• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF CITRA TUBUH (BODY IMAGE) PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA DEWASA MADYA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF CITRA TUBUH (BODY IMAGE) PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL WANITA DEWASA MADYA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

MADYA DI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SKRIPSI

Disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh

Yuliana Sulistiyo Rini

1550408046

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirajuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 21 Mei 2013

(3)

iii

Panitia

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Haryono, M. Psi Dr. Edy Purwanto, M. Si. NIP 19620222 198601 1 001 NIP 19630121 198703 1 001

Penguji Utama

Sugiariyanti, S. Psi., M. Si. NIP 19780419 200312 2 001

Penguji 1/Pembimbing 1 Penguji 2/Pembimbing 2

(4)

iv

kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya

dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...(Qs. Al

Baqarah: 286)

 Everything is okay and everything is gonna be okay (Yuliana S. R.)

Persembahan:

Karya sederhana ini saya persembahkan

kepada:

Bapak dan ibu yang selalu mendoakan,

memahami dan mendukungku.

Kepada teman-temanku tercinta

Kepada pihak-pihak yang mendukung dalam

(5)

v

citra tubuh (body image) pada Pegawai Negeri Sipil wanita dewasa madya di

Universitas Negeri Semarang” ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang

telah banyak membantu. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima

kasih kepada:

1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang.

2. Dr. Edy purwanto, M.Si. Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan masukan serta kritikan

dalam rangka penyempurnaan skripsi.

3. Dr. Sri Maryati Deliana, M.Si. pembimbing I yang memberikan petunjuk,

nasehat dan arahan agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Rulita Hendriyani, S.Psi, M.Si. pembimbing II dan dosen wali yang telah

memberikan bimbingan, saran, petunjuk, dan masukan selama penulisan

skripsi.

5. Sugiariyanti, S. Psi., M.Si. penguji utama yang telah memberikan masukan

serta kritikan dalam rangka penyempurnaan skripsi.

6. Seluruh dosen Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

(6)

vi

membantu dalam proses pembuatan skripsi ini

9. Teman-teman konsentrasi perkembangan 2008 yang memberikan semangat

perjuangan kepada penulis

10. Teman-teman di kos Latansa: Niken, Puji, Anggi, Erni, dan lainnya terima

kasih atas dukungan dan doa.

11. Pihak-pihak yang mendukung dalam pembuatan skriksi ini

Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari

Allah SWT dan mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan makna dan

manfaat bagi pembaca.

Semarang, 21Mei 2013

(7)

vii

Semarang. Pembimbing 1 Dr. Sri Maryati Deliana, M.Si, Pembimbing 2 Rulita Hendriyani, S.Psi, M.Si.

Kata kunci: citra tubuh (body image), dewasa madya

Usia madya atau disebut juga usia setengah baya sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik yang terjadi selama masa dewasa tengah mungkin sangat sulit bagi beberapa wanita. Akibat wanita dewasa madya mengevaluasi citra tubuh secara negatif dan mengaku tidak puas terhadap penampilannya. Citra tubuh (body image) adalah evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan perasaan serta sikap terhadap penampilan tubuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran citra tubuh (body image) pada wanita dewasa madya.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya yang aktif bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Negeri Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil dalam penelitian ini berusia 40 – 56 tahun sebanyak 80 orang yang bekerja sebagai tenaga administrasi, teknisi, laboran, dan pustakawan. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel citra tubuh (body image). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi, yaitu skala citra tubuh (body image).

Validitas dan reliabilitas instrumen dianalisis menggunakan SPSS 20. Analisis validitas menggunakan product moment dimana instrumen dinyatakan valid dengan koefisien validitas tertinggi sebesar 0,688 dan terendah sebesar 0,308. Analisis reliabilitas menggunakan koefisien, dalam penelitian nilai koefisien reliabilitas skala citra tubuh (body image) adalah 0,898. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra tubuh (body image) wanita dewasa madya yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Negeri Semarang berada pada kategori tinggi dengan presentase 67,5.

(8)

viii

PERNYATAAN ...ii

PENGESAHAN...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah..………...1

1.2 Rumusan Masalah...………...10

1.3 Tujuan Penelitian...……….………...10

1.4 Manfaat Penelitian..……….………...10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Tubuh ...12

2.1.1 Pengertian Citra Tubuh……….………...……....…...12

2.1.2 Aspek-aspek Citra Tubuh.………...…...13

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh …………...14

(9)

ix

2.3.1 Pengertian Dewasa Madya...20

2.3.2 Karakteristik Dewasa Madya...20

2.3.3 Tugas Perkembangan pada Masa Usia Madya...23

2.3.4 Perubahan Fisik Pada Dewasa Madya...24

2.4 Kerangka Berfikir Citra Tubuh pada Wanita Dewasa Madya...25

BAB 3 METODE PENDEKATAN 3.1 Jenis Penelitian...…….…...………...29

3.2 Desain Penelitian...29

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian...30

3.3.1 Variabel Penelitian...30

3.3.2 Definisi Operasional...30

3.4 Populasi dan Sampel...31

3.4.1 Populasi...31

3.4.2 Sampel ……….………...32

3.5 Metode dan Pengumpulan Data...32

3.5.1 Try Out...37

3.5.2 Try Out Instrumen...38

3.6 Validitas Dan Reliabilitas...40

3.6.1 Validitas ...40

(10)

x

4.2 Deskriptif Hasil Penelitian...45

4.2.1 Gambaran Umum Citra Tubuh (Body Image)...46

4.2.1.1 Penampilan Fisik Subjek...48

4.2.1.2 Perasaan Mengenai Kemampuan Tubuh Subjek...51

4.2.1.3 Pengalaman Tentang Kesehatan dan Penyakit Subjek...53

4.3 Pembahasan ...58

4.3.1 Citra Tubuh (Body Image) Subjek...58

4.3.1.1 Penampilan Fisik Subjek...61

4.3.1.2 Perasaan Mengenai Kemampuan Tubuh...62

4.3.1.3 Pengalaman Tentang Kesehatan dan Penyakit...63

4.4 Keterbatasan Penelitian...64

BAB 5 PENUTUP 5.1Kesimpulan ...66

5.2 Saran...67

(11)

xi

3.2 Penyebaran Butir Skala Citra Tubuh (Body Image) Sebelum Try Out...36

3.3 Penyebaran Butir Skala Citra Tubuh (Body Image)Try Out...39

3.4 Tabel Interpretasi Nilai r...42

3.5 Kriteria Deskriptif...43

4.1 Daftar Pegawai Negeri Sipil Wanita Dewasa Madya di UNNES...45

4.2 Distribusi Frekuensi Citra Tubuh (Body Image) Subjek...47

4.3 Distribusi Frekuensi Citra Tubuh (Body Image) Subjek ditinjau dari Aspek Penampilan Fisik...49

4.4 Statistik Deskriptif Aspek Penampilan Fisik...50

4.5 Distribusi Frekuensi Citra Tubuh (Body Image) Subjek ditinjau dari Aspek Perasaan Mengenai Kemampuan Tubuh...52

4.6 Statistik Deskriptif Aspek Perasaan Mengenai Kemampuan Tubuh...53

4.7 Distribusi Frekuensi Citra Tubuh (Body Image) Subjek ditinjau dari Aspek Pengalaman Tentang Kesehatan Dan Penyakit ………...54

4.8 Statistik Deskriptif Aspek Pengalaman Tentang Kesehatan Dan Penyakit.56 4.9 Ringkasan Analisis Citra Tubuh (Body Image) Tiap Aspek...56

(12)

xii

Madya...28

4.1 Diagram Citra Tubuh (Body Image) Subjek...48

4.2 Diagram Citra Tubuh (Body Image) Ditinjau Dari Aspek Penampilan Fisik ...50

4.3 Diagram Citra Tubuh (Body Image) Subjek ditinjau dari Aspek Perasaan Mengenai Kemampuan Tubuh...53

4.4 Daigram Citra Tubuh (Body Image) Subjek ditinjau dari Aspek Pengalaman Tentang Kesehatan Dan Penyakit...…...55

4.5 Diagram Analisis Citra Tubuh (Body Image) Tiap Aspek...57

(13)

xiii

3. Tabulasi Data...82

4. Tabulasi Data Tiap Aspek...91

(14)

1

Bagi banyak orang, dewasa madya adalah suatu masa menurunnya

keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab; suatu periode dimana

orang menjadi semakin sadar akan popularitas muda-tua dan semakin

berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan; suatu titik ketika

individu berusaha meneruskan sesuatu yang berarti pada generasi berikutnya;

dan suatu masa ketika orang mencapai dan mempertahankan keputusan dalam

karir.

