• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon galiinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon galiinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

 

   

EFEKTIVITAS SIPERMETRIN TERHADAP KUTU

Menopon

gallinae

DENGAN METODE PENYEMPROTAN PADA AYAM

PETELUR

YANIDA YUSUP SETIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

   

(3)

 

   

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon gallinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Yanida Yusup Setiawan

(4)

   

   

ABSTRAK

YANIDA YUSUP SETIAWAN. Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon

gallinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur. Dibimbing oleh UPIK

KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.

Keberadaan ektoparasit adalah satu di antara kendala yang dihadapi peternakan ayam petelur. Kerugian yang diakibatkan infestasi ektoparasit cukup besar, seperti penurunan produksi telur. Upaya pengendalian yang banyak dilakukan yaitu dengan menggunakan insektiksida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sipermetrin dalam mengendalikan infestasi kutu Menopon

gallinae yang dilakukan dengan metode penyemprotan pada ayam petelur.

Sebanyak 51 ekor ayam petelur berkutu yang diperoleh dari peternakan komersil di Ciseeng, Bogor dikelompokkan ke dalam lima kelompok. Empat kelompok diberi perlakuan sipermetrin, dan satu kelompok sisanya sebagai kelompok kontrol diberi perlakuan air. Tiap kelompok terdiri atas tiga ekor ayam, dan perlakuan sipermetrin dilakukan dengan metode penyemprotan, dengan empat kali ulangan. Konsentrasi sipermetrin untuk masing-masing kelompok adalah 0.5 gr/L, 0.375 gr/L, 0.25 gr/L, dan 0.125 gr/L. Kutu dihitung menggunakan counter

dan diidentifikasi. Pengamatan kutu dilakukan tiga kali yaitu sebelum perlakuan, 24, dan 48 jam setelah perlakuan sipermetrin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kutu yang ditemukan hanya satu jenis yaitu M. gallinae dengan sebaran terbanyak di regio dada (89.93%). Pengaruh perlakuan sipermetrin dengan berbagai tingkat konsentrasi menunjukkan reduksi kutu yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Konsentrasi sipermetrin 0.125-0.5 g/L efektif mengendalikan kutu pada ayam petelur dengan metode penyemprotan (nilai reduksi 66.35-100% pada 24 jam setelah perlakuan).

Kata kunci : ayam petelur, ektoparasit, insektisida, kutu, M. gallinae, sipermetrin

ABSTRACT

YANIDA YUSUP SETIAWAN. Effectivity of Cypermethrin against Menopon

gallinae with Spraying Method in Laying Hens. Supervised by UPIK

KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.

(5)

 

   

48 hours after cypermethrin treatments. The result showed that the lice found only one species M. gallinae with the largest distribution in the breast region (89.93%). The effect of cypermethrin treatment in different concentration levels showed that the reduction of lice infestations were not significantly differents (p>0.05). The concentration of cypermethrin 0.125-0.5 g/L was effectively to control lice in laying hens by spraying method (reduction values 66.35-100% at 24 hours after treatment).

(6)

   

(7)

 

   

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EFEKTIVITAS SIPERMETRIN TERHADAP KUTU

Menopon

gallinae

DENGAN METODE PENYEMPROTAN PADA AYAM

PETELUR

 

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

BOGOR

2013

 

(8)

   

(9)

 

   

Judul Skripsi : Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon galiinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur

Nama : Yanida Yusup Setiawan

NIM : B04090032

Disetujui oleh

drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD Pembimbing I

drh Supriyono Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(10)

   

(11)

 

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2012 ini ialah analisis efikasi insektisida, dengan judul Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon gallinae

dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD dan drh Supriyono selaku dosen pembimbing, serta teman-teman satu tim penelitian Novita Elfrida Sembiring dan Eko Prasetyo Nugroho. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu, kakak, beserta teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(12)

   

(13)

 

   

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Tahap persiapan 2

Hewan Percobaan 2

Penghitungan Kutu 2

Tahap Pelaksanaan 2

Teknik Aplikasi Insektisida 2

Analisis data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Jenis dan Sebaran Kutu 3

Pengaruh Perlakuan Sipermetrin 5

SIMPULAN DAN SARAN 8

Simpulan 8 Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 8

(14)

   

   

DAFTAR TABEL

1 Sebaran kutu M. gallinae pada tubuh ayam 5 2 Persentase reduksi jumlah kutu 24 jam setelah perlakuan 5 3 Persentase reduksi jumlah kutu 48 jam setelah perlakuan 6

DAFTAR GAMBAR

(15)

   

PENDAHULUAN

Latar Belakang  

Parasitosis merupakan satu di antara kendala yang dihadapi oleh suatu peternakan, baik dalam peternakan komersial skala besar atau dalam peternakan skala kecil (back yard farm). Kendala tersebut dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan. Parasit pada ayam yang menjadi kendala di peternakan adalah endoparasit dan ektoparasit. Keberadaan parasit, khususnya ektoparasit sangat merugikan sehingga perlu dilakukan pengendalian. Ektoparasit yang umum menginfestasi unggas adalah kutu, tungau, pinjal, serta lalat. Kutu yang penting bagi kesehatan ayam adalah Menopon gallinae dan Lipeurus

caponis. Ornithonyssus bursa adalah jenis tungau yang sering ditemukan

menginfestasi ayam dan dikenal sebagai gurem.

Kutu yang sering menginfestasi pada ayam adalah kutu penggigit (biting lice). Dampak utama infestasi kutu penggigit pada ayam adalah iritasi dan pruritus yang progresif akibat gigitan dari kutu tersebut. Ayam menjadi tidak tenang, gelisah, kurang nafsu makan, serta penurunan produksi telur dan berat badan (Huchzermeyer 1999). Ayam juga bisa melukai atau merusak bulunya sendiri dengan cara mematuk dan menggosokkan bagian tubuh yang mengalami iritasi ke dinding kandang.

Upaya pengendalian perlu dilakukan untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh infestasi kutu. Pengendalian dapat dilakukan melalui perbaikan sistem manajemen peternakan dengan memperhatikan sanitasi kandang. Upaya pengendalian lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan infestasi kutu pada ayam masih jarang dilakukan.

Insektisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan hama permukiman di Indonesia saat ini pada umumnya berbahan aktif sipermetrin. Sipermetrin digunakan untuk mengendalikan serangga perusak kayu dan serangga terbang seperti lalat, nyamuk, lipas serta beberapa hama pertanian seperti hama penggerek (Wirawan 2006). Nagarjuna dan Doss (2009) menerangkan bahwa sipermetrin biasa digunakan untuk mengendalikan hama perumahan, sektor industri, dan pertanian. Suatu insektisida sudah harus diketahui efektivitasnya terhadap serangga sasaran dan memenuhi kriteria Komisi Pestisida sebelum formulasi insektisida tersebut di jual ke pasaran. Penulis merasa perlu untuk melakukan kajian efikasi sipermetrin apabila insektisida tersebut akan digunakan dalam pengendalian infestasi kutu pada ayam petelur. Uji efikasi sipermetrin 100 g/L terhadap mallophagosis pada ayam yang telah dilakukan Prelezov (2008) dengan metode immersing dan powder dusting menunjukkan efektifitas 80-100% pada 6 jam setelah perlakuan.

Tujuan Penelitian  

(16)

2   

Manfaat Penelitian  

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efektivitas sipermetrin terhadap kutu ayam dengan metode penyemprotan, sehingga sipermetrin dapat digunakan dalam pengendalian kutu pada ayam petelur.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2012, bertempat di kandang ayam Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL). Identifikasi kutu dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Tahap Persiapan

Hewan Percobaan

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur yang diperoleh dari peternakan ayam petelur King Farm yang berlokasi di Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan 51 ekor ayam yang terinfestasi kutu dan berumur rata-rata 80 minggu. Aklimatisasi dilakukan selama satu minggu dengan cara tidak memberikan perlakuan apapun pada ayam percobaan. Ayam ditempatkan pada kandang baterai, diberi makan dan minum secara ad libitum.

Penghitungan Kutu

Kutu pada tubuh ayam dihitung menggunakan counter pada regio leher, dada, sayap, dan ekor. Waktu penghitungan adalah 2-3 menit per ekor ayam (Hadi dan Rusli 2006). Penghitungan dilakukan tiga kali yaitu sebelum perlakuan, 24 dan 48 jam setelah perlakuan. Beberapa kutu hasil koleksi dibuat slide preparat untuk diidentifikasi menggunakan mikroskop dengan kunci identifikasi Soulsby (1982).

