• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Pengadaan Dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional Pada PT X Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Pengadaan Dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional Pada PT X Bogor"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PENGENDALIAN

PERSEDIAAN BAHAN BAKU JAMU TRADISIONAL PADA

PT X BOGOR

Oleh :

HELENA

A07400143

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

HELENA. Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional Pada PT X Bogor. Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA.

Industri jamu tradisional yang mengolah tanaman obat sebagai bahan bakunya sangat tergantung pada sumber daya alam dalam memperoleh tanaman obat, yang umumnya bersifat musiman dari areal produksi yang tersebar. Pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku memegang peranan penting dalam menentukan efektivitas dan efisiensi proses produksi. Dua kendala yang dihadapi dalam pengadaan persediaan bahan baku adalah pertama, jika persediaan bahan baku yang ditetapkan perusahaan terlalu besar maka perusahaan akan menghadapi tingginya biaya penyimpanan dan resiko kerusakan bahan akibat terlalu lama disimpan. Kedua, jika persediaan terlalu kecil maka akan menghambat kelancaran proses produksi dan tingginya biaya pemesanan akibat pemesanan yang berulang-ulang.

Untuk dapat menjaga kelangsungan proses produksi dan efisiensi biaya, perusahaan perlu merencanakan dengan tepat suatu sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan bakunya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak dalam industri jamu tradisional dengan tujuan (1) menganalisis kebijakan pengendalian bahan baku yang diterapkan perusahaan dan (2) memberikan model alternatif pengendalian bahan baku bagi perusahaan sehingga dapat meminimumkan biaya yang terkait dengan adanya persediaan bahan baku.

Penelitian dilakukan pada PT X di daerah Bogor Jawa Barat yang mengolah tanaman obat (simplisia) menjadi jamu tradisional dalam bentuk kapsul dan teh herbal. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT X merupakan satu-satunya perusahaan yang memproduksi jamu tradisional yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Penentuan jumlah persediaan simplisia baik dari segi tingkat pemesanan ataupun kuantitas pembeliannya dianalisis dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) dengan penentuan ukuran lot teknik Lot For Lot

(LFL), Economic Order Quantity (EOQ) dan Part Period Balancing (PPB). Simplisia yang digunakan PT X dalam proses produksi berjumlah 21 jenis. Dalam penelitian ini simplisia yang dianalisis dibatasi dengan sistem klasifikasi ABC yang menerapkan ”Pareto Analysis” yang membagi bahan baku me njadi tiga kelas yaitu A,B dan C berdasarkan nilai pembeliannya. Bahan baku yang dianalisis adalah simplisia yang termasuk dalam kelas A yaitu jahe merah dan adas soa.

(3)

Metode ini dipakai untuk menghindari kerusakan simplisia akibat terlalu lama disimpan di gudang.

Dalam kebijakan pengendalian persediaan simplisia PT X belum menerapkan metode tertentu. Berdasarkan kebijakan perusahaan biaya pemesanan untuk simplisia jahe merah selama tahun 2004 sebesar Rp 3.075.000,00 dan simplisia adas soa sebesar Rp 1.950.000,00 sedangkan biaya penyimpanan untuk simplisia jahe merah sebesar Rp 1.467.835,87 dan simplisia adas soa sebesar Rp 674.657,28. Total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan untuk kedua simplisia tersebut adalah Rp 4.542.835,87 untuk simplisia jahe merah dan Rp 2.624.657,28 untuk simplisia adas soa.

Hasil analisis pengendalian persediaan simplisia dengan menggunakan metode MRP menunjukkan bahwa metode MRP dapat memberikan penghematan bagi pengeluaran biaya dari kebijakan perusahaan. Metode MRP teknik PPB memberikan penghematan terbesar pada biaya persediaan. Untuk simplisia jahe merah biaya pemesanan yang dihasilkan teknik PPB adalah sebesar Rp 750.000,00 dengan frekuensi pemesanan sebanyak 10 kali dan biaya penyimpanan sebesar Rp 695.746,49 sehingga total biaya persediaan selama setahun sebesar Rp 1.445.746,00. Untuk simplisia adas soa biaya pemesanan yang dihasilkan teknik PPB sebesar Rp 375.000,00 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 273.563,14, sehingga total biaya persediaan selama setahun sebesar Rp 776.094,14.

Penghematan biaya pemesanan yang dihasilka n teknik PPB terhadap kebijakan perusahaan untuk simplisia jahe merah sebesar Rp 2.325.000,00 atau sebesar 75,6 persen sedangkan untuk simplisia adas soa sebesar Rp 1.575.000,00 atau sebesar 80,76 persen. Biaya penyimpanan yang dihemat untuk simplisia jahe merah adalah sebesar Rp 772.089,38 atau sebesar 54,93 persen sedangkan untuk simplisia adas soa sebesar Rp 273.563,14 atau sebesar 40,55 persen. Total biaya persediaan yang dihemat untuk simplisia jahe merah adalah sebesar Rp 3.097.089,38 atau sebesar 68,18 persen dan untuk simplisia adas soa adalah sebesar Rp 1.848.563,14 atau sebesar 69,56 persen.

(4)

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PENGENDALIAN

PERSEDIAAN BAHAN BAKU JAMU TRADISIONAL PADA

PT X BOGOR

Oleh :

HELENA

A07400143

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh :

Nama : Helena

NRP : A07400143

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional Pada PT X Bogor

dapat diterima sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 132 133 965

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU JAMU TRADISIONAL PADA PT X BOGOR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 13 Desember 2005

(7)

RIWAYAT HIDUP

Helena dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 November 1981 dari ayah Henry Alfred Joseph Mamesah dan ibu Nuryani. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 81 Jakarta dan pada tahun 2000 lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Pergurua n Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional Pada PT X Bogor”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis kebijakan PT X Bogor mengenai sistem pengadaan dan persediaan bahan baku jamu tradisional yang selama ini dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mencari alternatif model pengendalian persediaan yang optimum.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah

memberikan saran dan arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Orang Tua Papa dan Mama dan kakak-kakak atas dukungan dan doanya selama penulisan skripsi.

5. Max, Chirripa dan Mathilda atas kebersamaan selama ini dalam suka dan duka.

6. Bapak Chairul selaku pimpinan PT X atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini.

7. Ibu Farida dan Mas Yudi selaku staf PT X yang telah membimbing dan memberikan saran serta masukan selama penulis melakukan penelitian.

8. John S. Cay atas doa, dukungan, bantuan dan perhatian yang diberikan dengan tulus kepada penulis selama ini. Thank you for loving me just the way I am. I love you.

9. Anissa, Inoe, Nia, Dhona, Mirenk, Terra, Nink-Nink, B-No, Santi dan Yanti untuk persahabatan dan dukungan selama ini. Thank God for giving me the chance to know these wonderful people. You’re the best guys.

10. Nanda, Kribo, Irma, Lenni, Debbi “Juju” atas kebersamaan selama penulis tinggal di Bogor.

11. Kiki “Mbee”, Indry, Fitri, Septi, Teguh, Mirvan “Cekel” dan Dona atas persahabatan selama ini, semoga awet sampai seterusnya.

