• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan : Kajian Struktural Melodi dan Tekstual"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar

Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki budaya, yang digunakan sebagai respon dalam menjawab tantangan alam. Kebudayaan ini mencakup semua unsurnya seperti bahasa, organisasi sosial dan politik, teknologi, pendidikan, ekonomi, kesenian, dan agama atau sistem religi. Kesemua unsur ini diwujudkan dalam bentuk gagasan atau ide, aktivitas atau kegiatan, dan juga benda-benda atau artefak.

Dalam sistem religi misalnya, sebelum datangnya agama-agama besar dunia di Sumatera Utara, masyarakat di kawasan ini mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tertentu. Mereka juga mempercayai roh-roh nenek moyang yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu mereka selalu memuja roh-roh nenek moyangnya. Sistem kepercayaan dinamisme dan animisme seperti itu masih dapat dilacak sisa-sisanya pada berbagai sistem religi yang dianut masyarakat natif Sumatera Utara, misalnya dalam Pemena, Parmalim, atau juga Perbegu.

(2)

dapat dilacak melalui keturunan seperti marga Sembiring Brahmana, Colia, juga berbagai terminologi yang berkaitan dengan peradaban India sperti debata, nariiti, daksina, dan lainnya. Juga dalam bentuk artefak seperti Candi Portibi di Tapanuli bahagian Selatan.

Namun demikian, Sumatera Utara sebagai daerah tujuan migrasi berbagai etnik Nusantara dan Dunia, mengalami berbagai polarisasi keagamaan. Masyarakat natifnya menganut agama Islam dan Kristen, dengan berbagai kontinuitasnya yang diperoleh dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Selain itu ada pula kelompok-kelompok etnik pendatang yang membawa budaya dan agamanya di kawasan ini. Misalnya orang Bali membawa agama Hindu Dharma Bali, orang-orang dari Indonesia Timur membawa agama Kristen Protestan yang terintegrasi dalam Gereja Protestan Indonesia Bahagian Barat (GPIB), orang-orang Tionghoa yang membawa agama Budha (berkarakter budaya China) juga Taoisme, Konfusianisme, dan lainnya. Demikian pula masyarakat yang berasal dari India seperti suku Tamil, Hindustani, dan lainnya membawa agama Hindu, Islam, dan Sikh, yang tentu saja berkarakter budaya India. Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, dengan fokus perhatian pada kajian struktur melodis dan tekstual.

Sikh merupakan agama yang berasal dari Punjab India yang didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji1

1

Guru Nanak Dev Ji adalah Guru pertama dan juga salah satu pendiri agama Sikh. Beliau hidup di masa pertengahan abad kelima belas sampai tiga dasawarsa awal abad keenambelas. Beliau dianggp orang suci, yang membawa perintah-perintah Tuhan Yang maha Esa untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat nantinya.

(3)

demikian ia menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Hindu dan Islam, yaitu memakai ritual keagamaan terutama dari agama Hindu dan memiliki konsep monoteisme (bertuhan satu saja) seperti agama Islam.

Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Masuk melalui pedagang-pedagang India asal Punjabi pada awal abad 19. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Di Indonesia, agama Sikh berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Tengku Luckman Sinar (1991) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini juga membawa serta kebudayaannya antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1980:203-204).

Ada tiga bagian dalam setiap ibadah Sikh, yaitu : (1) Asadivaar, (2) Kirtan, dan (3) Ardas. Asadivaar, adalah nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib,2

Kirtan adalah bagian kedua pada ibadah Sikh, Kirtan lebih bersifat kontekstual, artinya lirik dan melodi tergantung pada upacara/ibadah apa yang

lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut.

2Guru Granth Sahib

(4)

sedang berlangsung di Gurdwara. Apabila upacara kematian maka lirik dan melodi musiknya akan terdengar sedih, sedangkan apabila upacara perkawinan isinya akan tentang kebahagiaan, setiap liriknya diambil dari Guru Granth Sahib.

Kemudian Ardas adalah bagian terakhir pada setiap ibadah umat Sikh. Ardas

adalah pembacaan ayat tanpa menggunakan alat musik oleh Bhai.3

Menurut penjelasan para informan, setiap harinya penganut agama Sikh di India melakukan ketiga bagian ibadah ini di Gurdwara. Di Indonesia agak berbeda, yaitu dipusatkan pada hari minggu di setiap Gurdwara, karena hari tersebut adalah hari libur nasional.

Gaya membacanya dapat dideskripsikan sebagai teknik chanting yaitu penyajian teks-teks keagamaan yang dibawakan secara melodis.

