STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA
KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL
SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG
BELANDA (
Solanum betaceaum Cav.
)
DENGAN TANAMAN LANCING
(
Solanum
mauritianum
)
SKRIPSI
IRMA SAFITRI
070802022
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA
KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL
SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG
BELANDA (
Solanum betaceaum Cav.
)
DENGAN TANAMAN LANCING
(
Solanum
mauritianum
)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
IRMA SAFITRI
070802022
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN
KADAR BETA KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK ANTARA
TANAMAN TERUNG BELANDA (Solanum
betaceaum Cav.) DENGAN TANAMAN LANCING (Solanum mauritianum)
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Maret 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr.Yuniarti Yusak, M.S Dra. Emma Zaidar, M.Si NIP. 194901271980022001 NIP. 195512181987012001
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA
KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL
SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG
BELANDA (
Solanum betaceaum Cav.
)
DENGAN TANAMAN LANCING
(
Solanum
mauritianum
)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Maret 2013
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji beserta syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta dan tersayang, Ayahanda T. Fuadi dan Ibunda Nurjannah yang telah membesarkan dengan kasih sayang dan mendidik Penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsa serta bermanfaat bagi orang lain. Dan terima kasih juga kepada suamiku Ayudi yang selalu mendampingi serta memberi kasih sayang, perhatian dan do’a restunya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada anakku Fabian Naya serta adik-adikku yang tercinta T. Julian Fajar, T. Fakhrur Reza dan Cut Dhavira Ulwani yang selalu memberi semangat serta do’anya kepada Penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr.Yuniarti Yusak, M.S selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan penuh kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.S dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensahkan skripsi ini. Dr. Darwin Yunus Nasution selaku Dosen Wali Penulis yang telah banyak membantu selama Penulis dalam masa studi untuk program sarjana (SI) di FMIPA USU, dan juga kepada seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi Penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat Penulis Destia Saera Daulay dan Ratih Paramitha serta sahabatku stambuk 2007, kakak-kakak dan abang-abang stambuk 2006 dan 2005, serta adik-adik stambuk 2008, 2009 dan 2010 atas dukungan dan do’a yang diberikan kepada Penulis. Kepada asisten dan laboran di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU terima kasih atas dukungan dan ide-ide yang diberikan kepada Penulis. Dan terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak demi terciptanya kesempurnaan dari skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kita dan memberikan kebahagian bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
ABSTRAK
STUDIES OF ANALYSIS OF VITAMIN C AND BETA CAROTENE LEVELS OF TAMARILLO FRUIT OF GRAFTING OUTCOMES
BETWEEN TAMARILLO FRUIT (Solanum betaceaum Cav.) WITH LANCING FRUIT (Solanum mauritianum)
ABSTRACT
DAFTAR ISI
2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) 5
2.1.1 Klasifikasi Terung Belanda 5
2.1.2 Daerah Tumbuh 6
2.1.3 Morfologi Tumbuhan 7
2.1.4 Komposisi Kimia 8
2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Terung Belanda 9 2.2 Tanaman Lancing (Solanum mauritianum) 10
2.2.1 Klasifikasi Tanaman Lancing 11
2.3 Teknologi Sambung Pucuk 12
2.4 Vitamin C 13
2.4.1 Sumber dan Peranan Vitamin C 14
2.4.2 Manfaat dan Defisiensi Vitamin C 14
2.4.3 Biosintesa Vitamin C 17
2.5 β-karoten 19
3.2 Prosedur Penelitian 26
3.2.1 Pengambilan Sampel 26
3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 26
3.2.2.1 Pembuatan Indikator Amilum 1% 26 3.2.2 2 Pembuatan I2
3.3 Parameter yang diamati 27
0,01 N 26
3.3.1 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 27 3.3.2 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing 27 3.3.3 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 28
3.3.4 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda 28 3.3.5 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing 28 3.3.6 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 29
3.4 Bagan Penelitian 30
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda 30
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Lancing 30
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda Hasil Sambung
pucuk 30
3.4.4 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 31 3.4.5 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing 32 3.4.6 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 33
3.4.7 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda 34 3.4.8 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing 34 3.4.9 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 35
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 36
4.1 Hasil Penelitian 36
4.1.1 Hasil Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil
Sambung Pucuk 36
Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil
Sambung Pucuk 37
4.2 Perhitungan 37
4.2.1 Perhitungan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 37
4.2.2 Perhitungan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 38
4.3 Pembahasan 38
4.3.1 Penurunan Kadar Vitamin C pada Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 39
4.3.2 Peningkatan Kadar ß-karoten pada Buah Terung Belanda
Hasil Sambung Pucuk 40
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 41
5.1 Kesimpulan 41
5.2 Saran 42
Daftar Pustaka 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Dalam 100 g Terung Belanda 9 Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah
Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk 36 Tabel 4.2 Data Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Buah Terung Belanda 5
Gambar 2.2 Tanaman Lancing 11
Gambar 2.3 Struktur Vitamin C 13
Gambar 2.4 Biosintesa Vitamin C di dalam Tumbuhan 17
Gambar 2.5 Reaksi antara Vitamin C dan Iodium 18
Gambar 2.6 Reaksi antara Vitamin C dan 2,6 D (2,6 Na-dikhlorofenol
indofenol) 19
Gambar 2.7 Struktur β-karoten 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Tanaman Terung Belanda, Tanaman Lancing dan Tanaman
Perpaduannya 46
Lampiran B. Sampel Penelitian 48
Lampiran C. Data Hasil Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil
Sambung Pucuk 49
ABSTRAK
STUDIES OF ANALYSIS OF VITAMIN C AND BETA CAROTENE LEVELS OF TAMARILLO FRUIT OF GRAFTING OUTCOMES
BETWEEN TAMARILLO FRUIT (Solanum betaceaum Cav.) WITH LANCING FRUIT (Solanum mauritianum)
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Terung Belanda awalnya dikenal dengan nama Chypomandra betaceae (Cav.), akan
tetapi kemudian direvisi oleh Sendtner menjadi Solanum betaceaum Cav. yang
termasuk dalam famili Solanaceae. Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.)
merupakan tanaman jenis terung-terungan dari famili Solanaceae. Terung Belanda
tumbuh di Indonesia hanya pada beberapa daerah terutama di Berastagi kabupaten
Karo Sumatera Utara. Terung Belanda merupakan tanaman yang bernilai komersial,
sehingga perlu dikembangkan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Solanum mauritianum atau Lancing adalah berupa pohon kecil atau semak dari
Amerika Selatan, termasuk Argentina Utara, Brazil Selatan, Paraguay dan Uruguay.
