PENGARUH PUPUK
SLOW RELEASE
DAN TERAK BAJA
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KELAPA
SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq) PADA TANAH GAMBUT
BENGKAYANG, KALBAR
INPIKTUS RUDY SITEPU
A14060057
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
INPIKTUS RUDY SITEPU. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Tanah Gambut Bengkayang, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan SRI DJUNIWATI.
Peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) pada tanah yang miskin hara seperti tanah gambut sangat membutuhkan aplikasi pemupukan yang tepat. Penggunaan pupuk majemuk tablet yang bersifat slow release atau controlled release diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah kehilangan hara di tanah gambut akibat pencucian, penguapan dan aliran permukaan, karena pupuk tablet slow release kelarutannya rendah namun dapat mensuplai hara secara terus menerus (continuous). Selain itu, pemberian terak baja yang merupakan sumber kalsium, magnesium, silikat, dan unsur mikro diharapkan dapat meningkatkan kandungan hara tersebut dalam tanah.
Penelitian ini dilakukan di perkebunan kelapa sawit tanaman menghasilkan satu tahun (TM-1) PT. Ceria Prima II, Bengkayang – Kalimantan Barat dengan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dua faktor. Faktor I adalah perlakuan pupuk slow release (P), dengan dosis per pokok/semester yaitu P1: 16 set, P2: 18 set, P3: 20 set, P4: 22 set dan P5: 24 set. Faktor II adalah perlakuan terak baja (T), meliputi T0: tanpa terak baja dan T1: terak baja 1.25 kg/pokok/semester. Sebagai pembanding adalah perlakuan pemupukan standar (P0) dengan dosis pupuk per pokok/semester yang terdiri dari Urea: 500 g, pupuk TSP: 300 g, pupuk KCl: 350 g, kieserite 250 g, CuSO4: 20 g, Na3BO4: 20 g dan ZnSO4: 20 g.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pupuk slow release dan terak baja terhadap semua variabel percobaan. Namun, pada variabel BJR kelapa sawit perlakuan pupuk slow release pada semua dosis nyata lebih tinggi daripada perlakuan standar (P0), sedangkan serapan N, P, dan K meskipun antara perlakuan standar dan perlakuan pupuk slow release tidak berbeda namun pada perlakuan standar (P0) cenderung lebih tinggi daripada perlakuan pupuk slow release. Kenaikan dosis pupuk slow release nyata menurunkan kadar hara Ca daun kelapa sawit terutama perlakuan dosis P4 dan P5 dibandingkan perlakuan standar (P0). Perlakuan terak baja 1.25 kg/pokok (T1) nyata lebih tinggi daripada perlakuan tanpa terak baja (T0) pada variabel kadar hara Zn daun kelapa sawit. Luas daun semester I lebih rendah daripada perlakuan standar (P0) terdapat pada perlakuan P1. Pengaruh pupuk slow release terhadap bobot janjang rata-rata (BJR) pada perlakuan dosis P2 – P5 (5.02 – 5.05 kg) lebih tinggi daripada dosis P1 dan perlakuan standar (4.81 – 4.43 kg). Selanjutnya, produktivitas kelapa sawit perlakuan pupuk slow release berkisar antara 14.2 – 15.1 ton/ha/thn sedangkan perlakuan pupuk standar adalah 14.5 ton/ha/thn.
SUMMARY
INPIKTUS RUDY SITEPU. The Effect of Slow Release Fertilizer and Steel Slag on Plant Growth and Productivity of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) in Peat Soils, Bengkayang-West Kalimantan. Supervised by ATANG SUTANDI and SRI DJUNIWATI.
Increasing oil palm productivity in marginal soils, as peat soils, needs an effectivelly fertilization. Utilization of slow or controlled release fertilizers in peat soils is expected could reduce nutrients looses is caused by leaching and volatilization. In other hand, application steel slag as a source of calcium, magnesium, silicate, and micro nutrients are expected able to increase those nutrients availibility.
This research was conducted at PT. Ceria Prima II Oil Palm Plantation in Bengkayang, West Kalimantan. The experimental design was used in this research was randomized factorial block designed. The first factor was the rate of slow release fertilizers (P): 16 (P1), 18 (P2), 20 (P3), 22 (P4) and 24 (P5) set/tree/semester. The second factor was the rate of steel slag (T): (T0) without steel slag; and (T1) 1.25 kg steel slag/tree/semester. As a comparator was standard fertilization treatment (P0): 500 g urea, 300 g TSP, 350 g KCl, 250 g Kieserite, 20 g CuSO4, 20 g Na3BO4 and 20 g ZnSO4 per tree per semester.
PENGARUH PUPUK
SLOW RELEASE
DAN TERAK BAJA
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KELAPA
SAWIT (
Elaeis guineensis
Jacq) PADA TANAH GAMBUT
BENGKAYANG, KALBAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
INPIKTUS RUDY SITEPU
A14060057
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul skripsi
:Pengaruh Pupuk
Slow Release
dan Terak Baja
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Kelapa Sawit (
Elaeis guineensis
Jacq) di Tanah
Gambut Bengkayang, Kalimantan Barat
Nama
:INPIKTUS RUDY SITEPU
NRP
:A14060057
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Lahan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. NIP 1954 1212 198103 1010 NIP 1953 0626 198103 2004
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP: 1962 1113 198703 1003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 28 Agustus 1986 dan merupakan putera kandung dari bapak J. Sitepu dan Ibu D. Sembiring. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1993-1999 di SDN 040473 Kabanjahe. Tahun 1999 penulis memasuki SLTP RK Xaverius 1 Kabanjahe sampai pada tahun 2002. Tahun 2002-2005 penulis menempuh pendidikan di SMAN 1 Plus Matauli Pandan, Sibolga.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Tanah Gambut Bengkayang, Kalimantan Barat. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai prasyarat untuk kelulusan dalam menjalani program studi di Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi pertama atas
bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas saran-saran dan bantuan selama masa penelitian sampai dengan proses penyusunan skripsi.
3. Ir. Hidayat Wiranegara selaku dosen pembimbing akademis atas saran-saran dan bimbingan serta motivasi selama masa perkuliahan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
4. Kedua orang tua penulis, Bapak J. Sitepu dan Ibu D. Sembiring serta adik penulis satu-satunya, Ardi Sitepu atas dorongan dan motivasi yang diberikan pada penulis sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan, Asep Barkhah, Bayu Sejati, dan Mahro Syihabuddin yang telah banyak membantu penulis selama masa penelitian. 7. Seluruh teman-teman dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan
seluruh Soilers 43 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, atas bantuan, serta doa dan semangatnya, yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis. 8. Teman-teman Pondok Malea Crew: Ando, Dwicko, Juan, Rano dan Rio.
Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan saran serta kritik. Namun demikian, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………... v
DAFTAR GAMBAR ……….. vi
DAFTAR LAMPIRAN ……….. vii
I. PENDAHULUAN ……… 8
1.1 Latar Belakang ……….. 8
1.2. Tujuan Penelitian ………... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 10
2.1. Agronomis Kelapa Sawit ……….. 10
2.2. Karakteristik Tanah Gambut ………. 10
2.3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Gambut ……… 11
2.4. Peranan Unsur Hara pada Tanaman Kelapa Sawit ……… 12
2.5. Pupuk Majemuk Tablet Slow Release ………... 15
2.6. Selang Kecukupan dan Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit ……….. 15
2.7. Karakteristik dan Komposisi Hara Terak Baja ………. 16
III. BAHAN DAN METODE ……… 18
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ………. 18
3.2. Alat dan Bahan ……….. 18
3.3. Metode Penelitian ……….. 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 23
4.1. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Kadar Hara Daun Kelapa Sawit ……… 23
4.2. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Serapan Hara Kelapa Sawit ……….. 28
4.3. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit ………... 29
4.4. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit ………. 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 34
5.1. Kesimpulan ……… 34
5.2. Saran ……….. 34
VI. DAFTAR PUSTAKA ……….. 35
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Selang Kecukupan Unsur Hara Makro Tanaman Kelapa
Sawit ……….. 16
2 Selang Kecukupan Unsur Hara Mikro Tanaman Kelapa
Sawit ……….. 16
3 Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit ………. 16 4 Komposisi Hara Setiap Set Pupuk Pamafert yang Terdiri dari
NPK dan NK Tablet ……….. 19
5 Hasil Analisis Hara Terak Baja (Suwarno dan Goto, 1997) .. 19 6 Pengaruh Perlakuan Pupuk Slow Release dan Terak Baja
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Denah Pengambilan Contoh di Lokasi Percobaan ……… 21 2 Kadar Kalsium (Ca) Daun Kelapa Sawit pada Setiap
Perlakuan Pupuk Slow Release ………. 25 3 Grafik Kadar Hara Zn Daun Kelapa Sawit Akibat Perlakuan
Terak Baja ………. 27
4 Luas Daun Kelapa Sawit Semester I Akibat Perlakuan Pupuk
Slow Release ………. 30
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kelapa Sawit Januari 2010… 38 2 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kelapa Sawit Juli 2010 …….. 39 3 Hasil Produksi Kelapa Sawit ………. 41 4 Bobot Janjang Rata-rata (BJR) Kelapa Sawit ……… 43 5 Hasil Analisis Laboratorium Kadar Hara N, P, K, Ca, Mg, Cu,
Zn dan Serapan Hara N, P, K ……… 44 6 Analisis Sidik Ragam Kadar Hara Daun Kelapa Sawit ……… 47 7 Analisis Sidik Ragam Serapan Hara Kelapa Sawit ………….. 48 8 Analisis Sidik Ragam Panjang Pelepah dan Luas Daun Kelapa
Sawit ……….. 49
9 Analisis Sidik Ragam Jumlah Tandan dan Bobot Janjang
Rata-rata (BJR) Kelapa Sawit ……… 50 10 Tata Letak Petak Percobaan ……….. 50 11 Kenampakan Visual Kelapa Sawit Tanpa Terak Baja ………... 51 12 Kenampakan Visual Kelapa Sawit Dengan Perlakuan Terak
Baja ……… 52
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan andalan yang
perkembangannya sangat pesat sejak dekade 1990-an di Indonesia, terutama di
Sumatera dan Kalimantan. Hal ini disebabkan kelapa sawit dapat menghasilkan
bahan-bahan dan produk-produk komersial yang banyak dimanfaatkan baik
sebagai bahan makanan maupun produk turunan lainnya.
Kesuburan tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi ketersediaan hara terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa
sawit. Namun, tanaman kelapa sawit pada saat ini banyak terdapat di tanah yang
miskin unsur hara seperti tanah gambut. Pengembangan kelapa sawit pada saat ini
sangat membutuhkan aspek pengelolaan yang tepat, terutama aspek
pemupukannya untuk meningkatkan ketersediaan hara.
Sebagai tanaman perkebunan andalan, kelapa sawit membutuhkan unsur
hara yang cukup besar untuk pertumbuhan dan produksi yang tinggi. Total jumlah
hara yang tepat dapat menjaga keseimbangan pertumbuhan, perkembangan dan
produksi yang optimal walaupun kelapa sawit banyak ditemui di tanah dengan
tingkat kesuburan yang rendah, yang sangat rentan terhadap defisiensi, terutama nitrogen, kalium dan magnesium (Erhabor dan Glen, 1999).
Nitrogen penting bagi tanaman kelapa sawit terutama pada masa
pertumbuhan, yaitu dalam proses sintesis asam amino dan protein, klorofil, asam
nukleida dan ko-enzim. Tanaman kelapa sawit yang kekurangan N akan terlihat
lambat matang, bagian daun yang paling rendah berwarna hijau kekuningan,
kemudian daun berwarna kuning dan mati. Fosfor penting dalam pembentukan
protein dan digunakan dalam fotosintesis dan respirasi tanaman kelapa sawit, dan
kalium juga sangat penting bagi tanaman kelapa sawit. Fungsi utama dari kalium
9
Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, tiga unsur hara utama yang
harus tersedia bagi tanaman kelapa sawit adalah nitrogen, fosfor dan kalium
(NPK). Unsur hara yang lain yang juga tidak kalah penting dengan ketiga unsur
hara tersebut adalah Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu) dan Zinc
(Zn). Unsur hara tersebut terdapat pada pupuk tunggal maupun pupuk majemuk.
Penggunaan pupuk majemuk sebagai pupuk utama memiliki beberapa
keuntungan dalam hal transportasi, penggudangan dan kebutuhan tenaga kerja
serta pengawasan. Namun, penggunaan pupuk majemuk juga tidak luput dari
kehilangan-kehilangan akibat penguapan, aliran permukaan dan pencucian
(Poeloengan, 1976). Oleh karena itu, penggunaan pupuk majemuk yang bersifat
slow release atau controlled release diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah kehilangan hara akibat pencucian, penguapan dan aliran permukaan terutama pada
tanah gambut. Menurut Trenkel (2010), penggunaan pupuk slow release dapat mengurangi kehilangan hara dan meningkatkan efisiensi penggunaan hara oleh
tanaman, mengurangi 20 – 30% kehilangan hara pada aplikasi pemupukan
konvensional serta dapat mengurangi resiko keracunan pada tanaman. Diantara
banyak jenis bentuk pupuk yang bersifat slow release, yang paling banyak digunakan di tanah gambut yaitu pupuk slow release tablet karena bidang sentuhnya dengan tanah lebih kecil dan tidak mudah terlarut sehingga
resiko-resiko kehilangan hara akibat pencucian, penguapan dan aliran permukaan dapat
dikurangi.
Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan
menambahkan pupuk mikro dan bahan amelioran yang bersifat slow release
seperti terak baja yang merupakan sumber kalsium, magnesium, silikat dan bahan
pengapuran (Okuda dan Takahasi, 1962).
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk slow release
dan terak baja terhadap kadar dan serapan hara tanaman serta pengaruhnya
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agronomis Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat
dan sampai saat ini masih merupakan penghasil utama devisa negara dari sektor
pertanian. Luas areal kelapa sawit di Indonesia tahun 2004 telah mencapai ± 5,5
juta hektar yang tersebar pada berbagai kondisi tanah dan lahan.
Keragaman produktivitas kelapa sawit terutama diakibatkan oleh
beragamnya sifat tanah dan lahan di areal kelapa sawit. Sehubungan dengan
tingginya keragaman tanah tersebut maka informasi yang lebih obyektif tentang
kesuburan tanah di setiap jenis tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan
tindakan manajemen tanah serta upaya pemeliharaan kultur teknik kelapa sawit.
Pemupukan adalah tindakan kultur teknik terpenting pada tanaman
kelapa sawit yang menggunakan biaya berkisar 40-60 % dari biaya pemeliharaan
kelapa sawit atau berkisar 15-20 % dari biaya produksi (Suwandi dan Lubis,
1987). Manajemen pemupukan kelapa sawit di Indonesia ternyata belum sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini dibuktikan oleh masih rendahnya produksi
kelapa sawit, dan bahkan jauh lebih rendah dari standar produksi yang ditetapkan.
Khusus tanah gambut, ketebalan gambut tidak menjadi pedoman untuk
persyaratan agronomis kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi
baik pada berbagai tingkat ketebalan gambut. Kelapa sawit di tanah gambut
memiliki toleransi yang tinggi terhadap kelas drainase tanah. Gambut yang agak
basah (drainase agak terhambat) merupakan tempat yang sesuai untuk kelapa
sawit (Mangoensoekarjo, 2007).
2.2. Karakteristik Tanah Gambut
Istilah gambut diambil dari nama sebuah kecamatan di daerah
Kalimantan Selatan tempat pertama kali gambut ditemukan. Gambut diartikan
11
basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami
perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan
organik yang basah adalah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut
dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis
tanah lainnya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna
sehingga tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi
disebut tanah bergambut (muck, peat muck, mucky). Petani di Kalimantan Barat
menamakan tanah gambut dengan istilah sepuk. Akan tetapi istilah gambut dan sepuk sering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, istilah tanah
gambut secara umum termasuk pula yang disebut sebagai sepuk (Noor, 2001).
Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena
kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik
yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, asam-asam tersebut
merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk
menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan
sifat kimia gambut (Agus dan Subiksa, 2008). Untuk mengurangi pengaruh buruk
asam-asam organik yang beracun dapat dilakukan dengan menambahkan
bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn.
Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik
membentuk senyawa kompleks. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung
kation polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut.
Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan
diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro
direduksi ke bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro
pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau
menambahkan pupuk mikro.
2.3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Gambut
Pemupukan sangat dibutuhkan karena kandungan hara gambut sangat
12
Mg. Pada umumnya KTK gambut cukup rendah sehingga daya pegangnya rendah
terhadap kation yang dapat dipertukarkan. Oleh karena itu, pemupukan harus
dilakukan beberapa kali (split application) dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat seperti fosfat alam
akan lebih baik dibandingkan dengan SP-36, karena akan lebih efisien, harganya
murah dan dapat meningkatkan pH tanah (Agus dan Subiksa, 2008).
Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak
jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui
pencucian (Rachim, 1995). Tanah gambut juga kahat unsur mikro karena dikhelat
(diikat) oleh bahan organik (Rachim, 1995). Oleh karenanya diperlukan
pemupukan unsur mikro seperti terusi, mangan sulfat dan seng sulfat. Pemberian
terak baja 2 – 5 ton/ha/tahun dapat mengurangi fitotoksik asam organik dan
meningkatkan efisiensi pupuk P.
2.4. Peranan Unsur Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
Nitrogen (N)
Unsur hara ini berperan penting untuk pertumbuhan vegetatif tanaman,
antara lain untuk pembentukan protein, sintesis klorofil dan untuk proses
metabolisme. Mangoensoekarjo (2007) menyebutkan kekahatan N akan
mengurangi pemanfaatan sinar matahari dan ketidakseimbangan serapan unsur
hara lainnya. Tanda-tanda tanaman yang mengalami kekahatan N, yakni daun tua
berwarna hijau pucat kekuning-kuningan, kecepatan produksi daun menurun, anak
daun sempit dan menggulung. Beberapa penyebab kekahatan N antara lain
berkurangnya proses mineralisasi N terutama pada tanah tergenang atau pada pH
tanah asam di bawah 4, tidak cukup atau tidak efektifnya aplikasi nitrogen. Upaya
mengatasi kekahatan N yakni melalui pemupukan N.
