• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelas Sosial Dan Interaksi Sosial Pada Komunitas Agama Sikh Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kelas Sosial Dan Interaksi Sosial Pada Komunitas Agama Sikh Di Medan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA

KOMUNITAS AGAMA SIKH DI MEDAN

Skripsi D

I S U S U N OLEH :

SEMANPREET KAUR

080901021

Guna memenuhi syarat

untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 Bidang ilmu Sosiologi

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : SEMANPREET KAUR

NIM : 080901021 Departemen : Sosiologi

Judul :KELAS SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA KOMUNITAS AGAMA SIKH DI MEDAN

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Lina Sudarwati, M.Si) (Dra. Lina Sudarwati, M.Si)

NIP. 196603181989032001 NIP. 196603181989032001

Dekan

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen

Sosiologi pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 25 Januari 2012

Pukul : 11.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si (...)

(NIP: 196805251992031002)

Penguji I : Dra.Lina Sudarwati M.Si (...)

(NIP: 196603181989032001)

Penguji II : Prof.Dr.Rizabuana, Ph.d (...)

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah sebagai salah satu syarat

untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : KELAS

SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL PADA KOMUNITAS AGAMA SIKH DI

MEDAN.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Kedua orangtua yang telah membesarkan dan menyekolahkanku hingga

saat ini. Buat Daddy, terima kasih banyak karena udah amat banyak

membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini, dan udah rela ngantarin aku

kapanpun dan kemana pun aku pergi tanpa mengenal lelah. Terima kasih

juga buat Mommy yang setiap saat selalu ngedukung agar kuliahku cepat

selesai, dan selalu memberikan nasihat yang amat berguna bagiku. Terima

kasih atas doa dan kasih sayang yang kalian berikan dari dahulu sampai

saat ini. Terima kasih juga kepada abangku Buffy, kakakku Preety yang

selalu mendoakanku, dan adikku Prince yang selalu membantuku ketika

sedang membutuhkan bantuan. Terima kasih juga buat sepupuku Sweety

dan Erwin yang udah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

(5)

2. Bapak Dekan FISIP USU Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, serta seluruh staf

dan jajarannya.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP

USU dan sebagai dosen pembibing skripsi ini. Terima kasih buat arahan

dan bimbingan yang telah ibu berikan selama ini, dan terima kasih atas

kesabaran ibu yang telah sabar membimbing ke arah yang lebih baik.

Semoga ilmu yang selama ini ibu berikan dapat bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin selaku Sekretaris Departemen Sosiologi

Fisip USU, serta Kak Fenny dan Kak Ayu di Departemen Sosiologi yang

sudah banyak membantu dan memberikan dukungan. Terima kasih juga

buat Kak Betti yang sudah banyak membantu dan mempermudah proses

selama penulis menjalankan kuliah di FISIP.

5. Terima kasih kepada para dosen Sosiologi yakni Pak Rizabuana, Pak

Junjungan, Pak Sismudjito, Ibu Rosmiani, Ibu Ria Manurung, Ibu Linda,

Pak Henry Sitorus, Bu Marhaeni, Pak Muba, Ibu Harmona Daulay, Pak

Nouman, Pak Hamdani, Bang Jonny Marbun, dan Bang Jordan. Terima

kasih atas ilmu dan bimbingan yang selama ini diberikan.

6. Seluruh Ibu/ Bapak dosen, staf pengajar dan pegawai Departemen

Sosiologi FISIP USU dan yang pernah menjadi dosen pengasuh mata

kuliah yang diajarkan.

7. Terima kasih juga kuucapkan buat sahabat-sahabatku “Wafer” yakni Echa,

Esteria dan Rifka (cepat nyusul sidang ya), serta Sharah yang selalu

menyemangatiku dalam mengerjakan skripsi. Terima kasih juga buat

(6)

terkadang jahil tetapi selalu mau membantuku. Semoga kalian juga cepat

lulus dan semoga persahabatan kita bertahan selamanya.

8. Terima kasih juga kepada kakak dan abang-abang senior angkatan 2005,

2006, dan 2007. Terima kasih juga kuucapkan kepada teman-teman

angkatan 2008 yang telah bersama-sama menjalani masa kuliah dari awal

hingga saat ini yakni Esty, Mitha, Kharisma, Burhan ( terima kasih buat

motivasi dan semangat yang diberikan), Dicky (makasih buat bantuanmu

selama ini), Rina, Elfi, Dani, Imay, Anggre, Jhon, Lucie, Fikar, Putra,

Nanda, Grace, Wistin, Silvia, Salmen, Iyuth, dan semua teman-teman

sosiologi angkatan 2008. Semoga kalian semua cepat slesai skripsiannya.

9. Buat elemen-elemen kampus yang telah membantu menjaga keamanan

serta kebersihan yaitu Buat Ibu dan Bapak yang pagi-pagi sekali sudah

membersihkan halaman kampus ini, buat kedua Pak satpam yang baik hati,

buat nenek yang selalu ramah dan tidak kenal lelah dalam membersihkan

ruangan mahasiswa yang bahkan pulang sampai larut malam, namun tidak

pernah marah ataupun kesal dengan ulah mahasiswa yang terkadang

mengotori ruang kelas.

Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan oleh penulis agar dapat

menyempurnakan skripsi ini dikemudian hari.

Medan, Januari 2012

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitan ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Interaksi Sosial... 11

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 12

2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial... 13

2.2.1.1 Proses Asosiatif ... 13

2.2.1.2 Proses Disasosiatif ... 17

2.3 Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial ... 20

2.4 Stratifikasi Sosial ... 22

2.5 Nilai Kesetaraan Dalam Agama Sikh dan Implementasinya ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi Penelitian ... 34

3.3 Unit analisis dan Informan ... 34

3.3.1 Unit Analisis ... 34

3.3.2 Informan ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5 Interpretasi Data ... 36

3.6 Jadwal Kegiatan ... 37

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN ... 38

4.1 Deskripsi Wilayah ... 38

4.2 Kelurahan Sunggal ... 38

4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 39

4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

4.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 40

4.2.4 Tingkat Pendidikan ... 40

4.2.5 Sarana dan Prasarana... 41

a. Sarana Pendidikan ... 41

b. Sarana Peribadatan ... 42

(8)

4.3 Kelurahan Sari Rejo ... 43

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 43

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.3.3 Sarana dan Prasarana... 44

a. Sarana Pendidikan ... 44

b. Sarana Peribadatan ... 44

c. Sarana Kesehatan ... 45

d. Sarana Olahraga ... 45

4.4 Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji ... 46

4.5 Profil Informan ... 47

4.5.1 Informan pertama (Warga Kelurahan Sunggal) ... 47

4.5.2 Informan kedua (Dewan pembina Yayasan Shree Guru Arjun Dev Ji) ... 49

4.5.3 Informan ketiga (Warga Kelurahan Sari Rejo sekaligus dewan pembina ... 51

4.5.4 Informan keempat (Ketua Yayasan Gurdwara Shree Guru Arjun Dev Ji, Tokoh Agama) ... 53

4.5.5 Informan kelima (Warga Kelurahan Sari Rejo)... 54

4.5.6 Informan Keenam (Tokoh masyarakat Sikh) ... 56

4.5.7 Informan Ketujuh (Tokoh Agama dan Warga Kelurahan Sari Rejo) ... 58

4.5.8 Informan kedelapan (Tokoh Agama) ... 59

4.5.9 Informan Kesembilan (Warga Kelurahan Sunggal) ... 61

4.5.10 Informan Kesepuluh (Warga Kelurahan Sunggal) ... 62

4.5.11 Informan Kesebelas (Warga Kelurahan Sunggal) ... 64

4.5.12 Informan Kedua Belas (Warga Kelurahan Sari Rejo) ... 65

4.5.13 Informan Ketiga Belas (Warga Kelurahan Sunggal) ... 67

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA ... 68

5.1 Penganut Agama Sikh di Kota Medan ... 68

5.2 Keberadaan Marga Dalam Komunitas Sikh ... 78

5.2.1 Pengetahuan Akan Sistem Marga dalam Agama Sikh ... 78

5.2.1.1 Perbedaan Akan Marga merupakan Hasil dari Budaya ...78

5.2.1.2 Perbedaan Golongan Marga Berdasarkan Wilayah . 79 5.2.2 Pandangan Terhadap Marga yang Dimiliki Dibandingkan dengan Marga Lainnya ... 81

5.2.3 Sebab Akibat dengan Adanya Sistem Marga Ini ... 84

5.3 Kelas Sosial Dalam Agama Sikh ... 87

(9)

5.3.2 Tanggapan Masyarakat Jika ada Warga Sikh yang Menikah

dengan Agama Lain ... 92

5.3.3 Status Sosial Seseorang bagi Warga Sikh Lainnya... 95

5.4 Interaksi Sosial Dalam Komunitas Sikh... 98

5.4.1Tingkat Solidaritas Warga Sikh ... 98

5.4.2 Bentuk Solidaritas Sosial Umat Sikh ... 101

5.4.2.1 Mau Membantu Warga Sikh yang Kesusahan... 101

5.4.2.1.1 Dasar Agama Sikh untuk Saling Membantu 101 5.4.2.1.2Menolong Berdasarkan Kemampuan ... 103

5.4.3 Menjenguk dan Membantu Warga Sikh yang Sakit ... 105

5.4.4 Kehadiran Pada Acara yang Diadakan Oleh Warga Sikh .... 107

5.4.4.1 Kehadiran Pada Acara yang Diadakan oleh Warga Sikh Dari Marga dan Kelas yang Berbeda ... 107

5.4.4.2 Kehadiran Masyarakat Sikh Pada Acara yang Dilakukan Oleh Warga Sikh yang Kurang Mampu ... 110

5.4.5 Bentuk Kerjasama Warga Sikh ... 112

5.4.6 Bentuk Persaingan Sesama Umat Sikh ... 114

5.4.7Konflik Dalam Sesama Warga Sikh ... 116

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 119

6.2 Saran ... 120 DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAK

Penelitian ini lahir dari pemikiran adanya perbedaan marga dan kelas sosial dalam agama Sikh, sehingga penulis ingin melihat bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada komunitas agama Sikh di Medan. Marga yang terdapat dalam agama Sikh berjumlah sekitar 3000 marga yang tergolong sesuai penggolongannya masing-masing. Marga dari para warga Sikh yang terdapat di kota Medan yaitu sebanyak 18 marga yang tersebar di berbagai wilayah di kota Medan yaitu marga : Aulakh, Bajwa, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill, Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill. Kesemua marga ini memiliki sistem mata pecaharian yang relatif sama yaitu pemilik toko sport, guru privat bahasa Inggris, dan penjual susu sapi. Para warga Sikh ini saling mengenal satu sama lain dan berinteraksi secara intens di rumah ibadah (gurdwara).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta interaksi sosial pada warga beragama Sikh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dari studi kepustakaan yang menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian berada di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, dan Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dengan informan yang memiliki kriteria sebagai warga Sikh yang tinggal di Kelurahan Sunggal dan Kelurahan Sari Rejo selama kurang lebnih 5 tahun, tokoh agama dan tokoh masyarakat Sikh, serta pengurus Yayasan Shree Guru Arjun Dev JI yang terletak di Kelurahan Sari Rejo. Intepretasi data dilakukan dengan mengumpulkan semua data di lapangan dan ditulis di temuan data.

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini lahir dari pemikiran adanya perbedaan marga dan kelas sosial dalam agama Sikh, sehingga penulis ingin melihat bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada komunitas agama Sikh di Medan. Marga yang terdapat dalam agama Sikh berjumlah sekitar 3000 marga yang tergolong sesuai penggolongannya masing-masing. Marga dari para warga Sikh yang terdapat di kota Medan yaitu sebanyak 18 marga yang tersebar di berbagai wilayah di kota Medan yaitu marga : Aulakh, Bajwa, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill, Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill. Kesemua marga ini memiliki sistem mata pecaharian yang relatif sama yaitu pemilik toko sport, guru privat bahasa Inggris, dan penjual susu sapi. Para warga Sikh ini saling mengenal satu sama lain dan berinteraksi secara intens di rumah ibadah (gurdwara).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta interaksi sosial pada warga beragama Sikh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dari studi kepustakaan yang menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian berada di kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, dan Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal dengan informan yang memiliki kriteria sebagai warga Sikh yang tinggal di Kelurahan Sunggal dan Kelurahan Sari Rejo selama kurang lebnih 5 tahun, tokoh agama dan tokoh masyarakat Sikh, serta pengurus Yayasan Shree Guru Arjun Dev JI yang terletak di Kelurahan Sari Rejo. Intepretasi data dilakukan dengan mengumpulkan semua data di lapangan dan ditulis di temuan data.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penduduk Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki agama dan

kepercayaan yang berbeda-beda. Saat ini, pemerintah Indonesia mengakui adanya

enam agama, dan sisanya dianggap sebagai aliran kepercayaan. Agama-agama

yang diakui adalah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Buddha

serta KongHucu, sedangkan agama-agama lain seperti Zoroaster, Yahudi, Tao dan

berbagai kepercayaan lokal yang hidup, termasuk dalam hal ini Sikh, yang masih

dianggap sebagai bagian dari agama Hindu.

Ben Rahal, seorang penganut Sikh dan juga pendiri dari beberapa rumah

ibadah Sikh mengatakan, bahwa agama Sikh sebenarnya bukanlah merupakan

aliran kepercayaan dan bukanlah Hindu, melainkan merupakan sebuah agama

yang masih tergolong muda di dunia, namun sudah memiliki pengikut yang cukup

besar, termasuk agama terbesar ke-5 yang ada di dunia dengan jumlah pengikut

sebanyak 20 juta jiwa yang tersebar di seluruh dunia

diakses 20/06/2011 pukul 20.56).

Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan

(13)

yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut

terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja

jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui

secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga

dalam penulisan KTP, masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu

(Komunitasrelijius.multiply.com diakses 20/06/2011 pukul 20.03). Namun,

menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan bahwa

umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta,

Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari

pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah

sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat

Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai,

Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di

Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan

Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di

Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.

Masyarakat Sikh ini memiliki rumah ibadah yang disebut dengan

“Gurdwara”. Dan kitab suci yang dipedomani oleh masyarakat Sikh disebut

“Guru Granth Sahib”. Masyarakat Sikh biasanya melakukan ibadah di gurdwara

pada hari minggu. Di gurdwara inilah yang menjadi tempat perkumpulan bagi

seluruh masyarakat Sikh dari berbagai marga dan dari berbagai daerah. Di tempat

ini juga terjalin komunikasi dan interaksi antar sesama pemeluk agama Sikh.

(14)

kawasan Punjab, yaitu Amritsar ataupun Jullundur, India Utara. Orang Punjabi

yang beragama Hindu Sikh telah hadir di Sumatera Utara sejak abad 18 melalui

Aceh (Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan

selanjutnya menetap dan menyebar ke berbagai tempat di Sumatera Utara.

(sumutpos.com/14/08/2009 diakses pada 20/06/2011 pukul 20.45)

Masyarakat Sikh di kota Medan dan sekitarnya sering dipanggil dengan

sebutan “Benggali”, padahal masyarakat Sikh sebenarnya bukan bersuku

Benggali, melainkan bersuku Punjabi. Masyarakat Sikh ini berasal dari bagian

utara India yaitu Punjab, oleh karena itu disebut sebagai orang Punjabi, sedangkan

orang-orang Benggali merupakan orang-orang yang berasal dari bagian tengah

India. Orang Benggali ini memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat

Punjabi, baik dari gaya bahasa maupun berpakaian.

Biasanya orang Sikh ini dicirikan dengan laki-laki yang memakai sorban,

dan wanita yang selalu berambut panjang. Bahasa yang sehari-hari digunakan

oleh pemeluk agama Sikh adalah bahasa Punjabi. Dan jika dilihat dari identitas

namanya, maka setiap laki-laki akan memakai kata “Singh” disetiap akhir

namanya, sedangkan para wanita akan memakai nama “Kaur” di belakang

namanya. Kata Singh ini berarti singa jantan, sedangkan arti Kaur adalah singa

betina. Hal ini dimaksudkan karena sebagai seorang Sikh haruslah pemberani baik

itu laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi karena ketidaktahuan anggota

masyarakat akan arti nama belakang Singh dan Kaur ini, maka banyak masyarakat

(15)

Tanda pengenal lain yang dapat menandakan kaum Sikh adalah adanya

pemakaian “Karra” yaitu semacam gelang yang selalu dipakai di pergelangan

tangan kanan, dan merupakan salah satu simbol dalam agama Sikh yang

dicetuskan oleh Guru Gobind Singh sebagai guru atau nabi terakhir. Gelang ini

masih menjadi simbol utama bagi semua masyarakat Sikh di seluruh dunia,

termasuk di Sumatera Utara, masyarakat Sikh juga menggunakan gelang ini

dalam kehidupan sehari-hari.

Landasan berdirinya agama ini didasari akan adanya anggapan Guru

Nanak yang tidak mempercayai konsep Hindu yang mengakui berbagai macam

dewa, dan bahkan menyembah mereka. Guru Nanak juga sebagai nabi yang

mencoba menghapuskan segala macam sistem kasta yang terdapat dalam

masyarakat Hindu dengan harapan agar dapat mempersatukan berbagai macam

masyarakat ke dalam satu kelas. Walaupun agama Sikh mengatakan sistem kasta

tidak ada namun pengaruh dari agama Hindu itu masih ada, terbukti dengan

realitas komunitas Sikh yang dimasukkan ke dalam kategori kasta Kesatria yaitu

kasta kaum pejuang. Para kaum kesatria ini memiliki jenis mata pencaharian yang

relatif sama, yaitu peternak sapi, penjual alat-alat sports dan sebagai guru les

private bahasa inggris. Ketiga mata pencaharian ini merupakan mata pencaharian

utama bagi masyarakat Sikh di Sumatera Utara.

Walaupun agama Sikh tidak mengenal sistem kasta, tapi agama ini

mengenal golongan kelas berdasarkan marga yang dibawa sejak lahir. Ada sekitar

3.000 marga dari masyarakat Sikh, dimana 42 diantaranya dianggap sebagai

(16)

Bains, Bajwa, Bal, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Chung, Deol,

Dhaliwal, Dhillon, Dhindsa, Garewal, Ghuman, Gill, Goraya, Her, Hinjra,

Hundal, Kahlon, Kang, Khaira, Khosa, Mahal, Malhi, Man, Mangat, Pannu,

Randhawa, Sohi, Sahota, Sandhu, Sara, Sekhon, Sidhu, Sohal, Varaich, Virk (The

Illustrated Weekly of India.1973:11).

Dari 42 marga yang ada dalam golongan Jatt, marga yang terdapat pada

masyarakat Sikh di Sumatera Utara ada 18 marga yaitu Aulakh, Bajwa, Baath,

Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Ghuman, Gill,

Kahlon, Randhawa, Sandhu, Sidhu serta Virk. Dan marga terbanyak yang

mendominasi adalah marga Dhillon, diikuti Sandhu, serta Randhawa dan Gill.

Berdasarkan interaksinya, terlihat kehidupan masyarakat Sikh di kota

Medan yang bermacam-macam. Ada pembauran yang terjadi atas berbagai

macam marga, dan pada hal-hal tertentu, mereka mau untuk bekerja sama, namun

di sisi lain, juga seolah-olah terdapat jarak antar warga Sikh yang satu dengan

yang lainnya. Perbedaan interaksi juga terlihat dari kelas sosial serta marga dari

masing-masing individu. Masyarakat dari golongan kelas menengah ke atas

cenderung bergaul dan menghadiri acara dari orang kelas atas. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka penulis mengangkat judul “Kelas Sosial dan Interaksi

Sosial Pada Komunitas Agama Sikh di Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah

yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting, dan perlu untuk diteliti.

(17)

untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan,

maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada

fokus penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana perbedaan marga dan kelas sosial, serta interaksi sosial pada

komunitas agama Sikh ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari permasalahan di atas adalah :

Untuk dapat memahami dan menganalisis perbedaan marga, kelas sosial, serta

interaksi sosial pada warga beragama Sikh.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan ilmiah

bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyarakat pada

umumnya, serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya pada bidang ilmu sosiologi agama.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan agar penulis lebih dapat meningkatkan

kemampuan dalam menulis karya ilmiah tentang kelas sosial pada

komunitas agama Sikh serta hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam

memahami sistem marga yang ada pada agama Sikh beserta interaksinya

(18)

1.5 Definisi Konsep

1. Komunitas Sikh merupakan kelompok yang merupakan bagian dari

masyarakat yang didasarkan atas keyakinan yang sama serta bertempat

tinggal di dalam suatu wilayah kediaman tertentu yang dalam hal ini

merupakan warga Sikh yang tinggal di Kecamatan Medan Sunggal

Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari

Rejo.

2. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis

yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara

kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan

dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin dalam

Soekanto.1982:55).

Dalam hubungan ini, setiap individu yang saling bertemu, bertatap

muka, berjabat tangan, berbicara, dan bahkan berkelahi, dapat

dikategorikan ke dalam interaksi sosial. Dalam hal ini komunitas Sikh

sering melakukan interaksi walau hanya berpapasan, yaitu dengan cara

berjabat tangan antar lelaki, dan biasanya kaum Sikh selalu

mengucapkan kata “Satshriakal” sambil menyatukan kedua tapak

tangannya apabila berpapasan dengan sesama kaum Sikh.

3. Agama Sikh merupakan agama yang lahir karena protes yang

dilakukan Guru Nanak sebagai pendiri Sikh yang melarang akan

adanya sistem kasta dan menganggap hanya ada satu Tuhan.

4. Marga pada komunitas Sikh adalah kelompok kekerabatan yang

(19)

individu yang semarga. Marga dalam komunitas Sikh ini terbagi atas

beberapa golongan yaitu : Jatt, Ramgharia, Tarkhan, Nai, Mere, serta

Mejhbi.

5. Kasta adalah golongan masyarakat dalam agama Hindu yang terdiri

dari kasta Brahmana (kaum pendeta), Ksatria (kaum bangsawan dan

tentara), Waisya (kaum pedagang), serta Sudra (rakyat jelata) dan

golongan diluar kasta yaitu Paria yaitu orang-orang yang dianggap

hina.

6. Norma adalah standar tingkah laku yang terdapat dalam suatu

masyarakat. Norma secara sosiologis terdiri dari cara berbuat,

kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang, tata kelakuan, serta

adat istiadat.

7. Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta

prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.

8. Stereotipe adalah erat kaitannya dengan prasangka. Stereotipe

merupakan citra yang kaku mengenai suatu kelompok ras ataupun

budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut.

Stereotipe ini dapat bersifat positif maupun negatif.

9. Etnosentrisme adala

masyarakat dan kebudayaan sendiri, yang biasanya disertai dengan

sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan

lain.

10.Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke

(20)

kelas secara relatif mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih

rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dari kelas yang paling

tinggi ke kelas yang paling rendah. Dengan demikian para anggota

kelas tertentu merasa para anggota kelas lainnya mempunyai status

yang lebih tinggi maupun lebih rendah daripada mereka.

11.Solidaritas dapat diartikan kesatuan kepentingan, simpati, dll, sebagai

salah satu anggota dari kelas yang sama. Solidaritas bisa didefinisikan

sebagai perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang

dibentuk oleh kepentingan bersama.

12.Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak

menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau

menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga

dapat dikatakan istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang

berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi

terhadap kelompok-kelompok yang berbeda.

13.Jaringan sosial terdiri dari sejumlah orang, dimana paling sedikit

terdiri atas tiga orang yang masing-masing mempunyai identitas

tersendiri dan masing-masing dihubungkan antara satu dengan yang

lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga melalui

hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompokkan sebagai suatu

kesatuan sosial. Jaringan sosial dalam hal ini melihat hubungan antar

seorang Sikh yang satu dan Sikh lainnya yang pada akhirnya

(21)

14.Jarak sosial adalah tingkat keakraban yg menandai hubungan individu

dalam sebuah interaksi sosial. dalam hal ini jarak sosial masyarakat

Sikh dapat dibedakan berdasarkan perbedaan marga, pekerjaan,

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena

tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pengertian

tentang interaksi ini sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari

berbagai masalah masyarakat seperti masalah dalam perbedaan status dan kelas

seseorang. Di Indonesia, dapat dibahas mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial

yang berlangsung antar pelbagai suku bangsa atau antara golongan terpelajar

dengan golongan agama. Interaksi sosial juga dikatakan sebagai proses sosial

karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam sebuah

pertemuan, walaupun orang tidak saling berbicara, namun interaksi sosial tetap

telah terjadi, karena masing- masing sadar akan adanya pihak lain yang

meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang

yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi,

suara berjalan, dan sebagainya yang membuat seseorang merasakan keberadaan

dari seseorang tersebut.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor,

antara lain:

a. Faktor imitasi yang memiliki segi positif yaitu dapat mendorong

seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.

Dalam agama Sikh dikatakan bahwa seorang wanita haruslah selalu

berambut panjang, ini menjadi faktor utama di berbagai negara bahwa

(23)

berambut panjang bahwa ia telah mematuhi dan menjalankan kaidah

yang berlaku sebagai seorang Sikh.

b. Faktor sugesti yang berlangsung apabila seseorang memberi suatu

pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya sendiri yang

kemudian diterima oleh pihak lain.

c. Faktor identifikasi yaitu kecenderungan ataupun keinginan dalam diri

seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Indentifikasi

sifatnya mendalam daripada imitasi, karena pribadi seseorang dapat

terbentuk atas dasar proses ini.

d. Faktor simpati yaitu proses dimana sesorang merasa tertarik pada

pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang peranan penting,

walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk

memahami pihak lain, dan untuk bekerjasama dengannya

(Soekanto.1982:54-58).

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (1982) bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam

tiga bentuk, yaitu :

a. Antar orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan

kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui

sosialisasi.

b. Antar orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau

(24)

Misalnya apabila ada seorang Sikh yang merasakan bahwa ia

melanggar norma yang berlawanan dengan kelompok Sikh lainnya

seperti merokok dan lain sebagainya.

c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya

(Soekanto.1982:59). Dalam hal ini dapat dilihat kontak yang terjadi

antara komunitas Sikh di suatu wilayah tertentu yang meyadari akan

adanya keberadaan komunitas Sikh di wilayah lainnya, dan apabila

mereka beribadah pada satu rumah ibadah yang sama, maka mereka

sama-sama merasakan keberadaan masing-masing pihak. Dari kontak

yang terjadi misalnya saja kontak mata, maka biasanya akan berlanjut

ke senyuman dan saling bersalaman dan akhirnya akan menghasilkan

sebuah interaksi seperti bertanya akan kabar masing-masing dan lain

sebagainya.

2.2.1 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses asosiatif

dan proses disasosiatif.

2.2.1.1Proses Asosiatif

Yaitu sebuah proses yang terjadi saling pengertian serta kerjasama secara

timbal balik antar orang per orang atau dengan kelompok lainnya. Proses asosiatif

ini terbagi yaitu :

1. Kerjasama (cooperation) yaitu usaha bersama antar individu atau

kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses

terjadinya kerjasama yaitu apabila diantara individu atau kelompok

(25)

sama sehingga menyebabkan mereka mau melakukan kerjasama di

berbagai bidang. Beberapa bentuk kerjasama meliputi:

a. Gotong royong dan kerja bakti, misalnya saja ketika ada perayaan

hari besar keagamaan, maka warga Sikh beramai-ramai melakukan

kerja bakti membersihkan gurdwara yang menjadi tempat ibadah.

b. Bargaininng atau tawar menawar merupakan proses kerjasama

dalam bentuk perjanjian pertukaran kepentingan, kekuasaan,

barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang

terjadi di bidang politik, ekonomi, hukum, maupun militer. Hal ini

dapat dilihat ketika seorang Sikh yang memiliki toko alat-alat

olahraga yang mengambil barang dari toko alat olahraga Sikh

lainnya ketika ia membutuhkan pesanan alat olahraga yang

mungkin saja tidak ada di tempatnya. Hal ini dapat terjadi

sebaliknya dan dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan

lainnya.

c. Co-optation yaitu proses kerjasama bagi individu maupun

kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi dimana terjadi

proses penerimaan unsur-unsur baru dalam pelaksanaan

kepemimpinan untuk menciptakan stabilitas

d. Koalisi atau coalition yaitu dua organisasi atau lebih yang

mempunyai tujuan tertentu yang kemudian melakukan kerjasama

e. Patungan atau joint-venture yaitu kerjasama dalam melaksanakan

proyek-proyek tertentu. Hal ini dapat dilihat misalnya saja ada

(26)

jarang warga Sikh lainnya patungan dan membantu warga Sikh

yang membutuhkan pertolongan tersebut.

2. Akomodasi merupakan suatu proses ke arah tercapainya persepakatan

sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah

bersengketa. Selain itu akomodasi juga dikatakan sebagai suatu proses

yang sedang berlangsung dimana akomodasi menampakkan suatu

proses untuk meredakan pertentangan baik yang terjadi di antara

individu, kelompok, maupun masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi

yaitu :

a. Coersion atau pemaksaan yaitu bentuk akomodasi yang terjadi

karena adanya paksaan maupun kekerasan fisik atau psikologis

b. Compromise atau kompromi yaitu bentuk akomodasi yang dicapai

karena masing-masing pihak yang terlibat dalam proses ini saling

mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak

ketiga

c. Meditation yaitu akomodasi yang dilakukan melalui penyelesaian

oleh pihak ketiga yang netral

d. Conciliation yaitu bentuk akomodasi dengan usaha

mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang ingin

berselisih

e. Toleransi yaitu bentuk akomodasi secara tidak formal dan

dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari

diri dari pertikaian. Dalam hal ini, perbedaan-perbedaan yang ada

(27)

tindakan. Apabila toleransi telah berjalan, maka akan tercipta

kerjasama dalam berbagai bidang. Dalam hal ini toleransi dalam

masyarakat Sikh dapat dilihat dari pekerjaan yang digeluti

masing-masing individu. Misalnya saja ketika ada seorang Sikh yang

mengadakan acara pernikahan anaknya, maka ia akan mengundang

warga Sikh lainnya dari berbagai kalangan. Ketika ada warga Sikh

dari golongan kurang mampu yang memberikan amplop dengan

nominal yang kecil, maka itu dapat ditolerir oleh warga Sikh yang

mengadakan acara pernikahan tersebut. Selain itu, ketika seorang

warga Sikh yang kurang mampu melaksanakan upacara pernikahan

anaknya, namun tidak mampu membuat pesta yang meriah, maka

semua warga Sikh lainnya selalu bertoleransi dengan tidak

mempermasalahkan masalah tersebut dan tetap datang ke pesta

pernikahan tersebut

f. Stalemate yaitu pencapaian akomodasi dimana pihak-pihak yang

bertikai dan mempunyai keinginan yang sama berhenti pada satu

titik tertentu dan masing-masing dari mereka menahan diri

g. Adjudication yaitu usaha akomodasi yang dilakukan mengalami

jalan buntu sehingga penyelesaiannya menggunakan jalan

pengadilan

3. Asimilasi merupakan proses pencampuran orang-orang yang berasal

dari kebudayaan yang berbeda dimana mereka melepaskan ciri khas

kebudayaannya dan berbaur dalam suatu kebudayaan yang sama dan

(28)

akan ditandai dengan adanya pernikahan antara orang-orang yang

tadinya memiliki kebudayaan yang berlainan, dan terkadang

orang-orang yang tersebut akan memakai dan memberi nama anaknya yang

lebih cocok dan lebih terbiasa dengan nama masyarakat lainnya

dimana tempat ia tinggal. Contoh nyatanya dapat dilihat dari

pernikahan warga Sikh dengan warga pribumi dan kemudian memberi

nama anaknya dengan nama yang tidak lagi menggunakan nama india

dan terkadang malah menggunakan nama yang terkesan

kebarat-baratan dan ada juga yang memberi nama anaknya dengan tidak

mencantumkan kata Singh dan Kaur ketika mendaftarkan anaknya

sekolah dan berbagai keperluan lainnya. Hal ini dikarenakan terjadinya

asimilasi sehingga terjadi perubahan masyarakat Sikh mengikuti

kebiasaan ditempat mereka tinggal. Dalam hal ini proses asimilasi ini

dapat terjadi ketika warga dari kelompok yang berbeda teesebut telah

bergaul secara intensif dan dalam jangka waktu yang relatif lama, dan

masing-masing pihak melakukan penyesuaian terhadap masing-masing

kebudayaannya.

2.2.1.2Proses Disasosiatif

Proses ini merupakan perlawanan yang dilakukan oleh individu maupun

kelompok yang ada pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses disasosiatif

yaitu :

1. Persaingan yaitu proses sosial dimana individu atau kelompok berjuang

dan bersaing untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya

(29)

yang utama biasanya terjadi dalam hal ekonomi. Persaingan ekonomi

ini terjadi karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan

jumlah konsumen yang menghendaki barang ataupun jasa yang

ditawarkan tersebut. Selain itu persaingan ekonomi juga dapat terjadi

apabila terbatasnya jumlah konsumen yang akan membeli barang

maupun menggunakan jasa yang diberikan oleh produsen. Contohnya

saja ketika warga Sikh yang mayoritas bekerja sebagai penjual susu

sapi, sebagai guru privat, maupun menjual alat-alat olahraga.

Persaingan dalam hal ekonomi ini menjadi sangat berat ketika semakin

banyaknya kursus bahasa Inggris dan guru privat yang bahkan dari

kalangan mahasiswa yang biasanya memberikan harga yang lebih

murah sehingga masyarakat lebih memilih ke tempat yang lebih murah.

Ini juga terjadi pada penjual alat-alat olahraga dan penjual susu.

Persaingan terjadi ketika seorang penjual susu yang menjual susu

dengan harga yang sedikit lebih mahal, maka akan ada penjual susu

lainnya yang malah menjual susu dengan harga yang sedikit di bawah

walaupun hanya mendapat keuntungan yang sedikit, namun itu

dilakukan agar mereka dapat mempertahankan kehidupan mereka dan

keluarga mereka.

2. Controvertion yaitu proses sosial yang berada antara persaingan dan

pertentangan ataupun pertikaian. Kontroversi adalah proses sosial

dimana terjadinya pertentangan pada tataran konsep dan wacana,

sedangkan pertentangan atau pertikaian telah memasuki unsur-unsur

(30)

3. Konflik adalah proses sosial dimana individu ataupun kelompok

menyadari adanya perbedaan-perbedaan seperti emosi, pola perilaku,

dan prinsip,. Perbedaan ini dapat mempertajam perbedaan yang ada

hingga menjadi suatu pertentangan dimana pertikaian itu dapat

menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik. (Burhan.2006:58-63).

Kepentingan-kepentingan yang berbeda pun akan menyebabkan

terjadinya konflik. Namun di sisi lain, ada akibat positif yang

ditimbulkan dengan adanya konflik, yaitu mempererat solidaritas dalam

sebuah kelompok. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, maka

solidaritas antar anggota pada masing-masing kelompok akan

meningkat. Konflik dapat terjadi dalam skala yang lebih kecil misalnya

antar orang perorang. Konflik bagi warga Sikh khususnya di Medan

dapat diminimalisir dikarenakan adanya persamaan relijius yang

mendasari bahwa mereka harus saling bekerjasama. Dalam hal ini,

konflik dapat juga diminimalisir dalam hal ekonomi, misalnya saja

ketika bisnis menjadi alat yang menjembatani pekerjaan sehingga

menyebabkan terjadinya kerjasama antar warga Sikh yang satu dengan

warga Sikh yang lainnya. Hal yang juga dapat ditekankan disini adalah

jaringan sosial, dimana warga Sikh yang menjual alat-alat olahraga

biasanya akan membeli alat-alat olahraga dari tempat dimana ia

mengenal warga Sikh tersebut, namun ketika ditempat biasa ia tidak

mendapatkan barang yang diinginkan, maka si pihak kedua tadi akan

mengenalkan orang ketiga yang juga warga Sikh yang menjual alat

(31)

mengutamakan kepercayaan. Disini terjalin interaksi antar ketiga pihak

tersebut. Jaringan ini biasa disebut sebagai jaringan kepentingan.

Jaringan sosial ini lah yang biasanya menjadi penyatu dalam sebuah

kelompok sehingga dapat meminimalisir konflik. Jaringan sosial

terbentuk dalam masyarakat karena pada dasarnya manusia tidak dapat

berhubungan dengan semua manusia yang ada karena hubungan selalu

terbatas pada sejumlah orang tertentu saja. Dalam hal ini, masyarakat

menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan atas unsur kekerabatan,

ketetanggaan maupun pertemanan. Ikatan-ikatan tersebut dapat

berlangsung di antara mereka yang memiliki marga yang sama maupun

dengan marga yang berbeda pula. Selain itu, ada juga jaringan yang

terjalin antar orang-orang yang berada pada golongan kelas maupun

marga yang sederajat. Jadi orang dari kelas yang tinggi akan lebih mau

bekerjasama dengan orang dari kelas yang sepadan dengan dirinya dan

biasanya akan membentuk jaringan sosial berdasarkan status ekonomi.

2.3 Sistem Kasta dan Pelapisan Sosial

Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sosial seakan-akan

terbeku. Walaupun sistem kasta umumnya kita hubungkan dengan agama Hindu

(dan memang ada ahli-ahli yang menyatakan bahwa sistem kasta itu hanya ada di

India ), namun menurut Koentjaraningrat (2005), ada pakar-pakar yang cenderung

memberi batasan yang lebih luas pada paham kasta, yaitu sebagai sistem pelapisan

sosial dengan ciri ciri sebagai berikut:

(32)

b. Endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama

c. Larangan pergaulan dengan warga dari kasta rendah yang dikuatkan

dengan sanksi hukum dan agama. Terutama larangan bergaul dengan

anggota masyarakat yang dianggap hina inilah yang tampak mencolok

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India.

Sistem kasta di India memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu.

Dari dulu telah diketahui bahwa ada 4 macam kasta yang disebut sebagai varna.

Brahmana yaitu kasta para pendeta, ksatria yaitu kasta para kaum bangsawan dan

tentara, kasta vaisya adalah kasta para pedagang ,dan sudra adalah kasta rakyat

jelata. Selain keempat kasta itu masih ada lagi orang orang Paria yang tidak

berkasta dan dianggap najis dan tidak termasuk dalam varna. Dalam kehiudpan

masyarakat di India, sistem kasta ini masih sangat dipegang teguh, dengan

susunan kasta yang jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan penuturan yang ada

di buku-buku (Koentjaraningrat.2005:166).

Masyarakat bukan saja suatu struktur sosial stabil, tetapi suatu struktur

yang berkembang dan berubah terus menerus sebagai akibat dari kekuatan hukum

masyarakat yang disebut proses sosial dan perubahan sosial baik dalam proses

yang cepat maupun lambat. Laju proses sosial dan perubahan sosial itu sendiri

tidak terlepas dari perubahan sosio kultural, bahkan justru karena dipengaruhi

secara langsung oleh sosio budaya, teristimewa apabila kebudayaan asli bertemu

dengan kebudayaan asing. Dari antar unsur-unsur kebudayaan yang ada, agama

memainkan peranan dominan atas masyarakat baik itu agama asli maupun agama

(33)

masyarakat melalui lapisan-lapisan sosial, demikian pula agama sebagai unsur

kebudayaan religius hanya dapat masuk meresap dalam masyarakat melalui

lapisan-lapisan masyarakat.

Walaupun agama Sikh lahir karena menginginkan adanya persamaan

derajat antar semua manusia, namun kenyataannya budaya dari Hindu masih

terbawa dalam masyarakat Sikh. Pemeluk agama Sikh digolongkan ke dalam

kasta Ksatria yaitu kasta kaum bangsawan dan kaum pejuang. Masyarakat Sikh

memang tidak membedakan individunya berdasarkan golongan kasta, namun

membedakannya berdasarkan golongan marga sesuai dengan tingkatannya

masing-masing.

Dalam hal ini, agama Hindu mempercayai sistem pemujaan terhadap

patung yang dianggap sebagai dewa dan dewi mereka, sedangkan dalam agama

Sikh hanya mengakui adanya satu Tuhan. Ajaran ini disebut sebagai

monotheisme, yaitu anggapan yang berkeyakinan hanya ada satu Tuhan.

Walaupun begitu, agama ini tetap menghormati tokoh-tokoh yang ada dalam

agama Hindu seperti Rama, Khrisna, dan dewa-dewi lainnya yang tertulis dalam

kitab suci granth Sahib. Ajaran akan adanya satu Tuhan tertuang dalam setiap doa

dalam ajaran Sikh yang disebut Ek Onkar (Mohan.MajalahRaditya.2009:139).

2.4 Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan konsep yang melihat bagaimana anggota

masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki

oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat tanpa suatu usaha dan ada yang

(34)

stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka, dapat terjadi mobilitas sosial.

sedangkan pada stratifikasi tertutup tidak dapat terjadi mobilitas sosial.

Dua kesimpulan penting berkenaan dengan hubungan antara agama

dengan stratifikasi sosial diperoleh dari hasil penelitian Max Weber tentang

agama-agama dunia: yang pertama terdapat dalam sejarah agama Kristen, Yahudi,

Islam, Hindu, Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme – suatu hubungan yang jelas

dan dapat diamati diantara posisi sosial dengan kecenderungan menerima

pandangan keagamaan yang berbeda. Yang kedua, ini bukanlah suatu penentuan

yang tepat tentang pandangan keagamaan oleh stratifikasi sosial. Sebagai misal,

kelas menengah rendah, yang dianggap Max Weber memainkan peranan strategis

dalam sejarah agama Kristen, melihatkan suatu kecenderungan yang pasti ke arah

congregational religion, ke arah agama keselamatan, dan akhirnya ke arah agama

etika rasional. Ini berbeda sekali dengan kecenderungan keagamaan kaum petani.

Tetapi Max Weber menjelaskan hal ini jauh dari setiap determinisme yang serupa.

Dia menegaskan bahwa dalam kelas menengah rendah, dan khususnya di

kalangan pengrajin, terdapat perbedaan besar yang saling berdampingan, dan

bahwa para pengrajin ini memperlihatkan suatu diversifikasi yang sangat nyata.

Kita akan memperoleh pandangan yang lebih konkrit tentang apa yang

terdapat dalam hubungan agama dengan stratifikasi sosial jika kita

memperhatikan apa yang harus dikatakan Max Weber tentang agama dari

berbagai kelas yang diamatinya. Menurut Max Weber, semakin tinggi posisi

privilese kelas seseorang maka semakin kurang kemungkinan mereka untuk

(35)

Berdasarkan status yang dimiliki dalam masyarakat maka sistem pelapisan

kasta merupakan status yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Status ini

berkaitan dengan kelas sosial seseorang seperti anak seorang Sikh yang lahir di

keluarga dengan marga yang berada di golongan “Jatt” maka akan mendapatkan

status yang tinggi dalam masyarakat Sikh. Dalam artian ini seseorang hanya dapat

menjadi anggota suatu golongan melalui kelahiran, ia hanya dapat menikah

dengan orang dari golongan yang sama. Bagi orang yang menjadi golongan atau

kasta yang rendah akan cenderung menerima kedudukanya lebih rendah di

masyarakat. Perbedaan status juga dapat tercermin dari cara menyapa, cara

berbahasa dan cara bergaya dalam masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto (1982), semua manusia dapat dianggap

sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan

kelompok-kelompok sosial, hal ini tidak demikian. Pembedaan atas lapisan lapisan ini

merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap

masyarakat. Mengenai sumber dasar dari terbentuknya stratifikasi dalam

masyarakat adalah suku bangsa (etnis) dan unsur sosial. Stratifikasi yang

terbentuk bersumber dari etnis apabila ada dua atau lebih grup etnis, dimana grup

etnis yang satu menguasai etnis yang lainnya dalam waktu yang relatif lama.

Sedangkan stratifikasi yang terbentuk dari sumber sosial karena adanya tuntuntan

masyarakat terhadap faktor-faktor sosial tertentu. Faktor-faktor itu merupakan

ukuran yang biasanya ditetapkan masyarakat berdasarkan sistem nilai yang

dipandang berharga. Faktor sosial yang berharga itu kemudian dimasukkan pada

level tertentu sesuai dengan tinggi rendahnya daya guna yang dibutuhkan

(36)

Ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya

stratifikasi sosial menurut Abdulsyani (2007), yaitu antara lain :

1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai

bentuk dan ukuran: artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat

dilihat dari nilai kekayaan seseorang di dalam masyarakat itu

2. Status atas dasar fungsi dalm pekerjaan; misalnya sebagai dokter,

dosen, buruh atau pekerja teknis dan sebagainya; semua ini sangat

menentukan status seseorang dalam masyarakat

3. Kesalahan seseorang dalam beragama; jika seseorang

sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka

status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat

4. Status dasar keturunan artinya keturunan dari orang yang dianggap

terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang memiliki status tinggi

dalam masyarakat

5. Latar belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang

tinggal pada suatu tempat; pada umumnya seseorang sebagai pendirian

seseuatu kampung atau pergaulan tertentu biasanya dianggap

masyarakat sebagai orang yang berstatus tinggi, terhormat, dan

disegani

6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang; pada umumnya

seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang

tinggi statusnya dalam masyarakat. Begitu juga dengan jenis kelamin;

laki laki pada umumnya dianggap lebih tinggi statusnya dalam

(37)

Dari beberapa ciri diatas terkadang berproses di dalam berbagai kondisi

sosial masyarakat misalnya perbedaan ciri biologis, etnis, ataupun ras, dan apabila

diantaranya terdapat kelompok yang mampu menguasai yang lainnya, dapat

terjadi perbedaan status yang mengarah pada stratifikasi sosial. Bisa juga

tumbuhnya stratifikasi bermula dari kondisi kelangkaan alokasi hak dan

kesempatan, ataupun perbedaan posisi, kekuasaan dalam waktu yang sama,

kesemuanya itu dapat mengakibatkan terbentuknya stratifikasi sosial.

(Abdulsyani.2007: 85-86).

Berdasarkan stratifikasi yang ada, dalam masyarakat Sikh dikenal adanya

tingkatan golongan berdasarkan marga yang didasarkan pada jenis pekerjaan

masyarakat Sikh terdahulu yang ada di India, yaitu :

a. Jatt yaitu golongan pekerja dalam bidang pertanian, biasa dianggap

sebagai tuan tanah

b. Ramgharia yaitu golongan pekerja dalam bidang perdagangan atau

biasa disebut dengan pedagang

c. Tarkhan yaitu golongan pekerja dalam bidang perkayuan atau disebut

sebagai tukang kayu

d. Nai yaitu golongan pekerja yang disebut sebagai tukang pangkas atau

tukang cukur

e. Mere yaitu golongan pekerja yang dikenal sebagai tukang cuci

f. Mejhbi yaitu golongan pekerja yang biasa membersihkan rumah,

mengangkat kotoran sapi, dan mengangkat air ataupun bertugas

(38)

Dari masyarakat yang ada di Indonesia khususnya Medan, golongan

terbanyak adalah Jatt yaitu golongan marga tertinggi dalam masyarakat Sikh, lalu

diikuti oleh Mere dan golongan Nai. Golongan diatas, hanya didasarkan pada

jenis pekerjaan, namun itu tidak menjadi patokan pada golongan tersebut untuk

bekerja di bidang yang telah dituliskan tersebut. Jadi belum tentu masyarakat

golongan Mere dan Nai yang bekerja sesuai pekerjaan diatas, karena ada juga Nai

dan Mere yang bekerja sebagai dokter, serta guru privat. Ini terjadi karena proses

perubahan masyarakat ke arah yang lebih modern.

2.5 Nilai Kesetaraan dalam agama Sikh dan Implementasinya

Pada masyarakat Sikh juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pedoman

dalam kehidupan masyarakat Sikh sehari-hari. Nilai-nilai ini telah ada sejak nabi

pertama memperkenalkan agama Sikh. Ketika perbedaan kelas yang sangat kaku

dan ketika ikatan sistem kasta di India telah ketat dibagi oleh orang-orang

khususnya masyarakat beragama Hindu, Guru Nanak sebagai nabi pertama dalam

agama Sikh mengajarkan kesetaraan dan persaudaraan. Pada masa Guru Nanak,

sikap dan penghargaan terhadap ajaran agama yang lain telah dimulai. Bahkan

guru nanak mempunyai 2 sahabat yang sangat dekat yaitu Bhai Bala seorang

Hindu dan Bhai Mardhana seorang Muslim selama misinya bagi persatuan

universal. Dalam kitab suci Sri Guru Granth Sahib terdapat Hymne dari Kabir

seorang Muslim dan Ravidas dari Hindu. Farid Sadhana, Namdev dan Dhana

semuanya diterima baik dalam pengakuan Sikhisme tanpa memandang kasta,

kelas, warna kulit, ras dan jenis kelamin, semua diperlakukan sama.

Guru Nanak sebagai nabi pertama berkotbah kepada seluruh manusia dari

(39)

mengkhotbahkan agama kasih, pelayanan dan pengorbanan. Kesetaraan penuh

bagi semua manusia dinyatakan oleh nabi Sikh sebagai prinsip moral yang

mendasar untuk mengatur hubungan sosial dan komunikasi.

Menurut Tommy Santokh Singh dalam buku Qasim (2005), pada masa

guru keempat, Guru Ram Das, nilai-nilai toleransi terhadap kepercayaan dan

agama lain telah terlihat dalam perjalanan sejarah Sikh. Guru ram Das yang

terkenal karena pada masa hidupnya membangun Gurdwara Harmandir Sahib

yang terkenal dengan Kuil Emas di Amritsar, kota suci umat Sikh. Guru Ram Das

pada saat itu telah meminta sahabatnya Mia Mir, seorang penganut agama Islam,

untuk meletakkan batu pertama pembangunan Kuil Emas yang penyelesaiannya

memakan waktu 12 tahun.

Dalam agama Sikh tidak ada kelas-kelas pendeta maupun hierarki agama.

Setiap pria maupun wanita dibenarkan mengambil bagian dalam setiap upacara

agama ataupun menjadi pemimpin upacara tersebut. Gurdwara merupakan rumah

ibadah bagi umat Sikh yang dilengkapi dengan aula dapur umum yang disebut

dengan Guru ka Langgar yang menyiapkan makanan vegetarian bagi setiap orang

yang hadir tanpa memandang kedudukan sosial, kasta, jenis kelamin, pangkat

maupun agamanya (Tommy dalam Qasim.2005:38).

Guru Nanak dan para nabi Sikh lainnya mengatakan bahwa tidak ada

perbedaan mendasar antara orang-orang dari kasta yang berbeda dalam hal

konstitusi fisik. Dalam sebuah diskusi polemik dengan Brahmana, Kabir berkata:

“Bagaimana Anda seorang Brahmana, dan saya kasta rendah? Apakah

saya memiliki darah dalam pembuluh saya dan Anda memiliki susu?”

(40)

Ini menunjukkan bahwa terdapat argumen atau klaim oleh orang-orang

yang berada pada kasta tinggi yang menyatakan bahwa ada perbedaan fisik antara

manusia dari kasta yang berbeda. Guru Nanak menunjukkan bahwa hukum alam

tidak bereaksi berbeda terhadap manusia yang berada pada kasta yang lebih

tinggi. Karena alam tidak menciptakan diskriminasi dalam mendukung manusia

dari kasta yang lebih tinggi dengan mengakui keunggulan dalam cara apapun, jadi

mitos superioritas kasta jelas dilihat sebagai buatan manusia. Guru Nanak sangat

meyakini bahwa kasta sebagai anomali sosial dan kejahatan ketika ia mengatakan:

“Setiap orang mengatakan bahwa ada empat kasta, tetapi mengatakan

nama Tuhan bagi semua; yang sama adalah tanah liat. Ada lima elemen

yang membentuk bentuk tubuh, dan siapa yang bisa mengatakan siapa

yang memiliki kurang dari atau lebih?”(Rag Bhairon Mohalla 3, p-1128)

Guru Nanak membantah bahwa kasta itu lazim dari awal. Dalam keadaan

primordial :

“Tidak ada manusia dari kasta atau kelahiran dapat dilihat... Tidak ada

perbedaan warna atau Brahman atau Khasatriya ...” (Maru Mohalla 1,

p-1035-1036).

Klaim bahwa orang-orang dari kasta yang berbeda telah memancar dari

bagian yang berbeda dari manusia purba juga ditolak oleh Guru Nanak. Guru

Nanak mengatakan bahwa dalam kasta tidak asa pertimbangan kesadaran

spiritual, dan bahwa individu yang berasal dari kasta yang rendah tidak perlu

menunggu untuk dilahirkan kembali di kelas atau kasta yang berikutnya yang

(41)

yang merenungkan Tuhan, tanpa mengingat kasta, maka ia akan diberkati oleh

Tuhan.

Sedangkan nabi kesepuluh, Guru Gobind Singh, menyatakan sebuah kasta

itu tabu dalam Khalsa. Dalam Akal Ustat, ia menyatakan, "tidak ada pertimbangan

keanggotaan kasta atau varna. " Dia juga menulis, "Jangan mengadopsi kebiasaan

kepercayaan apa pun, tetapi mereka harus menabur benih-benih cinta yang murni

dari Tuhan." (Vachitar Natak, chapt.6 ayat 34). Ini menunjukkan, kesamaan

fundamental dari semua orang dipastikan dengan tiket masuk gratis dan sukarela

dalam urutan Khalsa (Sikh).

Dalam hal ini, kekayaan juga menjadi penentu utama dari kelas sosial

terhadap kelahiran dalam kasus sistem kasta. Dalam Sikhisme, hubungan antara

kelas berdasarkan sumber-sumber ekonomi disediakan dalam hal kesetaraan.

Guru Nanak menolak gagasan superioritas kelas ekonomi yang lebih baik

ditempatkan atas orang lain. Guru Nanak mengatakan :

“Orang yang mengenal Tuhan akan melihat semua orang sebagai sama,

sebagai angin yang berhembus secara teratur dan seperti raja.” (Gauri

Sukhmani Mohalla 5, 8-1, p-272).

Jadi dalam Sikhisme kelas yang lebih tinggi tidak diatur oleh kode etik

yang terpisah, tetapi semua orang, kaya atau miskin, berhak atas penilaian sama

nilai dan kesetaraan sosial. Karena kematian adalah menyamaratakan itu, Guru

Nanak menyoroti gagasan ini:

“Seseorang tidak hidup selamanya di dunia. Baik raja maupun pengemis,

(42)

Kebutuhan pengakuan martabat manusia, terlepas dari kelas ekonomi, juga

ditekankan dalam anekdot dari biografi Guru Nanak dimana disebutkan kisah

Bhai Lalo dan Malik Bhago. Dalam insiden ini Guru Nanak menolak makan

malam yang agak mewah bagi Malik Bhago sedangkan memberikan roti gandum

biasa pada Bhai Lalo. Pesan yang dapat diambil bahwa kaum miskin tidak

seharusnya diperlakukan sebagai rendah, semua harus diperlakukan sebagai sama

terlepas dari sumber daya material mereka (Sikh Missionary

Center.1990:275-278).

Guru Gobind Singh sebagai nabi terakhir melarang setiap umat-Nya untuk

merokok, meminum minuman keras, memotong rambut serta melakukan

hubungan pernikahan di luar nikah. Ini memang menjadi nilai utama dalam ajaran

agama Sikh. Selain itu, Guru Gobind Singh sebagai guru terkahir juga melarang

akan adanya perbedaan manusia berdasarkan kasta maupun tingkatan

ekonominya. Namun, hal-hal yang berlangsung dewasa ini tidaklah sesuai dengan

ajaran yang disampaikan oleh para nabi Sikh karena banyak umat Sikh yang

melanggar nilai-nilai tersebut.

Dalam agama Sikh dilarang adanya pemotongan rambut baik oleh laki-laki

maupun perempuan. Namun seiring perkembangan zaman, hal tersebut sudah

tidak berlaku lagi karena banyak masyarakat Sikh yang telah mengikuti gaya

hidup modern sehingga memangkas rambutnya dan tidak jarang para lelaki Sikh

akan berpenampilan botak, sedangkan para perempuan akan memangkas

rambutnya sependek mungkin.

Selain itu mengenai perihal merokok dan minum minuman keras, banyak

(43)

masyarakat Sikh yang meminum minuman keras. Terkadang minuman keras ini

juga menjadi salah satu minuman yang dihidangkan pada resepsi pernikahan.

Padahal menurut agama, ini jelas dilarang. Pemuda-pemuda Sikh yang merokok

biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan apabila hal ini diketahui oleh

masyarakat Sikh lainnya, maka hal ini biasanya akan diperbincangkan, dan

keluarga si pemuda juga akan mendapat malu. Selain itu, para orangtua dari

wanita juga akan berpikir beberapa kali untuk memberikan anak perempuannya

dengan pemuda yang merokok karena tidak mau dicemooh oleh masyarakat Sikh

lainnya apabila anak perempuannya menikah dengan pemuda yang dianggap

melanggar ajaran agama Sikh.

Mengenai perihal perbedaan kelas, para nabi dalam agama Sikh telah

menjelaskan bahwa semua manusia itu dilahirkan oleh satu Tuhan sehingga tidak

ada perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Namun ini tidak

terjadi dalam kehidupan nyata karena pengaruh dari budaya Hindu menyebabkan

masyarakat Sikh membagi individu nya berdasarkan golongan marga, dimana

terdapat sekitar 3000 marga yang berbeda, dan ini terbagi lagi ke dalam urutan

berdasarkan golongan. Sistem pernikahan yang dilakukan oleh kebanyakan

masyarakat Sikh juga masih didasarkan atas persamaan golongan marga. Apabila

orang dari marga golongan tinggi menikah dengan golongan rendah, maka akan

mendapat gunjingan dan cemooh dari masyarakat Sikh lainnya. Selain itu, ada

juga masyarakat Sikh yang menikah dengan suku maupun agama lain. Hal ini

juga akan dicemooh, namun ketika individu dari non Sikh itu mau menjadi Sikh,

maka cemooh yang didapat tidaklah sebesar ketika individu Sikh tersebut yang

(44)

berlangsung selama beberapa saat, namun bisa berlangsung hingga beberapa

generasi ke depan. Jadi ketika seorang Sikh menikah dengan non Sikh dan

meninggalkan agama Sikh, maka ia akan mendapat pengucilan dan tidak jarang

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan menggunakan

pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari

penelitian kualitatif ini adalah agar lebih dapat memahami masalah yang akan

diteliti sehingga dapat memberikan gambaran serta penjelasan yang tepat terhadap

masalah yang akan diteliti. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif ini

dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diamati dan digambarkan serta

dijelaskan dengan maksud mengetahui hasil dari masalah yang diteliti. Dalam

masalah ini, yang dijelaskan adalah pola interaksi antar marga yang ada pada

komunitas agama Sikh di Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan

Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 2 daerah, yaitu di Kecamatan Medan Sunggal,

Kelurahan Sunggal dan di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo.

Adapun alasan peneliti untuk meneliti di tempat tersebut adalah karena

Kecamatan Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia

Kelurahan Sari Rejo merupakan tempat tinggal bagi 55 keluarga beragama Sikh

yang memiliki marga yang berbeda-beda.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

(46)

ataupun objek kajian dalam penelitian ini adalah 55 keluarga beragama Sikh yang

bermukim di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo dan di Kecamatan

Medan Sunggal Kelurahan Sunggal yang bermarga Aulakh, Baath, Bajwa, Brar,

Butter, Chahal, Cheema, Dhillon, Ghuman, Gill, Randhawa, serta Sandhu, lalu

tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta 16 orang pengurus Yayasan Sosial Sikh

Gurdwara Shri Guru Arjun Dev Ji.

3.3.2 Informan

Yang menjadi informan pada penelitian ini adalah :

1. Warga Sikh yang telah tinggal selama kurang lebih 5 tahun di Kecamatan

Medan Sunggal Kelurahan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia

Kelurahan Sari Rejo dan mengetahui seluk-beluk kehidupan masyarakat

Sikh di daerah tempat mereka tinggal

2. Tokoh agama Sikh dan Tokoh Masyarakat Sikh

3. Pengurus Yayasan Sosial Sikh Gurdwara Shri Guru Arjun Dev Ji yang

berpusat di Kecamatan Medan Polonia Kelurahan Sari Rejo

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan-permasalahan yang

bersangkutan. Di dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah data primer dan data sekunder, yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Data primer yaitu data yang didapat dengan cara melakukan penelitian

lapangan, yaitu pengumpulan data dengan langsung terjun ke lokasi

(47)

1.1Participant observer/ observasi partisipasi, adalah kegiatan keseharian

manusia dengan menggunakan panca indra sebagai alat bantu

utamanya. Observasi partisipasi yang dimaksud adalah pengumpulan

data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung

hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan

objek pengamatan. Dengan demikian pengamat betul-betul menyelami

kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat

kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka

(Burhan.2007:115-116).

1.2 Wawancara mendalam (depth interview), yaitu proses tanya jawab

yang dilakukan peneliti kepada informan untuk lebih dapat menggali

data secara lebih lengkap.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari objek penelitian secara tidak

langsung. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan

mengumpulkan data dari buku, artikel, surat kabar, internet, maupun

media lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan memilah

dan mengelompokkan data yang telah dikumpulkan dari lapangan melalui

pengamatan maupun wawancara, dan maupun dari studi kepustakaan yang ada.

Setelah semua data dikumpul dan dikelompokkan, lalu data dipisahkan dan

(48)

3.6 Jadwal Kegiatan

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

Pra survey √

Acc judul √

Penyusunan proposal √ √

Seminar proposal √

Revisi proposal √

Penelitian lapangan √ √ √

Pengumpulan dan

analisis data

√ √

Bimbingan skripsi √ √ √

Sidang meja hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Adapun yang menjadi keterbatasan penulis dalam penelitian ini adalah

karena penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian

sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data.

Kendala tersebut dapat diatasi melalui proses bimbingan dengan dosen

pembimbing, serta penulis juga berusaha mencari informasi dari berbagai sumber

yang dapat mendukung proses penelitian ini. Selain itu terbatasnya waktu yang

(49)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN PROFIL INFORMAN

4.1 Deskripsi Wilayah

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar atau sekitar 3,6 % dari pusat

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Kota Medan merupakan ibukota propinsi

dari Sumatera Utara, dimana iklim yang dimiliki oleh kota Medan merupakan

iklim tropis. Letak geografis kota Medan yaitu sebelah utara berbatasan dengan

Selat Malaka, sedangkan sebelah selatan, barat, dan timur berbatasan dengan

Kabupaten Deli Serdang. Kota Medan pada saat ini semakin berkembang pesat,

baik dari segi sosial ekonomi, maupun dari segi luas wilayah.

Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki

keberagaman agama dan etnis. Keanekaragaman etnis dan agama di Medan ini

dapat dilihat dari sarana peribadatan yang tersebar di seluruh wilayah di kota

Medan. Keberagaman ini juga menjadi satu hal yang menentukan jenis mata

pencaharian tiap etnis. Misalnya saja etnis Tionghoa yang mendominasi

perdagangan dalam segala hal. Dan etnis Punjabi yang mendominasi sebagai

penjual susu dan pemelihara ternak sapi, guru bahasa Inggris terutama sebagai

guru privat, dan pemilik toko alat sports yang menjual berbagai macam keperluan

alat-alat olahraga.

4.2Kelurahan Sunggal

Kelurahan Sunggal adalah salah satu kelurahan yang terletak di

Kecamatan Medan Sunggal, dimana kelurahan Sunggal ini terdiri dari 14

(50)

Batas-batas dari kelurahan Sunggal yaitu : sebelah utara berbatas dengan

kelurahan Lalang kecamatan Medan Sunggal, lalu sebelah selatan berbatas dengan

kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang, sebelah barat berbatas

dengan kelurahan Sungai Belawan, sedangkan sebelah timur berbatas dengan

kelurahan Sei Sikambing B kecamatan Medan Sunggal.

4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan Sunggal yaitu

sebanyak 35.698 jiwa, yang tersebar di 14 lingkungan. Jumlah penduduk yang

tinggal di kelurahan Sunggal berdasarkan agama yaitu :

No Agama Jumlah Penganut Persentase

1. Islam 11.917 jiwa 33,38%

2. Kristen Protestan 6.746 jiwa 18,90%

3. Katolik 5.341 jiwa 14,96%

4. Hindu 6.796 jiwa 19,04%

5. Buddha 4.898 jiwa 13,72%

Jumlah 35.698 jiwa 100%

Sumber : data dari kantor Lurah Sunggal tahun 2011

4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-Laki 17.905 jiwa 50,16%

2. Perempuan 17.793 jiwa 49,84%

Jumlah 35.698 jiwa 100%

Gambar

Gambar upacara penaikan bendera dimana semua warga Sikh dari berbagai

Referensi

Dokumen terkait

Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan, maka diperlukan pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti

Media sosial merupakan situs yang berbasis 2.0 yang dapat membuat pengguna web untuk saling berinteraksi dan kolaborasi satu sama lain dalam dialog media sosial sebagai

Lebih lanjut, tesis ini akan diberi judul, “Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Ayat-Ayat Asa Di Waar dalam Ibadah Mingguan Umat Sikh di.. Gurdwara Tegh Bahadar ,

Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada

Berdasarkan ayat diatas bisa diketahui bahwa Allah SWT menciptakan kita manusia berbeda-beda untuk saling mengenal satu sama lain. Salah satu cara untuk mengenal satu sama

Guru Nanak merupakan salah wsatu guru yang banyak memberi ajaran yang di masukkan ke dalam kitab suci agama Sikh, yang dimana dalam kesehariannya mereka

Sedangkan untuk mempertahankan dan memelihara ikatan sosial dengan warga masyarakat yang berbeda agama dilakukan dengan cara saling mengundang dalam kegiatan

Dari penelitian, perubahan yang menyebabkan transformasi pada penggunaan kubah kuil Sikh dapat dilihat pada sebuah bentuk gurdwara yang tetap mengikuti sebuah