• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dakwah Kh. Mahrus Amin Di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Dakwah Kh. Mahrus Amin Di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Mochammad Zia Ulhaq NIM: 109051000164

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Nama : Mochammad Zia Ulhaq

Judul : METODE DAKWAH KH. MAHRUS AMIN DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH ULUJAMI JAKARTA SELATAN

Dakwah Islamiyah merupakan kewajiban yang harus dijalankan setiap umat Islam, dakwah pada hakikatnya adalah ajaran atau seruan kepada umat manusia untuk menuju kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Hadist. Aktivitas dakwah akan berjalan dengan baik

apabila para da’i atau da’iyah memenuhi semua unsur-unsur dakwah baik dari

subjek dakwah, maupun objek dakwahnya seiring dengan perkembangan zaman

dan masyarakat atau mad’u yang heterogen. Maka seorang da’i harus pandai

-pandai memilih metode yang baik dan tepat untuk digunakan dalam penyampaian dakwahnya, salah satunya KH. Mahrus Amin sebagai pendiri dan pimpinan di Pondok Pesantren Darunnajah.

Berdasarkan peryataan di atas timbullah pertanyaan a. Bagaimana metode dakwah yang dilakukan KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah ? b. Apa hambatan dalam Metode Dakwah KH. Mahrus Amin serta bagaimana solusinya ?

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Dengan menggunakan metodologi deskriptif analisis yaitu bahwa data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara mendalam dengan narasumber dan dokumentasi yang akan menghasilkan penafsiran penulis.

KH. Mahrus Amin adalah da’i dan ulama yang cukup berpengaruh di jakarta. Dalam metode pembinaan dakwah, beliau menggunakan bentuk dakwah bil Lisan melalui metode ceramah, metode halaqoh, metode tanya jawab. bentuk dakwah bil Hal dalam berbagai bidang diantaranya : bidang keagamaan dan pendidikan, bidang kesejahteraan, bidang perdagangan. bentuk dakwah bil Qalam menggunakan media tulisan seperti menulis buku.

(6)

ii

Bismillahirrahmirrahim

Alhamdulillah wa Syukurillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas semua nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan selama ini, yang tidak henti-hentinya memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah, jenuh menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang berjudul Metode Dakwah K.H Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan telah selesai disusun.

Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW yang dengan limpahan syafa’atnya menuntun umatnya kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, karena sesungguhnya tanpa kehendak-Nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Betapapun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus dengan rasa hormat dan bangga menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

(7)

iii

3. Bapak Drs. Jumroni, MSi, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

4. Ibu Umi Musyarrafah MA, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

5. Ibu Dra. Hj. Musfiroh Nurlaili MA, Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan juga meluangkan waktu, pikiran dan tenaga, dalam memberikan arahan dan bimbingan disela-sela kesibukan beliau. Serta telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Dan dalam pengurusan nilai-nilai kuliah.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus. Dan tak lupa kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus ini.

(8)

iv

dapat di syiarkan dan senantiasa di lindungi Allah SWT.

8. Seluruh keluarga besar Nawawi (Alm) dan saniin (Alm), ayah tercinta H. Achmad Zaeni dan bunda tercinta Hj. Nurlaela yang dengan pengorbanan dan doa beliau dengan kasih sayangnya tak kenal lelah dalam mendidik, memberikan semangat dan membesarkan anak-anaknya sehingga kami menjadi orang yang berpendidikan, motivasi, do’a dan seluruh

pengorbanan beliau yang tidak terhingga baik berupa moril maupun materil. Jasa kalian tak dapat dibalas dengan apapun. Terima kasih ya Ayah, terima kasih bunda.

9. Untuk semua saudara-saudariku tercinta, Mochammad Billy Adam, Ananda Ayu Islami, paling terakhir Anindia Aulia Tajriani. Terus berjuang dan semoga kalian terus menerus didekatkan dengan cita-cita kalian dan selalu diberkahi dan diridhoi di dunia maupun akhirat Amin. 10.Teman-temanku seperjuangan alumni Darunnajah angkatan 32, dan

(9)

v

berlipat ganda disertai keberkahan oleh-Nya. Amin, Amin yaa Rabbal ‘Alamiiin,,

Jakarta, October 2013

(10)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Metode ... 14

B. Dakwah ... 15

1. Pengertian Dakwah ... 15

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 17

3. Metode Dakwah ... 20

4. Bentuk-Bentuk Dakwah ... 29

5. Tujuan Dakwah ... 33

(11)

vi

A. Profil KH. Mahrus Amin ... 38

1. Riwayat Hidup ... 38

2. Latar Belakang Pendidikan ... 42

B. Aktivitas KH. Mahrus Amin ... 46

1. Aktivitas ... 46

2. Karya-Karya KH. Mahrus Amin ... 48

C. Gambaran Umum Pondok Pesantren Darunnajah ... 48

1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Darunnajah ... 48

2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Darunnajah ... 53

3. Program Unggulan Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Metode Dakwah KH. Mahrus amin di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan ... 57

B. Hambatan-hambatan Yang dialami Serta Solusinya ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam agama dakwah, yaitu agama yang menegaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan untuk manusia, bilamana ajaran islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.1

Islam juga merupakan ajaran Allah yang sempurna dan diturunkan untuk mengatur kehidupan individu dan masyarakat. Akan tetapi, kesempurnaan ajaran Islam hanya merupakan ide dan angan-angan saja jika ajaran yang baik tidak disampaikan kepada manusia. Lebih jika ajaran itu tidak diamalkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, dakwah merupakan suatu aktivitas yang sangat penting dalam keseluruhan ajaran Islam. Dengan dakwah, Islam dapat diketahui, dihayati, dan diamalkan oleh manusia dari generasi kegenerasi berikutnya. Sebaliknya, tanpa dakwah terputuslah generasi manusia yang mengamalkan Islam dan selanjutnya Islam akan lenyap dari permukaan bumi.2

Dakwah sangatlah penting dan sangat diperlukan oleh manusia karena tanpanya manusia akan sesat. Berarti hidupnya menjadi tidak teratur dan kualitas kemanusiaanya merosot. Tanpa adanya manusia akan kehilangan akhlak, nuraninya tertutup, menjadi egois, rakus, liar, binal, kehilangan moral, akan saling

1

Abdur Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1993), Cet ke-3, h.1

(13)

lemahnya dakwah maka manusia akan melakukan kerusakan dimana-mana. Sumber daya alam akan dipergunakan semaunya yang pada gilirannya akan terjadi kerusakan dan kebangkrutan dimana-mana.3

Dakwah adalah kewajiban seorang muslim untuk menyampaikan apa yang diterima dari rasulullah SAW : “Ballighu „anni walau ayat.” Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai islam itu

sebabnya suatu aktivitas dakwah harus berangkat dari kesadaran diri “ibda’

binafsik” atau pun perorangan dengan kemampuan yang bisa mengembangkan suatu aktivitas dakwah.