Tanaman ini memiliki waktu hidup hingga tiga puluh tahun dan dapat tumbuh hingga
mencapai 33 kaki. Tanaman ini memiliki daun oval yang besar berwarna hijau ke
abu-abuan. Bunganya berwarna ungu dengan berwarna kuning di tengah. Tumbuhan ini
dapat berbunga sepanjang tahun dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah.
(Wikipedia, diakses Oktober 2010)
Bioteknologi tanaman secara konvensional sudah banyak diaplikasikan untuk
mengatasi permasalahan pangan seperti sambung pucuk. Dalam proses
penyambungan, terjadi penggabungan dua jaringan hidup antara batang atas dan
batang bawah. Tanaman hasil penyambungan akan memiliki sifat-sifat yang lebih
Inovasi dan ilmu penunjang dalam bioteknologi terus berkembang. Beberapa
penelitian tentang adanya pengaruh batang atas terhadap batang bawah telah
dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rieska Handayani dan Ribu
Surbakti (2002) yang berhasil melakukan sambung pucuk antara tanaman Tomat
dengan tanaman Kentang dengan tingkat keberhasilan 24%. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Evariani (2011) yang melakukan analisis karbohidrat produk
biosintesis pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara Terung Belanda
(Chiphomandra betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz). Hasil analisis
karbohidrat terhadap buah dari tanaman baru Terung Belanda dan Rimbang
menunjukan bahwa terjadi peningkatan kadar karbohidrat pada buah tanaman baru
Terung Belanda sebesar 40,09 %. E. safitri dan Ribu Surbakti (2000) melakukan
metode yang sama pada pembuatan hibrida antara tanaman Ubi Kayu dengan tanaman
Ubi Kayu racun dengan tingkat keberhasilan 93% dan tingkat produksi Ubi Kayu
yang dihasilkan mencapai 3 kali lipat, dengan kadar karbohidratnya juga naik menjadi
60,8% karena terjadi penambahan umur sehingga proses fotosintesis semakin
sempurna.
Metode sambung pucuk dapat dilakukan antara dua varietas tanaman yang
masih dalam spesies yang sama, dan dapat juga dilakukan antara dua tanaman yang
berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Agustina (2004) melakukan
sambung pucuk antara Jeruk dengan Jeruk dengan tujuan menghasilkan bibit unggul.
Selanjutnya Makhziah dan Mulyani (2008) melakukan sambung pucuk Waluh dengan
Melon sehingga meningkatkan kadar glukosa buah Melon 7,79 %.
Dalam hal ini dilakukan sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda
dengan tanaman Lancing karena kedua tanaman tersebut masih dalam satu famili.
Kedua tanaman yang disatukan tersebut masing-masing memiliki keunggulan.
Tanaman Terung Belanda yang merupakan batang atas mempunyai kelebihan dari
segi kelebatan buah, buah yang dihasilkan kaya akan nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh, serta responsif terhadap pupuk kandang dan tempat-tempat kering. Sedangkan
keunggulan dari tanaman Lancing yang merupakan batang bawah adalah mempunyai
perakaran yang kuat sehingga dapat menopang tanaman Terung Belanda sebagai
memiliki umur yang panjang sampai puluhan tahun sehingga dapat dilakukan
peremajaan tanpa menebang pohon tua dan tidak memerlukan bibit yang baru.
Tarigan dan Pintubatu (2006) sudah mencoba menyambung pucuk tanaman Terung
Belanda dengan tanaman Rimbang agar pohon Terung Belanda tidak rubuh saat
berbuah. Lahimsjah (2009) menyambung pucuk Terung, Tomat dan Cabe ke batang
Rimbang (takokak) dengan alasan seni dan keindahan. http://repository.usu.ac.id
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elly Suryani Harahap (2011) yang
menunjukkan adanya kandungan solasodin di dalam buah Terung Belanda hasil
sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat kehamilan mencit. Disamping itu, Terung Belanda juga mengandung banyak kadar nutrisi seperti vitamin C dan β-karoten. Kemungkinan Terung Belanda sambung pucuk juga mengandung komponen yang sama sehingga peneliti tertarik ingin mengetahui kadar vitamin C dan kadar β-karoten di dalam buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda (Solanum
beteceaum Cav.) dengan tanaman Lancing (Solanum mauritianum) karena
komponen-komponen tersebut mempunyai khasiat yang sangat baik untuk kesehatan tubuh.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
apakah buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda
dengan tanaman Lancing dapat menghasilkan suatu tanaman baru yang mempunyai
kadar vitamin C dan kadar β-karoten yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman
asalnya.
1.3Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah parameter uji yang dilakukan pada
buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar kandungan vitamin C dan β
-karoten dari buah Terung Belanda yang dihasilkan dari sambung pucuk antara
tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing.
1.5Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat khususnya petani
untuk membudidayakan tanaman Terung Belanda hasil sambung pucuk dengan
tanaman Lancing sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman Terung Belanda
yang memiliki kadar nutrisi yang lebih baik di bandingkan dengan tanaman asalnya.
1.6Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, yang dilakukan dengan
mempersiapkan Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda
sebagai batang atas dan tanaman Lancing sebagai batang bawah yang diperoleh dari
Fakultas Pertanian Universitas Quality di Kabanjahe, Sumatera Utara. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisis adalah sebagai berikut:
1. Analisa kadar vitamin C dilakukan dengan metode Iodometri.
2. Analisa kadar β-karoten dilakukan dengan metode spektrofotometer
UV-Visibel
1.7Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA
USU untuk analisa kadar vitamin C dan Laboratorium PT. Jasindo Testing Services
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.)
Terung Belanda Solanum betaceaum (syn Cyphomandra betaceae) merupakan salah
satu tanaman perdu famili Solanaceae. Terung Belanda dikenal dengan nama
Tamarillo yang diadopsi dari New Zealand yang dijadikan nama standar yang
digunakan dalam standar industri perdagangan.
2.1.1 Klasifikasi Terung Belanda
Gambar 2.1 Terung Belanda
Klasifikasi
Subkingdom : Tracheobionta
Spesies : Solanum betaceaum Cav.
(Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial, 2001)
2.1.2 Daerah Tumbuh
Terung Belanda merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada ketinggian antara
1000-1800 m di atas permukaan laut sehingga dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis.
Pada dataran rendah, pohon Terung Belanda tidak mampu berbunga, sedangkan pada
daerah sejuk dapat mendorong pembungaan.
Tanaman ini berbuah matang pada musim dingin di daerah subtropis, dan jika
ditanam di daerah tropis buah matang setelah udara dingin. Terung Belanda tumbuh
baik di daerah yang memiliki drainase baik, kandungan organik dan kelembapan
sedang serta tidak tahan terhadap genangan air. Pohonnya berbuah lebat, berumur
panjang dan responsif terhadap pupuk kandang dan tempat-tempat kering. Pohon
Terung Belanda mulai berbuah setelah 1,5-2 tahun dan usia produktifnya antara 5-6
tahun. (Anonim, diakses 2009)
Terung Belanda merupakan buah nonklimaterik yang tidak akan mudah rusak
setelah pemanenan. Pada buah-buahan nonklimaterik, produksi karbondioksida dan
gas etilen setelah pemanenan sangat rendah dan tidak terjadi peningkatan selama
tahap pematangan. Lama musim panen Terung Belanda selama 6-7 bulan atau lebih.
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Tanaman ini memiliki daun yang berbulu berbentuk hati besar dan berwarna hijau.
Daun yang hijau ini akan mudah sekali dirusak oleh terpaan angin yang kencang.
(Kumalaningsih, 2006)
Bunga Tamarillo akan muncul pada akhir musim gugur sampai pada awal
musim semi. Warnanya pink dan terletak pada ujung cabang batang serta biasanya
berkelompok. Tanaman ini memiliki benang sari dan putik serta kelopak bunga yang
berwarna ungu hijau. Tanaman ini melakukan penyerbukan sendiri tetapi kadang juga
dibantu oleh lebah dan angin meskipun sangat kecil kemungkinannya.
(Kumalaningsih, 2006)
Tanaman ini memiliki tangkai panjang, satu dengan lainnya tumbuh sendirian
atau ada yang berkelompok sebanyak 3-12. Buahnya berbentuk seperti telur dengan
ukuran panjang antara 5-6 cm dan lebarnya di atas 5 cm. Warna kulitnya ada yang
ungu gelap, merah darah, oranye atau kuning dan ada yang masih memiliki garis
memanjang yang tidak jelas. Terung Belanda yang masih mentah berwarna hijau agak
abu-abu. Warna ini akan berubah menjadi merah kecoklatan apabila buah sudah
matang.
Di dalam buah ini terdapat daging buah yang tebal berwarna kekuningan
dibungkus oleh selaput tipis yang mudah dikelupas. Rasa buah ini seperti Tomat dan
tekstrurnya seperti buah Plum dengan kandungan gizi yang relatif tinggi karena
banyak mengandung vitamin A, C dan serat. Lapisan luar dari daging buah banyak
mengandung air, sedikit kasar dan sedikit mengandung rasa manis. Biji buah ini keras,
berwarna coklat muda sampai hitam. Bentuk biji agak tumpul, bulat dan kecil, tetapi
2.1.4 Komposisi Kimia
Terung Belanda pada awalnya dikenal dengan nama Chypomandra betaceae (Cav.),
akan tetapi kemudian direvisi oleh Sendtner menjadi Solanum betaceaum Cav. yang
termasuk dalam famili Solanaceae. Dalam 100 g Terung Belanda mengandung
82,7-87,8 g air; protein 1,5 g; lemak 0,06-1,28 g; karbohidrat 10,3 g; serat 1,4-4,29 g; abu
0,66-0,94 mg; β-karoten 50 mg; vitamin A 540 µg; dan vitamin C 23,3-44,9 mg. Jika
buah ini dimasak, maka sebagian besar vitamin C akan hilang. (D. Suprihartini, 2007)
Terung Belanda adalah buah yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat
baik, berisi beberapa kandungan vitamin yang sangat penting serta kaya akan besi dan
potasium, kandungan sodium yang rendah serta berisi kurang dari 40 kalori (kurang
lebih 160 kJ). Oleh karena kelengkapan dari kandungan gizi pada Tamarillo, maka di
Amerika Serikat buah Terung Belanda terkenal sebagai buah yang mengandung
rendah kalori, sumber serat, bebas lemak (jenis reds) atau rendah lemak (jenis
golden), bebas kolesterol dan sodium dan sumber vitamin C dan E yang sempurna.
(Kumalaningsih, 2006)
Terung Belanda selain kaya akan air juga mengandung provitamin A dan
vitamin C serta mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium yang mampu
menjaga dan memelihara kesehatan tubuh. (Anonim, diakses 2008)
Buah Terung Belanda juga mengandung senyawa-senyawa seperti beta
karoten, antosianin dan serat. Diantara senyawa antioksidan yang dikandungnya, beta
karoten mempunyai peranan yang sangat penting karena paling tahan terhadap
serangan radikal bebas. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid yang
banyak terdapat pada buah-buahan. Senyawa ini akan dikonversikan menjadi vitamin
A (retinol) di dalam tubuh sehingga sering juga disebut sebagai provitamin A.
(Kumalaningsih, 2006)
Menurut Kumalaningsih (2006), hasil analisis lengkap kandungan gizi buah
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi dalam 100 g Terung Belanda
Kandungan
Nutrisi Terung Belanda (tiap 100 g)
Vitamin A 540-5600 µg
Potasium (kalium) 0.28-0.38 mg
Kalsium 6-18 mg
2.1.5 Manfaat dan Kegunaan Terung Belanda
Manfaat buah Terung Belanda adalah:
1. Mencegah kerusakan sel-sel dan jaringan tubuh penyebab berbagai
penyakit seperti kanker, tumor dan lain-lain.
2. Melancarkan penyumbatan pembuluh darah (arterisklorosis) sehingga
dapat mencegah penyakit jantung dan stroke serta dapat menormalkan
tekanan darah.