Fosfor (P)
Unsur hara ini berperan penting dalam pertumbuhan akar selama tahap
13
Phosphate (ADP) atau Adenosin Tri Phosphate (ATP). Ketersediaan unsur fosfor
akan memperkuat pertumbuhan batang dan meningkatkan mutu buah yang
dihasilkan. Pada tanaman kelapa sawit akibat kekahatan P, tanaman tumbuh kerdil
dengan pelepah pendek dan batang tumbuh meruncing. Beberapa penyebab
kekahatan P antara lain erosi tanah-tanah bagian atas (top soil), aplikasi pupuk P yang tidak sebanding dengan yang terangkut tanaman sehingga produksi tetap
rendah, pupuk P yang diberikan terikat oleh senyawa Al (aluminium) dan Fe
(besi) pada tanah dengan pH rendah, sehingga P tidak tersedia bagi akar tanaman.
Untuk mengatasi kekahatan P yakni dengan meningkatkan dan mempertahankan
status P tanah dan tanaman dengan aplikasi pemupukan P yang tepat setiap tahun
berdasarkan hasil analisis daun dan tanah (Mangoensoekarjo, 2007).
Kalium (K)
Unsur hara ini dibutuhkan dalam proses membuka dan menutup stomata
daun, oleh karena itu kekahatan hara K sering terjadi pada saat musim kemarau.
Berperan pada pengangkutan hasil-hasil fotosintesis, mengaktifkan enzim dan
melakukan sintesa minyak. Pada tanaman kelapa sawit unsur hara K berpengaruh
terhadap jumlah dan ukuran tandan buah, dan berperan untuk ketahanan terhadap
serangan penyakit. Kekahatan K dikenal sebagai Diffused Mid-Crown Yellowing
dan White Strip yang sering terjadi pada tanah masam berpasir dan tanah gambut (Mangoensoekarjo, 2007).
Kalsium (Ca)
Kalsium (Ca) yang merupakan salah satu unsur hara esensial,
mempunyai peranan penting dalam menjaga integritas sel dan permeabilitas
membran. Unsur hara ini juga berperan dalam penyerbukan dan pertumbuhan
serta mengaktifkan enzim dalam proses mitosis sel, pembelahan dan pemanjangan
sel. Kalsium juga penting dalam sintesis protein dan transfer karbohidrat (Jones
14
pembakaran dari kapur, dapat meningkatkan dekomposisi tanah gambut.
Penyerapan kalsium oleh tanaman juga dapat menekan penyerapan K dan Mg,
sebaliknya penyerapan K atau Mg juga dapat menekan serapan terhadap Ca.
Magnesium (Mg)
Fungsi utama unsur Mg menentukan efisiensi fotosintesis, proses
metabolisme fosfat, respirasi tanaman, dan mengaktifkan kegiatan enzim dalam
tanaman, karena Mg merupakan titik sentral atau menjadi elemen pusat klorofil
daun. Gejala awal kekahatan (defisiensi) Mg ditandai dengan tanaman berwarna
hijau kekuningan pada ujungnya, dan pada daun tua khususnya yang terkena sinar
matahari, sedangkan daun muda yang baru terbentuk berwarna normal. Kekahatan
Mg tidak terlihat adanya kenampakan klorosis pada bagian-bagian daun yang
terlindung dari sinar matahari langsung. Kekahatan Mg dapat disebabkan karena
kurang tersedianya Mg atau tidak adanya keseimbangan antara Mg dan kationnya,
yang sering dijumpai pada daerah dengan curah hujan tinggi (>3500 mm/tahun).
Beberapa upaya untuk mengatasi kekahatan Mg antara lain dengan memperbaiki
rasio Ca dan Mg dapat ditukar atau dengan rasio Mg dan K dapat ditukar,
pemupukan yang rasional serta memperbaiki pH tanah pada area pertanaman
(Mangoensoekarjo, 2007).
Tembaga (Cu)
Unsur mikro Cu penting dalam pembentukan klorofil daun, dan sebagai
katalisator berbagai proses fisiologis tanaman. Gejala kekahatan Cu sedikit terjadi
pada tanaman perkebunan di tanah mineral, namun sering terjadi pada tanaman
kelapa sawit yang ditanam di tanah gambut. Cu merupakan unsur hara mikro yang
ketersediannya sangat rendah pada tanah gambut dalam (Mutert et al., 1999). Pada tanaman yang kahat Cu, terlihat pada jaringan daun gejala klorosis berwarna
hijau pucat sampai kuning keputih-putihan di bagian tengah-tengah anak daun
yang telah membuka. Pada stadium kekahatan Cu yang berat daun berwarna
15
lain rendahnya Cu di dalam tanah, aplikasi pupuk N dan P dalam jumlah besar
tanpa diimbangi dengan pupuk K yang cukup dan rendahnya kalium dapat ditukar
(Mangoensoekarjo, 2007).
Zinc (Zn)
Unsur hara Zn berperan penting dalam aktivitas enzimatis, sintesa
triptopan. Zn diserap tanaman dalam bentuk Zn2+. Kekahatan Zn banyak terjadi di
tanah gambut. Gejala kekahatan Zn, yakni bentuk daun berukuran tidak normal
dan matinya jaringan tanaman (Mangoensoekarjo, 2007). Gejala defisiensi Zn
juga dilaporkan terjadi pada tanah gambut dangkal yang langsung berbatasan
dengan pasir (Von Uexkull dan Fairhust, 1999).
2.5. Pupuk Majemuk Tablet Slow Release
Pupuk majemuk adalah pupuk yang dibuat dengan cara mencampurkan
pupuk tunggal yang mengandung unsur-unsur terutama nitrogen, fosfor, dan
kalium disamping unsur-unsur ikutan yang lain. Sedangkan pupuk majemuk tablet
slow release merupakan pupuk majemuk yang mempunyai waktu release yang lebih lama dari pupuk majemuk biasa karena bentuknya yang dibuat seperti tablet,
sehingga bidang sentuhnya dengan tanah semakin kecil dan tidak mudah terlarut,
tetapi dapat menyediakan hara secara kontinyu (continuous) selama periode
release (Trenkel, 2010). Komposisi pupuk majemuk bermacam-macam tergantung dari bahan yang dipakai untuk membuatnya, sehingga kandungan
senyawanya bermacam-macam (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.6. Selang Kecukupan dan Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit
Secara umum, kecukupan hara tanaman kelapa sawit dikelompokkan ke
dalam tanaman kelapa sawit muda (<6 tahun) dan tanaman kelapa sawit dewasa
(>6 tahun) yang terdiri dari tiga selang kecukupan yaitu defisiensi, optimum dan
16
Fairhust, 1991), sedangkan total serapan hara tanaman kelapa sawit tertera pada
Tabel 3 (Ng dan Tamboo, 1976).
Tabel 1. Selang Kecukupan Unsur Hara Makro pada Tanaman Kelapa Sawit (Von Uexkull dan Fairhust, 1991)
Umur
tanaman Selang
N P K Ca Mg % bobot kering
Kelapa sawit muda (< 6 tahun)
Defisiensi < 2.50 < 0.15 < 1.00 < 0.30 < 0.20
Optimum 2.60 – 2.90 0.16 – 0.19 1.10 – 1.30 0.50 – 0.70 0.30 – 0.45
Kelebihan > 3.10 > 0.25 > 1.80 > 0.70 > 0.70
Kelapa sawit dewasa (> 6 tahun)
Defisiensi < 2.30 < 0.14 < 0.75 < 0.25 < 0.20
Optimum 2.40 – 2.80 0.15 – 0.18 0.90 – 1.20 0.50 – 0.75 0.25 – 0.40
Kelebihan > 3.00 > 0.25 > 1.60 > 1.00 > 0.70
Tabel 2. Selang Kecukupan Unsur Hara Mikro pada Tanaman Kelapa Sawit (Von Uexkull dan Fairhust, 1991)
Tabel 3. Total Serapan Hara Tanaman Kelapa Sawit (Ng dan Tamboo, 1976)
N P K kg/pokok/tahun Total Serapan
Hara 1.29 0.18 1.79
2.7. Karakteristik dan Komposisi Hara Terak Baja
Terak baja merupakan hasil sampingan dari proses pemurnian besi cair
dalam pembuatan baja. Kandungan unsur-unsur dalam terak baja bervariasi
tergantung dari sifat dan jenis terak baja. Pada umumnya terak baja mengandung
Ca, Mg, Si, Fe dan beberapa unsur mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terak baja Indonesia (electric furnance slag) mengandung unsur-unsur sebagai
Umur tanaman Selang Cu Zn
ppm Kelapa sawit
muda (<6 tahun)
Defisiensi < 5 < 12
Optimum 5 – 8 12 – 18
Kelebihan > 15 > 80
Kelapa sawit dewasa (>6 tahun)
Defisiensi < 3 < 12
Optimum 5 – 8 12 – 18
17
berikut : 42 % Fe2O3, 7.2 % Al2O3, 21.5 % CaO, 11.2 % MgO, 14.6 % SiO2, dan
0.4 % P2O5 (Suwarno dan Goto, 1997).
Silikat merupakan unsur terbanyak kedua yang menempati kerak bumi,
terdapat kurang lebih 60 persen dan biasanya dinyatakan sebagai silikat oksida
(SiO2). Di dalam tanah jumlah silikat bervariasi dari 10 persen sampai hampir 100
persen, baik sebagai silikat bebas maupun berkombinasi dengan oksida-oksida
lainnya (Iler, 1955 dalam Tjondronegoro, 1979). Sumber utama silikat tersedia di
dalam tanah berasal dari proses hancuran kimia dari bahan induknya. Pada
tanah-tanah salin yang mempunyai pH lebih besar dari 6.6, tanah-tanah yang berasal dari abu
volkan kaya alofan dengan curah hujan rendah, dan tanah dengan tekstur berat
mempunyai kemampuan menyediakan silikat relatif tinggi. Kekurangan silikat
dalam tanah kemungkinan besar dapat terjadi pada tanah-tanah dengan kandungan
mineral yang sukar dilapuk, liat dengan nisbah silikat dan seskuioksida rendah,
dan tanah gambut.
Pemanfaatan terak baja dalam bidang pertanian diantaranya sebagai
sumber kalsium, magnesium, silikat dan sebagai bahan pengapuran (amelioran).
Untuk tanah-tanah pertanian yang terindikasi kekurangan silikat, perlu dilakukan
pemupukan dengan pupuk silikat. Pupuk Si yang umum digunakan di luar negeri
18
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi
percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi V Blok
H-20, Bengkayang - Kalimantan Barat. Jenis tanah pada lokasi percobaan adalah
tanah gambut (histosol).
Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB terutama unsur N, P dan
K, sedangkan analisis unsur Ca, Mg, Cu dan Zn dilakukan di Laboratorium Balai
Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi peralatan
pengamatan lapang dan peralatan laboratorium. Peralatan pengamatan lapang
meliputi: pisau, meteran, gunting, timbangan, kertas sampel, plastik sampel, oven
lapang dan lainnya. Sedangkan peralatan laboratorium yang digunakan meliputi:
neraca analitik ketelitian tiga desimal, tabung dan blok digestion, alat destilasi,
Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS), flamefotometer, Spektrofotometer UV-VIS, pipet, labu ukur dan elenmeyer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: pupuk NPK
Pamafert dan NK Fert, terak baja, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, kieserit,
CuSO4, Na3BO4, ZnSO4, contoh daun kelapa sawit, H2SO4 pekat (95-97 %) p.a.,
H2O2 pekat (30 %) p.a., larutan NaOH 50 %, larutan baku HCl 0.1 N, Indikator
Conway, Asam borat 4 %, larutan PB dan PC, HCl pekat, larutan standar P dan K, air bebas ion (aquades).
3.3. Metode Penelitian
Percobaan ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang
19
merupakan tanaman menghasilkan 1 tahun (TM-1). Percobaan dilakukan
menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor. Faktor I adalah
perlakuan pupuk Pamafert (P), dengan dosis/pokok/semester yaitu P1: 16 set, P2:
18 set, P3: 20 set, P4: 22 set dan P5: 24 set. Bobot pupuk Pamafert adalah 30
gram/set, setiap set terdiri dari 16 gram pupuk NPK Pamafert dan 14 gram pupuk
NK-Fert. Faktor II adalah perlakuan terak baja (T) meliputi T0: tanpa terak baja
dan T1: terak baja dengan dosis 1.25 kg/pokok/semester. Sebagai pembandingnya
adalah perlakuan pemupukan standar (P0) dengan dosis pupuk per pokok/semester
yaitu 500 gram Urea, 300 gram TSP, 350 gram KCl, 250 gram Kieserit, 20 gram
CuSO4, 20 gram Na3BO4 dan 20 gram ZnSO4. Komposisi pupuk Pamafert tertera
pada Tabel 4 dan hasil analisis terak baja disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi Hara Setiap Set Pupuk Pamafert yang Terdiri dari NPK dan NK Tablet
N P2O5 K2O MgO CaO M
NPK 12 12 17 4 2 1
NK 22 - 18 3.5 2 0
Tabel 5. Hasil Analisis Hara Terak Baja (Suwarno dan Goto, 1997)
Parameter Satuan Nilai
pH (H2O) - 11.1
EC dS m-1 0.38
P2O5-tersedia % 0.21
SiO2-tersedia % 5.09
B-tersedia ppm 38.7
P2O5 % 0.37
K2O % 0.18
CaO % 21.6
MgO % 11.6
SiO2 % 14.6
Fe2O3 % 42.6
Al2O3 % 7.21
MnO2 % 1.55
Na2O % 0.33
Cu ppm 146.2
Zn ppm 242.7
B ppm 66.3
20
Pengamatan Percobaan
Variabel percobaan yang diamati meliputi:
1. Variabel pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yang terdiri dari (i) panjang pelepah: diukur dari pangkal pelepah yang masih terdapat
anak daun sampai ujung pelepah, (ii) jumlah daun satu pelepah adalah
jumlah daun dihitung dari pangkal sampai ujung pelepah, (iii) panjang
daun dan lebar daun diukur pada daun terpanjang yang terdapat di sekitar
daerah ekor kadal (midrib), dan (iv) bobot pelepah. Keseluruhan pengamatan variabel pertumbuhan tersebut dilakukan pada pelepah ke-3.
2. Serapan hara dan kadar hara kelapa sawit. Pengukuran serapan hara kelapa
sawit dilakukan pada pelepah ke-3, contoh yang diambil adalah sebagian
dari pelepah dan ditimbang untuk mengetahui kadar airnya (KA). Kadar
hara kelapa sawit diukur pada pelepah ke-17, contoh yang diambil adalah
daun pada daerah ekor kadal (midrib).
3. Variabel produksi yang terdiri dari jumlah tandan dan bobot janjang
rata-rata (BJR) kelapa sawit. Jumlah tandan yang dihitung adalah banyaknya
tandan yang dipanen selama satu tahun, sedangkan BJR merupakan
perbandingan total bobot janjang yang dipanen dengan jumlah tandan yang
dipanen selama satu tahun.
Pengambilan Contoh Daun
Jumlah populasi kelapa sawit dalam satu blok percobaan adalah 36
pokok, contoh daun untuk kadar hara sebanyak 16 pokok pada pelepah ke-17 yang
berjumlah sepasang dan contoh untuk pengukuran kadar air dan serapan hara
sebanyak 4 pokok pada pelepah ke-3 yang diambil sebagian dari pelepah pada
daerah ekor kadal dan ditimbang bobot basahnya untuk menentukan kadar air.
Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik bening dan
21
Denah pengambilan sampel di lapang tertera pada Gambar 2.
area pengambilan sampel
sampel kadar hara
sampel kadar air dan serapan hara
Gambar 1. Denah Pengambilan Contoh di Lokasi Percobaan.
Penanganan dan Persiapan Contoh Analisis
Contoh daun terlebih dahulu dibersihkan dari debu dan kotoran dengan
tissue atau kapas dan air bebas ion. Selanjutnya, contoh daun dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 derajat Celcius. Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang terjadi pada daun, menurunkan berat kering
tanaman dan menjaga berat konstan. Contoh daun yang sudah kering kemudian
digiling dengan menggunakan mesin penggiling sehingga contoh daun menjadi
halus yang akan mempercepat proses penghancuran pada saat analisis dengan
menggunakan reaksi kimia. Selanjutnya hasil ekstrakan disimpan dalam botol
contoh dan diberi label sesuai dengan perlakuan percobaan.
Analisis Daun
Analisis daun dilakukan dengan cara pengabuan basah menggunakan
H2SO4 dan H2O2 meliputi analisis unsur hara makro dan mikro. Analisis unsur
hara makro meliputi analisis N-Kjeldahl dengan destilasi, analisis P menggunakan
22
serta analisis unsur hara mikro meliputi analsis Cu dan Zn menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).
