• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Eliminasi (Konstipasi) di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Eliminasi (Konstipasi) di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN

PRIORITAS MASALAH KEBUTUHAN DASAR

GANGGUAN ELIMINASI: KONSTIPASI DI

RSUD dr. PIRNGADI MEDAN

Karya Tulis Ilmiah

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

M. AMARULLAH AKBAR 112500077

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Eliminasi (Konstipasi) di RSUD dr. Pirngadi Medan”, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan kemampuan serta pengalaman penulis. Karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna dijadikan pedoman bagi penulis dikemudian hari.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rosina Br. Tarigan, S,Kp, M.Kep, SpKMB selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga serta memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan selama proses penyusunan hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam kesempatan yang sama pula penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Yesi Ariani, S.Kep, M.Kep selaku dosen penguji. Terkhusus buat ibu saya tercinta yang selalu memotivasi saya dalam study saya dan yang selalu berdoa dan berjuang untuk saya. Terimakasih juga buat bu Ayang dan adik-adik tercinta Rida, Japang, Aira, Rifa, kakak dan abang tercinta kak Yani, bang Rafli, dan bang Ikhsan serta keluarga besar Sidi Ali. Trimakasih buat motivasi, masukan yang positif, support, kasih sayang, dan doa nya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, SKp., MNS. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp., MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanuddin A. Harahap, SKp., MNS. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(4)

6. Mula Tarigan, SKp., M.Kes selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Dosen Fakultas Keperawatan khususnya jurusan DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Pegawai Ruang E.Terpadu yang memberi izin dan bimbingan serta kerjasama dalam mengambil kasus.

9. Serta Teman-Teman yang telah banyak memberi semangat, doa dan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, Juni 2014 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 4

2.1 Proses dan Gangguan Eliminasi ... 4

2.1.1 Struktur dan Fungsi Sistem Gastrointestinal ... 4

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Alvi... 5

2.1.3 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Alvi .. 6

2.1.4 Proses Defekasi ... 7

2.1.5 Gangguan Eliminasi: Konstipasi ... 9

2.2 Proses Keperawatan ... 10

2.2.1 Pengkajian ... 10

2.2.2 Analisa Data ... 11

2.2.3 Rumusan Masalah ... 11

2.2.4 Perencanaan ... 12

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus ... 14

2.3.1 Pengkajian ... 14

2.3.2 Analisa Data ... 23

2.3.3 Rumusan Masalah ... 24

2.3.4 Perencanaan Keperawatan ... 25

2.3.5 Implementasi dan Evaluasi ... 27

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

3.1 Kesimpulan ... 28

3.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA

(6)
(7)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah (Ismail, 2008).

Populasi penderita diabetes di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (Promosi Kesehatan Online, Juli 2005).

Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan bangsa-bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang.

Masalah diabetes melitus di negara-negara berkembang tidak pernah mendapat perhatian para ahli diabetes di negara-negara barat sampai dengan kongres International Diabetes Federation (IDF) ke IX tahun 1973 di Brussel. Baru pada tahun 1976, ketika kongres (IDF) di New Delhi India, diadakan acara khusus yang membahas diabetes melitus di daerah tropis. Setelah itu banyak sekali penelitian yang dilakukan di negara berkembang dan data terakhir dari WHO menunjukkan justru peningkatan tertinggi jumlah pasien diabetes malah di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

(8)

epidemiologis di negara berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat berupa komplikasi mikrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006).

Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan neuropati diabetik antara lain ialah Neuropati otonom : Neuropati sudomotor, neuropati otonom kardiovaskuler, neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria.

Neuropati gastrointestinal adalah gangguan pada fungsi persarafan gastrointestinal. Seharusnya saluran gastrointestinal mendapat inervasi dari cabang-cabang saraf parasimpatis dan simpatis dari system saraf otonom. Akibat dari neuropati gastrointestinal system saraf parasympatis yang berfungsi sebagai pembangkit utama dari pergerakan system gastrointestinal tidak dapat bekerja dan system saraf simpatis yang berfungsi sebagai penghambat utama dari pergerakan system gastrointestinal bekerja secara maksimal. Hal ini berdampak pada melambatnya pergerakan peristaltic usus. Akibatnya seseorang yang mengalami neuropati gastrointestinal dapat mengalami konstipasi (Muttaqin, 2011).

Konstipasi adalah defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat fasesnya sulit dan kadang menimbulkan nyeri. Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras (Smeltzer & Bare, 2002).

(9)

mempertahankan kebersihan, aktivitas, mencegah terjadinya kecelakaan, mempertahankan mekanika tubuh, memfasilitasi masukan oksigen, dan mempertahankan nutrisi (Potter & Perry, 2005).

Atas beberapa pertimbangan tersebutlah saya mengangkat masalah gangguan eliminasi konstipasi sebagai kasus dalam pembuatan karya tulis ilmiah saya ini. Hal lain yang menjadi factor pertimbangan saya adalah karena selama saya dinas di RSUD. Dr. pirngadi medan pasien kelolaan saya adalah pasien yang didiagnosa penyakit diabetes mellitus dengan keluhan belum BAB selama 3 minggu.

1.2 Tujuan

1. Mengidentifikasi gangguan eliminasi: konstipasi yang dialami ny.s di ruang E.Terpadu di RSUD.dr.Pirngadi, Medan.

2. Menyusun asuhan keperawatan dengan diagnose gangguan eliminasi: konstipasi. 3. Menerapkan askep yang komprehensif pada masalah gangguan eliminasi: konstipasi yang dimulai dari proses keperawatan (pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, dan evaluasi) sampai pendokumentasian terhadap askep yang telah diberikan.

1.3 Manfaat

1. Kegiatan belajar mengajar

Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang intervensi terhadap gangguan eliminasi: konstipasi. Dan sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa D3 keperawatan USU. 2. Praktik keperawatan

Menambah referensi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif dan menambah mutu pelayanan dalam praktik keperawatan.

3. Kebutuhan klien

(10)

BAB 2

PENGELOLAAN KASUS

2.1 Proses dan Gangguan Eliminasi

2.1.1 Struktur dan Fungsi Sistem Gastrointestinal

Sistem gastrointestinal (disebut juga sistem digestif atau sistem pencernaan) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah, serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan prankeas yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan (Muttaqin & Sari, 2011).

Sistem gastrointestinal mempunyai fungsi utama yaitu untuk menyuplai nutrisi bagi sel-sel tubuh. Kondisi ini dapat terlaksana dengan optimal melalui beberapa aktivitas, meliputi Ingesti proses material masuk ke saluran pencernaan melalui mulut, Digesti proses penguraian dengan melibatkan bahan kimia, Absorbsi proses penyerapan material oleh epitalium, dan Eliminasi proses pembuangan/ekskresi dari produk sisa tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).

Selain aktivitas fisiologis di atas, permukaan saluran pencernaan juga melakukan peran proteksi untuk melindungi jaringan terhadap 1) efek korosif dari asam dan enzim, 2) respons tekanan mekanik seperti abrasi, dan 3) agen bakteri yang ikut serta dalam material makanan. Epithelium saluran pencernaan menyediakan pertahanan non-spesifik dari bakteri. Bakteri yang bisa menembus jaringan kemudian akan dihancurkan oleh makrofag dan sel-sel dari sistem imun (Muttaqin & Sari, 2011).

Saluran gastrointestinal merupakan suatu pipa dengan panjang sekitar 9 meter yang dimulai dari mulut sampai ke anus. Seluruh saluran berisi empat lapisan dari dalam ke luar yaitu: 1) mukosa, 2) submukosa, 3) otot, dan 4) serosa. Selain lapisan utama tersebut, terdapat selapis tipis serat-serat otot polos yaitu muskularis mukosa yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa. Fungsi motorik dari usus dikerjakan oleh berbagai lapisan otot polos ini (Muttaqin &Sari, 2011).