4. Meningkatkan stamina, daya tahan tubuh dan vitalitas.
5. Dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.
Terung Belanda kaya akan provitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan
vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral
seperti potasium, fosfor dan magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan
tubuh. Serat yang tinggi dalam Terung Belanda bermanfaat untuk mencegah kanker
dan sembelit atau konstipasi. Komponen lainnya yang terkandung di dalam Terung
Belanda adalah vitamin E dan senyawa fenolik (termasuk antosianin dan flavonoid
lainnya) serta karotenoid.
Di dalam buah Terung Belanda juga mengandung antosianin yang merupakan
antioksidan yang kuat dan dapat menangkal berbagai radikal bebas. Antosianin pada
buah-buahan bukan saja mempunyai sifat antioksidan yang tinggi tetapi turut
bertindak sebagai anti radang, anti bakteri, anti kanker (bagi pencegahan kanker),
memperbaiki fungsi penglihatan, anti tumor dan juga anti penuaan.
Menurut Hasan (2009), buah yang baik untuk diolah adalah pada tingkat
kematangan 75-100% matang, tidak rusak, tidak busuk ataupun pecah. Buah Terung
Belanda digunakan menurut berbagai cara, seperti masakan yang lezat dan makanan
yang manis-manis. Buah mentah dapat digunakan untuk masakan kari dan sambal,
sedangkan buah matang untuk sirup, jus, sup, adonan pengisi dan untuk rujak. Buah
yang di belah dapat digunakan sebagai bumbu. Buah yang sudah dimatangkan
sebaiknya juga dapat digunakan untuk menghasilkan sirup, jeli, selai, pencuci mulut
dan sebagai hiasan es krim yang berkualitas baik. (Anonim, diakses 2008)
2.2 Tanaman Lancing (Solanum mauritianum)
Solanum mauritianum adalah pohon kecil atau semak dari Amerika Selatan, termasuk
Argentina Utara, Brasil Selatan, Paraguay dan Uruguay. Tanaman dapat tumbuh
hingga tiga puluh tahun. Memiliki daun besar berbentuk oval dan berwarna abu-abu
Tanaman dapat berbunga sepanjang tahun dan berbuah pada akhir musim semi
hingga awal musim panas. Tanaman ini toleran terhadap berbagai jenis tanah dan
dengan cepat berkembang jika ditanam di sekitar perkebunan, hutan, semak dan lahan
terbuka.
Tanaman ini mengandung senyawa glykoalkaloid, solasodina, dengan
kandungan tertinggi pada buah mentah hijau (2% - 3,5% berat kering). Solaurisin,
Solaurisidin, dan Solasodamin juga telah ditemukan di Solanum mauritianum.
(Anonim, diakses 2010)
2.2.1 Klasifikasi Tanaman Lancing
Gambar 2.2 Tanaman Lancing
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae magnoliophyta
Klass : Eudicots
Subklass : Asterids
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Selain itu tanaman ini juga memiliki sejumlah sinonim: • Solanum auriculatum
• Solanum carterianum • Solanum pulverulentum • Solanum tabaccifolium
• Solonum verbascifolium (Anonim, diakses 2010)
2.3 Teknologi Sambung Pucuk
Sambung pucuk (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan
sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai
satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau
tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan
disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock.
Bagian tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan
merupakan sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik
itu berupa tunas pucuk atau tunas samping. Penyambungan batang bawah dan batang
atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies
yang sama. Misalnya penyambungan antar varietas pada tanama
kadang bisa juga dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan
spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga (Mangifera indica)
disambung dengan tanaman kweni (Mangifera odorata).
http://bogortabulampot.wordpress.com/plant-propagation/
Metode sambung pucuk atau grafting merupakan perbanyakan tanaman
gabungan antara perbanyakan secara generatif (dari persemaian biji) dengan salah satu
bagian vegetatif (cabang/ranting) tanaman yang berasal dari satu famili. Kedua
tanaman (bagian tanaman) yang disatukan masing-masing mempunyai keunggulan
misalnya dari segi kelebatan buah, ukuran besar dan rasa/khasiat serta ketahanan
Manfaat sambung pucuk pada tanaman:
1. Memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman, dihasilkan gabungan
tanaman baru yang mempunyai keunggulan dari segi perakaran dan
produksinya, juga dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah
(tanaman berumur panjang) serta menghasilkan tanaman yang sifat
berbuahnya sama dengan induknya.
2. Mengatur proporsi tanaman agar memberikan hasil yang lebih baik,
tindakan ini dilakukan khususnya pada tanaman yang berumah dua,
misalnya tanaman melinjo.
3. Peremajaan tanpa menebang pohon tua, sehingga tidak memerlukan bibit
baru dan menghemat biaya eksploitasi
2.4 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176 dengan rumus molekul
C6H8O6
Struktur vitamin C:
. Bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol. Pada pH
rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi,
terlebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, dan
temperatur yang tinggi. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dehidroaskorbat.
O = C
2.4.1 Sumber dan Peranan Vitamin C
Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan, terutama
buah-buahan segar. Karena itu vitamin C sering disebut Fresh Food Vitamin. Buah
yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin C nya. Semakin tua buah
semakin berkurang kandungan vitaminnya. Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga
merupakan sumber yang baik, bahkan juga setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis
bahan pangan hewani seperti susu, telur, daging, ikan, dan unggas sedikit sekali
kandungan vitamin C nya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih
banyak vitamin C nya dibandingkan susu sapi.
Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen. Kolagen
merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian
dalam tulang, dentin dan vascular endothelium. Penjagaan agar fungsi itu tetap
mantap banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya kandungan vitamin C dalam tubuh.