Analisis Statistika
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok
faktorial 2 faktor. Data hasil pengukuran variabel diolah dengan program SAS
(2005). Pada perlakuan yang berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95% dan 99%. Model
matematika percobaan tersebut adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + βj+ (αβ)ij+ εijk
di mana :
Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke-k
µ = rataan umum
αi dan βj = pengaruh utama faktor A dan faktor B
(αβ)ij = komponen interaksi faktor A dan B
23
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Kadar Hara Daun Kelapa Sawit
Hasil analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 6) menunjukkan kadar hara
N, P, K, Mg dan Cu daun kelapa sawit tidak nyata pada taraf α=0.05. Kadar Ca
daun kelapa sawit (Tabel Lampiran 6) sangat nyata pada taraf α=0.01 untuk
perlakuan tunggal pupuk slow release. Perlakuan tunggal terak baja berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar Zn daun kelapa sawit. Kombinasi antara
pupuk slow release dan terak baja tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Ca dan Zn daun kelapa sawit. Hasil uji lanjut kadar Ca dan Zn serta rata-rata kadar hara
N, P, K, Mg dan Cu daun kelapa sawit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Kadar Hara Daun Kelapa Sawit
PERLAKUAN
Kadar Hara
N P K Ca Mg Cu Zn
- - - (%) - - - - - - ppm - - -
Standar
P0 2.18 0.14 1.36 0.25a 0.42 9.0 16.0
Pupuk Slow Release
P1 2.12 0.14 1.07 0.24a 0.40 7.2 19.3
P2 2.01 0.14 1.01 0.24a 0.39 10.3 23.0
P3 2.12 0.14 1.16 0.21ab 0.35 8.2 21.2
P4 2.06 0.14 1.06 0.16bc 0.36 7.0 14.0
P5 2.13 0.15 1.04 0.11c 0.37 9.0 17.2
Terak Baja (T)
T0 2.09 0.14 1.09 0.20 0.39 8.7 15.3b
T1 2.11 0.14 1.10 0.19 0. 37 8.0 22.7a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Kadar hara nitrogen (N) kategori cukup pada tanaman kelapa sawit muda
(<6 tahun) berkisar antara 2.60 – 2.90% (Von Uexkull dan Fairhust, 1991).
Berdasarkan kisaran kecukupan N kelapa sawit tersebut, kadar nitrogen daun
kelapa sawit masih berada di bawah kadar kecukupan (defisiensi). Hal ini diduga
24
nitrogen dapat disebabkan oleh kehilangan akibat pencucian oleh air hujan, aliran
permukaan, dan penguapan atau volatilisasi. Disamping itu, kehilangan hara
nitrogen terutama pada tanah gambut disebabkan oleh rendahnya daya pegang
terhadap kation yang dipertukarkan karena secara umum KTK tanah gambut
rendah, sehingga nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman tidak tersedia dalam
jumlah yang mencukupi.
Kadar kecukupan P daun kelapa sawit yang berumur <6 tahun menurut
Von Uexkull dan Fairhust (1991) berkisar antara 0.16 – 0.19%. Dari hasil
percobaan yang dilakukan, terlihat bahwa secara keseluruhan tanaman kelapa
sawit mengalami kekurangan hara P menurut selang kecukupan yang ditetapkan.
Kadar hara P pada tanaman kelapa sawit adalah 0.14%. Kekurangan hara P pada
tanaman kelapa sawit sangat banyak dijumpai di tanah gambut. Hal ini diduga
disebabkan karena bentuk P yang terdapat di dalam tanah adalah P-Organik yang
tidak tersedia bagi tanaman. Agar dapat tersedia bagi tanaman, P-Organik tersebut
harus melalui proses mineralisasi yang melibatkan reaksi enzim. Selain itu,
rendahnya efisiensi pemupukan P pada tanah gambut juga mempengaruhi
rendahnya kadar hara P yang terdapat pada daun tanaman kelapa sawit. Salah satu
upaya dalam mencegah kekurangan hara P pada tanah gambut adalah penggunaan
pupuk yang tersedianya lambat seperti fosfat alam atau menggunakan pupuk yang
bersifat slow release.
Kalium merupakan hara yang sangat penting pada saat proses inisiasi
atau pembungaan tanaman kelapa sawit karena akan berpengaruh terhadap jumlah
dan ukuran tandan buah kelapa sawit. Dari hasil percobaan yang dilakukan, kadar
hara kalium daun kelapa sawit pada semua perlakuan >1.00%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar hara kalium daun kelapa sawit berada dalam kondisi
kecukupan. Menurut Von Uexkull dan Fairhust (1991), selang kecukupan hara
tanaman kelapa sawit muda yang berumur <6 tahun berkisar antara 1.10 – 1.13%
dan tanaman akan kekurangan (defisiensi) hara jika kadar kalium pada daun
<1.00%. Unsur hara utama yang perlu ditambahkan untuk berbagai tanaman
25
pertumbuhan tanaman sangat merana dan hasil tanaman yang diperoleh sangat
rendah (Agus dan Subiksa, 2008).
Kalsium (Ca) merupakan unsur hara yang berperan penting dalam
penyerbukan dan pertumbuhan serta mengaktifkan enzim dalam proses mitosis
sel, pembelahan dan pemanjangan sel. Kalsium juga penting dalam sintesis
protein dan transfer karbohidrat (Jones Jr. et al., 1991). Hasil percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan tunggal pupuk slow release sangat
nyata (α=0.01) menurunkan kadar hara kalsium daun kelapa sawit. Hal ini
disebabkan adanya persaingan unsur hara K, Mg dan Ca di dalam tanah. Dari hasil
uji lanjut dan rata-rata kadar hara (Tabel 6) dapat dilihat bahwa kadar hara
K>Mg>Ca. Rendahnya kadar hara Ca tanaman disebabkan karena adanya
persaingan dengan K dan Mg di dalam tanah. Jones Jr. et al. (1991) menyebutkan bahwa tingginya konsentrasi K di dalam tanah akan menyebabkan defisiensi Mg,
selanjutnya ketidakseimbangan K dan Mg di dalam tanah akan menyebabkan
defisiensi Ca. Semakin tinggi dosis pupuk slow release yang diberikan terhadap tanaman menyebabkan kadar hara kalsium daun kelapa sawit semakin menurun
[image:30.595.114.510.477.672.2]seperti yang tertera pada Gambar 3.
Gambar 2. Kadar Kalsium (Ca) Daun Kelapa Sawit pada Setiap Perlakuan Pupuk Slow Release
0.25 0.24 0.24
0.21
0.16
0.11
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kadar
Ca
(%
)
26
Hasil penelitian menunjukkan, kadar hara kalsium daun kelapa sawit
berada pada kondisi kekurangan (defisiensi) yaitu <0.30%. Von Uexkull dan
Fairhust (1991) menyebutkan kecukupan kadar kalsium kelapa sawit (<6 tahun)
berkisar antara 0.50 – 0.70% dan berada pada kondisi defisiensi jika kadar hara
kalsium <0.50%, sedangkan jika kadar kalsium >0.70% tanaman akan kelebihan
hara kalsium. Kekurangan hara kalsium akan menyebabkan daun tanaman
menjadi keriting dan pinggir daun berwarna kecokelatan, daun muda menempel
pada bagian pinggir daun. Pada kelapa sawit tanaman menghasilkan, kekurangan
Ca menyebabkan kualitas buah akan menurun akibat kerusakan bunga (Jones Jr.
et al., 1991).
Magnesium (Mg) merupakan unsur makro yang membentuk molekul
klorofil (Jones Jr. et al., 1991). Kadar kecukupan magnesium daun kelapa sawit berkisar antara 0.30 – 0.45%, defisiensi jika kadar magnesium <0.20% dan
kelebihan jika kadar magnesium >0.70%. Dari hasil percobaan terlihat bahwa
kadar hara magnesium daun kelapa sawit berkisar antara 0.35 – 0.42%. Hal ini
menunjukkan kadar hara Mg tanaman kelapa sawit berada pada selang kecukupan
hara. Menurut Mutert et al. (1999), pada dasarnya defisiensi magnesium (Mg) pada tanah gambut tidak umum ditemui, tetapi pemupukan Mg diperlukan untuk
memperbaiki defisiensi Mg akibat pemupukan K dalam jumlah yang besar. Pada
umumnya terak baja mengandung Ca, Mg dan beberapa unsur mikro, sehingga
penambahan terak baja dapat meningkatkan ketersediaan hara Mg pada tanaman
kelapa sawit (Suwarno dan Goto, 1997).
Unsur hara esensial yang juga berperan sangat penting dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit adalah unsur mikro, yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih sedikit. Tembaga (Cu) dan Seng
(Zn) merupakan unsur hara mikro esensial yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang sedikit. Kadar Cu berdasarkan hasil percobaan >7 ppm pada semua
perlakuan dan berada pada selang kecukupan hara. Selang kecukupan hara Cu
yang ditetapkan Von Uexkull dan Fairhust (1991) pada tanaman kelapa sawit
yang berumur <6 tahun berkisar antara 5 – 8 ppm, gejala defisiensi terjadi jika
27
ppm. Gejala defisiensi Cu sedikit terjadi pada tanaman perkebunan di tanah
mineral, namun sering terjadi pada tanaman kelapa sawit yang ditanam di tanah
gambut. Cu merupakan unsur hara mikro yang ketersediannya sangat rendah pada
tanah gambut dalam (Mutert et al., 1999). Oleh karena itu, penambahan terak baja sebagai bahan amelioran dan pupuk mikro dapat meningkatkan ketersediaan hara
Cu pada kelapa sawit. Secara umum, kecukupan unsur Zn berkisar antara 12 – 18
ppm, gejala defisiensi terlihat jika kadar Zn <12 ppm dan tanaman akan kelebihan
hara jika kadar Zn >80 ppm. Kadar hara Zn daun kelapa sawit percobaan dapat
[image:32.595.119.502.312.489.2]dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Kadar Hara Zn Daun Kelapa Sawit Akibat Perlakuan Terak Baja
Hasil percobaan menunjukkan pemberian terak baja pada tanaman kelapa
sawit berpengaruh sangat nyata (α=0.01) terhadap kadar hara Zn daun kelapa
sawit. Kadar hara Zn pada perlakuan terak baja yaitu 22.67 ppm, sedangkan kadar
hara Zn tanpa pemberian terak baja yaitu 15.33 ppm (Gambar 4). Unsur hara seng
(Zn) berperan penting dalam aktivitas enzimatis, sintesa triptopan. Zn diserap
tanaman dalam bentuk Zn2+. Kekahatan Zn banyak terjadi di tanah gambut. Gejala
kekahatan Zn, yakni bentuk daun muda berukuran tidak normal dan matinya
jaringan tanaman (Mangoensoekarjo, 2007). Gejala defisiensi Zn juga dilaporkan
terjadi pada tanah gambut dangkal yang langsung berbatasan dengan pasir (Von
Uexkull dan Fairhust, 1999). 15.3
22.7
0 5 10 15 20 25
T0 T1
Kadar
Z
n
(ppm)
28
4.2. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Serapan Hara Kelapa Sawit
Analisis serapan hara pada kelapa sawit tanaman menghasilkan (TM)
pada umumnya dilakukan pada pelepah ke-3. Berbeda dengan analisis kadar hara
yang hanya dilakukan pada daun, contoh tanaman kelapa sawit pada analisis
serapan hara terdiri dari daun dan sebagian pelepah. Hasil analisis sidik ragam
(Tabel Lampiran 7) menunjukkan serapan hara N, P dan K tanaman kelapa sawit
tidak nyata pada taraf α=0.05. Rata-rata serapan hara N, P dan K tanaman kelapa
[image:33.595.94.517.330.543.2]sawit akibat perlakuan pupuk slow release dan terak baja tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Serapan Hara N, P dan K Tanaman Kelapa Sawit
PERLAKUAN
Serapan Hara (g/10 plph/pokok)
N P K
Standar
P0 138.6 24.5 83.8
Pupuk Slow Release
P1 95.6 13.8 66.1
P2 127.5 10.5 63.6
P3 116.8 10.5 73.2
P4 107.7 9.4 57.3
P5 117.1 14.6 73.9
Terak Baja (T)
T0 115.9 13.4 68.7
T1 114.6 12.4 67.9
Serapan hara tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor iklim seperti
curah hujan, suhu, dan sinar matahari efektif. Oleh karena itu, besarnya serapan
hara juga berbeda-beda pada setiap tempat. Serapan hara tanaman kelapa sawit di
daerah yang memiliki keadaan iklim yang keras seperti musim kering yang
panjang dan penyinaran matahari yang terbatas akan lebih rendah dibanding
daerah yang tidak mengalami tekanan iklim.
Rata-rata tertinggi serapan hara N, P dan K tanaman kelapa sawit
percobaan selama satu tahun pengamatan terdapat pada perlakuan P0 (pemupukan
29
g/plph/pokok. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan pupuk konvensional
pada perlakuan standar yang cenderung lebih cepat terlarut sehingga lebih cepat
diserap oleh tanaman kelapa sawit. Berbeda halnya dengan penggunaan pupuk
slow release, dimana serapan hara N, P dan K cenderung lebih rendah, yang diduga karena sifat slow release yang terdapat pada pupuk tablet tersebut menyebabkan kelarutannya yang rendah, namun dapat menyediakan hara secara
berkelanjutan (continuous) dalam waktu yang lebih lama.
Pengaruh perlakuan terak baja juga tidak berbeda dengan pupuk slow release dalam hal serapan hara N, P dan K. Dari hasil percobaan yang tertera pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa rata-rata serapan hara sedikit lebih tinggi pada
perlakuan T0 (tanpa terak baja) dibanding dengan perlakuan T1 (1.25 kg terak
baja per pokok/semester) walaupun perbedaan rata-rata serapan pada kedua
perlakuan tersebut sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan karena terak baja bukan
merupakan sumber hara N dan K sedangkan di dalam terak baja masih terkandung
P2O5 tetapi dengan kadar yang sangat rendah yaitu sekitar 0.37% (Tabel 5).
Ng dan Tamboo (1967) menunjukkan bahwa serapan hara pada tanaman
kelapa sawit dewasa sangat beragam terutama sekali bergantung pada potensi
produksi dan faktor iklim. Dalam penelitian yang dilakukan di Malaysia, total
serapan hara tanaman kelapa sawit/pokok/tahun yaitu 1.29 kg N, 0.18 kg P dan
1.79 kg K. Merujuk pada serapan hara tersebut di atas, rata-rata serapan hara hasil
penelitian yang tertera pada Tabel 7 tergolong masih rendah.
4.3. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit
Pertumbuhan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu variabel
pengamatan yang langsung dapat diamati secara visual di lapangan. Variabel
pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang diamati meliputi panjang pelepah dan
luas daun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa panjang pelepah
dan luas daun kelapa sawit cukup bervariasi. Hasil uji sidik ragam (Tabel
30
(α=0.05) mempengaruhi luas daun semester I. Hasil uji lanjut luas daun semester I
[image:35.595.100.516.187.406.2]serta rata-rata panjang pelepah dan luas daun semester II tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Panjang Pelepah dan Luas Daun Kelapa Sawit
PERLAKUAN
Pertumbuhan Kelapa Sawit panjang pelepah semester I panjang pelepah semester II LD semester I LD semester II
- - - (cm) - - - - - - (m2) - - -
Standar
P0 363 371 3.69a 4.13
Pupuk Slow Release
P1 334 348 2.82b 3.31
P2 338 356 3.05ab 3.56
P3 356 375 3.48a 3.95
P4 347 354 3.37ab 3.59
P5 357 373 3.66a 4.04
Terak Baja (T)
T0 343 360 3.19 3.66
T1 354 365 3.46 3.81
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.
Secara umum pertumbuhan tanaman kelapa sawit pada percobaan yang
dilakukan cukup baik, terlihat dari pertambahan panjang pelepah dan luas daun
yang cukup signifikan seperti tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Luas Daun Kelapa Sawit Semester I Akibat Perlakuan Pupuk
Slow Release 3.69
2.82 3.05
3.48 3.37 3.66
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Luas Daun
(m
2)
[image:35.595.113.502.510.695.2]31
Hal ini juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk slow release dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan tidak berbeda dengan
penggunaan pupuk standar kecuali pada perlakuan P1 sedangkan dosis pupuk
slow release lebih rendah dari pada pupuk standar (Tabel 8 dan Gambar 4). Panjang pelepah tanaman kelapa sawit pada umur tanam yang sama sangat
beragam dan juga dipengaruhi oleh faktor genetik dari kelapa sawit itu sendiri.
Luas daun kelapa sawit juga sangat dipengaruhi oleh panjang pelepah, jumlah
daun, panjang daun dan lebar daun. Pengamatan kedua parameter pertumbuhan
tersebut secara umum hanya bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan
tanaman kelapa sawit evaluasi pemupukan yang dilakukan setiap satu semester.
4.4. Pengaruh Pupuk Slow Release dan Terak Baja Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel Lampiran menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk slow release sangat nyata (α=0.01) mempengaruhi bobot janjang rata-rata (BJR) dan tidak ada interaksi antara pupuk slow release dan terak baja terhadap BJR kelapa sawit. Hasil uji lanjut BJR serta rata-rata jumlah tandan dan
[image:36.595.78.516.514.729.2]produksi kelapa sawit tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Tandan, BJR dan Produksi Kelapa Sawit
PERLAKUAN
Produksi Kelapa Sawit jlh. Tandan
semester I
jlh. tandan semester II
BJR (kg)
Produksi (ton/ha/thn)
Standar
P0 150 216 4.43c 14.5
Pupuk Slow Release
P1 149 181 4.81b 14.2
P2 149 182 5.03a 14.9
P3 153 183 5.02a 15.1
P4 154 180 5.03a 15.0
P5 146 187 5.05a 15.0
Terak Baja (T)
T0 153 184 4.92 14.8
T1 148 187 4.95 14.8
32
Produksi kelapa sawit yang tinggi merupakan tujuan akhir dari tindakan
agronomis, mulai dari pemeliharaan sampai dengan pemupukan yang dilakukan
dalam budidaya kelapa sawit. Variabel produksi yang diamati untuk mengetahui
produktivitas kelapa sawit meliputi jumlah tandan, bobot janjang rata-rata (BJR)
dan produksi. Jumlah tandan dan BJR kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh faktor
iklim (curah hujan, lama penyinaran matahari, dan suhu) dan kecukupan hara pada
saat proses inisiasi.
