PEMAHAMAN GURU BK TENTANG LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING (BK) FORMAT KLASIKAL
DI SMP SE-KOTA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Hari Nugroho
1301411060
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto :
“Lebih Baik Mencoba dan Gagal daripada Gagal Mencoba”. (penulis)
Persembahan :
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan skripsi dengan judul “Pemahaman Guru BK Tentang Layanan
Bimbingan dan Konseling (BK) Format Klasikal di SMP Se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2015/2016”.
Penyusunan skripsi ini berdasarkan atas penelitian survey yang dilakukan
dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Dalam proses penulisan skripsi ini
peneliti menemui kendala di lapangan seperti perijinan, lokasi antar sekolah dan
respon responden, namun peneliti tetap berusaha menyelesaikan penelitian ini
sampai selesai. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1) Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di
Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Bimbingan dan konseling.
2) Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3) Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
4) Drs. Suharso, M.Pd. Kons., Dosen pembimbing yang memberikan bimbingan
vi
5) Tim dosen penguji yang telah menguji skripsi dan memberikan masukan
untuk kesempurnaan skripsi ini.
6) Dr. Anwar Sutoyo M.Pd, dosen Wali yang selalu memberikan semangat
selama menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.
7) Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8) Kepala Sekolah dan Bapak/Ibu Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang yang
telah memberikan ijinnya dan bersedia menjadi responden untuk penelitian
ini.
9) Teman – teman seperjuangan bimbingan dan konseling angkatan 2011.
10)Serta pihak – pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian
ini yang tidak dapat disebut satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.
Semarang, januari 2016
vii ABSTRAK
Nugroho, Hari. 2015. Pemahaman Guru BK Tentang Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal di SMP Negeri Se – Kota Semarang Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Drs. Suharso, M.Pd.,Kons.
Kata Kunci : pemahaman guru BK, layanan bimbingan dan konseling format klasikal,
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena yang peneliti temukan di lapangan bahwa masih ada guru BK yang melaksanakan layanan penguasaan konten seperti layanan informasi, sehingga tidak ada beda antara satu layanan dengan layanan lain. Setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi masing – masing sehingga bila pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling format klasikal tidak ada beda dengan layanan lainya maka tujuan dari layanan tidak akan tercapai dengan maksimal. Salah satu penyebab dari fenomena tersebut adalah kurangnya pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal yang mengakibatkan dalam melaksanakan layanan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru BK di SMP Negeri Se-Kota Semarang yang berjumlah 139 guru. Teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Proportional Random
Sampling dan diperoleh sampel penelitian sejumlah 40 guru. Metode
pengumpulan data dengan menggunakan instrument tes pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal.
Hasil dari penelitian menunjukan rata – rata pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal berada pada kategori rendah dengan persentase 61,52%. Hasil pemahaman layanan orientasi sebesar 63,51% dengan kategori rendah, pemahaman layanan informasi sebesar 62,33% dengan krieteria rendah, pemahaman layanan penguasaan konten sebesar 62,12% dengan kategori rendah, sedangkan untuk pemahaman layanan penguasaan konten sebesar 58,13% dengan kategori rendah. Pemahaman guru BK dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latarbelakang pendidikan, pengalaman menjadi guru BK, keikut sertaan dalam MGBK, dan kesadaran guru BK akan pentingnya layanan BK.
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Peneltitian ... 7
1.5 Sistematika Skripsi ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling ... 11
2.3 Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal ... 16
2.3.1 Layanan Orientasi ... 19
2.3.2 Layanan Informasi ... 24
2.3.3 Layanan penguasaan konten ... 33
2.3.4 Layanan penempatan dan penyaluran ... 40
ix BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 47
3.2 Variabel Penelitian ... 49
3.2.1 Identifikasi Variabel ... 49
3.2.2 Definisi Operasional... 50
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 50
3.3.1 Populasi ... 50
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 52
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 53
3.4.1 Alat Pengumpulan Data ... 54
3.4.2 Penyusunan Instrumen ... 54
3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 62
3.5.1 Validitas ... 62
3.5.2 Reliabilitas ... 63
3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian... 64
3.6.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 64
3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen tes ... 65
3.7 Metode Analisis Data Penelitian ... 65
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 67
4.1.1 Pemahaman Guru BK Tentang Layanan BK Format Klasikal ... 67
4.1.1.1 Pemahaman Guru BK Layanan Orientasi ... 70
4.1.1.2 Pemahaman Guru BK Layanan Informasi ... 71
4.1.1.3 Pemahaman Guru BK Layanan Penguasaan Konten ... 72
4.1.1.4 Pemahaman Guru BK Layanan Penempatan dan Penyaluran ... 74
4.2 Pembahasan ... 75
x BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ... 84
5.2 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Daftar Populasi Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 50
3.2 Daftar Sampel Penelitian... 53
3.3 Kisi – Kisi Instrumen Penelitian ... 55
3.4 Item yang valid dan Pengganti ... 65
3.5 Kategori Tingkat Pemahaman guru BK ... 66
3.6 kategori skor nilai pemahaman ... 67
4.1 Tingkat Pemahaman Layanan BK Format Klasikal ... 68
4.2 Analisis Subvariabel Pemahaman Guru BK ... 69
4.3 Analisis indikator pemahaman tentang layanan orientasi ... 70
4.4 Analisis indikator pemahaman guru BK tentang layanan informasi ... 71
4.5 Analisis Pemahaman Tentang Layanan Penguasaan Konten... 73
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.3 Langkah dasar penyusunan instrument ... 54 4.1 Tingkat Pemahaman Layanan BK Format Klasikal ... 68 4.2 Analisis Subvariabel Pemahaman Teori Guru BK ... 69 4.3 Analisis indikator pemahaman guru BK Tentang layanan
Orientasi ... 70
4.4 Analisis indikator pemahaman teori guru BK tentang
layanan informasi ... 72
4.5 Analisis Pemahaman Guru BK Tentang Layanan Penguasaan
Konten ... 73
4.6 Analisis pemahaman Guru BK Tentang layanan
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 90
2. Daftar Sampel Penelitian... 96
3. Kisi – kisi Uji Coba ... 98
4. Instrumen Uji Coba ... 104
5. Hasil Validitas instrument ... 113
6. Reliabilitas ... 119
7. Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 120
8. Instrumen Penelitian... 126
9. Tabulasi hasil analisis pemahaman guru BK ... 135
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam
dunia pendidikan. Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha dari
pemerintah yaitu bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Hal
ini tentunya perlu diikuti dengan kesadaran semua pihak yang ada di sekolah
untuk membantu terselenggaranya bimbingan dan konseling, karena bimbingan
dan konseling merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses
pendidikan. Di dalam pendidikan khususnya di lingkungan sekolah bimbingan
dan konseling mempunyai beberapa fungsi seperti yang dikemukakan Prayitno
dan Erman Amti (2004: 197) bahwa “bimbingan dan konseling mempunyai fungsi
yang dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi yaitu pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi pengentasan, dan fungsi pemeliharaan dan pengembangan
yang bertujuan untuk memaksimalkan perkembangan siswa dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karir kearah yang lebih baik”.