Tahap Pelaksanaan

Teknik Aplikasi Insektisida

(17)

 

   

Perlakuan sipermetrin dilakukan dengan metode spray yaitu dengan cara menyemprotkan insektisida pada tubuh ayam, dan dilakukan sebanyak empat kali pengulangan. Insektisida dilarutkan menggunakan pelarut air, dan disemprotkan menggunakan back sprayer dengan nozzle 19 (diameter 1 mm) pada tekanan 6 atm, dengan jarak penyemprotan kurang lebih satu meter. Penyemprotan dilakukan selama kurang lebih 30 detik sampai tubuh ayam cukup basah. Pengamatan efektivitas sipermetrin dilakukan dengan cara penghitungan reduksi kutu. Reduksi kutu dapat diketahui dengan cara menghitung selisih jumlah kutu sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Insektisida dinilai efektif apabila mampu mereduksi serangga sasaran dengan nilai reduksi ≥90% dalam waktu 24 jam (KOMPES 2012).

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui perbandingan reduksi kutu yang diperoleh pada masing-masing perlakuan. Pengolahan data untuk menghitung persentase reduksi kutu dilakukan dengan rumus :

A = X – X’ X

A = % Reduksi

X = Jumlah Populasi kutu sebelum perlakuan X’ = Jumlah populasi kutu setelah perlakuan

Hasil yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Tukey.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis dan Sebaran Kutu

Berdasarkan hasil pengamatan, kutu yang teridentifikasi menginfestasi ayam petelur ada satu jenis yaitu M. gallinae. Kutu M. gallinae diklasifikasikan ke dalam kelas Insecta, ordo Phthiraptera, subordo Mallophaga, kelompok Amblycera, dan famili Menoponidae. Kelompok Amblycera merupakan kelompok kutu penggigit dengan ciri khas kepala lebar dan mempunyai palpus maksila. M. gallinae merupakan spesies kutu yang biasa ditemukan pada ayam (Khan et al. 2003). M. gallinae sering dikenal sebagai kutu batang bulu ayam

(shaft louse) dan berwarna kuning pucat. Kutu betina memiliki preferensi

oviposisi pada bagian dasar bulu inangnya. Kutu ini dianggap berbahaya bagi unggas muda. Infestasi kutu pada unggas muda yang masih memiliki imunitas rendah menyebabkan stres sehingga rentan terhadap infeksi penyakit serta menyebabkan kematian (Kettle 1984).

(18)

4   

Habitat kutu penggigit adalah permukaan kulit di antara bulu. Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan makanannya yang berupa kerak kulit dan eksudat kering. Prevalensi kutu Mallophaga dipengaruhi oleh lingkungan. Intensitas infestasi kutu pada ayam lebih tinggi pada musim panas atau kemarau (Saxena et al. 1995). Kutu paling banyak ditemukan menginfestasi ayam di musim panas terutama pada bulan Juni-Agustus, dan akan sangat jarang ditemukan pada bulan November-Februari (El-Kifl et al. 1973).

Bentuk adaptasi morfologi kutu M. gallinae yaitu bentuk tubuh pipih dorsoventral, tipe mulut penggigit, bentuk kepala lebar, tidak memiliki sayap, dan tidak bermata. Kepala M. gallinae dilengkapi sepasang antena bertipe capitate yang terlindungi dalam suatu celah. M. gallinae mempunyai toraks yang terbagi atas protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Bagian protoraks biasanya terpisah dari dua bagian lainnya yaitu bagian mesotoraks dan metatoraks yang bergabung menjadi satu. M. gallinae memiliki tiga pasang kaki melekat pada toraks dengan satu atau dua ruas pada tarsusnya (Soulsby 1982). Kaki yang kokoh dengan kuku besar dan tonjolan tibia pada ujung tarsus berguna untuk merayap serta memegangi bulu atau rambut inangnya. Tiap ruas abdomen terdapat setae (rambut keras) untuk melindungi tubuh dari cekaman mekanik seperti gesekan pada kandang dan patukan ayam. Abdomen M. gallinae beruas delapan sampai sepuluh dan memanjang melebihi panjang toraksnya. Spirakel berjumlah enam pasang terdapat pada tepi ruas-ruas abdomen.