Jika dilihat dari hasil percobaan seperti yang tertera pada Tabel 9,
rata-rata jumlah tandan kelapa sawit perlakuan pupuk slow release maupun terak baja pada semester I dan semester II lebih rendah daripada perlakuan standar, tetapi
secara statistik pengaruh pupuk slow release maupun terak baja tidak berbeda dengan pupuk standar. Meskipun jumlah tandan kelapa sawit perlakuan pupuk
slow release lebih rendah daripada pupuk standar, tetapi menghasilkan BJR yang lebih tinggi. Perlakuan pupuk slow release sangat nyata meningkatkan BJR kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat pada dosis P1 (16 set pupuk slow release) BJR yang dihasilkan tanaman kelapa sawit lebih tinggi daripada pupuk standar seperti yang
[image:37.595.105.501.481.659.2]tertera pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik BJR Kelapa Sawit Selama 1 Tahun Pengamatan
Rata-rata produksi kelapa sawit pada perlakuan pupuk slow release lebih tinggi daripada perlakuan pupuk standar kecuali pada perlakuan P1. Produksi
4.43
4.81
5.03 5.02 5.03 5.05
4 4.2 4.4 4.6 4.8 5 5.2
P0 P1 P2 P3 P4 P5
BJR (kg)
33
kelapa sawit pada percobaan tersebut cukup tinggi untuk tanaman menghasilkan
satu tahun (TM-1) pada tanah gambut yang hampir menyamai produksi tanaman
kelapa sawit pada tanah mineral seperti yang dipublikasikan Pahan (2008) yaitu
sekitar 16 ton/ha/tahun dengan umur tanaman yang sama.
Berdasarkan produktivitas kelapa sawit, penggunaan pupuk slow release
dengan dosis 18 set menghasilkan produksi yang lebih besar dari produksi dengan
menggunakan pupuk standar (Tabel 9). Pada dosis tersebut jumlah N, P, K, Mg
dan Ca per tahun yang diberikan kepada tanaman berturut-turut adalah 180 gram,
30.46 gram, 153.27 gram, 23.37 gram dan 7.45 gram. Dosis tersebut jauh lebih
rendah dengan penggunaan pupuk standar per tahun yaitu 460 gram N, 121.6
gram P dan 420 gram K. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk slow release jauh lebih efektif daripada penggunaan pupuk konvensional (pupuk standar). Selanjutnya, pemberian terak baja juga diduga dapat memperbaiki
34
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perlakuan pupuk slow release menurunkan kadar hara kalsium (Ca) daun kelapa sawit. Kadar Ca daun pengaruh pupuk slow release dosis P0, P1, P2, dan P3 lebih tinggi daripada dosis P4 dan P5. Selanjutnya kadar hara Zn daun
pemberian terak baja lebih tinggi daripada tanpa terak baja. Pemberian pupuk
slow release meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit dan tidak berbeda dengan pupuk standar kecuali pada dosis P1. Pengaruh pupuk slow release terhadap bobot janjang rata-rata (BJR) pada perlakuan dosis P2 – P5 lebih tinggi daripada dosis
P1 dan perlakuan standar. Produktivitas kelapa sawit perlakuan slow release
berkisar antara 14.2 – 15.1 ton/ha/thn sedangkan perlakuan pupuk standar adalah
14.5 ton/ha/thn.
5.2. Saran
Penelitian ini sebaiknya dilakukan secara kontinyu pada tempat
percobaan dan pohon sampel yang sama dalam waktu yang lebih lama karena
pengaruh pemupukan terhadap produksi memerlukan waktu sekitar 2 – 3 tahun
35
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Badan Penelitian Tanah (Balittanah). 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balittanah, Bogor.
Erhabor, J.O. and G.C. Filson. 1999. Soil Fertility Changes Under an Oil Palm – Based Intercropping System. Journal of Sustainable Agriculture. 14(2/3): 45 – 61.
Jones Jr, J.B., B. Wolf, and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook : a practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. Micro – Macro Publishing, Inc. 183 Paradise Blvd, Suite 108, Athens, Georgia 30607 USA.
Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mangoensoekarjo, S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press. 385p.
Mutert, E., T.H. Fairhust, dan H.R. Von Uexkull. 1991. Agronomic Management of Oil Palm on Deep Peat. Better Crops International. 13(1): 22 – 27. Ng, S.K. dan S. Thamboo. 1967. Nutrient Contents of Oil Palms in Malaysia. I.
Nutrients in Reproductive Tissue Fruits Bunches and Male Inflorescence.
Malay Agric. Jour. 46: 3 – 5.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Okuda and E. Takahasi. 1962. Studies on physicological role of silicon in crop plant (part 6): Effect of silicon on iron uptake by rice plant and oxidase power or root. J. Sci. Soil. Manure. Japan. 33: 59 – 64.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal.
Rachim. J. A. 1995. Pengaruh Kation-kation Polivalen dalam Kaitannya dengan Ketersediaan Fosfat untuk Meningkatkan Produksi Jagung pada Tanah Gambut. Desertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
SAS (Statistical Analysis System). 2005. User Guide. Edition 9. SAS Institute Inc. USA.
36
Suwarno and I. Goto. 1997. Effect of Indonesia electric furnace slag on the rice yield and chemical properties of soil. pp 803-804. In Plant Nutrition for Sustainable Food Production and Environment. Kluwer Academic Publisher.
Tjondronegoro, P. 1997. Silikat terlarut dalam tanah. Tesis program pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor. 18 hal.
Trenkel, M.E. 2010. Slow and Controlled-Release and Stabilized Fertilizers: An Option for Enhancing Nutrient Efficiency in Agriculture. Second edition. IFA Paris. France. 133 pp.
Von Uexkull, H.R. dan T.H. Fairhust. 1991. The Oil Palm : Fertilizer Management for High Yield. International Potash Institute, Berne, Switzerland.
37
38 Lampiran 1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kelapa Sawit Januari 2010
No. Kebun Blok
Variabel Pertumbuhan Januari 2010 Panjang Pelepah (cm) Jumlah Daun Panjang Daun (cm) W(mm) Luas Daun
(m2)
BB 4 plph (g) BB (g) BK (g) BK 4 plph (g) BK 10 plph (g)
1 Ceria Prima P0T0 (I) 372.5 116 78.75 37.25 3.74 7340 160 53.09 2435.50 6088.76
2 Ceria Prima P0T0 (II) 372.75 110.5 77.25 40 3.76 7890 130 47.03 2854.36 7135.90
3 Ceria Prima P0T0 (III) 344.75 119 67.5 40.5 3.58 6680 120 37.21 2071.36 5178.39
4 Ceria Prima P1 T0 (I) 322.25 86 71.25 34.5 2.33 5270 120 44.87 1970.54 4926.35
5 Ceria Prima P1 T0 (II) 328.75 117.5 65.75 34.75 2.95 6050 130 38.73 1802.43 4506.09
6 Ceria Prima P1 T0 (III) 315.75 101 70 28.75 2.24 4180 90 27.76 1289.30 3223.24
7 Ceria Prima P1 T1 (I) 361 115.5 70.5 38.5 3.45 7730 120 38.38 2472.31 6180.78
8 Ceria Prima P1 T1 (II) 324 109.75 66.25 34.75 2.78 6120 110 26.83 1492.72 3731.81
9 Ceria Prima P1 T1 (III) 354.5 107.5 69.75 38.25 3.15 4160 110 33.18 1254.81 3137.02
10 Ceria Prima P2 T0 (I) 350 113.25 73.25 35 3.19 5830 90 26 1684.22 4210.56
11 Ceria Prima P2 T0 (II) 305.75 115.25 65.25 34.75 2.87 4437 120 32.74 1210.56 3026.40
12 Ceria Prima P2 T0 (III) 320.75 114.5 65 30.75 2.52 4910 180 53.42 1457.18 3642.95
13 Ceria Prima P2 T1 (I) 366.5 112.5 77.5 34.25 3.28 6240 150 49.76 2070.02 5175.04