Maka dari itu agama islam selalu mendorong umatnya untuk selalu aktif melakukan kegiatan dakwah, baik yang dilakukan secara perorangan ataupun kelompok. Oleh karena itu kemajuan dan kemunduran umat islam sangat erat dilakukan untuk kegiatan dakwah yang dilakukan pemeluknya. Usaha yang dilakukan untuk menyebarluaskan islam, begitu pula untuk merealisasi ajaran islam ditengah-tengah kehidupan manusia adalah merupakan usaha dakwah yang dalam keadaan dan di manapun harus dilaksanakan oleh umat islam. Dalam hal ini baik teori maupun praktek telah ada dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW yang telah diperintahkan oleh Allah.

3

(14)

















Artinya :Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang

mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Pedoman atau ajaran-ajaran pokok untuk dijadikan patokan bagaimana seharusnya cara-cara melaksanakan dakwah, yakni harus dilakukan dengan metode dan pendekatan yang bersifat persuasif penuh dengan hikmah dengan cara pengajaran yang baik, serat tidak dibenarkan adanya cara yang bersifat memaksa. Oleh karena itu, dalam penyampaian dakwah seorang da’i memerlukan disiplin keilmuan dan metode dalam penyampaian. Sedangkan dakwah dalam arti yang luas adalah kewajiban yang harus dipikul oleh setiap muslim dan muslimah. Tidak boleh seorang muslim dan muslimah menghindar darinya.

Dalam dakwah, faktor yang dapat menyebabkan berhasil atau tidak

seorang da’i dalam mempengaruhi mad’u. Meskipun keberhasilan dakwah tidak

hanya ditentukan oleh faktor da’i sendiri, akan tetapi da’i memegang peranan

penting dalam menentukan keberhasilan seorang da’i dalam berdakwah seorang

da’i dalam berdakwah harus memenuhi beberapa kemungkinan, yaitu :

(15)

menyebabkan masyarakat mudah menerima pesan dakwahnya, walaupun kualitas dakwahnya sederhana.

3. Kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus siraman rohani dan mereka

terlanjur memiliki persepsi yang positif kepada seorang da’i tersebut, sehingga

pesan dakwah yang sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran yang jelas.

4. Sebuah kemasan yang menarik masyarakat yang semula acuh tak acuh

terhadap agama dan juga terhadap da’i setalah melihat kemasan lain misalnya :

kesenian, stimuli, ataupun program pengembangan masyarakat maka paket dakwah menjadi stimuli yang menggelitik persepsi masyarakat dan akhirnya mereka pun merespon secara positif.4

Al-Qur’an adalah kitab Allah yang terakhir diwahyukan kepada Nabi

Muhammad SAW, guna memberikan pedoman hidup kepada umat manusia sepanjang masa. Al-qur’an memberikan pedoman hidup dalam bidang Aqidah,

Ibadah, Akhlaq, dan Mu’amalah dunia dan pembinaan masyarakat dan

pengelolahan dunia yang menjalin para penganutnya untuk memeperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat, Al-Qur’an juga memberikan petunjuk hidup kepada umat manusia untuk menjalin hidup di dunia secara tepat, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk ciptaannya Allah yang akhirnya akan kembali kepadanya untuk memetik hasil perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.

4Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Sahid Tuhu Leley (ed),

(16)









Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl : 125)

Kata ud’u yang diterjemahkan denga ajakan adalah fi’il amr, menurut aturan ushul fiqh, setiap fi’il amr menjadi perintah wajib yang harus dipatuhi atau lain-lainnya. Jadi melakukan dakwah Islamiyah itu adalah wajib, karena tidak ada dalam hal ini dalil-dalil lain yang memalingkan kepada sunah atau ibadah (boleh dikerjakan atau boleh tidak)

Wajib itu ada dua jenis, yakni wajib aini dan wajib kifa’i wajib aini

maksudnya setiap orang Islam dewasa tidak ada uzur wajib mengerjakan, baik laki-laki maupun perempuan, setiap sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan dan lainnya. Sedangkan wajib kifa’i artinya harus ada seseorang didalam satu tempat atau kelompok yang mengerjakannya, agar mereka lepas dari perintah itu. Kalau tidak mereka berdosa semuanya seperti sholat janazah, menyuruh berbuat

baik (ma’ruf), melarang berbuat jahat (melarang munkar) dan lain-lainnya. Adapu

jenis wajib yang dimaksud didalam dakwah islamiyah ini pada asalnya adalah wajib kifa’i tetapi harus diingat tentang pertanggungan jawabannya.5

Islam selalu berusaha untuk membuka bagi segenap manusia pintu pengetahuan selebar-lebarnya sebelum islam mengajak mereka menjadi kaum

5

(17)

Kegiatan dakwah pada intinya bertujuan agar manusia mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat.

KH. Mahrus Amin terlihat secara lebih jelas merupakan salah satu bagian dakwah, menyebarkan seruan Islam dan meneruskan perjuangan Nabi dalam membangun Islam yang Rahmatan Lil Alamin, dan beliau adalah sosok seseorang yang telah membangun lembaga pendidikan modern di Jakarta dengan sistem yang berbeda, dan turut membangun kualitas manusia indonesia agar menjadi berguna bagi lingkungan sekitar.

Pertama, gagasan KH. Mahrus Amin tentang kemodernan pondok pesantren yang mana di dalamnya santri putra dan putri digabung dalam satu lingkungan tetapi hanya berbeda kawasan saja dan termasuk Pondok Pesantren ternama di jakarta.

Kedua, KH. Mahrus Amin beliau seorang Alim Ulama yang non material, yang memiliki sosok yang unik, istiqomah, dan jiwa yang sederhana, beliau memiliki keinginan untuk mendirikan dan mengelola 1001 Pondok Pesantren yang sudah lebih dari 5 Pondok Pesantren yg dipimpin dan dikelola, diantaranya Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta, Darunnajah Cipining Bogor, Darunnajah Al Mansur di Serang Banten, Darunnajah 4 Tsuraya Padarincang Banten, Darunnajah An-Nahl Pandeglang, Banten.

Ketiga, perjalanan tiga puluh tujuh tahun Darunnajah yang dibangun diatas dasar kekuatan pemikiran dan kerja keras yang disertai istiqomah dan perjuangan

6

(18)

menjadi wadah dalam berdakwah.