(10)

13. Popon atas bantuan selama ini khususnya pada saat penulis mengikuti ujian sidang skripsi.

14. Teh Ida (KOMDIK), Suprehatin, SP (staf sekretariat AGB), Mas Hamid (staf sekretariat MAB) dan segenap staf Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(11)

DAFTAR ISI

2.4 Industri Obat Tradisional ... 13

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

2.5.1 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 15

2.5.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Simplisia ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Pengadaan Bahan Baku ... 19

3.1.2 Konsep Persediaan ... 19

3.1.3 Jenis-Jenis Persediaan ... 20

3.1.4 Fungsi Persediaan... 20

3.1.5 Biaya Persediaan ... 21

3.1.6 Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 23

3.1.7 Metode Analisis ABC ... 24

3.1.8 Model-Model Dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 26

3.1.8.1 Teknik Lot For Lot (LFL) ... 29

3.1.8.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ... 29

3.1.8.3 Teknik Part Period Balancing (PPB) ... 32

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 32

3.2.1 Sistem Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku ... 33

3.2.2 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 33

(12)

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Lokasi Penelitian ... 37

4.2 Metode Pengumpulan Data ... 37

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 38

4.3.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan Dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 38

4.3.2 Penentuan Bahan Baku Pokok Perusahaan ... 38

4.3.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan ... 39

4.3.4 Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku ... 40

4.3.5 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Bahan Baku ... 41

4.3.6 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 41

4.4 Perbandingan Antar Berbagai Model ... 43

4.4.1 MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ... 43

4.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ... 44

4.4.3 MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ... 45

4.4.4 Kebijakan Perusahaan ... 47

4.5 Analisis Perbandingan Biaya ... 47

4.6 Definisi Operasional... 48

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 49

5.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan... 49

5.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 50

5.3 Produk dan Strategi Pemasaran PT X ... 53

6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku... 59

6.3 Prosedur Pembelian Bahan Baku ... 59

6.4 Sistem Pengadaan Bahan Baku ... 60

BAB VII ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN SIMPLISIA PT X ... 63

7.1 Klasifikasi Bahan Baku ... 63

7.2 Biaya Persediaan ... 64

7.3 Pemakaian Bahan Baku... 66

7.4 Waktu Tunggu Pengadaan Bahan Baku ... 67

7.5 Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT X ... 68

7.5.1 Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT X... 68

7.5.2 Metode MRP (Material Requirement Planning) ... 71

7.5.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ... 71

(13)

7.5.2.3 Metode MRP Teknik Part Period Balancing

(PPB) ... 76

7.5.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan ... 78

7.5.3.1 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian pada Tiap Jenis Simplisia ... 79

7.5.3.2 Rekapitulasi Perbandingan pada Keseluruhan Persediaan Simplisia ... 82

7.5.4 Analisis Penghematan Terhadap Kebijakan Perusahaan... 84

7.5.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Simplisia ... 88

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) dan

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia

(15)

19 Perbandingan Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan Metode MRP dengan Kebijakan Perusahaan PT X, 2004 ... 79 20 Perbandingan Biaya Pemesanan Simplisia Jahe Merah dan

Adas Soa Metode MRP dengan Kebijakan Perusahaan (Rp), 2004 ... 80 21 Perbandingan Biaya Penyimpanan Simplisia Jahe Merah dan

Adas Soa Metode MRP dengan Kebijakan Perusahaan (Rp), 2004 ... 81 22 Perbandingan Biaya Persediaan Simplisia Jahe Merah dan

Adas Soa Metode MRP dengan Kebijakan Perusahaan (Rp), 2004 ... 81 23 Rekapitulasi Perbandingan Antar Teknik Pada Persediaan

Simplisia Jahe Merah Metode MRP dengan Kebijakan

Perusahaan, 2004... 82 24 Rekapitulasi Perbandingan Antar Teknik Pada Persediaan

Simplisia Adas Soa Metode MRP dengan Kebijakan

Perusahaan, 2004... 83 25 Persentase Penghematan Metode MRP Terhadap Kebijakan

Perusahaan, 2004... 85 26 Persentase Penghematan Biaya Persediaan Berbagai Teknik

Metode MRP Terhadap Kebijakan Perusahaan, 2004 ... 85 27 Rekapitulasi Perbandingan Penghematan Antar Teknik dalam

Metode MRP Untuk Simplisia Jahe Merah Terhadap

Kebijakan Perusahaan, 2004 ... 86 28 Rekapitulasi Perbandingan Penghematan Antar Teknik dalam

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1 Grafik Metode Analisis ABC Terhadap Bahan Baku... 26

2 Hubungan Antara Biaya Pemesanan dengan Biaya Penyimpanan ... 30

3 Kurva Penggunaan Bahan... 31

4 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

5 Struktur Organisasi PT X... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1 Klasifikasi ABC Persediaan Simplisia... 95 2 Perhitungan Biaya Persediaan Rata-Rata Simplisia Jahe

Merah dan Adas Soa dengan Kebijakan Perusahaan ... 96 3 Perhitungan EOQ dan EPP... 97 4 Perhitungan PPB Persediaan Simplisia Jahe Merah dan

Adas Soa PT X 2004 ... 98 5 Perhitungan Persediaan Simplisia Jahe Merah

Dengan Metode MRP Teknik LFL ... 99 6 Perhitungan Persediaan Simplisia Jahe Merah

Dengan Metode MRP Teknik EOQ ... 100 7 Perhitungan Persediaan Simplisia Jahe Merah

Dengan Metode MRP Teknik PPB ... 101 8 Perhitungan Persediaan Simplisia Adas Soa

Dengan Metode MRP Teknik LFL ... 102 9 Perhitungan Persediaan Simplisia Adas Soa

Dengan Metode MRP Teknik EOQ ... 103 10 Perhitungan Persediaan Simplisia Adas Soa

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati. Diperkirakan sekitar 30.000 spesies tumbuhan yang tumbuh dalam hutan hujan tropika di Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 1.260 spesies tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat (Supriadi, 2001). Tumbuhan obat yang diolah menjadi obat tradisional atau yang lebih dikenal dengan sebutan jamu, sudah sejak dulu dipergunakan masyarakat Indonesia secara turun-temurun untuk mengobati berbagai penyakit. Misalnya tumbuhan temu lawak yang memiliki khasiat dalam penyembuhan radang hati kronis atau buah merah dari Papua yang memiliki banyak manfaat bahkan dapat digunakan dalam pengobatan bagi penderita HIV dan kanker.

Sampai saat ini jamu tradisional masih ditempatkan sebagai komplemen pengobatan alternatif, artinya hanya digunakan bila terjadi kelangkaan obat modern. Padahal jika dikembangkan melalui kajian ilmu pengetahuan dan teknologi sehi ngga memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu maka jamu tradisional tidak hanya menjadi pelengkap obat modern tetapi dapat menjadi unsur sistem pelayanan kesehatan.

(19)

dengan harga yang sangat tinggi. Kenaikan harga obat-obatan tersebut mendorong masyarakat untuk beralih ke pengobatan tradisional. Selain itu peran pemerintah dalam pengembangan potensi tumbuhan obat dan trend back to nature dalam gaya hidup masyarakat juga menciptakan peluang bagi perkembangan industri jamu tradisional. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri jamu tradisional baik dalam skala besar yang dikelompokkan dalam Industri Obat Tradisional (IOT) ataupun dalam skala kecil dan menengah yang dikelompokkan dalam Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) jumlahnya selalu meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah IOT dan IKOT sejak tahun 1999 sampai 2002 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia Tahun 1999-2002

Tahun IOT IKOT

1999 77 559

2000 79 608

2001 87 722

2002 94 759

Sumber : Badan POM, 2004

(20)

Tabel 2. Volume Penggunaan Simplisia Pada Industri Obat Tradisional di Indonesia(kg)

Tahun Volume Penggunaan Simplisia (kg)

1999 6.120.883

2000 9.189.066

2001 10.679.618

2002 23.336.758

Total 49.354.325

Sumber : BPS, 2004 (diolah)

Kenaikan jumlah perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri jamu tradisional, selain menunjukkan kemajuan industri jamu tradisional juga mengindikasikan tingkat persaingan yang semakin ketat setiap tahunnya. Untuk dapat bertahan dalam menghadapi persaingan perusahaan dapat memperkuat daya saing dengan meningkatkan mutu produk melalui efisiensi biaya produksi.

Untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga terjangka u maka dalam pelaksanaan proses produksi perusahaan harus bertindak secara efektif dan efisien dalam proses produksi dan penggunaan biaya produksi. Pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku memegang peranan penting dalam menentukan efektivitas dan efisiensi proses produksi yang secara langsung menentukan mutu produk perusahaan.

(21)

yang berulang-ulang. Perencanaan yang tidak tepat akan menimbulkan inefisiensi baik dalam proses produksi ataupun biaya produksi sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

1.2Perumusan Masalah

Dalam industri jamu tradisional pengadaan dan persediaan bahan baku merupakan faktor yang sangat penting dalam proses produksi. Hal ini disebabkan karena simplisia sebagai bahan baku jamu berasal dari tanaman obat dengan kualitas yang beragam dan bersifat bergantung dari alam. Kondisi tersebut bertentangan dengan kebutuhan simplisia secara kontinu dengan kualitas sesuai standar perusahaan dalam proses produksi. Seiring dengan kenaikan jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri jamu tradisional setiap tahunnya menyebabkan peningkatan penggunaan simplisia. Padahal simplisia yang digunakan biasanya berasal dari hutan atau kebun sehingga bersifat musiman dan dapat terjadi kelangkaan sewaktu-waktu. Untuk menjaga kelangsungan proses produksi dan efisiensi biaya perusahaan dapat menerapkan suatu sistem pengendalian persediaan yang mampu untuk mengantisipasi ketidakpastian dan kemungkinan lain seperti kekurangan atau kelebihan bahan baku.

(22)

PT X mulai mengembangkan usaha dengan memperluas daerah pemasaran ke Jakarta, Lampung dan Bali.

Simplisia yang digunakan PT X dalam proses produksi sebagian besar diperoleh dari pemasok yang berada di Yogyakarta. Jauhnya jarak dari pemasok dan sifat simplisia yang tergantung pada alam membuat pihak perusahaan perlu merencanakan suatu sistem pengendalian persediaan bahan baku secara efektif dan efisien. Pada bulan Januari tahun 2003 PT X sempat mengalami kekurangan simplisia dipasok dari Yogyakarta. Untuk menghindari kekurangan pasokan simplisia maka pada periode produksi selanjutnya jika perusahaan akan memesan salah satu atau beberapa jenis simplisia yang dipasok dari Yogyakarta maka simplisia lainnya yang juga dipasok dari daerah tersebut juga dipesan sehingga terjadi penumpukan stok simplisia dalam jumlah yang sangat besar.

Agar persediaan simplisia tidak rusak akibat terlalu lama disimpan maka perusahaan menggunakan persediaan tersebut dalam proses produksi sehingga pada akhir tahun 2003 terjadi over produksi yang mengakibatkan kelebihan stok dalam jumlah besar karena tidak diimbangi dengan tingkat penjualan yang cukup tinggi (Tabel 3).

(23)

sebesar 13,89 persen dari tahun sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.

Tabel 3. Rekapitulasi Pro duksi dan Penjualan Produk Jamu PT X Tahun 2001-2003

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kebijakan pengendalian bahan baku yang selama ini dilakukan PT X ?

2. Apakah ada model alternatif pengendalian persediaan bahan baku bagi PT X sehingga dapat meminimumkan biaya persediaan bahan baku ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kebijakan pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan PT X.

(24)

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat sebagai :

1. Bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil kebutuhan tentang manajemen persediaan bahan baku sehingga diperoleh tingkat persediaan bahan baku yang optimal dengan biaya persediaan minimum.

2. Aplikasi ilmu yang didapat oleh penulis khususnya mengenai manajemen persediaan bahan baku.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Deskripsi Simplisia

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.230/Menkes/IX/76 yang dimaksud simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Ada empat macam simplisia yaitu :

1. Simplisia Nabati

Yaitu simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah simplisia nabati yang berupa tanaman obat.

2. Simplisia Hewani

Yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia Pelikan/Mineral

Yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan/mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

(26)

Yaitu simplisia baik yang berupa simplisia nabati, hewani ataupun pelikan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dengan melalui jalan darat, laut atau udara.

Spektrum penggunaan simplisia dibagi menjadi dua yaitu (Suryadi, 2001): 1. Spektrum Sempit (Terbatas) :

Dalam hal ini simplisia yang digunakan hanya memliki satu macam manfaat, contohnya simplisia daun kumis kucing yang terbatas digunakan sebagai diuretikum (pelancar air seni).

2. Spektrum Luas (Multiguna) :

Simplisia yang digunakan memiliki banyak manfaat, contohnya simplisia jahe yang selain digunakan sebagai obat tradisional penghilang nyeri juga dapat digunakan sebagai bumbu masakan, minyak atsiri dan bahan baku industri makanan dan minuman.

Dalam perdagangan simplisia tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia yang sepenuhnya murni. Ketentuan yang ditetapkan oleh Depkes RI (1995) mengenai kandungan bahan asing yang tidak boleh terdapat dalam simplisia yaitu :

§ Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau kotoran

hewan, tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain, tidak mengandung bahan lain yang beracun dan atau berbahaya.

§ Simplisia hewani harus bebas dari fragmen hewan asing atau kotoran hewan,

(27)

§ Simplisia pelikan harus bebas dari pengotoran oleh tanah, batu, hewan,

fragmen hewan dan bahan asing lainnya. 2.2 Tanaman Obat Tradisonal

Tanaman obat tradisional merupakan tanaman yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (Zuhud, 1994). Di Indonesia tanaman obat dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu :

1. Hutan

Sampai saat ini belum ada catatan yang pasti mengenai jumlah tanaman di Indonesia yang telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Sumber bahan baku obat tradisional yang terbesar berasal dari hutan. Ditjen POM (1991) mencatat sekitar 283 spesies tanaman yang sudah terdaftar digunakan oleh industri obat tradisional. Berdasarkan buku Materia Medika Indonesia jilid I-V yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (1977, 1978, 1980, 1989, 1995) baru tercatat 140 spesies tanaman obat yang berasal dari hutan tropika Indonesia.

2. Perkebunan

Selain dari hutan tanaman obat juga dihasilkan oleh perkebunan swasta ataupun kebun-kebun percobaan milik pemerintah. Program intensifikasi pola tanam dari tanaman obat selain melalui pola tanam monokultur juga dapat dilakukan pola tanam tumpang sari yang dilakukan bersama -sama atau di antara tanaman lain.

(28)

Beberapa tanaman obat merupakan hasil pertanian yang cukup potensial melalui peningkatan intensifikasi lahan pertanian. Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan produktivitas lahan salah satunya adalah dengan menggunakan tanaman obat sebagai tanaman sela atau menerapkan pola tanam campuran.

4. Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

Pada tahun 1980 Ditjen POM telah menghimbau masyarakat Indonesia untuk mulai menanam tanaman obat di sekitar rumah baik di atas tanah langsung atau di dalam pot. Tanaman obat yang ditanam biasanya merupakan tanaman yang selain dapat dimanfaatkan sebagai obat juga dapat digunakan sebagai bumbu masakan, misalnya jahe, kunyit, kencur atau lengkuas.