Clark-Plaskie & Lachman (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008: 734)

menjelaskan bahwa “banyak juga orang-orang paruh baya (dewasa madya)

membesarkan anak mereka, memiliki peningkatan kebebasan dan independensi.

Ada juga yang merasakan peningkatan kesuksesan dan kontrol dalam pekerjaan

dan hubungan sosial, beriringan dengan kesadaran lebih realistis akan

keterbatasan mereka dan kekuatan luar yang tidak dapat mereka kontrol.”

Sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli masa hidup Gilbert Brim

(dalam Santrock, 2002: 139) “dewasa madya (middle age) adalah penuh dengan

perubahan, perputaran, dan pergeseran; jalannya tidak tetap. Orang masuk dan

keluar dengan keadaan berhasil dan gagal. Usia dewasa madya atau disebut juga

usia setengah baya sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut

(15)

“Keragaman terjadinya kecepatan perubahan-perubahan dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Pada umumnya, wanita menunjukkan proses penuaan yang lebih

cepat datangnya dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh peranan wanita yang

khas, yaitu melahirkan” (Mappiare, 1983: 203).

Hurlock (1979: 438) juga menambahkan bahwa “dewasa madya

merupakan masa kecewa dan putus asa, terutama bagi wanita. Kecewa karena

prestasi telah jauh dari harapan dan putus asa karena kesempatan mencapai

tujuan kelihatan muda, tumbuh lebih ramping telah lewat setiap tahun.”

Hal serupa juga dikemukakan oleh Sontag (dalam Bert & Panek, 1989:

45) bahwa “perubahan fisik yang terjadi selama masa dewasa madya mungkin

sangat sulit bagi beberapa wanita, karena masyarakat memandang seorang

wanita harus terlihat cantik dan muda dalam penampilannya... akibat fisik dari

penuaan dapat menurunkan nilai dan harga diri, karena mereka menerima mitos

bahwa penurunan kecantikan fisik berarti sesuatu yang negatif. “

Survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat diketahui setengah dari

805 wanita mengevaluasi citra tubuh secara negatif dan mengaku ketidakpuasan

terhadap penampilannya” (Cash & Henry, 1995). Wanita dewasa memandang

citra tubuh lebih negatif jika dibandingkan lak-laki dewasa karena mereka

cenderung memelihara dan merawat penampilan (Hubley & Quinlan, 2003).

Franzoi dan Koehler (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 87) menemukan bahwa

wanita memiliki citra tubuh negatif daripada pria.

Nowak (dalam Santrock, 2002: 142) menemukan bahwa “perempuan

(16)

perempuan yang lebih tua atau lebih muda. Perempuan dewasa madya lebih

mungkin menganggap tanda-tanda penuaan sebagai memiliki pengaruh negatif

terhadap penampilan fisiknya.”

“Penuaan adalah proses mengubah atau melibatkan semua aspek

organisme. Konsekuensinya beragam, mulai dari struktur yang berubah dan

fungsi dari komponen jaringan tubuh yang mengubah hubungan organisme

dengan lingkungan fisik dan sosial” (Hurlock, 1979: 158).

Secara penampilan, wanita dewasa madya terlihat tidak sebaik ketika

mereka masih dewasa awal. Rambut mulai menipis dan memutih bahkan

beruban; kulit pada wajah, leher, lengan dan tangan menjadi kering dan keriput;

gigi menjadi kuning; bahu sering kali berbentuk bulat, dan terjadi penggemukan

seluruh tubuh yang membuat perut kelihatan menonjol sehingga seseorang

terlihat lebih pendek.

Para wanita menyadari bahwa memasuki usia akhir empat puluhan mereka

akan mengalami kegemukan. Banyak diantara mereka yang ingin terbebas dari

keadaan ini. Biasanya mereka akan berkonsultasi dengan dokter atau melakukan

diet untuk mengurangi kegemukan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa

perempuan mulai membenci tubuhnya di usia 40 tahun. Penelitian ini dilakukan

oleh Asosiasi Gangguan Makan di Inggris, dengan melakukan survei terhadap

2.000 perempuan berusia 40 tahun ke atas, dan diperoleh hasil 70 persen dari

perempuan tersebut mengaku melakukan diet ketat, dan 58 persen dari mereka

bahkan mengalami gangguan pola makan (Sagitarius, 2008 diunduh dari

(17)

Ziebland, Robertson, Jay and Neil (2002) diketahui bahwa 87% (33/38) dari

wanita usia 35 sampai 55 tahun selalu mencoba untuk menurunkan berat badan

walaupun mereka tidak memiliki kelebihan berat badan dan diberitahukan

bahwa 58% wanita tersebut berhasil menurunkan berat badan mereka. Hal ini

disebabkan oleh ketidakpuasaan pada citra tubuh dibandingkan dengan

konsekuensi kesehatan.

Masalah kesehatan secara umum pada usia dewasa madya mencakup

kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot,

kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung, kehilangan selera

makan serta insomnia. Secara khusus, terdapat penyakit serius yang diderita

dewasa madya adalah serangan jantung, hipertensi, dan osteoporosis.

Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006

menemukan bahwa sebanyak 38% pasien yang datang untuk memeriksakan

densitas tulang mereka di Makmal Terpadu FKUI Jakarta. Ternyata terdeteksi

menderita osteoporosis sebanyak 14,7%, sedangkan di Surabaya sebanyak 26%

pasien dinyatakan positif osteoporosis. Data penelitian Departemen Kesehatan

(DEPKES) tahun 2006 menunjukkan bahwa 1 dari 5 orang Indonesia rentan

terkena penyakit osteoporosis. Menurut statistik dunia, 1 dari 3 wanita rentan

terkena penyakit osteoroporosis. (Katrina, 2011 diunduh dari

forumkristen.com/index.php?topic=34394.0). Bahkan yang perlu diperhatikan, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, kasus osteoporosis tidak

hanya menimpa usia lanjut (lansia), tetapi ada juga yang menyerang anak usia

(18)

tersebut jika dilihat dari deretan umur, satu kasus terjadi pada umur 5-14 tahun;

kemudian 15 kasus pada umum 15-44 tahun; 49 kasus pada umur 45-54 tahun.

(Istibsaroh, 2012 diunduh dari

www.antarajateng.com/detail/index.php?id=68975#.UIioRK7PyGc).

Wanita dewasa madya nantinya juga akan mengalami menopause, dimana

masa menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan melahirkan anak.

Wanita dewasa madya yang menghadapi menopause, mengeluh tentang

ketakutan mereka tentang perubahan fisik. Seperti yang dikemukakan oleh

Rostiana & Kurniati (2009) bahwa wanita merasa takut karena adanya

pikiran-pikiran mereka yang merasa tidak cantik lagi, keriput, tua dan tidak bugar lagi.