Bentuk layanan bimbingan dan konseling menurut Prayitno dan Amti
(2004: 253) adalah dengan memberikan sembilan layanan dan enam kegiatan
pendukung. Sembilan layanan tersebut meliputi layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten,
layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling
pendukung yaitu himpunan data, tampilan pustaka, konfrensi kasus,dan
kunjungan rumah. Semua layanan dan kegiatan pendukung tersebut mengacu pada
bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang belajar, sosial, pribadi dan karir.
Direktorat jendral peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
departemen pendidikan nasional 2007 (2007: 40) menjelaskan bahwa “layanan
bimbingan klasikal adalah suatu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang
menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa didik di
kelas secara terjadwal”. Menurut Gysbers dan Henderson (2005) dalam Sunani
(2012) menyatakan “bahwa bimbingan klasikal ini merupakan bentuk kegiatan
bimbingan yang diselenggarakan dalam Guidance Curriculum yang merupakan
jantung dari layanan BK”. Dari Sembilan layanan bimbingan dan konseling yang
bisa dilaksanakan dengan format klasikal terdiri dari layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penguasaan konten dan layanan penempatan dan penyaluran.
Tiap layanan dalam bimbingan format klasikal mempunyai fungsi dan peranan
masing-masing, layanan informasi bertujuan untuk memberikan informasi tertentu
kepada siswa sesuai dengan kebutuhan siswa. Layanan orentasi bertujuan untuk
mengenalkan siswa kepada lingkungan baru misalnya lingkungan kelas dan
lingkungan sekolah. Layanan penguasaan konten bertujuan untuk memberikan
pelatihan kepada siswa tentang konten tertentu sesuai dengan kebutuhan siswa,
misalnya bagaimana memanajemen waktu yang baik. Sedangkan layanan
penempatan dan penyaluran bertujuan untuk membantu menempatkan dan
menyalurkan potensi yang dimiliki siswa ke dalam kegiatan tertentu yang
Namun fungsi dan tujuan dari setiap layanan bimbingan dan konseling
format klasikal tidak selalu dapat tercapai secara maksimal karena di lapangan
masih ditemui guru BK yang dalam pelaksanaanya antara layanan BK format
klasikal yang satu dengan yang lain tidak ada beda. Contoh nyata yang diperoleh
peneliti selama mengikuti praktik pengalaman lapangan di SMP Negeri Mungkid
dijumpai guru BK yang melaksanakan layanan penguasaan konten tetapi seperti
layanan informasi. Untuk mendukung apakah fenomena tersebut juga terjadi di
kota Semarang, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 9 mei 2015 dengan 2
guru BK di SMP Negeri 16 kota semarang. Hasil dari wawancara tersebut antara
lain: (1) ada guru bimbingan dan konseling yang kurang memahami pelaksanaan
dari setiap layanan BK format klasikal. (2) ada guru bimbingan dan konseling
yang melaksanakan layanan penguasaan konten dengan menggunakan metode
ceramah, (3) ada guru bimbingan dan konseling yang tidak membuat satuan
layanan setiap kali memberikan layanan klasikal kepada siswa. (lampiran 10)
Beberapa hal yang menjadi penyebab kurang optimalnya pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling format klasikal menurut Sunani (2012) dalam
artikel ilmiahnya tidak sedikit guru BK yang (1) tidak melaksanakan layanan
format klasikal karena tidak tersedia jam/jadwal, (2) melaksanakan layanan
format klasikal tanpa rencana palaksanaan layanan, (3) menggunakan metode
ceramah sehingga terlihat monoton, (4) tanpa penilaian proses layanan sehingga
kurang dapat diketahui tingkat keberhasilannya, (5) tanpa memanfaatkan media
atau lembar kerja sehingga pencapaian tujuan kurang signifikan. Kurang
faktor internal dan eksternal guru bimbingan dan konseling. Faktor internal
berdasarkan fenomena di atas bisa terjadi karena guru bimbingan dan konseling
yang kurang memahami layanan bimbingan dan konseling format klasikal.
Sedangkan faktor eksternal antara lain sarana yang kurang dan tidak adanya jam
layanan bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling format klasikal penting bagi siswa
karena setiap layanan BK format klasikal (layanan orientasi, layanan informasi,
layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran) terdapat
fungsi dan peranan masing–masing layanan yang bertujuan untuk
mengoptimalkan perkembangan siswa. Selain itu dengan adanya layanan
bimbingan dan konseling format klasikal guru BK akan lebih dekat dengan siswa
serta dapat mengetahui bagaimana kondisi siswa di dalam kelas. Layanan format
klasikal merupakan layanan yang efisien karena bisa mencangkup beberapa siswa
sekaligus. Jika dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling format
klasikal guru BK tidak sesuai dengan apa yang seharusnya maka akan berdampak
negatif terhadap pelayanan kepada siswa. Setiap tujuan dari layanan bimbingan
dan konseling format klasikal tidak tercapai secara optimal.
Pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal sangat
diperlukan karena setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda–
beda, sehingga apabila dalam pelaksanaanya kurang optimal maka tujuan dan
fungsi setiap layanan tidak akan tercapai dengan optimal. Dalam Kamus Besar
proses, perbuatan, cara memahami atau menanamkan”. Pemahaman tentang
fungsi, tujuan, dan tahap–tahap pelaksanaan dari layanan bimbingan dan
konseling format klasikal menjadi dipertanyakan ketika masih ada guru
bimbingan dan konseling yang kurang maksimal dalam melaksankaan layanan
bimbingan dan konseling format klasikal.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan menyusun penelitian yang berjudul “Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling Tentang
Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal di SMP Negeri se-Kota Semarang tahun 2015/2016”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah secara
umum yaitu bagaimana pemahaman guru BK tentang layanan BK format klasikal
di SMP Negeri se-Kota Semarang? dan secara khusus rumusan masalah dari
penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
orientasi?
2. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
informasi?
3. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
penguasaan konten?
4. Bagaimana pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
1.3
Tujuan Penelitian
Dari rumusan di atas maka tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk
mengetahui tingkat pemahaman guru BK tentang layanan bimbingan dan
konseling format klasikal di SMP Negeri se–Kota Semarang. Sedang tujuan
secara khusus yang ingin dicapai antara lain untuk mengetahui :
1. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan orientasi.
2. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
informasi.
3. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
penguasaan konten.
4. Tingkat pemahaman guru bimbingan dan konseling tentang layanan
penempatan dan penyaluran.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan
sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan
2. Manfaat praktis
1) Bagi guru BK sekolah diharapkan dapat menambah pengetahuan guru
BK dalam meningkatkan kinerja serta meningkatkan layanan kepada
peserta didik khususnya layanan BK format klasikal.
2) Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah untuk
meningkatkan dan memajukan kualitas sekolah pada umumnya dan
bimbingan dan konseling pada khususnya.