14 Ceria Prima P2 T1 (II) 316.25 111.5 67.25 35 2.89 5790 160 45.66 1652.32 4130.80
15 Ceria Prima P2 T1 (III) 370.75 112.5 77.25 37.5 3.58 6790 140 47.87 2321.70 5804.24
16 Ceria Prima P3 T0 (I) 332.75 105.5 68 32.5 2.56 4580 120 44.07 1682.01 4205.01
17 Ceria Prima P3 T0 (II) 339.25 115 71.75 33.75 3.06 5080 120 46.37 1963.00 4907.49
18 Ceria Prima P3 T0 (III) 365.5 118 79.25 37.5 3.86 7320 90 35.39 2878.39 7195.97
39
20 Ceria Prima P3 T1 (II) 372.5 116.75 78.5 38.5 3.88 7830 140 56.57 3163.88 7909.70
21 Ceria Prima P3 T1 (III) 368.75 118 71.25 38.75 3.58 7580 150 56.04 2831.89 7079.72
22 Ceria Prima P4 T0 (I) 323.75 100.25 70.5 33.75 2.62 4710 120 29.74 1167.30 2918.24
23 Ceria Prima P4 T0 (II) 390 118.5 79.5 38 3.94 7360 110 32.31 2161.83 5404.58
24 Ceria Prima P4 T0 (III) 363.25 116.25 78 38.5 3.84 6330 150 52.99 2236.18 5590.45
25 Ceria Prima P4 T1 (I) 342.75 113 74.75 35.5 3.30 5385 130 35.23 1459.34 3648.34
26 Ceria Prima P4 T1 (II) 330.5 114.25 71 35 3.12 5090 130 36.52 1429.90 3574.75
27 Ceria Prima P4 T1 (III) 330.25 118 70.5 37 3.39 6550 110 40.05 2384.80 5961.99
28 Ceria Prima P5 T0 (I) 360.5 116.25 77.25 35 3.46 6330 120 38.88 2050.92 5127.30
29 Ceria Prima P5 T0 (II) 371.25 118.25 78 42.5 4.31 6910 150 57.56 2651.60 6628.99
30 Ceria Prima P5 T0 (III) 299.5 106 67.75 32.5 2.57 4510 110 29.65 1215.65 3039.13
31 Ceria Prima P5 T1 (I) 358 116 72.75 44.25 4.11 8840 160 53.49 2955.32 7388.31
32 Ceria Prima P5 T1 (II) 382.25 118.5 73.25 39.25 3.75 6760 190 60.79 2162.84 5407.11
33 Ceria Prima P5 T1 (III) 370.25 117.5 79.25 36.75 3.76 5400 140 46.7 1801.29 4503.21
Lampiran 2. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Kelapa Sawit Juli 2010
No. Kebun Blok
Juli 2010 Panjang Pelepah (cm) Jumlah Daun Panjang Daun (cm) W(mm) Luas Daun
(m2)
BB 4 plph (g) BB (g) BK (g) BK 4 plph (g) BK 10 plph
1 Ceria Prima P0T0 (I) 356.5 125.5 73.5 39.25 3.98 7715 245 84.12 2648.92 6622.30
2 Ceria Prima P0T0 (II) 398 133.75 77.5 42 4.79 12265 235 76.15 3974.38 9935.95
3 Ceria Prima P0T0 (III) 358.5 123.75 72.5 36.75 3.63 7375 165 51.58 2305.47 5763.67
40
5 Ceria Prima P1 T0 (II) 340.5 126.25 70.25 36.25 3.54 6680 160 53.77 2244.90 5612.24
6 Ceria Prima P1 T0 (III) 318.25 112 67 33.25 2.74 6430 200 69.14 2222.85 5557.13
7 Ceria Prima P1 T1 (I) 421.75 128 71.25 38.5 3.86 10855 180 55.86 3368.67 8421.67
8 Ceria Prima P1 T1 (II) 360 120.5 71 36.5 3.44 7125 185 72.68 2799.16 6997.91
9 Ceria Prima P1 T1 (III) 317 108.75 74.5 35.75 3.19 4580 170 59.71 1608.66 4021.64
10 Ceria Prima P2 T0 (I) 337 113 74 41.25 3.79 8070 190 96.89 4115.28 10288.19
11 Ceria Prima P2 T0 (II) 380.75 123 77 38.25 3.98 7525 195 66.13 2551.94 6379.85
12 Ceria Prima P2 T0 (III) 325 112 68.5 31.5 2.66 5310 180 66.43 1959.69 4899.21
13 Ceria Prima P2 T1 (I) 374.5 114.75 74.25 34.25 3.21 6530 150 51.69 2250.24 5625.60
14 Ceria Prima P2 T1 (II) 333.25 115.5 69.25 33.5 2.95 6265 185 61.64 2087.43 5218.58
15 Ceria Prima P2 T1 (III) 387.75 129.75 77.5 43.25 4.78 9805 275 104.7 3733.03 9332.58
16 Ceria Prima P3 T0 (I) 350.75 107.5 74.5 35 3.08 5830 190 68.52 2102.48 5256.21
17 Ceria Prima P3 T0 (II) 362.25 120.5 73 35.75 3.46 7890 220 77.9 2793.78 6984.44
18 Ceria Prima P3 T0 (III) 418.25 137.25 72.125 41.25 4.49 11310 230 77.59 3815.40 9538.51
19 Ceria Prima P3 T1 (I) 348 119 75.25 38.25 3.77 6105 195 73.76 2309.26 5773.14
20 Ceria Prima P3 T1 (II) 381 131.5 73.375 40.75 4.33 9920 120 44.03 3639.81 9099.53
21 Ceria Prima P3 T1 (III) 389 129 79 40.75 4.57 9355 285 94.18 3091.42 7728.54
22 Ceria Prima P4 T0 (I) 350 116.75 72.625 34.5 3.22 5820 180 73.28 2369.39 5923.47
23 Ceria Prima P4 T0 (II) 387.5 130.75 75 41.25 4.45 8015 195 63.13 2594.80 6487.01
24 Ceria Prima P4 T0 (III) 363 119.25 74.5 39.5 3.86 7940 240 85.04 2813.41 7033.52
25 Ceria Prima P4 T1 (I) 321.25 113 68.375 35.5 3.02 5750 140 47 1930.36 4825.89
26 Ceria Prima P4 T1 (II) 344.5 108.5 77 34.5 3.17 6080 150 52.23 2117.06 5292.64
27 Ceria Prima P4 T1 (III) 356 118.5 71.125 41 3.80 8460 200 73.42 3105.67 7764.17
28 Ceria Prima P5 T0 (I) 361.5 115.5 75 38.75 3.69 7380 160 63.84 2944.62 7361.55
29 Ceria Prima P5 T0 (II) 388 129.75 74.5 39 4.15 7950 220 80.67 2915.12 7287.80
41
31 Ceria Prima P5 T1 (I) 381.75 127.75 75 44.75 4.72 8345 295 99.82 2823.72 7059.30
32 Ceria Prima P5 T1 (II) 371 127.5 73.5 42 4.33 8050 190 76.27 3231.44 8078.60
33 Ceria Prima P5 T1 (III) 387 122.5 77 38.75 4.02 7340 200 71.62 2628.45 6571.14
Lampiran 3. Hasil Produksi Kelapa Sawit.
No Kebun Blok Variabel Produksi
Januari 2010 Juli 2010
Bobot tandan (kg) Bobot Tandan (Bobot tandan* 143/16) Bobot Tandan (Bobot tandan* 143/16) (ton/ha) Jumlah Tandan Jumlah Tandan (Tandan *143/16) BJR Bobot Tandan (kg) Bobot Tandan (Bobot tandan* 143/16) Bobot Tandan (Bobot tandan* 143/16) (ton/ha) Jumlah Tandan Jumlah Tandan (Tandan *143/16) BJR
1 Ceria Prima P0T0 (I) 626.93 5603.19 5.60 139 1242.31 4.51 896.48 8012.29 8.01 200 1787.50 4.48
2 Ceria Prima P0T0 (II) 743.88 6648.43 6.65 159 1421.06 4.68 1063.71 9506.91 9.51 229 2046.69 4.65
3 Ceria Prima P0T0 (III) 634.95 5674.87 5.67 153 1367.44 4.15 907.95 8114.80 8.11 220 1966.25 4.13
4 Ceria Prima P1 T0 (I) 677.81 6057.93 6.06 166 1483.63 4.08 832.21 7437.88 7.44 148 1322.75 5.62
5 Ceria Prima P1 T0 (II) 644.40 5759.33 5.76 150 1340.63 4.30 1058.13 9457.04 9.46 199 1778.56 5.32
6 Ceria Prima P1 T0 (III) 666.34 5955.41 5.96 157 1403.19 4.24 943.34 8431.10 8.43 168 1501.50 5.62
7 Ceria Prima P1 T1 (I) 567.23 5069.62 5.07 132 1179.75 4.30 1221.50 10917.16 10.92 245 2189.69 4.99
8 Ceria Prima P1 T1 (II) 663.85 5933.16 5.93 142 1269.13 4.68 907.92 8114.54 8.11 173 1546.19 5.25
9 Ceria Prima P1 T1 (III) 686.87 6138.90 6.14 151 1349.56 4.55 686.87 6138.90 6.14 154 1376.38 4.46
10 Ceria Prima P2 T0 (I) 678.90 6067.67 6.07 144 1287.00 4.71 1076.41 9620.41 9.62 203 1814.31 5.30
11 Ceria Prima P2 T0 (II) 742.66 6637.52 6.64 168 1501.50 4.42 777.25 6946.67 6.95 145 1295.94 5.36
12 Ceria Prima P2 T0 (III) 693.23 6195.74 6.20 146 1304.88 4.75 985.70 8809.69 8.81 180 1608.75 5.48
42
14 Ceria Prima P2 T1 (II) 669.23 5981.24 5.98 153 1367.44 4.37 1128.31 10084.27 10.08 206 1841.13 5.48
15 Ceria Prima P2 T1 (III) 548.53 4902.49 4.90 126 1126.13 4.35 959.73 8577.59 8.58 178 1590.88 5.39
16 Ceria Prima P3 T0 (I) 661.86 5915.37 5.92 134 1197.63 4.94 918.23 8206.68 8.21 166 1483.63 5.53
17 Ceria Prima P3 T0 (II) 698.50 6242.84 6.24 143 1278.06 4.88 975.43 8717.91 8.72 181 1617.69 5.39
18 Ceria Prima P3 T0 (III) 748.56 6690.26 6.69 160 1430.00 4.68 1035.61 9255.76 9.26 201 1796.44 5.15
19 Ceria Prima P3 T1 (I) 693.28 6196.19 6.20 154 1376.38 4.50 825.70 7379.69 7.38 155 1385.31 5.33
20 Ceria Prima P3 T1 (II) 760.03 6792.77 6.79 167 1492.56 4.55 1158.87 10357.40 10.36 227 2028.81 5.