Peranannya adalah dalam proses penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan
infeksi dan stress. (F.G. Winarno, 1992)
2.4.2 Manfaat dan Defisiensi Vitamin C
Manfaat utama vitamin C adalah sebagai antioksidan, pembentukan semacam jaringan
tubuh, terutama untuk pembentukan jaringan ikat. Jaringan ikat adalah bahan
pembungkus terpisah yang melindungi dan menyangga berbagai organ. Asam
askorbat membantu absorpsi zat besi dalam usus. (P.M. Gaman, 1992)
Vitamin C selain sebagai anti oksidan juga dapat memperbaiki sel tubuh dan
jaringan yang rusak akibat radikal bebas. Dalam merawat kecantikan, vitamin C
mempunyai peranan penting dalam melancarkan peredaran darah sehingga kulit
terlihat lebih segar. Vitamin ini juga akan merangsang pembentukan kolagen kulit dan
menjaganya dari kerusakan. Vitamin C mempunyai sifat sebagai walter holder
(menyimpan air) sehingga mampu menjaga kelembaban kulit dan mencegahnya dari
Mengkonsumsi vitamin C secara tepat dan teratur, dapat menghambat proses
penuaan dini, menghaluskan kulit, sekaligus menghambat kerja enzim tirosin, yaitu
enzim yang bertugas membantu pembentukan pigmen di kulit. Jika proses pigmentasi
terhambat, kulit pun terlihat lebih bersih dan cerah. Dari sekian banyak manfaat yang
telah dijabarkan, ternyata masih banyak lagi manfaat dari vitamin C yang belum
terungkap, seperti dikutip Besthealthmag berikut ini:
1. Mencegah stroke
Ada banyak bukti bahwa antioksidan yang tinggi yang terdapat di dalam
buah-buahan dan sayuran membantu menangkal penyakit radiovaskular. Namun
beberapa studi penting bahwa mereka dengan tingkat vitamin C tertinggi di dalam
tubuh mereka berada pada resiko terendah untuk menderita stroke.
2. Melawan kanker
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa wanita yang mengasup banyak
vitamin C dari makanan seperti buah-buahan dan sayuran (bukan suplemen),
memiliki resiko lebih rendah terkena kanker payudara. Bahkan beberapa riset
mengindikasikan bahwa vitamin C sebagai racun bagi sel-sel kanker tertentu.
3. Meningkatkan mood
Sejak dulu sudah diketahui bahwa kekurangan vitamin C dapat menyebabkan
perubahan psikologis. Belum lama ini peneliti dari Mc. Gill University
menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin C (500 mg dua kali sehari) bagi
pasien rawat inap yang kekurangan vitamin C, secara signifikan membantu
meningkatkan suasana hati mereka.
4. Memperbaiki kulit
Vitamin C adalah antioksidan yang paling banyak dibutuhkan oleh kulit, dimana
vitamin C tersebut membantu menetralkan radikal bebas yang terbentuk akibat
paparan sinar matahari dan usia. Pemberian vitamin C yang dikombinasikan
dengan bahan lain, dapat memperbaiki beberapa tanda-tanda penuan termasuk
garis-garis halus, pigmentasi yang tidak merata, warna dan tekstur kulit. (Kompas,
diakses 2012)
Penyakit atau gejala yang tampak, yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C
adalah:
2. Mudah terjadi luka dan infeksi tubuh, dan jika sudah terjadi sukar untuk
disembuhkan
3. Hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak
4. Pembentukan tulang yang tidak normal pada bayi dan anak-anak
5. Kulit mudah mengelupas. (A. Poedjiadi, 2006)
Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan kita masuk ke
dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Karena itu bila
seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah yang besar (megadose) sebagian
besar akan dibuang keluar, terutama bila orang tersebut biasa mengkonsumsi makanan
yang bergizi tinggi. Tetapi sebaliknya, bila sebelumnya orang tersebut buruk keadaan
gizinya, maka sebagian besar dari jumlah itu ditahan oleh jaringan tubuh. (F.G.
Winarno, 1992)
Widya Karya Pangan Nasional Nas-LIPI, 1978, menyarankan konsumsi
vitamin C perhari untuk anak-anak dan orang dewasa Indonesia antara 20-30 mg,
sedangkan untuk ibu mengandung dan menyusui perlu ditambah 20 mg.
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut.
Penyakit skorbut biasanya jarang terjadi pada bayi, bila terjadi pada anak-anak,
biasanya pada usia setelah 6 bulan dan di bawah 12 bulan. Gejala-gejala penyakit
skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi dan demam, dan timbul
penyakit, pelunakan pembengkokan kaki bagian paha. Pada anak yang giginya telah
tumbuh, gusinya membengkak, empuk, dan terjadi pendarahan.
Pada orang dewasa, skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita
kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan
pendarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, dan deformasi tulang. Akibat
yang parah dari keadaan ini ialah gigi menjadi goyah dan dapat lepas. Penyakit
sariawan yang akut dapat disembuhkan dalam beberapa waktu dengan pemberian 100
sampai 200 mg vitamin C perhari. Bila penyakit sudah kronik diperlukan waktu lebih
lama untuk penyembuhannya. (F.G. Winarno, 1992)
Skorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi karena sudah diketahui
cara mencegahnya dan mengobatinya. Tanda-tanda awal antara lain lelah, lemas,
lemah, nafas pendek, kejang otot, tulang otot persendian sakit, serta kurang nafsu
makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal. Warna merah kebiruan di bawah kulit,
pendarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut serta mata kering, dan
rambut rontok. Disamping itu luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadang-kadang
jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Gangguan
saraf dapat terjadi berupa histeria, depresi diikuti oleh gangguan psikomotor. Gejala
skorbut terlihat bila taraf asam askorbat dalam serum turun di bawah 0,20 mg/dl. (S.
Almatsier, 2004)
2.4.3 Biosintesa Vitamin C
2.4.4 Analisa Vitamin C
Penentuan kadar vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi Iodium. Pada saat reaksi
oksidasi, Iodium akan direduksi menjadi Iodida. Iodium akan mengoksidasi
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding Iodium.
Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dari pada Iodium sehingga
dapat dilakukan titrasi langsung dengan Iodium. (A. Rohman, 2007)
Hal ini berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan Iodium.
Indikator yang digunakan adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya
warna biru dari Iod-amilum. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan
atom C no.2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang.
O = C O = C ─ OH
Gambar 2.5 Reaksi antara Vitamin C dan Iodium (S. Sudarmadji, 1992)
Cara lain dalam penentuan vitamin C adalah oleh 2,6 D (2,6 Na-dikhlorofenol
indofenol). Asam askorbat dapat direduksi 2,6 D sehingga terjadi perubahan warna.