Berpijak dari uraian diatas peneliti ingin mengadakan penelitian dengan

judul “ Metode Dakwah KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah

Ulujami Jakarta Selatan ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pada uraian latar belakang di atas dapat dipahami batasan masalah hanya pada metode dakwah KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan saja.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Apa saja metode dakwah yang diterapkan KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah ?

2. Apa saja hambatan yang di hadapi dalam penerapan metode dakwah KH. Mahrus Amin serta cara menanggulanginya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(19)

Manfaat Penelitian : 1. Segi Akademis

Kajian tentang metode dakwah KH Mahrus Amin, belum pernah diteliti, oleh karena itu kajian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang menarik dan dapat memberikan motivasi bagi para mahasiswa dan pengembang dakwah.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini siap memberikan wawasan dan pemahaman bagi pembaca, dan praktisi dakwah, tentang dakwah Islam.

3. Manfaat Penulis

Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang tidak didapatkan di bangku kuliah, hal ini sebagai landasan motifasi bagi penulis sendiri.

D. Metedologi Penelitian

Agar dapat membahas dan merumuskan masalah penelitian dengan baik, maka penulis akan mengambil metode penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut ini :

1. Metode Penelitian

(20)

penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.7

Tujuan adanya metode ini adalah agar dapat menggambarkan suatu keadaan serta dapat mengambil manfaat dari penelitian yang sebenarnya berdasarkan hasil tes wawancara dengan narasumbernya. Untuk itu guna mempermudah menyelesaikan skripsi ini langkah-langkah metedologi yang disusun oleh penulis ini sebagai berikut:

a. Subjek Penelitian

KH. Mahrus Amin (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah)

b. Objek Penelitian

Metode dakwah KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian skripsi ini terhitung dari tanggal 2 Februari 2013 sampai 15 September 2013.

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, tehnik pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui beberapa data yaitu :

7

(21)

mengamati dan melihat secara langsung. Metode ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung ke objeknya. Dalam observasi ini penulis akan meneliti tentang aktifitas kegiatan di Pondok Pesantren Darunnajah.

b. Wawancara, adalah bentuk komunikasi verbal semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi, dalam wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal, biasanya dilakukan dengan berhadapan dan bisa dilakukan satu orang atau lebih.8 Peneliti mewawancarai dengan pihak yang bersangkutan, untuk mengetahui gambaran umum tentang pesantren dan mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang ada di Pondok Pesantren Darunnajah.

c. Dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan tentang apa yang diteliti. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data melalui : foto, buku-buku, dan bahan-bahan lainnya.

3. Kriteria Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan tekhnik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik keabsahan pemeriksaan keabsahan data ketekunan / keajengan pengamatan dimana peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian

8

(22)

tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.9

4. Tekhnik Analisa Data

Dari data yang di kumpulkan, kemudian dianalisis dan di interpretasikan, adapun metode yang digunakan dalam menganalisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif maksudnya, cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberikan gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya dan kemudian data dapat disimpulkan.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, sebelum penulis mengadakan penelitian lebih jauh dan kemudian menyusunnya menjadi karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu karya ilmiah yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Adapun maksud dari penelitian ini untuk mengetahui bahwa permasalahan yang penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya.

Setelah penulis mengadakan kajian pustaka, penulis akhirnya menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul yang hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Skripsi tersebut antara lain adalah skripsi karya Hanafi Tahun 1998 yang berjudul “ Peranan Pondok Pesantren Darunnajah Dalam Pengkaderan

Dai”

9

(23)

peran dari Pondok Pesantren Darunnajah untuk menjadikan santri-santri sebagai kader dai, Sedangkan penelitian yang akan diteliti oleh penulis yaitu pada

Metode Dakwah KH. Mahrus Amin di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami

Jakarta Selatan .

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penyusunan karya ilmiah atau skripsi ini penulis membagi kedalam lima bab, yakni :

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Berisikan tentang landasan teoritis, pada bab ini menguraikan mengenai, pengertian metode, ruang lingkup dakwah, unsur-unsur dakwah, metode dakwah, tujuan dakwah, dan manfaat dakwah. BAB III Profil KH. Mahrus Amin, dan Pondok Pesantren Darunnajah

(24)

Dalam bab ini akan menganalisis tentang metode dakwah yang diterapkan KH. Mahrus Amin, di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Serta hambatan metode dakwah dan cara penanggulangannya

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran-saran. Daftar pustaka, dan lampiran.

(25)

14

BAB II

LANDASAN TEORI A. Metode

1. Pengertian Metode

Dari segi bahasa metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari

dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian

kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain yang menyebutkan bahwa metode berasal

dari bahasa Jerman “methodica”, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa

Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, yang dalam bahasa Arab disebut thariq.1

Pengertian yang lain metode adalah “Cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang dikehendaki atau ditentukan.2

Dalam pengertian harfiahnya, “Metode adalah jalan yang harus

dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi pengertian hakiki dari metode adalah segala sarana yang digunakan untuk tujuan yang diinginkan baik sarana tersebut secara fisik maupun non fisik. Sedangkan menurut arif burhan, metode adalah menunjukkan pada proses, prinsip serta prosedur yang

1

Wardi Bahtiar, Metedologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), cet. ke-1, hal 59.

2

(26)

digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas permasalahan tersebut.3

Dari berbagai pengertian tentang metode di atas, maka dapat penulis pahami bahwa metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam melaksanakan proses bimbingan agar tercapai tujuan yang diharapkan.

2. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Ditinjau dari segi bahasa “Da’wah” berarti : panggilan, seruan atau ajakan, bentuk perkataan tersebut dalam bahasa arab masdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti memanggil, menyeru atau mengajak. Orang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi di sebut dengan Mad’u.

Banyak ahli ilmu dakwah memberikan definisi dakwah yang berbeda-beda hal ini terkait dari sudut mana mereka memberikan pendangannya tentang dakwah. Untuk lebih jelasnya penulis akan kemukakan beberapa definisi menurut para ahli diantaranya :

a. Menurut Syaikh Ali Makhfudz, yang dikutip Samsul Munir Amin, dakwah adalah memotivasi manusia untuk berbuat kebajikan, mengikuti petunjik, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.4

3

Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h.17. 4

(27)

b. Menurut Prof. Dr. Hamka yang dikutip wahidin Saputra, dakwah adalah seruan penggilan untuk suatu pendirian yang dasarnya berkonotasi positif dengan subtansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.5

c. Menurut M. Quraish Shihab dakwah adalah “seruan ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik terhadap pribadi maupun pada masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dan tingkah laku saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas, apalagi pada masa sekarang ia harus berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran islam secara lebih menyeluruh.6

Dalam proses upaya mengubah sesuatu kepada situasi lain yang baik sesuai ajaran agama islam ataupun proses mengajak manusia ke jalan Allah, mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Maka dari proses tersebut dibutuhkan adanya unsur-unsur dakwah atau komponen-komponen yang terdiri dari macam macam dakwah, subjek dakwah, materi dakwah, media dan objek dakwah.

