PENYIMPANAN BUAH TERUNG BELANDA DENGAN
KEMASAN AKTIF MENGGUNAKAN BAHAN PENJERAP
OKSIGEN, KARBONDIOKSIDA, UAP AIR DAN ETILEN
SKRIPSI
OLEH:
JONCER NAIBAHO
080305015/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENYIMPANAN BUAH TERUNG BELANDA DENGAN
KEMASAN AKTIF MENGGUNAKAN BAHAN PENJERAP
OKSIGEN, KARBONDIOKSIDA, UAP AIR DAN ETILEN
OLEH:
SKRIPSI
JONCER NAIBAHO
080305015/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara Medan
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Buah Terung Belanda dengan Kemasan Aktif Menggunakan Bahan Penjerap Oksigen, Karbondioksida, Uap Air dan Etilen
Nama : Joncer Naibaho
NIM : 080305015
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Dr.Ir.Elisa Julianti, M.Si Era Yusraini, STP, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui:
Ketua Program Studi
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi terhadap karakteristik fisikokimia buah terung belanda yaitu kadar air, susut bobot, kadar vitamin C, kekerasan buah, total padatan terlarut, total asam, skor warna serta karakteristik sensori buah selama penyimpanan 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu 10⁰C. Tipe kemasan atmosfir termodifikasi yang digunakan terdiri dari kemasan termodifikasi aktif dengan kombinasi bahan penjerap yaitu oksigen (P1),
penjerap oksigen dan karbondioksida (P2), penjerap oksigen dan uap air (P3),
penjerap etilen (P4), penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen (P5)
serta kemasan atmosfir termodifikasi pasif (P6) dan buah yang tidak dikemas
sebagai kontrol (P7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kemasan
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua karakteristik fisikokimia serta nilai organoleptik warna dan tekstur buah terung belanda selama penyimpanan pada suhu 10⁰C. Pada penyimpanan 4 minggu susut bobot buah terung belanda yang dikemas dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif adalah 0,71-,36%, buah yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi pasif 1,05% dan buah yang tidak dikemas 13,05%. Pengemasan buah dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif menggunakan bahan penjerap oksigen dan uap air (P3) memiliki kadar air 62,70%, kandungan vitamin C sebesar 28,81 mg/100 ml,
total padatan terlarut 5,03⁰Brix, total asam 2,40%, skor warna 5,00 (merah tua), kekerasan buah 2,77 kgf serta nilai organoleptik organoleptik warna 3,65 (suka) dan nilai organoleptik tekstur 3,31 (suka), serta susut bobot 1,00% dan merupakan perlakuan yang terbaik dibanding jenis kemasan atmosfir termodifikasi lainnya selama 4 minggu penyimpanan. Buah yang tidak dikemas (kontrol) sudah tidak dapat diterima setelah 2 minggu penyimpanan karena warna dan tekstur buah yang sudah tidak menarik.
ABSTRACT
The effect of modified atmosphere packaging on the physico-chemical composition such as weight loss, moisture content, vitamin C, total soluble solids (TSS), titratable acidity (TA), fruit hardness, color score and sensory characteristics such as color, flavor and texture of tamarillo was investigated at 10⁰C during 1, 2, 3 and 4 weeks of storage. The type of modified atmosphere packaging consisted of active modified atmosphere packaging with the
combination of scavenger type such as oxygen scavenger (P1), oxygen and
carbondioxide scavengers (P2), oxygen and moisture scavengers (P3), ethylene
scavengers (P4), oxygen, carbondioxide, moisture and ethylene scavengers (P5)
and passive modified atmosphere packaging (P6) and unpackage fruits as control
(P7). The results showed that the type of packaging had high significant effect
(P<0,01) on overall physico-chemical constituents and sensory characteristics of tamarillo fruits at 10⁰C during storage. After 4 weeks storage, weight loss of tamarillo fruits packed in active modified atmosphere packaging ranged from 0,71- 4,36%, while fruits in passive modified atmosphere packaging 1,05% and unpackage 13,05%. Tamarillo fruits packed in active modified atmosphere
packaging with oxygen and moisture scavengers (P3) had moisture content
62,70%, vitamin C 28,81 mg/100 ml, TSS 5,03⁰Brix, TA 2,40%, color scores 5,00
(dark red), fruits hardness 2,77 kgf and organoleptic value of color 3,65 (like) and texture 3,31 (like), and weight loss 1,00%, and also was the best treatment as compared to other types of modified atmosphere packaging for 4 weeks of storage. The control fruits were unaccetable after 2 weeks of storage due to its unattractive color and texture.
RIWAYAT HIDUP
JONCER NAIBAHO, dilahirkan di Tigalingga pada tanggal 07 November
1989, anak ketujuh dari delapan bersaudara dari Bapak A. Naibaho dan Ibu N.
Pandiangan, beragama Kristen Protestan.
Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 1996 Penulis
memasuki SDN 030315 Tigalingga, Dairi dan tamat tahun 2002. Pada tahun 2002
Penulis memasuki SMP Swasta Martabe, Siempat Nempu, Dairi dan lulus pada
tahun 2005. Pada tahun 2005 Penulis memasuki SMA N 1 Tigalingga dan lulus
pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Penulis memasuki Perguruan Tinggi Negeri
Universitas Sumatera Utara di Fakultas Pertanian Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB USU).
Pada masa kuliah Penulis pernah menjadi asisten praktikum Pengetahuan
Bahan Pangan, Teknologi Pengolahan Pangan dan Teknologi Pengolahan Hasil
Tanaman Perkebunan, pernah aktif di organisasi Paduan Suara Fakultas Pertanian
tahun 2008-2010, Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen
Universitas Sumatera Utara (UKM KMK USU) sebagai Anggota Komisi
Pembinaan periode 2011 dan Koordinator Fakultas Pertanian periode 2012.
Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Aneka Inti Sari
Indonesia, Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun
skripis ini berjudul “Penyimpanan Buah Terung Belanda dengan Kemasan Aktif
Menggunakan Bahan Penjerap Oksigen, Karbondioksida, Uap Air dan Etilen”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda
dan Ibunda tercinta serta Kakak/Abang dan adinda yang selalu memotivasi untuk
tetap semangat kuliah. Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Dr.
Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Era Yusraini, STP,
M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada
penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada akhir
ujian.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Pertanian USU, semua asisten AKBP, Kajima, Farhan dan Brananda, serta rekan
mahasiswa ITP’08 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan tidak lupa juga terimakasih
kepada orang tua Saudari Later di Desa Lingga Tanah Karo yang menyediakan
terung belanda. Juga terimakasih kepada teman-teman sepelayanan di koordinasi
UKM KMK USU UP FP 2012, KTB (K’Dian, Riska dan Weni) dan adik-adik KK
(Yos, Aiko, Dj, Foris, Sabda, Susan, Melisa, Julian dan Juster) yang selalu
DAFTAR ISI
Tujuan Penelitian ... 2
Kegunaan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda ... 4
Komposisi Kimia Terung Belanda ... 5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi ... 7
Penyimpanan dengan Kemasan Aktif ... 8
Kemasan Film Plastik ... 10
Penjerap Oksigen ... 11
Serbuk besi ... 12
Asam askorbat ... 12
Penjerap Karbondioksida ... 12
Penjerap Etilen ... 13
KMnO4 ... 14
Zeolit ... 15
Karbon aktif ... 15
Penjerap Uap Air ... 16
Ca(OH)2 ... 16
Proses Pematangan Buah ... 17
BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 20
Bahan Penelitian ... 20
Alat Penelitian ... 20
Metoda Penelitian ... 21
Model Rancangan ... 21
Pelaksanaan Penelitian ... 22
Parameter yang Diamati Kadar karbondioksida dalam kemasan ... 25
Kadar air ... 25
Susut bobot ... 25
Kadar vitamin C ... 26
Kekerasan ... 27
Total Padatan Terlarut (TPT) ... 27
Kadar total asam ... 27
Uji skor warna ... 28
Uji organoleptik warna, aroma dan tekstur ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Metode Pengemasan terhadap Parameter yang Diamati ... 28
Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... 29
Kadar Karbondioksida dalam Kemasan ... 29
Kadar Air ... 31
Susut Bobot ... 35
Kadar Vitamin C ... 39
Kekerasan ... 42
Total Padatan Terlarut ... 47
Total Asam ... 50
Skor Warna ... 54
Nilai Organoleptik Warna ... 59
Nilai Organoleptik Aroma ... 62
Nilai Organoleptik Tekstur ... 65
KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
DAFTAR TABEL
No. Hal
1 Komposisi kimia terung belanda /100 gram bahan ... 6
2 Uji skor warna ... 28
3 Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik) ... 28
4 Pengaruh metode pengemasan pada parameter yang diamati ... 29
5 Pengaruh lama penyimpanan pada parameter yang diamati ... 30
6 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda ... 32
7 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 33
8 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 34
9 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda ... 36
10 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 36
11 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 38
12 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 40
13 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 42
14 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kekerasan buah terung belanda ... 44
15 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 45
17 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada TSS buah terung belanda ... 48
18 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada TSS buah terung
belanda ... 49
19 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada TSS buah terung belanda ... 51
20 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada total asam buah
terung belanda ... 52
21 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada total asam buah
terung belanda ... 53
22 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 55
23 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada skor warna buah
terung belanda ... 56
24 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada skor warna buah
terung belanda ... 56
25 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 58
26 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada organoleptik warna buah terung belanda ... 60
27 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada organoleptik warna buah terung belanda ... 61
28 Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung belanda ... 62
29 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik aroma buah terung belanda ... 64
30 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik aroma buah terung belanda ... 65
31 Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 66
32 Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1 Terung belanda ... 5
2 Skema penelitian ... 24
3 Perubahan kandungan CO2 selama penyimpanan buah terung belanda dalam
kemasan atmosfir termodifikasi ... 31
4 Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda ... 32
5 Pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 33
6 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda ... 35
7 Pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda ... 37
8 Pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 37
9 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda ... 39
10 Pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung
belanda ... 41
11 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda ... 43
12 Pengaruh metode pengemasan pada kekerasan buah terung belanda ... 44
13 Pengaruh lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 45
14 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kekerasan buah terung belanda ... 47
15 Pengaruh metode pengemasan pada total soluble solid buah terung belanda 49
16 Pengaruh lama penyimpanan pada total soluble solid buah terung belanda .... 50
18 Pengaruh metode pengemasan pada total asam buah terung belanda ... 53
19 Pengaruh lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 54
20 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada total asam buah terung belanda ... 54
21 Pengaruh metode pengemasan pada skor warna buah terung belanda ... 57
22 Pengaruh lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 57
23 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada skor warna buah terung belanda ... 59
24 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik warna buah terung
belanda ... 60
25 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung
belanda ... 61
26 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik warna buah terung belanda ... 63
27 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik aroma buah terung
belanda ... 64
28 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik aroma buah terung
belanda ... 65
29 Pengaruh metode pengemasan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 67
30 Pengaruh lama penyimpanan pada nilai organoleptik tekstur buah terung
belanda ... 68
31 Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada nilai organoleptik tekstur buah terung belanda ... 69
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1 Daftar analisis sidik ragam kadar air (%) ... 75
2 Daftar analisis sidik ragam susut bobot (%) ... 76
3 Daftar analisis sidik ragam kadar vitamin C (mg/100g) ... 77
4 Daftar analisis sidik ragam kekerasan (kgf) ... 78
5 Daftar analisis sidik ragam total soluble solid (⁰Brix) ... 79
6 Daftar analisis sidik ragam total asam (%) ... 80
7 Daftar analisis sidik ragam uji skor warna (numerik) ... 81
8 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik warna (numerik) ... 82
9 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik aroma (numerik) ... 83
10 Daftar analisis sidik ragam nilai organoleptik tekstur (numerik) ... 84
11 Kurva standar vitamin C ... 85
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemasan atmosfir termodifikasi terhadap karakteristik fisikokimia buah terung belanda yaitu kadar air, susut bobot, kadar vitamin C, kekerasan buah, total padatan terlarut, total asam, skor warna serta karakteristik sensori buah selama penyimpanan 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu 10⁰C. Tipe kemasan atmosfir termodifikasi yang digunakan terdiri dari kemasan termodifikasi aktif dengan kombinasi bahan penjerap yaitu oksigen (P1),
penjerap oksigen dan karbondioksida (P2), penjerap oksigen dan uap air (P3),
penjerap etilen (P4), penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen (P5)
serta kemasan atmosfir termodifikasi pasif (P6) dan buah yang tidak dikemas
sebagai kontrol (P7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kemasan
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap semua karakteristik fisikokimia serta nilai organoleptik warna dan tekstur buah terung belanda selama penyimpanan pada suhu 10⁰C. Pada penyimpanan 4 minggu susut bobot buah terung belanda yang dikemas dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif adalah 0,71-,36%, buah yang dikemas dengan atmosfir termodifikasi pasif 1,05% dan buah yang tidak dikemas 13,05%. Pengemasan buah dengan kemasan atmosfir termodifikasi aktif menggunakan bahan penjerap oksigen dan uap air (P3) memiliki kadar air 62,70%, kandungan vitamin C sebesar 28,81 mg/100 ml,
total padatan terlarut 5,03⁰Brix, total asam 2,40%, skor warna 5,00 (merah tua), kekerasan buah 2,77 kgf serta nilai organoleptik organoleptik warna 3,65 (suka) dan nilai organoleptik tekstur 3,31 (suka), serta susut bobot 1,00% dan merupakan perlakuan yang terbaik dibanding jenis kemasan atmosfir termodifikasi lainnya selama 4 minggu penyimpanan. Buah yang tidak dikemas (kontrol) sudah tidak dapat diterima setelah 2 minggu penyimpanan karena warna dan tekstur buah yang sudah tidak menarik.
ABSTRACT
The effect of modified atmosphere packaging on the physico-chemical composition such as weight loss, moisture content, vitamin C, total soluble solids (TSS), titratable acidity (TA), fruit hardness, color score and sensory characteristics such as color, flavor and texture of tamarillo was investigated at 10⁰C during 1, 2, 3 and 4 weeks of storage. The type of modified atmosphere packaging consisted of active modified atmosphere packaging with the
combination of scavenger type such as oxygen scavenger (P1), oxygen and
carbondioxide scavengers (P2), oxygen and moisture scavengers (P3), ethylene
scavengers (P4), oxygen, carbondioxide, moisture and ethylene scavengers (P5)
and passive modified atmosphere packaging (P6) and unpackage fruits as control
(P7). The results showed that the type of packaging had high significant effect
(P<0,01) on overall physico-chemical constituents and sensory characteristics of tamarillo fruits at 10⁰C during storage. After 4 weeks storage, weight loss of tamarillo fruits packed in active modified atmosphere packaging ranged from 0,71- 4,36%, while fruits in passive modified atmosphere packaging 1,05% and unpackage 13,05%. Tamarillo fruits packed in active modified atmosphere
packaging with oxygen and moisture scavengers (P3) had moisture content
62,70%, vitamin C 28,81 mg/100 ml, TSS 5,03⁰Brix, TA 2,40%, color scores 5,00
(dark red), fruits hardness 2,77 kgf and organoleptic value of color 3,65 (like) and texture 3,31 (like), and weight loss 1,00%, and also was the best treatment as compared to other types of modified atmosphere packaging for 4 weeks of storage. The control fruits were unaccetable after 2 weeks of storage due to its unattractive color and texture.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditi hortikultura (buah-buahan dan sayur-sayuran) merupakan
komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik
kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Sementara itu,
komoditi ini lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Jika buah tidak
langsung dikonsumsi, tetapi untuk digunakan pada waktu tertentu, maka dapat
dilakukan penyimpanan. Penyimpanan merupakan metode penanganan buah yang
telah dipanen, dimana pada buah-buahan tersebut masih terjadi proses seperti
respirasi dan transpirasi. Penanganan ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk.