Selain itu, wanita juga merasa takut jika suaminya akan mencari wanita lain bila

mereka terlihat tidak cantik dan tidak bugar. Sama seperti penemuan Damayanti

& Purnamasari (2011), bahwa wanita yang mengalami premenopause cenderung

merasa tidak percaya diri dengan perubahan fisik yang terjadi dalam dirinya.

Sehingga individu berusaha untuk memperbaiki penampilan agar terlihat lebih

muda dengan menggunakan berbagai obat kecantikan tanpa memperhatikan

harganya yang mahal dan resiko dari obat tersebut. Individu juga merendahkan

diri sendiri karena merasa dirinya tidak menarik dan tidak berguna sehingga

cenderung menghindari kontak fisik dengan orang lain.

Datangnya usia dewasa madya meningkatkan kesadaran bahwa

mempertahankan penampilan muda sama pentingnya dengan usaha dan

keberhasilan sosial sebagai sebuah daya tarik. Akibatnya, orang dewasa

(19)

dan alat bantu kamuflase untuk menurunnya kemampuan sensorik, seperti lensa

kontak.

Kosmetik merupakan kamuflase yang sangat baik untuk fitur wajah yang

tidak sesuai dengan keinginan orang tersebut. Wax (dalam Hurlock, 1979: 152)

mengatakan bahwa tujuan dari kosmetik adalah untuk "memanipulasi struktur

fisik luar seseorang sehingga membuat kesan yang diinginkan pada orang lain”.

Rambut dapat dikeriting atau diluruskan sesuai keinginan, mata dapat

dipercantik dengan penggunaan maskara dan bulu mata palsu, kulit dapat

diputihkan atau dicokelatkan dengan menggunakan krim atau lotion, bibir dapat

dibentuk kembali menggunakan lipstik. Gigi tidak lurus dapat diluruskan oleh

kawat gigi, gigi yang hilang dapat digantikan dengan gigi palsu. Hidung yang

terlalu besar atau terlalu kecil dapat diperbaiki dengan operasi plastik. Keriput

dan kantong di bawah mata bisa dihilangkan dengan pengamplasan

menghilangkan lapisan luar kulit wajah.

Banyak akibat psikologis yang muncul karena kenyataan akan datangnya

penuaan. Diantaranya adanya sikap menolak para wanita sehingga mereka

berusaha melindungi diri secara berlebihan, perasaan takut dan khawatir dengan

datangnya masa tua, pemikiran yang negatif. Semua hal tersebut umumnya

dialami oleh mereka yang tidak menerima dengan realistis penuaan atau

menurunnya keadaan fisik. Sikap menolak bagi wanita dewasa madya

diperparah oleh isi majalah dan advertensi di televisi yang membujuk agar

(20)

Penelitian tentang penolakan proses penuaan di usia dewasa madya juga

dilakukan oleh Ballard, Elston & Gabe (2005) dengan judul Beyond the mask:

women’s experiences of public and private aging during midlife and their use of

age-resisting activities:

Wanita menggunaan istilah public aging dan private aging. Public aging itu menjelaskan tentang sesuatu yang tampak, berhubungan dengan usia fisik yang berubah pada tubuh, seperti menipisnya rambut dan rambut menjadi putih (beruban), kulit yang keriput dan tidak elastis. Para wanita biasanya membuat perbandingan penampilan fisiknya dengan wanita lain yang usianya sama dengan dirinya tentang penuaan yang mereka alami. Sedangkan private aging dijelaskan dengan sesuatu yang tidak tampak, berhubungan dengan usia kronologis seseorang seperti tekanan darah tinggi, menopause, menurunnya kemampuan memori, menurunnya gairah seksual, merasa cepat lelah. Semua itu dapat dikomunikasikan kepada setiap orang atau wanita tanpa melihat kesamaan usia atau kelompok dari masyarakat luas.

Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut para wanita

dewasa madya melakukan aktivitas yang bisa mengurangi proses penuaan

terutama perubahan yang bersifat “public aging”. Hal ini menunjukkan

kecenderungan bahwa wanita dewasa madya tidak suka dengan penuaan dan

menggambarkan perubahan fisik secara negatif. Perubahan fisik biasanya

diiringi dengan perubahan peran dalam kehidupan seseorang.

Teori proses identitas menurut Whitbourne & Skultety (dalam Cash &

Pruzinsky, 2002: 85-86):

(21)

ketika menggabungkan informasi tentang proses penuaan ke dalam kesadaran diri.

Berdasarkan penjelasan teori proses identitas di atas, terdapat resiko pada

kedua mekanisme identitas tersebut. Individu yang terlalu fokus pada asimilasi

identitas cenderung menolak tanda-tanda penuaan dan harus memberikan

perhatian lebih dari proses penuaan, karena mereka mendefinisikan diri sebagai

“muda”, sehingga mereka akan secara aktif terlibat dalam olahraga dan diet yang

dirancang untuk mempertahankan penampilan muda dengan alasan menjaga

kesehatan fisik. Sebaliknya individu yang terlalu fokus pada akomodasi identitas

mungkin lebih menderita akibat memikirkan akibat negatif dari proses penuaan.

Individu tersebut mendefinisikan diri sebagai “tua” dan menjadi sibuk dengan

penuaan dan masalah kesehatan. Pendekatan asimilasi identitas mungkin lebih

menguntungkan dalam menghadapi proses penuaan, setidaknya dalam menjaga

rasa kesejahteraan dan citra tubuh yang positif.

Cross and Cross (dalam Hurlock, 1980: 219) mengatakan “citra tubuh

sangat erat kaitannya dengan penampilan fisik seseorang, jika seseorang tersebut

merasa dirinya tidak menarik seperti yang diharapkan maka akan mencari jalan

keluar untuk memperbaiki dirinya. Kecantikan dan daya tarik fisik sangat

penting bagi wanita.”

Fallon & Ackard (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 117) menjelaskan

bahwa “citra tubuh merupakan representasi mental dari tubuh yang meliputi

persepsi dari penampilan, perasaan dan pikiran tentang tubuh, bagaimana

(22)

Honigman & Castle (dalam Jacinta, 2004 diunduh dari www.e-psikologi.com/epsi/search.asp), body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan

memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran

dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap

dirinya. Sebenarnya, apa yang dipikirkan dan dirasakan, belum tentu

benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil

penilaian diri yang subyektif. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi

citra tubuh (body image) antara lain: usia, jenis kelamin, media massa, hubungan

interpersonal, dan kepribadian seseorang.