Larutan 2,6 D dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedang dalam
suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6 D direduksi oleh asam
askorbat maka akan menjadi larutan tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat
sudah mereduksi 2,6 D maka kelebihan larutan 2,6 D sedikit saja sudah akan terlihat
dengan terjadinya pewarnaan. Untuk perhitungan maka perlu dilakukan standarisasi
larutan 2,6 D dengan vitamin C standar. Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah
HO
Gambar 2.6 Reaksi antara Vitamin C dan 2,6 D (S. Sudarmadji, 1992)
2.5 β-Karoten
β- karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain terdapat pada wortel, kentang dan buah peach yang lezat. Zat antioksidan sangat
berguna untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat-zat beracun. Radikal
bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat ditakuti. Dengan adanya zat antioksidan yang antara lain adalah β-karoten yang terdapat pada kentang, wortel, peach dan lain-lain, diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja dengan cara hidup yang sehat. (L. Lidya, 2010)
Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang
berhubungan yang memiliki formula C40H56.
Karotena adalah pigmen fotosintesis berwarna jingga yang penting dalam
fotosintesis. Zat ini membentuk warna jingga dalam wortel dan banyak buah dan sayur lainnya. β-karoten berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang diserap ke klorofil. Secara biokimia, karotena termasuk ke dalam golongan terpena, yang disintesis secara biokimia dari delapan satuan isoprena. β– karoten dikenal dalam dua bentuk utama yang diberi karakter Yunani: alfa-karotena (α-karotena) dan beta-karotena (β-karotena). Gamma-, delta-, dan epsilon- (γ, δ, ε -karotena) juga dikenal dalam jumlah yang sedikit. β-karoten terdiri dari dua grup retinil, dan dipecah dalam mukosa dalam usus kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinol, sebuah bentuk dari vitamin A. Karotena dapat disimpan dalam hati
dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan, sehingga ia dapat dianggap sebagai
provitamin A. (T. Salamah, 2005)
β-karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki oleh senyawa lain. Jumlah yang diperlukan oleh tubuh memang hanya ukuran milligram
perhari. Tetapi jika tidak terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Zat yang
merupakan provitamin A ini terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan. β
-karoten merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A, unsur ini
merupakan persenyawaan kimiawi yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi
kimiawi-fisiologik dalam rangkaian metabolisme. Biasanya, sayur-sayuran yang
berwarna terang seperti wortel, banyak mengandung β-karoten.
Akibat kekurangan β-karoten tidak segera dapat dirasakan, sehingga kebutuhan unsur ini jarang menjadi perhatian. Para peneliti dari institut kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan β-karoten setiap hari hanya 5-6 mg. Sebagaimana vitamin, meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi sangat diperlukan
sehingga kalau tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan gangguan fungsi.
Menurut hasil penelitian, β-karoten bermanfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan dan sebagian jenis kanker serviks. Disamping itu, β-karoten juga dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Radikal bebas merupakan senyawa yang dapat
selanjutnya berubah menjadi pre-kanker. β–karoten memberikan perlindungan pada
tingkat seluler dimana DNA yang merupakan suatu inti genetik pembawa sifat
keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan sehingga terlindung dari senyawa
lain yang mengacaukan kode genetiknya. (H. Winarsi, 2007)
2.5.1 Manfaat β-karoten
Tidak hanya ampuh melawan radikal bebas serta menjauhkan tubuh dari sel kanker.
Beta karoten ternyata memiliki manfaat lain yang tidak kalah hebatnya. Seperti:
1. Menjaga kesehatan jantung. Sebuah penelitian berhasil mengungkapkan bahwa
orang yang darahnya mengandung beta karoten relatif tinggi, memiliki risiko
rendah terhadap serangan penyakit jantung.
2. Melidungi tubuh dari efek buruk rokok dan polusi udara.
3. Melindungi seseorang dari ancaman alergi cahaya hingga 80%.
4. Membantu meningkatkan kekebalan tubuh. Itu sebabnya suplemen β-karoten
masuk dalam daftar pengobatan yang diberikan kepada pasien penderita AIDS.
Sumber lain juga menyebutkan beberapa manfaat dari β-karoten antara lain mengurangi resiko kanker payudara pada wanita. β-karoten tampaknya sangat efektif untuk wanita yang beresiko tinggi terkena kanker payudara, termasuk mereka yang
memiliki riwayat keluarga dan mereka yang menggunakan alkohol secara berlebihan. β-karoten tampaknya juga dapat mencegah kanker rahim, kanker serviks, kanker tiroid, kanker kandung kemih, kanker kulit (melanoma, karsinoma sel basal,
karsinoma sel skuamosa), kanker otak dan kanker darah (leukemia).
Namun, beberapa penelitian menunjukkan kombinasi beta-karoten dengan
vitamin C, vitamin E, selenium, dan seng dapat menurunkan tingkat kanker pada pria,
tapi tidak perempuan. Para peneliti berspekulasi bahwa pria memiliki asupan rendah
antioksidan makanan. Mengurangi risiko kanker ovarium pada wanita setelah
2.5.2 Biosintesa β-karoten
2.5.3 Analisa β-karoten
Analisa kadar β-karoten dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1. Metode Spektrofotometri UV-Visibel
Metode spektroskopi Visibel berdasarkan atas absorban sinar tampak oleh
suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode
kolorimetri. Hanya larutan senyawa berwarna saja yang dapat ditentukan dengan
metode ini. Senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan
mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya,
ion Fe3+ dengan CNS- menghasilkan larutan berwarna merah.
Kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan sampel
yang dibuat pada kondisi yang sama dalam tabung Nessler atau kolorimetri Dubosq.
Dengan kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan.
Pada spektroskopi UV, yang diabsorpsi adalah cahaya ultraviolet, sehingga
larutan yang tidak berwarna dapat diukur. Sebagai contoh, aseton dan asetaldehid
seperti pada spektroskopi Visibel, pada spektroskopi UV maka energi cahaya yang
diserap digunakan untuk transisi elektron (electron transition). Energi cahaya UV
ternyata lebih besar dari energi cahaya Visibel, sehingga energi UV dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π.
Istilah yang banyak digunakan dalam spektroskopi adalah transmitan, serapan
(absorban), dan daya serapan (absorptivitas). Istilah tersebut digunakan untuk
spektroskopi UV-Vis (ultraviolet dan sinar tampak), spektroskopi inframerah dan
spektroskopi absorpsi atom. (M. Bintang, 2010)
2. Metode Kolorimetri
Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu
komponen, membentuk dasar apa yang lazim disebut analisis kolorimetrik. Warna itu
biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan
yang diinginkan itu sendiri. Intensitas warna kemudian dapat dibandingkan dengan
yang diperoleh dengan menangani kuantitas yang diketahui dari zat itu dengan cara
yang sama. Kolorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan
mengukur absorpsi relatif cahaya sehubungan dengan konsentrasi tertentu zat itu.
(Vogel, 1994)
3. Metode Kromatografi Kolom Absorpsi
Kromatografi adsorpsi didasarkan pada retensi zat terlarut oleh adsorpsi
permukaan. Proses ini terjadi secara terus-menerus selama pemisahan kromatografi
karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Eluen
akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan
distribusinya untuk menjaga kesetimbangan ini. Untuk pemisahan
campuran-campuran dalam kolom, eluen dikarakterisasi dengan waktu retensi dan faktor retensi.
Dalam kromatografi ukuran eksklusi, solut dikarakterisasi dengan volume retensi yang
merupakan volume fase gerak yang dibutuhkan untuk mengelusi solut dari kolom. (A.
Rohman, 2007)
4. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik yang mana solut atau
zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut ini melewati
suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Gelas beaker 250 ml Pyrex
- Gelas ukur 10 ml Pyrex
- Gelas ukur 50 ml Pyrex
- Gelas erlenmeyer 250 ml Pyrex
- Pipet volum 10 ml Pyrex
- Labu takar 25 ml Pyrex
- Labu takar 100 ml Pyrex
- Neraca analitis Meller
- Buret Pyrex
- Spektrofotometer UV-Vis Milton Roy
- Statif dan Klemp
- Kuvet
- Corong
- Pipet tetes
- Botol akuades
- Blender
3.1.2 Bahan
- Buah Terung Belanda
- Buah Lancing
- Buah Terung Belanda hasil sambung pucuk
- Indikator Amilum 1%
- I2
- Akuades 0.01 N
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pengambilan Sampel
Sampel buah Terung Belanda diperoleh dari Pajak Sore Padang Bulan, Pajak Sei
Kambing dan Pajak Kampung Lalang Medan. Sampel buah Lancing diperoleh dari
Cagar Alam Sibolangit dan Tahura Berastagi. Terung Belanda hasil sambung pucuk
diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Quality di Kabanjahe, Sumatera Utara.
3.2.2 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.2.2.1 Pembuatan Indikator Amilum 1%
Dimasukkan 1 g amilum ke dalam gelas beaker. Ditambahkan 100 ml akuades.
Kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih.
3.2.2.2 Pembuatan I2 0.01 N
Diukur 10 ml I2 0,1 N. Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian
3.3 Parameter yang diamati
3.3.1 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda
Diukur 10 ml filtrat Terung Belanda, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 10 ml
dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250
ml. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%. Dititrasi dengan larutan I2
0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Diulangi perlakuan yang sama
sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:
3.3.2 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing
Diukur 10 ml filtrat Lancing, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan. Dipipet 10 ml dengan
menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml.
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%. Dititrasi dengan larutan I2 0,01
N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. Diulangi perlakuan yang sama
sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:
3.3.3 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Diukur 10 ml filtrat Terung Belanda hasil sambung pucuk, kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda,
dihomogenkan. Dipipet 10 ml dengan menggunakan pipet volumetri dan dimasukkan
1%. Dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru.
Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali. Dihitung kadar vitamin C:
3.3.4 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda
Ditimbang 0,1 g Terung Belanda kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis tanda, dihomogenkan.
Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Dilakukan juga
pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel
pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.
3.3.5 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Lancing
Ditimbang 0,1 g Lancing kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis tanda, dihomogenkan.
Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Dilakukan juga
pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel
pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.
3.3.6 Penentuan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Ditimbang 0,1 g Terung Belanda hasil sambung pucuk kemudian dimasukkan ke
dalam labu takar 25 ml. Diencerkan dengan akuades sedikit demi sedikit sampai garis
tanda, dihomogenkan. Dipindahkan larutan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi larutan
Dilakukan juga pengukuran absorbansi blanko dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Visibel pada panjang gelombang 446 nm. Diulangi perlakuan yang sama
sebanyak 3 kali.
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Buah Lancing
500 g buah Terung Belanda
dikupas kulitnya
dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus
disaring
Hasil
500 g buah Lancing
dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus
disaring
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
3.4.4 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda 500 g buah Terung Belanda
dikupas kulitnya
dimasukkan ke dalam blender diblender hingga halus
disaring
Hasil
10 ml filtrat Terung Belanda
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipipet 10 ml dengan pipet volumetri
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer
ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%
dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi biru
dicatat volume titran yang terpakai
diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali
dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel
3.4.5 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Lancing
10 ml filtrat Lancing
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipipet 10 ml dengan pipet volumetri
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer
ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%
dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi biru
dicatat volume titran yang terpakai
diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali
dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel
3.4.6 Penentuan Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
10 ml filtrat Terung Belanda
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipipet 10 ml dengan pipet volumetri
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer
ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%
dititrasi dengan larutan I2 0,01 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi biru
dicatat volume titran yang terpakai
diulangi perlakuan yang sama sebanyak 3 kali
dihitung kadar vitamin C yang terdapat di dalam filtrat sampel
3.4.7 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Terung Belanda
3.4.8 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Lancing 0,1 g daging buah Terung Belanda yang sudah halus
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipindahkan larutan ke dalam kuvet
diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm
Hasil
0,1 g daging buah Lancing yang sudah halus
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipindahkan larutan ke dalam kuvet
diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm
3.4.9 Penentuan Kadar β-Karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung pucuk
0,1 g daging buah Terung Belanda yang sudah halus
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
dihomogenkan
dipindahkan larutan ke dalam kuvet
diukur absorbansi blanko dan larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing
dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Vitamin C dari Buah Terung Belanda, Buah Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
No Sampel Kadar Vitamin C
Purata (%)
1. 10 ml filtrat buah Terung Belanda 1,596
2. 10 ml filtrat buah Lancing 0,401
3. 10 ml filtrat buah Terung Belanda hasil
4.1.2 Hasil Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah
Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Tabel 4.2 Data Analisa Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda, Buah
Lancing dan Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
No Sampel Kadar β-karoten
Purata (ppm)
1. 0,1 g buah Terung Belanda 208,95
2. 0,1 g buah Lancing 36,11
3. 0,1 g buah Terung Belanda hasil
sambung pucuk 253,64
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Kadar Vitamin C dari Buah terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Hasil analisa kadar vitamin C dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk dapat
diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:
Kadar vitamin C dari buah Terung Belanda Hasil sambung pucuk adalah 1,202 %
sedangkan berat Vitamin C adalah 12,02 mg/100 g. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3
lampiran d.
4.2.2 Perhitungan Kadar β-karoten dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Hasil analisa kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk dapat
diketahui dengan menggunakan rumus yaitu:
Kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk adalah 247,81 ppm. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran c.
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar vitamin C dari buah Terung Belanda
hasil sambung pucuk lebih kecil dibandingkan dengan Terung Belanda dan lebih besar daripada lancing. Sedangkan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk lebih besar dibandingkan dengan Terung Belanda dan Lancing. Penurunan kadar vitamin C dan peningkatan kadar β-karoten ini disebabkan oleh adanya penggabungan dari dua varietas yang berbeda. Dimana varietas tersebut
masing-masing memiliki gen-gen yang berbeda sifat-sifatnya satu sama lain.
Penggabungan dua macam tanaman ini akan menghasilkan suatu tanaman baru yang
mewarisi gen-gen dari induknya. Seperti yang diutarakan oleh Mendel yaitu tentang
Hukum Mendel terbagi 2 yaitu hukum pemisahan (segregation) dan hukum
berpasangan secara bebas (independent assortment). Hukum segregasi bebas
menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (parent)
yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu
gen dari induknya.
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua
pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sifat secara bebas, tidak bergantung pada
pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak
saling mempengaruhi.
Jadi, berdasarkan hukum kedua Mendel tersebut maka pewarisan sifat pada
Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dan tanaman
Lancing diturunkan secara bebas, sehingga kadar vitamin C dan kadar β-karoten pada
buah Terung Belanda tersebut berbeda dengan kedua induknya.
4.3.1 Penurunan Kadar Vitamin C pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman
Terung Belanda dengan tanaman Lancing mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
karena pada proses biosintesa D-sorbitol menjadi L-sorbose oleh enzim Acetobacter
soboxydans harus menggunakan katalis Ni. Jadi kemungkinan di dalam tanah yang di
tumbuhi oleh tanaman Terung Belanda hasil sambung pucuk tersebut tidak
mengandung unsur hara yang berupa logam Ni maka pada proses perubahan menjadi
4.3.2Peningkatan Kadar β-karoten pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk
Kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk mengalami peningkatan dari pada buah Terung Belanda dan buah Lancing. Hal ini terjadi karena
terdapat 3 kemungkinan, yaitu:
1. Enzim yang mengkatalisa perubahan β-karoten menjadi canthaxanthin pada
tanaman perpaduan antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing kurang aktif sehingga mengakibatkan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk meningkat.
2. Enzim yang mengkatalisa perubahan β-karoten menjadi β-cryptoxanthin pada
tanaman perpaduan antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing kurang aktif sehingga mengakibatkan kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk meningkat.
3. Enzim yang mengkatalisa perubahan α-karoten menjadi β-karoten pada tanaman
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai studi analisa kadar vitamin C dan kadar β-karoten dari buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil analisa kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk
lebih rendah dibandingkan dengan buah Terung Belanda dan lebih tinggi dari buah
Lancing, yaitu:
- Pada buah Terung Belanda : 1,596%
- Pada buah Lancing : 0,401%
- Pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk : 1,202%
2. Hasil analisa kadar β-karoten pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk
lebih tinggi dibandingkan dengan buah Terung Belanda dan buah Lancing, yaitu:
- Pada buah Terung Belanda : 208,95 ppm
- Pada buah Lancing : 36,11 ppm
- Pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk : 253,64 ppm
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai penetapan kadar unsur hara Ni yang terkandung di dalam tanah terhadap
perubahan kadar vitamin C pada buah Terung Belanda hasil sambung pucuk antara
tanaman Terung Belanda dengan tanaman Lancing sehingga dapat meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anonim. Online 2008. Panjang Umur dengan Antioksidan.
Anonim. Online 2009. Sari Buah Tamarillo.
Anonim. Online 2010. Solanum Mauritianum.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Boudrant, J. 1990. Mocrobial processes for Ascorbic Acid Biosynthesis. Volume 12. Journal of CNRS-ENSAIA France.
Departemen Kesehatan dan Kesehatan Sosial RI. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Cetakan Pertama. Jilid Kedua. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Harahap, E. S. 2011. Aktivitas Alkaloid dari Buah Terung Belanda (Solanum betaceaum) Hasil Sambung Pucuk dengan Lancing (Solanum mauritianum) Terhadap Tingkat Kehamilan Mencit (Mus musculus). Skripsi Departemen Kimia Universitas Sumatera Utara.
Gaman, P. M. dan Sherington, K. B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Hirschberg, J. Molecular Genetics of the Carotenoid Biosynthesis Pathway in Plants and Algae. Volume 69. No. 10. Journal of the Hebrew University of Jerusalem.
Http://repository.usu.ac.id
Kompas. Online 2012.
Kumalaningsih. 2006. Anti Oksidan Alami Terung Belanda (Tamarillo). Surabaya: Trubus Agrisarana.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salamah, T. 2005. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Kandungan Antioksidan Alami pada Proses Deodorisasi Sawit Merah. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sudarmadji, S. 1992. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Jakarta: Erlangga.
Suprihartini, D. 2007. Identifikasi Karyotipe terung Belanda (Solanum betaceaum Cav). Sumatera Utara: Kultivar Berastagi.
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Winarno, F. G. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia.
Lampiran A. Tanaman Terung Belanda, Lancing dan Tanaman Perpaduannya
(1) Tanaman Terung Belanda (2) Tanaman Terung Belanda yang Siap
Disambung
(3) Tanaman Lancing (4) Tanaman Lancing yang Siap
(5) Tanaman Perpaduan antara Tanaman (6) Buah Terung Belanda Hasil
Lampiran B. Sampel Penelitian
(1) Buah Terung Belanda Konvensionanl (2) Buah Terung Belanda Hasil
Perpaduan