(11)

karakteristik material, suhu, dan reseptor rasa, serta menyekresiakan mucus dan enzim. Kelenjar saliva yang berfungsi sebagai penyekresi air liur ke rongga mulut oleh kelenjar saliva sublingual dan submandibular bawah lidah, serta oleh kelenjar parotis yang mempunyai fungsi utama sebagai lubrikasi atau pelumas untuk memperhalus material, Saliva mengandung enzim amylase (ptyalin) yang menguraikan zat tepung menjadi maltose. Gigi yang berfungsi sebagai proses mekanik dalam menghancurkan makanan. Faring yang berfungsi sebagai jalan untuk material makanan, cairan, dan udara. Esophagus yang berfungsi membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung. Lambung yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan cairan lambung (kimus/makanan yang bercampur dengan secret lambung) ke duodenum. Usus halus yang berfungsi sebagai transportasi dan pencernaan makanan, serta arbsorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. Kolon dan Rektum yang berfungsi menyerap air, vitamin, natrium, dan klorida, serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mucus, dan menyimpan feses dan mengeluarkannya. Selain itu, kolon merupakan tempat pencernaan karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan lingkungan yang baik bagi bekteri untuk menghasilkan vitamin K (Muttaqin & Sari, 2011).

Organ aksesori sistem gastrointestinal meliputi Pancreas yang berfungsi mempermudah penyimpanan makanan dengan mengeluarkan insulin setelah makan dan menyediakan mekanisme bagi mobilisasi makanan dengan mengeluarkan glucagon selama masa puasa. Hati yang berfungsi sebagai metabolisme glukosa, metabolisme lemak, metabolisme asam amino, pemindahan produk sisa, biotransformasi hormon, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, inaktivasi obat, biotransformasi bilirubin, pembentukan protein plasma, pembentukan factor pembekuan, dan fungsi imunologis. Kandung empedu tidak mengandung enzim-enzim pencernaan, tetapi mengandung garam-garam empedu yang berfungsi untuk mengemulsifikasi lemak. Garam empedu bekerja sebagai deterjen untuk menguraikan lemak menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Hanya dalam bentuk butiran-butiran halus inilah lemak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Muttaqin & Sari, 2011).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Alvi

1. Saluran gastrointestinal bagian atas

(12)

2. Saluran gastrointestinal bagian bawah

Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengarbsorbsi air, nutrient, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Chyme bergerak karena adanya peristaltic usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Haustral Shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu arbsorbsi air, Kontraksi Haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semi padat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.3 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Alvi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat arbsorbsi elektrolit Na, Cl, K, Mg, HCO3, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur (Hidayat, 2006).

Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mencegah produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar, feses itu lunak dan berair. Jika feses terlalu lama dalam usus besar, maka akan terlalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan keras (Hidayat, 2006).

(13)

saluran anus. Dalam rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Segitiga lapisan tersebut merupakan rectum yang menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena (Hidayat, 2006).

Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya, 1 / 2-1 /3 dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya (Hidayat, 2006).

Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrient maupun elektrolit kemudian akan diarbsorbsi. Usus akan mansekresi mucus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorbs, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, di antaranya Haustral Suffing atau dikenal dengan gerakan mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorbsi air; Kontraksi Haustral atau gerakan mendorong zat makanan/air pada daerah kolon; dan gerakan Peristaltik, yaitu gerakan maju ke anus (Hidayat, 2006).

Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang berada dibawah penguasaan parasimpatis. Baik diwaktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi (Hidayat, 2006).

2.1.4 Proses Defekasi

(14)

Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil (Hidayat, 2006).

Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsic yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rectum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi (Hidayat, 2006).

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk (Tarwoto & Wartonah, 2006).

(15)

prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan. Penyakit, beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi. Anastesi dan pembedahan, anastesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. Nyeri, pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomiakan mengurangi keinginan untuk buang air besar. Kerusakan sensorik dan motorik, kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi (Tarwoto & Wartonah, 2006).

2.1.5 Gangguan Eliminasi: Konstipasi

Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum (Potter & Perry, 2005).

Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mucus, yang disekresi oleh kelenjardalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini (Potter & Perry, 2005).

Tanda klinis konstipasi antara lain adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, adanya keluhan pada rectum, nyeri saat mengejan dan defekasi, dan adanya perasaan masih ada sisa feses. (Hidayat, 2006)

(16)

2.2 Proses Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Asmadi, 2008).

Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi: pengumpulan data, analisa data, sistematika data, dan penentuan masalah (Asmadi, 2008).

Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dala proses keperawatan. Data yang salah atau kurang tepat dapat mengakibatkan kesalahan dalam penetapan diagnosis yang tentunya akan berdampak pada langkah selanjutnya (Asmadi, 2008).

Kegiatan utama dalam pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktivitas perawat dalam mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien (Asmadi, 2008)

(17)

2.2.2 Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Asmadi, 2008).

Pedoman analisa data meliputi menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis, identifikasi kesenjangan data, menetukan pola alternative pemecahan masalah, menerapkan teori, model, kerangka kerja, norma dan standar yang dibandingkan dengan data atau kesenjangan yang ditemukan, identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan pasien, membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul (Asmadi, 2008).

Menurut Wilkinson dan Ahren (2011), menyatakan bahwabatasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan gangguan eliminasi: konstipasi dibagi menjadi data subjektif dan data objektif. Data subjektif untuk gangguan eliminasi: konstipasi adalah nyeri abdomen, anoreksia, perasaan penuh atau tekanan pada rectum, kelelahan umum, peningkatan tekanan abdomen, sakit kepala, dan nyeri saat defekasi. Dan data objektif untuk gangguan eliminasi: konstipasi adalah perubahan pada pola defekasi, penurunan frekuensi, penurunan volume feses, distensi abdomen, feses yang kering, keras, dan padat, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, mengejan saat defekasi, dan tidak mampu mengeluarkan feses (Wilkinson & Ahern, 2011).

2.2.3 Rumusan Masalah

Bila masalah telah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang ditemuka n, kemudian diprioritaskan menurut tingkat kebutuhan dasar manusia berdasarkan hirarki Maslow. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin semua masalah diatasi bersama-sama sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana yang dapat diatasi terlebih dahulu berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia (Asmadi, 2008).

(18)

Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering. Dan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada gangguan eliminasi: konstipasi adalah Gangguan eliminasi alvi: konstipasi berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai dengan penurunan peristaltic usus 3 kali permenit (Asmadi, 2008).

2.2.4 Perencanaan

Rencana asuhan keperawatan adalah catatan yang ada tentang intervensi rencana keperawatan (Hunt Jennifer & Mark). Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008).

Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, di antaranya sebagai alat komunikasi antara sesama perawat dan tim kesehatan lainnya; meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien; serta mendokumentasikan proses dan criteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai (Asmadi, 2008).

Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan criteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).

Rancana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Asmadi, 2008).

Tujuan dalam perencanaan gangguan eliminasi: konstipasi antara lain memahami arti eliminasi secara normal, mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup, membantu latihan secara teratur, mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur, mempertahankan defekasi secara normal, mencegah gangguan integritas kulit (Hidayat,2006).

(19)
(20)

2.3 Asuhan Keperawatan Kasus

2.3.1 Pengkajian

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 66 tahun

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Agama : Protestan

Pendidikan : Tamat SLTA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Meterologi Baru, Lau Dendang, Deli Serdang Tanggal Masuk RS : 29 Mei 2014

No. Register : 00.92.73.10 Ruangan/Kamar : E. Terpadu Golongan Darah : A

Tanggal Pengkajian : 2 Juni 2014

Tanggal Operasi : Klien belum pernah dioperasi Diagnosa Medis : DM

II. KELUHAN UTAMA :

Klien mengatakan tidak dapat BAB semenjak kurang lebih 2 minggu yang lalu, merasa lelah, dan merasa penuh pada bagian perut. Klien juga mengeluh sakit pada bagian perut. Dan klien mengatakan susah untuk bernafas.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/ Palliative

1. Apa penyebabnya :

Proses penuaan dan menurunnya peristaltic usus (3 kali permenit) 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :

(21)

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan

Klien merasakan susah untuk bernafas Klien mengeluh sakit dibagian perut 2. Bagaimana dilihat

Klien meringis kesakitan

Klien terlihat susah untuk bernafas

C. Region

1. Dimana lokasinya

Klien merasa nyeri di bagian perut 2. Apakah menyebar

Rasa nyeri tidak menyebar selain diarea perut

D. Severity

Klien sangat menjaga area perutnya dari bahaya, skala nyeri 7

E. Time

Nyeri abdomen yang dirasakan klien menetap

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit, tetapi kadar gula darah pasien selalu tinggi.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Klien hanya mengkonsumsi obat gula yang diberikan oleh dokter