Penyimpanan yang baik dan tepat merupakan sebuah tugas yang rumit, karena
perlakuan akan berbeda tergantung varietas buah (Calvin dan Donald, 1983).
Pengemasan merupakan metoda yang digunakan untuk menyimpan bahan
pangan dengan tujuan memberikan kondisi yang sesuai bagi bahan pangan yang
dikemas. Tanpa pengemasan, banyak bahan pangan yang akan cepat rusak dan
akan terbuang. Dengan kata lain, pengemasan digunakan untuk mengurangi
kerusakan bahan pangan (Buckle, dkk., 1987).
Buah terung belanda adalah salah satu buah khas dari Sumatera Utara dan
merupakan komoditas ekspor. Buah tersebut tergolong jenis non klimakterik,
namun tetap menghasilkan etilen setelah pemanenan yaitu sekitar 0,1 µl/ kg/jam
(Cantwell, 1980). Pemanenan ketika buah masih hijau atau matang fisiologis akan
meningkatkan respon etilen pada saat respirasi dan mempercepat perubahan
Reid, 1976). Dengan demikian, penggunaan penjerap (scavenger) etilen
diharapkan dapat mempertahankan mutu buah terung belanda.
Hasil penelitian Duha (2011) menjelaskan bahwa penyimpanan terung
belanda dengan kombinasi bahan penjerap oksigen dan karbondioksida dalam
kemasan yaitu serbuk besi dan MgO dapat memberikan hasil terbaik terhadap
kadar air, kadar vitamin C dan total asam selama 20 hari. Hasil penelitian
Sampebatu (2006) menjelaskan bahwa pada penyimpanan terung belanda,
semakin tinggi suhu maka semakin tinggi produksi oksigen dan karbondioksida,
sehingga suhu penyimpanan yang tepat adalah pada suhu 10 ⁰C. Sedangkan jenis
kemasan yang terbaik adalah jenis low density polyethylene LDPE.
Uap air yang dihasilkan selama proses respirasi buah terung belanda
ataupun hasil transpirasi akan terperangkap di dalam kemasan disebabkan plastik
jenis LDPE memiliki sifat permeabilitas yang rendah terhadap uap air. Selain itu
selama penyimpanan juga dibutuhkan sejumlah oksigen dan terjadi produksi
karbondioksida. Penelitian penggunaan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air,
dan etilen sekaligus pada buah terung belanda dalam kemasan belum pernah
dilakukan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk menemukan
kombinasi perlakuan kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap
air dan etilen untuk memperpanjang umur simpan terung belanda dan
mempertahankan mutunya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengemasan
atmosfer termodifikasi dengan bahan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air
Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Universitas Sumatera Utara, dan sebagai sumber informasi
dalam upaya peningkatan mutu buah terung belanda.
Hipotesa Penelitian
Perbedaan tipe kemasan atmosfer termodifikasi dan lama penyimpanan
TINJAUAN PUSTAKA
Terung Belanda
Terung belanda atau tamarillo merupakan salah satu anggota keluarga
terung-terungan (Solanaceae) yang mulai dikembangkan di Bogor Jawa Barat
sejak tahun 1941. Di Indonesia terung ini mungkin pertama kali dibawa dan
dikembangkan oleh orang Belanda sehingga dikenal dengan nama terung belanda,
padahal buah tersebut berasal dari daerah Amazon di Amerika Latin (Adrianne,
2009).
Buah terung belanda (tamarillo) bentuknya bulat lonjong dengan panjang
4-10 cm dan berdiameter 3-5 cm (Gambar 1). Kulit buah yang masih mentah
berwarna hijau keabuan dan akan menjadi merah keunguan atau kuning pada saat
buah tersebut sudah masak. Daging bulat tebal, berwarna merah kuning dan
melindungi biji-bijinya serta dibungkus oleh selaput kulit tipis. Kulit ini
mengandung zat yang rasanya pahit. Jumlah bijinya banyak dan tersusun
melingkar dengan ukuran yang kecil, berbentuk pipih, tipis dan dapat dimakan
(Verhoeven, 1991).
Terung belanda berupa perdu yang rapuh, tingginya 2-3 m, pangkal
batangnya pendek, percabangannya lebat. Bunga berada dalam rangkaian kecil di
ketiak daun, dekat ujung cabang, berwarna merah jambu sampai biru muda,
harum, berdiameter kira-kira 1 cm, bagian-bagian bunga berbilangan lima; daun
mahkota berbentuk genta, bercuping lima; benang sari 5 utas, berada di depan
daun mahkota, kepala sari tersembunyi dalam runjung yang bertentangan dengan
Pada umur satu sampai dua tahun setelah penyemaian bibit, terung belanda
dapat dipanen beberapa kali sepanjang musim panen yang lamanya antara 5
sampai 7 bulan setiap tahun. Tanaman terung belanda dapat berbuah selama 5
sampai 8 tahun. Terung belanda memiliki akar yang dangkal sehingga tidak tahan
terhadap kekeringan dan tiupan angin. Penanganan pasca panen buah terung
belanda mudah dikelola karena dagingnya keras, kulitnya licin dan liat. Dalam
keadaan hangat normal, daya tahannya mencapai satu minggu (Adrianne, 2009).
Gambar 1. Terung belanda
Komposisi Kimia Terung Belanda
Terung belanda mengandung provitamin A yang baik untuk kesehatan
mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan, panas dalam dan meningkatkan
daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium
mampu menjaga dan memelihara kesehatan. Serat yang tinggi di dalam terung
belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit/konstipasi. Terung
belanda mengandung antosianin yang termasuk kedalam golongan flavonoid yang
merupakan salah satu jenis antioksidan (Akhmad, 2009
Kulit buah terung belanda mengandung suatu zat yang rasanya pahit,
dengan air panas selama 4 menit. Setiap 100 g bagian buah yang dapat dimakan
mengandung: air 85 g, protein 1,5 g, lemak 0,06-1,28 g, karbohidrat 10 g, serat
1,4-4,2 g, abu 0,7 g, vitamin A 150-500 SI, dan vitamin C 25 mg (Purwanto,
2011). Komposisi kimia buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia terung belanda / 100 gram bahan
Kandungan nutrisi Jumlah
Kadar Air (g) 82,7 - 87,8
Protein (g) 1,5
Karbohidrat (g) 10,3
Lemak (g) 0,06 - 1,28
Sumber : Morton (1987)
Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada buah yang masih mentah
tinggi, di mana semakin tua buah kandungan vitamin C-nya semakin menurun,
dan dapat dijadikan indikator pematangan buah. Vitamin C meningkat karena
terjadinya sintesis secara alami, dimana glukosa merupakan prekursor dalam
karena terjadinya oksidasi pada kondisi aerobik atau proses lainnya (Winarno
2002).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi
Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan komplek dalam sel seperti
pati, gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti air dan
karbondioksida serta terbentuknya energi. Respirasi dapat berlangsung secara
aerob dan anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang terjadi dengan adanya
O2 yang cukup. Dengan adanya O2, karbohidrat dioksidasi sepenuhnya menjadi
air dan CO2 dengan produksi Adenosin Tri Posphat (ATP) (Wills dkk., 1992).
