kemasan aktif dengan

penjerap oksigen,

(42)

Parameter yang Diamati

Kadar karbondioksida dalam kemasan

Dihitung konsentrasi karbondioksida dengan menggunakan alat

cosmotector tipe XPO – 314 dengan cara salah satu selang plastik dihubungkan

dengan alat pengukur karbondioksida.

Kadar air

Ditimbang bahan sebanyak 5 g di dalam cawan aluminium yang telah

diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven

dengan suhu sekitar 105 oC – 110 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di

dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan

dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan

kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi

sampai diperoleh berat yang konstan (AOAC, 1984).

Kadar air =

Berat awal - berat akhir

x 100% Berat awal

Susut bobot

Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir bahan

setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus :

Susut bobot =

Wa - Wb

x 100% Wa

Keterangan :

Wa : berat awal bahan sebelum penyimpanan

(43)

Kadar vitamin C (Apriyantono, dkk, 1989)

Pembuatan larutan dye

Dilarutkan 100 mg 2,6-diklorofenol indofenol dan 84 mg sodium

bikarbonat dalam akuades panas dan kemudian didinginkan. Kemudian

diencerkan sampai volume 100 ml, disaring dan diencerkan kembali 25 ml larutan

tersebut sampai volume 500 ml dengan mengunakan akuades.

Pembuatan kurva standar asam askorbat

Ditimbang 100 mg asam askorbat standar dan dilarutkan dengan HPO3 3%

sampai volume 100 ml. Dimasukkan larutan asam askorbat standar sebanyak

masing-masing 1; 2; 2,5; 3; 4; dan 5 ml dalam tabung reaksi dan kemudian

diencerkan dengan HPO3 2% sampai volume 5 ml. Ditambahkan dengan cepat 10

ml larutan dye, dikocok dan dilakukan pengukuran absorbansi larutan pada

kolorimeter pada panjang gelombang 518 nm. Sebelum dilakukan pengukuran

dilakukan pengaturan alat transmisi 100% menggunakan blanko yang terdiri dari

5 ml HPO3 2% dan 10 ml akuades. Kurva standar asam askorbat dapat dilihat

pada Lampiran 14.

Ekstraksi sampel

Sampel dihancurkan sampai halus, kemudian ditimbang 5 g dan

diencerkan dengan HPO3 6% dan kemudian disaring dan dincerkan sampai

volume 100 ml. Kemudian diambil 5 ml ekstrak sampel dan ditambahkan 10 ml

larutan dye dan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 518 nm.

Konsentrasi asam askorbat sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi

pada persamaan kurva standar asam askorbat, dan nilai vitamin C dihitung dengan

(44)

Vitamin C =

(mg/100 g)

Kekerasan

Penentuan uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Fruit

Hardness Tester. Dilakukan dengan cara menusuk bagian pangkal, tengah, dan

ujung dari setiap buah lalu hasilnya dirata-ratakan dan dinyatakan dalam kgf.

Total padatan terlarut (TPT)

Diambil bahan 10 g dan ditambah akuades sebanyak 30 ml (volume total

40 ml). Handrefractometer terlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan

akuades. Diambil sari yang sudah diencerkan dengan pipet tetes dan diteteskan

pada prisma handrefractometer. Diamati pembacaan skala dan dicatat nilainya.

Kadar TSS-nya yaitu pembacaan skala dikalikan dengan 4 (Ranganna, 1977).

Kadar total asam

Bahan ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring

ke dalam labu tera hingga volume 100 ml, diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan fenolftalin 1% 2-3 tetes.

Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1N. Titrasi dihentikan setelah

timbul warna merah jambu yang stabil (Ranganna, 1977).

Total asam =

ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x fp

x 100% berat contoh x 1000 x valensi asam

fp = faktor pengencer

(45)

Uji skor warna

Perubahan tingkat kematangan dari buah terung belanda diuji oleh peneliti

dengan kriteria kulit paling luar dari terung belanda yaitu berdasarkan tingkat

yang paling muda (hijau) sampai tingkat yang paling matang (merah tua) seperti

pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji skor warna

Skor Warna kulit terung belanda

Uji organoleptik kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur

Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 15 orang

terhadap warna (kulit buah), aroma (daging buah), dan tekstur (kulit buah) dengan

uji kesukaan secara hedonik sesuai dengan Tabel 3.

Tabel 3. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik)

Skala hedonik Skala numerik

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengemasan dan lama

penyimpanan memberi pengaruh pada parameter yang diamati pada buah terung

belanda. Pengaruh tersebut akan dijelaskan seperti berikut.

Pengaruh Metode Pengemasan pada Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengemasan pada buah

terung belanda memberi pengaruh pada kadar karbondioksida (CO2), kadar air,

susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total asam, skor warna dan uji

organoleptik seperti warna, aroma, dan tekstur seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh metode pengemasan pada parameter yang diamati

Parameter Mutu Perlakuan

(47)

Pengaruh Lama Penyimpanan pada Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa lama penyimpanan berpengaruh

pada parameter yang diamati seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh lama penyimpanan pada parameter yang diamati

Parameter yang Diamati Lama penyimpanan (minggu)

1 2 3 4

Nilai organoleptik warna (numerik) 3,74 3,24 3,15 3,03

Nilai organoleptik aroma (numerik) 3,47 3,38 3,29 3,17

Nilai organoleptik tekstur (numerik) 3,47 3,35 3,10 2,99

Kadar Karbondioksida dalam Kemasan

Perubahan kadar karbondioksida (CO2) selama penyimpanan dengan

masing-masing metode pengemasan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3

dapat dilihat bahwa secara umum pada setiap metode pengemasan, semakin lama

penyimpanan maka kadar CO2 dalam kemasan semakin meningkat kecuali pada

P4 (kemasan aktif dengan penjerap etilen) di mana pada minggu keempat

mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena produksi karbondioksida dari

buah lebih kecil dibandingkan jumlah karbondioksida yang dapat keluar dari

kemasan. Kitinoja dan Kader (2003) menyatakan bahwa MAP umumnya

menghalangi pergerakan udara, memungkinkan proses respirasi normal produk,

mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida udara di

(48)

kadar CO2 paling tinggi terdapat pada P6 (kemasan pasif). Tingginya kadar CO2

pada perlakuan P6 disebabkan tidak adanya bahan penjerap di dalam kemasan,

sedangkan pada metode pengemasan yang lain digunakan penjerap yang dapat

menjerap gas yang dihasilkan selama penyimpanan.

Gambar 3. Perubahan kandungan CO2 selama penyimpanan buah terung belanda

dalam kemasan atmosfir termodifikasi

Kadar Air

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa metode

pengemasan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata

(P<0,01) pada kadar air buah terung belanda. Hasil pengujian LSR dapat dilihat

pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah

terung belanda dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan pengaruh lama

(49)

Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. (P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan)

Gambar 4. Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda (P1

= kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan

penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan

penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap

etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida,

(50)

Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Gambar 5. Pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1), interaksi metode pengemasan dengan

lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada kadar

air terung belanda. Hasil pengujian LSR interaksi metode pengemasan dengan

lama penyimpanan pada kadar air dapat dilihat pada Tabel 8. Pengaruh interaksi

metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air terung belanda

dapat dilihat pada Gambar 6.

(51)

Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Secara statistik, pada perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5 semakin lama

penyimpanan, terjadi peningkatan kadar air, sedangkan pada metode pengemasan

P6 dan P7 terjadi perubahan kadar air selama penyimpanan berbeda tidak nyata.

(52)

mengurangi kehilangan air dari buah terung belanda. Pada awal penyimpanan

terjadi peningkatan laju respirasi yang menyebabkan perombakan bahan menjadi

air dan karbondioksida, sehingga kadar air meningkat. Air dari proses hasil

respirasi akan tertahan karena adanya kulit buah yang menyebabkan difusi air

keluar dari kulit dan permeabilitas kemasan pada uap air yang rendah, akibatnya

air akan tertahan di dalam daging buah dan kadar air daging buah meningkat.

Penyimpanan produk pada suhu rendah akan meningkatkan masa simpan dengan

cara menurunkan laju respirasi, menurunkan sensitifitasnya pada gas etilen dan

mengurangi kehilangan air.

Gambar 6. Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda (P1 = kemasan

aktif dengan penjerap oksigen; P2 = kemasan aktif dengan penjerap

oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap

oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5

= kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan). Vertical error

(53)

Susut Bobot

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) diperoleh bahwa metode pengemasan

dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada susut bobot

terung belanda. Hasil pengujian LSR pengaruh metode pengemasan dan lama

penyimpanan pada susut bobot seperti pada Tabel 9 dan Tabel 10. Pengaruh

metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda dapat dilihat pada

Gambar 7, sedangkan pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung

belanda dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda

(54)

Gambar 7. Pengaruh metode pengemasan padasusut bobot buah terung belanda (P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif

dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif

dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan

penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen,

karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa

kemasan).

