Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh: Nuning Yulistika
1112018200002
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iv
ABSTRAK
Nuning Yulistika (NIM:1112018200002). Implementasi Program Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien-Parung Bogor. Skripsi di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA dan Dr. Jejen Musfah, MA. Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Latar belakang penelitian ini adalah bahwa anak merupakan penerus generasi yang ada sekarang. Akan tetapi, saat ini pendidikan karakter kepada siswa kurang begitu diperhatikan. Banyak anak zaman sekarang yang kurang mendapatkan pendidikan agama, padahal agama merupakan pegangan hidup. Di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor pendidikan karakter ditekankan dengan tujuan agar anak memiliki akhlak yang mulia. Dengan begitu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penanaman pendidikan karakter sebagai penunjang keberhasilan pendidikan karakter siswa di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor, yang dilihat berdasarkan beberapa program dan strategi pendidikan karakter.
Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor 2016/2017 dengan menggunakan metode deskriptif kualitaif. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan observasi atau pengamatan, wawancara, dan pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap data yang telah dikumpulkan. Pemeriksaan data dilakukan dengan melakukan triangulasi data dari berbagai sumber dan ditarik kesimpulan. Di samping itu, penulis merujuk kepada buku-buku pendidikan karakter, yang dijadikan sebagai landasan teori untuk mengkaji strategi pendidikan karakter di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.
v
Kata kunci: Implementasi, Program, Pendidikan Karakter.
ABSTRACT
Nuning Yulistika (1112018200002). The Implementation of Character Education Program (Case of Darul Muttaqien Integrated Islamic School-Parung Bogor). Essay Under the Lectures Guidance: Prof. Dr. H. Abuddin Natta, MA and Dr. Jejen Musfah, MA. Education Management major from Tarbiyah Science and Education Faculty of Syarif Hidayatullah Islamic State University.
The background of this research is a children successor generation at now. However, the character education is less attention to students in this current. Nowdays, many students who lack religious education whereas religion is a lifeline. In Darul Muttaqien Integrated Islamic School (SDIT), character education is emphasized in order for the student to have a noble character. Therefore, the goal of this research to determine the impact of character education inculcation as supporting the success of character education students in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor, which is viewed by some character education programs and strategies.
This research held in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor 2016/2017 using qualitative descriptive method. The researches use data collection techniques to make its observation, interview and data collection. Data analysis did to make explanation of the data has been collected. Examination of the data was done by triangulation of data from various sources and the conclusions drawn. In addition, the author refers to the character education books, which serve as the basis for reviewing strategy theory of character education at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.
The results showed that the character of habituation program runs quite effective with all efforts and strategies that have done all the teachers at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor. It can be seen from the school’s vision is
“Shaping Generation Based Superior Qur’an” which is then developed with the
strategy pursued, namely the integration of character education into daily activities besides also with activities programmed, although there are some obstacles in the implementation character building. It can be concluded the character education at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor is quite effective. This shows that with daily activities and programmatic activities sufficient to support the success of character education to students in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, karena dengan izin dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya
yang mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak-pihak yang sangat berjasa
membantu penulis baik berupa kebijakan, bimbingan moril maupun materil. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.
3. Prof. Dr. H. Abuddin Natta, MA, Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing penulis
guna terselesaikannya skripsi ini.
4. Dr. Jejen Musfah, MA, Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
membantu dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Rusydy, M.Pd, M.Phill, Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama masa perkuliahan dan telah membantu
penulis dalam membuat skripsi.
6. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi Manajemen Pendidikan yang
telah memberikan ilmu selama perkuliahan hingga akhirnya skripsi ini
vii
7. Kepala Sekolah (Abdullah, S.Pd.I), dewan Guru serta staff karyawan SDIT
Darul Muttaqien-Parung Bogor yang telah memfasilitasi dan meluangkan
waktunya untuk penulis dalam mencari dan menghimpun data yang
diperlukan selama penulisan skripsi.
8. Kedua orang tua yang hebat (Nurdin Yahya dan Fatimah), kakak (Yudie
Firmasyah, S.Pd dan Neneng Putri S.Pd), dan adik (Nida Nurdiana
Azzahra), serta keponakan tercinta (Jihan Maulida Firmasyah dan Firas
Ahmad Firmasyah) yang telah memberikan do’a dan terus memotivasi
penulis baik secara moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
9. Sahabat-sahabat penulis the devil’s; Nur Utamy Rusdy, S.T, Anilia
Sapoetri, Lia Oktaviani, yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Sahabat penulis yaitu 5 kepompong (Nurita Sari, Humaam Setiawan,
Nur’ain, S.Pd, dan Miftahul Jannah) yang selalu memberikan semangat,
canda tawa dan kerjasama kepada penulis, sehingga terselesaikannya
skripsi ini dengan baik.
11.Teman-teman seperjuangan penulis, yaitu Program Studi Manajemen
Pendidikan 2012 kelas A dan B, khususnya group Hayater’s, Semoga
Berkah, Bunglon’s, dan Power Ranger’s, yang selalu memberikan
semangat serta bertukar pikiran dalam menulis skripsi ini.
12.Teman-teman ‘the lobby’ (Ela, Dina, Kusum, Hajar, Ikrom, Oji, Wildan, Amar, dan Fajar) yang selalu memberikan semangat, motivasi dan warna
kehidupan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Semua pihak yang ikut membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga semua dorongan, bantuan, dan bimbingannya yang telah
diberikan, dicatat sebagai amal baik dan diterima oleh Allah SWT, Aamiin.
viii
Nuning Yulistika
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA TERTULIS
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 11
C. Pembatasan Masalah ... 11
D. Perumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Manfaat Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN TEORI PENDIDIKAN KARAKTER A. Pendidikan Karakter ... 14
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 14
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter ... 20
3. Macam-macam Nilai Pendidikan Karakter ... 24
ix
B. Implementasi Program Pendidikan Karakter ... 36
1. Pengertian Implementasi ... 36
2. Pengertian Program ... 37
3. Program-Program Pendidikan Karakter ... 39
4. Strategi Program Pendidikan Karakter ... 41
C. Penelitian yang Relevan ... 46
D. Kerangka Berpikir ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
B. Metode Penelitian ... 52
C. Sumber Data ... 53
D. Teknik Pengumpulan Data ... 54
E. Pemeriksaan atau Keabsahan Data ... 56
F. Teknik Analisis Data ... 57
G. Kisi-kisi Intrument Penelitian ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 65
1. Profil SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor ... 65
2. Sejarah Singkat SDIT Darul Muttaqien ... 66
3. Visi dan Misi SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 66
4. Program Utama SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 68
5. Struktur Organisasi SDIT Darul Muttaqien ... 68
6. Sarana Prasarana SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 70
7. Profil Guru dan Siswa SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor ... 71
B. Deskripsi dan Analisis Data ... 74
x
2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ... 91
3. Strategi Implementasi Pendidikan Karakter... 92
4. Program Pembiasaan Pendidikan Karakter ... 96
5. Dampak/Pengaruh dari Pembiasaan Pendidikan
Karakter ... 99
6. Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter... 101
C. Temuan Hasil Penelitian ... 103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 105
B. Kritik dan Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 108
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Sekolah ... 33
Tabel 2.2 Penelitian yang relevan ... 47
Tabel 3.1 Kegiatan penelitian di SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 53
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrument Wawancara ... 60
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrument Observasi ... 62
Tabel 3.4 Data Ceklis Dokumen ... 64
Tabel 4.1 Saranan Prasarana SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 70
Tabel 4.2 Jumlah Siswa/I SDIT Darul Muttaqien Bogor Tahun 2016/2017 .... 73
Tabel 4.3 Daftar Ekstrakurikuler SDIT Darul Muttaqien Bogor Tahun 2016/ 2017 ... 80
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Suasana kegiatan belajar mengajar di dalam kelas ... 75
Gambar 4.2 Suasana kegiatan ekstrakurikuler pramuka ... 77
Gambar 4.3 Pelaksanaan ekstrakurikuler tapak suci yang diikuti oleh
seluruh siswa kelas IV dan V ... 79
Gambar 4.4 Kegiatan kelas qiro’ati yang dilaksanakan di dalam masjid ... 81
Gambar 4.5 Kegiatan pra-KBM, pembacaan ikrar setiap harinya di depan
kelas mereka masing-masing ... 84
Gambar 4.6 Pelaksanaan tadarus setiap hari sebelum memulai kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas ... 85
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah
2. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Kurikulum
3. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Kesiswaan
4. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Qiro’ati
5. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Guru
6. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Orang Tua
7. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Siswa
8. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SDIT Darul Muttaqien Tahun
2016/2017
9. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar di SDIT Darul Muttaqien Bogor
10.Tata Tertib SDIT Darul Muttaqien Bogor
11.Laporan Penilaian Kepribadian Siswa Tahun 2015/2016 Semester Genap
12.Contoh RPP berbasis pendidikan karakter yang memasukkan nilai-nilai
1
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat disangkal bahwa persoalan karakter dalam kehidupan manusia
di muka bumi ini sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan datang
merupakan suatu persoalan yang sangat penting. Sepanjang sejarah, telah cukup
banyak fakta yang memperlihatkan kepada kita bahwa kekuatan dan
pembangunan bangsa berpangkal pada karakternya, yang merupakan tulang
punggung setiap kemajuan bangsa.
Sebaliknya, kehancuran suatu bangsa diawali dengan kemerosotan
karakternya. Merosotnya karakter bangsa yang disebabkan oleh arus globalisasi,
menuntut semua pihak agar membentengi dirinya sendiri, salah satunya dengan
pendidikan karakter yang diyakini penting sebagai wadah untuk membentuk
karakter pada anak.
Dalam ajaran Islam, untuk membentuk suatu karakter diawali dengan nilai
agama dan norma bangsa sangat penting, karena antara akhlak dan karakter
merupakan satu kesatuan yang kukuh seperti pohon dan menjadi inspirasi
keteladanan akhlak dan karakter adalah Nabi Muhammad SAW. Pilar-pilar
pembentukan karakter Islam bersumber pada Al-Quran, Sunnah atau hadis, dan
keteladanan Nabi Muhammad SAW.1 Sebagaimana yang dijelaskan dalam
Al-Qur’an Surat Al-Ahzab: 21.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik pada (diri) Rasulullah bagimu,
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 21).
1
Ayat tersebut telah mengingatkan kepada kita semua bahwa pada diri
Rasulullah sudah terdapat contoh akhlak mulia yang harus diiikuti dan menjadi
patokan manusia dalam berperilaku. Tidak hanya di dalam Al-qur’an saja yang
mengharuskan umat muslim membentuk akhlak mulia, tujuan dari pendidikan
Islam pun sama yaitu dengan pembentukan akhlak. Hal ini sesuai dengan kutipan
yang ditulis oleh Abbudin Natta dalam bukunya “Akhlak Tasawuf”:
Bila berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.2
Pendapat lain dari M.A. Al-Abrasyi dalam bukunya “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam” yang dikutip oleh Anas Salahudin dan Irwanto, menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah membentuk moral yang tinggi serta
akhlak yang mulia.3
Selanjutnya dijumpai pula rumusan tujuan pendidikan Islam yang diarahkan
pada upaya pembentukan akhlak manusia atau membentuk akhlak yang mulia,
sebagaimana akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Hal ini dipahami dari
firman Allah yang berbunyi:4
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Qs. al-Qalam [68]: 4)
Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup
masing-masing. Oleh karenanya perlu dirumuskan pandangan hidup Islam yang
mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan Islam. Potongan ayat Al-Qur’an di
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. 1-7, h. 155
3
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie,. Op, Cit., h. 107
4
bawah ini memberi landasan dan pandangan bahwa: sungguhlah Islam adalah
agama yang benar di sisi Allah (Al-Imron: 19).5
م ََإسِ إْا ِ ََ َدنِع َنيّدلا َنِإ
Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan Islam harus kembali ke nilai-nilaidasar (back to basitc), yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai sumber murni.6 Oleh karena itu, bila manusia yang berpredikat muslim, benar-benar akan menjadi
penganut agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah
tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajarannya sesuai iman dan akidah islamiah.
Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam.
Berdasarkan pandangan di atas, pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang
dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai
dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai di dalam sikap
kepribadiannya.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pembentukan karakter perlu
dilakukan, sesuai dengan akhlak Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri
tauladan bagi umatnya, serta pentingnya karakter dalam membangun manusia
yang kuat, maka perlu menerapkan pendidikan karakter dengan tepat. Agar dapat
merealisasikan hal tersebut, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, baik oleh
pemerintah, masyarakat, keluarga, maupun institusi pendidikan.
Sementara itu, dalam kebijakan nasional ditegaskan bahwa pembangunan
karakter bangsa merupakan kebutuhan insani sebagai proses berbangsa dan
bernegara. Lebih lanjut harus diingat bahwa pendidikan karakter (watak) adalah
amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menegaskan bahwa pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia
yang cerdas, namun juga berkepribadian atau bekarakter, sehingga nantinya akan
lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan
nilai-nilai luhur agama dan bangsa.
5
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Edisi Revisi, Cet. I, h. 7
6
Pada dasarnya, tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan
fiolosofi pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan generasi masa
depan untuk dapat bertahan hidup dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan
zamannya. Singkat kata, bahwasanya tujuan pendidikan nasional mengarah pada
pengembangan berbagai karakter manusia.
Namun, realitanya pendidikan karakter ternyata masih belum berhasil.
Dikatakan belum berhasil karena Indonesia saat ini mengalami peristiwa yang
memilukan, memalukan dan memperihatinkan. Sejumlah kasus kekerasan yang
terjadi justru dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa yang seharusnya
menjadi penerus bangsa ini.
Pertama, tawuran pelajar dan mahasiswa yang kian mengkhawatirkan.
Kasus meninggalnya Renggo Kadapi (11) siswa SDN Makasar 09 Pagi Kelas VI
Kecamatan Makasar Jakarta Timur, terbunuhnya siswa SMA di Jakarta Selatan,
kasus penikaman antarmahasiswa di Makassar, penikaman dan pembunuhan keji
mahasiswa IKIP Mataram (Mataram, 16 Juni 2013).7 Kasus tersebut bukti
hilangnya hati nurani anak bangsa. Kasus kekerasan generasi muda (remaja)
misalnya geng motor yang berkelompok cenderung brutal bukan hanya di Kota
Jakarta tetapi di tempat lain. Tidak sedikit, remaja yang melawan pada orang tua,
guru dan lainnya.
Kedua, munculnya mucikari (pelajar SMP) di kota Pahlawan
Surabaya. Sang mucikari menjadikan teman-temannya sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial) sebagai bentuk kejahatan (Berita TV Swasta, 12 Juni 2013). Menurut Survei terhadap 4500 siswa SMP di 12 Kota besar bahwa sekitar 67,1 persen (Pikiran Rakyat, 25 Mei 2011). Penelitian mendalam Juli 1999-Juli 2002 melibatkan sekitar 1.660 responden dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta Yogyakarta. Sekitar 97,05 persen mengakui sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Hanya tiga responden atau 0,18 persen yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan hubungan seksual, termasuk mastubasi.8 Fenomena ini layaknya fenomena gunung es, semakin perkembangan zaman semakin meleleh terkena dampak dari pemanasan global.
7
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam As, Membumikan Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral,(Jakarta: CV. Suri Tatu’uw, 2015),
Cet. I, h. 5-6
8
Ketiga, Kasus aborsi siswa dan mahasiswa. Berbagai kasus kekerasan pada anak dan remaja terus meningkat. Menurut Data Komisi Nasional Anak
(2012-2013) mencatat bahwa pengaduan kekerasan anak meningkat 60 persen. Sekitar
58 persen diantaranya adalah kekerasan sex. Menurut data Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2012 bahwa kasus aborsi 2,4 juta
dilakukan remaja usia pra nikah atau tahap SMP dan SMA (Baca, Sepertiga Kasus
Aborsi dilakukan Siswi SMA, Health Liputan 6.com Fitri Syarifah 13 Juni 2014).9
Keempat, kasus sodomi dan pedofilia yang menimpa anak-anak TK seperti
Jakarta International School (JIS), kasus pelecahan seks di Sukabumi, dan daerah
lainnya.10 Kelima, remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban. Selain itu, berdasarkan data Pusat Pengendalian
Gangguan Sosial DKI Jakarta, pelajar SD, SMP, dan SMA yang terlibat tawuran
mencapai 0,8% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.645.835 siswa di DKI
Jakarta.11
Penyebab dari kasus-kasus yang terjadi di kalangan remaja dan mahasiswa
disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terjadi
pada individu itu sendiri, timbul karena rasa ingin tahu yang tinggi agar terlihat
gaul oleh teman-temannya dan ada juga dengan rasa coba-coba. Kemudian faktor
eksternal bisa dari lingkungan luar, salah satunya dari teman-teman sepergaulan
yang mempengaruhi pembentukan karakter, adakalanya pengaruh teman yang
baik dan ada pula yang bertentangan. Dalam pengaruh lingkungan luar inilah
peran lingkungan pendidikan menjadi sangat penting dalam membekali karakter
setiap anak, akan tetapi peran dan fungsi hanyalah sebuah tulisan yang tidak
dijalankan sebagaimana mestinya.
Dalam konteks pendidikan formal di Indonesia, bisa jadi salah satu
penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada
pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skils atau
9
Ibid.,
10
Ibid., h. 7
11
nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karkater belum diperhatikan secara
optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini, ada kecenderungan bahwa
target-target akademik masih menjadi tujuan utama dari hasil pendidikan karakter masih
sulit dilakukan.12 Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu alasan
mengapa di sekolah-sekolah berkembang suasana belajar yang sangat birokratik
dan hanya berorientasi pada hasil.