Sebelumnya variabel citra tubuh (body image) telah diteliti oleh

Noviningtyas (2008), hasil penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar

(54,72%) wanita dewasa madya di koperasi Citra Kartini Sumberpucung,

memiliki citra tubuh dengan taraf rendah.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November 2012 di Rektorat

gedung H Universitas Negeri Semarang oleh peneliti dengan menggunakan

metode wawancara kepada tiga Pegawai Negeri Sipil non kependidikan wanita

yang berusia 40, 42 dan 47 tahun diperoleh hasil bahwa, mereka berusaha

memberikan penampilan yang menarik dalam kondisi apapun. Salah satu

interviewee mengatakan bahwa meskipun dalam keadaan sakit, dia akan tetap

berdandan supaya menarik. Para wanita juga mengeluh tentang kesehatan yang

menurun akibat perubahan fisik, badan menjadi cepat lelah, kegemukan serta

(23)

Pegawai Negeri Sipil dijadikan sebagai subjek penelitian, karena

kenyataannya bahwa waktu kerja yang padat dan sedikit waktu untuk

bersitirahat sehingga hal ini dapat berpengaruh pada kebugaran dan kesehatan

subjek. Jika kebugaran dan kesehatan menurun bisa berdampak pada performa

kerja yang menurun. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan subjek

mereka menyempatkan diri untuk melakukan olahraga. Pegawai Negeri Sipil

juga dituntut untuk memberikan penampilan diri yang bersih dan rapi karena

berhubungan dengan pelayanan.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas peneliti tertarik untuk

meneliti mengenai gambaran citra tubuh (body image) pada Pegawai Negeri

Sipil wanita dewasa madya di Universitas Negeri Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan alasan pemilihan judul yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran citra tubuh

(body image) pada Pegawai Negeri Sipil wanita dewasa madya di Universitas

Negeri Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti maka dapat diperoleh

tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran citra tubuh (body image) pada

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kontribusi teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat informasi mengenai gambaran citra

tubuh (body image) pada wanita dewasa madya yang bekerja sebagai

Pegawai Negeri Sipil.

b. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan teoritis di bidang

psikologi perkembangan dan gerontologi, untuk menambah pengetahuan

tentang citra tubuh (body image).

2. Kontribusi praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi wanita setengah

baya yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil mengenai citra tubuh (body

image) sehingga dapat meningkatkan kualitas pekerjaannnya yang di tinjau

dari aspek kesehatan dan kebugaran tubuh.

b. Penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dan acuan bagi dewasa madya

dalam menghadapi masa dewasa akhir.

c. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan acuan untuk penelitian yang

(25)

12 2.1.1 Pengertian Citra Tubuh (Body Image)

Citra tubuh (body image) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif

individu tentang persepsi, pikiran dan perasaan serta sikap terhadap penampilan

tubuhnya. Pengertian tersebut di perkuat oleh pendapat Fallon & Ackard (dalam

Cash & Pruzinsky, 2002: 117) yang menyatakan bahwa “citra tubuh merupakan

representasi mental dari tubuh yang meliputi persepsi dari penampilan, perasaan

dan pikiran tentang tubuh, bagaimana rasanya berada di dalam tubuh, dan fungsi

tubuh dan kemampuannya.”

Citra tubuh (body image) adalah ide seseorang mengenai betapa

penampilan badannya menarik di hadapan orang lain (Chaplin, 2011: 63).

Senada dengan pendapat Papalia, Olds, dan Feldman (2008: 546) yang

mendefinisikan citra tubuh (body image) sebagai keyakinan deskriptif dan

evaluasi mengenai penampilan seseorang. Citra tubuh (body image) adalah

konsepsi dan sikap terhadap penampilan fisik seseorang (Berk, 2012: 508).

Rosen (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 405) menggambarkan citra tubuh

sebagai citra mental dan evaluasi seseorang terhadap penampilan dan

mempengaruhi persepsi dan sikap dari perilaku. Tovian (dalam Cash &

Pruzinsky, 2002: 362) menggambarkan citra tubuh sebagai citra mental individu

atau representasi kognitif dari tubuhnya sendiri, termasuk penampilan luar,

(26)

Citra tubuh digambarkan oleh Schilder (dalam Cash & Pruzinsky, 2002:

22) sebagai "citra tridimensional yang dimiliki sekitar dirinya sendiri":

seseorang dapat memvisualisasikan tubuhnya dari sisi depan, samping, dan

bahkan belakang, meskipun tidak semua dapat dilihat pada saat yang sama. Atau

seseorang dapat merasakan tubuhnya sebagai persepsi terpadu, tanpa mengalami

perpecahan antara kontribusi dari sentuhan, posisi, dan keseimbangan.

Honigman & Castle (dalam Rini, 2004 diunduh dari www.e-psikologi.com/epsi/search.asp), body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan

memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran

dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap

dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar

merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian

diri yang subyektif.

2.1.2 Aspek-Aspek Citra Tubuh (Body Image)

Banyak orang menganggap diri mereka telah menyelesaikan

perkembangan fisik di masa remaja, akan tetapi pada kenyataannya bahwa tubuh

terus menerus berubah sampai mati. Mengevaluasi bagaimana orang bereaksi

terhadap perubahan bentuk tubuh, penampilan, dan fungsi merupakan pusat

untuk sepenuhnya memahami adaptasi psikologis sepanjang masa dewasa.

Whitbourne & Skultety (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 83-84) membagi

aspek citra tubuh (body image) di masa dewasa tengah menjadi tiga, yaitu

(27)

1. Penampilan fisik, mengungkapkan informasi tentang evaluasi dari

penampilan keseluruhan tubuh, perhatian individu terhadap penampilan

dirinya, serta usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan

penampilan fisiknya.

2. Perasaan mengenai kemampuan tubuh, didasarkan pada sensasi fisik yang

terkait dengan penuaan, seperti perasaan tentang ketangkasan berolahraga,

daya tahan tubuh, dan kekuatan fisik. Hal ini terlihat pada evaluasi derajat

kebugaran yang dirasakan individu terhadap tubuhnya, perhatian individu

terhadap kebugaran fisiknya, serta usaha yang dilakukan untuk memperbaiki

dan meningkatkan kebugaran fisiknya.

3. Pengalaman tentang kesehatan dan penyakit, yang berimplikasi mengenai

kualitas hidup yaitu evaluasi penilaian individu mengenai kesehatan

tubuhnya; mengukur derajat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap

pentingnya kesehatan fisik dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang

kesehatan sehingga selalu berusaha untuk mengembangkan gaya hidup

sehat; serta mengukur kesadaran individu terhadap penyakit dan derajat

reaksi terhadap masalah penyakit yang dialami tubuh.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh (Body Image)

Beberapa ahli menyatakan bahwa citra tubuh (body image) dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh

(body image) antara lain: usia, jenis kelamin, media massa, hubungan

(28)

a. Usia

Usia mempengaruhi citra tubuh-ketidakpuasan tubuh. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa wanita usia 17 sampai 25 tahun memiliki katidakpuasan

terhadap citra tubuh lebih tinggi dibandingkan wanita usia 40 tahun sampai 60

tahun (Sivert & Sinanovic, 2008). Meskipun wanita dewasa madya memiliki

hasil yang lebih rendah, usia memiliki kaitan dengan dengan citra tubuh.

Whitbourne & Skultety (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 84) menambahkan

bahwa tahap perkembangan dewasa madya terjadi proses penuaan seperti

kerutan dan kendur dari kulit, hilangnya tinggi badan, dan redistribusi lemak

tubuh dari kaki dan tangan ke seluruh tubuh, bersifat universal. Kekuatan fisik

dipengaruhi oleh hilangnya kekuatan otot dan elastisitas otot pada tingkat 1%

per tahun. Tulang menjadi lemah dan lebih rapuh, dan sendi menjadi terasa

menyakitkan dan kaku. Selain itu, sistem pernapasan menjadi kurang efisien,

dan ketahanan kandung kemih berkurang. Ada perubahan dalam fungsi

hormonal (terutama jelas dalam perempuan), pola tidur, dan penurunan

kemampuan untuk menyesuaikan perubahan suhu yang ekstrim. Fungsi mental,

termasuk memori kerja, perhatian, dan pengambilan keputusan, dipengaruhi

oleh perubahan di otak. Beberapa penyakit mulai tampak, seperti gangguan

pencernaan, yang lebih terkait dengan praktek diet yang berkaitan dengan

perubahan usia. Jadi masih terdapat bukti bahwa orang setengah baya lebih

sensitif terhadap kekhawatiran penuaan daripada orang dewasa yang lebih tua

(29)

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh

seseorang (Chase, 2001). Wanita dewasa memandang citra tubuh lebih negatif

jika dibandingkan lak-laki dewasa karena mereka cenderung memelihara dan

merawat penampilan (Hubley & Quinlan, 2003). Franzoi dan Koehler (dalam

Cash & Pruzinsky, 2002: 87) menemukan bahwa wanita memiliki citra tubuh

negatif daripada pria.

Moore & Franko (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 183) menjelaskan bahwa

wanita-semua usia-lebih mempermasalahkan citra tubuh bila dibandingkan

dengan laki-laki. Kekhawatiran terhadap citra tubuh begitu luas jika dilihat

sebagai "masalah perempuan" dimana banyak studi yang meneliti tentang

wanita, dengan asumsi (implisit atau eksplisit menyatakan) bahwa masalah

tersebut tidak relevan untuk laki-laki.

c. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 91-92) menyatakan bahwa

media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai fitur

perempuan yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Media

massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Kebanyakan

orang dewasa membaca surat kabar harian dan majalah. Survei di media

menunjukkan bahwa majalah fashion, khususnya, dibaca oleh mayoritas wanita

dan perempuan (diperkirakan hingga 83%). Isi media tersebut sering

menggambarkan standar kecantikan wanita adalah memiliki tubuh yang kurus

(30)

Media massa mempengaruhi body image seseorang melalui tiga proses yaitu

persepsi, kognitif dan tingkah laku yang dikaitkan dengan social comparison,

dimana wanita cenderung membandingkan diri dengan model-model kurus

yang dikategorikan menarik. Akibat social comparison, terjadi distorsi persepsi

pada wanita dimana mereka merasa tubuh mereka gemuk padahal sebenarnya

mereka tidak gemuk. Secara kognitif mereka telah tergambar bagaimana

wanita yang dianggap menarik sehingga menjadikannya landasan untuk

melakukan evaluasi diri terhadap penampilan. Dari segi tingkah laku dimana

wanita ingin memiliki tubuh yang kurus seperti para model di media, mereka

rela melakukan diet atau cara lain yang dapat mengurangi berat tubuh.

d. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan

diri dengan orang lain dan feedback yang diterimanya mempengaruhi konsep

diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik.

Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya

dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya.

Rosen dan koleganya (dalam Cash & Purzinsky, 2002: 108) menyatakan

bahwa feedback terhadap penampilan dalam hubungan interpersonal dapat

mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh.

Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 109) menerima

feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan

(31)

dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah

satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik.

Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain.

Dalam konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan

interpersonal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga

berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat dirinya. Maka, bagaimana

seseorang berfikir dan merasa tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan

karakteristik psikologis(Chase, 2001).

e. Kepribadian

Cash (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 41) mengatakan bahwa kepribadian

individu juga mempengaruhi pembentukan terhadap citra tubuh. Harga diri

tinggi dapat meningkatkan evaluasi tubuh seseorang ke arah positif dan

berfungsi sebagai pelindung terhadap peristiwa yang mengancam citra tubuh

seseorang. Sebaliknya, harga diri rendah dapat menurunkan citra tubuh

seseorang. Paham perfeksionis merupakan faktor lain yang berpengaruh pada

kepribadian individu untuk memiliki fisik yang ideal. Seseorang yang memiliki

kedekatan tidak aman, dimana individu mencari cinta dan penerimaan namun

merasa tidak layak, dapat menumbuhkan sikap citra tubuh yang negatif. Di sisi

lain, kedekatan yang aman dapat memumbuhkan citra tubuh yang lebih

(32)

2.2 Pegawai Negeri Sipil

2.2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri sipil merupakan bagian dari pegawai negara dimana

pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat

yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi

tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku (diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai_negeri)

2.2.2 Jabatan fungsional

Jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi

pemerintah, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi

pemerintah. Pangkat Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan fungsional berorientasi

pada prestasi kerja, sehingga tujuan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil

sebagai aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna dalam

melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai.

Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang terdapat di Universitas Negeri Semarang

berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang nomor 30 Tahun

2009 tentang standar etika Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Universitas

Negeri Semarang bab II pasal 3 adalah dosen, tenaga administrasi, tenaga

(33)

2.3 Wanita Dewasa Madya

2.3.1 Pengertian Dewasa Madya

Pada umumnya masa dewasa madya atau usia setengah baya dipandang

sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia dewasa madya dibagi

menjadi dua yakni usia madya dini yang dari usia 40 sampai 50 tahun dan usia

madya lanjut dari usia 50 sampai 60 tahun (Hurlock, 1980: 320). Hal serupa juga

diungkapkan oleh Mappiare (1983: 173) bahwa rentang usia setengah baya

(dewasa madya) adalah dimulai dari usia 40 tahun sampai 60 tahun.

Masa dewasa madya (middle age) atau disebut paruh baya dimulai antara

usia 45 sampai 65 tahun. (Papalia, Olds, & Feldman, 2008: 733). Sedangkan

Santrock (2002: 139) menganggap usia dewasa madya (middle adulthood)

sebagai periode perkembangan yang dimulai kira-kira pada usia 35-45 tahun

hingga memasuki usia 60-an tahun

Levinson (dalam Monks dkk, 2006: 330) menjelaskan bahwa “dewasa

madya dimulai sekitar usia 40-45 sampai 65 tahun dengan menghadapi tugas:

penilaian kembali masa lalu, merubah struktur kehidupan, dan proses

individuasi.”

2.3.2 Karakteristik Dewasa Madya

Hurlock (1980: 320-324) menjelaskan karateristik dewasa madya sebagai

berikut:

a. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti

Usia madya merupakan periode yang menakutkan, orang-orang dewasa tidak

(34)

tidak mau mengakui karena fikiran negatif yaitu: tentang kerusakan mental,

penurunan fisik, berhentinya reproduksi menopause dan klimaterik, mereka

merasa tidak dihormati lagi, mereka menjadi rindu pada masa muda mereka

dan berharap kembali masa muda mereka.

b. Usia madya merupakan masa transisi

Usia madya merupakan masa dimana wanita meninggalkan ciri-ciri

jasmaninya dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam

kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru. Transisi

berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai dan pola perilakunya yang baru.

c. Usia madya adalah masa stres

Maksudnya penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang

berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu

cenderung merusak homeostasis fisik dan psikologis seseorang dan membawa

ke masa stres, suatu masa bila sejumlah penyesuaian pokok yang harus

dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka.

d. Usia yang berbahaya

Merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai

akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun

kurang memperhatikan kehidupan. Timbulnya penyakit jiwa datang dengan

cepat dikalangan pria dan wanita, dan gangguan ini berpuncak pada suicide

(35)

e. Usia madya adalah “usia canggung”

Wanita yang berusia madya bukan “muda” lagi tapi bukan juga tua.

Kemudian mereka merasa tidak dianggap. Orang-orang yang berusia madya

sedapat mungkin berusaha untuk tidak dikenal oleh orang lain.

f. Usia madya adalah masa berprestasi

Merupakan masa dimana peran orang yang berusia madya akan menjadi lebih

sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu

apapun lagi. Apabila dewasa madya mempunyai kemauan yang kuat untuk

berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia ini dan memungut hasil

dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

g. Usia madya merupakan masa evaluasi

Wanita mencapai puncak prestasinya, maka masa ini juga merupakan saat

mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dengan

harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman.

h. Usia madya merupakan masa sepi

Ketika anak-anak sudah tidak lagi tinggal dirumah, banyak yang mengalami

tekanan batin karena dipensiunkan. Setelah bertahun-tahun hidup dalam

sebuah rumah yang berpusat pada keluarga (family-centered home),

umumnya orang dewasa menemui kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

rumah yang berpusat pada pasangan suami isteri. Keadaan ini terjadi selama

masa-masa mengasuh anak, suami dan isteri selalu berkembang terpisah dan

(36)

sedikit persamaan setelah minat mereka terhadap anak-anak berkurang dan

ketika mereka harus saling menyesuaikan diri dengan sebaik-baiknya.