Hasil penghitungan kutu dari 51 ekor ayam diperoleh sebanyak 10716 kutu dengan sebaran regionya yaitu regio dada, sayap, ekor, dan leher. Banyaknya kutu pada tubuh ayam berbeda untuk tiap-tiap regio (Gambar 1 dan Tabel 1). M.

gallinae paling banyak ditemukan di tubuh ayam pada regio dada. Persentase

sebaran M. gallinae di tubuh ayam pada regio dada mencapai 89.93%. Hasil yang sama juga dilaporkan pada penelitian Ardhani (2013) yang menunjukkan sebaran

M. gallinae pada ayam petelur terbanyak di regio dada dengan persentase sebesar

92.51%. Besarnya persentase pada regio dada tersebut lebih banyak dibandingkan dengan regio sayap, ekor, dan leher (Tabel 1).

(19)

 

   

Tabel 1 Sebaran kutu Menopon gallinae pada tubuh ayam petelur

Sebaran berdasarkan regio tubuh

Dada Sayap Ekor Leher

Jumlah (kutu) 9637 658 269 152

Persentase (%) 89.93 6.14 2.51 1.41 Rata-rata (kutu) 188.96 ± 121.56 12.90 ± 14.10 5.27 ± 8.67 2.98 ± 5.79

Kisaran (kutu) 13-973 0-55 0-43 0-27

M. gallinae mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap bagian tubuh

tempat ditemukan pada inangnya (Noble dan Noble 1982). Berdasarkan hasil pengamatan predileksi M. gallinae yaitu pada regio dada. Regio dada merupakan regio yang paling banyak bulunya, M. gallinae lebih suka menempati regio yang banyak ditumbuhi bulu. Selain itu regio dada juga sulit dijangkau oleh patukan ayam, sehingga populasi kutu akan banyak ditemukan di regio ini. Pada regio leher, sayap, dan ekor jumlah kutu yang terhitung lebih sedikit. Hal tersebut disebabkan karena regio sayap lebih aktif digerakkan daripada regio dada sehingga tidak banyak kutu ditemukan pada regio sayap. Iritasi akibat gigitan kutu menyebabkan ayam sering menggesekkan tubuhnya ke dinding kandang.

Pengaruh Perlakuan Sipermetrin

Hasil pemaparan sipermetrin dengan berbagai tingkat konsentrasi pada penelitian ini menunjukkan terjadinya reduksi kutu pada tubuh ayam. Persentase reduksi kutu yang berbeda ditunjukkan pada setiap konsentrasi. Persentase reduksi kutu digunakan untuk mengevaluasi efektivitas sipermetrin.

Tabel 2 Persentase reduksi kutu pada 24 jam setelah perlakuan

Konsentrasi (g/L) Ulangan (%) Rata-rata (%)

1 2 3 4

(20)

6  Tabel 3 Persentase reduksi kutu pada 48 jam setelah perlakuan

Konsentrasi (g/L) Ulangan (%) Rata-rata (%)

1 2 3 4

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0.05).

Gambar 2 Persentase reduksi pada berbagai tingkat konsentrasi insektisida.

Reduksi kutu yang teramati pada 24 jam dan 48 jam mengalami peningkatan (Gambar 2). Peningkatan reduksi pada 24 jam dan 48 jam setelah perlakuan terjadi karena perbedaan lama waktu paparan insektisida yang diterima oleh serangga sasaran. Onset insektisida berbeda-beda pada setiap kutu. Perbedaan onset menyebabkan perbedaan waktu kematian kutu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sipermetrin dengan konsentrasi 0.5 g/L mampu mengendalikan kutu sampai 100% pada 24 jam dan 48 jam setelah perlakuan. Analisis statistika menunjukkan bahwa seluruh konsentrasi yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam mereduksi kutu (Tabel 2, 3).

(21)

 

   

Sipermetrin digunakan dalam mengendalikan kutu pada ayam di Zimbabwe (Chhabra dan Donora 1994). Preparat sipermetrin 1% yang diaplikasikan dengan metode dipping efektif dalam mengendalikan infestasi L. caponis pada ayam petelur (Islam et al. 1999). Verocai et al. (2008) melakukan uji efikasi pada sipermetrin 15% dalam mengontrol Struthiolipeurus spp. (Phthiraptera) pada

ostrich (burung unta) di Brazil yang menunjukkan hasil bahwa sipermetrin pada

konsentrasi tersebut mampu mengendalikan infestasi kutu dengan efektivitas mencapai 100% pada 21 hari setelah perlakuan. Van der Merwe et al. (2004) melakukan evaluasi pengaruh formulasi sipermetrin 1% yang diaplikasikan secara topikal pada 1mL/10kg berat badan terhadap S. struthionis pada burung unta di Afrika Selatan dan menunjukkan efektivitas mencapai 100%.

Sipermetrin sangat efektif mengendalikan kutu karena mempunyai karakteristik penting yaitu onset yang cepat (knockdown dan flushing), bertindak sebagai repelen, dosis yang diperlukan relatif rendah, pada umumnya tidak berbau, mudah larut dalam air, bersifat residual dalam jangka panjang, toksisitas pada mamalia rendah, serta sangat toksik pada ikan (Wirawan 2006). Velisek et al. (2006) melaporkan bahwa preparat sipermetrin 100 g/L menyebabkan toksisitas akut pada ikan rainbow trout yang ditunjukkan dengan gejala klinis seperti konvulsi, inkoordinasi gerak, dan respirasi dipercepat.

Sipermetrin merupakan jenis insektisida golongan piretroid sintetis yang termasuk dalam generasi ke empat. Senyawa ini mempunyai kerja yang lebih spesifik yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (Wirawan 2006). Racun kontak masuk ke dalam tubuh serangga secara langsung menembus kutikula, trakhea, dan kelenjar sensoris serangga dengan minyak atau komponen lain yang terdapat dalam formulasinya. Racun perut masuk ke tubuh serangga saat insektisida tertelan, melalui saluran pencernaan hingga akhirnya menyebabkan kematian.

Efektivitas suatu insektisida dalam mengendalikan ektoparasit diperkuat dengan metode aplikasi yang digunakan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan penyemprotan (spray). Metode spray merupakan metode yang paling banyak digunakan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Sekitar 75% dari seluruh preparat pestisida di dunia diaplikasikan dengan cara disemprotkan (Djojosumarto 2008). Alat yang digunakan yaitu sprayer yang praktis dan mudah digunakan. Metode spray ini sangat cocok diterapkan untuk mengendalikan ektoparasit di peternakan ayam petelur skala besar. Keuntungan dari metode spray

adalah insektisida yang disemprotkan akan tepat mengenai bidang sasaran yang diinginkan.

Metode aplikasi lainnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan ektoparasit kutu dan tungau pada ayam yakni metode dustbathing dengan insektisida. Martin dan Mullens (2012) melaporkan bahwa metode housing dan

dustbathing menggunakan diatomaceous earth (DE), kaolin clay, dan sulfur

memberikan efek yang signifikan pada upaya pengendalian Menacanthus

stramineus dan O. sylviarum pada ayam petelur. Persentase reduksi kutu sebesar

(22)

8   

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis kutu yang ditemukan pada ayam petelur adalah M. gallinae. Predileksi kutu M. gallinae yaitu terbanyak pada regio dada (89.93%). Konsentrasi sipermetrin 0.125-0.5 g/L yang diaplikasikan dengan metode spray efektif mengendalikan kutu dengan nilai reduksi 66.35-100% pada 24 jam setelah perlakuan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai residu insektisida sipermetrin dan toksisitas insektisida tersebut terhadap vertebrata.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhani WN. 2013. Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Kutu Ayam Petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Chhabra RC, Donora N. 1994. Ectoparasites of poultry in Zimbabwe and their control. Zimbn Vet J. 25:26-32.

Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

El-Kifl AH, Wahab A, Kamel MK, Abdel WAE. 1973. Poultry ectoparasites in sharikia Governorate. Agri Rev. 51:113-120.

Hadi UK, Rusli VL. 2006. Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus (Parasitiformis : Ixodidae) di daerah kota Bogor. J Med Vet. Indones.

10(2):55-60.

Huchzermeyer FW. 1999. Patología de avestruces y otras ratites. Madrid (ESP): Ediciones Mundi-Prensa: 284.

Islam MK, Mondal MMH, Rehman MM, Haque AKMF, Chaudhery MMA. 1999. Effects of Lipeurus caponis Linnaeus, 1958 (Mallophaga: Philoptiridae) on laying hens. Vet Rev. 14:32-33.

Kettle DS. 1984. Medical and Veterinary Entomology. New York-Toronto (US): Wiley-Interscience.

Khan MN, Nadeem M, Iqbal Z, Sajid MS, Abbas RZ. 2003. Lice infestation in poultry. Int. J Agri Biol 5(2):213-216.

[KOMPES] Komisi Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida

Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Direktorat Pupuk

(23)

 

   

Martin CD, Mullens BA. 2012. Housing and dustbathing effects on northern fowl mites (Ornithonyssus sylviarum) and chicken body lice (Menacanthus

stramineus) on hens. J Med Vet Entomol. 26(3):323-333.

Nagarjuna A, Doss PJ. 2009. Acute oral toxicity and histopathological studies of cypermethrin in rats. Indian J Anim Res. 43(4):235-240.

Noble ER, Noble GA. 1982. Parasitology : The Biology of Animal Parasites.

Philadelphia (US): Lea & Febiger.

Permin A, Hansen JW. 1998. The Epidemiology, Diagnosis and Control of

Poultry Parasites. Roma (IT): FAO.

Prelezov P. 2008. Comparative testing of some insecticides for control of mallophagosis in chickens. Trakia J Sci. 6:78-81.

Saxena AK, Kumar A, Singh SK. 1995. Prevalence of Menopon gallinae Linne (Phthiraptera: Amblycera) on poultry birds of Garhwal. J Parasit Dis.

19:69-72.

Soulsby EJL. 1982. Parasitology: The Biology of Animal Parasites 5th Ed. Philadelpia (US): Lea and Febiger.

Van Der Merwe JS, Smit FJ, Van Schalkwyk L. 2004. The efficacy of an amitraz/cypermethirn pour-on applied topically against the lice of ostrich

(Struthio camelus). J S Afr Vet Assoc. 75:70-71.

Verocai GG, Lopes LN, Burlini L, Cruz-Viera VP, Melo RMPS, Coumendouros K. 2008. Efficacy of cypermethrin on the control of Struthiolipeurus spp. (Phthiraptera: Philopteridae) in ostrich. Arq Bras Med Vet

Zootec. 60(5):1274-1276.

Velisek J, Wlasow T, Gomulka P, Svobodova Z, Dobsikova R, Novotny L, Dudzik M. 2006. Effects of cypermethrin on rainbow trout (Oncorhynchus

mykiss). Vet Med J. 51(10):469-476.

Wirawan IA. 2006. Insektisida Permukiman. Di dalam Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan

Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman

(24)

10   

RIWAYAT HIDUP

Yanida Yusup Setiawan lahir di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Januari1991 dan merupakan putra kedua dari pasangan Bapak Suroto dan Ibu Kibti Muyasaroh. Penulis mengecap pendidikan dasar di SD Negeri 1 Cangakan pada tahun 1997 dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Karanganyar pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri Kebakkramat. Tahun 2009 penulis resmi menjadi civitas akademika Institut Pertanian Bogor melalui jalur Usmi IPB. Kegiatan penulis diluar akademik adalah mengikuti organisasi AgriaSwara yang merupakan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) IPB, menjadi anggota himpro (himpunan minat dan profesi) HKSA FKH IPB, dan penulis cukup aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) asal Solo yang bernama Ayumas. Penulis pernah didaulat menjadi seorang ketua dalam sebuah acara tahunan himpro yang bertajuk “Lovepetsnia Gathering and

Conference” yang merupakan acara rutin yang diadakan untuk mengumpulkan

Gambar

Tabel  3 Persentase reduksi kutu pada 48 jam setelah perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

The strict n -species ESS is in analogy with the one-species ESS theory from a dynamical point of view, too, since it guarantees the asymptotic stability of the replicator dynamics

[r]

Hasil penelitian limbah kulit jagung menunjukkan bahwa pilinan tali jagung memiliki kelebihan sifat ringan, rapi, warna cerah dan proses pengolahan yang relatif

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh citra, kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas nasabah bank jateng

Perhitungan data untuk mengetahui nilai emp yaitu dengan menggunakan analisis regresi linier dan time headway , dan untuk perhitungan data kinerja simpang

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan proses pembelajaran keterampilan menceritakan kembali cerita anak siswa kelas VII SMP Futuhiyyah Mranggen setelah

Sedangkan pada perlakuan D2B1, D3B1, D4B1, D2B2semua perlakuan ini memiliki kalus yang berwarna putih kecoklatan.Menurut (Widyawati, 2010 dalam Sumadji, dkk 2014) warna