Menurut Sayyid Quthub yang dikutip oleh Ilyas Ismail, dakwah berpusat pada dua hal pokok. Pertama, memperkenalkan kepada manusia kepada tuhan mereka yang sebenar-benarnya, yaitu Allah SWT membimbing mereka agar menyembah hanya kepada-Nya. Dengan perkataan lain, tujuan dakwah yang terpenting, adalah ma’rifat Allah dan Tauhid Allah.

5

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2011), Cet ke-1, h.1

6

(28)

Kedua, dakwah menghendaki agar manusia menjadi Islam, yaitu sikap berserah diri serta tunduk dan patuh kepada Allah dan merupakan ajaran inti dari setiap agama yang benar. Semua Nabi, dari Nabi Ibrahim a.s hingga Nabi Muhammad Saw yang membawa misi yang sama, yaitu al-Islam.7

Setelah mengetahui berbagai makna dakwah menurut bahasa, maka penulis menarik kesimpulan bahwasanya dakwah sebagai suatu kegiatan untuk mengajak manusia kejalan yang benar dan kejalan yang lurus sesuai dengan perintah Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia baik dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat.

2. Unsur-Unsur Dakwah

Adapun unsur-unsur dakwah tersebut adalah sebagai berikut : a. Da’i

Dia adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau lewat organisasi/ lembaga. Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namum sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran islam melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi seorang da’i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh. Demikian, wajib

7

(29)

baginya untuk mengetahui kandungan dakwah baik sisi akidah, syariah, maupun dari akhlak.8

b. Mad’u

Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia

penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kulitas iman, islam, dan ihsan.

Menurut Muhammad Abduh yang dikutip oleh M. Munir, mad’u itu menjadi tiga golongan, yaitu, pertama golongan cerdik yang cinta kebenaran, dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan. Kedua golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Ketiga, mereka yang senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak dapat membahasnya secara mendalam.9 Ketiga, manusia sebagai makhluk yang bertuhan akan menampilkan sikap, tingkah laku serta apresiasinya untuk menemukan Sang Maha Pencipta.

Apabila seseorang juru dakwah telah mampu mengenali tipologi objek dakwah akan mengalami sebuah keberhasilan dengan baik. Dengan demikian studi analisis akan keberadaan objek dakwah adalah satu hal

8

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta : Prenada Media, 2006) hal.22

9

(30)

yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam lagi sehingga menemukan langkah-langkah dan strategi didalam berdakwah.

a. Pesan dakwah

Pada dasarnya pesan dakwah tergantung kepada tujuan yang akan dicapai, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-hadits. Kedua pedoman ini merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat global. Untuk memahaminya dibutuhkan orang-orang tertentu yang memiliki keahlian, khususnya dalam penguasaan bahasa Arab serta ilmu-ilmu lainnya demi keberhasilan pesan yang akan disampaikan dalam berdakwah.

Materi yang akan di sampaikan hendaknya di pilih secara cermat yang di sesuaikan dengan situasi dan juga kondisi serta konteks dimana objek itu berada. Sehingga dakwah itu pun benar-benar dapat bersentuhan dengan konfleksitas dan problematika masyarakat sebagai sasaran objek dakwah.

Ketika pengembangan dunia mulai bergeser ke arah penguasaan ilmu pengetahuan modern serta berbagai teknologi, maka materi-materi dakwah harus mampu menjawab perkembangan tersebut. Quraish Shihab,10 mengemukakan. Bahwasanya materi dakwah harus menitik beratkan kepada hubungan antara ilmu dan ajaran islam. Materi dakwah harus diarahkan kepada tiga hal penting, yaitu mewujudkan satu kesatuan pendorong terhadap setiap pribadi dan juga masyrakat guna untuk meninggalkan amal usaha serta memelihara satu tingkat etika dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

10

(31)

b. Media Dakwah

Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan atau menyalurkan materi dakwah.11 Dewasa ini, jenis-jenis media atau sarana dakwah sangat banyak jumlahnya antara lain radio, televisi, video, rekaman, surat kabar, tabloid, majalah dan bahkan jaringan informasi melalui komputer internet.

Media dakwah merupakan sarana untuk menyampaikan pesan agama dengan mendayagunakan alat-alat temuan teknologi modern yang ada pada zaman ini. Dengan begitu banyaknya media dakwah yang

tersedia, maka seorang da’i memilih salah satu dari beberapa media saja

sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai sehingga apa yang menjadi tujuannya dapat tercapai dengan efektif dan efesien.

Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang, orang, tempat, kondisi tertentu.

3. Metode Dakwah

Adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah.12 Atau kumpulan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang

dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u yang telah diatur melaui proses

pemikiran untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.

11

Wardi Bachtiar, Metedologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), cet 1. Hal.33

12

(32)

Dari segi etimologi Kamus Bahasa Indonesia13 “metode” berasal dari

dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).14

Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa

Yunani “metode” berasal dari kata methodos artinya jalam yang dalam bahasa

Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Sedangkan secara terminologi“metode” adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif dan esien. Efektif artinya antara biaya, tenaga, dan waktu dapat seimbang. Sedangkan efesien atau sesuatu yang berkenaan dengan

pencapaian suatu hasil. Jadi “metode dakwah” adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari cara-cara berdakwah untuk mencapai suatu tujuan dakwah yang efektif dan efesien.15

Mengenai metode dakwah ini, Amir Ihsan Islahi menegaskan tentang metode yang digunakan oleh para Rasulullah Saw bahwa :

“Metode-metode para rasul adalah metode yang paling modern dan

maju pada zamannya, dan senantiasa mengalami perubahan sejalan dengan perubahan situasi, kondisi serta kemajuan budaya. Ini merupakan bukti bahwa memaksakan suatu metode tertentu saja tidaklah di benarkan. Sebaliknya para

da’i haruslah menggunakan metode-metode yang sedang menjadi mode di

13

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka,2002)

14

Arifin Muhammad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akrasa, 1991), h.61. 15

(33)

zaman mereka sendiri agar dan kemampuan mereka bisa lebih manfaat dan membuahkan hasil.16