Terbukti juga bahwa, periode masa sepi pada usia madya lebih bersifat

traumatik bagi wanita daripada bagi pria. Hal ini benar khususnya pada

wanita yang telah menghabiskan masa-masa dewasa mereka dengan

pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat atau

sumber daya untuk mengisi waktu senggang mereka pada waktu pekerjaan

rumah tangga berkurang atau selesai. Banyak yang mengalami tekanan batin

karena dipensiunkan. Kondisi yang serupa juga dialami pria ketika mereka

mengundurkan diri dari pekerjaan.

i. Usia madya merupakan masa jenuh

Merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan. Para wanita menjadi jenuh

dengan kegiatan sehari-hari dan dalam kehidupan keluarga yang hanya

memberikan sedikit hiburan.

2.3.3 Tugas Perkembangan pada Masa Usia Madya

Adapun tugas-tugas perkembangan pada dewasa madya menurut

Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 10) adalah sebagai berikut:

a. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara.

b. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang

bertanggung jawab dan bahagia.

c. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang

dewasa. Aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya bersama

(37)

d. Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya (dengan suami

atau istri) sebagai seorang pribadi yang utuh.

e. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psikologis

yang lazim terjadi pada masa setengah baya.

f. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir

pekerjaan.

g. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua

2.3.4 Perubahan Fisik Pada Dewasa Madya

Hurlock (1980: 326-329) menjelaskan perubahan fisik yang terjadi selama

dewasa madya sebagai berikut:

1. Perubahan dalam penampilan

Penampilan seseorang memegang peranan penting terutama dalam

penilaian sosial, sambutan sosial, dan kepemimpinan. Mereka yang

berusia madya, memberontak terhadap penilaian status tersebut yang

mereka takuti ketika penampilan mereka menurun.

2. Perubahan dalam kemampuan indera

Perubahan yang paling merepotkan dan nampak terdapat pada mata dan

telinga. Kebanyakan orang yang berusia madya menderia presbiopi atau

kesulitan melihat dari jarak jauh. Kemampuan mendengar juga melemah,

akibatnya mereka yang berusia madya selalu harus mendengarkan sesuatu

secara lebih sungguh-sungguh daripada yang mereka lakukan dimasa lalu.

(38)

3. Perubahan pada kesehatan

Masalah kesehatan secara umum pada usia madya mencakup

kecenderungan untuk mudah lelah, telinga berdengung, sakit pada otot,

kepekaan kulit, pusing-pusing biasa, sakit pada lambung (konstipasi, asam

lambung, dan sendawa), kehilangan selera makan, serta insomnia.

4. Perubahan seksual

Wanita memasuki masa menopause, atau perubahan hidup, dimana masa

menstruasi berhenti, dan mereka kehilangan kemampuan memelihara

anak.

2.4 Kerangka Berfikir Citra Tubuh (Body Image) pada Wanita Dewasa

Madya

Masa dewasa madya adalah masa dimana seseorang akan mengalami

banyak perubahan fisik kearah kemunduran. Selama usia madya lemak

mengumpul sekitar perut dan paha. Rambut semakin tipis dan mulai beruban.

Kulit pada wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering dan keriput.

Kulit dibagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam

di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Bahu sering kali berbentuk

bulat, dan terjadi penggemukan seluruh tubuh yang membuat perut kelihatan

menonjol sehingga seseorang kelihatan lebih pendek (Hurlock, 1980: 327).

Usia dewasa madya ditandai dengan menurunnya kesegaran fisik secara

umum dan memburuknya kesehatan, seperti kecenderungan untuk mudah lelah,

(39)

pada lambung (konstipasi, asam lambung, dan sendawa) kehilangan selera

makan, serta insomnia. Para dewasa madya juga akan mengalami perubahan

seksual berupa menopause bagi wanita dan masa klimaterik bagi pria (Hurlock,

1980: 328)

Sontag (dalam Bert & Panek, 1989: 45) menyatakan bahwa perubahan

fisik yang terjadi selama masa dewasa madya mungkin sangat sulit bagi

beberapa wanita, karena masyarakat memandang seorang wanita harus terlihat

cantik dan muda dalam penampilannya. Kesadaran seseorang akan sikap orang

lain terhadap penampilan usia madya sering menyebabkan seseorang

mempunyai sikap yang kurang menyenangkan terhadap dirinya sendiri.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa dewasa madya, para wanita

biasanya melakukan beberapa cara untuk mencegah seperti perawatan wajah dan

tubuh, olahraga, diet, mengatur pola makan, menggunakan kosmetik untuk

memanipulasi struktur wajah, dan perawatan lain.

Teori untuk pencegahan dan kompensasi yang berkaitan dengan perubahan

fungsi fisik adalah teori proses identitas. Teori proses identitas menurut

Whitbourne & Skultety (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 85-86):

(40)

Berdasarkan penjelasan teori proses identitas di atas, terdapat resiko pada

kedua mekanisme identitas tersebut. Individu yang terlalu fokus pada asimilasi

identitas cenderung menolak tanda-tanda penuaan dan harus memberikan

perhatian lebih dari proses penuaan, karena mereka mendefinisikan diri sebagai

“muda”, sehingga mereka akan secara aktif terlibat dalam olahraga dan diet yang

dirancang untuk mempertahankan penampilan muda dengan alasan menjaga

kesehatan fisik. Sebaliknya individu yang terlalu fokus pada akomodasi identitas

mungkin lebih menderita akibat memikirkan akibat negatif dari proses penuaan.

Individu tersebut mendefinisikan diri sebagai “tua” dan menjadi sibuk dengan

penuaan dan masalah kesehatan. Pendekatan asimilasi identitas mungkin lebih

menguntungkan dalam menghadapi proses penuaan, setidaknya dalam menjaga

rasa kesejahteraan dan citra tubuh yang positif.

Fallon & Ackard (dalam Cash & Pruzinsky, 2002: 117) menyatakan “citra

tubuh merupakan representasi mental dari tubuh yang meliputi persepsi dari

penampilan, perasaan dan pikiran tentang tubuh, bagaimana rasanya berada di

dalam tubuh, dan fungsi tubuh dan kemampuannya. Citra tubuh (body image)

juga menggambarkan bagaimana seseorang dapat memandang dirinya secara

(41)

3. 4.

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

(42)

29

mengungkapkan masalah yang diteliti. Metode penelitian sangat penting dalam

suatu penelitian karena dapat mempengaruhi keefektifan dan keefisienan

penelitian. Metode penelitian ini juga harus disesuaikan dengan objek dan tujuan

penelitian. Dalam penelitian ini, metode penelitian meliputi jenis dan desain

penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data,

validitas dan reliabilitas, serta metode analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

penelitan kuantitatif. Azwar (2012: 5) menyatakan bahwasanya “penelitian

kuantitatif adalah penelitian yang mendasarkan analisisnya pada pengujian data

numerik yang diolah dengan metode statistik”.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian deskriptif (Azwar, 2012: 6) menjelaskan

(43)

terlalu dalam. Kebanyakan pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, karena

dalam pelaksanaannya mencari data sebanyak-banyaknya dan kemudian

berusaha untuk mendeskripsikan sejelas-jelasnya.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

“Variabel penelitian adalah pemusatan perhatian terhadap fenomena atau

gejala utama pada beberapa fenomena lain yang relevan. Fenomena merupakan

konsep mengenai atribusi atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang

dapat bervariasi” (Azwar, 2012: 59). Suatu penelitian harus mengandung

variabel yang jelas sehingga memberikan gambaran data atau informasi apa saja

yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah citra tubuh (body image).

3.3.2 Definisi Operasional

“Definisi operasional variabel penelitian merupakan suatu definisi

mengenai variabel penelitian yang dirumuskan berdasarkan

karakteristik-karakteristik variabel-variabel tersebut yang dapat diamati” (Azwar, 2012: 74).

Tujuan dari definisi operasional adalah untuk menghindari salah pengertian atau

salah persepsi mengenai data yang akan diteliti dalam suatu penelitian serta

untuk mengindari kesalahan dalam menentukan alat pengumpulan data yang

(44)

Citra tubuh (body image) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif

individu tentang penampilan fisik, perasaan mengenai kemampuan tubuh, dan

pengalaman tentang kesehatan dan penyakit.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

“Populasi adalah keseluruhan subjek di dalam penelitan” (Arikunto, 2006:

130). Sebagai suatu populasi, kelompok subjek harus memiliki ciri-ciri atau

karakteristik individu yang sama yang membedakannya dari kelompok subjek

yang lain.

Azwar (2012: 77) mengatakan bahwa “populasi didefinisikan sebagai

kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Kelompok

subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama yang

membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Ciri yang dimaksud tidak

terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri dari karakteristik

individu.” Karakteristik populasi yang ditetapkan dalam pengambilan populasi

dalam penelitian ini adalah:

a. Wanita dewasa madya usia 40 sampai 56 tahun.

b. Wanita yang aktif bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Negeri

Semarang.

(45)

3.4.2 Sampel

“Sampel adalah sebagian atau wakil dari suatu populasi yang diteliti”

(Arikunto, 2006: 131). Peneliti menggunakan cara purposive sampling.

Purposive sampling adalah metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan

cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu berdasarkan

tujuan penelitian” (Arikunto, 2006: 139). Cara demikian dilakukan bila anggota

populasi dianggap homogen. Adapun jumlah sampel yang akan dipakai dalam

penelitian adalah 80 orang.

3.5 Metode dan Alat Pengumpul Data

“Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk

memperoleh data yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam kegiatan

penelitian mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel

tertuju, dan untuk mengetahuinya dengan menggunakan metode atau cara-cara

yang efisien dan akurat” (Azwar, 2012: 91). “Metode pengumpulan data yang

akan dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan metode pemberian skala

psikologi. Skala merupakan alat pengukur psikologi yang biasa digunakan untuk

mengukur aspek afektif yang antara lain memiliki ciri stimulusnya bersifat

ambigu serta tidak terdapat jawaban benar dan salah “(Azwar, 2010: 3-4).

Adapun alasan peneliti menggunakan skala psikologi sebagai metode

pengumpulan data atau alat ukur variabel (Azwar, 2010: 5-6) adalah:

1. Data yang diungkap oleh skala psikologi berupa konstrak atau konsep

(46)

2. Pada skala psikologi, pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator

perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan

subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan.

3. Responden terhadap skala psikologi, sekalipun memahami isi pertanyaannya,

biasanya tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa

yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.

Skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala citra

tubuh yang disusun berdasarkan aspek penampilan fisik, kompetensi tubuh dan

pengalaman tentang kesehatan dan penyakit. Adapun blue print instrumen citra

(47)

Tabel 3.1

Blue Print Instrumen Citra Tubuh (Body Image)

No Aspek Indikator Jumlah

1 Penampilan fisik Individu menganggap penampilannya menarik

dan memuaskan atau tidak

5

Individu memperhatikan penampilan fisiknya 5

Individu melakukan usaha untuk memperbaiki

Setiap karakteristik akan diturunkan menjadi sejumlah aitem dimana dari

setiap aitem akan diperoleh skor total yang menunjukkan semakin tinggi skor

citra tubuh individu maka akan diikuti oleh semakin positif citra tubuh, dan

sebaliknya. Semakin rendah skor citra tubuh individu maka akan diikuti oleh

(48)

Bentuk penskalaan yang akan digunakan untuk mencari hasil skor adalah

berupa penskalaan respon atau skala Likert. Sifat dari skala tersebut adalah

favourable yaitu butir pernyataan yang mendukung objek penelitian dan

unfavourable yaitu butir pernyataan yang tidak mendukung objek penelitian.

Skala tersebut mempunyai lima alternatif jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Antara Setuju dan Tidak (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju

(STS). Sistem penilaian untuk favorable adalah Sangat Setuju (5), Setuju (4),

Antara Setuju dan Tidak (3), Tidak Setuju (2), dan Sangat Tidak Setuju (1). Pada

pernyataan unfavorable berlaku penskoran Sangat Setuju (1), Setuju (2), Antara

(49)

Tabel 3.2

Penyebaran Butir Skala Citra Tubuh (Body Image) Sebelum Try Out

Aspek F UF Jumlah

Penampilan fisik

a. Individu menganggap penampilannya

menarik dan memuaskan atau tidak

b. Individu memperhatikan penampilan

fisiknya a. Individu menganggap kebugaran fisiknya

bugar atau tidak

Pengalaman tentang kesehatan dan penyakit

a. Individu menganggap kesehatannya baik

atau buruk

b. Individu memperhatikan kesehatan

c. Individu melakukan usaha untuk

meningkatkan kesehatan

d. Individu memperhatikan penyakitnya

dengan melakukan usaha untuk mengobati

(50)

3.5.1 Try Out

Suatu penelitian dibutuhkan alat pengumpul data yang tepat untuk

mendapatkan hasil yang akurat dan terpercaya. Langkah-langkah yang perlu

dipersiapkan guna menyusun instrumen penelitian yang tepat, yaitu:

1. Menyusun Instrumen

Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam membuat instrumen

penelitian ini adalah:

a. Menyusun Lay Out Penelitian

Pengembangan instrumen dengan cara mendefenisikan terlebih dahulu

variabel-variabel penelitian dan dibuat defenisi operasionalnya untuk

kemudian dibagi-bagi menjadi aspek-aspek. Aspek-aspek tersebut

dikembangkan lagi menjadi indikator-indikator yang sesuai dengan defenisi

operasionalnya. Indikator-indikator ini kemudian disusun menjadi

butir-butir aitem dalam skala.

b. Menentukan Karakteristik Jawaban yang Dikehendaki

Menentukan jawaban dari masing-masing butir aitem dibuat menurut skala

kontinum yang terdiri dari 5 alternatif jawaban, yaitu 5, 4, 3, 2, 1 untuk

aitem favorable dan 1, 2, 3, 4, 5 untuk aitem unfavorable.

2. Menyusun Format Instrumen

Format skala citra tubuh (body image) disusun secara jelas untuk

memudahkan subjek dalam mengisi instrumen. Instrumen dalam penelitian ini

(51)

Alasan pemilihan bentuk booklet ini adalah untuk memudahkan subjek

mengisi keseluruhan aitem. Urutan isi dalam booklet tersebut antara lain kata

pengantar, identitas subjek, petunjuk pengisian skala citra tubuh (body image).

Adapun format instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Kata Pengantar

Pada kata pengantar berisi penjelasan peneliti terhadap subjek yang

meliputi: latar belakang penyusunan skala, tujuan penelitian, kerahasiaan

data, dan motivasi kepada subjek agar menjawab pernyataan

dengansebenarnya sesuai dengan keadaan subjek.

b. Identitas Subjek

Identitas subjek terdiri dari nama, usia, dan pekerjaan.

c. Petunjuk Pengisian

Terdapat penjelasan mengenai bagaimana cara memilih jawaban. Dimana

subjek memilih lima alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Antara Setuju dan Tidak (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju

(STS).

d. Butir-butir Instrumen

Butir-butir instrumen dalam penelitian ini berjumlah total 50 aitem.