3) Bagi mahasiswa dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan bimbingan dengan
format klasikal.
1.5
Sistematika Skripsi
Peneliti menyusun sistematika penulisan skripsi untuk memberikan
gambaran menyeluruh mengenai skripsi ini. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab
yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian hasil penelitian dan
pembahasan, dan penutup.
Bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar sistemaika skripsi.
Bab 2 yaitu landasan teori yang berisi teori-teori yang melandasi
permasalahan di dalam skripsi. Pada bab ini berisi tentang pemahaman layanan
BK format klasikal yang terdiri dari pengertian, tujuan, fungsi, tahap – tahap
Bab 3 yaitu metodologi penelitian yang berisi jenis penelitian, variabel
penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.
Bab 4 yaitu hasil penelitian dan pembahasan yang berisi hasil-hasil
penelitian dan pembahasan dari penelitian.
Bab 5 yaitu simpulan dan saran yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari
hasil penelitian dan saran-sarannya.
82
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan menguraikan tentang pokok bahasan yaitu Pemahaman
guru BK tentang layanan BK format klasikal yang terdiri atas: layanan orientasi,
layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan
penyaluran.
2. 1 Penelitian Terdahulu
Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti akan mengemukakan hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Adapun pokok bahasan yang diuraikan dalam penelitian terdahulu adalah sebagai
berikut :
1) Penelitian yang dilakukan oleh Adam Aulia Malik tahun 2015 yang berjudul “Tingkat Pemahaman Konselor Tentang Kopetensi Profesional dalam
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri se-Kabupaten Pemalang Tahun 2014/2015”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat
pemahaman kompetensi professional dalam pelayanan bimbingan dan
konseling di SMA se-Kabupaten Pemalang tahun 2014/2015 tergolong tinggi
(71%). (Adam Aulia Malik: 2015)
2) Penelitian yang dilakukan oleh Aimatul Husna tahun 2014 yang berjudul “Tingkat Pemahaman Konselor Terhadap Implementasi Bimbingan dan
Konseling Dalam Kurikulum 2013 di SMA Se-kabupaten Cilacap”. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman konselor terhadap posisi BK
terhadap program BK dalam kurikulum 2013 sebesar 71,6% (tinggi), dan
pemahaman konselor terhadap implementasi program BK dalam kurikulum
2013 sebesar 67,20% (sedang). Dari hasil penelitian tersebut implementasi
program BK masih berkatoegori sedang dan belum maksimal. (Aimatul
Husna: 2014)
3) Penelitian yang dilakukan oleh Ika kurniawati pada tahun 2014 yang berjudul
pemahaman guru BK terhadap evaluasi program bimbingan dan konseling di
SMA Negeri se-Kota Tegal. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa
pemahaman guru BK terhadap konsep dasar evalusi program bimbingan dan
konseling sebesar 79,16% (sedang), pemahaman guru BK terhadap prosedur
pelaksanaan evaluasi program BK sebesar 75,96% (sedang), dan untuk hasil
wawancara menunjukan bahwa guru BK tidak memahami prosedur
pelaksanaan evaluasi program BK dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemahaman konselor terhadap pelaksanaan evaluasi program BK
masih kurang maksimal. (Ika kurniawati: 2014)
Beberapa penelitian terdahulu diatas menunjukan bahwa tingkat
pemahaman konselor tentang program BK masih kurang maksimal. Dari
penelitian tersebut peneliti ingin mengetahui pemahaman guru BK yang berkaitan
dengan program BK khususnya layanan BK format klasikal. Keterkaitan
penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah,
penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Adapun karakteristik yang
membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
2.2
Pemahaman Guru Bimbingan dan Konseling
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 350) disebutkan bahwa “pemahaman mengandung arti proses, perbuatan, cara memahami atau
menanamkan”. Menurut Sardiman (2006: 43) “pemahaman (comprehension)
adalah menguasai sesuatu dengan pikiran atau mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasinya”. Dapat dimaknai bahwa
pemahaman merupakan kerja pikiran yang mampu untuk menguasai sesuatu hal
dengan mengerti maksud dari hal tersebut, serta mengerti implikasi serta
aplikasinya. Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli Menurut
Taksonomi Bloom (Daryanto, 2008: 106) mengemukakan bahwa :
“Pemahaman (comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian”.
Sedangkan menurut Tyler dalam Awalya (1995: 31) “pemahaman adalah
kemampuan memperoleh makna dan atau kemampuan untuk memprediksi, sebagai tugas yang amat sulit”. Pemahaman adalah suatu proses, seperti ang
dikemukakan oleh Gilmore (dalam Awalya, 1995: 32) bahwa terdapat tiga fase
proses pemahaman yang dapat dilakukan guru BK. Proses pemahaman dapat
1. Fase I/ Data Input, yaitu guru BK menerima informasi verbal dan non
verbal.
2. Fase II/ Data Processing, yaitu informasi yang telah diperoleh kemudian
diproses melalui sistem konstruk guru BK, diorganisir dan disimpan.
3. Fase III/ Data Output, yaitu melakukan koreksi, konfirmasi, dan kemudian
tindak lanjut terhadap informasi yang telah diperoleh guru BK.
Dari tiga fase yang disebutkan dia atas dapat dijelaskan bahwa dalam
memperoleh pemahaman maka tahap pertama yang harus dilakukan yaitu guru
BK mencari informasi baik verbal dan non verbal tentang suatu hal. Setelah
mendapatkan informasi kemudian mulai diproses dan diorganisir sesuai
kebutuhan serta disimpan. Proses berlanjut pada pengkoreksian serta pencarian
kebenaran atau konfirmasi dari informasi tersebut, setelah mendapatkan dasar
kebenaran informasi tersebut dan berbagi penguatan maka fase dalam pemahaman
diikuti tindak lanjut. Tindak lanjut ini dapat berupa tindak lanjut yang mendukung
informasi atau justru menolak informasinya.
Memahami (Understand) adalah mengkonstruk makna atau pengertian
berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang
baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran. Karena penyusun skema
adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman.
Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif menurut Bloom dalam
1) Menafsirkan (interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainya, misalnya dari kata ke grafik atau gambar, dari kata-kata ke angka, maupun dari kata-kata-kata-kata ke kata-kata-kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi, memparafrase, menerjemahkan, menyajikan kembali.
2) Memberikan contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggnakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istila lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi dan mencontohkan.
3) Mengklarifikasikan (classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan atau mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorikan (categorising).
4) Meringkas (summarising)
Membuat suatu pernyataan yang mengawali seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk merngkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).
5) Menarik inferensi (inferring)
Menemukan sustu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakkan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekploitasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), mempresiksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).
6) Membandingkan (comparing)
membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).
7) Menjelaskan (explaining)
Mengkontruk dan menggunakan model sebab-akibat dala suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut unutk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkontruksi model (constructing model).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengatakan
apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa
keharusan menghubungkannya dengan hal–hal lain. Dengan kata lain, memahami
adalah mengerti tentang sesuatu yang dapat melihatnya dari berbagai segi.
Pemahaman guru BK dapat diperoleh dengan pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru menyatakan “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada penfifikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Guru BK adalah guru yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan
layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Guru
BK merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan
seperti yang tercantum dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang–undang tentang
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 Nomor 14 Tahun 2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan angka kreditnya
pasal 1 menyebutkan ada tiga jenis guru yaitu :
1) Guru Kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran selutuh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/RA/BA/TKI.B dan SD/MI/SDLB dan sederajad, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan keshatan serta pengigikan agama.
2) Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hal secara penuh dalam proses pembelajaran pada semua mata pelajaran tertentu di sekolah/ atau madrasah. 3) Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang
mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hal secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Tugas guru BK diadakan agar guru BK mengetahui tugas – tugasnya
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Adapun tugas – tugas guru BK
menurut Mugiarso (2009: 114), yaitu:
1) Memasyarakatkan kegiatan bimbingan dan konseling 2) Merencanakan program bimbingan dan konseling
3) Melaksanakan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling 4) Melaksanakan layanan pada berbagai bidang bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggungjawabnya.
5) Melaksanakan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling.
6) Mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
7) Menganalisis hasil evaluasi
8) Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi
9) Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling dan, 10)Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan kepada
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tugas guru BK atau
konselor adalah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dan konseling
dimulai dari menyusun program bimbingan dan konseling, mengevaluasi
pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut
dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya yaitu sekurang – kurangnya 150 peserta didik asuh setiap guru
BK dan paling banyak 250 peserta didik asuh. Bagi guru BK yang memliki
peserta didik asuh kurang dari jumlah minimal maka guru BK diperkenankan
unutk memberikan layanan terhadap sekolah lain baik negeri maupun swasta.
Maka pemahaman guru bimbingan dan konseling adalah kemampuan
seseorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan
tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan
konseling untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau
intervensi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami.
2.3
Layanan Bimbingan dan Konseling Format Klasikal
Direktorat jendral peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan
departemen pendidikan nasional (2007: 40) menjelaskan bahwa “layanan
bimbingan klasikal adalah suatu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang
menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa didik di kelas secara terjadwal”. Sedang menurut Winkel dan Hastuti (2006: 561) bahwa
“bimbingan klasikal adalah bimbingan yang diberikan kepada sejumlah siswa
berorientasi kepada kegiatan kelompok yang jumlahnya antara 30-40 siswa dalam
satu kelas.
Bimbingan klasikal merupakan bimbingan yang digunakan untuk
mencegah masalah-masalah perkembangan, meliputi: informasi pendidikan,
pekerjaan, personal, dan sosial yang dilaksanakan dalam bentuk pengajaran
sistematis dalam ruang kelas yang berisi antara 20-25 siswa dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman diri dan orang lain serta perubahan sikap dengan
menggunakan media dan dinamika kelompok (Gazda 1984: 6). L. Gibson dalam
(Siwabessy dan Hastoeti 2008: 136) dalam Triyono dan Mastur (2014: 2).
Bimbingan klasikal sering disebut sebagai layanan dasar yakni layanan bantuan
bagi peserta didik melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal yang disajikan secara
sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara
optimal (Yusuf dan Nurihsan 2008: 26) dalam Triyono dan Mastur (2014: 3).
Tujuan bimbingan klasikal dalam Permendikbud No. 81A adalah
membantu konseli agar mampu menyesuaikan diri, mampu mengambil keputusan
untuk hidupnya sendiri, mampu beradaptasi dalam kelompok, mampu menerima
support atau dapat memberikan support pada teman-temannya. Tujuan bimbingan
klasikal menurut Sugandi (2008: 207) dalam Triyono dan Mastur (2014: 03)
adalah membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang
meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan karir.
Tujuan bimbingan klasikal menurut Yusuf dan Nurihsan (2008: 6) dalam
Triyono dan Mastur (2014: 03) adalah membantu siswa mengembangkan
dalam Triyono dan Mastur (2014: 03) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan
klasikal adalah agar individu dapat: 1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi,
perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang, 2)
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal
mungkin, 3) dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dan
lingkungan masyarakat.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal
merupakan layanan dasar bagi peserta didik yang berfungsi untuk mencegah
masalah belajar, karir, pribadi, dan sosial dengan memanfaatkan media dan
dinamika kelompok yang terdiri antara 25-40 siswa, sehingga siswa dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Supriyo (2010: 9) mengemukakan bahwa “Layanan bimbingan dan konseling yang dapat
dilaksanakan dengan format klasikal antara lain layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan dan penyaluran”.
Setiap layanan mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda – beda. Sehingga
layanan bimbingan dan konseling format klasikal adalah layanan dalam
bimbingan konseling yang dapat dilaksanakan dalam format klasikal yaitu layanan
orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan
dan penyaluran yang terdiri atas 25-40 siswa yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi siswa secara maksimal.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa layanan bimbingan dan
orientasi, layanan informasi, layanan penguasaan konten, dan layanan penempatan
dan penyaluran. Layanan BK format klasikal tersebut antara lain :
2.3.1 Layanan Orientasi
2.3.1.1 Konsep Dasar Layanan Orientasi
Layanan Orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru dana tau seseorang terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya (Prayitno dan Amti, 2004: 255). Sedangkan menurut Sukardi dan
Kusmawati (2008: 56) “Layanan orientasi yaitu pelayanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan konseli memahami lingkungan (seperti sekolah)
yang baru dimasuki konseli, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya konseli di lingkungan baru”. Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang
dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan
yang baru dimasukinya. Bagi siwa yang baru saja memasuki lingkungan sekolah
yang baru layanan orientasi sangatlah penting karena tanpa adanya layanan
orientasi, penyesuaian siswa dengan lingkungan baru membutuhkan waktu yang
relatif lama. Menurut Allan & McKean (1984) dalam Supriyo (2010: 11)
menyatakan bahwa tanpa program-program orientasi periode penyesuaian untuk
sebagian besar siswa berlangsung kira-kira tiga atau empat bulan. Sehingga bila
siswa terlambat dalam menyesuaikan diri maka akan mengganggu proses belajar
siswa tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
diberikan kepada siswa baru maupun seseorang agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan atau sesuatu yang baru sehingga siswa dapat berkembang dengan
maksimal.
2.3.1.2Tujuan Layanan Orientasi
Menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 56) tujuan dari layanan orientasi
ditunjukan untuk siswa baru dan pihak – pihak lain (terutama orang tua siswa)
guna memberikan pemahaman dan penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan
sekolah yang baru dimasukinya. Fungsi dari layanan orientasi adalah fungsi
pemahaman dan pencegahan (Supriyo, 2010: 12). Pemahaman yang dihasilkan
dari layanan orientasi adalah pemahaman tentang keadaan lingkungan baru
(sekolah) sebagai kondisi sekitar siswa yang secara langsung mempengaruhi
dalam proses belajar mengajar. Dengan diperolehnya pemahaman yang baik
tentang keadaan lingkungan sekolah yang baru, maka siswa dapat menyesuaikan
diri dengan kondisi yang ada di sekolah dan dapat menjalani kehidupan sekolah
dengan baik. Sedangkan pencegahan dimaksudkan siswa yang telah memperolah
pemahaman tentang lingkungan baru dapat menyesuaikan diri sehingga siswa
akan dapat terhindar dari berbagai masalah yang akan menghambat, mengganggu
ataupun menimbulkan kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di
sekolah.
2.3.1.3Komponen Layanan Orientasi
Komponen dalam program bimbingan mencakup usaha untuk membekali
siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya serta
atau data sosial tentang diri sendiri, sebagaimana diperoleh dalam rangka
pengumpulan data melalui alat-alat tes dan nontes (Winkel dan Hastuti,
2004:316). Komponen dalam layanan orientasi terdiri atas konselor, peserta
layanan orientasi, dan lingkungan baru atau suasana baru yang menjadi isi layanan
(Prayitno, 2004: 31). Konselor merupakan ahli pelayanan bimbingan dan
konseling, penyelanggara layanan orientasi. Konselor juga dapat dibantu oleh
penyaji atau nara sumber lain dan personil lapangan sesuai denga nisi layanan.
Peserta layanan adalah orang – orang atau indivisu yang sedang atau akan berada
pada, atau memerlukan suasana, lingkungan, atau obyek baru. Materi layanan
adalah berbagai elemen berkenaan dengan suasana, lingkungan, dan objek-objek
yang ada dilapanganyang terkait dengan apa yang dianggap baru oleh individu.
2.3.1.4Asas Layanan Orientasi
Asas dalam layanan orientasi terdiri dari asas kegiatan yaitu peserta
layanan di tuntut untuk aktif dalam menjalani berbagai kegiatan yang telah
direncanakan konselor. Selanjutnya adalah asas kerahasiaan diberlakukan
terhadap hal-hal yang bersifat pribadi (Prayitno, 2004: 35).
2.3.1.5Pendekatan dan tenik Layanan Orientasi
Layanan orientasi diselenggarakan dengan pendekatan langsung dan
terbuka. Menurut Prayitno (2004: 36) layananan orientasi bisa dilakukan dengan
format :
1) Format lapangan. Dalam format ini peserta layanan mengunjungi
2) Format klasikal. layanan orientasi dilakukan di dalam kelas dengan syarat
obyek-obyek yang hendak dibahas dibawa di dalam kelas, dalam bentuk
contoh, miniature, video, atau bentuk-bentuk gambar.
3) Format kelompok. Format ini memanfaatkan dinamika dalam kelompok
untuk membahas obyek-obyek yang akan di perkenalkan.
4) Format individual. Diberikan kepada individu tertentu, dengan isi layanan
yang secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan individu.
5) Format kolaboratif. Format ini melibatkan pihak-pihak dari luar peserta
didik untuk ikut membantu dalam pelayanan orientasi.
Sedangkan teknik yang bisa diterapkan dalam layanan orientasi dengan
penyajian bisa melalui: ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Pengamatan dengan
melihat obyek-obyek yang ada, partisipasi melibatkan diri secara langsung dalam
suasana dan kegiatan, mencoba, dan mengalami sendiri. Teknik yang terakhir
adalah teknik studi dokumentasi yaitu membaca dan mempelajari berbagai
dokumen yang ada.
2.3.1.6Operasionalisasi Layanan Orientasi
Dalam pelaksanaanya layanan orientasi harus melalui perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi agar tujuan dari layanan dapat tercapai dengan
maksimal. Menurut Supriyo (2010: 13) Guru BK harus merencanakan kegiatan
terlebih dahulu meliputi:
1)menetapkan materi layanan orientasi yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik,
3) menetapkan sasaran layanan,
4) menetapka bahan, sumber bahan, serta personil yang terkait dan peranan
masing-masing
5) menetapkan metode dan teknik serta media yang akan digunakan, (f)
menetapkan rencana penilaian,
6) mempertimbangkan keterkaitan antara layanan orientasi dengan layanan
lainya,
7) menetapkan waktu dan tempat.
Setelah tahap perencanaan selanjutnya guru BK masuk ke tahap
pelaksanaan atau tahap inti dari layanan orientasi yang mana meiputi:
1) persiapan pelaksanaan,
2) persiapan fisik (tempat dan peralatan),
3) persiapan bahan,
4) persiapan personil,
5) persiapan ketrerampilan menyiapkan,
6) persiapan administrasi,
7) pelaksanaan kegiatan,
8) persiapan metode,
9) penyampaian materi layanan orientasi,
10) administrasi.
Dalam penyampaian materi guru BK bisa menggunakan beberapa
metode sebagai contoh metode ceramah, menggunakan media video dan audio,
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi diamana setelah tahap pelaksanaan
guru BK melakukan evaluasi meliputi evaluasi proses mulai dari perencananan
sampai pelaksanaan dan evaluasi hasil dari pelaksanaan layanan. Selanjutnya guru
BK melakukan analiasi hasil dari layanan apakah ada kemajuan atau tidak jika
tidak apakah memerlukan tindak lanjut atau tidak.
2.3.2 Layanan Informasi
2.3.2.1 Konsep Dasar Layanan Informasi
Pelayanan informasi merupakan salah satu layanan yang memfokuskan
pada pemberian informasi kepada peserta didik agar memahami diri dan
lingkungannya (Sugiyo 2011: 19). layanan informasi bermaksud memberikan
pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal
yang diperlukan untuk menjalani tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah
suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki (Prayitno, 2004: 259). Pemberian
informasi sebagai salah satu komponen dalam program bimbingan dan sebagai
salah satu layanan bimbingan (Winkel dan Hastuti, 2004: 316). Senada dengan
pengertian diatas menurut pendapat Sukardi dan Kusmawati (2008: 57) “pelayanan informasi merupaka pelayanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan konseli memahami suatu hal yang diperlukan konseli”.
Layanan informasi merupakan proses bantuan yang diberikan kepada para
siswa tentang berbagai aspek kehidupan yang dipandang penting bagi mereka,
baik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung seperti, melalui media
cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah,, dan internet
dan lingkungan dalam membuat keputusan secara tepat. Informasi bagi individu
semakin penting mengingat kegunaan informasi sebagai acuan untuk bersikap
dan bertingkah laku sehari-hari, sebagai pertimbangan bagi arah pengembangan
diri, dan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kegunaan yang dimaksud terkait
juga dengan adanya berbagai kesempatan di masyarakat sekitar, masyarakat yang
lebih kuat, maupun masyarakat global. Tanpa informasi yang cukup siswa tidak
akan mampu mengambil keputusan secara tepat. Salah pilih sekolah, salah pilih
pekerjaan, seringkali menjadi akibat dari kurangnya informasi menurut
(Prayitno 2004: 1).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian layanan informasi adalah memberikan pemahaman kepada
individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk
menjalani tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau
rencana yang dikehendaki.
2.3.2.2Tujuan Layanan Informasi
Tujuan umum layanan informasi adalah dikuasainya informasi tertentu
oleh peserta layanan (Prayitno, 2004: 2). Informasi tersebut selanjutnya digunakan
oleh peserta untuk keperluan sehari-hari (dalam rangka effective daily living) dan
perkembangan dirinya. Sedangkan tujuan khusus layanan informasi terkait dengan
fungsi-fungsi konseling. Fungsi pemahaman paling domain dan paling langsung
diemban oleh layanan informasi. Peserta layanan memahami informasi, dengan
berbagai seluk beluknya sebagai isi layanan. Penguasaan layanan informasi
untuk mengembangkan dan memelihara potensi yang ada, dan memungkinkan
peserta didik untuk membuka diri dalam mengaktualisasikan hak–haknya.
Sedangkan menurut Winkel dalam Hastuti (2004: 316) layanan informasi
diadakan untuk membekali para siswa dengan pengetahuan tentang data dan fakta
dibidang pendidikan dan sekolah, bidang pekerjaan, dan bidang perkembangan
pribadi-sosial supaya mereka belajar tentang lingkungan hidupnya dan dapat
mengatur dan merencanakannya. Tujuan pelayanan informasi ditunjukkan untuk
memeberikan pemahaman dan penyesuaian diri terhadap hal baru yang perlu
diketahui (Sukardi dan Kusmawati, 2008: 57).
Untuk mencapai tujuan–tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan
kesempatan untuk: 1) mengenal dan memehami potensi, kekuatan, dan
tugas-tugas perkembangannya, 2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang
ada dilingkungannya, 3) mengenal dan menentukan tujuan dari rencana hidupnya,
4) memahami dan mengatasi kesulitan sendiri, 5) menggunakan kemampuannya
untuk kepentingan dirinya, lembaga dan masyarakat, 6) menyesuaikan diri dengan
keadaan dan tuntutan lingkungan, dan 7) mengembangkan kekuatan dan potensi
secara tepat, teratur, dan optimal (Yusuf, 2009: 49).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
layanan informasi adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang suatu hal yang perlu diketahui untuk dapat mengatur dan merencanakan
2.3.2.3Komponen Layanan Informasi
Komponen dalam program bimbingan mencakup usaha untuk membekali
siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya serta
proses perkembangan dengan data dan fakta yang bukan berupa data psikologis
atau data sosial tentang diri sendiri, sebagaimana diperoleh dalam rangka
pengumpulan data melalui alat-alat tes dan nontes (Winkel dan Hastuti 2004:
316). Dalam layanan informasi terdapat beberapa komponen pokok yaitu,
konselor dan peserta (Prayitno, 2004: 44). Konselor sebagai tenaga ahli dalam
pelayanan informasi artinya menguasai sepenuhnya informasi yang menjadi isi
layanan, mengenal dengan baik peserta layanan dan kebutuhannya akan
informasi, dan menggunakan cara-cara efektif untuk melaksanakan layanan.
Sedangkan peserta layanan informasi dapat berasal dari berbagai kalangan. Pada
dasarnya seseorang bebas untuk mengikuti layanan informasi sepanjang isi
layanan bersifat terbuka dan tidak menyangkut pribadi – pribadi tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
komponen layanan informasi yaitu, konselor sebagai seorang ahli yang
memberikan materi dan peserta sebagai seseorang yang membutuhkan suatu
informasi dengan suka rela menjadi pendengar dalam layanan informasi.
2.3.2.4Asas Layanan Informasi
Asas adalah dasar atau landasan yang mendasari penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling. Berdasarkan landasan yang ada, maka dibuatlah
prinsip-prinsip bimbingan. Sedangkan menurut Prayitno (2004: 7) menyatakan bahwa ”layanan informasi umumnya merupakan kegiatan yang diikuti oleh sejumlah
perserta dalam suatu forum terbuka. Asas kegiatan mutlak diperlukan didasarkan pada kesukarelaan dan keterbukaan, baik dari para peserta maupun konselor”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas layanan informasi
adalah kesukarelaan dan keterbukaan yakni sesuatu kegiatan yang harus
dilakukan.
2.3.2.5Jenis Layanan Informasi
Jenis informasi yaitu: informasi pendidikan, informasi jabatan, informasi
sosial budaya (Prayitno, 2004: 259). Sedangkan menurut Sukardi dan Kusmawati
(2008: 58) jenis layanan informasi meliputi “informasi pengembangan pribadi,
informasi jabatan, informasi keidupan keluarga, sosial kemasyarakatan,
keberagaman, sosial budaya, dan lingkungan”. Materi layanan informasi dapat
berupa : 1) Pemahaman dan pengenalan perilaku etis, 2) pemahaman dan
pengenalan kematanagan intelektual dan emosional, 3) pengenalan dan
pemahaman perilaku bertanggungjawab, 4) pengenalan dan pengembangan
kemandirian, dan 5) pengenalan dan pemahaman wawasan karier (Sugiyo, 2011:
19).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis
layanan informasi meliputi informasi pengembangan pribadi, informasi jabatan,
informasi kehidupan keluarga, keberagaman, sosial kemasyarakatan, sosial
budaya dan lingkungan.
Pelayanan penyajian informasi dikatakan berhasil dengan kriteri yaitu: 1)
jika para siswa telah dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan
yang baru, 2) jika para siswa telah memperoleh sebanyak mungkin sumber
informasi tentang: cara belajar, informasi sekolah, dan informasi pemilihan
jurusan atau program (Sukardi dan Kusmawati, 2008: 61). Kriteria seseorang
menjadi peserta layanan informasi pertama-tama menyangkut pentingnya isi
layanan bagi peserta yang bersangkutan. Informasi bergantung pada kebutuhan
para peserta layanan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa layanan informasi
dikatakan berhasil dengan kriteria, yaitu: 1) jika para siswa telah dapat
menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan yang baru, 2) jika para
siswa telah memperoleh sebanyak mungkin sumber informasi.
2.3.2.7Pendekatan dan Teknik Layanan Informasi
Menurut pendapat Prayitno (2004: 8) pendekatan dan teknik layanan
informasi adalah sebagai berikut:
1) Ceramah, Tanya jawab dan Diskusi. Cara penyampaian informasi yang paling
bisa diguanakan adalah ceramah, yang diikuti dengan tanya jawab. Untuk
mendalami informasi tersebut dapat dilakukan diskusi diantara para peserta
2) Media. Dalam penyampaian informasi dapat digunakan media pembantu
berupa alat peraga, media tulis dan grafik, serta kerangka dan program
3) Acara khusus. Melalui acara khusus di sekolah misalnya, dapat digelar “hari karir” yang didalamnya ditampilkan informasi tentang karier dalam spektrum
yang luas.