Keterangan di atas menunjukan bahwa metode dakwah tidak baku dan tidak statis. Dakwah islam memiliki metode yang fleksibel dan tidak sedikit

jumlahnya. Bagi seorang da’i mengetahui yang baik itu sangat diperlukan

karena dengan mengetahui metode-metode seseorang dapat mennetukan strategi dakwah yang akan digunakan dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat dengan kondisi tertentu sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara global metode dakwah ada tiga yaitu : Hikmah, Mauizhah Hasanah dan Mujadalah Billati hiya Ahsan. Ketiga metode tersebut banyak

digunakan oleh para nabi dan rasul, sahabat dan tabi’in serta para ulama-ulama

terdahulu dan sekarang, karena metode tersebut bersumber dari Al-Qur’an surat al-Nahl : 125:













Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS : al: Nahl : 125)

16

(34)

a. Al Hikmah (kebijaksanaan)

Said bin Wakif Al-Qahthani memberikan perincian tentang pengertian hikmah, yang dituangkannya dalam kitab Al-Hikmah wa Fid

Da’wah Ilallah Ta’ala, antara lain :

Al-Hikmah menurut bahasa (lughawi) berarti, adil, ilmu, sabar,

kenabian, Alqur’an, dan injil. Ia juga berarti memperbaiki (membuat

sesuatu menjadi baik dan sesuai), dan terhindar dari kerusakan, juga diartikan sebagai ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama pula, atau berarti al-haq (kebenaran) yang didapat melalui ilmu dan akal, serta pengetahuan atau ma’rifat. Al-Hikmah menurut Istilah terjadi perbedaan penafsiran di antara para ulama, antara lain:

1. Valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan.

2. Mengetahui yang benar dan mengamalkannya, jadi terhadap unsur ilmu dan amal di antaranya.

3. Wara’ dalam agama Allah.

4. Meletakkan sesuatu pada tempatnya.

5. Menjawab dengan tegas dan tepat segala permasalahan yang diajukan kepadanya.17

Hikmah dalam bahasa arab berarti kebijaksanaan, pandai, adil lemah lembut, kenabian, sesuatu yang mencegah kejahilan dan kerusakan, keilmuan, dan pemaaf. Perkataan hikmah sering kali di terjemahkan dalam pengertian bijaksana. Yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga

17

(35)

pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang di dakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, konflik, maupun rasa ketakutan.18 Prof. DR. Toha Umar, M.A yang dikutip oleh Wahidin Saputra, menyatakan bahwa hikmah berarti meletakan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.19

Jadi perkataan hikmah (kebijaksanaan) itu bukan saja ucapan mulut, melainkan termasuk juga tindakan, perbuatan, dan keyakinan, serta peletakan sesuatu pada tempatnya.

Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya

dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,

strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah,

sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan

tepat. Oleh karena itu para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan

memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyejukkan kalbunya.

Dengan demikian, maka dakwah bil-hikmah ini bisa diartikan

sebagai kemampuan seorang da’i dalam melaksanakan tugas dakwahnya,

yang menyajikannya dengan berbagai strategi dan pendekatan jitu, efektif, dan efesien karena keluasan pengetahuan dan banyaknya pengalaman tentang dakwah. Mengetahui benar tentang waktu, tempat, dan keadaan manusia sehingga ia dapat memilih metode yang tepat untuk

18

Hamka, Tafsir Al-azhar, (Jakarta : Pustaka PanjiMas, 1983), h. 321

19

(36)

menyampaikan materi dakwahnya, serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya masing-masing.20

b. Mau’iddzatul Hasanah

Terminologi mau’idzah hasanah dalam perpektif dakwah populer

bahkan dalam acara keagamaan seperti maulid Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah

mau’izah hasanah mendapat tempat khusus dengan sebutan ”acara yang

ditunggu-tunggu” yang merupakan inti dari sekian banyak acara yang berlangsung.

Menurut bahasa, mau’izah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu

mau’izah dan hasanah. Kata mau’izah berasal dari kata wa’adzan-ya’idzu

-wa’dzan idzatan yang artinya pengajaran, nasehat.21 Sedangkan hasanah

merupakan mufrad dari hasanatan yaitu kebaikan. Adapun pengertian kata

hasanah (baik) adalah lawan kata sayiah (buruk), kata mauizhah terkadang bersifat baik dan terkadang baruk sesuai dengan apa yang dinasihatkan manusia dan diperintahkan serta sesuai dengan cara (gaya bahasa) si pemberi nasihat.22

Ungkapan dan lafalnya adalah lembut serta sesuai dengan keadaan. Karena itu, mauizhah hasanah harus dengan ungkapan yang lembut dan sesuai kondisi (keadaan).23 Mau’izah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.

20

Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i, hal.241

21

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia,(Jakarta : PT. Hidayah Karya Agung, 1989), h.502

22

Syekh Muhammad Abu Al-Fatah Al-Bayanuniy, Ilmu Dakwah Prinsip dan Kode Etik, (Jakarta : Akademika Pressindo, 2010), hal. 327-328

23

(37)

c. Mujadalah Billati Hiya Ahsan

Menurut bahasa, mujadalah berasal dari asal kata jaadalah-mujaadalatan-jidaalan yang artinya berbantah, berdebat, mereka bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.24

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa, al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, dan mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.25

Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dan mad„u, yang disebut

polemik, maka dapat diluruskan dengan bantahan yang bersumber dari

Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan penyampaian yang baik. Sehingga mad’u

tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, tapi untuk meluruskan aqidah yang melenceng dari aturan-aturan agama.

Ada beberapa bentuk metode dakwah praktis sebagaimana dikemukakan oleh Asmuni Syukir, adalah sebagai berikut : 26

24

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hal.89

25

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, hal.225 26

(38)

a. Metode Ceramah (rektorika dakwah)

Ceramah adalah suatu teknik dengan metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seseorang dai/ mubaligh pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat pula bersifatpropaganda, kampanye, berpidato (retorika), khutbah, sambutan, mengajar, dan sebagainya.

b. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (objek dakwah) untuk menyatakan suatu

masalah yang dirasa belum dimengerti dan mubaligh/ da’i sebagai

penjawabnya.

c. Debat (mujadalah)

(39)

d. Percakapan Antar Pribadi (Percakapan Bebas)

Percakapan antar pribadi atau individual conference adalah

percakapan bebas antara seorang da’i atau mubaligh dengan individu

-individu sebagai sasaran dakwah. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan yang baik di dalam percakapan atau mengobrol (ngomong bebas) untuk aktivitas dakwah.

e. Metode Demonstrasi

Berdakwah dengan memperihatkan suatu contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan sebagainya dapat dinamakan bahwa

seorang da’i yang bersangkutan menggunakan metode demostrasi. Artinya

suatu metode dakwah, dimana seorang da’i memperlihatkan suatu atau

mementaskan suatu terhadap sasaran, dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang ia inginkan.

f. Metode Dakwah Rasulullah

Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Seorang da’i internasional,

pembawa agama Islam dari Allah untuk seluruh alam. Beliau di dalam membawa missi agamanya menggunakan berbagai macam metode antara lain : dakwah di bawah tanah, dakwah secara terang-terangan, polotik, pemerintah, surat-menyurat, dan peperangan

g. Pendidikan dan Pengajaran Agama

(40)

dapat diartikan dua sifat, yakni bersifat pembinaan (melestarikan dan membina agar tetap beriman)

h. Mengunjungi Rumah (Silaturahmi/Home Visit)

Metode dakwah yang dirasa efektif juga untuk dilaksanakan dalam rangka mengembangkan maupun membina umat Islam ialah metode dakwah dengan mengunjungi rumah objek dakwah atau disebut dengan metode silaturahmi atau home visit

4. Bentuk-Bentuk Dakwah

Dakwah Islam itu dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut a. Dakwah bil Lisan :

Allah berfirman dalam Al-Qur’an dengan tegas mengenai hal ini dengan menitik beratkan kepada Ahsan Kaulan (ucapan yang baik) dan Uswatun Hasanah (perbuatan baik) :









Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri ? ( Al-Fushilat : 33).27

Makna yang terkandung dari ayat di atas, yaitu Allah SWT memerintahkan kepada segenap orang beriman agar berkata dengan

27

(41)

perkataan yang baik dan mengerjakan amal sholeh. Adapun yang dimaksud dengan dakwah bi lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan hidup akhirat, tentunya dengan menggunakan

bahasa sesuai dengan mad’u dalam berdakwah.28

“Sebuah ajakan dakwah dengan menggunakan lisan, antara lain :

mengingat orang lain jika berbuat salah, baik dalam beribadah maupun perbuatan. Dengan berbicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Allah dan agama Islam. Menyajikan materi dakwah didepan umum. Isi dari materi dakwah tidak terlalu banyak,

akan tetapi dapat menarik perhatian khalayak”.29

Dakwah bil lisan antara lain :

1. Qaulan Ma’ruf ialah dengan berbicara dalam pergaulan sehari-hari

yang disertai dengan misi agama, yaitu islam.

2. Mudzakarah ialah mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam lidah maupun dalam perbuatan.

3. Nasihatuddin ialah nasehat kepada orang yang telah dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik.

4. Majlis Ta’lim dengan menggunakan buku-buku, kitab dan berakhir

dengan dialog atau tanya jawab.

5. Mujadalah ialah perdebatan dengan argumentasi serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik kesimpulan.30

28

Mustofa Mansur, Teladan di Medan Dakwah, ( Solo : Era Intermedia, 2000 ), h.42.

29

Rafudin, Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Stategi Dakwah, ( Jakarta : Pustaka Setia, 1997), h.58.

30

(42)

Dalam penjelasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan tentang dakwah bil lisan yaitu bahwasanya kegiatan ini bersifat verbal dalam ilmu komunikasi yaitu pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih dari satu penerima pesan dengan menggunakan kata-kata atau lisan bukan dengan tulisan.

b. Dakwah bil Haal

Dakwah yang menggunakan metode bil hal merupakan suatu metode dengan menggunakan kerja nyata, jika melihat segi kejiwaan manusia sebagai individu sudah banyak yang terpengaruh terhadap Taklid (ikut-ikutan) baik yang berbentuk positif maupun negatif, karena Islam sangatlah memberikan perhatian terhadap pemeliharaan kerukunan dan ketentraman masyarakat, yaitu dengan meneladani sifat-sifat Rasulullah.

Allah telah menyampaikan dalam firmannya kepada umat islam untuk selalu meneladani rasulullah.







Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Azhab : 21).31

Dakwah bil haal dilakukan oleh Rasulullah, terbukti bahwa ketika pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan nabi Muhammad adalah

31Moh. Rifa’i dan Rosihin Abdul Ghoni, Alqur’an dan Terjemahan

(43)

membangun Mesjid Quba, mempersatukan kaum Ansar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah dakwah nyata yang dilakukan oleh Nabi yang bisa dikatakan sebagai dakwah bil haal.32 Dalam kegiatan dakwah bil haal tidak terlepas dari lima prinsip yang utama, kelima prinsip tersebut menurut Husein As-Segaf adalah :

1. Dakwah bil Haal harus menghubungkan ajaran islam dengan kondisi sosial budaya atau masyarakat tertentu.

2. Dakwah bil Haal bersifat pemecahan masalah yang dihadapi umat dalam suatu wilayah tertentu.

3. Dakwah bil Haal harus mampu mendorong dan menggerakkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah dalam masyarakat misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya.

4. Dakwah bil haal harus mampu membangkitkan swadaya masyarakat, agar mereka dapat membangun dirinya, sekaligus dapat memberikan manfaat masyarakat sekitar.

5. Dakwah bil Haal mampu mendorong semangat kerja keras dan kebersamaan dalam rangka meningkatkan hubungan kerja sama yang harmonis dan produktif terutama untuk saling memenuhi kebutuhannya.33

Dari definisi diatas penulis menyimpulkan dakwah bil Haal adalah prilaku atau perbuatan seseorang terhadap kondisi yang kurang baik

32

Samsul Munir Amin, Rekontruksi Dakwah Islam, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2008), h. 11

33

(44)

menjadi lebih baik lagi. Contoh : memberikan bantuan-bantuan kepada fakir-miskin, anak-anak yatim yang memang membutuhkan pendidikan. a. Dakwah bil Qalam

Adalah dakwah dengan menggunakan keterampilan berupa artikel atau naskah yang kemudian dimuat di dalam majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah seperti ini dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya luas, disamping itu masyarakat atau kelompok dapat mempelajarinya serta memahaminya sendiri.34

Dari definisi diatas penulis menyimpulkan bahwasanya Dakwah bil Qolam adalah dakwah yang dilakukan melalui tulisan, dan dakwah ini memerlukan keahlian dalam bidang menulis, perangkaian kata-kata sehingga penerima dakwah tersebut akan tertarik untuk membacanya. Dalam dakwah bil Qalam ini diperlukan kepandaian khusus dalam hal menulis, yang kemudian di sebarluaskan melalui media cetak (printed publication). Bentuk tulisan dakwah bil qalam antara lain artikel keislaman, tanya jawab hukum islam, rubrik dakwah, rubrik pendidikan agama, kolom keislaman, cerita religius, cerpen riligius, dan lain-lain.35

5. Tujuan Dakwah (Maqashid al-Dakwah)

Tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah yang mempunyai peran penting sama seperti unsur-unsur dakwah. Seperti subtansi

34

Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi : Pendidikan dan Dakwah, (Jakarta : Gema Insani Press, 1998), h.49

35

(45)

dan objek dakwah, metode dan lain sebagainnya. Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman Islam kepada masyarakat sasaran dakwah agar supaya terlihat dari sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan aqidah Islam. Tujuan jangka panjang adalah untuk mengadakan perubahan sikap masyarakat dakwah.36

Tujuan dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi tujuan dakwah adalah mengajak umat manusia kepada jalan yang benar yang diridhai Allah SWT, agar hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.37

Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin dalam bukunya Dakwah aktual menerangkan tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatannya agar terdapat kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi dan keberkahan ardhi (Al-A'raf:96) mendapat kebaikan dunia dan akhirat serta terbebas dari azab neraka (Al-Baqarah:202-202).38

Syekh Ali Mahfudz juga mengatakan, bahwa tujuan dakwah terdiri dari lima perkara, yaitu :

1. Menyiarkan tuntunan islam, membetulkan aqidah, dan meluruskan amal perbuatan manusia, tetutama budi pekerti.

2. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang

36

Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), Cet.3. h.13

37

Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 1996), h.58-62.

38

(46)

3. Baik membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan di antara kaum muslimin.

4. Menolak paham atheisme, dengan mengimbangi cara-cara mereka bekerja. 5. Menolak syubhat-syubhat, bid'ah, dan khufarat atau kepercayaan yang

bersumber dari agama dengan mendalami ilmu ushuludin.39

Namun Moh. Ardani menyatakan bahwa tujuan dakwah terdiri dari tujuan umum (mayor objektive) dan tujuan khusus (minor objektive).40

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin, kafir atau musrik) kepada jalan yang benar yang diridhai Allah agar dapat hidup bahagia sejahtera di dunia dan akhirat.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat di ketahui ke mana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak di kerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagainnya secara terperinci.

Di bawah ini akan diuraikan tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari tujuan umum dakwah :

1. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah.

39

Hasannudin, Hukum Dakwah, Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h.33-34.

40

(47)

2. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (memeluk agama Allah)

3. Mendidik dan mengajarkan anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.41

6. Manfaat Dakwah

1. Mendatangkan pertolongan dan bantuan rabbani dalam perjuangan melawan kebatilan dan jahiliyah.

2. Menggugah dan membangunkan manusia dari tidur panjangnya menuju kebangkitan hakiki yang agung bersama islam.

3. Menegakkan hijrah kepada orang-orang yang terus menerus berbuat salah dan dosa.

4. Membentuk opini umum yang benar dan selamat. Oponi umum inilah yang mempunyai peran besar di dalam menjaga dan memelihara adab, akhlak, dan hak-hak umat serta membentuk kepribadian dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Dakwah akan membuat baiknya perilaku dan istiqomah.

6. Dengan dakwah kita akan memperoleh keberuntungan berupa jannah dan keridhaan Allah di akhirat.

7. Dengan dakwah kita akan terleps dari siksa di dunia dan akhirat. 8. Dakwah adalah jalan menuju wihdatul ummah, karena dakwah.

41

(48)

9. berusaha menanamkan nilai-nilai ukhuwah, kebersamaan ta’awun dalam kebaikan taqwa serta rasa saling memperhatikan antara kaum muslimin.42

42

(49)

38

BAB III

PROFIL KH. MAHRUS AMIN DAN GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH ULUJAMI JAKARTA SELATAN

A. Profil KH. Mahrus Amin 1.Riwayat hidup

KH. Mahrus Amin lahir 14 febuari 1940 di desa Kalibuntu, Ciledug, (sekarang desa Kalimukti kecamatan pebadilan) Kabupaten Cirebon saat perang Dunia Kedua baru saja berkobar di Eropa. Tempat ini adalah desa kecil di tepi Kali Cilosari (Kali Cisanggarung), Perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah.1

Ayah bernama, Casim Amin di kemudian hari dikenal juga sebagai Jasim Amin, Ahmad atau Amin adalah warga asli Kalimukti. Ayah beliau adalah keturunan Wirasuta, salah satu anak cucu Syarief Hidayatullah, tokoh Islam di Jawa Barat pada masa lalu.

Sedangkah ibu, bernama Hj. Jamilah, berasal dari Losari Cirebon, cucu dari Kyai Idris, seorang ulama pemimpin pondok pesantren Lumpur di Desa Lumpur, Losari, Brebes. Bersama Kyai Ismail yang dikenal sebagai ahli hikmah dan juga saudara Kiai Idris, keduanya adalah ulama yang berpengaruh di kawasan Losari.

KH. Mahrus Amin lahir dari keluarga ulama. Meski ayah beliau bukan ulama, ayah beliau saat muda pernah belajar dan menjadi murid Kiai Mahrus Ali Gedongan Dari Gedongan. Kiai Mahrus Ali adalah idola bagi ayah KH.

1

(50)

Mahrus Amin, ayah beliau pernah bercita-cita untuk memiliki anak laki-laki yang diberi nama Mahrus. Harapannya bisa menjadi orang yang bermanfaat kelak seperti Kiai Mahrus Ali Gedongan.2

Awal tahun 1940-an, kekhawatiran terhadap “bahaya kuning”, istilah untuk menyebut ambisi militerisme Jepang di Pasifik saat itu, sangat terasa di pentas politik Tanah Air. Meski hidup di masa penjajahan, keluarga cukup beruntung karena orang tua masih beliau (KH. Mahrus) masih mampu menompang kehidupan keluarga meskipun dengan kondisi yang amat sederhana. Orang tua beliau memiliki usaha persewaan delman, sesuatu yang secara ekonomi cukup bernilai di tengah sulitnya keadaan setelah krisis ekonomi pada tahun 1930-an.

Walau begitu, ketika akhirnya Jepang benar-benar berkuasa setelah mengalahkan Belanda yang sudah bercokol 350 tahun kesulitan lebih terasa. Adalah kebanyakan orang saat ini sulit mendapatkan pangan dan sandang. Dalam ingatan masa kecil beliau, masih terasa tidak enaknya memakai baju yang diselipi kutu-kutu busuk. Beliau baru bisa mengerti begitu kejamnya Jepang memperlakukan bangsa jajahannya. Gatal-gatal yang beliau rasakan itu tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan masyarakat pada saat itu akibatnya penjajahan dan penindasan Jepang.3

Masa revolusi kemerdekaan lebih membekas dalam benak beliau pada usia 8 tahun, beliau terpaksa berhenti sekolah karena agresi militer Belanda. Beliau dibawa orang tuanya hidup di pengungsian berpindah-pindah tempat tinggal, masuk-keluar di hutan, bergaul dengan pejuang,

2

KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, (Jakarta Selatan, 16 Mei 2013)

3

(51)

Lihat mayat korban pasukan musuh, bahkan menjadi mata-mata bagi pasukan Republik. Ayah beliau bergabung dengan laskar Hizbullah yang tentu saya membuatnya menjadi sasaran pencarian militer Belanda.

Berkali-kali beliau ia disuruh menghitung korban di pihak rakyat dan pejuang dan membaur di tengah-tengah masyarakat. Bersama teman-teman sepermainan, ia bebas menyusup ke wilayah manapun tanpa diperiksa tentara Belanda. Setelah Belanda ditarik mundur, beliau pulang ke Kalibuntu. Kedua orang tuanya memasukkan ia ke Madrasah Ibtidaiyah di Losari, Brebes.4

Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor, ia menjadi mubaligh dan pendidik kemampuan berbicara depan umum adalah hal mutlak dimiliknya. Dakwah dengan berceramah atau berpidato bisa menggapai massa dalam jumlah banyak dan menarik perhatian publik. Tak salah bila orang-orang besar dikenal pula sebagai orator (ahli pidato) ulung. Sebut saja Presiden pertama RI Soekarno, Mohammad Natsir, yang ia kagumi. Tanggal 2 Februari 1961 alumnus KMI Gontor ini mulai menetap di Jakarta

KH. Mahrus Amin punya pengalaman mengikuti lomba pidato, tahun 1962, masjid Al Azhar Kebayoran Baru yang dipimpin oleh Buya Hamka mengadakan lomba pidato untuk pemuda-pemuda se-DKI Jakarta. Beliau menjadi juara pertama dari 40 peserta, pada tahun 1981 beliau ditunjuk Departemen Agama menjadi ketua kelompok terbang untuk memenuhi panggilan Allah ke Tanah Suci. Yang beranggotakan 450 jamaah haji asal DKI

4

(52)

Jakarta. Berbekal pengalaman haji dan menguasi bahasa arab dan memimpin pesantren, tawaran itupun ia sanggupi.5

Pada tanggal 1965, KH. Mahrus Amin menikah dengan Umi Suniati Manaf dan mempunyai 4 orang anak dan 14 cucu diantarnya :

1. Ema Maziah 2. Nana Rusdiana 3. Nadiah

4. Ahmad Nazi

14 orang cucu diantanya :

1. Nabila Sari 7. Fawad 13. Soraya Aulia

2. Nur Isma 8. Sabina 14. M. Alief.6

3. Ahmad Azhar 9. Rumaisa 4. Anis Rosida 10. Husain

5. Akmal 11. Hasan

6. Salsabila 12. Safanida.

Pada tahun 1985 ia pernah mengalami yang ia sebut-sebut sebagai “Isra

Mi’raj” kecil yaitu perjalanan ke 7 negara dalam rentang waktu 1,5 bulan, ia

memulai perjalanan mengarungi negara-negara di Asia, Amerika, Eropa, Afrika, dan kembali lagi ke Indonesia. Hanya dengan bekal tiket seharga 2,5 juta pada waktu itu, belum biaya akomodasi, akan tetapi dengan pertolongan Allah selalu memberikan kemudahan bagi orang-orang yang dikehendakinya. Karena memang tak lepas dari aktivitas dakwahnya melaui pondok pesantren yang pada awalnya hanya mengasuh 3 orang santri dan saat ini sudah membina

5

KH. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, (Jakarta Selatan, 16 Mei 2013)

6

(53)

banyak pesantren di Indonesia ini yang tergabung dalam Pesantren Nusantara dan Darunnajah Group. Sampai-sampai ia mengagas ide untuk membuat pesantren di setiap perbatasan Indonesia.

Saat ini Pesantren binaan KH. Mahrus Amin mencapai 41 pesantren di seluruh indonesia. beliau penggagas pendirian 1000 Pesantren Nusantara. Lelaki berusia 70 tahun ini menggagas pendirian 1000 Pesantren Nusantara dengan Gerakan Nasional, Cinta Wakaf Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.7

Beliau juga menjadi Pendiri dan Ketua I Yayasan Qolbun Salim Jakarta. Dan menjadi Anggota Dewan Penasehat Majelis Ulama DKI Jakarta. Dan juga Ketua I DPP Forum Islamic Center Indonesia. Ia juga mendapat kehormatan dari kwartir nasional gerakan pramuka berupa penghargaan lencana melati yang disematkan oleh bapak presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan tersebut diraih bukanlah semata-mata karena pemberian dari Kwarnas (kwartir Nasional).8

Akan tetapi karena perjuangan beliau dalam mengembangkan kepramukaan di lingkungan pesantren, berkat jasa KH Mahrus Amin terciptalah gagasan seragam pramuka putri yang menutup aurat sehingga dapat diterima dimasyarakat, sampai saat ini seragam tersebut dipertahankan dan menjadi seragam resmi pramuka putri di Indonesia.

2. Latar Belakang Pendidikan

Melanjutkan pendidikan KH Mahrus Amin yang terbengkalai selama setahun karena perang. Sekolah Rakyat Islam Losari Brebes (6 tahu

Referensi

Dokumen terkait

Syamsul Arifin Abdullah yang kerap dipanggil Ra Syamsul bagi masyarakat (Ra, adalah sebutan dari putra seorang Kyai atau bisa disebut juga dengan Gus) beliau adalah pengasuh

Ahmad Damanhuri adalah bagaimana cara seorang da’i berbicara yang berkaitan dengan dakwah itu sendiri sehingga orang yang mendengar itu bisa tertarik dengan apa

Namun dalam berdakwah seorang da’i dituntun agar memahami betul apa yang dimau oleh mad’u agar dakwah yang disampaikan benar-benar sampai kepada masyarakat sehingga dapat

J : metode yang saya gunakan tentu sesuai dengan yang tertera dalam Al- Quran surat An-Nahl : 125, yaitu yang pertama dengan Hikmah ialah perkataan yang tegas

Syamsul Arifin Abdullah yang kerap dipanggil Ra Syamsul bagi masyarakat (Ra, adalah sebutan dari putra seorang Kyai atau bisa disebut juga dengan Gus) beliau adalah pengasuh

Setelah mendengar dakwah mauidzah hasanah dan melihat uswatun hasanah dari Kyai Abdul Muiz, apakah santri Salafiyah sudah meneladani seperti yang dicontohkan

Beliau sebagai seorang kiai yang dikenal oleh masyarakat Probolinggo Jawa. Timur lebih tepatnya di

Kyai Sahal adalah sosok yang sangat tawadu’, beliau meskipun seorang ulama besar dan menjabat sebagai ketua MWCNU tidak lantas membuat beliau tinggi hati, Kyai Sahal tetap menjadi