Menurut asalnya tanaman obat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu (Zuhud, 1994) :

1. Tanaman Obat Budidaya

Tanaman obat telah dibudidayakan oleh masyarakat baik perseorangan di kebun, sawah ataupun di perkebunan dalam jumlah yang besar. Saat ini telah banyak industri obat tradisional yang menjalin kemitraan dengan petani-petani guna menjaga kontinuitas pasokan dan kualitas bahan baku.

2. Tanaman Obat Hutan

(29)

Tanaman yang dimanfaatkan sebagai obat, tumbuh liar bahkan tanpa ada yang sengaja menanam dapat hidup subur bahkan hidup di antara tanaman pertanian ataupun perkebunan sebagai gulma atau di lahan lain di luar hutan alam.

4. Tanaman Obat Impor

Beberapa tanaman obat diimpor dari luar negeri seperti dari Cina, India dan Irak.

2.3 Sentra Produksi Tanaman Obat

Sistem pengembangan komoditas tanaman obat mempunyai kaitan ke belakang (bacward linkage) yaitu diusahakan oleh banyak petani atau pengumpul yang ada di pedesaan dan kaitan ke depan (forward linkage) yaitu menyediakan bahan baku industri obat tradisional salah satu komoditas yang memiliki pasar dalam dan luar negeri. Pemasaran tanaman obat di Indonesia selain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri obat tradisional dalam negeri juga ditujukan untuk memenuhi permintaan dari luar negeri.

(30)

Wonogiri, Klaten, dan Boyolali untuk tanaman obat seperti bangle, kencur, lempuyang dan temulawak.

Sentra produksi tanaman obat 90 % terdapat di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah (Chanisah, 1996). Untuk tanaman obat budidaya berasal dari daerah Klaten, Boyolali, Wonogiri, Tawangmangu, Purwodadi, Demak, Kudus, Jepara, Magelang dan Purwokerto. Di Jawa Timur terdapat di daerah Banyuwangi, Jember, Malang dan Pacitan. Untuk Jawa Barat adalah Garut dan Subang.

Beberapa tanaman obat budidaya yang berasal dari luar Pulau Jawa adalah lada hitam dari Lampung, pala dari Sulawesi dan Irian Jaya, kayu manis dari Kalimantan, cengkeh dari Kalimantan dan Sulawesi. Untuk tanaman obat hutan sentra produksinya adalah Jawa, Kalimantan, Madura dan Irian Jaya. Pengusahaan tanaman obat umumnya dilakukan oleh petani secara swadaya melalui pola tanaman monokultur dan tumpang sari dengan tanaman keras ataupun tanaman semusim pada lahan kebun dan lahan pekarangan. Untuk tanaman obat impor berasal dari India dan Cina. Sedangkan tanaman obat liar hampir keseluruhannya dipasok dari daerah Jawa Tengah seperti Wonogiri, Tawangmangu, Boyolali, Klaten dan sebagian kecil dari daerah di Jawa Timur.

2.4 Industri Obat Tradisional

Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan industri dikelompokkan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya menjadi :

a. Industri Besar

(31)

b. Industri Sedang

Yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 20 orang sampai dengan 99 orang.

c. Industri Kecil

Yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 5 orang sampai dengan 19 orang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/MENKES/Per/V/1990 te ntang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, maka industri obat tradisional dibagi dalam kategori :

1. Industri Obat Tradisional (IOT)

Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000,00 tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Beberapa contoh industri yang termasuk IOT adalah Jamu Air Mancur, Jamu Jago dan Mustika Ratu.

2. Industri Kecil Obat Tradisonal (IKOT)

Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

3. Usaha Jamu Racikan

(32)

4. Usaha Jamu Gendong

Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel atau parem, tanpa penandaan dan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu

Analisis tentang pengendalian bahan baku telah banyak dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan optimalitas persediaan bahan baku sehingga meminimumkan biaya persediaan.

2.5.1 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku

(33)

Hasil penelitian yang dilakukan Lim Evily (2001) pada PT KNA menyatakan bahwa dalam pengadaan bahan baku air kelapa sistem persediaan yang diterapkan PT KNA hampir mendekati optimal. Sedangkan penerapan metode EOQ untuk bahan baku gula pasir impor lebih optimal dibandingkan jika menggunakan gula pasir lokal.

Penelitian Zakiah (2002) mengenai sistem pengendalian persediaan bahan baku produk Dodol Garut pada PT Herlinah Cipta Pratama (HCP) bertujuan untuk mencari model pengendalian persediaan yang terbaik bagi perusahaan dengan menggunakan metode MRP teknik LFL, EOQ dan PPB. Bahan baku yang dianalisis adalah ketan, kelapa, gula pasir dan gula merah. Setelah dilakukan perhitungan biaya persediaan dengan teknik MRP maka penghematan terbesar untuk bahan baku kelapa, gula pasir dan gula merah didapat dengan menggunakan teknik LFL. Sedangkan untuk bahan baku ketan penghematan terbesar dicapai dengan menggunakan teknik EOQ. Teknik PPB tidak dapat digunakan karena tidak sesuai dengan sifat bahan baku yang digunakan PT HCP karena sebagian besar bahan baku merupakan produk-produk hasil pertanian yang tidak tahan lama.

2.5.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Simplisia

(34)

dan jumlah persediaan pengaman yang harus tersedia untuk mengatasi kekurangan bahan baku dengan biaya persediaan yang minimum. Hasil analisis dengan metode EOQ untuk ketiga jenis Zingiberaceae tidak terlalu nyata, namun untuk 130 macam bahan baku yang digunakan dampaknya terhadap peningkatan biaya operasional akan semakin besar.

Penelitian yang dilakukan Tupanwael (2003) menganalisis sistem persediaan simplisia temulawak dan kumis kucing pada Fa Pusaka Ambon Jakarta dengan metode EOQ. Hasil analisis dengan menggunakan metode EOQ menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan simplisia yang dilakukan perusahaan selama ini belum optimal. Pengendalian persediaan simplisia dengan metode EOQ menghasilkan biaya persediaan yang lebih minimal dibandingkan dengan kebijakan perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan perhitungan dengan kedua teknik dari metode MRP lainnya sehingga tidak diketahui teknik mana yang dapat memberikan biaya persediaan paling minimum.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku bertujuan untuk mencapai optimalisasi tingkat persediaan pada perusahaan untuk dalam mengefisiensikan biaya produksi. Hasil penelitian dengan metode MRP menunjukkan bahwa metode MRP dapat memberikan penghematan biaya persediaan yang cukup besar bagi perusahaan.

(35)

dalam penelitian ini menggunakan metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan PBB, dimana dalam penelitian sebelumnya hanya menggunakan metode EOQ sehingga tidak diketahui apakah kedua teknik lainnya dapat memberikan penghematan yang lebih besar.

(36)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Bahan Baku

Bahan baku memegang peranan penting dalam industri yang mengolah suatu produk. Menurut Mulyadi (2000) bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral atau menyeluruh dari produk jadi. Pembelian bahan baku merupakan kegiatan utama dalam pengadaan bahan baku. Prosedur pembelian yang dilakukan setiap perusahaan berbeda satu sama lain tergantung jenis bahan baku, volume kegiatan dan pembebanan tanggung jawab persediaan pada masing-masing perusahaan.

Menurut Stevenson (1990) bahan baku yang digunakan dalam proses produksi digolongkan menjadi :

1. Raw Materials, yaitu bahan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari barang jadi dan merupakan bagian pengeluaran terbesar dari suatu proses produksi.