Ardas, Kirtan, dan Asadivaar merupakan cara masyarakat Sikh untuk dekat kepada Waheguru.4

Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang Kirtan pada Ibadah mingguan Sikh. Kirtan merupakan salah satu ritual penting dalam kehidupan keagamaan Sikh yang diturunkan oleh kesepuluh Guru

Asadivaar dan Kirtan adalah nyanyian yang diiringi oleh melodi musik harmonium, ritme tabla, dan terkadang juga dengan iringan simbal kecil sebagai pembawa tempo. Sedangkan Ardas merupakan doa penutup yang berisi permohonan maaf sekiranya saat ibadah mereka melakukan kesalahan dan harapan mereka terhadap Waheguru.

5

3

Istilah ini merujuk kepada pengertian yaitu pendeta pada agama Sikh. Tgas pokoknya adalah menyampaikan ajaran-ajaran guru Sikh kepada umatnya. Juga mempimpin ibadah-ibadah agama Sikh baik di Gurdwara atau tempat-tempat lainnya.

pendiri agama ini. Kirtan

4Waheguru

adalah nama Tuhan penganut agama Sikh. Penyebutan nama-nama Tuhan ini, dalam konteks agama-agama di dunia juga muncul berbagai sebutan. Dalam agama Islam, Tuhan mereka disebut dengan Allah. kemudian pada umat Yahudi, Tuhan ini disebut dengan Yahweh. Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Kuasa disebut dengan Sang Hyang Widhi (dalam agama Hindu Dharma Bali ditambahi dengan Sang Hyang Widhi Wase). Dalam religi Parrmalim di Sumatera Utara, Tuhan disebut dengan Debata Mula Jadi na Bolon.

5

(5)

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi,

Sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan di dalam Kitab Veda6

Dalam Kirtan mereka menyanyikan Gurbani

untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. 7

yang berasal dari kitab Guru Granth Sahib dan buku Amrit Kirtan8

Gurdwara

. Gurbani merupakan peninggalan dari kesepuluh Guru Sikh pendahulu mereka. Bhai menyanyikan Kirtan sambil memainkan harmonium, dan diiringi dengan pemain tabla oleh Bhai yang lain sambil menyanyikan Kirtan. Setiap orang dapat melakukan Kirtan, tidak ada batasan dan aturan tertentu dalam melakukannya. Saat Bhai melakukan Kirtan, para jemaah dapat juga menyanyikannya bersama-sama.

9

Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, (8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji.

(tempat ibadah Sikh) merupakan pusat peribadatan kaum Sikh, setiap minggunya selalu ada ibadah yang dilakukan disini. Dimulai dari kegiatan

Asadivar, Kirtan dan Ardas, setiap kaum Sikh datang untuk melakukan kegiatan ini,

6

Kitab suci agama Hindu disebut Veda atau dalam sebutan bahasa Indonesia Weda. Kitab initerdiri dari: Rig Veda, Yajur Veda, Atharva Veda, dan Sama Veda. Menurut Malm (1977) Rig Veda

adalah teks suci keagaamn Hindu dalam bentuk yang paling awal dan tetap dipertahankan. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sama Veda terdiri dari teks-teks pilihan dari sumber yang yang dipergunakan pada upacara keagamaan Hindu. Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera.

Rig Veda dan Sama Veda di India dapat dianalogikan dengan lagu-lagu tradisi keagamaan di barat pada Gereja Katolik dan Kristen Ortodoks, meskipun kedua bentuk ini nyatanya dipertunjukkan dan diketahui oleh hanya sekelompok orang tertentu saja. Teks-teks dan teori awalnya dianggap sebagai dasar dari beberapa gaya yang lebih akhir.

7Gurbani

adalah tulisan suci kaum Sikh, Gurbani dapat diartikan juga sebagai kata-kata Tuhan. Gurbani ini dipandang sebagai wahyu dan perkataan Tuhan yang dijelmakan dalam bentuk tulisan, yang diajarkan dari satu generasi ke generasi umat Sikh berikutnya.

8

Amrit Kirtan adalah buku yang berisikan lirik-lirik Kirtan yang diambil dari kitab induknya yaitu Guru Granth Sahib.

9Gurdwara

(6)

walaupun tidak semua hal dipertahankan seperti aslinya, misalnya kegiatan Asadivar

yang seharusnya dilakukan pada pagi-pagi subuh sebelum matahari terbit tetapi pada

Gurdwara Polonia dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk menunggu kedatangan umat terlebih dahulu.10

Berdasarkan wawancara dengan Maninder Singh dan Balwant Singh (Bhai

sementara di Gurdwara Tegh Bahadur), setiap orang dapat melakukan Kirtan, mereka dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja, walaupun ternyata setelah wawancara lebih lanjut Kirtan itu dinyanyikan berdasarkan waktu-waktu tertentu.

Kirtan adalah cara dimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam Kirtan

kita memuji Tuhan, memuliakan keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah. Ini disebut strofik. Atau dengan kata lain, Kirtan lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic (logogenik).11

Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat 1990: 376-378). Emosi keagamaan

10

Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang penulis lakukan dengan para informan dan jemaah di Gurdwara Tegh Bahadur.

11Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia,

(7)

yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada Kirtan yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritme, dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur di Kelurahan Polonia Medan.

Dari kenyataan religius, sosial, dan budaya seperti tergambar di atas, maka pembacaan Kirtan dalam ibadah mingguan umat Sikh di Medan amatlah menarik untuk dikaji menurut etnomusikologi, sebagai ilmu dasar penulis selama kuliah di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bahwa pembacaan Kirtan mengandung unsur-unsur musik baik dimensi ruang maupun waktu. Lebih menarik lagi secara sainntifik Kirtan ini memiliki dimensi religius, sejarah, sosial, dan budaya.

Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang-terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).

(8)

kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalah-masalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.

(9)

fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.

Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).

(10)

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti musik religi umat Sikh berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur yang akan difokuskan pada nyanyian

Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Deskriptif Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur

(11)

1.1.1 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai beriku:

1. Bagaimana proses jalannya kegiatan pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh dan komponen-komponen pendukungnyadi Gurdwara Tegh Bahadur Kecamatan Medan Polonia? Pokok masalah ini akan dijawab dengan deskripsi persiapan ibadah, jalannya ibadah, dan sesudah ibadah. deskripsi yang penulis lakukan berasal dari pengamatan lapangan yang dilakukan berulang kali, untuk dapat menyiasati pola-pola yang digunakan dan kemungkinan penambahan dan pengurangannya.

2. Bagaimana struktur melodi dan tekstual Kirtan yang disajikan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan? Untuk menjawab struktur melodi Kirtan penulis akan mentranskripsi dan menganalisisnya berdasarkan delapan unsur melodi yaitu: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, interval, formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur. Sementara pokok masalah tentang struktur tekstual

(12)

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.2.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh hasil deskripsi jalannya kegiatan Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

2. Memperoleh hasil analisis melodis dan tekstual Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdawara Tegh Bahadur Polonia Medan.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya kegiatan Kirtan pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian terhadap ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(13)

1.3 Konsep dan Teori

1.3.1 Konsep

Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995:37), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Ibadah rutin mingguan Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Kirtan yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).12

Kirtan pada Ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian. Di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

12Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia

(14)

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995:1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah sebagai berikut.

people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

Artinya secara harfiah, orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang-orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: sikha, berasal dari bahasa Sansekerta

(15)

Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam

Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Balwant Singh dan Maninder Singh (11 September 2011), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus.” Kemudian umat Sikh harus hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru.

Gurdwara dalam bahasa Punjabi  memiliki arti gerbang

menuju Guru, adalah tempat para pengikut Sikh beribadah. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan adanya tiang bendera yang tinggi dan ada bendera Sikh pada ujungnya yang disebut Nishan Sahib.13

Nama Gurdwara Tegh Bahadur sendiri diambil dari nama salah satu Guru pendiri Sikh, yaitu Guru Tegh Bahadur, Guru kesembilan Sikh. Guru Tegh Bahadur lahir pada 20 Maret 1665, ayahnya Guru Har Gobind merupakan Guru ke-enam Sikh, dan anaknya Guru Gobind Singh merupakan Guru ke-sepuluh atau yang terakhir pada agama Sikh.

Gurdwara pertama dibangun di Kartapur, di pinggir sungai Ravi wilayah Punjab oleh Guru pertama Sikh, Guru Nanak Dev Ji.

13

(16)

1.3.2 Teori

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir 1988:21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada.

Untuk melihat sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan teori upacara oleh Koentjaraningrat (2002:377). Secara khusus teori ini mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Untuk menganalisis struktur musik dalam Kirtan, penulis menggunakan teori

weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).

(17)

bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15).

Selain itu, untuk mendalami makna-makna religius yang hendak disampaikan melalui teks Kirtan ini, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah kajian tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Menurut Sobur (dalam Sartini, 2011), bahwa semiotik atau semiotika berasal dari kata Yunani

semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran

hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial.

Bahasa adalah interaksi, dan semua interaksi adalah multimodal. Implikasinya adalah bahasa adalah semiotik multimodal karena merupakan tanda atau simbol yang dihasilkan dalam komunikasi manusia. Ilmu semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut baik tanda visual, tanda yang dapat berupa imaji dalam lukisan dan foto dalam seni dan fotografi, tanda pada kata-kata, bunyi-bunyi, imaji bahasa tubuh, ekspresi wajah, warna, dan semua unsur-unsur komunikasi. Imaji adalah gambaran yang terbentuk dari sebuah objek visual. Gramatika didalam bahasa menjelaskan kata, klausa, frasa, kalimat, dan teks. Sedangkan gramatika visual memperlihatkan orang, tempat, dan benda-benda dikombinasikan dengan kompleksitas dan perluasan penjelasan visual dari sebuah objek. Fokus gramatika visual adalah pada deskripsi estetika imaji dan cara komposisi imaji yang digunakan untuk menarik perhatian penyaksi atau pembaca (Kress dan van Leeuwen, 1996:1).

(18)

Analoginya adalah struktur visual merealisasikan makna-makna sebagaimana struktur linguistik melakukannya, dengan demikian menyebabkan berbeda interpretasi dari pengalaman dan berbeda bentuk interaksi sosial. Makna dapat direalisasikan dalam bahasa, sedangkan komunikasi visual diekspresikan kedua-duanya baik dalam verbal maupun dalam visual. Walaupun kekedua-duanya berbeda, misalnya bahasa melalui pilihan antara kelas kata dan semantik, namun di dalam komunikasi visual ekspresi dilakukan melalui sistem pilih, pada beberapa hal seperti: penggunaan warna dan struktur komposisi yang menonjol. Bahasa visual belum dipahami secara universal karena bahasa visual itu spesifik secara budaya, misalnya komunikasi visual dalam dunia barat berbeda dengan dalam dunia timur.

Dalam mendukung kajian struktur melodi Kirtan penulis menggunakan metode transkirpsi. Dalam etnomusikologi transkirpsi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman pada teori yang dinyatakan oleh Charles Seeger tentang notasi perskriptif dan notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di etnomusikologi. (1) notasi perskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik, (2) notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.14

Dalam pembahasan, nantinya penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Alasannya adalah karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi dan kajian yang mendetail yang terdapat dalam komposisi Kirtan.

14

(19)

1.4 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988:13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003:25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Studi Kepustakaan

Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel.

(20)

Etnomusikologi, maka perlu dideskripsikan tulisan-tulisan berupa skripsi. Di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Andro Mahardika Hutabarat, 2012. Studi Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara

Tegh Bahadur Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini sama dengan objek penelitian penulis sama-sama menggunakan data yang berada di Gudwara Tegh Bahadur Polonia. Namun Andro mahardika Hutabarat khusus menganalisis melodi harmonium dan tabla dalam mengiringi ibadah umat Sikh. Penulis sendiri menitikberatkan pada kajian Kirtan, suatu pembacaan dan sekaligus lantunan yang diidentifikasi dalam teks suci umat Sikh.

(2) Semanpreet Kaur. 2012, yang menulis tajuk Kelas Sosial dan Ilmu Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang berbasis ilmu sosial (sosiologi) ini lebih menekankan kepada kelas-kelas sosial dan interaksi umat Sikh yang ada di Medan. Skripsi ini melihat pola-pola sosial yang terjadi di dalam masyarakat Sikh.

(3) Zulkifli Lubis, seorang dosen di Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU, . 2005, menulis penelitian yang bertajuk Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Kota Medan-Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Volume 1 Nomor 3. Medan: USU. Zulkifli Lubis menyoroti secara antropologis tentang keberadaan masyarakat dan kebudayaan Tamil dan Punjabi di Kota Medan.

(21)

Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU. Skripsi ini menyoroti ibadah berupa pembacaan Sutra Amitabha dalam upacara upostha masyarakat Budha yang terintegrasi di Vihara Borobudur Medan. Skripsi ini menjadi bahan perbandingan bagi penulis dalam melihat dan menganalisis teks Kirtan.

(5) Rina Simanjuntak, 2011, menulis skripsi yang berjudul Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada

Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth

Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini memfokuskan perhatian pada pembacaan kitab suci umat Sikh dengan lokus penelitian di Tebing Tinggi. Bagaimanapun skripsi ini dengan rinci mengenalisis musik dan teks kitab suci tersebut dalam upacara pahila parkas dihara.

1.4.2 Penelitian Lapangan

(22)

video yang berformat avi (audiovisual interchange). hasil rekaman audiovisual ini kemudian diolah dalam bentuk transkripsi secara notasi musik dan kemudian dianalisis menurut kaidah-kaidah yang berlaku di dalam disiplin etnomusikologi.

1.4.2.1Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007:115).

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

1.4.2.2Wawancara

Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

(23)

Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Dalam penelitian ini penulis menentukan Ibu Raj Bir sebagai informan kunci karena beliau adalah pemusik di Gurdwara Tegh Bahadur dan sebagai informan pangkal penulis menentukan Maninder Singh dan Balwant Singh karena mereka adalah Bhai sementara di Gurdwara Tegh Bahadur. Selain itu penulis juga mewawancarai beberapa jemaat yang hadir.

1.4.2.3Perekaman atau Dokumentasi

(24)

Canon 550d, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss Vario-Sonnar T* dengan menggunakan kaset Sony Mini DVD.

1.4.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

1.5 Lokasi Penelitian

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung

Dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung