i
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
SKRIPSI
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI
NIM 101501106
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI
NIM 101501106
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
OLEH:
YENNY PURNAMA SARI NIM 101501106
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 17 November 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Maralaut Batubara, M.Phil., Apt. Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195101311976031003 NIP195201041980031002
Pembimbing II, Drs. Maralaut Batubara, M.Phil., Apt. NIP 195101311976031003
Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.Dra.Sudarmi, M.Si., Apt.
NIP 195006221980021001 NIP 195409101983032001
Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001
Medan, 17 November 2014 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat
kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yangberjudul ”Optimasi Fase Gerak Dapar Fosfat pH 2,6:Metanol terhadap
Vitamin C dan Natrium Benzoat dalam Kratingdaeng-s dengan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa
pendidikan. Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phil., Apt.,dan Bapak Dr.
Muchlisyam, M.Si., Apt.,selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi
ini.Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Sudarmi, M.Si.,
Apt.,serta Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.,selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak Kepala Laboratorium
Penelitian dan Staf-Staf Laboratorium Penelitian yang telah memberikan fasilitas,
petunjuk dan membantu selama penelitian.
Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak
v
pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas,yang telah memberikan cinta kasih yang
tidak ternilai dengan apapun, untuk adik-adik tersayang, sahabat-sahabat reguler
2010maupun 2011,terimah kasih untuk dorongan, semangat dan kebersamaannya
selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini.Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, 21 November 2014 Penulis,
Yenny Purnama sari
vi
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
ABSTRAK
Kratingdaeng-s merupakan salah satu produk minuman berenergi yang banyak dikonsumsi masyarakat.Rasa asam yang terdapat didalam Kratingdaeng-s menjadi perhatian karena diduga terdapat vitamin C dalam minuman berenergi tersebut. Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar campuran 6 vitamin B dan vitamin C dengan menggunakan KCKT kolom Agilent ZORBAX Eclipse Plus C-18 dengan kolom yang berbeda yaitu 5 μm (4.6 × by 150 mm);3.5 μm (4.6 × 100 mm), 8-μm (4.6 × 50 mm), fase gerak Dapar fosfat pH 2,5 : metanol dengan laju alir 1 ml/menit tetapi tidak terdapat perbandingan fase gerak yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode KCKT dengan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol untuk mendapatkan perbandingan yang paling optimal dan efisien terhadap kandungan vitamin C dan natrium benzoat dalam Kratingdaeng-s secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Metode ini menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB C18 (250 mm x 4,6 mm), autosampler 10 µl dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90, laju alir 1 ml/menit, suhu 300C dan panjang gelombang 254 nm. Optimasi metode analisis ini dilakukan terhadap parameter waktu retensi, luas area, theoretical plate, dan tailing factor. Penentuan kadar vitamin C dan natrium benzoat dan pada Kratingdaeng-s dilakukan metode Addisi/spiking kedalam karena kadar natrium benzoat yang sangat kecil.
Hasil optimasi diperoleh kondisi analisis yang optimal pada komposisi fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol (50:50). Hasil penetapatan kadar menunjukkan bahwa Kratingdaeng-s mengandung vitamin C 48,88814 ± 1,8165 mg/kg sedangkan pada natrium benzoat setelah dilakukan spiking yaitu 99,1554 ± 0,90669 mg/kg. Uji validasi terhadap vitamin C diperoleh % recovery87,31%, RSD 0,896%, LOD 1,1166 µg/ml, LOQ 3,7220 µg/ml sedangkan natrium benzoat % recovery 99,22%, RSD 1,8573%, LOD 1,6235 µg/ml , LOQ 5,4118 µg/ml.
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk penetapan kadar vitamin C dan natrium benzoat didalam Kratingdaeng-s dan memiliki akurasi dan presisi yang baik.
vii
OPTIMIZATIONS OF PHOSPHATE BUFFER pH 2,6 : METANOL MOBILE PHASE FOR
SODIUM BENZOATE AND VITAMIN C IN KRATINDAENG-S WITH HPLC
ABSTRACT
Kratingdaeng-s is one of energy drink products that consumed by public. Acid taste contained in Kratingdaeng-s get focused because it is assumed that there is vitamin C in this energy drink. From the previous research, it has been made determination of mixed concentration of six vitamin B and six vitamin C using Agilent ZORBAX Eclipse Plus C-18 with column (250 x 4.6 mm) with different concentration, are 5 μm (4.6 × by 150 mm);3.5 μm (4.6 × 100 mm), 8-μm (4.6 × 50 mm), with phosphate buffer at pH 2,5: metanol mobile phase, flow rate 1 ml/min but there is no comparison of other mobile phase that used. The purpose of this assay is to optimize and validate HPLC method with phosphate buffer at pH 2,6 : metanol mobile phase for obtaining the most optimal and efficient of vitamin C and sodium benzoate concentration in Kratingdaeng-s through HPLC.
This method using Agilent Eclipse XDB C18 column (250 mm x 4,6 mm), autosampler 10 µl with phosphate buffer at pH 2,6: metanol mobile phase ratio 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90, flow rate 1 ml/min, the temperature 30oC and wavelength 254 nm. This analyzing method is used for parameter of time, retention, wide area, theoritical plate and tailing factor. The determination of vitamin C and sodium benzoate concentration in Kartingdaeng is held via Spiking/Addition methods into a little amount of sodium benzoate
Optimization results show that optimal analiysis is at the composition of phosphate buffer pH 2,6 : metanol mobile phase (50:50). Concentration determination results show that kratingdaeng-s contain vitamin C 48.88814 ± 1.8165 mg/kg, while sodium benzoate is 99.1554 ± 0.90669 mg/kg after spiking. Validation test shows the accuration with % recovery of vitamin C 87.31%, RSD 0.896%, LOD 1.1166 µg/ml, LOQ 3.7220 µg/ml and sodium benzoat % recovery 99.22%, RSD 1.8573%, LOD 1.6235 µg/ml, LOQ 5.4118 µg/ml for sodium benzoate.
It can be concluded that method can be used to determine concentration vitamin C and sodium benzoate in Kratingdaeng-s and have a good accuracy and good precision.
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Minuman Energi ... 5
2.2 Kandungan Minuman Berenergi ... 5
2.3 Bahan Tambahan Makanan (BTM) ... 7
2.3.1 Bahan Pengawet ... 8
2.3.1.1 Bahan Pengawet Organik ... 9
ix
2.4 Natrium Benzoat ... 9
2.4.1 Sifat Fisikokimia ... 10
2.4.2 Mekanisme Kerja sebagai Pengawet ... 10
2.4.3 Efek terhadap Kesehatan ... 11
2.5 Vitamin C ... 11
2.5.1 Sifat Fisikokimia ... 11
2.5.2 Fungsi Vitamin C ... 12
2.5.3 Kebutuhan Vitamin C ... 13
2.5.4 Defisiensi Vitamin C ... 13
2.5.5 Efek Samping ... 13
2.6 Teori Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 13
2.6.1 Sejarah Kromatografi ... 13
2.6.2 Pembagian Kromatografi ... 14
2.6.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 14
2.6.4 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15
2.6.5 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair 15 2.7 Parameter Penting Dalam Kromatografi Cair ... 16
2.7.1 Waktu Tambat ... 16
2.7.2 Faktor Kapasitas ... 17
2.7.3 Selektivitas ... 17
2.7.4 Efesiensi Kolom ... 18
2.7.5 Resolusi ... 19
2.7.6 Faktor Ikatan dan Faktor Asimetri ... 19
x
2.8.1 Wadah Fase Gerak ... 22
2.8.2 Pompa ... 22
2.8.3 Tempat Injeksi Sampel ... 22
2.8.4 Kolom ... 23
2.8.5 Detektor ... 24
2.8.6 Perekam Data ... 24
2.9 Validasi Metode ... 25
2.9.1 Akurasi ... 25
2.9.2 Presisi ... 25
2.9.3 Spesifikasi ... 26
2.9.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 26
2.9.5 Linearitas ... 26
2.9.6 Rentang ... 26
2.9.7 Kekuatan ... 27
2.9.8 Kekerasan ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
3.2 Alat dan Bahan ... 28
3.2.1 Alat ... 28
3.2.2 Bahan ... 28
3.3 Pengambilan Sampel ... 29
3.4 Prosedur Kerja ... 29
xi
3.4.3 Pembuatan larutan natrium hidroksida 0,2 N ... 29
3.4.4 Pembuatan larutan induk baku vitamin C BPFI ... 29
3.4.5 Pembuatan larutan induk baku natrium benzoat BPFI ... 30
3.5 Prosedur Analisis Menggunakan KCKT ... 30
3.5.1 Penyiapan kromatografi cair kinerja tinggi ... 30
3.5.2 Penentuan perbandingan fase gerak yang optimum 30 3.5.3 Analisis kualitatif ... 30
3.5.4 Analisis Kuantitatif ... 31
3.5.4.1 Penentuan waktu retensi vitamin C ... 31
3.5.4.2 Penentuan waktu retansi natrium benzoat 31 3.5.4.3 Analisis campuran dari vitaminC dan natriumbenzoat baku menggunakan KCKT ... 31
3.5.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi vitamin C BPFI 32 3.5.4.5 Pembuatan kurva kalibrasi natrium benzoat 32 3.5.4.6 Uji identifikasi vitamin C dan natrium benzoat ... 33
3.5.5 Penetapan kadar sampel kratingdaeng-s ... 33
3.5.5.1 Analisis data penetapan kadar secara statistik ... 34
3.5.6 Metode validasi ... 35
3.5.6.1 Kecermatan (accuracy) ... 35
3.5.6.2 Keseksamaan (precision) ... 35
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1Penentuan Komposisi Fase Gerak ... 37
4.2 Analisis Campuran Natrium benzoat dan Vitamin C Baku menggunakan KCKT ... 38
4.3 Analisis Kualitatif ... 39
4.4 Analisis Kuantitatif ... 41
4.4.1 Penentuan kurva kalibrasi vitamin C baku ... 41
4.4.2 Penentuan kurva kalibrasi natrium benzoat baku .. 41
4.4.3 Penetapan kadar vitamin C dan natrium benzoat didalam kratingdaeng-s ... 42
4.5 Hasil Uji Validasi ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap waktu retensi ... 37
Tabel 2. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap area ... 37
Tabel 3.
Tabel 4.
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap theoretical plate ..
Pengaruh komposisi fase gerak terhadap tailing factor …...
37
37
Tabel 5. Hasil analisis kualitatif natrium benzoat dan vitamin C
pada Kratingdaeng-s ... 40
Tabel 6. Hasil pengujian kadar vitamin C dan natrium benzoat didalam Kratingdaeng-s ………... .
42
Tabel 7. Hasil pengujian validasi vitamin C pada Kratingdaeng-s
dengan menggunakan metode adisi standar ……… 43
Tabel 8. Hasil pengujian validasi natrium benzoat pada Kratingdaeng-s dengan menggunakan metode adisi
standar ………. 44
Tabel 9. Data hasil penyuntikkan sampel Kratingdaeng-s sebelum
dan sesudah penambahan baku vitamin C ... 92
Tabel 10. Analisis data statistik persen perolehan kembali dari
vitamin C pada Kratingdaneg-s ………... 92
Tabel 11. Data hasil penyuntikkan sampel Kratingdaeng-s sebelum
dan sesudah penambahan baku natrium benzoat …………. 96
Tabel 12. Analisis data statistik persen perolehan kembali dari
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Rumus bangun natrium benzoat ... 10
Gambar 2 : Rumus bangun vitamin C ... 11
Gambar 3 : Ilustrasi proses pemisahan didalam kolom KCKT ... 16
Gambar 4 : Puncak yang asimetris. ... 20
Gambar 5 : Pengukuran derajat asimestris puncak ... 20
Gambar 6 : Penampilan sistem isokratik pada KCKT ... 21
Gambar 7 : Kromatogram campuran natrium benzoat dan vitamin C BPFI ... 38
Gambar 8 : Kromatogram sampel sebelum penambahan baku... 39
Gambar 9 : Kromatogram sampel setelah penambahan baku ... 40
Gambar 10 : Kurva kalibrasi vitamin C BPFI secara KCKT ... 41
Gambar 11 : Kurva kalibrasi natrium benzoat BPFI secara KCKT .. 42
Gambar 12 : Instrument KCKT ... 103
Gambar 13 : Sonifikator ... 103
Gambar 14 : Pompa vakum ... 103
Gambar 15 : Sonifikator kudos ... 104
Gambar 16 : Neraca analitik ... 104
Gambar 17 : Sampel Kratingdaeng-s ... 104
Gambar 18 : Uji kualitatif terhadap vitamin C pada Kratingdaeng-s 105
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kromatogram natrium benzoat pada optimasi fase gerak
dapar fosfat pH 2,6 : metanol ... 48
Lampiran 2. Kromatogram vitamin C pada optimasi fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol ... 52
Lampiran 3. Kromatogram campuran vitamin C dan natrium benzoat .. 56
Lampiran 4. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s ... 60
Lampiran 5. Kromatogram sampel Kratingdaeng-s setelah penambahan baku ... 60
Lampiran 6. Kromatogram penyuntikkan kurva kalibrasi vitamin C ... 61
Lampiran 7. Kromatogram penyuntikkan kurva kalibrasi benzoat ... 64
Lampiran 8. Perhitungan persamaan regresi vitamin C ……… 67
Lampiran 9. Perhitungan LOD dan LOQ vitamin C ... 69
Lampiran 10. Perhitungan persamaan regresi natrium benzoat ... 70
Lampiran 11. Perhitungan LOD dan LOQ natrium benzoat ... 72
Lampiran 12. Contoh Perhitungan vitamin C dan natrium benzoat ... 73
Lampiran 13.Kromatogram penyuntikkan sampel Kratingdaeng-s dengan Penambahan baku natrium benzoat 100 ppm ... 76
Lampiran 14. Analisis data statistik untuk mencari kadar vitamin C ... 80
Lampiran 15. Analisis data statistik untuk mencari kadar natrium benzoat 82
Lampiran 16. Prosedur recovery dengan metode adisi standar ... 84
Lampiran 17. Kromatogram hasil recovery sampel Kratingdaeng-s ... 85
Lampiran 18. Contoh perhitungan recovery vitamin C ... 91
Lampiran 19. Data hasil perhitungan recovery ... 92
xvi
Lampiran 21. Data hasil perhitungan recovery ... 96
Lampiran 22. Hasil pengujian validasi vitamin C pada Kratingdaeng-s ... 98
Lampiran 23. Hasil pengujian validasi natrium benzoat pada sampel Kratingdaeng-s ... 98
Lampiran 24. Data spesifikasi Kratingdaeng-s ... 99
Lampiran 25. Tabel nilai distribusi t ... 100
Lampiran 26. Sertifikat natrium benzoat BPFI ... 101
Lampiran 27. Sertifikat vitamin C BPFI ... 102
vi
OPTIMASI FASE GERAK DAPAR FOSFAT pH 2,6 : METANOL
TERHADAP VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT
DALAM KRATINGDAENG-S DENGAN METODE
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
ABSTRAK
Kratingdaeng-s merupakan salah satu produk minuman berenergi yang banyak dikonsumsi masyarakat.Rasa asam yang terdapat didalam Kratingdaeng-s menjadi perhatian karena diduga terdapat vitamin C dalam minuman berenergi tersebut. Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar campuran 6 vitamin B dan vitamin C dengan menggunakan KCKT kolom Agilent ZORBAX Eclipse Plus C-18 dengan kolom yang berbeda yaitu 5 μm (4.6 × by 150 mm);3.5 μm (4.6 × 100 mm), 8-μm (4.6 × 50 mm), fase gerak Dapar fosfat pH 2,5 : metanol dengan laju alir 1 ml/menit tetapi tidak terdapat perbandingan fase gerak yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode KCKT dengan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol untuk mendapatkan perbandingan yang paling optimal dan efisien terhadap kandungan vitamin C dan natrium benzoat dalam Kratingdaeng-s secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Metode ini menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB C18 (250 mm x 4,6 mm), autosampler 10 µl dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90, laju alir 1 ml/menit, suhu 300C dan panjang gelombang 254 nm. Optimasi metode analisis ini dilakukan terhadap parameter waktu retensi, luas area, theoretical plate, dan tailing factor. Penentuan kadar vitamin C dan natrium benzoat dan pada Kratingdaeng-s dilakukan metode Addisi/spiking kedalam karena kadar natrium benzoat yang sangat kecil.
Hasil optimasi diperoleh kondisi analisis yang optimal pada komposisi fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol (50:50). Hasil penetapatan kadar menunjukkan bahwa Kratingdaeng-s mengandung vitamin C 48,88814 ± 1,8165 mg/kg sedangkan pada natrium benzoat setelah dilakukan spiking yaitu 99,1554 ± 0,90669 mg/kg. Uji validasi terhadap vitamin C diperoleh % recovery87,31%, RSD 0,896%, LOD 1,1166 µg/ml, LOQ 3,7220 µg/ml sedangkan natrium benzoat % recovery 99,22%, RSD 1,8573%, LOD 1,6235 µg/ml , LOQ 5,4118 µg/ml.
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk penetapan kadar vitamin C dan natrium benzoat didalam Kratingdaeng-s dan memiliki akurasi dan presisi yang baik.
vii
OPTIMIZATIONS OF PHOSPHATE BUFFER pH 2,6 : METANOL MOBILE PHASE FOR
SODIUM BENZOATE AND VITAMIN C IN KRATINDAENG-S WITH HPLC
ABSTRACT
Kratingdaeng-s is one of energy drink products that consumed by public. Acid taste contained in Kratingdaeng-s get focused because it is assumed that there is vitamin C in this energy drink. From the previous research, it has been made determination of mixed concentration of six vitamin B and six vitamin C using Agilent ZORBAX Eclipse Plus C-18 with column (250 x 4.6 mm) with different concentration, are 5 μm (4.6 × by 150 mm);3.5 μm (4.6 × 100 mm), 8-μm (4.6 × 50 mm), with phosphate buffer at pH 2,5: metanol mobile phase, flow rate 1 ml/min but there is no comparison of other mobile phase that used. The purpose of this assay is to optimize and validate HPLC method with phosphate buffer at pH 2,6 : metanol mobile phase for obtaining the most optimal and efficient of vitamin C and sodium benzoate concentration in Kratingdaeng-s through HPLC.
This method using Agilent Eclipse XDB C18 column (250 mm x 4,6 mm), autosampler 10 µl with phosphate buffer at pH 2,6: metanol mobile phase ratio 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90, flow rate 1 ml/min, the temperature 30oC and wavelength 254 nm. This analyzing method is used for parameter of time, retention, wide area, theoritical plate and tailing factor. The determination of vitamin C and sodium benzoate concentration in Kartingdaeng is held via Spiking/Addition methods into a little amount of sodium benzoate
Optimization results show that optimal analiysis is at the composition of phosphate buffer pH 2,6 : metanol mobile phase (50:50). Concentration determination results show that kratingdaeng-s contain vitamin C 48.88814 ± 1.8165 mg/kg, while sodium benzoate is 99.1554 ± 0.90669 mg/kg after spiking. Validation test shows the accuration with % recovery of vitamin C 87.31%, RSD 0.896%, LOD 1.1166 µg/ml, LOQ 3.7220 µg/ml and sodium benzoat % recovery 99.22%, RSD 1.8573%, LOD 1.6235 µg/ml, LOQ 5.4118 µg/ml for sodium benzoate.
It can be concluded that method can be used to determine concentration vitamin C and sodium benzoate in Kratingdaeng-s and have a good accuracy and good precision.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Minuman energi(Energy drink)adalah minuman yang mengandung satu
atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan
energi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (Badan
Standarisasi Nasional, 2002).
Kratingdaeng-s merupakan salah satu produk minuman berenergi yang
banyak dikonsumsi masyarakat.Kratingdaeng-s berguna meningkatkan daya
tahan,merangsang metabolisme, serta menyegarkan tubuh pada saat kerja atau
berolehraga(Ismail, dkk., 1998).Rasa asam yang terdapat didalam Kratingdaeng-s
menjadi perhatian karena diduga terdapat vitamin C dalam minuman berenergi
tersebut.Vitamin C berperan sebagai koenzim pada metabolisme zat-zat gizi,
merangsang pembentukan energi,serta sebagai antioksidan yang sangat reaktif
sedangkan penggunaan natrium benzoat sebagai pengawet untuk mempertahankan
umur simpan produk tersebut (Cahyadi, 2009).Penggunaan natrium benzoat dalam
produk minuman berenergi hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil, sehingga boleh
dikonsumsi namun dengan batas yang telah ditentukan.
Salah satu yang menjadi bahan pertimbangan peneliti yaitu banyak produk
minuman berenergi dipasaran yang tidak mencantumkan komposisi secara
lengkap, sehingga peneliti tertarik melakukan analisis kandungan vitamin C dan
natrium benzoat pada Kratingdaeng-s dengan metode KCKT.
Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar B1, B2, B3,
2
Eclipse Plus C-18 dengan ukuran kolom yang berbeda yaitu 5 μm (4.6 mm × 150
mm);Rapid Resolution (RR), 3.5 μm (4.6 mm× 100 mm), and RR High
Throughput (RRHT), 8-μm (4.6 mm× 50 mm), fase gerak Dapar fosfat pH 2,5 :
metanol dengan laju alir 1 ml/menit yang perbandingan fase gerak nya tidak
dicantumkan (Glinko, dkk., 2008).
Berdasarkan penelitian diatas maka dilakukan modifikasi terhadap
penetapan kadar vitamin C dan natrium benzoat yang terlebih dahulu dilakukan
optimasi dan validasi metode KCKT dengan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 :
metanol untuk mendapatkan perbandingan fase gerak yang paling optimal dan
efisien serta menganalisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat dalam
Kratingdaeng-s secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi secara autosampler.
Penelitian ini menggunakan kolom Agilent Eclipse XDB C18 (250 mm x
4,6 mm), autosampler 10 µl , isokratik dengan perbandingan fase gerak dapar
fosfat pH 2,6 : metanol 80:20 ; 70:30; 60:40; 50:50; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90,
laju alir 1 ml/menit, suhu 30oC dan panjang gelombang 254 nm. Optimasi metode analisis ini dilakukan terhadap parameter waktu retensi, luas area, lempeng
teoritis, dan faktor pengekoran.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), penggunaan maksimal
vitamin C yaitu 1000mg/hari dan batas maksimal natrium benzoat menurut Badan
Standarisasi Nasional (1995), yaitu 600 mg/kg, hal ini memberikan konsekuensi
akan perlunya suatu metode analisis yang praktis, akurat dan teliti. Sehingga perlu
adanya suatu metodealternatif untuk analisis kandungan vitamin C dan natrium
3
Untuk menguji validasi metode, dilakukan uji akurasi dengan parameter
persen perolehan kembali dengan metode penambahan baku (standard addition
method) dan uji presisi dengan parameter Relative Standard Deviation (RSD), uji
sensitifitas dengan parameter limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ)
(Harmita,2004).
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah metode KCKT menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 :
metanol dengan panjang gelombang 254 nm, laju alir 1 ml/menit dapat
digunakan pada analisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat dan
memberikan uji validasi metode yang memenuhi persyaratan.
2. Apakah terdapat kandungan vitamin C dan natrium benzoat didalam
Kratingdaeng-s.
3. Berapakah perbandingan komposisi fase gerak dapar fosfat pH 2,6: metanol,
sehingga diperoleh kondisi yang paling optimal dalam analisis kandungan
vitamin C dan natrium benzoat.
4. Apakah jumlah vitamin C dan natrium benzoat dalam Kratingdaeng-s yang
ditetapkan dengan metode KCKT memenuhi persyaratan yang tercantum
menurut Badan Standarisasi Nasional.
1.3Hipotesis
1. Metode KCKT menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol dapat
digunakan pada analisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat dan
memenuhi persyaratan uji validasi metode.
4
3. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH 2,6: metanol yang terpilih merupakan
kondisi analisis yang optimal dalam analisis kandungan vitamin C dan
natrium benzoat.
4. Jumlah vitamin C dan natrium benzoat dalam Kratingdaeng-s yang ditetapkan
dengan metode KCKT memenuhi persyaratan Badan Standarisasi Nasional.
1.4Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penggunaan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol
dalam analisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat dalam
Kratingdaeng-s secara KCKT dan menguji validitas metode tersebut.
2. Untuk mengetahui keberadaan kandungan vitamin C dan natrium benzoat
didalam Kratingdaeng-s.
3. Untuk mengetahui perbandingan dapar fosfat pH 2,6: metanol yang paling
optimal dalam analisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat.
4. Untuk mengetahui kesesuaian jumlah vitamin C dan natrium benzoat didalam
Kratingdaeng-s menurut Badan Standarisasi Nasional.
1.5Manfaat Penelitian
1. Sebagai metode analisis kuantitatif baru bagi industri makanan dan minuman
untuk analisis kandungan vitamin C dan natrium benzoat didalam
Kratingdaeng-s dengan metode KCKT.
2. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat mengenai
jumlah vitamin C dan natrium benzoat yang terkandung dalam
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minuman Energi
Menurut BadanStandarisasi Nasional (2002), Minuman energi adalah
minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap
oleh tubuh untuk menghasilkan energi dengan atau tanpa bahan tambahan
makanan yang diizinkan.
Energi Drink (minuman berenergi) termasuk salah satu suplemen makanan
yang terdiri dari komponen multivitamin, makronutrien (karbohidrat, protein),
taurin dengan atau tanpa kafein dan biasanya ditambahkan herbal seperti ginseng,
jahe, dan sebagainya dengan bentuk sediaan cairan Obat Dalam (COD) dalam
kemasan botol bervolume 150 mL, 250 mL atau serbuk dan tablet yang dilarutkan
menjadi minuman, yang dalam setiap kemasannya mengandung energi minimal
100 kkal, dengan indikasi untuk menambah tenaga, kesegaran, stimulasi
metabolisme, memelihara kesehatan dan stamina tubuh, yang dapat diminum pada
saat bekerja keras atau setelah berolah raga (Anonim, 2014).
2.2 Kandungan Minuman berenergi
Minuman berenergi mengandung sumber energi dari sukrosa (gula) atau
maltodextrin. Minuman berenergi juga mengandung vitamin-vitamin yang terlibat
dalam metabolisme tubuh antara lain sebagai berikut:
a) Vitamin B atau tiamin (Vitamin B1, aneurin)
Vitamin B berfungsi sebagai koenzim atau membantu kerja enzim, penting
dalam metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi, mengatur sirkulasi
6 b) Vitamin B3 (niasin, asam nikotinat)
Vitamin B3 berhubungan dengan aktivitas saraf dan sebagai koenzim dari
NAD, dan NADP yang berperan dalam reaksi metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein.
c) Vitamin B5 (asam pantotenat)
Vitamin B5 berperan dalam sistem imun dan proses pencernaan, serta
berperan dalam produksi hormon adrenalin dan sel-sel darah merah.
d) Vitamin B6 (piridoksin)
Vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh, sel-sel darah
merah, prostaglandin, dan senyawa struktural yang berfungsi sebagai
transmiter kimia pada sistem saraf.
e) Vitamin B12 (sianokobalamin)
Vitamin B12 berperan dalam mengatur pembentukan sel darah merah,
memelihara sistem saraf, sintesa DNA, mengubah karbohidrat lemak dan
protein menjadi energi.
f) Taurin
Taurin berperan dalam membantu meningkatkan toleransi terhadap
glukosa, menghambat pembentukkan kolestrol dan meningkatkan ekskresi
kolestrol.
g) Kafein
Kafein berfungsi sebagai stimulan susunan saraf pusat (SSP), jantung dan
pernapasan. Efek lain kafein adalah relaksasi otot polos, merangsang
diuresis, menyegarkan pada minuman berenergi ,dan dapat mengurangi
7 h) Ginseng
Ginseng adalah herbal yang sering ditambahkan didalam minuman
berenergi dengan tujuan untuk dapat meningkatkan stamina tubuh.
i) Jahe (Zingiber officinale)
Jahe dalam minuman berenergi berkhasiat sebagai stimulan, meningkatkan
nafsu makan, dan tonik.
Selain kandungan bahan-bahan tersebut diatas, minuman berenergi juga
mengandung natrium bikarbonat (soda) dan asam sitrat.Natrium bikarbonat dapat
memberikan efek karminatif (mengeluarkan gas) dan sebagai antacid
sistemik.Campuran keduanya dengan adanya air dapat menimbulkan gelembung
CO2 dan meningkatkan kelarutannya (Anonim, 2014).
Konsumsi minuman berenergi yang berlebihan dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal dan hati sehingga harus dikonsumsi dengan batas yang telah
dicantumkan (Anonim, 2014).
2.3 Bahan Tambahan Makanan
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan
(Yuliarti, 2007). Bahan Tambahan Makanan mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk meningkatkan nilai
gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan, dan memperpanjang umur
simpan makanan (Cahyadi, 2009).Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan
sesuai peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 tentang
8 2.3.1 Bahan pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Pemakaian bahan pengawet menguntungkan
karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan
mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau
gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan.Tanpa bahan
tambahan pangan, khususnya bahan pengawet maka bahan pangan yang tersedia
di pasar atau swalayan akan menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara
layak dan tidak awet (Cahyadi, 2009).
Menurut Cahyadi (2009), terdapat beberapa persyaratan untuk bahan
pengawet kimiawi lainnya, antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan arti ekonomis dari pengawetan
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi
3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan
4. Aman dalam jumlah yang diperlukan
5. Mudah dilarutkan
6. Menunjukkan sifat-sifat antimikroba
7. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu
senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik
8. Tidak Menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan
9
10.Mempunyai spektra antimikro yang luas, meliputi macam-macam
pembusukkan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
Berdasarkan bahan asalnya maka bahan pengawet dibagi menjadi dua
jenis, yaitu bahan pengawet organik dan bahan pengawet anorganik.
2.3.1.1 Bahan Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada zat pengawet
anorganik karena bahan ini lebih mudah larut dan mudah untuk dibuat.Bahan
organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya.Zat
kimia yang sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam
propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida (Cahyadi, 2009).
2.3.1.2 Bahan Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen
peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau
K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan
pada proses pengolahan daging (seperti sosis, kornet, ham, dan hambuger) Selain
digunakan pada produk daging, nitrat dan nitrit juga digunakan pada ikan dan keju
untuk memperoleh warna yang baik, mencegah pertumbuhan mikroba, juga
berfungsi sebagai pembentuk faktor sensori lain, yaitu aroma dan cita rasa
(flavor)(Cahyadi, 2009).
2.4 Natrium Benzoat
Natrium benzoat merupakan salah satu pengawet organik yang digunakan pada
10 2.4.1 Sifat Fisikokimia
Menurut Ditjen POM (1995), monografi dari Natrium benzoat adalah
sebagai berikut:
a. Rumus bangun:
Gambar 1.Rumus bangun natrium benzoat
b. Rumus molekul: C
7H5NaO2
c. Berat molekul : 144,11
d. Nama kimia : Natrium benzoat
e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%.
f. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak
berbau; stabil di udara.
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, lebih
mudah larut dalam etanol 90%.
2.4.2 Mekanisme Kerja sebagai Pengawet
Parameter pH sangat menentukan jumlah asam yang
terdisosiasi.Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan
naiknya kosentrasi ion hidrogen (H+), dan dikatakan bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorganisme.Asam digunakan sebagai
pengatur pH sampai harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam
11
mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti minuman penyegar
(Cahyadi, 2009).
2.4.3 Efek terhadap Kesehatan
Pada penderita asma dan orang yang menderita urtikaria sangat sensitif
terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi
lambung (Cahyadi, 2009).
2.5 Vitamin C
Vitamin C merupakan molekul yang menyerupai glukosa kecil yang aktif dalam 2
bentuk, yaitu asam askorbat dan dehidro askorbat dan berguna sebagai
antioksidan (Tjokronegoro, 1985).
2.5.1 Sifat Fisikokimia
Menurut Ditjen POM (1995), monografi Vitamin C adalah sebagai berikut:
a. Rumus bangun:
Gambar 2.Rumus bangun vitamin C
b. Rumus molekul : C
6H8O6
c. Berat molekul : 176,13
d. Nama kimia : Asam askorbat
e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C
12
f. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh
cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap.Dalam keadaan
kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi.
g. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene.
2.5.2 Fungsi Vitamin C
Fungsi vitamin C didalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya
sebagai antioksidan yang berperan serta didalam banyak proses metabolisme yang
berlangsung didalam jaringan tubuh, menurunkan kadar LDL, menaikkan HDL
serta mencegah terjadinya kanker dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
terhadap infeksi dan virus, mengurangi pembentukan nitrosamin yang dapat
menyebabkan kanker di perut dan menjaga koenzim folat utuh. Vitamin C dan
vitamin E bekerja sama sebagai penangkal radikal bebas. Vitamin C juga dapat
membantu mengaktifkan kembali vitamin E yang teroksidasi sehingga dapat
digunakan kembali.Studi populasi menunjukkan bahwa vitamin C efektif dalam
membantu mencegah kanker tertentu (seperti kanker esofagus, mulut dan kanker
pada perut), penyakit kardiovaskular, dan katarak pada mata, yang mungkin
disebabkan oleh kemampuan antioksidannya (Silalahi, 2006; Wardlaw, 2003).
Vitamin C dibutuhkan untuk menghasilkan norepinefrin (noradrenalin),
yang dapat dikonversikan menjadi bentuk epinefrin (adrenalin) (William dan
Caliendo, 1984).
13
Kebutuhan harian vitamin C sesuai dengan yang dirusak oleh oksidasi atau
yang diekskresi. Pada manusia sehat kebutuhan vitamin C 3-4 % dari persediaan
tubuh (1500 mg), yaitu berkisar 60 mg/hari (Tjokronegoro, 1985).
2.5.4 Defisiensi Vitamin C
Gejala defisiensi vitamin C termasuk kelelahan, lemas, dan lesu yang
lebih parah yaitu terjadi nyeri otot, sendi, kulit menjadi kering, gusi berdarah, gigi
melonggar dan dapat mencapai kehilangan rambut (William dan Caliendo, 1984).
Dalam kasus-kasus skorbut atau sariawan spontan, biasanya dikaitkan
dengan gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang disebabkan oleh adanya
fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin (Gilman, dkk., 1996).
2.5.5 Efek Samping
Vitamin C dengan dosis tinggi dapat menyebabkan diare, keluhan nyeri
perut pada penderita dengan gastritis, juga meningkatkan absorpsi besi pada
saluran cerna sehingga dapat menimbulkan hemosiderosis. Dosis besar tersebut
juga meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian besar
vitamin C akandimetabolisme dan diekskresi sebagai oksalat(Tjokronegoro, 1985).
2.6 Teori Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2.6.1 Sejarah Kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan, yaitu berdasarkan absorbsi sampel diantara suatu fase
gerak dan fase diam. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903
mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu
14
untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah
kolom.Pada waktu yang hampir bersamaan, Day juga menggunakan kromatografi
untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama
diakui sebagai penemu yang pertama kali mengenali dan menafsirkan proses
kromatografi (Johnson dan Stevenson, 1978).
2.6.2 Pembagian Kromatografi
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pmisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)
kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi
eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1978;
Rohman, 2007).
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)
kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut
kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)
kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1978; Rohman, 2007).
2.6.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan
yang didukung oleh kemajuan teknologi yang canggih untuk menganalisis
berbagai analit secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal
maupun campuran, senyawa bahan aktif obat, menganalisis kemurnian suatu
senyawa didalam suatu cuplikan (Ditjen POM, 1995).
Kegunaan umum dari KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
15
(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap
(nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa
tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam
cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain
(Rohman, 2007).
2.6.4 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya KCKT dapat dikelompokkan
menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik.Untuk fase normal (fase
gerak lebih polar daripada fase gerak), sementara untuk fase terbalik (fase diam
kurang polar daripada fase gerak).Fase terbalik menggunakan fase diam silika
yang dimodifikasi secara kimiawi seperti oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase
gerak campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer.
Untuk solut yang bersifat asam lemah,peranan pH sangat krusial karena bila pH
fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonisasi.
Terbentuknya bagian yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase
diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk yang tidak
terionisasi akan terelusi lebih cepat (Rohman, 2007).
2.6.5 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair
Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase
gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi
analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan
setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2010).
Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem
16
fase diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak. Ilustrasi proses
pemisahan dalam kolom kromatografi dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar3 .Ilustrasi proses pemisahan yang terjasi di dalam kolom KCKT (Sumber: Meyer, 2010).
Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan
menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi
sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya,
sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase
gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan
terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih
cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam, sehingga
komponen ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti
oleh komponen ▲ (Meyer, 2010).
2.7 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair
2.7.1 Waktu tambat/retention time
Waktu tambat/retention time(tR) merupakan waktu antara penyuntikan
sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor. Waktu tambat dari
suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai
waktu hampa/void time.Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak Fase gerak
17
dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin
panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila
fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa
dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2010).
2.7.2 Faktor Kapasitas
Faktor kapasitas atau faktor tambat (k) merupakan suatu ukuran derajat
tambatan dari suatu analit didalam kolom. K didefinisikan sebagai waktu zat
terlarut berada dalam fase diam (tR) dibagi dengan waktu zat terlarut dalam fase
gerak (tM) rumusnya ditulis sebagai berikut ini (Dong, 2006).
Retention factor, k=tR −t M tM
Faktor tambat yang baik berada diantara nilai 1 hingga 10.Jika nilai k
terlalu kecilmenunjukkan tingkat pemisahan yang tidak bagus karena analit terlalu
cepatmelewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan tidak
muncul kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan
waktu analisis akan panjang (Meyer, 2010).
Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak
yang digunakan sehingga akan menghasilkan resolusi dan waktu retensi dari
puncak-puncak kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi
fase gerak (Snyder, dkk., 2010).
2.7.3 Selektivitas
Selektivitas disebut juga sebagai faktor tambahan relatif.Selektivitas (α)
merupakan kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkan/membedakan
analit yang berbeda.Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor
18
Selektivitas bergantung pada banyak faktor umumnya tergantung pada
sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenisdan
komposisi fase gerak yang digunakan. Selektivitas yang didapatkan dalam sistem
KCKT harus
α
>1 agar pemisahan terjadi dengan baik (Dong, 2006).2.7.4 Efisiensi Kolom
Solusi untuk memperbaiki masalah daya pisah adalah efisiensi kolom.
Efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate number (N). Kolom yang
efisien adalah kolom yang mencegah pelebaran pita serta menghasilkan puncak
yang sempit dan memisahkan analit dengan baik.Jumlah nilai lempeng berbanding
lurus dengan panjang kolom. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran
kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin
baik. Hubungan proporsionalitas antara nilai lempeng dengan panjang kolom
disebut sebagai nilai HETP/High Equivalent of a Theoritical Plate. Praktik HPLC
yang baik adalah mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang
maksimum dan efisiensi kolom yang tertinggi (Johnson dan Stevenson,1978).
�
=
�
�� ��
2
=
�
4����
�
2
=
16�
�� ���
2
Nilai lempeng sangat dipengaruhi oleh waktu tambat puncak, ukuran
partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat
molekul analit (Jhonson dan Stevenson, 1978).FDA merekomendasikan agar tiap
analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000
(Meyer, 2010).
2.7.5 Resolusi
19
Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang saling
bersebelahan (Meyer, 2010).
R =tR 2 − tR 1 w 1+ w 2
Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan
semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses
pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun
sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling
berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh
karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar
dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka
diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2010).
Pemisahan yang kurang baik dalam kromatografi fase balik biasanya
disebabkan oleh tahanan yang lemah untuk senyawa yang sangat polar, sensitifitas
deteksi yang kurang bagus dan ukuran molekul terutama dalam senyawa
kompleks. Puncak yang tumpang tindih biasanya ditemukan bila satu puncak
lebih besar dari puncak yang lain (Snyder, dkk., 2010).
2.7.6 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri
Kondisi ideal dari puncak kromatogram akan memperlihatkan bentuk
Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna. Namun kenyataannya dalam
praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai.Jika
diperhatikan dengan cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi
memperlihatkan tailing dalam derajat tertentu (Dolan, 2003).Contoh puncak yang
20
Gambar 4.Contoh gambar puncak yang asimetris (Sumber: Dolan, 2003).
Pengukuran derajat asimetris puncak ini dapat diukur dengan faktor ikatan
dan faktor asimetri.Faktor ikatan atau lebih dikenal tailing factordilambangkan
dengan simbol (Tf) yang dapat dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada
ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut:
Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5%
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5.Pengukuran derajat asimetris puncak (Sumber: Snyder, 2010).
Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor(As) dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
A
s=
b aTf =
a + b
[image:38.595.213.433.451.598.2]21
Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan
setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar.
Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini
menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003).
Bila harga TF > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami
pengekoran (tailing) dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor
ikatan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1. Semakin besar harga TF maka
kolom yang dipakai akansemakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF
dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi
(Rohman, 2007).
2.8 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Komponen-komponen penting sertaskematik sistem dari KCKT dapat
[image:39.595.115.512.471.687.2]dilihat pada Gambar 6.
22 2.8.1Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak merupakan sebuah bagian penting namun sederhana dari
sistem HPLC. Untuk aplikasi isokratik menggunakan pencampuran fase gerak
dalam wadah tunggal, sedangkan untuk aplikasi gradien pencampuran fase gerak
dapat menggunakan lebih dari satu wadah fase gerak. Fase gerak harus bebas dari
partikel sehingga fase gerak harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan.
Wadah fase gerak yang digunakan dapat berupa botol kaca berdinding tebal atau
labu laboratorium yang harus inert dan bersih, sedangkan penutup wadah
diperbolehkan dengan berbagai bahan namun harus dapat menjaga agar debu tidak
masuk dan bercampur dengan fase gerak serta meminimalkan penguapan dari fase
gerak (Snyder, dkk., 2010).
2.8.2 Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
alir 3 ml/menit.Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari
hasil yang menyimpang pada detektor (Rohman, 2007).
2.8.3 Tempat Injeksi Sampel
Menurut Jhonson dan Stevenson (1978), Cuplikan harus dimasukkan
kedalam pangkal kolom atau kepala kolom, dan diusahakan agar sesedikit
mungkin terjadi gangguan pada bagian kolom. Ada tiga jenis dasar injektor yang
23
a. Aliran-henti: Aliran dihentikan, penyuntikkan dilakukan pada tekanan
atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Cara ini dapat dipakai
karena difusi didalam zat cair kecil dan daya pisah tidak dipengaruhi.
b. Septum: Ini adalah injektor langsung pada aliran, yang sama dengan
injektor yang umum dipakai pada kromatografi gas. Injektor ini dapat
dipakai pada tekanan sampai sekitar 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini
tidak dapat dipakai untuk semua pelarut kromatografi cair. Selain itu,
partikel kecil terlepas dari septum dan cenderung menyumbat
mengakibatkan gangguan pada kolom.
c. Katup putaran (loop valve): dikenal dengan sebutan katup jalan-kitar. Jenis
injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar
daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis. Volume
yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual memakai adaptor
khusus. Pada saat fase gerak dialirkan, katup putaran pada tekanan
atmosfir. Jika katup dijalankan (dibuka), maka cuplikan di dalam putaran
akan bergerak menuju kolom. Automatic injector atau disebut juga
autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem
penyuntikannya bekerja secara otomatis.
2.8.4 Kolom
Menurut Jhonson dan Stevenson, (1978) Kolom merupakan jantung
kromatograf.Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom
dan kondisi kerja yang tepat.Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:
a. Kolom analitik: Diameter dalam 2-6 mm. panjang kolom tergantung pada
24
kolom 50- 100 cm, sedangkan untuk kemasan mikropartikel berpori
biasanya 10-30 cm.
b. Kolom preparatif: diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100
cm.Kolom umumnya terbuat dari stainlesteel dan biasanya dipakai pada
suhu kamar, tetapi suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai. Pengepakan
kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan KCP, KCC,
pertukaran ion, atau eksklusi ukuran.
2.8.5 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan
dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang
luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan
yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi
tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1978).
Detektor yang paling banyak digunakan adalah detektor spektrofotometer
UV 254 nm. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi
nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan
Stevenson, 1978).
2.8.6 Perekam Data
Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai
puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan
25 2.9 Validasi Metode
Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk
menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik. Validasi metode meliputi
akurasi (ketepatan), presisi, spesifisitas/selektifitas , batas deteksi, batas
kuantitasi, linieritas, rentang/kisaran dan kekuatan/ketahanan dan ketangguhan
(Ermer dan McB. Miller, 2005).
2.9.1 Akurasi
Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai sebenarnya.Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode,
yakni spiked placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked
placebo recovery atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked)
kedalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut
dianalisis dan jumlah analit hasil analisis yang dibandingkan dengan jumlah
analit teoritis yang diharapkan. Jika placebo tidak memungkinkan untuk
disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui kosentrasinya dapat
ditambahkan secara langsung kedalam sediaan farmasi. Metode ini dapat kita
dinamakan standard addition method atau lebih dikenal metode penambahan baku
(Harmita, 2004).
2.9.2 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh
dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan
26 2.9.3 Spesifisitas
Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang
dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks
sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks (Ermer
dan McB. Miller, 2005).
2.9.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (limit of detection, LOD) adalah konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat
dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi ( limit of quantification, LOQ) adalah
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi
dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan
(Rohman,2007).
2.9.5 Linearitas
Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji
yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
telah diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran
sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik
konsentrasi yang mencakup pada seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan
McB. Miller, 2005).
2.9.6 Rentang
Rentang/kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana
suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat
27 2.9.7 Kekuatan
Kekuatan/ketahanan merupakan pengujian kemampuan dari suatu metode
untuk tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil.
Ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter-parameter metode
seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar,
suhu, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan
konsentrasi fase gerak (Rohman,2007).
2.9.8 Kekasaran
Kekasaran/ketangguhan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang
diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku
relatif/relative standard deviation (RSD). Kondisi ini meliputi laboratorium,
28 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, dan
Laboratorium Kualitatif Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan April
sampai Juli 2014.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
instrumen KCKT lengkap (Agilent) dengan pompa, degasser, penyuntik
autosampler (10µl), kolom Agilent C18(250 mm x 4,6 mm), detektor UV-Vis,
wadah fase gerak, vial, pH meter, sonifikator (Branson 1510), pompa vakum
(Gast DOA – P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), membrane filter
PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose nitrate membran filter 0,45 µm.
3.2.2Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah metanolgradient grade for liquid
chromatography(E.Merck), akuabides (Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi
USU),Kalium dihidrogen fosfat p.a. 85% b/b (E.Merck),Natrium Hidroksida p.a
99,9% b/b (E.Merck), asam fosfat, Buffer standart pH 4,01 dan 7,01 (Hanna),
Natrium benzoat BPFI (Badan POM RI), Vitamin C BPFI (Badan POM RI),
29
3.3 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu metode
pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel tersebut
dapat mewakili sampel lainnya (Sudjana, 2005). Sampling obat dilakukan
menggunakan rumus :n= N +1
Keterangan : n = jumlah sampel yang diteliti
N = jumlah sampel dalam populasi
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pembuatan fase gerak dapar Fosfat 10 mM (pH 2,6)
Ditimbang kaliumdihidrogenfosfat (KH2PO4)0,408 gram dilarutkan
dengan 300 ml aquabides dalam labu tentukur 500 ml, dikocok, dicek pH lalu
disaring dengan menggunakan membran filtercelllulosa nitrate0,45 µm,
kemudiandiawaudarakan± 30menit(Ditjen POM, 1995).
3.4.2 Pembuatan fase gerak metanol
Disaring 500 ml metanol grade
HPLCdenganmenggunakanmembranfilterPTFE0,5µ m,kemudian diawaudarakan±
30menit.
3.4.3 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N
Natrium hidroksida sebanyak 8 gram dilarutkan dalam air bebas
karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.4.4 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C BPFI
Ditimbangseksamasejumlah 10 mg serbuk vitamin C BPFI, dimasukkan
kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides hingga garis tanda
30
3.4.5 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium benzoat BPFI
Ditimbangseksamasejumlah 10 mg serbuknatrium benzoat
BPFI,dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides,
hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml
(LIB I).
3.5 Prosedur Analisis Menggunakan KCKT
3.5.1 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan AgilentC18 (250 mm x
4,6 mm)autosampler, detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang
254 nm dengan suhu 30oC. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1
ml/menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut
telah stabil.
3.5.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum
Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak divariasikan untuk menda
patkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak dapar fosfat pH2,6:
metanol yang divariasikan adalah 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80,
10:90, dengan laju alir 1 ml/menit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu
retensi yang singkat, resolusi yang baik, nilai lempeng teoritis yang valid dan
tailing faktor paling kecil yang akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.
31
Analisis kualitatif dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
vitamin C dan natrium benzoat dan didalam Kratingdaeng-s.Data dapat dilihat
pada Tabel 5.
3.5.4 Analisis Kuantitatif
3.5.4.1Penentuan waktu retensi Vitamin C baku
Dipipet larutan induk baku I (LIB I) dengan konsentrasi 1000 µg/ml0,3
ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan aquabides
hingga garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 30µg/ml. Kemudian larutan
disaring dengandengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30
menit kemudian diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe
Perfectionsebanyak 10 µl menggunakan fase gerak dapar fosfat pH 2,6 : metanol,
dengan perbandingan (50:50), laju alir 1ml/menit,dan dideteksi pada panjang
gelombang 254 nm selanjutnya dilihat waktu retensinya. Data dapat dilihat
padaTabel 1.
3.5.4.2 Penentuan waktu retensi Natrium benzoat Baku
Dipipet larutan induk baku I (LIB I) dengan konsentrasi 1000 µg/ml1ml,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga
garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 100µg/ml. Kemudian larutan disaring
dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30 menit kemudian
diinjeksikan kesistem KCKT menggunakanSyringe Perfectionsebanyak 10 µl
menggunakan fase gerak dapar fosfat : metanol, dengan perbandingan (50:50),
laju alir 1ml/menit, suhu 30oC dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.Selanjutnya dilihat waktu retensinya.Data dapat dilihat pada Tabel 1.
32
Dipipet 0,3 ml dari LIBI vitamin C dan dipipet LIB I sebanyak 1 ml dari
LIB I natrium benzoat dimasukan kedalam labu tentukur 10 ml, dan dilarutkan
dengan aquabides hingga garis tanda sehingga diperoleh kosentrasi 30 µg/ml
vitamin C dan 100 µg/ml natrium benzoat Kemudian disaring dengan membrane
filter PTFE 0,2µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl dengan fase
gerak dapar fosfat : metanol (50:50), laju alir 1 ml/menit, suhu 300C dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm.
3.5.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi Vitamin C BPFI
Dipipet LIB I sebanyak 2 ml masukan ke dalam labu 10 ml untuk
pembuatan LIB II (200µg/ml). Dari LIB II dipipet ( 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 1,5
ml; dan 2 ml; dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan
Aquabides hingga garis tanda dikocokhomogen sehingga diperoleh
konsentrasi 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, 30µg/ml, dan 40µg/ml. Kemudian
masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan
diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 10 µl secara autosampler, elusi isokratik
dan dideteksi dengan detector uv pada panjang gelombang 254 nm. Dari luas area
yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung
persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.
3.5.4.5 Pembuatan kurva kalibrasi Natrium benzoat BPFI
Dipipet LIB I sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; dan 2,5 ml dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dengan Aquabides hingga
garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 50µg/ml, 100 µg/ml, 150µg/ml,
200µg/ml, dan 250µg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan
33
secara autosampler dengan elusi isokratik dan dideteksi dengan detector uv pada
panjang gelombang 254 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram
dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor
korelasinya.
3.5.4.6 Uji identifikasi Vitamin C dan Natrium benzoat
Sampel Kratingdaeng-s diinjekkan sebanyak 10µl, dianalisis pada
kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat: metanol (50:50)
dengan laju alir 1 ml/menit dengan suhu 300C pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya untuk identifikasi, pada larutan sampel Kratingdaeng-s tersebut
ditambahkan sejumlah tertentu larutan vitamin C dan natrium benzoat BPFI
(spiking) kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang
sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil
spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan
mengandung vitamin C dan natrium benzoat, jika terjadi peningkatan tinggi
puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking.
3.5.5 Penetapan kadar sampel Kratingdaeng-s
Ditimbang 100 ml larutan sampel, dicatat beratnya. Dimasukkan 1 ml
sampel kedalam labu tentukurkemudian dikarenakan kadar natrium benzoat yang
terlalu kecil sehingga dengan metode addisi (spiking) ditambahkan natrium
benzoat BPFI 100 µg/ml kedalam beserta sampel tadi,dimasukkan ke dalam labu
tentukur 10 ml dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dandikocok
sampai homogen, kemudian disonikasi selama 30 menit. Disaring dengan
membrane filter PTFE 0,2 µm. Kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT
34
fosfat pH 2,6 : metanol, dengan perbandingan (50:50), laju alir 1ml/menit,dan
dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Dilakukan perlakuan ini sebanyak 6
kali pengulangan untuk setiap sampel minuman berenergi.
Kosentrasi dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel
pada Y dari persamaan regresi: Y = ax + b.