Seperti halnya survei yang dilakukan oleh UPI, dengan responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek misal lewat pesan singkat/sms, grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain.13
Dengan kata lain, mereka lebih terbiasa mengambil sesuatu daripada
menggali sesuatu. Dari kecenderungan dan gejala demikian, Benni Setiawan
menyimpulkan:
Pendidikan Indonesia masih sangat mementingkan hasil daripada proses. Artinya, pendidikan yang selama ini dijadikan basis penyadaran dan pendewasaan tidak lebih diukur dari nilai-nilai yang dapat dibuat. Materi kecerdasan yang lain, seperti kecerdesan emosional dan
spritiual tidak tersentuh dan dihargai sama sekali.14
Dari sinilah, terlihat bahwa ternyata dunia pendidikan hanya mampu
melahirkan manusia yang cerdas secara otak atau intelektual, namun gagal secara
moral. Kondisi itu akhirnya mengundang banyak pertanyaan dan kritik dari
banyak pengamat mengenai relevensi dunia pendidikan seseorang dalam hidup
keseharian.15 Dengan kata lain, aspek-aspek lain yang ada dalam diri siswa, yaitu
aspek afektif dan moral kurang mendapatkan perhatian lebih terutama dari
lingkungan keluarga.
12
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 3
13
Survei UPI: Kecurangan UN Libatkan Guru dan Kepala Sekolah, dalam situs
“http://sp.beritasatu.com/home/survei-upi-kecurangan-un-libatkan-guru-dan-kepala-sekolah/” di akses pada tanggal 18 Januari 2016, pukul 21.00 wib
14
Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 33
15
Keluarga yang seharusnya menjadi tempat komunitas pertama bagi
seseorang sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas,
benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang sejak dia sadar
lingkungan, belajar tata nilai atau moral, karena tata nilai yang diyakini seseorang
akan tercermin dalam karakternya.16 Akan tetapi, fungsi dan tempat anak
mendapatkan pendidikan karakter dalam keluarga sudah tidak sesuai dengan
seharusnya, dikarenakan sekarang ini sudah banyak keluarga yang kacau dan
menyebabkan kritisnya karakter pada anak, misalkan kedua orang tua yang sibuk
bekerja sehingga anak tidak lagi dapat perhatian, bimbingan, dan kasih sayang.
Kemudian faktor lainnya, sang ayah tidak betah di rumah sering ke luar mencari
kesenangan lain, akibatnya sang ibu kecewa dan akan membalas dendam.
Tinggalah anak-anak tanpa asuhan orang tua, mereka lari ke luar mencari
kesenangan diri yang kadang-kadang mengganggu ketertiban.
Salah satu persoalan yang mendasar dalam keluarga tersebut telah
menimbulkan berbagai pandangan, banyak orang yang mengatakan bahwa
karakter remaja Indonesia saat ini sangat memperihatinkan. Indikasi tehadap hal
ini dapat kita lihat dari fenomena yang ada di masyarakat, seperti sering terjadi
tawuran antar pelajar serta besarnya pengaruh media massa dalam pembentukan
karakter, banyak anak-anak yang menyaksikan adegan kekerasan, video porno,
punya kecenderungan lebih besar untuk melakukannya. Tetapi yang lainnya ada
yang mengatakan semua ini bisa di tanggulangi dengan penguatan karakter di
lingkungan pendidikan, serta menjadikan pembangunan karakter bangsa dalam
pelaksanaannya harus dilakukan secara terprogram.
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter
sebagaimana dimanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan
nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, dimana pendidikan karakter
16
ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,
dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”.17
Sesuai RPJPN yang sudah ada, maka untuk menghasilkan perilaku yang
baik serta menumbuhkan karakter positif pada siswa, bisa diupayakan dengan
program-program yang dilaksanakan oleh sekolah dalam menunjang keberhasilan
pendidikan karakter, karena program adalah upaya untuk mencapai sasaran. Untuk
mencapai satu sasaran, bisa dengan melalui satu atau beberapa program yang
direalisasikan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah.
Hal ini sesuai dengan UU No 25 Tahun 2004 bahwa “Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instransi pemerintah”.
Program pendidikan karakter dapat dilakukan melalui; pengajaran,
pemotivasian, peneladanan, pembiasaan, dan penegak aturan.18 Dengan
pembuatan program pengembangan budaya di sekolah, serta menerapkannya
melalui kegiatan-kegiatan yang positif pada siswa, seperti masuk ke lokasi
sekolah tepat waktu dan bertingkah sopan, belajar dalam kelas secara tertib tanpa
adanya bising ketika tidak ada guru sekalipun, belajar di perpustakaan ketika
waktu dan belajar untuk mengisi waktu kosong, mengikuti upacara sesuai
program sekolah, dan lain sebagainya.
Program pengembangan budaya di sekolah memberikan arti yang sangat
penting sebagai sarana pembentukan tingkah laku dikalangan para siswa, karena
siswa merupakan generasi penerus bangsa dan agama. Banyak bekal pengetahuan
dan kesiapan mental yang baik dan matang yang harus dimiliki siswa dalam
rangka melakukan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang tinggi dan
bertanggung jawab, sehingga apa yang dicita-citakan bangsa dan agama dapat
terwujud, yaitu terwujudnya manusia yang sehat jasmani, rohani dan bertanggung
17
Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 41
18
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena esensi dari pendidikan karakter
adalah untuk membentuk kepribadian manusia seutuhnya.
Berdasarkan hal di atas, maka setiap sekolah harus melaksanakan program
pendidikan karakter bisa dengan program pengembangan budaya sekolah, agar
siswa-siswanya di didik dan dilatih dengan pembiasaan hal yang positif, serta
menampilkan pribadi yang utuh sebagai seorang pelajar yang baik dan terhindar
dari tindakan-tindakan amoral yang dapat merugikan diri sendiri serta masyarakat
dan berperilaku sesuai dengan nilai karakter bangsa dan agama.
Diantara instansi pendidikan yang menyelenggarakan pelayanan sosial
kemasyarakatan dengan bentuk pengelolaan pendidikan salah satunya ialah
Yayasan Darul Muttaqien yang berperan terhadap pendidikan karakter. Sistem
pesantren sebagaimana lazim diketahui adalah sistem pendidikan 24 jam, artinya
para siswa (santri) diasramakan sehingga seluruh kegiatan santri selama 24 jam
adalah aktivitas terprogram dan terpadu dalam pengawasan dan bimbingan para
guru pengasuh, baik aktifitas formal akademik di sekolah maupun aktifitas non
akademis di asrama. Seluruh kegiatan yang telah di programkan untuk menunjang
visi pendidikan Darul Muttaqien baik melalui kegiatan harian, mingguan, bulanan
maupun tahunan. Hingga saat ini kegiatan pendidikan yang diselenggarakan
Pesantren Darul Muttaqien meliputi berbagai jenjang, salah satunya adalah
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT).
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien yang terletak di
Parung-Bogor adalah salah satu sekolah yang mengajak seluruh komunitasnya,
dalam hal ini manajemen sekolah, guru, staf administrasi yang berkontribusi
disiplin agar siswa selalu terjaga sehingga seluruh siswa dapat berkembang
seimbang dengan karakter dan mempunyai perilaku yang diinginkan oleh
masyarakat. Kegiatan sehari-hari sekolah tersebut, selalu dibiasakan dengan
nilai-nilai positif bagi para siswanya agar tak hanya akademik saja yang dimunculkan
dalam perilaku siswa, tetapi nilai karakter agama dan bangsa pun sejalan
dilaksanakan.
Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Hendra sebagai wakil
di SDIT Darul Muttaqien sudah dijadikan pembiasaan pada siswa misalnya mulai
dari nilai spiritual seperti sholat dhuha, tadarus, dan khotmil qur’an yang menjadi
salah satu program rutin, semua itu sudah ditanamkan dalam kegiatan sehari-hari
sehingga para siswa pun sudah mulai terbiasa dengan aktivitas tersebut. Kemudian
nilai nasionalisme, seperti membacakan ikrar: ikrar syahadat yang diucapkan
pertama kali, lalu janji siswa dan pancasila agar siswa dapat mengingatnya serta
dilaksanakan nilainya dalam kehidupan sehari-hari sesuai ikrar tersebut.19
Tidak hanya itu, pembiasaan sikap disiplin pun dibiasakan pada siswa,
misalkan setiap pagi siswa selalu datang tepat waktu dan disambut oleh para guru
ketika ingin memasuki sekolah, proses belajar mengajar di dalam kelas
ditanamkan nilai-nilai karakter, serta mengikuti ekstrakurikuler pramuka dan
tapak suci yang menjadi ektrakurikuler wajib di sekolah tersebut, di dalam
ektrakurikuler tersebut siswa diajarkan sikap disiplin dan bekerja sama antar
sesama tim. Pada akhirnya, dari semua program pengembangan budaya di sekolah
tersebut akan membentuk perilaku positif pada siswa yang tanpa disadari siswa
sudah terbiasa melakukan kegiatan tersebut, meskipun tidak pungkiri bahwasanya
sifat dan perilaku siswa berbeda-beda, akan tetapi semua itu harus terus dan terus
dibiasakan pada siswa mulai sejak dini, karena dikatakan sejak dini ialah
masa-masa perkembangan emas pada diri si anak untuk membentuk karakternya.
Keberhasilan SDIT dalam menjalankan program karakter tersebut menarik
untuk dikaji lebih mendalam, untuk diketahui bagaimana hal tersebut bisa dicapai
dengan program-program yang ada di dalamnya. Maka dari itu, penulis
melakukan penelitian lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang
berjudul: “Implementasi Program Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien-Parung Bogor)”,
meski lokasinya sangat jauh dari rumah penulis namun itu tidak menjadi halangan
untuk meneliti dan mencari data sehingga memperoleh data yang valid.
19
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
dapat mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Globalisasi merupakan salah satu dampak negatif dalam dunia
pandidikan terutama mengenai pengembangan pendidikan karakter;
2. Banyaknya kekerasan dan perilaku menyimpang lainnya terjadi
dikalangan remaja merupakan salah satu permasalahan tersendiri bagi
pendidikan karakter;
3. Masih rendahnya kesadaran dan keterampilan guru dalam menanamkan
pendidikan karakter di sekolah;
4. Masih banyaknya warga sekolah yang membudidayakan sikap
ketidakjujuran;
5. Masih banyaknya sekolah yang mementingkan prestasi akademik
daripada prestasi non akademik (sikap siswa);
6. Masih belum optimalnya ketercapaian program pendidikan karakter pada
siswa.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, tidak semua masalah
diteliti karena keterbatasan waktu dan tenaga penulis. Agar penelitian ini dapat
dilaksanakan dengan mudah, terarah, tidak meluas, dan mendapatkan hasil sesuai
dengan yang diinginkan, maka penulis hanya membatasi penelitian mengenai
belum optimalnya ketercapaian program pendidikan karakter siswa di SDIT Darul
Muttaqien-Parung Bogor dan fokus pembahasan akan dipusatkan pada 7 nilai
karakter (religius, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, komunikatif, dan tanggung
jawab).
D. Perumusan Masalah
Setelah membatasi masalah, penulis merumuskan permasalahan penelitian
yaitu “Bagaimana implementasi program pendidikan karakter di SDIT Darul
1. Bagaimanakah implementasi program pendidikan karakter di SDIT
Darul Muttaqien-Parung Bogor yang dilaksanakan melalui kegiatan
pengembangan diri siswa?
2. Kendala dan upaya apa saja yang dilakukan oleh pihak SDIT Darul
Muttaqien-Parung Bogor untuk melaksanakan pendidikan karakter?
E. Tujuan Penelitian
Pelaksanaan penelitian memiliki tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan
melalui kegiatan pengembagan diri siswa di SDIT Darul
Muttaqien-Parung Bogor.
2. Untuk mengetahui kendala dan upaya pendidikan karakter yang
dilakukan pihak sekolah pada siswa SDIT Darul Muttaqien-Parung
Bogor.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Memberikan motivasi untuk lebih banyak belajar, serta bertambahnya
pengetahuan, pengalaman dan ilmu yang berharga dalam penelitian
terutama seluruh aspek yang ikut berproses pada program pendidikan
karakter.
2. Bagi Lembaga
Dapat digunakan sebagai referensi untuk evaluasi pendidikan yang
selanjutnya dapat digunakan untuk membangun dan meningkatkan
pembinaan yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi siswa yang
masih dalam pertumbuhan sejak dini.
3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Menciptakan pola pembinaan yang lebih variatif dimana nantinya dapat
dipelajari dan dijadikan acuan oleh pendidik, lembaga pendidikan,
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dapat dirinci sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisi pemaparan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
manfaat penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori, berisikan tentang pemaparan pendidikan
karakter; pengertian pendidikan karakter, tujuan dan fungsi
pendidikan karakter, pengembangan pendidikan karakter,
komponen-komponen dalam pendidikan karakter, serta
implementasi program pendidikan karakter, penelitian relevan
dan kerangka berpikir.
BAB III : Metodologi Penelitian, berisi pemaparan tentang tempat dan
waktu penelitian, metode penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, pemeriksaan atau pengecekan keabsahan
data, dan teknis analisis data.
BAB IV : Hasil penelitian, berisi pemaparan tentang gambaran umum
objek penelitian, deskripsi dan analisa data, serta temuan hasil
penelitian.
BAB V : Penutup, berisi pemaparan tentang kesimpulan, kritik dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA
14
Pada bab ini akan dikemukakan beberapa teori yang berkaitan
dengan implementasi program pendidikan karakter, diantaranya ialah
pengertian pendidikan karakter, tujuan dan fungsi pendidikan karakter,
pengembangan pendidikan karakter, dan komponen-komponen dalam
pendidikan karakter, serta implementasi program pendidikan karakter.
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar beberapa
istilah yang memiliki kemiripan makna atau saling digunakan secara
bergantian. Contohnya adalah kata akhlak, etika, moral, dan karakter.
Makna pertama yaitu kata akhlak. Menurut etimologi, kata
akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti “budi pekerti”.1
Kata
akhlak dikonotasikan sebagai kata yang memiliki nuansa religius.
Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-adat),
perangai, tabi’at (al-sajiyyat), watak (al-thab), adab/sopan santun (
al-muruat), dan agama (al-din).2
Hal serupa dikatakan oleh Abuddin Natta, bahwa kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama
dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata
akhlaq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya dalam
al-Qur’an, sebagai berikut:3
1
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 39
2
Barnawai & M. Arifin, Stratgi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 19
3
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. Al-Qalam, 68: 4).
Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.4 Hal senada dikatakan
Mahjuddin, bahwa akhlaq adalah perbuatan manusia yang bersumber
dari dorongan jiwanya.5 Menurut Imam Ghazali: “Akhlak ialah sifat
yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah
bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi”. Atau boleh juga dikatakan,
perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan.6
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah
tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang
bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela).7
Makna kedua yaitu kata etika. Etika berasal dari bahasa Latin,
etos yang berarti “kebiasaan”.8
Sedangkan, etika merupakan ilmu
tentang apa yang baik dan buruk, kumpulan asas yang berkenaan
dengan akhlak, dan nilai benar/salah yang dianut golongan
masyarakat.9 Pendapat lain, mengatakan etika diartikan sebagai sistem
nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat
mempengaruhi tingkah lakunya.10 Maka dari itu, istilah etika
digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada, karena itu, etika
merupakan suatu ilmu.11
4
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 3, h. 1
5
Mahjuddin, Akhlaq Tasawuf I: Mu’jizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 5
6
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga., Op, Cit., h. 37
7
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-konsep Dasar Etika dalam Islam, (Yogyakarta: Debut Wahana Press & FISE UNY, 2009), h. 9
8
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga,. Op, Cit., h. 39
9
Barnawai & M. Arifin,. Op, Cit., h. 19
10
Muchson & Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 3
11
Kemudian dalam bahasan yang sama ada Asmaran AS menulis,
etika adalah ilmu yang mempelajari tingkah-laku manusia untuk
menentukan nilai perbuatan tersebut baik atau buruknya, sedangkan
untuk menentukan nilainya adalah akal pikiran manusia.12
Makna ketiga yang serupa ialah moral. Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.13 Moral dalam kamus Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai: (1) (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; (2) kondisi mental yang
membuat orang tetap berani, semangat, bergairah, berdisplin, dan
sebagainya; (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.14
Selanjutnya, moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik, atau buruk.15 Hal serupa, bahwa istilah moral
digunakan untuk memberikan kriteria perbuatan yang sedang dinilai.
Karena itu, moral bukan suatu ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan
manusia.16 Dalam kehidupan sehari-hari, dikatakan bahwa orang yang
bertingkah laku baik adalah orang yang bermoral.
Menyinergi berbagai makna pendapat di atas, maka dapat dilihat
persamaan antara akhlak, etika dan moral, yaitu menentukan nilai
perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk. Perbedaan
terletak pada tolak ukurnya masing-masing, yang di mana akhlak
menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran dan moral dengan
adat kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat.
12
Asmaran,. Op, Cit., h. 7
13
Asmaran,. Op, Cit., h. 8
14
Barnawai & M. Arifin,. Op, Cit., h. 19-20
15
Abuddin Natta,. Op, Cit., h. 92
16
Kemudian makna selanjutnya, yang menjadi tolak ukur seseorang
dalam bertindak nyata ialah kata karakter. Dalam kamus psikologi, arti
karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral,
misalnya kejujuran seseorang. Adapun dalam bahasa Arab, karakter
diartikan ‘khuluq, sajiyyah, thab’u’ (budi pekerti, tabiat atau watak.
Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan
personality (kepribadian).17
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional kata karakter berarti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen, watak.18
Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas
baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan
terwujud dalam perilaku.19
Berdasarkan pemahaman karakter yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat ditarik benang merah, bahwa karakter adalah
sifat yang melekat pada diri seseorang sejak lahir yang membuat orang
akan bertindak dan bersikap otomatis dan dapat mempengaruhi
keadaan sekitarnya.
Dengan kata lain bahwa akhlak, moral, dan etika merupakan
fondasi seseorang yang berada dalam kualitas baik/buruk,
terpuji/tercela, dan moral/amoral. Sedangkan, karakter telah masuk
pada sebuah tindakan. Baik dan buruk karakter bergantung pada
pilihan dan kebiasaan nilai yang dipilihnya.
17
Agus Zaenul Fitri,. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 20
18
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: AlFABETA, 2012), cet II, h. 1-2
19
Suatu perbuatan dikatakan karakter apabila perbuatan tersebut
memiliki ciri-ciri:
a. Perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah
menjadi bagian dari kepribadiannya;
b. Perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih
dahulu;
c. Perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar;
dan
d. Perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan
pura-pura atau sandiwara.20
Dalam klasifikasi lain, karakter akan dapat terbagi empat. Karakter lemah, karakter kuat, karakter jelek, dan karakter baik. Masing-masingnya dapat dilihat dari indikator karakter sebagai berikut:
a. Karakter lemah, dapat ditemukan seperti penakut, tidak berani mengambil resiko, pemalas, cepat kalah, dan beberapa jenis lainnya.
b. Karakter kuat, dapat ditemukan seperti tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang kuat serta pantang mengalah/menyerah.
c. Karakter jelek misalnya licik, egois, serakan, sombong, tinggi hati, pamer atau suka ambil muka, dan sebagainya.
d. Karakter baik, misalnya jujur, terpercaya, rendah hati, amanah dan sebagainya.21
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni karakter baik
dan karakter buruk. Sedangkan, karakter baik atau takwa sebenarnya
sudah dibawa sejak lahir. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surah
QS. Al-Syams (91:8) berikut:22
“Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”.
20
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h. 11
21
Elfindri, dkk, Pendidikan Karakter: Kerangka, Metode Dan Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2012), cet. I, h. 27-28
22
Berdasarkan ayat di atas, setiap manusia memiliki potensi untuk
menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan
perintah Tuhan atau melanggar larangan-Nya, menjadi orang yang
mukmin atau musyrik. Semua itu tergantung pada karakter yang
dimiliki seseorang.
Menurut Al-Qur’an, apapun karakter yang kita hasilkan yang
sangat mendasar adalah bahwa yang baik perbuatannya, seperti dalam
surat berikut:23
“Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula” (surat Al Isra’:7)
Dengan demikian, karakter adalah apa yang melekat pada diri
seseorang. Karakter mencirikan seseorang menurut tanggapan dari
orang lain. Maka dari itu pentingnya pembiasaan karakter sejak dini,
serta penanaman karakter pada setiap lembaga pendidikan akan
mempengaruhi kehidupan seseorang nantinya.
Dari konsep karakter di atas, kemudian muncul istilah pendidikan
karakter. Menurut Elkind dan Sweet, menjelaskan pendidikan karakter
adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia,
peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila.24 Segala sesuatu yang
dilakukan setiap orang, yang mampu mempengaruhi karakter di
lingkungannya.
Definisi pendidikan karakter yang lebih lengkap dikemukakan
oleh Thomas Lickona sebagai pencetusnya. Menurut Lickona,
23
Elfindri, dkk,, Op, Cit., h. 29-30
24
pendidikan karakter adalah upaya membentuk/mengukir kepribadian
manusia melalui pengetahuan (knowing), perasaan (feeling), dan tindakan (acting). Tanpa melibatkan ketiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif.25
Hal senada pula diungkapkan oleh Deni Damayanti bahwa,
pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang direncanakan secara
bersama yang bertujuan menciptakan generasi penerus memiliki
dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan, perasaan, dan
tindakan.26
Pendapat lain mengatakan, bahwa pendidikan karakter
merupakan pendidikan ihwal karakter, atau pendidikan yang
mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan
karsa.27 Artinya pendidikan karakter sebuah proses tuntunan ke arah
yang baik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter.
Dapat ditarik benang merah, bahwasanya pendidikan
karakter/budi pekerti dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan, untuk memelihara apa yang baik dan
mewujudkan serta melaksanakan kebaikan ke dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
Pada dasarnya tujuan dan fungsi pendidikan karakter adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik dengan tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik
tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai
25
Amirulloh Syarbini, Op, Cit., h. 13
26
Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), Cet. I, h. 12
27
hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki
tujuan hidup.
Tujuan pendidikan karakter adalah sebagai peningkatan
wawasan, perilaku, dan keterampilan, dengan berlandaskan empat pilar
pendidikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu
dan berkarakter.
Adapun tujuan pendidikan karakter sejalan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 (3): “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
Pendidikan Nasional bertujuan: “Untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 3).
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, atau bahkan nilai-nilai karakter
yang bertujuan mengembangkan kemampuan para siswa untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan,
mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati.
Menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara lain:
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan e. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).28
Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola
pikir sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang
positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab.
Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah memimbing dan
memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik).29
Adapun tujuan pendidikan karakter yang sesungguhnya jika
dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah
mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan
nilai-nilai luhur Pancasila.30 Namun, pendidikan karakter belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Menurut Maswardi Muhammad Amin, Berdasarkan komitmen tersebut dirumuskan tujuan pendidikan karakter/budi pekerti secara umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter/budi pekerti peserta didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai butir sila dari Pancasila. Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai sesama umat manusia.31
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berorientasi,
bergotong royong, berjiwa patriotik berkembang dinamis, berorientasi
28
Agus Zaenul Fitri, Op, Cit., h. 24
29
Ibid., h. 22
30
Anas Salahudin, dan Irwanto Alkrienciehie, Op, Cit., h. 43
31
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.32
Telah dijelaskan di atas, bahwa tujuan dari pendidikan karakter
adalah membentuk, menanamkan, memfasilitasi dan mengembangkan
nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul dan
bermartabat. Kemudian, selain adanya tujuan maka diperlukan juga
fungsi sebagai keseimbangan jalannya pendidikan.
Fungsi pendidikan karakter menumbuh kembangkan kemampuan
dasar peserta didik agar berpikir cerdas berperilaku yang berakhlak,
bermoral, dan berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga dan masyarakat (domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik), membangun kehidupan bangsa yang multikulutur,
membangun peradaban bangsa yang cerdas berbudaya yang luhur,
berkontribusi terhadap pengembangan hidup umat manusia,
membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri,
maupun hidup berdampingan dengan bangsa lain.33
Sebagaimana dikutip dari Ahmad Fikri bahwa fungsi pendidikan
karakter adalah:
a. Pengembangan: pengembangan potensi dasar peserta didik agar
berhati, berpikir, dan berperilaku baik;
b. Perbaikan: memperkuat dan membangun perilaku bangsa
multikultur untuk menjadi bangsa yang bermartabat;
c. Penyaring: untuk menyaring budaya yang negatif dan menyerap
budaya yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa
untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam
pergaulan dunia.34
32
Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 44
33
Mawardi Muhammad Amin,. Op, Cit., h. 37
34
Pendapat lain dari Daryanto, bahwa pendidikan karakter
berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia.35
Dapat dipahami bahwa tujuan dari pendidikan karakter
membentuk kepribadian yang baik bagi peserta didik, baik dalam
berpikir, baik dalam berperilaku, baik dalam berakhlak mulia, ataupun
dari segi kehidupan yang lainnya. Dengan tujuan pendidikan karakter
maka fungsi pendidikan karakter sebagai penopang dari tingkah laku
peserta didik untuk mengetahui benar salah, baik buruk, dan sesuai
nilai-nilai luhur Pancasila.
3. Macam-Macam Nilai Pendidikan Karakter
Setiap satuan pendidikan mengambil nilai inti yang akan
dikembangkan di sekolah masing-masing. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat visi dan misi sekolah, tradisi budaya di sekeliling,
keinginan warga sekolah, kehendak para pemegang kepentingan di
sekolah, kondisi lingkungan, dan sebagainya.
Pengembangan atau pembentukan pendidikan karakter diyakini
perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan utama dalam penyelenggaraan pendidikan
karakter di sekolah.
Pengembangan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Amanah UU No. 20 Tahun 2003 bermaksud agar pendidikan
tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian atau bekarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi
bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan
nilai-nilai luhur agama dan bangsa.
35
Pengembangan karakter merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus. Karakter bukanlah hasil atau produk melainkan usaha hidup. Usaha ini akan semakin efektif, ketika manusia melakukan apa yang menjadi kemampuan yang dimiliki oleh individu. Proses pendidikan karakter tidak mudah untuk dibangun pada setiap individu maupun kelompok karena dalam prosesnya banyak faktor yang menentukan keberhasilan dalam membentuk manusia karakter. Kekuatan dalam proses pembentukan karakter sangat ditentukan oleh realitas sosial yang bersifat subjektif yang dimiliki oleh individu dan realitas objektif di luar individu yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam membentuk pribadi yang berkarakter.36
Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi
menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahapan pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat, pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan. Karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan (habit).37 Karakter tersebut dikembangkan melalui tahap pengetahuan,
pelaksanaan, dan kebiasaan. Dengan demikian diperlukan tiga
komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing, moral feeling atau perasaan, dan moral action atau moral perbuatan. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem
pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,
menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan
(moral).
Pada dasarnya setiap individu memiliki ciri, sifat bawaan
(heredity), dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh
lingkungan sekitarnya. Ahli psikologi berpendapat bahwa kepribadian dibentuk oleh perpaduan faktor pembawaan dan lingkungan. Karakteristik bawaan, baik yang bersifat biologis maupun psikologis, dimiliki sejak lahir. Apa yang dipikirkan, dikerjakan, atau dirasakan seseorang, atau merupakan hasil
36
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2011), ed. I, cet. I, h. 198
37
perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diwariskan dan pengaruh lingkungan sekitarnya.38
Nilai karakter pada diri seseorang tidak bisa hanya dilihat hanya
dari satu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam ajaran
agama islam, semua hal yang berhubungan dengan nilai karakter selalu
dikaitkan oleh sikap yang dimiliki oleh Rasulullah SWA. Beliau
dikenal memiliki sifat SFAT (sidiq, fathonah, amanah ,tabligh).
Secara garis besar makna-makna karakter tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Shidiq, bermakna kejujuran, yakni jujur di dalam ungkapan, sifat
dan tindakan yang terkait dengan tanggung jawabnya sebagai
pemimpin.
b. Amanah, apat dipercaya.
c. Fathonah artinya cerdas, juga cerdik.
d. Tabligh bermakna menyampaikan perintah atau sesuatu amanah
yang dipercayakan kepadanya, atau aturan-aturan yang berlaku di
organisasinya kepada seluruh jajaran di bawahnya.39
Secara sederhana, Shiddiq artinya benar atau jujur. Seorang Nabi atau Rasul pasti adalah orang yang benar dalam semua aspek
hidupnya, tutur kata dan tingkah lakunya.40 Amanah, artinya dapat dipercaya atau bertanggungjawab. Orang yang amanah menyadari apa
pun yang dia dapatkan sebagai sesuatu yang pasti akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Baik itu jabatan,
kepandaian, kesehatan, harta, kekayaan, bahkan diri mereka sendiri,
merupakan yang mesti dipertanggungjawabkan.41 Fathanah artinya kepandaian, kecerdasan, kapabilitas atau pun profesionalitas. Orang
bisa disebut fathanah karena dia memiliki kecerdasan dan kecakapan
38
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. III, h. 12
39
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model: Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), cet. I, h. 97-99
40
Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2011), cet. II, h. 129
41
di posisi mana pun dia ditempatkan atau ditugaskan. Tapi satu hal yang
tidak boleh dilupakan adalah bahwa sifat fathanah ini bukan
semata-mata kecerdasan, kemahiran maupun profesionalitas, tapi sifat ini
didasari oleh moralitas yang tinggi dan akhlak yang mulia.42 Tabligh artinya keterbukaan atau transparasi. Orang-orang yang mempunyai
sifat tabligh pastilah pribadi-pribadi yang menyenangkan, karena
mereka adalah pribadi yang hangat, akrab dan terbuka. Kehadiran
mereka di tengah-tengah masyarakat menjadi panutan dan selalu dapat
dibanggakan.43
Dengan kata lain, segala sesuatu sifat yang ada dalam diri
Rasulullah SAW hendaknya menjadi acuan untuk berperilaku agar
dapat menjadi manusia yang bernilai karakter atau bersifat Uswatun
Hasanah.
Pendidikan karakter yang dikembangkan tidak terlepas dari
budaya bangsa. Dalam rangka memperkuat pelaksanaan serta
pengembangan pendidikan karakter, baik di sekolah, keluarga maupun
masyarakat, Pemerintah telah mengidentifikasi 18 (delapan belas) nilai
yang bersumber dari agama, budaya dan falsafah bangsa. Nilai karakter
yang harus dikembangkan dalam setiap instansi pendidikan, sebagai
berikut:
a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
42
Ibid., h. 135
43
e. Kerja keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dadri sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
m