2. Purchased Parts, yaitu bahan dari produk jadi yang digunakan dalam jumlah kecil.

3. Supplies, yaitu bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak menjadi bagian dari barang jadi.

(37)

dalamnya pemilihan pemasok, mutu bahan baku, distribusi, penanganan penyimpanan sampai bahan baku tersebut digunakan dalam proses produksi. 3.1.2 Konsep Persediaan

Biegel (1992) mendefinisikan persediaan sebagai bahan yang disimpan dalam gudang untuk kemudian digunakan atau dijual. Persediaan dapat berupa bahan baku untuk keperluan proses, barang-barang yang masih dalam pengolahan dan barang jadi yang disimpan untuk penjualan.

Menurut Assauri (1998) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud dan tujuan untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.

Pada dasarnya dari kedua definisi tersebut persediaan merupakan hal pokok dalam menjaga kontinuitas produksi. Tujuan utama dari persediaan adalah sebagai penyangga antara supply dan demand (Assauri, 1998). Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijakan dan pengendalian persediaan yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan. Dengan adanya persediaan perusahaan dapat terus memenuhi permintaan konsumen walaupun bahan yang dibutuhkan dalam proses produksi tidak tersedia dalam fasilitas penyimpanan atau sedang dalam pengiriman.

3.1.3 Jenis-Jenis Persediaan

(38)

1. Cycle stocks

Persediaan terjadi karena pemesanan yang teratur, biasanya perusahaan mengadakan persediaan lebih didasarkan pada permintaan konsumen.

2. Safety stocks

Persediaan yang diadakan perusahaan berfungsi sebagai penyangga yang akan digunakan jika terjadi kekurangan persediaan agar tidak menghambat proses produksi.

3. Seasonal stocks

Merupakan persediaan yang disimpan untuk mempertahankan kestabilan proses produksi walaupun terjadi variasi musiman.

4. Pipeline stocks

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari pemasok sampai ke tangan perusahaan. Perusahaan perlu memperkirakan dengan tepat kapan pemesanan persediaan ini harus dilakukan agar resiko keterlambatan ataupun kerusakan bahan dapat dihindari.

5. Other stocks

Persediaan yang disimpan karena alasan-alasan tertentu.

3.1.4 Fungsi Persediaan

Efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dari suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku. Hal tersebut disebabkan karena persediaan memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi-fungsi tersebut menurut Handoko (1992) meliputi :

(39)

Merupakan fungsi persediaan bahan baku yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pemasok. Persediaan bahan baku diadakan agar perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.

2. Fungsi Economic Lot Sizing

Merupakan fungsi yang menyimpan persediaan sehingga perusahaan dapat membeli bahan baku dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan ini mempertimbangkan potongan pembelian dan biaya pengangkutan yang lebih murahkarena perusahaan melakukan pembelian dalam jumlah yang besar.

3. Fungsi Anticipation

Yaitu fungsi yang berguna bagi perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian waktu kedatangan barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan persediaan pengaman. Fungsi ini menjadi pelengkap bagi fungsi Decoupling.

3.1.5 Biaya Persediaan

Menurut Stevenson (1990) ada tiga biaya yang menjadi dasar dari biaya persediaan yaitu biaya penyimpanan, biaya transaksi atau biaya pemesanan dan biaya kehilangan atau kekurangan bahan.

1. Biaya Penyimpanan (holding costs atau carrying costs)

(40)

(termasuk penerangan, pemanas atau pendingin), biaya modal (opportunity of capital) yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan, biaya asuransi persediaan dan biaya penanganan persediaan. Biaya-biaya ini bersifat variabel, bila bervariasi dengan tingkat persediaan.

2. Biaya Pemesanan (ordering costs)

Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari penjual atau dari tingkat produksi sebelumnya. Biaya pemesanan ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya untuk menentukan berapa bahan yang diperlukan, biaya pengontrolan ketika bahan sampai ke gudang, baik kontrol maupun kuantitas, upah, biaya pengepakan dan penimbangan.

3. Biaya Kehabisan/Kekurangan Bahan (shortage costs)

Biaya kekurangan bahan muncul ketika kebutuhan bahan melebihi persediaan yang ada. Biaya ini meliputi biaya kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi dan lain-lain. Biaya ini sulit diperkirakan, bahkan perusahaan sering memperkirakan biaya kekurangan bahan ini secara subyektif.

Biaya yang akan dianalisis dalam analisis ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah biaya pemesanan simplisia lewat telepon dan biaya administrasi. Sedangkan yang termasuk dalam biaya penyimpanan adalah biaya opportunity

cost, biaya penyusutan bahan baku dan biaya pemeliharaan bahan baku.

(41)

terhadap bahan baku. Biaya kehabisan bahan tidak dimasukkan dalam analisis karena seperti yang telah disebutkan di atas biaya ini sulit diperkirakan oleh perusahaan.

3.1.6 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian (agroindustri) persediaan bahan baku menjadi permasalahan tersendiri dalam proses produksi karena selain bahan baku tidak selalu tersedia setiap saat juga sifat dari bahan baku tersebut sangat dipengaruhi oleh alam. Jumlah persediaan yang terlalu besar akan merugikan perusahaan karena ini berarti lebih banyak uang atau modal yang tertanam dan biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi. Strategi yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan persediaan agar tercapai biaya optimum dikenal dengan pengendalian persediaan (Buffa dan Sarin, 1996).

Menurut Assauri (1998) pengendalian persediaan bertujuan untuk mempertahankan suatu jumlah sediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta dengan biaya seminimal mungkin.

Tujuan perusahaan dalam menjalankan sistem pengendalian persediaan adalah untuk (Assauri, 1998) :

(42)

2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.

3.1.7 Metode Analisis ABC

Pada perusahaan yang menggunakan bermacam-macam jenis bahan baku membutuhkan banyak tenaga kerja dan biaya untuk mengawasi persediaan, sehingga perusahaan memerlukan kebijakan pengawasan dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas terhadap bahan baku yang memerlukan pengawasan agak ketat dan jenis bahan baku yang pengawasannya dapat dilakukan agak longgar. Menurut Buffa dan Sarin (1996) perusahaan harus memusatkan perhatian pada item persediaan yang nilainya lebih tinggi dan tidak terlalu memikirkan item persediaan yang nilainya rendah.

(43)

menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenis-jenis persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar dan biasanya jenis bahan bakunya tidak begitu banyak (Assauri, 1998).

Metode Analisis ABC digunakan untuk memberikan penekanan perhatian pada golongan atau jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif mahal. Dengan metode ini persediaan yang terdapat dalam suatu perusahaan digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu golongan bahan baku A, golongan bahan baku B dan golongan bahan baku C. Grafik Analisa ABC terhadap bahan baku dapat dilihat pada Gambar 1.

% nilai penggunaan bahan baku Kelas A

Gambar 1 : Grafik Metode Analisis ABC Terhadap Bahan Baku

Sumber : Heizer dan Render, 1999

(44)

penggunaan bahan tetapi jumlah simplisia tidak melebihi 20 persen dari seluruh jumlah bahan yang terdapat dalam persediaan. Sedangkan untuk golongan C terdiri dari jenis simplisia yang mempunyai nilai penggunaan mencapai lima persen dari seluruh nilai penggunaan bahan tetapi jumlah simplisia tidak melebihi 70 persen dari seluruh jumlah bahan yang terdapat dalam persediaan. Jadi dalam hal ini pihak perusahaan akan cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada bahan baku yang termasuk dalam golongan A.

