MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI EMPAT APOTEK
DI KOTA KISARAN KABUPATEN ASAHAN
SKRIPSI
OLEH:
NURHASANAH
NIM 101501009
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI EMPAT APOTEK
DI KOTA KISARAN KABUPATEN ASAHAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NURHASANAH
NIM 101501009
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI EMPAT APOTEK
DI KOTA KISARAN KABUPATEN ASAHAN
OLEH: NURHASANAH
NIM 101501009
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 11 November 2015
Disetujui Oleh :
Pembimbing I,
Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001
Pembimbing II,
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002
Panitia Penguji,
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001
Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004
Medan, Desember 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasullullah
Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun
untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Mutu Pelayanan Kefarmasian
di empat Apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., Selaku Pejabat Dekan Fakultas
Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di
Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Wiryanto, M.S., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama
selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku
ketua penguji, Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt., dan Ibu Aminah
Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt selaku anggota penguji yang telah memberikan
saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si.,
M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing
penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Dra. Lely Murtina Siregar, Apt., Ibu Ulfa Yani, S.Farm.,
selaku Apoteker Pengelola Apotek di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten
Asahan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga
tercinta, Ayahanda Mahmuddin Dalimunthe dan Ibunda Nurhalimah Nasution dan
juga kepada Kakak, Abang dan Adik tercinta, Irma Ariyanti Dalimunthe, Andi
Alamsyah Dalimunthe, Yahya Dalimunthe dan Merry Dalimunthe yang telah
memberikan cinta dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun, motivasi,
doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat dan teman-teman mahasiswa/i
Farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Desember 2015 Penulis
MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI EMPAT APOTEK DI KOTA KISARAN KABUPATEN ASAHAN
ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat berkembang menjadi pelayanan komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian dan tingkat kepuasan konsumen di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif cross-sectional
menggunakan metode survei di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan. Pengambilan data untuk mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan mengisi daftar tilik standar pelayanan kefarmasian meliputi ketenagaan, pelayanan, administrasi, dan evaluasi mutu pelayanan. Pengambilan data untuk tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan membagikan kuesioner mencakup 5 dimensi yaitu kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan fasilitas berwujud kepada 344 responden pada bulan Mei-September 2015. Data yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan persepsi kenyataan dengan harapan yang digambarkan dalam Diagram Kartesius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di apotek A memperoleh skor 74, dan apotek B memperoleh skor 76 yang masuk dalam kategori cukup, apotek C memperoleh skor 56, dan apotek D memperoleh skor 56 masuk dalam kategori kurang. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan adalah sebagai berikut: konsumen merasa puas terhadap kelengkapan obat 95,79%, pengetahuan dan keterampilan 95,08%, kualitas obat 95,40%, kesesuaian produk obat 97,71%, pelayanan tanpa memandang status sosial 96,88%, kenyamanan menunggu 94,31%, kebersihan dan kerapian apotek 95,92%, penataan exterior dan interior ruangan 95,74%, kelengkapan, kesiapan, dan kebersihan alat 96,91%, serta kebersihan dan kerapian petugas 97,97%.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan, dua apotek masuk dalam kategori cukup dan dua apotek masuk dalam kategori kurang. Tingkat kepuasan rata-rata konsumen apotek terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan adalah 93,36% dengan kategori
puas.
THE PHARMACEUTICAL SERVICE QUALITY AT FOUR PHARMACIES AT KISARAN KABUPATEN ASAHAN
ABSTRACT
The pharmaceutical service had be developed from the service focus to the medicine management to the comprehensive service. This research aims to study the pharmaceutical service quality and satisfaction level of consumers at four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan.
This research applies descriptive method. The determining of pharmacy service quality is determined by fill the standard list of pharmacy services includes energy, services, administration, and the evaluation of quality services. The satisfaction of consumers is determined by questionnaire that question includes 5 dimensions namely reliability, responsiveness, assurance, empathy, and tangible to 344 respondents on May-September 2015. The collected data was analyzed by comparing perception of fact and hope which is showed by Cartesian diagram.
The result of research indicates that the quality of pharmacy service at pharmacy A has score 74, and pharmacy B has 76 scores included by sufficient category, pharmacy C has score 56 and pharmacy D has 56 scores included by less category. The satisfaction of consumers towards of pharmaceutical service pharmacy at Kisaran Kabupaten Asahan were satisfied with the completeness of drug (95.79%), knowledge and skills (95.08%), quality of drugs (95.40%), drug products match (97.71%), order service in spite of social status (96.88%),
comfortability of waiting (94.31%), pharmacy’s cleanliness and tidiness
(95.92%), wiht exterior and interior design (95.74%), completeness, readiness and cleanliness of tools (96.91%), and cleanliness and tidiness officers (97.97%).
The conclusion of the study showed that the pharmaceutical service of quality from four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan, two of four pharmcies included by sufficient categories and two pharmacies included by less categories. The average grade of consumers satisfaction towards the pharmaceutical service at four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan was 93.36% with a category are satisfied.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Karangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ... 6
2.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai ... 8
2.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik ... 10
2.1.3 Sumber Daya Kefarmasian ... 12
2.3 Kepuasan Konsumen ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Jenis Penelitian ... 19
3.2 Populasi dan Sumber Data Penelitian ... 19
3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian ... 20
3.4 Teknik Pengambilan Data ... .. 20
3.5 Definisi Operasional ... 21
3.6 Cara Pengukuran Variabel ... 22
3.7 Analisis Data ... 24
3.8 Prosedur Kerja ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Gambaran Umum Kota Kisaran ... 25
4.2 Gambaran Umum Apotek Kota di Kisaran ... 25
4.3 Mutu Pelayanan Kefarmasian ... 25
4.3.1 Karakteristik Apotek Penelitian ... 25
4.3.2 Ketenagaan ... 26
4.3.3 Pelayanan Kefarmasian ... 27
4.3.4 Administrasi Apotek ... 28
4.3.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian ... 29
4.3.6 Penilaian mutu pelayanan kefarmasian di apotek .... 29
4.4 Tingkat Kepuasan Konsumen ... 31
4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 31
4.4.3 Pembuatan Diagram Kartesius ... 41
4.4.3.1 Perhitungan rata-rata kenyataan vs harapan Konsumen ... 41
4.5 Keterkaitan antara mutu pelayanan kefarmasian dengan Tingkat kepuasan konsumen di empat apotek di kota Kisaran kabupaten Asahan ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Cara pengukuran variabel berdasarkan skala Lickert ... 23
4.1 Karakteristik Apotek Penelitian ... 26
4.2 Ketenagaan ... 26
4.3 Pelayanan Kefarmasian ... 27
4.4 Administrasi ... 28
4.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian ... 29
4.6 Penilaian mutu standar pelayanan kefarmasian di masing-masing Apotek ... 30
4.7 Karakteristik Responden ... 32
4.8 Persentase Tingkat Kepuasan pada Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Mutu pelayanan kefarmasian di apotek A di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 34
4.9 Persentase Tingkat Kepuasan pada Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Mutu pelayanan kefarmasian di apotek B di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 35
4.10 Persentase Tingkat Kepuasan pada Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Mutu pelayanan kefarmasian di apotek C di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 37
4.11 Persentase Tingkat Kepuasan pada Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Mutu pelayanan kefarmasian di apotek D di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 38
4.12 Persentase Tingkat Kepuasan pada Variabel yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen terhadap Mutu pelayanan kefarmasian di Empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 40
4.14 Perhitungan Rata-Rata Penilaiaan Kenyataan dan Harapan yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen Terhadap Mutu Pelayanan kefarmasian di Apotek B di kota Kisaran kabupaten Asahan ... 46
4.15 Perhitungan Rata-Rata Penilaiaan Kenyataan dan Harapan yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen Terhadap Mutu Pelayanan kefarmasian di Apotek C di kota Kisaran kabupaten Asahan ... 49
4.16 Perhitungan Rata-Rata Penilaiaan Kenyataan dan Harapan yang Mempengaruhi Kepuasan konsumen Terhadap Mutu Pelayanan kefarmasian di Apotek D di kota Kisaran kabupaten Asahan ... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 3
4.1 Diagram Kartesius Penilaian Kenyataan vs Harapan konsumen
di apotek A di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 43
4.2 Diagram Kartesius Penilaian Kenyataan vs Harapan konsumen
di apotek B di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 47
4.3 Diagram Kartesius Penilaia Kenyataan vs Harapan konsumen
di apotek C di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 50
4.4 Diagram Kartesius Penilaian Kenyataan vs Harapan konsumen
di apotek D di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 53
4.5 Diagram Kartesius Penilaian Kenyataan vs Harapan konsumen
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian ... 64
2 Kuesioner Tingkat Kepuasan Konsumen ... 67
3 Surat Penelitian dan Pembimbing II ... 70
4 Surat Permohonan Izin Penelitian/Pengambilan Data ... 71
5 Surat Izin Penelitian Apotek ... 72
6 Surat Pemberitahuan Selesai Penelitian ... 73
7 Persentase tingkat kepuasan pada variabel yang Mempengaruhi kepuasan konsumen di apotek A di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 77
8 Perhitungan rata-rata dari penilaian kenyataan dan harapan Pada variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan kefarmasian di apotek A di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 80
9 Persentase tingkat kepuasan pada variabel yang Mempengaruhi kepuasan konsumen di apotek B di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 85
10 Perhitungan rata-rata dari penilaian kenyataan dan harapan Pada variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan kefarmasian di apotek B di Kota Kisaran Kabupaten Asahan .. ... 88
11 Persentase tingkat kepuasan pada variabel yang Mempengaruhi kepuasan konsumen di apotek C di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 93
12 Perhitungan rata-rata dari penilaian kenyataan dan harapan Pada variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan kefarmasian di apotek C di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 96
14 Perhitungan rata-rata dari penilaian kenyataan dan harapan Pada variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan kefarmasian di apotek D
di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ... 104
15 Persentase tingkat kepuasan pada variabel yang Mempengaruhi kepuasan konsumen di empat apotek di Kota
Kisaran Kabupaten Asahan ... 109
16 Perhitungan rata-rata dari penilaian kenyataan dan harapan Pada variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian di empat
MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI EMPAT APOTEK DI KOTA KISARAN KABUPATEN ASAHAN
ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat berkembang menjadi pelayanan komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian dan tingkat kepuasan konsumen di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif cross-sectional
menggunakan metode survei di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan. Pengambilan data untuk mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan mengisi daftar tilik standar pelayanan kefarmasian meliputi ketenagaan, pelayanan, administrasi, dan evaluasi mutu pelayanan. Pengambilan data untuk tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan membagikan kuesioner mencakup 5 dimensi yaitu kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan fasilitas berwujud kepada 344 responden pada bulan Mei-September 2015. Data yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan persepsi kenyataan dengan harapan yang digambarkan dalam Diagram Kartesius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di apotek A memperoleh skor 74, dan apotek B memperoleh skor 76 yang masuk dalam kategori cukup, apotek C memperoleh skor 56, dan apotek D memperoleh skor 56 masuk dalam kategori kurang. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan adalah sebagai berikut: konsumen merasa puas terhadap kelengkapan obat 95,79%, pengetahuan dan keterampilan 95,08%, kualitas obat 95,40%, kesesuaian produk obat 97,71%, pelayanan tanpa memandang status sosial 96,88%, kenyamanan menunggu 94,31%, kebersihan dan kerapian apotek 95,92%, penataan exterior dan interior ruangan 95,74%, kelengkapan, kesiapan, dan kebersihan alat 96,91%, serta kebersihan dan kerapian petugas 97,97%.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan, dua apotek masuk dalam kategori cukup dan dua apotek masuk dalam kategori kurang. Tingkat kepuasan rata-rata konsumen apotek terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan adalah 93,36% dengan kategori
puas.
THE PHARMACEUTICAL SERVICE QUALITY AT FOUR PHARMACIES AT KISARAN KABUPATEN ASAHAN
ABSTRACT
The pharmaceutical service had be developed from the service focus to the medicine management to the comprehensive service. This research aims to study the pharmaceutical service quality and satisfaction level of consumers at four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan.
This research applies descriptive method. The determining of pharmacy service quality is determined by fill the standard list of pharmacy services includes energy, services, administration, and the evaluation of quality services. The satisfaction of consumers is determined by questionnaire that question includes 5 dimensions namely reliability, responsiveness, assurance, empathy, and tangible to 344 respondents on May-September 2015. The collected data was analyzed by comparing perception of fact and hope which is showed by Cartesian diagram.
The result of research indicates that the quality of pharmacy service at pharmacy A has score 74, and pharmacy B has 76 scores included by sufficient category, pharmacy C has score 56 and pharmacy D has 56 scores included by less category. The satisfaction of consumers towards of pharmaceutical service pharmacy at Kisaran Kabupaten Asahan were satisfied with the completeness of drug (95.79%), knowledge and skills (95.08%), quality of drugs (95.40%), drug products match (97.71%), order service in spite of social status (96.88%),
comfortability of waiting (94.31%), pharmacy’s cleanliness and tidiness
(95.92%), wiht exterior and interior design (95.74%), completeness, readiness and cleanliness of tools (96.91%), and cleanliness and tidiness officers (97.97%).
The conclusion of the study showed that the pharmaceutical service of quality from four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan, two of four pharmcies included by sufficient categories and two pharmacies included by less categories. The average grade of consumers satisfaction towards the pharmaceutical service at four pharmacies at Kisaran Kabupaten Asahan was 93.36% with a category are satisfied.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif.
Pelayanan kefarmasian tidak lagi hanya sebagai pengelola obat, namun dalam
pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk
mendukung penggunaaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan
obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (Menkes, RI., 2014). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (Presiden, RI., 2009).
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes,
RI., 2014).
Yusmainita (2008), berpendapat bahwa mayoritas apoteker tidak
memberikan edukasi pada pasien secara rutin atau secara sistematik, namun ada
sebagian apoteker yang terlihat memberikan pelayanan konseling yang menarik,
familiar dan menyenangkan. Dua puluh lima persen kesembuhan pasien
diberikan apotek oleh apoteker. Pelayanan yang bermutu selain mencegah
terjadinya medication error, juga memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat
sehingga masyarakat akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek.
Pelayanan bermutu adalah pelayanan sesuai standar yang akan berujung pada
kepuasan pasien.
Penelitian tentang penerapan standar pelayanan kefarmasian di Apotek di
kota Medan menyimpulkan, bahwa 52,49% apoteker tidak hadir setiap harinya,
83,82% pelayanan langsung kepada pasien dilakukan oleh asisten apoteker, dan
skor rata-rata pelaksanaan pelayanan kefarmasian adalah 47,63% (Ginting, 2008).
Penelitian tentang pelayanan kefarmasian di apotek juga pernah dilakukan di
Kecamatan Semampir wilayah Surabaya, hasilnya adalah 27,27% apotek kategori
baik, 36,36% kategori sedang dan 36,36% kategori kurang (Rosita, 2012).
Menimbang bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/
SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek sudah tidak sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan hukum serta untuk melaksanakan ketentuan
pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian, Menteri Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian
di apotek (Menkes, RI., 2014).
Peran dan fungsi pelayanan kerfarmasian di Apotek belum begitu
dirasakan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya
mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan apoteker di apotek
(
Ditjen Binfar danmengetahui Mutu pelayanan kefarmasian di apotek dan tingkat kepuasan
konsumen di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.
1.2Kerangka Pikir Penelitian
Untuk menentukan mutu pelayanan kefarmasian di apotek dan tingkat
kepuasan dapat dibagi atas variabel terikat dan variabel bebas. Mutu pelayanan
kefarmasian di apotek dan tingkat kepuasan konsumen adalah variabel terikat.
Variabel bebas untuk mutu pelayanan kefarmasian adalah ketenagaan, pelayanan,
administrasi, dan evaluasi mutu pelayanan. Sedangkan untuk tingkat kepuasan
konsumen adalah kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati dan fasilitas
berwujud. Selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Variabel terikat Variabel bebas
Elemen-elemen Mutu Pelayanan Kefarmasian Ketenagaan
Pelayanan kefarmasian
Administrasi
Evaluasi mutu pelayanan
Mutu pelayanan kefarmasian
Baik ( 81-100)
Cukup Baik ( 61-80 )
Kurang Baik ( 20-60 )
Kepuasan konsumen
Sangat puas
Puas
Kurang puas
Tidak puas Indikator Tingkat
Kepuasan Kehandalan
Ketanggapan
Keyakinan
Empati
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran
Kabupaten Asahan ?
b. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di
empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan ?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, diperoleh hipotesis penelitian sebagai
berikut:
a. Mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten
Asahan masih belum mencapai kategori baik.
b. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian belum
mencapai kategori sangat puas.
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
a. Mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten
Asahan.
b. Mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian
1.6Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan
sebagai dasar perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Pengaturan standar
pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan
komprehensif meliputi pelayanan obat dan farmasi klinik yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug related
problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (
socio-pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, apoteker harus menjalankan
praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, apoteker juga
dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua
kegiatan itu, diperlukan standar pelayanan kefarmasian.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang
kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari
pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun
dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi
untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana (Menkes, RI.,
2.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan (Menkes, RI., 2014)
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan/perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat
nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
e. Pemusnahan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan resep menggunakan formulir 2 sebagaimana
terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok
sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
meliputi pelaporan narkotika dan pelaporan psikotropika (Menkes, RI., 2014).
2.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
Kajian administratif meliputi: nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat
badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf, tanggal penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk dan
kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi: ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan
lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak
diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain), kontra indikasi
dan interaksi (Menkes, RI., 2014).
2. Dispensing
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi (Menkes,RI.,2014).
2.1.3 Sumber Daya Kefarmasian I. Sumber Daya Manusia
Pelayanan kefarmasian di apotek diselenggarakan oleh apoteker, dapat
dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian apoteker harus memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,
baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau
mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan
peran yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan
teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal
-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional
Development/CPD).
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian (Menkes, RI., 2014).
II. Sarana dan Prasarana
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek harus
mudah diakses oleh masyarakat.
Sarana dan prasarana apotek dapat menjamin mutu sediaan farmasi, alat
kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.
Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan
mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang
peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan
obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan
resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya
dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin
ruangan (air conditioner).
3. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (ac), lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu
(Menkes, RI., 2014).
2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan
standar profesi dengan memanfaatkan sumber daya secara baik, sehingga semua
kebutuhan pelanggan dan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
dapat tercapai (Bustami, 2011)
Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas
terhadap pelayanan yang diterimanya, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan
kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan,
lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, obat-obatan dan
2.3 Kepuasan Konsumen
Kepuasan adalah suatu keadaaan dimana, keinginan, harapan dan
kebutuhan seseorang dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Kepuasan pasien
merupakan respon terhadap kesesuaian kepentingan sebelumnya dan kinerja
aktual yang dirasakan setelah pemakaian (Rangkuti, 2006). Kepuasan pasien
merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Oleh
karenanya subyektifitas pasien dipengaruhi oleh pengalaman pasien di masa lalu,
pendidikan, kondisi psikis saat itu, dan pengaruh lingkungn (Aly, 2013). Menurut
supranto 2006 kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapan. Jadi, tingkat kepuasan
merupakan hasil dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan
(Supranto, 2006).
Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan
berbagai cara, tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner atau wawancara.
Suatu kuesioner dibuat untuk mendorong tanggapan yang lebih beragam dengan
cara memberikan berbagai tanggapan terhadap butir-butir pertanyaan atau
berbagai pilihan tanggapan yang dapat mencerminkan pendapat yang lebih tepat
tentang mutu layanan kesehatan yang diselenggarakan (Pohan, 2007)
Menurut Supranto (2006), Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu:
a. Kehandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya
b. Ketanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan yang
c. Keyakinan (confidence), pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau
“assurance”.
d. Empati (emphaty), syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
pelanggan.
e. Berwujud (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan
media komunikasi.
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen
merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih
efisien, dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif
dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat
kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam
mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Sari, 2008).
Menurut Tjiptono, (2001), kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa
faktor:
- Sikap pendekatan petugas medis terhadap konsumen.
- Prosedur yang tidak membingungkan konsumen.
- Waktu tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen.
- Keramahan petugas kesehatan terhadap konsumen.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian survei deskriptif yang dilakukan
di Kota Kisaran Kabupaten Asahan dan memakai jenis penelitian survei, bersifat
cross-sectional yaitu penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai
fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko maupun efek atau hasil
(Sastroasmoro, 2008).
3.2 Populasi dan Sumber Data Penelitian.
Pengambilan apotek sebagai tempat penelitian secara purposive sampling
(Notoatmodjo, 2012) didapat empat apotek sebagai tempat penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah responden yang datang ke apotek. Jumlah sampel
untuk tingkat kepuasan konsumen dihitung menggunakan metode raosoft
(Anonim, 2007) dengan margin kesalahan 5%, tingkat kepercayaan 95%, jumlah
populasi 3200, respon distribusi 50%, didapat jumlah sampel sebesar 344 orang.
Dapat dihitung juga menggunakan proporsi binomunal (binomunal
proportions) (Lemeshow, dkk., 1997).
N
Z p
p
d N p p Z n 1 . 1 1 . 2 2 1 2 2 2 1 Keterangan:
N = jumlah populasi = 3200
2 1
Z = derajat kepercayaan = 1,96
p = proporsi dalm populasi sasaran, sebesar = 0,5
d = penyimpangan terhadap ketepatan data populasi yang diinginkan,
sebesar 0,05
dengan persen kepercayaan yang diinginkan 95% maka diperoleh besar sampel
minimal, yaitu:
0,05
3200 1
1,96 0,5 1 0,5
3443200 5 , 0 1 5 , 0 96 , 1 2 2 2 n
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh responden untuk tingkat
kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota
Kisaran Kabupaten Asahan sebesar 344 orang.
3.3Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-September 2015 di
empat apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan.
3.4Teknik Pengambilan Data
I. Pengambilan data untuk mutu pelayanan kefarmasian di apotek dilakukan
dengan mengisi daftar tilik pelayanan kefarmasian di apotek yang diisi
oleh peneliti secara langsung di apotek tersebut. Kuesioner berisi 53
pertanyaan yang terdiri dari 4 butir data dasar apotek, dan 49 butir
pertanyaan termasuk didalamnya ketenagaan, pelayanan, administrasi,
dan evaluasi mutu pelayanan. Penilaian pelayanan kefarmasian di apotek
di tentukan berdasarkan ketenagaan, pelayanan, administrasi, dan
II. Pengambilan data untuk menilai tingkat kepuasan konsumen mengadopsi
penelitian yang dilakukan oleh Fadli (2015), dilakukan dengan
membagikan kuesioner kepada konsumen yang datang ke apotek di Kota
Kisaran Kabupaten Asahan untuk menebus obat dengan resep atau tanpa
resep dan membeli alat kesehatan. Penilaian tingkat kepuasan konsumen
ditentukan berdasarkan variabel-variabel kehandalan, ketanggapan,
keyakinan, empati, dan fasilitas berwujud. Selanjutnya, kuesioner yang
telah diisi oleh konsumen dikumpulkan kembali dan diberi nilai
berdasarkan hasiljawaban konsumen.
3.5 Definisi Operasional
a. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung yang
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PP No.51, 2009). Mengukur mutu pelayanan
kefarmasian dengan menggunakan daftar tilik Ditjen Binfar dan Alkes
tahun 2008 tentang pemenuhan standar pelayanan kefarmasian sesuai
dengan Permenkes RI nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek dan dikelompokkan atas tiga kategori yaitu baik
(81-100), cukup baik (61-80), dan kurang baik (20-60).
b. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan tentang pelayanan
kefarmasian di apotek dibandingkan dengan yang diharapkan, Tingkat
kepuasan diukur menggunakan kuesioner tentang pelayanan kefarmasian
di apotek yang digambarkan dalam diagram kartesius dan terbagi 4
I = Sangat puas
II = Puas
III = Kurang Puas
IV = Tidak Puas
3.6Cara Pengukuran Variabel a. Standar Pelayanan Kefarmasian
Standar pelayanan kefarmasian di apotek diukur menggunakan standar
pelayanan kefarmasian di apotek sesuai Permenkes nomor 35 tahun 2014 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan ketenagaan, pelayanan
meliputi kegiatan pemeriksaan resep, dispensing penyerahan obat yang dilakukan
oleh apoteker, tenaga teknis kefarmasian atau tidak dilakukan. Pengelolaan
sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan, administrasi, dan evaluasi mutu
pelayanan yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dimana untuk setiap penilaian
pada pertanyaan diberi nilai
a. Jika dilakukan oleh apoteker diberi nilai 2
b. Jika dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian diberi nilai 1
c. Jika tidak dilakukan diberi nilai 0
d. Jawaban ya diberi nilai 2
e. Jawaban tidak diberi nilai 0
Kemudian nilai tersebut dijumlahkan dan hasil yang diperoleh dibagi atas
tiga kategori dengan range yang sesuai Ditjen Binfar dan Alkes tahun 2008
1. Kategori I dengan total nilai 81-100 dikatakan baik
2. Kategori II dengan total nilai 61-80 dikatakan cukup
b. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen tentang pelayanan
kefarmasian di apotek. Penilaian tingkat kepuasan dilakukan terhadap
variabel sebagai berikut:
- Kehandalan: kecepatan pelayanan obat, keramahan petugas, kesiapan
membantu, kelengkapan obat
- Ketanggapan: kecepatan tanggap petugas, pemberian solusi, komunikasi
efektif, informasi obat
- Keyakinan: pengetahuan dan keterampilan petugas, kualitas obat, dan
kesesuaian obat
- Empati: perhatian petugas, pelayanan kepada semua pasien, kenyamanan
menunggu
- Fasilitas berwujud: kebersihan dan kerapian apotek, kebersihan dan
kerapian petugas, penataan exterior dan interior ruangan, kelengkapan,
kesiapan dan kebersihan alat yang dipakai
Kuesioner yang dibagikan terdiri dari 18 pertanyaan, dimana cara
penilaian untuk tiap pertanyaan dengan memberikan nilai pada masing-masing
[image:40.595.136.498.584.670.2]pilihan jawaban berdasarkan skala Lickert dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Cara pengukuran variabel berdasarkan skala lickert.
Kenyataan Bobot Harapan Bobot
Sangat Baik 5 Sangat Baik 5
Baik 4 Baik 4
Cukup Baik 3 Cukup Baik 3
Kurang Baik 2 Kurang Baik 2
3.7 Analisis Data
Data diolah menggunakan program Microsoft Excel, disajikan dalam
bentuk tabel dan dianalisis dengan membandingkan persepsi kenyataan dengan
harapan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian di empat apotek di Kota
Kisaran Kabupaten Asahan, yang digambarkan dalam bentuk diagram kartesius.
3.8 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan lembar kuesioner untuk tingkat kepuasan konsumen
terhadap mutu pelayanan kefarmasian di apotek yang akan diisi oleh
responden.
b. Mengunjungi apotek dan meminta izin kepada APA (Apoteker
Penanggung Jawab Apotek) untuk mendapatkan izin melakukan
penelitian.
c. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk melakukan
penelitian di apotek tersebut.
d. Meminta izin Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan untuk melakukan
penelitian di apotek tersebut.
e. Mengisi kuesioner untuk penilaian standar pelayanan kefarmasian di
apotek yang dilakukan oleh peneliti di apotek tersebut, dan
membagikan kuesioner ke konsumen yang datang ke apotek untuk
melihat persepsi konsumen terhadap mutu pelayanan di apotek.
f. Mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh konsumen.
g. Melakukan analisis data hasil kuesioner dan membuat laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Kisaran
Kota Kisaran merupakan ibu kota Kabupaten (IKAB) dari Kecamatan
Kisaran dan merupakan bagian dari Kabupaten Asahan provinsi Sumatera Utara
yang berbatasan dengan Kecamatan Air Joman di sebelah utara, Kecamatan Air
Batu di sebelah selatan, Kecamatan Simpang Empat di sebelah timur, Sedangkan
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun. Kota ini memiliki 2
Kecamatan dan 25 Kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah
131.056 jiwa.
4.2 Gambaran umum Apotek di Kota Kisaran
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan, jumlah seluruh Apotek di
Kota Kisaran pada tahun 2015 berjumlah 17 Apotek. Data tersebut berdasarkan
alamat apotek yang tersebar di 2 kecamatan di kota Kisaran (Dinkes Kabupaten
Asahan, 2015).
4.3 Mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek 4.3.1 Karakteristik Apotek Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari keempatpotek yang diteliti di kota
kisaran kabupaten Asahan, jumlah Tenaga teknis kefarmasian yang bekerja pada
masing-masing apotek berjumlah 1 orang. Karakteristik apotek dapat dilihat pada
Tabel 4.1 Karakteristik Apotek Penelitian
No Variabel Jumlah Apotek Persentase (%) 1. Status Kepemilikan:
Apotek BUMN Apotek Swasta
-
4 Apotek 100% 2. Status Apoteker:
Merangkap Pekerjaan Tidak merangkap Pekerjaan
2 Apotek 2 Apotek
50 % 50 % 4. Jumlah Tenaga Teknis
Kefarmasian: 1 orang 2 orang 3 orang > 3 orang
4 Apotek - - - 100% - - - 6 Jumlah Tenaga non
kefarmasian: 1 orang 2 orang 3 orang > 3 orang
2 Apotek - 1 Apotek 1 Apotek 50 % - 25 % 25 % 4.3.2 Ketenagaan
Ketenagaan mencakup frekuensi kehadiran apoteker dan pelatihan yang
berkaitan dengan pelayanan kefarmasian di apotek. Peran Apoteker dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat
melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (Menkes, RI., 2014). Data
[image:43.595.126.510.110.381.2]ketenagaan yang diperoleh di empat apotek penelitian dapat dilihat di Tabel 4.2 Tabel 4.2 Ketenagaan
No Kegiatan
Jumlah Skor Apotek A Apotek B Apotek C Apotek D
1 Kehadiran Apoteker 5 5 2 2
2 Pelatihan 1 1 1 1
Dilihat dari data yang diperoleh di empat apotek, untuk frekuensi
apoteker lainnya hadir dua kali seminggu, sedangkan untuk pelatihan semua
apoteker di empat apotek mengikuti pelatihan.
4.3.3 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian dimaksudkan adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien (Menkes, RI., 2014). Data pelayanan kefarmasian yang diperoleh di empat
apotek penelitian dapat dilihat di Tabel 4.3
Tabel 4.3 Pelayanan Kefarmasian
No Kegiatan
Jumlah Skor Apotek
A
Apotek B
Apotek C
Apotek D
1 Pemeriksaan resep 18 18 7 7
2 Dispensing 4 4 2 2
3 Penyerahan obat 12 14 4 4
4 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
20 20 20 20
Pada pemeriksaan resep, keempat apotek tidak melakukan pemeriksaan
duplikasi, kontra Indikasi, interaksi Obat, dan reaksi alergi sebagaimana
tercantum dalam Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek. Pada saat melakukan dispensing, apotek A dan B
dilakukan oleh Apoteker sedangkan apotek C dan D dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian. Di empat apotek penelitian tidak melakukan homecare pada pasien
penyakit kronis yang terdokumentasi, pemantauan terapi obat, dan monitoring
efek samping. Pada kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan, keempat apotek tersebut melakukannya sesuai dengan aturan yang
4.3.4 Administrasi Apotek
Administrasi apotek merupakan pencatatan, pengarsipan dan pelaporan
hal-hal yang berkaitan dengan data pasien dan penggunaan obat di apotek. Berikut
merupakan data administrasi di empat apotek penelitian yang dapat di lihat pada
Tabel 4.4
Tabel 4.4 Administrasi
No Kegiatan
Jumlah Skor Apotek
A
Apotek B
Apotek C
Apotek D 1 Pencatatan pengobatan data
pasien (medicationrecord) untuk penyakit kronis
0 0 0 0
2 Pencatatan pemakaian obat 4 4 4 4
3 Pengarsipan resep pemakaian obat
4 4 4 4
4 Pelaporan obat yang dilakukan secara rutin
4 4 4 4
Dari data administrasi di empat apotek penelitian, pencatatan pengobatan
pasien (medicationrecord) untuk penyakit kronis tertentu menunjukkan bahwa ke
empat apotek penelitian tidak melakukan pencatatan pengobatan pasien untuk
penyakit kronis tertentu yang meliputi: data dasar pasien, nama dan jumlah obat
yang diberikan, keluhan/gejala penyakit pasien, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya dan riwayat alergi. Pada pencatatan pemakaian obat narkotika dan
psikotropika, ke empat apotek penelitian melakukannya. Pada pengarsipan resep
pemakaian obat, empat apotek melakukannya untuk obat narkotika dan
psikotropika. Sedangkan pada pelaporan obat yang dilakukan secara rutin meliputi
pemakaian obat narkotika dan psikotropika ke empat apotek penelitian
4.3.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
Evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di apotek merupakan usaha untuk
menyempurnakan kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja dan
tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian serta dilakukannya
survei dan observasi terhadap proses pengelolaan sediaan farmasi. Data evaluasi
mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek penelitian, dapat dilihat di Tabel 4.5
Tabel 4.5 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
No Kegiatan
Jumlah Skor Apotek
A
Apotek B
Apotek C
Apotek D
1 Tersedianya SPO 0 0 6 6
2 Melaksanakan evaluasi kepuasan konsumen 0 0 0 0
3 Mempunyai informasi obat
berupa leaflet, brosur 2 2 2 2 4 Observasi pelaksanaan SPO 0 0 0 0
Dari data evaluasi mutu pelayanan kefarmasian di empat apotek penelitian
menunjukkan bahwa hanya dua apotek yaitu apotek (C dan D) yang memiliki
standar prosedur operasional tertulis. Apotek yang tidak memiliki standar
prosedur operasional tertulis memiliki alasan yaitu apoteker pengelola apotek
yang telah mengetahui prosedur-prosedur yang harus dilakukan pada tiap kegiatan
pelayanan kefarmasian.
4.3.6 Penilaian Mutu Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Berdasarkan penilaian mutu standar pelayanan kefarmasian dari empat
apotek (A, B, C dan D) di peroleh bahwa dua apotek masuk dalam kategori cukup
dan dua apotek lainnya masuk dalam kategori kurang. Hasil yang didapat bahwa
kategori cukup, apotek B memperoleh skor 76 berada pada range 61-80 yang
masuk dalam kategori cukup, sedangkan apotek C dan apotek D memperoleh skor
56 berada pada range 20-60 yang masuk dalam kategori kurang, dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Penilaian mutu standar pelayanan kefarmasian di masing-masing apotek
No Apotek Total Skor Kategori
1. Apotek A 74 Cukup
2. Apotek B 76 Cukup
3. Apotek C 56 Kurang
4. Apotek D 56 Kurang
Indikator skor :
I. 81-100 : Baik
II. 61-80 : Cukup
III.20-60 : Kurang (Ditjen Binfar dan Alkes, 2008).
Hal ini dikarenakan bahwa apotek A dan B adalah apotek yang Pemilik
Sarana Apotek nya seorang apoteker atau APA di apotek tersebut sehingga
kehadiran apoteker selalu ada selama apotek buka. Sedangkan apotek C dan D
adalah apotek yang Pemilik Sarana Apotek nya bukan seorang apoteker dan
kehadiran APA di apotek tersebut hanya satu minggu sekali sehingga pelayanan
kefarmasian lebih banyak dilakukan oleh Tenaga teknis kefarmasian.
Pada penelitian tentang pelayanan kefarmasian di apotek yang pernah
dilakukan oleh Rosita (2012) di Apotek Kecamatan Semampir wilayah Surabaya
berdasarkan skoring pelayanan kefarmasian adalah 27,27% apotek kategori baik,
36,36% kategori sedang dan 36,36% kategori kurang. Hal ini disebabkan data dari
11 apoteker yang diambil melalui pengisian kuesioner bahwa hasil penelitian
27,27% apoteker merangkap dan hanya 9,09% apotek yang memiliki apoteker
pendamping. Sedangkan berdasarkan ketenagaan menunjukkan 54,54% apoteker
tidak hadir selama jam apotek buka (Rosita, 2012).
4.4Tingkat Kepuasan Konsumen
Kepuasan merupakan perasaan menyenangkan atau kecewa seseorang
yang membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) dan
harapan-harapannya. Kualitas berdampak langsung pada kinerja atau jasa.
Kepuasan merupakan hal yang penting untuk menilai mutu pelayanan dari
pelayanan suatu pemberi jasa dan menilai keberhasilan dari suatu organisasi
apotek (Kothler, 2003).
4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian
Responden untuk penelitian ini diperoleh dari empat apotek di Kota
Kisaran Kabupaten Asahan. Untuk penelitian ini peneliti mendapatkan 344 orang
responden. untuk masing-masing apotek 86 orang.
Karakteristik responden pada Tabel 4.7 terlihat dari 344 responden yang
diperoleh yang datang untuk menebus resep, memebeli obat, dan membeli alat
kesehatan masih berusia berada pada rentang (18-49) tahun sebesar 56,4%.
Berdasarkan jenis kelamin dari 344 responden yang diperoleh, dapat
dilihat bahwa sebagian besar konsumen yang datang ke apotek adalah mereka
yang berjenis kelamin perempuan, hal ini terbukti dengan 62,5% perempuan dan
37,5% laki-laki di empat apotek. Dari segi pendidikan tingkat pendidikan SMA
menempati persentase terbesar yaitu 47,3% pada keempat apotek di Kota Kisaran
Tabel 4.7 Karakteristik responden penelitian
No Karakteristik Jumlah
(n=344) %
1 Umur
13 - 17 tahun 18 - 49 tahun > 50 tahun
62 194 88 18 56,4 25,6 2 Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan 129 215 37,5 62,5 3 Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi/Akademik
25 41 51 163 64 7,2 11,9 14,8 47,3 18,6
4 Penghasilan
<Rp 1.000.000
Rp 1.000.000-Rp 5.000.000
> Rp 5.000.000
110 175 59 31,9 50,8 17,1 5 Pekerjaan
Mahasiswa/Mahasiswi Wiraswasta
Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Ibu rumah tangga Lain-lain 25 122 33 57 97 10 7,2 35,4 9,6 16,5 28,2 2,9 6 Frekuensi kunjungan
Pertama kali
2-5 kali
> 5 kali
70 164 110 20,3 47,6 31,9
7 Tujuan Kunjungan
Menebus resep
Membeli Obat bebas
Membeli alat kesehatan
114 157 73 33,13 45,6 21,2 Keterangan
n : Jumlah responden
Berdasarkan penghasilan dari 344 responden yang diamati, dapat dilihat
bahwa persentase penghasilan terbesar berada pada rentang Rp 1.000.000– Rp
pendidikan dan pekerjaan konsumen yang sebagian besar tamatan SMA dan
dengan pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta 35,4% pada keempat apotek, dan
rata-rata adalah mereka yang 2-5 kali mengunjungi apotek.
Tingkat pendapatan tiap bulan dapat menggambarkan tingkat
perekonomian keluarga, dimana perekonomian ini sangat mempengaruhi pola
kehidupan seseorang. Sehingga secara tidak langsung hal ini juga akan
mempengaruhi kepuasan seseorang (Sutrisna, dkk., 2008). Berdasarkan tujuan
terbesar konsumen datang ke apotek adalah untuk membeli obat tanpa resep,
kemudian menebus resep dan membeli alat kesehatan.
4.4.2 Persentase Tingkat Kepuasan pada variabel yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian di Empat Apotek di Kota Kisaran Kabupaten Asahan
Berdasarkan Tabel 4.8, diperoleh data bahwa tingkat kepuasan konsumen
terhadap variabel kehandalan 91,71% yang terdiri dari kecepatan pelayanan
81,44%, kelengkapan obat 98,85%, keramahan petugas 93,76%, dan kesiapan
membantu 93,10%. Pada variabel ketanggapan diperoleh tingkat kepuasan
konsumen 88,46% meliputi cepat tanggap 88,23%, pemberian solusi 95,63%,
komunikasi efektif 86,40%, dan informasi obat 83,76%.
Berdasarkan variabel keyakinan adalah 96,11% yang terdiri dari
pengetahuan petugas 92,54%, kualitas obat 97,12%, dan kesesuaian produk obat
98,83%. Pada variabel empati diperoleh tingkat kepuasan 93,80% yang meliputi
perhatian petugas 97,09%, pelayanan tanpa memandang status sosial 95,32% dan
Tabel 4.8 Persentase tingkat kepuasan pada variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Apotek A di Kota Kisaran Kabupaten Asahan
No Variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen
Penilaian Responden
Kenyataan Harapan %
A.KEHANDALAN 1295 1412 91,71
A1 Kecepatan pelayanan 294 361 81,44
A2 Kelengkapan obat 346 350 98,85
A3 Keramahan petugas 331 353 93,76
A4 Kesiapan membantu 324 348 93,10
B.KETANGGAPAN 1258 1422 88,46
B1 Cepat tanggap 330 374 88,23
B2 Pemberian solusi 329 344 95,63