4) Waktu dan tempat. Layanan informasi sangat bergantung pada format dan isi
layanan. Format klasikal dan isi layanan yang terbatas untuk para siswa dapat
diselenggarakan di kelas–kelas menurut jadwal pembelajaran sekolah.
Layanan informasi dengan acara khusus memerlukan waktu dan tempat
sendiri yang perlu diatur secara khusus.
5) Penilaian. Penilaian hasil layanan informasi difokuskan pada pemahaman
para peserta terhadap informasi yang menjadi isi layanan unsur
(understanding) sangat dominan. Pemahaman para peserta layanan itu lebih
jauh dapat dikatakan dengan kegunaan bagi peserta dan apa yang dilakukan
peserta berkenaan dengan informasi yang diperolehnya. Evaluasi lisan
digunakan untuk mengungkapakan pemahaman peserta tentang informasi
yang baru saja disajikan sehingga dilakukan penilaian segera (laiseg).
Penilaian jangka pendek (laijapen) dan jangka penjang (laijapang)
diselenggarakan sesuai dengan kegunaan materi informasi dalam kaitannya
dengan pengentasan masalah klien secara khusus dengan ditangani melalui
layanan informasi dan layanan konseling lainnya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan dan
teknik layanan informasi adalah ceramah, media, acara khusus, waktu dan tempat,
2.3.2.8Operasional Layanan Informasi
Layanan informasi perlu direncanakan oleh konselor dengan cermat, baik
mengenal informasi yang menjadi isi layanan, metode maupun media yang
digunakan. Kegiatan peserta selain mendengar dan menyimak perlu mendapat
pengarahan secukupnya. Langkah-langkah penyajian informasi yaitu: 1) langkah
persiapan, 2) langkah pelaksanaan, 3) langkah evaluasi (Sukardi dan Kusmawati
2008: 57). Sedangkan menurut Prayitno (2004: 15) operasionalisasi layanan
informasi adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
1) Identifikasi kebutuhan akan informasi bagi subjek (calon peserta
layanan).
2) Menetapkan materi informasi sebagai isi layanan.
3) Menetapkan subyek sasaran layanan.
4) Menetapkan nara sumber.
5) Menyiapkan prosedur, perangkat, dan media layanan.
6) Menyiapkan kelengkapan administrasi.
2. Pelaksanaan
1) Mengkoordinasikan kegiatan layanan.
2) Mengaktifkan peserta layanan.
3) Mengoptimalkan penggunaan metode dan media.
3. Evaluasi
1) Menetapkan materi evaluasi.
3) Menyusun instrumen evaluasi.
4) Mengaplikasikan instrumen evaluasi.
5) Mengolah hasil aplikasi instrumen.
4. Analisis hasil evaluasi
(1) Menetapkan norma/ standar evaluasi.
(2) Menetapkan analisis.
(3) Menafsirkan hasil analisis.
5. Tindak lanjut
(1) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut.
(2) Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait.
(3) Melaksanakan rencana tindak lanjut.
6. Pelaporan
(1) Menyusun laporan layanan orientasi.
(2) Menyampaikan laporan pihak terkait.
(3) Mendokumentasikan laporan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi
layanan informasi adalah : perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil
evaluasi, tindak lanjut, dan pelaporan.
2.3.3Layanan Penguasaan Konten
2.3.3.1 Konsep Dasar Layanan Penguasaan Konten
Menurut Supriyo (2010: 37) “layanan pembelajaran (penguasaan konten)
yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik
materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya”. Layanan penguasaan konten
yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik
(konseli) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan
belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
Sedangkan Menurut Sukardi (2008: 62) layanan penguasaan konten
(pembelajaran) yaitu “layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap, kebiasaan, kesulitan
atau aspek dalam belajar lainnya”. Layanan ini merupakan bagian integral dari
layanan bimbingan dan konseling, sedangkan layanan bimbingan konseling
merupakan bagian dari progam pendidikan di sekolah.
Pemberian layanan penguasaan konten dapat dilakukan secara klasikal,
kelompok dan perorangan. Namun biasanya dilakukan secara klasikal dengan
memberikan materi terlebih dahulu dengan metode ceramah maupun dengan
diskusi lalu didukung dengan penggunaan teknik yang disesuaikan dengan
kebutuhan materi. Lanjut Prayitno (2004: 89) menjelaskan bahwa “layanan
penguasaan konten membantu individu menguasai aspek-aspek konten secara
tersinergikan”. Dengan konten yang diajarkan, diharapkan individu mampu
memiliki sesuatu yang berguna untuk memenuhi kebutuhannya serta mengatasi
masalah-masalah yang dialaminya.
Dari penjelasan kedua pendapat diatas, maka peneliti penyimpulkan bahwa
konseling yang diberikan dalam individu maupun kelompok dengan tujuan
untuk memberikan pemahaman, mengembangkan, dan membelajarkan siswa
terhadap suatu konten tertentu yang dibutuhkan oleh siswa.
2.3.3.2 Tujuan dan Fungsi Layanan Penguasaan Konten
Mugiarso (2011: 61) “layanan penguasaan konten (pembelajaran)
dimaksudkan untuk memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan
sikapdan kebiasaan belajar yang baik, ketrampilan dan materi belajar yang cocok
dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan dirinya”. Tujuan umum layanan
penguasaan konten yakni dikuasainya suatu konten tertentu yang dibutuhkan,
sehingga siswa yang bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupannya secara
efektif. Sedangkan tujuan khusus dalam layanan penguasaan konten dapat dilihat
dari kepentingan atau kebutuhan siswa dan isi konten tertentu. Penekanan pada
fungsi layanan dan sesuai isi konten yang diinginkan akan mencapai tujuan
khusus layanan penguasaan konten. Dengan menguasai konten (kemampuan atau
kompetensi yang diajarkan) dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan
ketarampilan, sikap tertentu dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah
kehidupan. Tujuan dalam layanan penguasaan konten lebih khusus dijelaskan
pada fungsi-fungsi bimbingan dan konseling.
Layanan penguasaan konten diharapkan mampu memberikan pengaruh
positif pada kehidupan siswa meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, karir, dapat
konten ialah fungsi pemeliharaan dan pengembangan yakni fungsi yang akan
menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif siswa dalam perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan
(Supriyo, 2010: 38). Sedangkan menurut Prayitno (2004: 90) tujuan khusus
layanan penguasaan konten terkait dengan fungsi-fungsi konseling yakni:
1) Fungsi pemahaman merupakan barbagai hal aspek konten yang perlu untuk
dipahami, seperti konsep, sikap, tindakan, nilai-nilai dan aturan.
2) Fungsi pencegahan, apabila kontennya terarah kepada terhindarkanya
individu dari mengalami masalah tertentu.
3) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan penguasaan konten apabila
memang untuk mengatasi masalah yang dialami individu.
4) Fungsi pengembangan dan pemeliharaan yakni apabila konten dapat
mengembangkan potensi individu sekaligus memelihara potensi yang telang
berkembang.