Selama respirasi, terjadi penurunan kadar gula, dan komponen lainnya,
seiring terbentuknya karbondioksida, air, energi dan panas. Pembentukan energi
melalui aktivitas sel selama penyimpanan, air digunakan untuk transpirasi.
Karbondioksida dan panas dipindahkan melalui sirkulasi udara. Selama
penyimpanan, respirasi diusahakan seminimum mungkin, untuk mengurangi
perubahan tersebut (Calvin dan Donald, 1983).
Proses respirasi dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi: tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran
produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Hubungan susunan kimiawi jaringan
terhadap respirasi bervariasi. Semakin kecil produk, maka semakin besar laju
respirasinya, adanya pelapis alami menurunkan laju respirasi, dan jaringan yang
muda menunjukkan respirasi yang tinggi (Pantastico, 1993).
Faktor eksternal meliputi ketersediaan etilen, suhu tinggi dan oksigen yang
yang besar akan memperlambat laju respirasi. Adanya zat pengatur pertumbuhan
pengaruhnya berbeda-beda terhadap komoditi yang berbeda (Pantastico, 1993).
Umumnya buah menunjukkan peningkatan respirasi yang tajam segera
setelah dipanen. Hal ini dikenal sebagai peningkatan respirasi klimakterik. Buah
yang tidak menunjukkan peningkatan respirasi secara cepat digolongkan sebagai
non klimakterik. Penurunan suhu memperlambat kegiatan respirasi produk,
mengurangi susut air, memperkecil kemungkinan pembusukan akibat masuknya
jasad renik dan memperlambat pertumbuhannya (Harris dan Karmas, 1989).
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu
banyaknya penggunaan oksigen pada kehidupannya, karena itu apabila produksi
etilen banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat yang ditandai oleh
meningkatnya penggunaan oksigen oleh tanaman. Namun, pemacuan aktivitas
respirasi oleh etilen mempunyai sifat yang berbeda pada tanaman klimakterik dan
non klimakterik. Pada tanaman klimakterik, tidak banyak oksigen yang diserap
untuk respirasi, sedangkan pada buah non klimakterik, makin tinggi produksi
etilen, aktivitas respirasi semakin meningkat, yang ditandai dengan makin
banyaknya oksigen yang diserap (Kartasapoetra, 1994).
Penyimpanan dengan Kemasan Aktif
Polietilen merupakan kemasan fleksibel berlapis tunggal. Polietilen
dengan densitas yang rendah merupakan penahan air yang baik, tetapi kurang baik
untuk oksigen. Sedangkan polietilen dengan densitas tinggi, dapat melindungi
bahan dari air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas (Buckle, dkk., 1987).
Cara memperlambat laju respirasi buah dan sayuran adalah dengan
minimum kritis, yaitu tingkat yang mencegah terjadinya fermentasi pada jaringan
tanaman. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan dalam transpor oksigen dan
air melalui kemasan (Harris dan Karmas, 1989).
Selama penyimpanan terung belanda terjadinya peningkatan kandungan
asam sampai penyimpanan hari ke-5 dan kemudian menurun pada
pengamatan-pengamatan hari berikutnya. Peningkatan total asam tersebut diduga terjadi akibat
proses respirasi yang cepat pada awal penyimpanan sehingga kandungan asam
meningkat. Walaupun terjadi peningkatan total asam pada awal penyimpanan,
namun akan tetap mengalami penurunan karena asam organik juga merupakan
sumber energi yang akan digunakan dalam aktivitas metabolisme. Nilai kekerasan
pada terung belanda menurun seiring dengan lama penyimpanan pada pada suhu
5⁰C dan 10⁰C. Penurunan nilai kekerasan diakibatkan karena terjadinya
perubahan komposisi penyusun dinding sel akibat pemecahan protopektin yang
tidak larut menjadi pektin yang larut sehingga jumlahnya menurun dan
mengakibatkan terjadinya pelunakan buah (Sampebatu, 2006).
Terung belanda bersifat non-klimakterik dengan produksi karbondioksida
sekitar 10 -12 ml/kg/jam pada suhu 20 ºC, pH berkisar antara 3,17 – 3,80, dengan
penyimpanan CAS (Control Atmosphere Storage) kelembaban relatif optimal
antara 90-95 %, etilen yang dihasilkan termasuk rendah yaitu kurang dari 0,1
μl/kg/jam pada suhu 20 º C dan tingkat sensitivitasnya terhadap perlakuan etilen
tergolong sedang (Kader, 2001).
Penyimpanan dengan mengontrol komposisi udara digunakan bukan hanya
untuk suhu rendah, melainkan dengan mengubah persentase oksigen (O2) dan
kadar CO2 dari konsentrasi normal, yaitu 0,03% menjadi 2-5%, selama
penyimpanan dapat memperpanjang masa simpan dengan mengurangi laju
respirasi (Halfacre dan Barden, 1979).
Permeabilitas memberi gambaran tentang mudah tidaknya gas, uap, cairan,
ion-ion, dan molekul-molekul terlarut menembus suatu materi tanpa
memperhatikan mekanismenya. Biasanya kemasan film lebih permeabel terhadap
CO2 daripada untuk O2, sehingga laju akumulasi CO2 lebih rendah daripada laju
penyusutan O2 (Buckle, dkk., 1987).
Pengemasan dalam film plastik dapat memodifikasi atmosfer di sekitar
produk (pengemasan atmosfer termodifikasi atau modified atmosphere packaging
atau MAP). MAP umumnya menghalangi pergerakan udara, memungkinkan
proses respirasi normal produk, menurunkan kadar oksigen dan meningkatkan
kadar karbondioksida udara di dalam kemasan. Keuntungan utama tambahan
penggunaan film plastik adalah mengurangi kehilangan air. Pemilihan film
polimerik terbaik untuk setiap komoditi/kombinasi ukuran kemasan tergantung
pada permeabilitas film dan laju respirasi pada kondisi waktu/suhu yang
diinginkan selama penanganan. Penjerap oksigen, karbondioksida dan/atau etilen
dapat digunakan dalam kemasan atau kontainer untuk membantu menjaga
komposisi atmosfer yang diinginkan (Kitinoja dan Kader, 2003).
Kemasan Film Plastik
Polietilen (PE) dihasilkan dari proses polimerisasi adisi dari gas etilen
sebagai hasil samping dari industri arang dan minyak. Sifat dari polietilen yang
mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, jernih dan mudah untuk
kemasan. Berdasarkan tingkat densitasnya PE dapat dikelompokkan menjadi
LDPE (low density polyethylene), MDPE (medium density polyethylene) dan
HDPE (high density polyethylene) (Geeson, dkk., 1983).