4.5.2 Try Out Instrumen

Penelitian ini menggunakan skala dengan jumlah 50 aitem. Kemudian

skala disusun dalam bentuk booklet dan diujicobakan secara acak kepada 45

orang subjek, yaitu ibu-ibu usia 40 tahun ke atas yang pekerjaannya adalah

(52)

out ini didasarkan pada kesamaan karakteristik populasi yang sebenarnya, yaitu

jenis kelamin, tingkat umur, dan pekerjaan. Hasil try out yang menggunakan

SPSS 20 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Penyebaran Butir Skala Citra Tubuh (Body Image)Try Out

Aspek F UF Jml

Penampilan fisik

a. Individu menganggap penampilannya menarik

dan memuaskan atau tidak

b. Individu memperhatikan penampilan fisiknya

c. Individu melakukan usaha untuk memperbaiki

dan meningkatkan penampilan fisiknya

d. Individu menganggap kebugaran fisiknya bugar atau tidak

e. Individu memperhatikan kebugaran fisiknya

f. Individu melakukan usaha untuk meningkatkan

kebugaran fisiknya g. Individu menganggap kesehatannya baik atau

buruk

h. Individu memperhatikan kesehatan

i. Individu melakukan usaha untuk meningkatkan

kesehatan

j. Individu memperhatikan penyakitnya dengan

(53)

3.6 Validitas dan Reliabilitas

Ada dua persyaratan yang harus dimiliki suatu alat pengumpul data yang

baik, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Suatu alat pengumpul

data diharapkan dapat mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur. Alat ukur

yang memiliki syarat akan menghasilkan penelitian yang benar dan dapat

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari masalah yang diselidiki.

3.6.1 Validitas

Menurut Azwar (2009: 5) “validitas berasal dari kata validity yang

mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan

mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi

ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut”. Maka validitas instrumennya menggunakan validitas

konstrak, hal ini karena menggunakan atribut psikologis yaitu citra tubuh (body

image). Allen & Yen (dalam Azwar, 2009: 48) menjelaskan bahwa “validitas

konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap

suatu trait atau kontrak teoritik yang hendak diukurnya.”

Setelah skala diberikan kepada responden, maka skala harus diisi oleh

responden. Langkah selanjutnya skala diuji validitas dan reliabilitasnya. Untuk

menentukan kevalidan dari skala psikologis dihitung dengan menggunakan

korelasi Product Moment.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan SPSS versi 20, diperoleh hasil

(54)

tidak valid atau gugur yaitu 2, 4, 6, 18, 19, 22, 23, 25, 28, 34, 36, 40, 44, 47, 48,

49 dan sisanya 34 aitem dinyakatan valid. Aitem yang valid mempunyai

koefisien validitas berkisar antara 0,308 sampai dengan 0,688 dengan taraf

signifikansi 0,05 atau 5%. Nilai 5% dalam taraf signifikansi atau taraf

keberartian tersebut bermakna probabilitas atau kemungkinan kesalahan yang

terjadi adalah sebesar 5% atau kemungkinan benar adalah 95% (Arikunto, 2006:

345). Dari 16 aitem yang tidak valid terdapat tiga aitem yang diperbaiki yaitu

aitem nomor 40, 44, dan 48. Aitem yang diperbaiki merupakan aitem-aitem yang

mewakili dari indikator. Jadi aitem yang dipakai saat penelitian sejumlah 37

aitem.

3.6.2 Reliabilitas

Menurut Arikunto (2006: 178) reliabilitas menunjuk pada satu pengertian

bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. “Reliabilitas instrumen

adalah sejauh mana instrumen tersebut hasilnya dapat dipercaya” (Azwar, 2009:

4). Pada prinsinya reliabilitas menunjukkan sejauhmana pengukuran itu dapat

memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan kembali terhadap subjek yang

sama atau dengan kata lain reliabilitas adalah keajegan suatu alat ukur. Uji

reliabilitas yang digunakan dengan menggunakan rumus Alpha.

Dalam penelitian ini, untuk mencari reliabilitas instrumen, peneliti

menggunakan rumus Alpha, karena perolehan skor dalam skala ini merupakan

rentangan berbentuk skala dari 1 sampai 5, skor yang diperoleh bukan 1 dan 0

(55)

Berdasarkan hasil pengujian melalui SPSS versi 20 diperoleh hasil untuk

reliabilitas skala citra tubuh (body image) diperoleh koefisien reliabilitas sebesar

0,898, dapat dikatakan bahwa skala tersebut memiliki tingkat reliabel yang

tergolong tinggi. Interpretasi reliabilitas didasarkan pada tabel berikut (Arikunto,

2006: 276)

Tabel 3.4

Tabel Interpretasi Nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi

0,800-1,00 Tinggi

0,600-0,800 Cukup

0,400-0,600 Agak rendah

0,200-0,400 Rendah

0,000-0,200 Sangat rendah

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dimulai dengan memahami seluruh data yang tersedia dari

berbagai sumber yang telah dilakukan sesuai metode pengumpulan data

sebelumnya. Analisis dilakukan agar peneliti segera dapat menyusun strategi

selanjutnya sehingga memperoleh kesimpulan. Metode yang digunakan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode statistik deskriptif.

Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai

subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok

subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar,

2012: 126). Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan menjadi dua

kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data

kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data yang diperoleh

(56)

digunakan (Arikunto, 2006: 239). Agar data dapat terbaca dan dapat dipahami

maka perlu dilengkapi dengan kata-kata yang dapat memberi gambaran yang

jelas mengenai citra tubuh (body image) pada Pegawai Negeri Sipil wanita

dewasa madya di Universitas Negeri Semarang

Data dari skala citra tubuh (body image) kemudian dibandingkan dengan

cara pemberian kriteria yang sesuai dalam Azwar (2010: 109), sehingga

diperoleh sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kriteria Deskriptif

Interval skor Kriteria Keterangan (µ + 1 σ) ≤ X Tinggi Positif (µ - 1 σ) ≤X < (µ + 1 σ) Sedang Sedang X < (µ - 1 σ) Rendah Negatif

Keterangan:

µ = mean teoritis

σ = mean deviasi

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Blue Print Tabel 3.1 Instrumen Citra Tubuh (Body Image)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahan data, diperoleh gambaran bahwa body image wanita yang mengikuti senam body language di kota Bandung memiliki body image negatif pada 54% dan 46 % tergolong

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image dengan self esteem pada wanita dewasa awal yang menggunakan skincare, untuk mengetahui peran body image

Agar dapat dijadikan bahan informasi yang kaitannya dengan body image dengan self esteem pada wanita dewasa awal, sehingga dapat memandang secara positif terhadap body image

Ada hubungan positif antara citra tubuh ( body image) dengan konsep diri yang dimiliki oleh perempuan dewasa awal. Semakinpositif konsep

Definisi Operasional: Body image adalah evaluasi yang dilakukan wanita terhadap ukuran tubuh, berat badan ataupun aspek- aspek lain dari tubuhnya yang berhubungan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan perilaku konsumtif pada wanita dewasa awal yang sudah bekerja dan belum

Indeks massa Tubuh (IMT), massa lemak tubuh, lingkar pinggang dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kepadatan tulang pada wanita dewasa

Simpulan Berdasarkan penelitan hasil analisis data yang telah di bahas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara body image citra tubuh pada remaja putri