2.3.3.3Asas – asas Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten sama halnya dengan layanan bimbingan dan
konseling lainnya yang memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam
pemberian layanan atau biasa disebut dengan asas. Prayitno dalam Mugiarso
(2011: 24) menyebutkan asas yang dimaksudkan dalam layanan bimbingan dan
konseling yakni asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian,
kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih
tangan dan tut wuri handayani. Asas yang paling diutamakan dalam layanan
benar-benar aktif mengikuti dan menjalani semua kegiatan yang ada di dalam proses
layanan. Selain itu layanan ini dilandasi juga dengan asas kesukarelaan dan
keterbukaan. Asas kesukarelaan yakni baik pemberi maupun penerima layanan
secara suka dan rela tanpa ada paksaan untuk melaksanakan layanan ini.
Sedangkan asas keterbukaan yakni dimana penerima layanan bersedia untuk
membuka diri dalam rangka untuk pemecahan masalahnya. Menurut Winkle
(2004: 75) keberhasilan layanan bimbingan dan konseling sangat bergantung pada
motivasi subyek yang dibimbing dan kesediaannya untuk membuka diri,
merefleksikan diri sendiri, serta mengusahakan perubahan dalam sikap dan
tindakan.
2.3.3.4Pendekatan dan Komponen Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten dilaksanakan secara langsung dengan format
klasikal. Layanan ini megajak dan mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi
dalam mengikuti layanan, terutama siswa diharapkan dapat menguasai konten
yang diajarkan. Pratyitno (2012: 95) menyebutkan bahwa ada dua nilai proses
pembelajaran yaitu :
1) High-touch yaitu sentuhan tingkat tinggi mengenai aspek-aspek
kepribadian dan kemanusiaan peserta layanan. Terutama yang berkaiatan
dengan aspek afektif, sikap, nilai dan moral melalui implementasi
konselor diantaranya kewibawaan, kasih sayang dan kelembutan,
keteladanan, pemberian penguatan, tindakan tegas yang mendidik. Dalam
berbagai aspek yang akan mempengaruhi kewibawaan dalam
mengimplementasikannya di hadapan siswa.
2) High-tech yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas
penguasaan konten, melalui implementasi oleh konselor meliputi materi
pembelajaran, metode pmbelajaran, alat bantu pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, penilaian dan hasil pembelajaran. Dalam hal ini kreativitas
pembimbing (konselor) dalam memberikan layanan penguasaan konten
dapat mempengaruhi kualitas konten yang akan diajarkan.
Layanan penguasaan konten diharapkan dapat berdampak positif bagi setiap
individu yang berpartisispasi didalamnnya. Komponen layanan penguasaan
konten menurut Prayitno (2004: 92) adalah sebagai berikut:
1) Konselor yakni penyelenggara layanan penguasaan konten dengan
menggunakan media dan teknik layanan yang sesuai. Konselor menguasai
konten yang akan diberikan kepada siswa.
2) Individu adalah subyek yang menerima layanan atau membutuhkan
penguasaan konten tertentu demi pemenuhan tuntutan perkembangannya.
3) Konten yakni isi layanan yang menjadi pokok bahasan dan materi layanan
meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, karir. Konten dapat berbentuk materi
atau acuan yang terkait tugas perkembangan, kegiatan dan hasil belajar, nilai
dan moral kehidupan, serta permasalahan khusus individu.
Layanan penguasaan konten (pembelajaran) dilakukan melalui tahap
perencanaan program, pelaksanaan program, evaluasi pelaksanaan program,
analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut pelaksanaan program (Supriyo, 2010: 43).
Sedangkan Tohirin (2008: 162) menjelaskan operasionalisasi layanan penguasaan
konten kedalam beberapa tahap yaitu:
1. Perencanaan
1) Menetapkan subjek atau peserta layanan
2) Menetapkan dan menyiapkan konten yang akan dipelajari secara rinci
3) Menetapkan proses dan langkah-langkah layanan
4) Menetapkan dan menyiapkan fasilitas layanan
5) Menyiapkan kelengkapan administrasi
Sedangkan menurut Prayitno (2004: 102) dalam tahap perencanaan
yakni menetapkan subyek, konten, proses dan langkah yang dikemas dalam
bentuk satuan layanan
2. Pelaksanaan
1) Melaksanakan kegiatan layanan melalui pengorganisasian proses
pembelajaran penguasaan konten melalui tiga tahapan yaitu : penyajian
materi konten, tanya jawab, kegiatan lanjutan (diskusi kelompok,
kegiatan kelompok, penugasan atau latihan terbatas, survey lapangan,
percobaan, atau latihan tindakan).
2) Mengimplementasikan high-touch dan high-tech dalam proses
3. Evaluasi
1) Menetapakan materi evaluasi
2) Menetapkan prosedur evaluasi
3) Menyususun instrumen evaluasi
4) Mengaplikasikan instrumen evaluasi
5) Mengolah hasil aplikasi instrument
Menurut Prayitno (2004: 103) mengemukakan bahwa “penilaian hasil
layanan penguasaan konten ditekankan kepada penguasaan peserta atau atas
aspek-aspek konten yang dipelajari”. Penilaian hasil layanan diselenggarakan
dalam tiga tahap yakni (Prayitno, 2004: 104) :
1) Penilaian segera (laiseg), penilaian yang diadakan segera setelah diakhirinya setiap kegiatan layanan.
2) Penilaian jangka pendek (laijapen), penilaian yang diadakan beberapa waktu (satu minggu sampai satu bulan).
3) Penilaian jangka panjang (laijapang), penilaian yang diadakan setelah satu bulan atau lebih pasca layanan.
Penilaian laijapen dan laijapang dapat dilakukan jika pemberian layanan
penguasaan konten tertentu dilakukan sejumlah sesi konten-konten yang
berkelanjutan.
4. Ananlisis hasil evaluasi
1) Menetapkan norma atau standar evaluasi
2) Melakukan analisis
3) Menafsirkan hasil evaluasi
1) Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut
2) Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada peserta layanan
3) Melaksanakan rancana tindak lanjut
6. Laporan
1) Menyusun laporan pelaksanaan layanan penguasaan konten
2) Menyampaikan laporan kepada pihak terkait
3) Mendokumentasikan laporan layanan
2.3.4 Layanan Penempatan dan Penyaluran
2.3.4.1 Konsep Dasar Layanan Penempatan dan Penyaluran
Menurut Mugiarso (2011: 59) layanan penempatan penyaluran adalah
layanan yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan posisi dan pilihan yang
tepat yaitu berkenaan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/
karier, kegiatan ekstrakulikuler, program latihan dan pendidikan yang lebih tinggi
sesuai dengan kondisi fisik dan psikologisnya. Dalam hal ini konselor merupakan
penasihat dan penyumbang utama bagi data, masukan, dan bahan-bahan
pertimbangan tentang arah dan penempatan penyaluran. Peranan orang tua dan
wali siswa juga penting dalam memberikan data penduku