Model-Model dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Model-model dalam persediaan berasumsi bahwa sifat permintaan untuk suatu barang dapat bebas (independent) atau dapat terikat (dependent) tergantung dari kondisi barang tersebut dalam produksi. Untuk kedua jenis permintaan tersebut, maka model persediaan yang dapat digunakan akan berbeda. Model yang digunakan untuk analisis pengendalian persediaan pada barang dengan sifat permintaan bebas (independent) adalah Economic Order Sizes (EOS) dan

Economic Lot Sizes (ELS). Pengendalian persediaan barang dengan sifat

permintaan terikat (dependent) menggunakan Material Requirement Planning

(MRP).

(45)

antara barang-barang tersebut dengan barang-barang bebas juga diketahui. Jika hubungan tersebut juga diketahui, maka ramalan terhadap permintaan produk akhir dapat digunakan untuk menghitung kuantitas kebutuhan semua komponen-komponennya.

Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dari penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang dilakukan ketika suatu bahan harus dipesan dari pemasok saat persediaan di tangan habis atau saat produksi dari suatu bahan harus dimulai untuk memenuhi kepuasan pelanggan dengan menggunakan waktu tenggang tertentu (Heizer dan Render, 1999). Sistem ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan.

MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat perakitan dan pabrikasi. Tujuannya adalah merencanakan persediaan sehingga tersedia saat dibutuhkan.

Untuk menggunakan model persediaan terikat, maka manajer harus mengetahui (Heizer dan Render, 1999) :

1. Jadwal Produksi Master (Master Production Schedule) menjabarkan apa yang harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi. 2. Spesifikasi dari Bill Of Material, merupakan daftar kuantitas komponen,

(46)

3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang baik.

4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi dengan baik.

5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan kapan produk tersebut dibutuhkan.

MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk mengendalikan barang-barang produksi. Kelebihan MRP dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat (Heizer dan Render, 1999) adalah :

1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelangga n, 2. meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja,

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik, 4. Respon lebih cepat terhadap perubahan dasar,

5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan.

Dalam sistem MRP ada beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot. Berikut ini akan dibahas sistem MRP teknik Lot For Lot

(47)

3.1.8.1 Teknik Lot For Lot (LFL)

Dalam model ini perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pemesanan lebih lanjut. Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Heizer dan Render, 1999). Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang-barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan kondisi dan sifat yang sesuai.

Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat.

3.1.8.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Teknik EOQ seperti yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang bebas juga dapat digunakan dalam teknik ukuran lot. Asumsi dari prosedur MRP adalah terdapat permintaan terikat yang dapat diketahui dengan menurunkan dari jadwal produksi. Metode ini mengidentifikasikan kuantitas pesanan atau pembelian optimal. Pada penelitian ini akan di bahas model EOQ dasar atau juga sering disebut model EOQ klasik atau model EOQ. Asumsi yang digunakan dalam menerapkan metode EOQ adalah (Buffa dan Sarin, 1996) :

(48)

3. Setiap mata sediaan bersifat independen, yaitu pengisian kembali mata satu sediaan tidak mempengaruhi pengisian kembali mata sediaan yang lain.

4. Harga beli, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan. 5. Jumlah bahan yang dikirim sama dengan jumlah yang dipesan.

Dalam metode EOQ hanya terdapat biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sedangkan biaya kehabisan bahan diabaikan. Bila perusahaan memesan bahan baku dalam jumlah yang kecil maka biaya pemesanan akan tinggi dan biaya penyimpanan akan rendah, dan sebaliknya. Metode EOQ bertujuan mengatasi hal tersebut dengan menentukan jumlah pembelian dimana biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan.

Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah pesanan ekonomis terletak pada titik potong antara biaya pemesanan dan penyimpanan (titik Q).

Biaya

Biaya total dari persediaan Biaya penyimpanan

Q Biaya pemesanan Kuantitas bahan baku O Qo

Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dengan Biaya Penyimpanan

Sumber : Buffa dan Sarin, 1996

(49)

cenderung menurun karena biaya pemesanan akan menurun apabila pemesanan semakin jarang dilakukan. Hal ini terjadi jika setiap pemesanan dipesan dalam jumlah besar sehingga frekuensi pemesanan semakin kecil.

Tingkat penggunaan persediaan dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 3. Pemesanan persediaan bahan baku dapat dilakukan ketika mencapai titik B unit, yaitu ketika persediaan hanya mencukupi untuk kebutuhan selama waktu tunggu (lead time). Titik C merupakan titik ketika persediaan sudah habis

dan pada saat yang sama pesanan datang.

Gambar 3. Kurva Penggunaan Bahan

Sumber : Handoko, 1992

Kelebihan dari metode EOQ yaitu dalam metode ini ukuran lot yang ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kelebihan sediaan yang mungkin timbul dapat dihilangkan. Selain itu metode mudah dianalisis dalam me nghitung jumlah pesanan dan frekuensi pemesanan yang optimum. Secara intuitif metode ini menarik karena meminimumkan biaya inkremental yang terkait dengan adanya persediaan. Namun kelemahan dari metode ini adalah kurang peka terhadap pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi. Untuk mengatasi hal tersebut

Persediaan Maksimum

Kurva Penggunaan Bahan

Garis Pemesanan Kembali

Waktu Minimum Persediaan

(50)

maka harus ditambahkan perhitungan persediaan pengaman atau sediaan penyangga pada metode EOQ.

3.1.8.3 Teknik Part Period Balancing (PBB)

Teknik PPB merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. PPB membentuk bagian periode ekonomis, yang merupakan resiko antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.Teknik PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic Part Period).

Teknik ini memiliki prinsip mencoba untuk menggabungkan suatu periode dengan periode berikutnya. Kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut dan juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode dapat diperoleh dengan mengakumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung (Tabel 4).

Tabel 4. Cara Perhitungan Bagian Periode

Periode yang Digabungkan

Kebutuhan Bersih Kumulatif

Kumulatif Bagian Periode

1 A A x (1-1) = 0

1, 2 A + B B x (2-1)

1, 2, 3 A + B + C B x (2-1) + C x (3-1)

Sumber : Stevenson, 1990

(51)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan efektivitas dan efisiensi kegiatan produksi suatu perusahaan untuk menghasilkan produk yang bermutu. Pengendalian bahan baku yang optimal selain menjaga kontinuitas produksi juga dapat menghasilkan biaya yang minimal sehingga perusahaan dapat memperoleh margin laba tanpa harus menaikkan harga jual produk. Dengan demikian aspek pengendalian persediaan bahan baku perlu dikaji untuk melihat seberapa besar efektivitas dan efisiensi dari kegiatan produksi perusahaan.

3.2.1 Sistem Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku

Pengawasan terhadap bahan baku perlu dilakukan mulai dari proses pengadaan bahan baku, distribusi, penyimpanan sampai bahan baku tersebut digunakan dalam proses produksi menjadi produk jadi. Perusahaan harus menerapkan kebijakan mengenai tingkat persediaan dan pengendalian persediaan secara efektif dan efisien. Analisis mengenai sistem pengadaan dan penanganan bahan baku perusahaan meliputi jenis dan asal bahan baku, identifikasi kebutuhan bahan baku, prosedur pembelian bahan baku, peme riksaan kualitas dan penyimpanan bahan bahan baku.

3.2.2 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

(52)

untuk mengetahui berapa jumlah pemesanan optimal dan total biaya persediaan yang muncul. Metode yang digunakan dalam analisis pengendalian persediaan bahan baku adalah metode Material Requirement Planning (MRP) teknik LFL, EOQ dan PPB. Informasi yang dibutuhkan meliputi biaya-biaya persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan), volume penggunaan bahan baku perusahaan, frekuensi dan kuantitas pesanan serta waktu tunggu kedatangan bahan baku.

3.2.3 Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang dapat dipilih perusahaan untuk diterapkan adalah metode yang dapat menghasilkan tingkat sediaan bahan baku yang optimum dengan total biaya persediaan yang terendah sesuai dengan kondisi perusahaan. Metode ini didapat dari hasil perhitungan metode MRP yang kemudian dibandingkan dengan kebijakan pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan.

Kerangka penelitian ini disajikan dalam bagan alir kerangka pemikiran operasional pada Gambar 4. Tahap awal analisis dimulai dengan mengetahui sistem pengadaan dan penanganan bahan baku yang meliputi jenis, asal dan kualitas bahan baku; identifikasi kebutuhan bahan baku; prosedur pembelian, pengiriman, penerimaan dan pengawasan kualitas bahan baku.

(53)
(54)

Gambar 4. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Pengadaan dan Penanganan Persediaan Bahan Baku PT X

Biaya

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pemakaian

Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku PT X

Pengawasan

(55)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PT X yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi didasarkan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, bahwa PT X merupakan satu-satunya produsen jamu tradisional yang terdaftar pada Dinas Kesehatan Kota Bogor. Penelitian dilakukan selama bulan Juli-Agustus 2005.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan dan wawancara langsung dengan pimpinan dan staf bagian produksi perusahaan. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap bagian pemasaran dan keuangan sebagai wawancara pelengkap. Data primer yang diperlukan adalah gambaran umum perusahaan, beserta kebijakan perusahaan dalam pengadaan dan pengendalian persediaan bahan bakunya.

(56)

Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor serta literatur dan penelitian yang relevan.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Sistem pengadaan bahan baku yang meliputi perencanaan dan pelaksanaannya akan dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian. Dalam merumuskan suatu model untuk mengendalikan persediaan bahan baku perusahaan, data yang diperoleh ditabulasikan dan diolah dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan software komputer. Data kuantitatif dari hasil analisa tersebut akan dibandingkan untuk mencari suatu alternatif model ya ng tepat untuk diterapkan pada perusahaan sesuai dengan kondisi perusahaan.

4.3.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan Dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Hal yang pertama kali dilakukan dalam analisis pengendalian persediaan bahan baku adalah mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam manajemen pengadaan dan persediaan bahan baku. Sebelum melakukan analisa perlu diketahui kebijakan perusahaan sehubungan dengan produksi, pembelian bahan baku, fasilitas penyimpanan yang dimiliki perusahaan, perjanjian pesanan pembelian antara perusahaan dan pemasok dan proses pencatatan bahan baku yang dilakukan.

4.3.2 Penentuan Bahan Baku Pokok Perusahaan

(57)

daripada yang bernilai rendah. PT X menggunakan 21 jenis simplisia dalam proses produksinya. Dalam penelitian ini tidak semua bahan baku akan dianalisis. Dalam menentukan bahan baku yang bernilai tinggi digunakan metode analisis ABC (Pareto Analysis). Persediaan dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas A, B dan C berdasarkan nilai pembelian yang terpakai dalam satu periode (tahun). Nilai pembelian adalah jumlah nilai seluruh item pada satu periode. Nilai pembelian didapat dengan mengalikan volume persediaan item dengan harga per unit. Simplisia yang dianalisis adalah simplisia yang tergolong dalam kelas A yaitu simplisia yang bernilai tinggi.

4.3.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan

Perhitungan–perhitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas optimal pesana n dalam analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh karena itu sebelum melakukan perhitungan, perlu dilakukan penentuan komponen-komponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya yang akan dibahas meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku.

(58)

TC = F x C Dimana : TC = biaya pemesanan setahun

F = banyak pemesanan selama setahun C = biaya pemesanan per pesanan

Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkaitan dengan adanya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang ada di gudang. Biaya ini meliputi biaya opportunity cost, biaya penyusutan bahan baku dan biaya pemeliharaan bahan baku. Biaya penyimpanan selama setahun dihitung dengan rumus :

TH = ? tHi tHi = Qri x h

Qri = (Qawi + Qaki)/2 tHi = [ (Qawi + Qaki)/2 ] x h TH = ? [ (Qawi + Qaki)/2 ] x h Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun

tHi = biaya penyimpanan per periode

Qri = tingkat persediaan rata-rata bulan ke-i

h = biaya penyimpanan/unit

Qawi = tingkat persediaan awal bulan ke-i

Qaki = tingkat persediaan akhir bulan ke-i

4.3.4 Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku

(59)

4.3.5 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Bahan Baku

Waktu tunggu bahan baku akan digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat yang tepat. Waktu tunggu bahan baku didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan dan atau dilakukan pendugaan pendugaan berdasarkan informasi-informasi yang relevan.

4.3.6 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Dua hal utama yang dicari melalui model-model persedian adalah kuantitas dan waktu pesanan yang opti mal bagi perusahaan. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan atas beberapa model tersebut sehingga dapat memberikan alternatif pilihan model yang tepat bagi perusahaan.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persediaan bahan baku yang termasuk rencana kebutuhan bahan Material Requirement Planing

(MRP) System. Teknik yang digunakan adalah teknik LFL, teknik EOQ, dan teknik PBB. Format yang digunakan seperti yang terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP)

Keterangan

Periode (minggu)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ... 53 Kebutuhan Kotor

Persediaan di Tangan Kebutuhan Bersih

Rencana Penerimaan Pesanan Rencana Pelaksanaan Pesanan Sumber : Buffa dan Sarin, 1996

(60)

adalah persediaan awal yang ada ditangan untuk suatu periode. Apabila tidak terdapat penerimaan yang dijadwalkan dan tidak terdapat kebutuhan bersih, maka besar stok yang tersedia (awal) untuk suatu periode adalah stok yang tersedia (awal) periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode sebelumnya, maka stok yang tersedia (awal) untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan yang dijadwalkan periode sebelumnya ditambah stok yang tersedia (awal) periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Penerimaaan yang dijadwalkan adalah bahan baku yang akan diterima pada periode tertentu dalam periode pengamatan berdasarkan pemesanan yang dilakukan sebelum periode pengamatan.

Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi perusahaan. Kebutuhan bersih untuk suatu periode tertentu adalah sebesar total kebutuhan kotor dikurangi stok yang tersedia (awal). Stok yang tersedia (akhir) adalah jumlah bahan baku yang masih tersisa digudang pada akhir periode. Stok yang tersedia (akhir) ini merupakan stok awal pada periode berikutnya.

(61)

4.4 Perbandingan Antar Berbagai Model 4.4.1 MRP Teknik LFL

Hal yang pertama kali dilakukan dalam model MRP teknik LFL (Lot For Lot) adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila di awal periode terdapat persediaan yang cukup besar maka perusahaan akan persediaan awal terlebih dahulu, sehingga tidak perlu melakukan pemesanan selama dapat memenuhi kebutuhan di waktu tunggu. Pada saat persediaan suatu periode tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan kotor maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar kebutuhan bersih.

Proyeksi kebutuhan persediaan ditangan untuk periode-periode dimana sudah terdapat dan rencana penerimaan pesanan pada periode sebelumnya dapat ditekan sampai sebesar nol. Yang perlu diketahui dalam menjalankan teknik ini adalah besar dan waktu pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal produksi master dan waktu tunggu bahan baku.

Kelemahan dari metode ini adalah perusahaan hanya memesan tepat sebesar jumlah yang dibutuhkan, tanpa ada antisipasi atas pesanan lebih lanjut sehingga pemesanan harus dilakukan berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan bersihnya sehingga akan menimbulkan biaya pemesanan yang besar. Kelebihannya yaitu biaya penyimpanan dalam metode ini ditiadakan karena pemesanan dilakukan sebesar kebutuhan bersihnya. Ada beberapa asumsi yang dipakai dalam teknik ini yaitu :

§ Harga simplisia konstan

§ Pemasok tetap dan tidak ada hambatan pengiriman

(62)

§ Tidak ada diskon kuantitas terhadap jumlah simplisia yang dipesan

4.4.2 MRP Teknik EOQ

Perhitungan persediaan bahan baku dilakukan dengan metode EOQ

(Economic Order Quantity). Persediaan bahan baku yang optimal akan

meminimalkan biaya-biaya yang terkait dengan adanya persediaan. Biaya persediaan terdiri dari biaya pemesanan dan penyimpanan bahan baku. Menurut Buffa dan Sarin (1996) biaya-biaya tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Biaya pemesanan bahan baku tahunan = (R / Q)C Biaya penyimpanan bahan baku tahunan = (Q / 2)H

Sedangkan biaya inkremental total (TIC) akibat adanya persediaan dihitung dengan rumus :

TIC = (Q / 2)H+ (R / Q)C

Kuantitas sediaan bahan baku (Q) akan optimal jika biaya inkremental total mencapai nilai mini mum. Hal ini akan dicapai apabila turunan pertama dari TIC tersebut terhadap variabel Q sama dengan 0. Dengan demikian perhitungannya adalah sebagai berikut :

TIC = (Q / 2)H+ (R / Q)C d TIC = (H/ 2) – (C) (R) / Q2 = 0

d Q

0 = (H/ 2) – (C) (R) / Q2 H/ 2 = (C) (R) / Q2

Q2 (H) = 2 (C) (R)

Q2 = 2 (C) (R) / (H)

(63)

Dimana :

R = Pemakaian rata-rata bahan baku per periode Q = Tingkat sediaan

H = Biaya penyimpanan unit per periode C = Biaya pemesanan per pemesanan TIC = Biaya inkremental total

Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persedian tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya. Pada penelitian ini diasumsikan tidak ada safety stock agar teknik EOQ ini dapat dibandingkan dengan dua teknik lainnya yaitu LFL dan PPB. Asumsi yang dipakai dalam teknik ini adalah :

§ Harga simplisia konstan

§ Pemasok tetap dan tidak ada hambatan pengiriman

§ BBM, tarif listik dan telepon dianggap konstan

§ Tidak ada diskon kuantitas terhadap jumlah simplisia yang dipesan

§ Kapasitas gudang mencukupi

4.4.3 MRP Teknik PPB

(64)

pesanan dan H adalah biaya penyimpanan per unit per periode. Bagian periode dihitung dengan cara mengalikan persedian ekstra yang ditanggung dengan periode yang ditanggung.

Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan sesuai dengan perhitungan PPB berdasarkan EPP yang telah dihitung sebelumnya. Sehingga pada saat suatu periode gabungan yang telah ditentukan tidak memilki kebutuhan bersih maka ada rencana penerimaan pesanan. Pada periode gabungan yang kedua dan yang ketiga dan seterusnya dari suatu gabungan periode, dimana kebutuhan kotornya sudah diterima pada periode pertama dari gabungan periode, maka periode kedua, ketiga dan seterusnya tidak terdapat kebutuhan bersih, sehingga pesanan yang direncanakan akan diterima sama dengan nol. Pada awal periode gabungan direncanakan pesanan yang akan diterima sebesar kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan.

Kelebihan dari teknik ini yaitu perusahaan akan mendapat beberapa keuntungan melakukan pemesanan dalam jumlah besar dengan frekuensi pemesanan yang lebih kecil. Kelema han dari teknik ini adalah metode ini kurang sesuai diterapkan untuk bahan baku yang mudah rusak. Asumsi yang dipakai adalah :

§ Harga simplisia konstan

§ Kapasitas gudang mencukupi

§ Pemasok tidak mengalami hambatan dalam menyediakan simplisia

§ BBM, tarif listrik dan telepon dianggap konstan

(65)

4.4.5 Kebijakan Perusahaan

Untuk dapat menganalisis sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan hal-hal yang harus diketahui meliputi persediaan awal, persediaan akhir, pemakaian bahan baku oleh perusahaan, frekuensi dan kuantitas pesanan.

4.5 Analisis Perbandingan Biaya

Setelah dilakukan analisis biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP maka langkah selanjutnya adalah membandingkan metode tersebut dengan kebijakan perusahaan. Perbandingan yang dilakukan meliputi perbandingan antar metode pada tiap jenis bahan baku dan perbandingan antar metode pada keseluruhan bahan baku Tujuan dari perbandingan antar metode tersebut adalah untuk mendapatkan alternatif metode pengendalian persediaan dalam rangka efisiensi produksi.

Setelah dilakukan perbandingan langkah selanjutnya adalah melakukan analisis penghematan biaya yang dilakukan dengan menghitung selisih nilai pada metode MRP dengan kebijakan perusahaan. Analisis penghematan yang dilakukan meliputi penghematan biaya persediaan pada tiap jenis bahan baku dan penghematan pada keseluruhan bahan baku.

(66)

4.6 Definisi Operasional

1. Bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi jamu tradisional adalah simplisia yang berupa tanaman obat utuh dan bagian tanaman obat yang telah dikeringkan.

2. Jenis bahan baku yang dianalisis adalah bahan baku yang termasuk kelas A dalam klasifikasi ABC yaitu jahe merah dan adas soa.

3. Waktu tunggu adalah selang waktu antara pemesanan bahan baku dengan saat kedatangan dan penerimaan bahan baku di gudang penyimpanan. Waktu tunggu diukur dalam satuan hari.

4. Frekuensi pemesanan adalah banyaknya (kali) pemesana n yang dilakukan perusahaan selama satu periode (tahun) produksi.

5. Biaya pemesanan bahan baku adalah biaya yang dilakukan setiap kali melakukan pemesanan. Biaya pemesanan diukur dalam satuan rupiah per pesanan (Rp/pesanan).

Gambar

Gambar 1 : Grafik Metode Analisis ABC Terhadap Bahan Baku
Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dengan Biaya Penyimpanan
Gambar 3. Kurva Penggunaan Bahan
Tabel 4. Cara Perhitungan Bagian Periode
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui metode pengendalian persediaan bahan baku yang sebaiknya dilaksanakan oleh perusahaan agar dapat meminimumkan biaya persediaan... Universitas

ENY PUJIHASTUTI. Analisis Kebijakan Perusahaan Dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku di PT X. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA. Perusahaan harus mempertahankan

[r]

Pengendalian persediaan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan adalah berdasarkan data-data penjualan pada periode sebelumnya untuk memperkirakan penjualan di masa

Penelitian juga menghasilkan titik ROP untuk tiap jenis kayu sengon yang dapat digunakan sebagai titik pemesanan kembali serta persediaan pengaman yang perlu disimpan

exponential menghasilkan jumlah total kebutuhan selama 1 tahun dari lima item bahan baku spare parts pada gudang line 1 adalah sebesar 4.512 pcs

SISTEM WEB PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU YANG MENGGUNAKAN METODE MRP UNTUK PENGADAAN DAN MEMPERTAHANKAN KONTINUITAS PRODUKSI.. Disusun

Salah satu metode di dalam manajemen material adalah Material Requirement Planning (MRP) yaitu suatu metode pemesanan material dengan merencanakan persediaan bahan baku. Untuk