Sifat polietilen yang paling menonjol adalah :1) penampakan bervariasi
dari keruh hingga transparan, 2) mudah dibentuk, lemas dan gampang ditarik
dengan daya rentang yang tinggi sehingga tidak mudah sobek, 3) mudah dikelim
dengan panas dan banyak digunakan untuk laminasi, 4) titik leleh sekitar 120 ºC,
5) tidak cocok untuk pengemasan produk yang berlemak atau mengandung
minyak, 6) tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia, 7) dapat
digunakan untuk penyimpanan beku sampai hingga suhu –50 ºC, 8) transmisi gas
yang sangat tinggi sehingga tidak cocok untuk pengemasan produk yang
beraroma, dan 9) memiliki sifat kedap air dan uap air (Geeson, dkk., 1983).
LDPE dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah
dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon,
dylan dan fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah daripada
HDPE (modulus Young 20.000-30000 psi, dan kuat tarik 1200-2000 psi), tapi
karena lDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-800%) maka plasik ini
mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi.
Titik lelehnya berkisar antara 105-115oC.
Penjerap Oksigen
Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah
dan sayuran secara umum adalah serbuk besi dan asam askorbat. Ketersediaan
oksigen pada penyimpanan terung belanda dengan menggunakan penjerap
menurunkan laju respirasi pada buah-buahan. Lama penyimpanan juga
berpengaruh terhadap laju respirasi. Semakin lama buah disimpan maka respirasi
akan semakin menurun (Duha, 2011).
Serbuk besi
Penjerap oksigen (oxygen scavenger) pertama kali dipasarkan di Jepang
tahun 1977 berupa serbuk besi yang dimasukkan ke dalam kantung (sachet).
Sejak itu desain dan aplikasi dari penjerap oksigen terus berkembang dan Jepang
merupakan negara produsen terbesar di dunia. Penjerap oksigen yang tersedia saat
ini pada umumnya berupa serbuk besi, di mana 1 gram serbuk besi akan bereaksi
dengan 300 ml O2. Kelemahan dari besi sebagai scavenger oksigen adalah tidak
dapat melalui detektor logam yang biasanya dipasang pada jalur pengemasan
(Julianti dan Nurminah, 2006).
Asam askorbat
Asam askorbat merupakan penjerap oksigen yang digunakan dalam bentuk
kemasan sachet kadang dikombinasi dengan serbuk besi. Hal ini telah dibuktikan
pada tomat, dimana adanya asam askorbat ini mengurangi kadar oksigen dan
digunakan bersama kemasan LDPE (Thompson, 2003).
Adapun reaksi yang akan terjadi adalah asam dehidro L-askorbat + O2,
dengan bantuan asam L-askorbat + enzim (oksidase atau peroksidase). Artinya,
dengan keberadaan asam L-askorbat aktif, O2 di dalam kemasan menurun karena
digunakan untuk mengoksidasi asam L-askorbat. Akibatnya, respirasi buah akan
Penjerap Karbondioksida
Jenis-jenis penjerap karbondioksida yang digunakan untuk kemasan aktif
buah dan sayuran secara umum adalah magnesium oksida dan besi karbonat.
Magnesium tergolong logam ringan dan tahan terhadap karat akibat adanya
lapisan oksida magnesium. Karbon dalam bentuk CO2 dapat dihilangkan dari
atmosfer oleh proses kimia, dan disimpan dalam bentuk mineral karbonat stabil.
Proses ini melibatkan reaksi karbondioksida dengan oksida logam, baik
magnesium oksida (MgO) atau kalsium oksida (CaO). Proses ini dikenal dengan
penjerapan karbon oleh mineral karbonasi (Wikipedia, 2008).
Cara paling sederhana untuk mengatur konsentrasi karbondioksida di
ruang dengan udara yang terkendali control atmosphere (CA) adalah dengan
menggunakan “penjerap” dari bahan kalsium hidroksida Ca(OH)2. Penjerap
dibuat menggunakan kotak kayu triplek berinsulasi dan ditempatkan di luar
ruangan CA. Kotak harus berisi kapur yang cukup untuk keseluruhan masa
penyimpanan, tapi kapur baru dapat ditambahkan jika penjerap karbondioksida
berkurang. Karbondioksida dan kapur kering bereaksi dalam perbandingan 1:1
untuk membentuk batu kapur dan air. Kapur dengan ukuran partikel yang lebih
kecil lebih efisien bereaksi dengan karbondioksida daripada kapur berukuran
kasar (Kitinoja dan Kader, 2003).
Pengaruh jenis penjerap oksigen dan karbondioksida terhadap susut buah
terung belanda berhubungan dengan kehilangan air buah. Dalam hal ini, bahan
penjerap bubuk besi dan MgO merupakan penjerap oksigen dan karbondioksida
yang baik untuk menekan susut buah dengan menghambat terjadinya proses
Penjerap Etilen
Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah
dan sayuran secara umum adalah KMnO4, karbon aktif dan mineral lain. Gas
etilen (C2H4) diproduksi oleh hampir semua tanaman, dan bermanfaat pada buah
dan sayuran selama masa penanganan pascapanen. Senyawa ini mempercepat
pematangan dan senesensi buah (hilangnya warna hijau, rontoknya daun, dan
sebagainya). Agar gas etilen berpengaruh, sejumlah konsentrasi tertentu harus
terakumulasi sampai batas ambangnya. Nilai ambang kadar gas atau suhu
minimum yang diperlukan agar etilen aktif belum diketahui secara pasti (Harris
dan Karmas, 1989).
Komposisi udara di dalam lingkungan penyimpanan dapat dimanipulasi
dengan cara menggunakan penjerap gas seperti potasium permanganat atau arang
aktif yang digunakan untuk menjerap gas etilen. Pengendalian skala besar atau
penyimpanan atmosfer termodifikasi memerlukan teknologi yang kompleks dan
kemampuan manajemen tinggi, tetapi, beberapa metode sederhana tersedia untuk
menangani produk yang jumlahnya sedikit (Kitinoja dan Kader, 2003).
KMnO4
Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator yang kuat, dan
mudah bereaksi dengan apa saja, tergantung pH larutannya, sehingga kekuatan
oksidatornya juga sangat dipengaruhi oleh pH. KMnO4 mengoksidasi etilen
menjadi etanol dan asetat, dan dalam proses akan terjadi perubahan warna, yaitu
dari ungu menjadi cokelat, menunjukkan adanya penjerapan etilen. Dalam
prakteknya, kalium permanganat tidak bisa kontak dengan makanan karena
Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk
penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan
penyimpanan, hal ini disebabkan karena dalam jumlah sedikit sudah dapat
menurunkan mutu dan masa simpan produk, dapat meningkatkan laju respirasi
sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan kebusukan buah,
mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan
kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya. Penjerap etilen yang dapat digunakan adalah
potasium permanganat (KMnO4), karbon aktif dan mineral-mineral lain, yang
dimasukkan ke dalam sachet (Rarasani, 2010).
Zeolit
Berdasarkan proses pembentukannya, zeolit dibedakan menjadi dua yaitu
zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk karena proses alam atau
disebut zeolitisasi seperti dari batu vulkanis. Sedangkan zeolit sintesis dibuat dari
proses rekayasa secara kimia, dan sifatnya mudah berubah. Penjerapan adalah
proses ikatan suatu molekul atau unsur pada permukaan unsur lain. Penggunaan
zeolit sebagai bahan penjerap karena zeolit bersifat selektif dan mempunyai
kapasitas tukar kation cukup tinggi serta dapat memisahkan molekul-molekul
berdasarkan ukuran dan bentuk struktur kristal zeolit. Jika beberapa molekul
memasuki sistem pori zeolit, salah satu molekul akan tertahan berdasarkan pada
kepolaran atau efek interaksi molekul dengan zeolit. Mekanisme proses ini ada
dua, yaitu penjerapan fisik atau gaya vanderaxials dan penjerapan kimia atau gaya
tarik elektrostatik. Kedua mekanisme itu dapat berjalan secara bersamaan
bergantung sifat unsur yang diserap, keasaman permukaan, daya tukar kation
Karbon aktif
Karbon aktif dengan berbagai katalis logam juga secara efektif dapat
menjerap etilen. Karbon aktif telah banyak digunakan untuk menghilangkan etilen
pada gudang penyimpanan buah-buahan dan sayuran dan juga diproduksi dalam
kemasan sachet yang dimasukkan dalam kantong pengemas atau kotak kayu pada
penyimpanan hasil pertanian (Abeles, dkk., 2002).
Penjerap Uap Air
Jenis-jenis penjerap oksigen yang digunakan untuk kemasan aktif buah
dan sayuran secara umum adalah Ca(OH)2. Akumulasi air pada kemasan dapat
disebabkan oleh transpirasi produk hortikultura, keluarnya air dari jaringan pada
daging atau fluktuasi suhu pada kemasan yang kadar airnya tinggi. Adanya air
pada kemasan dapat memacu pertumbuhan mikrobia serta terbentuknya kabut
pada permukaan film kemasan, sehingga air dan uap air yang ada pada kemasan
harus keluarkan (Julianti dan Nurminah, 2006).
Adanya penjerap uap air akan menjerap air serta mencegah perubahan
warna dari produk dan kemasan. Polimer yang sering digunakan untuk menjerap
air adalah garam poliakrilat dan kopolimer dari pati. Polimer superabsorben ini
dapat menjerap 100-500 kali dari beratnya sendiri. Penurunan kelembaban relatif
di sekitar kemasan akan menurunkan aktivitas air di permukaan bahan pangan,
sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Kondisi ini dapat diperoleh
dengan cara menjerap air dalam bentuk fase uapnya (Syarief dan Ismayana,
Ca(OH)2
Ca(OH)2 adalah salah satu jenis penjerap uap air yang telah diaplikasikan
untuk penyimpanan tomat dengan cara menyimpannya dalam kotak kayu. Kotak
tersebut higroskopis sehingga dapat menjerap H2O dan di bagian bawahnya diberi
kapur tohor atau Ca(OH)2 untuk mengikat CO2. Kemasan ini harus disimpan di
tempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilen dapat ditekan. Bila
buah tomat yang disimpan masih berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan
cara ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai seminggu (Kanara, 2009).
Proses Pematangan Buah
Standar kematangan berbeda untuk tiap jenis buah, sayuran dan
bunga-bungaan. Pemanenan produk pada saat tingkat kematangan yang tepat yang
dilanjutkan dengan penanganan pasca panen yang baik akan menghasilkan produk
dengan mutu yang baik. Produk yang dipanen terlalu awal akan menghasilkan
produk dengan mutu yang jelek seperti menghasilkan cita rasa dan gagal matang,
sementara produk yang dipanen terlalu lambat akan menjadi lebih berserat atau
lewat masak. Pada umumnya petani mengidentifikasi waktu panen berdasarkan
pengalaman (Kitinoja dan Kader, 2003).
Selama proses pematangan buah akan terjadi perubahan-perubahan sifat
fisikokimia. Umumnya perubahan yang terjadi adalah perubahan warna, tekstur,
pH/keasaman, kandungan gula, kandungan vitamin C dan asam-asam organik.
Perubahan warna pada buah berbeda-beda, bahkan ada diantara warna-warna
seperti merah muda, ungu dan sebagainya merupakan hasil pembongkaran klorofil
karena pengaruh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung pada tahapan
Pematangan buah terung belanda berhubungan dengan peningkatan total
padatan terlarut, serta penurunan total asam, kandungan vitamin C dan kekerasan
buah. Berdasarkan perubahan fisik dan kimia yang terjadi selama pematangan,
maka buah terung belanda sebaiknya dipanen pada saat matang, karena pada
stadia ini mutu buah dapat dipertahankan hingga hari ke-15 penyimpanan pada
suhu 100C dan hari ke-10 pada penyimpanan suhu ruang (Julianti, 2011).
Secara keseluruhan periode antara panen, konsumsi, dan pengendalian
suhu adalah faktor yang paling penting untuk menjaga mutu produk. Buah,
sayuran dan bunga potong adalah hidup, jaringannya berespirasi terpisah dari
tanaman induknya. Penyimpanan produk pada suhu terendah yang paling aman 0
o
C atau (32 oF) atau 10 oC (50 oF) untuk produk yang peka suhu rendah atau
chilling akan meningkatkan masa simpan dengan cara menurunkan laju respirasi,
menurunkan sensitifitasnya terhadap gas etilen dan mengurangi kehilangan air.
Penurunan laju kehilangan air akan menurunkan atau memperlambat laju
pelayuan yang biasa menyebabkan kehilangan pascapanen secara serius (Kitinoja
dan Kader, 2003).
Beberapa buah menghasilkan senyawa volatil pada saat pematangan. Hal ini
bisa menunjukkan karakteristik warna serta mengindikasikan pemanenan buah.
Kehilangan pascapanen dapat diakibatkan oleh perubahan tekstur buah.
Umumnya buah mengalami pelunakan pada saat pematangan. Hal ini karena
perombakan dinding sel kulit serta perubahan pati menjadi monomer sederhana.
Selain itu juga karena keluarnya air dari dinding sel buah akibat proses respirasi.
Tingkat keasaman pada buah umumnya mengalami peningkatan pada proses
asam akan menimbulkan senyawa volatil yang menimbulkan aroma pada buah
(Thompson, 2003). Menurut Utto (2008) bahwa kehilangan air terjadi karena
respirasi buah serta transpirasi yang terus menerus. Akan tetapi dapat dikurangi
dengan mengubah komposisi atmosfer.
Menurut Irtwange (2006), produksi etilen dapat mempercepat penuaan buah,
dan hal ini dapat dikurangi dengan penyimpanan suhu rendah sehingga
kematangan buah dapat diperlambat. Respirasi merupakan proses penguraian
bahan organik menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini membutuhkan
O2 dan menghasilkan CO2. Selama proses respirasi terjadi penurunan cadangan
makanan dalam buah, juga penurunan terhadap kualitas rasa. Tingkat kerusakan
ini sebanding dengan laju respirasi. Penguapan air dari dalam kemasan dapat
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2012 di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah terung belanda yang
diperoleh dari petani di Desa Lingga, Tanah Karo, Sumatera Utara dengan tingkat
kematangan morfologis. Bahan penjerap seperti KMnO4, serbuk besi, MgO, CaO,
dan Ca(OH)2 dari Merck.
Reagensia
Penelitian ini menggunakan reagensia: akuades, HPO3 2%, HPO3 6%,
larutan dye (100 mg 2,6-diklorofenol indofenol + 84 mg sodium bikarbonat
diencerkan dengan akuades mendidih, disaring sampai 100 ml, diambil 25 ml
kemudian diencerkan sampai 500 ml), asam askorbat standar (100 mg asam
askorbat dilarutkan sampai 100 ml dengan HPO3 2%, diambil 4 ml kemudian
diencerkan sampai 100 ml), fenolftalin 1% dan NaOH 0,1 N yang digunakan
untuk analisa uji total asam dan uji vitamin C.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan antara lain: cosmotector tipe XPO – 314 untuk
mengukur konsentrasi karbondioksida, selang plastik, aluminium foil, oven,
handrefractometer, beaker glass, mortal, alu, erlenmeyer, kertas saring dan pisau
stainless steel.
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancang Acak Lengkap (RAL)
faktorial dengan 2 faktor yaitu:
Faktor I : Metode Pengemasan (P)
P1 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen
P2 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida
P3 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air
P4 = Kemasan aktif dengan penjerap etilen
P5 = Kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen
P6 = Kemasan pasif (Kontrol 1)
P7 = Tanpa kemasan (Kontrol 2)
Faktor II : Lama Penyimpanan (L)
L1 = 1 minggu
L2 = 2 minggu
L3 = 3 minggu
L4 = 4 minggu
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 7 x 4 = 28 perlakuan, dan setiap
perlakuan dibuat dalam tiga ulangan.
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut:
dimana:
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor P pada taraf ke-i
βj : Efek faktor L pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor L pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7; j = 1, 2, 3, 4; k = 1, 2, 3
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (least
significant range).
Pelaksanaan Penelitian
Terung belanda dicuci dan disortasi, kemudian dikeringanginkan. Ditimbang
beratnya + 300 gram, kemudian diberi perlakuan air panas (hot water treatment)
sebagai berikut : buah direndam dalam air hangat suhu 53 oC selama 3 menit,
kemudian segera didinginkan dengan air dingin suhu 20 oC dan dikeringanginkan.
Bahan penjerap etilen berupa KMnO4 dibuat dengan cara menjerapkan larutan
KMnO4 100% pada Ca(OH)2 yang berbentuk tepung. Bahan penjerap oksigen
adalah serbuk besi, penjerap karbondioksida adalah MgO, dan penjerap uap air
menggunakan CaO. Bahan-bahan penjerap ini dimasukkan ke dalam sachet
terbuat dari kertas saring. Banyaknya bahan penjerap oksigen yaitu serbuk besi
uap air yaitu CaO dan etilen yaitu KMnO4 yang telah dijerap pada Ca(OH)2
sebanyak 5 gram.
Buah terung belanda dengan tingkat kematangan yang seragam dan sudah
diberi perlakuan air panas, serta masing-masing penjerap dimasukkan ke dalam
kantungan plastik polietilen densitas rendah (PEDR). Pada salah satu sisi kantung
plastik dibuat 2 lubang, kemudian pada lubang tersebut dipasang selang
berukuran panjang 5 cm yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi gas O2
dan CO2 di dalam kemasan. Kemasan yang telah berisi produk disegel dan pada
lubang tempat selang plastik diberi lilin dan selang dijepit dengan penjepit. Buah
yang telah dikemas disimpan pada suhu 10oC. Dilakukan pengamatan terhadap
buah terung belanda pada 0 hari (kontrol) dan dalam waktu tertentu yaitu 1, 2, 3
Gambar 2. Skema penelitian
Terung Belanda
Dicuci dan disortasi buah dengan ukuran dan tingkat
kematangan seragam
Disimpan dengan suhu 10oC waktu tertentu (1, 2, 3, dan 4 minggu) 1. Kadar karbondioksida dalam
kemasan 2. Kadar air 3. Susut bobot 4. Kadar vitamin C 5. Kekerasan
6. Total Padatan Terlarut (TPT) 7. Kadar total asam (TA) 8. Uji skor warna
9. Uji organoleptik warna, aroma dan tekstur
penjerap oksigen dan uap air
P4 = Kemasan aktif dengan
penjerap etilen
P5 = Kemasan aktif dengan
penjerap oksigen,
Parameter yang Diamati
Kadar karbondioksida dalam kemasan
Dihitung konsentrasi karbondioksida dengan menggunakan alat
cosmotector tipe XPO – 314 dengan cara salah satu selang plastik dihubungkan
dengan alat pengukur karbondioksida.
Kadar air
Ditimbang bahan sebanyak 5 g di dalam cawan aluminium yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu sekitar 105 oC – 110 oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan
dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan
kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi
sampai diperoleh berat yang konstan (AOAC, 1984).
Kadar air =
Berat awal - berat akhir
x 100% Berat awal
Susut bobot
Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir bahan
setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus :
Susut bobot =
Wa - Wb
x 100% Wa
Keterangan :
Wa : berat awal bahan sebelum penyimpanan
Kadar vitamin C (Apriyantono, dkk, 1989)
Pembuatan larutan dye
Dilarutkan 100 mg 2,6-diklorofenol indofenol dan 84 mg sodium
bikarbonat dalam akuades panas dan kemudian didinginkan. Kemudian
diencerkan sampai volume 100 ml, disaring dan diencerkan kembali 25 ml larutan
tersebut sampai volume 500 ml dengan mengunakan akuades.
Pembuatan kurva standar asam askorbat
Ditimbang 100 mg asam askorbat standar dan dilarutkan dengan HPO3 3%
sampai volume 100 ml. Dimasukkan larutan asam askorbat standar sebanyak
masing-masing 1; 2; 2,5; 3; 4; dan 5 ml dalam tabung reaksi dan kemudian
diencerkan dengan HPO3 2% sampai volume 5 ml. Ditambahkan dengan cepat 10
ml larutan dye, dikocok dan dilakukan pengukuran absorbansi larutan pada
kolorimeter pada panjang gelombang 518 nm. Sebelum dilakukan pengukuran
dilakukan pengaturan alat transmisi 100% menggunakan blanko yang terdiri dari
5 ml HPO3 2% dan 10 ml akuades. Kurva standar asam askorbat dapat dilihat
pada Lampiran 14.
Ekstraksi sampel
Sampel dihancurkan sampai halus, kemudian ditimbang 5 g dan
diencerkan dengan HPO3 6% dan kemudian disaring dan dincerkan sampai
volume 100 ml. Kemudian diambil 5 ml ekstrak sampel dan ditambahkan 10 ml
larutan dye dan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 518 nm.
Konsentrasi asam askorbat sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi
pada persamaan kurva standar asam askorbat, dan nilai vitamin C dihitung dengan
Vitamin C =
(mg/100 g)
Kekerasan
Penentuan uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Fruit
Hardness Tester. Dilakukan dengan cara menusuk bagian pangkal, tengah, dan
ujung dari setiap buah lalu hasilnya dirata-ratakan dan dinyatakan dalam kgf.
Total padatan terlarut (TPT)
Diambil bahan 10 g dan ditambah akuades sebanyak 30 ml (volume total
40 ml). Handrefractometer terlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan
akuades. Diambil sari yang sudah diencerkan dengan pipet tetes dan diteteskan
pada prisma handrefractometer. Diamati pembacaan skala dan dicatat nilainya.
Kadar TSS-nya yaitu pembacaan skala dikalikan dengan 4 (Ranganna, 1977).
Kadar total asam
Bahan ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring
ke dalam labu tera hingga volume 100 ml, diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan fenolftalin 1% 2-3 tetes.
Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1N. Titrasi dihentikan setelah
timbul warna merah jambu yang stabil (Ranganna, 1977).
Total asam =
ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x fp
x 100% berat contoh x 1000 x valensi asam
fp = faktor pengencer
Uji skor warna
Perubahan tingkat kematangan dari buah terung belanda diuji oleh peneliti
dengan kriteria kulit paling luar dari terung belanda yaitu berdasarkan tingkat
yang paling muda (hijau) sampai tingkat yang paling matang (merah tua) seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji skor warna
Skor Warna kulit terung belanda
Uji organoleptik kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur
Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 15 orang
terhadap warna (kulit buah), aroma (daging buah), dan tekstur (kulit buah) dengan
uji kesukaan secara hedonik sesuai dengan Tabel 3.
Tabel 3. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, dan tekstur (numerik)
Skala hedonik Skala numerik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengemasan dan lama
penyimpanan memberi pengaruh pada parameter yang diamati pada buah terung
belanda. Pengaruh tersebut akan dijelaskan seperti berikut.
Pengaruh Metode Pengemasan pada Parameter yang Diamati
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengemasan pada buah
terung belanda memberi pengaruh pada kadar karbondioksida (CO2), kadar air,
susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total asam, skor warna dan uji
organoleptik seperti warna, aroma, dan tekstur seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh metode pengemasan pada parameter yang diamati
Parameter Mutu Perlakuan
Pengaruh Lama Penyimpanan pada Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa lama penyimpanan berpengaruh
pada parameter yang diamati seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh lama penyimpanan pada parameter yang diamati
Parameter yang Diamati Lama penyimpanan (minggu)
1 2 3 4
Nilai organoleptik warna (numerik) 3,74 3,24 3,15 3,03
Nilai organoleptik aroma (numerik) 3,47 3,38 3,29 3,17
Nilai organoleptik tekstur (numerik) 3,47 3,35 3,10 2,99
Kadar Karbondioksida dalam Kemasan
Perubahan kadar karbondioksida (CO2) selama penyimpanan dengan
masing-masing metode pengemasan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3
dapat dilihat bahwa secara umum pada setiap metode pengemasan, semakin lama
penyimpanan maka kadar CO2 dalam kemasan semakin meningkat kecuali pada
P4 (kemasan aktif dengan penjerap etilen) di mana pada minggu keempat
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena produksi karbondioksida dari
buah lebih kecil dibandingkan jumlah karbondioksida yang dapat keluar dari
kemasan. Kitinoja dan Kader (2003) menyatakan bahwa MAP umumnya
menghalangi pergerakan udara, memungkinkan proses respirasi normal produk,
mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida udara di
kadar CO2 paling tinggi terdapat pada P6 (kemasan pasif). Tingginya kadar CO2
pada perlakuan P6 disebabkan tidak adanya bahan penjerap di dalam kemasan,
sedangkan pada metode pengemasan yang lain digunakan penjerap yang dapat
menjerap gas yang dihasilkan selama penyimpanan.
Gambar 3. Perubahan kandungan CO2 selama penyimpanan buah terung belanda
dalam kemasan atmosfir termodifikasi
Kadar Air
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa metode
pengemasan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,01) pada kadar air buah terung belanda. Hasil pengujian LSR dapat dilihat
pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah
terung belanda dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan pengaruh lama
Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. (P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan)
Gambar 4. Pengaruh metode pengemasan pada kadar air buah terung belanda (P1
= kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan
penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan
penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap
etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida,
Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
Gambar 5. Pengaruh lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1), interaksi metode pengemasan dengan
lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) pada kadar
air terung belanda. Hasil pengujian LSR interaksi metode pengemasan dengan
lama penyimpanan pada kadar air dapat dilihat pada Tabel 8. Pengaruh interaksi
metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air terung belanda
dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.
Secara statistik, pada perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5 semakin lama
penyimpanan, terjadi peningkatan kadar air, sedangkan pada metode pengemasan
P6 dan P7 terjadi perubahan kadar air selama penyimpanan berbeda tidak nyata.
mengurangi kehilangan air dari buah terung belanda. Pada awal penyimpanan
terjadi peningkatan laju respirasi yang menyebabkan perombakan bahan menjadi
air dan karbondioksida, sehingga kadar air meningkat. Air dari proses hasil
respirasi akan tertahan karena adanya kulit buah yang menyebabkan difusi air
keluar dari kulit dan permeabilitas kemasan pada uap air yang rendah, akibatnya
air akan tertahan di dalam daging buah dan kadar air daging buah meningkat.
Penyimpanan produk pada suhu rendah akan meningkatkan masa simpan dengan
cara menurunkan laju respirasi, menurunkan sensitifitasnya pada gas etilen dan
mengurangi kehilangan air.
Gambar 6. Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada kadar air buah terung belanda (P1 = kemasan
aktif dengan penjerap oksigen; P2 = kemasan aktif dengan penjerap
oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap
oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5
= kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan). Vertical error
Susut Bobot
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) diperoleh bahwa metode pengemasan
dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada susut bobot
terung belanda. Hasil pengujian LSR pengaruh metode pengemasan dan lama
penyimpanan pada susut bobot seperti pada Tabel 9 dan Tabel 10. Pengaruh
metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda dapat dilihat pada
Gambar 7, sedangkan pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung
belanda dapat dilihat pada Gambar 8.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh metode pengemasan pada susut bobot buah terung belanda
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa kemasan.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda
Gambar 7. Pengaruh metode pengemasan padasusut bobot buah terung belanda (P1 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen ; P2 = kemasan aktif
dengan penjerap oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif
dengan penjerap oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan
penjerap etilen; P5 = kemasan aktif dengan penjerap oksigen,
karbondioksida, uap air dan etilen; P6 = kemasan pasif; P7 = tanpa
kemasan).
Gambar 8. Pengaruh lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) diperoleh bahwa interaksi antara
metode pengemasan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat
nyata (P<0,01) pada susut bobot terung belanda. Hasil pengujian dengan LSR
susut bobot terung belanda dapat dilihat pada Tabel 11. Pengaruh interaksi metode
pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot dapat dilihat pada
Gambar 9.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
Selama penyimpanan, perubahan susut bobot yang paling rendah diperoleh
pada P4 (pengemasan aktif dengan penjerap etilen). Susut bobot tertinggi
diperoleh pada P7 (tanpa kemasan). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
kemasan atmosfir termodifikasi baik aktif maupun pasif dapat menekan susut
bobot pada terung belanda. Jumlah susut bobot dipengaruhi oleh kegiatan respirasi
dalam buah selama penyimpanan. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa buah terung
belanda yang diberi perlakuan pengemasan, susut bobotnya jauh lebih rendah
dibandingkan buah yang tidak dikemas. Semakin lama penyimpanan maka
semakin tinggi susut bobot. Hal ini terjadi karena adanya proses transpirasi dari
dalam buah dan penguraian komponen yang memiliki berat molekul tinggi
menjadi molekul yang massanya rendah.
Gambar 9. Pengaruh interaksi antara metode pengemasan dengan lama penyimpanan pada susut bobot buah terung belanda (P1 = kemasan
aktif dengan penjerap oksigen; P2 = kemasan aktif dengan penjerap
oksigen dan karbondioksida; P3 = kemasan aktif dengan penjerap
oksigen dan uap air; P4 = kemasan aktif dengan penjerap etilen; P5
Semakin lama buah disimpan, maka proses metabolisme akan terus
berlanjut. Hal ini berhubungan dengan laju respirasi, di mana pengemasan dapat
menurunkan laju respirasi dan transpirasi sehingga kehilangan air dapat
diminimalkan. Sedangkan pada perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P6 perubahan susut
bobot berbeda tidak nyata selama penyimpanan. Kitinoja dan Kader (2003)
menyatakan bahwa pengemasan dengan atmosfir termodifikasi dapat mengurangi
pergerakan udara, memungkinkan penurunan kadar oksigen dan meningkatkan
kadar karbondioksida dalam kemasan. Dengan kondisi ini, maka proses respirasi
akan menurun.
Kadar Vitamin C
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) diperoleh bahwa metode pengemasan
memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) pada kadar vitamin C buah terung
belanda, tetapi lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,01) pada kadar vitamin C terung belanda. Hasil pengujian dengan LSR
pengaruh lama penyimpanan pada vitamin C terung belanda dapat dilihat pada
Tabel 12. Pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda
dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh lama penyimpanan pada kadar vitamin C buah terung belanda