Gambar 8. Pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) diperoleh bahwa interaksi antara

metode pengemasan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat

nyata (P<0,01) pada susut bobot terung belanda. Hasil pengujian dengan LSR

(55)

susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Tabel 11. Pengaruh interaksi metode

pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot dapat dilihat pada

Gambar 9.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

(56)

Selama penyimpanan, perubahan susut bobot yang paling rendah diperoleh

pada P4 (pengemasan aktif dengan penjerap etilen). Susut bobot tertinggi

diperoleh pada P7 (tanpa kemasan). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan

kemasan atmosfir termodifikasi baik aktif maupun pasif dapat menekan susut

bobot pada terung belanda. Jumlah susut bobot dipengaruhi oleh kegiatan respirasi

dalam buah selama penyimpanan. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa buah terung

belanda yang diberi perlakuan pengemasan, susut bobotnya jauh lebih rendah

dibandingkan buah yang tidak dikemas. Semakin lama penyimpanan maka

semakin tinggi susut bobot. Hal ini terjadi karena adanya proses transpirasi dari

dalam buah dan penguraian komponen yang memiliki berat molekul tinggi

menjadi molekul yang massanya rendah.

Gambar 9. Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda (P1 = kemasan

aktif dengan penjerap oksigen; P2 = kemasan aktif dengan penjerap

oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap

oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5

(57)

Semakin lama buah disimpan, maka proses metabolisme akan terus

berlanjut. Hal ini berhubungan dengan laju respirasi, di mana pengemasan dapat

menurunkan laju respirasi dan transpirasi sehingga kehilangan air dapat

diminimalkan. Sedangkan pada perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P6 perubahan susut

bobot berbeda tidak nyata selama penyimpanan. Kitinoja dan Kader (2003)

menyatakan bahwa pengemasan dengan atmosfir termodifikasi dapat mengurangi

pergerakan udara, memungkinkan penurunan kadar oksigen dan meningkatkan

kadar karbondioksida dalam kemasan. Dengan kondisi ini, maka proses respirasi

akan menurun.

Kadar Vitamin C

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) diperoleh bahwa metode pengemasan

memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) pada kadar vitamin C buah terung

belanda, tetapi lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata

(P<0,01) pada kadar vitamin C terung belanda. Hasil pengujian dengan LSR

pengaruh lama penyimpanan pada vitamin C terung belanda dapat dilihat pada

Tabel 12. Pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda

dapat dilihat pada Gambar 10.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda

Gambar

Gambar 2. Skema penelitian
Tabel 4. Pengaruh metode pengemasan pada parameter yang diamati
Tabel 5. Pengaruh lama penyimpanan pada parameter yang diamati
Gambar 3. Perubahan kandungan CO 2 selama penyimpanan buah terung belanda dalam kemasan atmosfir termodifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai studi analisa kadar vitamin C dan kadar β -karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung

ICAJIAN PENYIMPANAN IRISAN BUAH NENAS TERLAPIS FILM EDIBEL.. DALAM KEMASAN

Komposisi udara memberikan pengaruh sangat nyata terhadap susut bobot, kadar air, total padatan terlarut, total asam dan kekerasan dan berbeda tidak nyata terhadap kadar vitamin

ICAJIAN PENYIMPANAN IRISAN BUAH NENAS TERLAPIS FILM EDIBEL. DALAM KEMASAN

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah kemasan bahan oksidan etilen tidak memengaruhi umur simpan, indeks skala warna kulit buah, susut bobot buah, kekerasan kulit

Telah dilakukan penelitian tentang studi analisa kadar vitamin C dan kadar β -karoten dari sampel berupa buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda

Pembagian bahan oksidan etilen berdasarkan jumlah kemasan tidak memengaruhi umur simpan, indeks skala warna kulit buah, susut bobot buah, kekerasan kulit buah,

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari pengaruh KMnO 4 terhadap umur simpan buah jambu biji merah dengan parameter susut bobot, kekerasan, KPT, dan kandungan vitamin C, dan