C. Pernah dirawat/dioperasi

Klien mengatakan tidak pernah dirawat dan dioperasi sebelumnya

D. Lama dirawat

Klien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya

E. Alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi

F. Imunisasi

(22)

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang Tua

Klien mengatakan orang tuanya tidak ada penyakit apa-apa, namun sebelum meninggal orang tua wanita klien mengeluh sakit kepala.

B. Saudara Kandung

Klien mengatakan salah seorang saudara kandungnya meninggal tiba-tiba tanpa keluhan

C. Penyakit Keturunan yang ada

Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan yang dialami

D. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa

Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Namun sebelum meninggal ada salah satu anggota keluarga klien mengalami gangguan mental seperti berteriak-teriak sendiri.

E. Anggota Keluarga yang Meninggal

Klien mengatakan keluarga yang meninggal yaitu kedua orang tuanya dan empat orang saudara kandungnya.

F. Penyebab Meninggal

Klien mengatakan keluarganya meninggal secara tiba-tiba tanpa sebab yang pasti.

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi Pasien tentang penyakitnya

Klien merasa sakitnya sebagai cobaan dari Tuhan kepada dirinya.

B. Konsep Diri

− Gambaran diri : klien mengatakan sedih dengan keadannya sekarang

− Ideal diri : klien mengatakan dia akan dapat segera sembuh

− Harga diri : klien tidak merasa malu dengan dirinya sekarang

(23)

− Identitas : klien telah menjadi masyarakat yang baik

C. Keadaan emosi : keadaan emosi klien masih dapat terkontrol

D. Hubungan sosial

− Orang yang berarti : orang yang berklien adalah keluarganya.

− Hubungan dengan keluarga : hubungan klien dengan keluarga berjalan harmonis.

− Hubungan dengan orang lain : klien dapat berinteraksi dengan baik. − Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien tidak ada

hambatan saat bersosialisasi dengan orang lain.

E. Spiritual

− Nilai dan keyakinan : Ny. S memeluk agama protestan dan percaya pada tuhannya

− Kegiatan ibadah : selama berada dirumah sakit ny.s beribadah dengan cara berdoa kepada tuhannya

VII.PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Tingkat kesadaran klien compos mentis. Keadaan klien terlihat lemas, sesak dan kesakitan.

B. Tanda-tanda Vital

− Suhu tubuh : 37,2 0C

− Tekanan darah : 130/90 mmhg

− Nadi : 64 kali permenit

− Pernafasan : 32 kali permenit

− Skala nyeri : 7

− TB : 153 cm

(24)

C. Pemeriksaan Head to toe

Kepala dan rambut

− Bentuk : Simetris

− Ubun-ubun : Normal

− Kulit kepala : Kotor

Rambut

− Penyebaran dan keadaan rambut : Keadaan rambut kotor

− Bau : Rambut sedikit berbau

− Warna kulit : Kuning langsat

Wajah

− Warna kulit : Kuning Langsat

− Struktur Wajah : Lengkap dan Simetris

Mata

− Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata ada dua dan letaknya simetris

− Palpebra : Tidak ada kotoran di palpebra − Konjungtiva dan Sclera : Konjungtiva merah muda dan

sclera putih

− Pupil : Isokor, bulat, dan sama besar.

− Cornea dan Iris : Cornea tanpa arcus (suatu struktur seperti cincin)

− Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

− Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung

− Tulang hidung dan posisi septum nasi : Normal tidak ada kelainan − Lubang hidung : Ada dua dan simetris

− Cuping hidung : tidak ada penggunaan cuping hidung saat bernafas

Telinga

− Bentuk telinga : simetris

− Ukuran telinga : sama besar kiri dan kanan

(25)

− Ketajaman pendengaran : kedua telinga dapat mendengar dengan baik

Mulut dan Faring

− Keadaan bibir : bibir lembab

− Keadaan gusi dan gigi : gusi merah muda dan gigi terlihat kotor

− Keadaan lidah : lidah berwarna merah muda

− Orofaring : dalam keadaan normal

Leher

− Posisi trachea : Letak trachea ditengah

− Thyroid : Tidak ada pembesaran

kelenjar thyroid

− Suara : Suara kecil

− Kelenjar limfe : Tidak ada kelainan

− Vena jugularis : tidak tampak pembesaran vena jugularis

− Denyut nadi karotis : denyut nadi karotis teraba jelas

Pemeriksaan integumen

− Kebersihan : kulit bersih

− Kehangatan : 37,20C

− Warna : kuning langsat

− Turgor : kembali cepat < 2 detik

− Kelembaban : keadaan kulit lembab

− Kelainan pada kulit : tidak ada kelainan

Pemeriksaan thoraks/dada

− Inspeksi thoraks : normal

− Pernafasan : frekuensi 32 kali permenit, irama cepat

(26)

Pemeriksaan paru

− Palpasi getaran suara : getaran premitus sama kanan dan kiri

− Perkusi : resonan

− Auskultasi : suara nafas normal, auskultasi vesikuler 2/1, auskultasi bronchial 1/1, auskultasi bronchovasikuler 1/2

Pemeriksaan jantung

− Inspeksi : tidak ada tonjolan atau masa

pada area dada

− Palpasi : tidak teraba massa

− Perkusi : dullness

− Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2

normal, tidak ada bunyi jantung S3 dan S4

Pemeriksaan abdomen

− Inspeksi : bentuk tidak normal dan

abdomen terlihat membesar − Auskultasi : peristaltic 3 kali permenit,

tidak ada suara tambahan − Palpasi : nyeri tekan saat di palpasi

− Perkusi : suara perkusi di bagian

abdomen thympani

Pemeriksaan musculoskeletal

Kekuatan otot normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada oedem

VIII.POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola makan dan minum

− Frekuensi makan/hari : 3 kali / hari

− Nafsu/selera makan : pasien mengatakan sulit untuk makan

(27)

− Alergi : tidak ada alergi makanan − mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah − Waktu pemberian makanan : 08.00 wib, 14.00 wib, dan

20.00 wib

− Jumlah dan jenis makanan : nasi lebih kurang 50 gr, ikan 1 potong. Namun sering tidak habis.

− Waktu pemberian cairan/minuman : pasien terpasang cairan infuse RL 20 tetes / menit, minum apabila haus

− Masalah makan dan minum : klien mengatakan susah untuk makan karena merasa penuh dibagian perut disaat makan.

II. Perawatan diri/personal hygiene

− Kebersihan tubuh: pasien selama di rumah sakit Ny. S mengatakan tidak mandi sebersih biasanya karena di bantu oleh orang lain.

Kebersihan gigi dan mulut: kurang bersih Kebersihan kuku kaki dan tangan: kurang bersih

III. Pola kegiatan/aktivitas

− Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total :

Saat ini pasien dalam melakukan kegiatan membutuhkan bantuan − Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit :

Untuk saat ini pasien tidak ada melakukan kegiatan ibadah

IV. Pola eliminasi

1. BAB

− Pola BAB : 2 hari sekali − Karakter feses : Keras

− Riwayat perdarahan : tidak ada pendarahan

− BAB terakhir : kurang lebih 2 minggu yang lalu − Diare : tidak ada diare

(28)

2. BAK

− Pola BAK : 4-6 kali / hari − Karakter urine : normal

nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: tidak ada kesulitan BAK Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada

− Penggunaan diuretic : tidak ada penggunaan diuretik Upaya mengatasi masalah : tidak ada

V. Mekanisme koping

− Adaptif

Bicara dengan orang lain Teknik relaksasi

− Maladaptif

o Reaksi lambat/berlebihan

IX. THERAPY :

Dulcolac, supo sitoria

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

(29)

2.3.2 Analisa Data

No. Data Penyebab Masalah

Keperawatan

1. DS :

− Klien mengatakan tidak dapat BAB semenjak kurang lebih 2 minggu yang lalu − Klien merasa lelah − Klien mengatakan

merasa penuh pada bagian perut

DO :

− Penurunan frekuensi BAB

− Abdomen terlihat membesar

− Bising usus hipoaktif kali permenit

Proses penuaan

Kerusakan neurologis

Kelemahan otot abdomen

penurunan peristaltik

Konstipasi

Gangguan eliminasi: Konstipasi

2. DS :

Klien mengeluh sakit pada bagian perut.

DO :

− Klien merasa lebih nyaman dan berkurang sakitnya saat sedang duduk

− Klien mengeluh sakit dibagian perut

(30)

− Skala nyeri 7

− Nyeri abdomen yang dirasakan klien menetap 3. DS :

klien mengatakan susah untuk bernafas.

DO :

− Klien terlihat sesak saat bernafas − Nafas dangkal

− RR : 32 kali permenit

Penurunan peristaltik

Gangguan BAB

Distensi abdomen

Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi

Sesak nafas

Ketidakefektipan pola nafas

2.3.3 Rumusan Masalah

Masalah Keperawatan

1. Gangguan eliminasi alvi: Konstipasi 2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri 3. Ketidakefektipan pola nafas

Diagnosa Keperawatan (Prioritas)

1. Gangguan eliminasi alvi: konstipasi berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai dengan penurunan peristaltic usus (3 kali permenit).

2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan abdomen ditandai dengan wajah meringis dan skala nyeri 7

(31)

2.3.4 Perencanaan Keperawatan Dan Rasional

Diagnosa

Keperawatan Perencanaan Keperawatan

Dx.1: Gangguan eliminasi alvi: konstipasi

Tujuan NIC: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi mendekati normal

Kriteria Hasil NOC:

a. Pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan) b. Feses lunak dan berbentuk

c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan d. Tidak ada darah di dalam feses e. Tidak ada nyeri saat defekasi

Intervensi NIC Rasional

1. Kaji frekuensi, warna, dan konsistensi feses

2. Kaji ada atau tidak bising usus dan distensi abdomen pada keempat kuadran abdomen

3. Minta program dari dokter untuk memberikan

bantuan eliminasi, seperti diet tinggi serat, pelunak feses, enema, dan laksatif 4. Anjurkan aktivitas

optimal untuk

merangsang eliminasi defekasi pasien 5. Berikan privasi dan

keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi 6. Identifikasi factor

pengobatan, tirah baring,

1. Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel

2. Deteksi dini penyebab konstipasi

3. Meningkatkan eliminasi

4. Meningkatkan pergerakan usus

5. Kenyamanan saat defekasi

(32)

dan diet yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi

7. Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan kepada pasien

8. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau peningkatan frekuensi peristaltic usus

9. Sarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter tentang konstipasinya

10. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet cairan dan serat pada eliminasi 11. Konsultasi dengan ahli gizi

untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet

7. Membuat kondisi saling percaya

8. Mengetahui tindakan medis yang tepat

9. Mengetahui keluhan-keluhan pasien

10. Menurunkan konstipasi

(33)

2.3.5 Implementasi dan Evaluasi

Hari/tanggal No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Selasa 3 Juni 2014

1 a. Mengkaji aktivitas, pengobatan, dan pola kebiasaan pasien

b. Mengkaji bising usus dan distensi abdomen pada keempat kuadran abdomen c. Mengidentifikasi factor

pengobatan, tirah baring, dan diet yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi

d. Berkonsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet

S= Klien mengatakan belum bisa BAB

Klien mengatakan sedikit melekukan aktivitas

Klien mengatakan tidak terlampau sering makan makanan yang berserat

O= Distensi abdomen Bising usus hipoaktif 3 kali permenit

A= masalah belum teratasi

(34)

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konstipasi adalah defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat fasesnya sulit dan kadang menimbulkan nyeri. Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. (Smeltzer, 2002).

Konstipasi merupakan bagian dari gangguan eliminasi dalam asuhan keperawatan. Menurut teori maslow eliminasi termasuk dalam kebutuhan fisiologis, dan menjadi dasar pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Menurut 14 kebutuhan dasar Henderson, kebutuhan eliminasi berada pada urutan ketiga setelah kebutuhan bernapas dan kebutuhan makan dan minum. Menurut 21 masalah keperawatan Abdellah mempertahankan eliminasi berada pada urutan ketujuh setelah mempertahankan kebersihan, aktivitas, mencegah terjadinya kecelakaan, mempertahankan mekanika tubuh, memfasilitasi masukan oksigen, dan mempertahankan nutrisi. (Potter & Perry, 2005).

(35)

keadaan klien masih belum berubah. Di hari terakhir pemberian implementasi pasien mengeluarkan feses berwarna hitam dan keras. Sehingga masalah keperawatan pada pasien belum dapat teratasi.

Selain data diatas, ditemukan data lain yaitu klien tampak meringis kesakitan, klien mengatakan nyerinya berasal dari perut dan akan berkurang saat klien sedang duduk. Dari data tersebut penulis menegakkan diagnosa keperawatan kedua yaitu gangguan rasa nyaman: Nyeri. Selain itu klien juga terlihat kesusahan untuk bernafas hal tersabut terlihat dari frekuensi nafas pasien yaitu 32 x/i. Dari data tersebut kami menegakkan diagnose ketiga yaitu ketidakefektifan pola nafas. Namun karena terbatasnya waktu selama berada di rumah sakit saya hanya memberikan intervensi dan implementasi terhadap diagnose prioritas gangguan eliminasi: konstipasi berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai dengan penurunan peristaltic usus (3x/i).

3.2 Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

W.Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. (2010). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4, Jilid III. Jakarta : Interna Publishing.

Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Volume 1, Edisi 4). Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah.(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (edisi 3). Jakatra: Salemba Medika.

Wilkinson J.M, Ahern N.R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Criteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Smeltzer S.C dan Bare B.G, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Hidayat A.A.A, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muttaqin A, Sari K, (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.

(37)

Lampiran

Kepererawatan Tindakan keperawatan Evaluasi Hari/ tanggal Pukul

1 Rabu bayam, daun ubi, papaya, dan sayuran lain pada eliminasi

− Mengkaji bising usus klien

− Meminta program dari dokter untuk memberikan laksatif

− Memberikan posisi fowler kepada klien − Mengajarkan tehnik

relaksasi

S= Klien mengatakan masih belum bisa BAB

Klien mengatakan masih susah untuk bernafas

Klien mengatakan masih sakit pada bagian abdomen

O= Auskultasi peristaltic hipoaktif 3x/i

Klien terlihat masih sesak saat bernafas Tanda-tanda vital:

A= Masalah belum teratasi

(38)

2 Kamis buah dan sayur untuk eliminasi − Mengajarkan tehnik

relaksasi

− Memberikan posisi fowler kepada klien − Menyarankan − Mengkaji bising

usus klien − Memberikan

minum yang cukup kepada klien

S= Klien mengatakan masih belum bisa BAB

Klien mengatakan masih susah untuk bernafas

Klien masih

mengeluh sakit pada bagian abdomen

O= Peristaltic usus 4x/i Klien masih terlihat sesak saat bernafas Klien masih meringis kesakitan

A= Masalah belum teratasi

(39)

3 Jum’at defekasi yang dapat dilakukan dirumah − Memberikan terapi

obat supositoria atas anjuran dokter − Memberitahukan

pentingnya menghindari mengejan selama defekasi

− Memberikan privasi untuk pasien

− Mengajarkan tehnik tarik nafas dalam − Memberikan

minum yang cukup

S= Klien mengatakan sulit mengeluarkan feses saat proses defekasi

Klien mengatakan karakter feses yang dikeluarkan sedikit dan berwarna hitam Klien mengatakan sesaknya sudah mulai berkurang Klien mengatakan nyerinya sudah mulai berkurang

O= Distensi Abdomen Tanda-tanda vital:

A= Masalah teratasi sebagian

Referensi

Dokumen terkait

Asuhan Keperawatan pada Ny.D dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri..

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan kasus luka bakar.. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleura dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan Kebutuhan.. Oksigenasi di

keperawatan pada pasien dengan masalah pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi...

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleura dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan Kebutuhan.. Oksigenasi di

Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleura dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan. Kebutuhan Oksigenasi di

Implementasi dan Evaluasi keperawatan

Saat mengidentifikasi diagnosa keperawatan, perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan