• Tidak ada hasil yang ditemukan

KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH

DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN:

KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM: 070707016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

(2)

ii

KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH

DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN:

KAJIAN STRUKTUR MELODI DAN TEKSTUAL

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM : 070707016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhamad Takari, M.Hum, Ph.D. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP. 196512211991031001 NIP.195703131991031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam

bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

iii PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

(4)

iv DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

(5)

v

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan, dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.”

Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan pendekatan etnik oleh penulis.

(6)

vi

ABSTRACT

Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadar Temple, Polonia Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh relligion began in the end of 15th century or the first decade of 16th century. The word Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.”

The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study (and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I use the explain basic on scientific procedures which called etic approach.

Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib. The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic basic on

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis, memberikan kebaikan-kebaikan lebih dari penulis bayangkan dan minta. Bahkan dalam penyelesaian skripsi ini kekuatan dan pengertian yang baru penulis selelu peroleh dari-Nya.

Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

(8)

viii

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Begitu juga segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah Bapak berikan kepada saya selama berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan Bapak.

Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lencarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya.

(9)

ix

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti Bapak/Ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa Bapak/Ibu sekalian.

Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini; Ibu Raj Bir, Maninder Singh, dan Balwant Singh dan informan-informan lain yang tidak bisa saya sebutkan. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian.

Kepada abang rohani dan sekaligus juga pemurid saya Daniel Limbong, S.Sn. yang yang senantiasa memotivasi, mendoakan, dan membantu saya bahkan dalam segala kesibukannya sekalipun. Kepada teman-teman KTB IMPERATIF Jepri Supomo Purba, S.E. dan Jansudin Saragih, S.S., walaupun kalian jauh dan sibuk dalam pekerjaan tapi tetap bisa memberikan waktu untuk mendoakan dan memotivasi saya. Serta kepada murid dan adik-adik rohani saya Daniel Zai, Denata Rajagukguk, dan Bincar Pasaribu terima kasih buat doa dan dukungan kalian.

Kepada semua Abang/kakak, adik-adik dan saudara/i saya di IMPERATIF (Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif) yang telah mengajari saya tentang proses hidup, segala suka dan duka bersama dengan kalian semakin mengasah karakter saya untuk menjadi pribadi yang benar dan dewasa, ucapan terima kasih mungkin tidak akan cukup untuk menggantikan semua itu. Semoga kita tetap setia kepada Tuhan Yesus dan tetap menjaga nilai-nilai kita yang sudah kita pelajari selama ini dimanapun kita berada.

(10)

x

Bonggud Tyson Sidabutar, Chrismes Manik, Dussel, Evendy Waruwu, Freddy Purba, Fuad Tahan Simarmata, Jakup Sinulingga, Jaya Surbakti, Jeremia Barus, Kiki Alpinsyah, Risky Syahreza, Salmon Sembiring, Tumpal Saragih, terimakasih buat tahun-tahun yang telah kita miliki di Etnomusikologi. Saya sangat bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut merupakan kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Saya percaya kita semua akan menjadi orang-orang yang hebat. Semoga kita tetap bersahabat dan menjadi orang-orang yang berhasil di masa mendatang. Juga kepada senior dan junior di Etnomusikologi terutama stambuk 2004-2012 terimakasih buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena kalian semua.

Terima kasih juga kepada teman-teman band saya, Old fellas dan The One Purpose; Paul Oktavianus Manik, Alfred William, Richard, Risa Hutapea dan bang Sophian. Saya sangat bangga dan terhormat bisa bermain musik bersama-sama dengan kalian, semoga cita-cita kita kedepan dapat terwujud. Kepada seluruh teman-teman saya di GSJA Sukacita Polonia dan keluarga yang selalu mendoakan saya, saya mengucapkan terimakasih buat seluruh doa dan dukungannya.

Medan, Desember 2012 Penulis,

(11)

xi

(12)

xii

BAB III: DESKRIPSI KIRTAN PADA IBADAH MINGGU SIKH 40

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Lus Wilayah Kota Medan ... .27

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 2010 ... 28

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama dan Persentasenya ... 29

Tabel 2.4 Toko Sport Milik Masyarakat Sikh di Kota Medan ... 35

Tabel 2.5 Hari-hari Besar Agama Sikh ... 40

Tabel 5.1 Interval Amrit Kirtan ... 75

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh ... 39

Gambar 2.2 Gurdwara Tegh Bahadur Polonia ... 42

Gambar 2.3 The Guru Throne ... 43

Gambar 2.4 Chanani Shahib ... 43

Gambar 2.5 Rumala ... 44

Gambar 2.6 Palki Sahib ... 45

Gambar 2.7 Nishan Sahib ... 45

Gambar 2.8 Chaur Sahib ... 46

Gambar 2.9 Langar atau Tempat Makan di Gurdwara ... 47

Gambar 2.10 Makanan dan Minuman di Langar ... 47

Gambar 2.11 Denah Lokasi Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan ... 48

Gambar 3.1 Pemusik yang Sedang Melakukan Kirtan ... 51

Gambar 3.2 Altar tempat Pemusik yang Sejajar dengan Chanani ... 52

Gambar 3.3 Pengikut Sikh Sedang Memberikan Persembahan ... 52

(14)

xiv

DAFTAR ISTILAH

Amrit Kirtan: Kitab yang berisi lagu-lagu Kirtan yang liriknya diambil dari kitab Guru Granth Sahib.

Analisis: Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Ardas: Doa.

Asadivaar: nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib, lirik pada

Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut

Bhai: Sebutan untuk pemimpin agama Sikh.

Chanani: Kanopi yang menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji.

Chanting: Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal.

Chaur sahib: Bendera Sikh.

Gurdwara: Tempat beribadah agama Sikh.

Gurmukhi: Aksara Sikh.

Golak: sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara

Gurbani: Firman Tuhan.

Hymne : Nyanyian pujian.

Ilmiah: Memenuhi syarat ilmu pengetahuan. Identifikasi: Tanda pengenalan diri.

Kirtan: Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal.

Kaur: Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh.

Khalsa: Peraturan pada agama Sikh.

Katha: Membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskan.

Kesh: Rambut panjang yang tidak dipangkas.

Kangha: Sisir.

Langar: Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara.

Logogenic: Nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi.

Majemuk: Terdiri dari beberapa bagian atau beragam. Musikal: Bersifat musik.

Manji sahib: Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji.

Naam Japna: Mengingat nama Tuhan dengan beribadah.

Nam: Nama Tuhan.

(15)

xv

Patrilineal: Garis keturunan ditentukan oleh seorang laki-laki.

Palki sahib: Tempat Sri Guru Granth Sahib Ji. Pribumi : Penghuni asli.

Religi: Suatu kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia.

Referensi: Sumber acuan.

Rumala : Kain untuk menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji.

Sangat: Lembaga suci.

Sabad:: Himne religius yang terdapat dalam Sri Guru Granth Sahib Ji.

Sat: Kebenaran abadi.

SingH: Nama belakang yang dipakai untuk laki-laki Sikh.

Stropic: Nyanyian atau melodi yang diulang dengan teks yang berbeda.

Sikh: Agama yang berasal dari daerah Punjab oleh Guru Nanak pada abad ke-16.

Suku bangsa: Golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya.

Sri Guru Granth

Sahib Ji: Kitab suci agama Sikh

Tekstual: Yang berhubungan dengan teks.

Vaisakhi: Hari jadi agama Sikh.

Waheguru: Sebutan Tuhan dalam agama Sikh.

Wand Chekna: Membagikan makanan atau makan bersama-sama .

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar

Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki budaya, yang digunakan sebagai respon dalam menjawab tantangan alam. Kebudayaan ini mencakup semua unsurnya seperti bahasa, organisasi sosial dan politik, teknologi, pendidikan, ekonomi, kesenian, dan agama atau sistem religi. Kesemua unsur ini diwujudkan dalam bentuk gagasan atau ide, aktivitas atau kegiatan, dan juga benda-benda atau artefak.

Dalam sistem religi misalnya, sebelum datangnya agama-agama besar dunia di Sumatera Utara, masyarakat di kawasan ini mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tertentu. Mereka juga mempercayai roh-roh nenek moyang yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu mereka selalu memuja roh-roh nenek moyangnya. Sistem kepercayaan dinamisme dan animisme seperti itu masih dapat dilacak sisa-sisanya pada berbagai sistem religi yang dianut masyarakat natif Sumatera Utara, misalnya dalam Pemena, Parmalim, atau juga Perbegu.

(17)

2

berbagai terminologi yang berkaitan dengan peradaban India sperti debata, nariiti, daksina, dan lainnya. Juga dalam bentuk artefak seperti Candi Portibi di Tapanuli bahagian Selatan.

Namun demikian, Sumatera Utara sebagai daerah tujuan migrasi berbagai etnik Nusantara dan Dunia, mengalami berbagai polarisasi keagamaan. Masyarakat natifnya menganut agama Islam dan Kristen, dengan berbagai kontinuitasnya yang diperoleh dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Selain itu ada pula kelompok-kelompok etnik pendatang yang membawa budaya dan agamanya di kawasan ini. Misalnya orang Bali membawa agama Hindu Dharma Bali, orang-orang dari Indonesia Timur mmembawa agama Kristen Protestan yang terintegrasi dalam Gereje Protestan Indonesia Bahagian Barat (GPIB), orang-orang Tionghoa yang membawa agama Budha (berkarakter budaya China) juga Taoisme, Konfusianisme, dan lainnya. Demikian pula masyarakat yang berasal dari India seperti suku Tamil, Hindustani, dan lainnya membawa agama Hindu, Islam, dan Sikh, yang tentu saja berkkarakter budaya India. Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan, dengan fokus perhatian pada kajian struktur melodis dan tekstual.

Sikh merupakan agama yang berasal dari Punjab India yang didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji1 (1469-1539) pada akhir abad 15 dan awal abad 16. Tujuan ia mendirikan agama baru ini adalah menjadikan semua agama yang diterima oleh semua orang India (agar tidak terjadi konflik antara Islam dan Hindu), dengan demikian ia menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Hindu dan Islam, yaitu memakai

1Guru Nanak Dev Ji adalah Guru pertama dan juga salah satu pendiri agama Sikh. Beliau

(18)

3

ritual keagamaan terutama dari agama Hindu dan memiliki konsep monoteisme (bertuhan satu saja) seperti agama Islam.

Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Masuk melalui pedagang-pedagang India asal Punjabi pada awal abad 19. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Di Indonesia, agama Sikh berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Tengku Luckman Sinar (1991) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini juga membawa serta kebudayaannya antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1980:203-204).

Ada tiga bagian dalam setiap ibadah Sikh, yaitu : (1) Asadivaar, (2) Kirtan, dan (3) Ardas. Asadivaar, adalah nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib,2 lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut.

Kirtan adalah bagian kedua pada ibadah Sikh, Kirtan lebih bersifat kontekstual, artinya lirik dan melodi tergantung pada upacara/ibadah apa yang sedang berlangsung di Gurdwara. Apabila upacara kematian maka lirik dan melodi

2Guru Granth Sahib adalah nama kitab suci agama Sikh, isinya berasal dari ajaran-ajaran

(19)

4

musiknya akan terdengar sedih, sedangkan apabila upacara perkawinan isinya akan tentang kebahagiaan, setiap liriknya diambil dari Guru Granth Sahib.

Kemudian Ardas adalah bagian terakhir pada setiap ibadah umat Sikh. Ardas

adalah pembacaan ayat tanpa menggunakan alat musik oleh Bhai.3 Gaya membacanya dapat dideskripsikan sebagai teknik chanting yaitu penyajian teks-teks keagamaan yang dibawakan secara melodis.

Menurut penjelasan para informan, setiap harinya penganut agama Sikh di India melakukan ketiga bagian ibadah ini di Gurdwara. Di Indonesia agak berbeda, yaitu dipusatkan pada hari minggu di setiap Gurdwara, karena hari tersebut adalah hari libur nasional.

Ardas, Kirtan, dan Asadivaar merupakan cara masyarakat Sikh untuk dekat kepada Waheguru.4Asadivaar dan Kirtan adalah nyanyian yang diiringi oleh melodi musik harmonium, ritme tabla, dan terkadang juga dengan iringan simbal kecil sebagai pembawa tempo. Sedangkan Ardas merupakan doa penutup yang berisi permohonan maaf sekiranya saat ibadah mereka melakukan kesalahan dan harapan mereka terhadap Waheguru.

Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang Kirtan pada Ibadah mingguan Sikh. Kirtan merupakan salah satu ritual penting dalam kehidupan keagamaan Sikh yang diturunkan oleh kesepuluh Guru5 pendiri agama ini. Kirtan

3Istilah ini merujuk kepada pengertian yaitu pendeta pada agama Sikh. Tgas pokoknya adalah

menyampaikan ajaran-ajaran guru Sikh kepada umatnya. Juga mempimpin ibadah-ibadah agama Sikh baik di Gurdwara atau tempat-tempat lainnya.

4Waheguru adalah nama Tuhan penganut agama Sikh. Penyebutan nama-nama Tuhan ini,

dalam konteks agama-agama di dunia juga muncul berbagai sebutan. Dalam agama Islam, Tuhan mereka disebut dengan Allah. kemudian pada umat Yahudi, Tuhan ini disebut dengan Yahweh. Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Kuasa disebut dengan Sang Hyang Widhi (dalam agama Hindu Dharma Bali ditambahi dengan Sang Hyang Widhi Wase). Dalam religi Parrmalim di Sumatera Utara, Tuhan disebut dengan Debata Mula Jadi na Bolon.

5Dalam konteks sejarah dan kepercayaan agama Sikh ini ada sepuluh guru dalam ajaran

(20)

5

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi,

Sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan di dalam Kitab Veda6 untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati.

Dalam Kirtan mereka menyanyikan Gurbani7 yang berasal dari kitab Guru

Granth Sahib dan buku Amrit Kirtan8. Gurbani merupakan peninggalan dari kesepuluh Guru Sikh pendahulu mereka. Bhai menyanyikan Kirtan sambil memainkan harmonium, dan diiringi dengan pemain tabla oleh Bhai yang lain sambil menyanyikan Kirtan. Setiap orang dapat melakukan Kirtan, tidak ada batasan dan aturan tertentu dalam melakukannya. Saat Bhai melakukan Kirtan, para jemaah dapat juga menyanyikannya bersama-sama.

Gurdwara9 (tempat ibadah Sikh) merupakan pusat peribadatan kaum Sikh, setiap minggunya selalu ada ibadah yang dilakukan disini. Dimulai dari kegiatan

Asadivar, Kirtan dan Ardas, setiap kaum Sikh datang untuk melakukan kegiatan ini,

(8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji.

6Kitab suci agama Hindu disebut Veda atau dalam sebutan bahasa Indonesia Weda. Kitab

initerdiri dari: Rig Veda, Yajur Veda, Atharva Veda, dan Sama Veda. Menurut Malm (1977) Rig Veda adalah teks suci keagaamn Hindu dalam bentuk yang paling awal dan tetap dipertahankan. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sama Veda terdiri dari teks-teks pilihan dari sumber yang yang dipergunakan pada upacara keagamaan Hindu. Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Rig Veda dan Sama Veda di India dapat dianalogikan dengan lagu-lagu tradisi keagamaan di barat pada Gereja Katolik dan Kristen Ortodoks, meskipun kedua bentuk ini nyatanya dipertunjukkan dan diketahui oleh hanya sekelompok orang tertentu saja. Teks-teks dan teori awalnya dianggap sebagai dasar dari beberapa gaya yang lebih akhir.

7Gurbani adalah tulisan suci kaum Sikh, Gurbani dapat diartikan juga sebagai kata-kata

Tuhan. Gurbani ini dipandang sebagai wahyu dan perkataan Tuhan yang dijelmakan dalam bentuk tulisan, yang diajarkan dari satu generasi ke generasi umat Sikh berikutnya.

8Amrit Kirtan adalah buku yang berisikan lirik-lirik Kirtan yang diambil dari kitab induknya

yaitu Guru Granth Sahib.

9Gurdwara adalah tempat beribadah kaum Sikh, wara artinya gerbang, Gurdwara atinya

(21)

6

walaupun tidak semua hal dipertahankan seperti aslinya, misalnya kegiatan Asadivar

yang seharusnya dilakukan pada pagi-pagi subuh sebelum matahari terbit tetapi pada

Gurdwara Polonia dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk menunggu kedatangan umat terlebih dahulu.10

Berdasarkan wawancara dengan Maninder Singh dan Balwant Singh (Bhai

sementara di Gurdwara Tegh Bahadar), setiap orang dapat melakukan Kirtan, mereka dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja, walaupun ternyata setelah wawancara lebih lanjut Kirtan itu dinyanyikan berdasarkan waktu-waktu tertentu.

Kirtan adalah cara dimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam Kirtan

kita memuji Tuhan, memuliakan keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah. Ini disebut strofik. Atau dengan kata lain, Kirtan lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic (logogenik).11

Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat 1990: 376-378). Emosi keagamaan

10Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang penulis lakukan dengan para

informan dan jemaah di Gurdwara Tegh Bahadar.

11Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia,

(22)

7

yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada Kirtan yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritme, dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar di Kelurahan Polonia Medan.

Dari kenyataan religius, sosial, dan budaya seperti tergambar di atas, maka pembacaan Kirtan dalam ibadah mingguan umat Sikh di Medan amatlah menarik untuk dikaji menurut etnomusikologi, sebagai ilmu dasar penulis selama kuliah di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bahwa pembacaan Kirtan mengandung unsur-unsur musik baik dimensi ruang maupun waktu. Lebih menarik lagi secara sainntifik Kirtan ini memiliki dimensi religius, sejarah, sosial, dan budaya.

Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang-terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).

(23)

8

kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalah-masalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.

(24)

9

fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.

Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).

(25)

10

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti musik religi umat Sikh berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar yang akan difokuskan pada nyanyian

Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Deskriptif Kirtan pada Ibadah Mingguan

Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur

(26)

11

1.2Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai beriku:

1. Bagaimana proses jalannya kegiatan pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh dan komponen-komponen pendukungnyadi Gurdwara Tegh Bahadar Kecamatan Medan Polonia? Pokok masalah ini akan dijawab dengan deskripsi persiapan ibadah, jalannya ibadah, dan sesudah ibadah. deskripsi yang penulis lakukan berasal dari pengamatan lapangan yang dilakukan berulang kali, untuk dapat menyiasati pola-pola yang digunakan dan kemungkinan penambahan dan pengurangannya.

2. Bagaimana struktur melodi dan tekstual Kirtan yang disajikan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan? Untuk menjawab struktur melodi Kirtan penulis akan mentranskripsi dan menganalisisnya berdasarkan delapan unsur melodi yaitu: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, interval, formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur. Sementara pokok masalah tentang struktur tekstual

(27)

12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh hasil deskripsi jalannya kegiatan Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.

2. Memperoleh hasil analisis melodis dan tekstual Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdawara Tegh Bahadar Polonia Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya kegiatan Kirtan pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian terhadap ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(28)

13

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995:37), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Ibadah rutin mingguan Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Kirtan yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).12 Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

Kirtan pada Ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian. Di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

12Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977

(29)

14

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995:1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah sebagai berikut.

people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

Artinya secara harfiah, orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang-orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

(30)

15

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: si ha

k

, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran.” Menurut

pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Balwant Singh dan Maninder Singh (11 September 2011), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus.” Kemudian umat Sikh harus hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru.

Gurdwara dalam bahasa Punjabi  memiliki arti gerbang menuju Guru, adalah tempat para pengikut Sikh beribadah. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan adanya tiang bendera yang tinggi dan ada bendera Sikh pada ujungnya yang disebut Nishan Sahib.13 Gurdwara pertama dibangun di Kartapur, di pinggir sungai Ravi wilayah Punjab oleh Guru pertama Sikh, Guru Nanak Dev Ji.

Nama Gurdwara Tegh Bahadar sendiri diambil dari nama salah satu Guru pendiri Sikh, yaitu Guru Tegh Bahadar, Guru kesembilan Sikh. Guru Tegh Bahadar lahir pada 20 Maret 1665, ayahnya Guru Har Gobind merupakan Guru ke-enam

13 Bendera lambang Sikh berwarana jingga yang ada pada setiap Gurdwara di seluurh dunia

(31)

16

Sikh, dan anaknya Guru Gobind Singh merupakan Guru ke-sepuluh atau yang terakhir pada agama Sikh.

1.4.2 Teori

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir 1988:21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada.

Untuk melihat sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan teori upacara oleh Koentjaraningrat (2002:377). Secara khusus teori ini mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Untuk menganalisis struktur musik dalam Kirtan, penulis menggunakan teori

weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).

(32)

17

dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15).

Selain itu, untuk mendalami makna-makna religius yangb hendak disampaikan melalui teks Kirtan ini, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah kajian tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Menurut Sobur (dalam Sartini, 2011), bahwa semiotik atau semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada

simtomatologi dan diagnostik inferensial.

(33)

18

Grammar goes beyond formal rules of correctness. It is a means of representing patterns of experience…. It enables human beings to build a mental picture of reality, to make sense of their experience of what goes on around them and inside them (Halliday, 1985: 101)

Analoginya adalah struktur visual merealisasikan makna-makna sebagaimana struktur linguistik melakukannya, dengan demikian menyebabkan berbeda interpretasi dari pengalaman dan berbeda bentuk interaksi sosial. Makna dapat direalisasikan dalam bahasa, sedangkan komunikasi visual diekspresikan kedua-duanya baik dalam verbal maupun dalam visual. Walaupun kekedua-duanya berbeda, misalnya bahasa melalui pilihan antara kelas kata dan semantik, namun di dalam komunikasi visual ekspresi dilakukan melalui sistem pilih, pada beberapa hal seperti: penggunaan warna dan struktur komposisi yang menonjol. Bahasa visual belum dipahami secara universal karena bahasa visual itu spesifik secara budaya, misalnya komunikasi visual dalam dunia barat berbeda dengan dalam dunia timur.

Dalam mendukung kajian struktur melodi Kirtan penulis menggunakan metode transkirpsi. Dalam etnomusikologi transkirpsi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman pada teori yang dinyatakan oleh Charles Seeger tentang notasi perskriptif dan notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di etnomusikologi. (1) notasi perskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik, (2) notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.14

(34)

19

Dalam pembahasan, nantinya penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Alasannya adalah karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi dan kajian yang mendetail yang terdapat dalam komposisi Kirtan.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988:13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003:25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.5.1 Studi Kepustakaan

(35)

20

yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel.

Agar kajian penulis ini tidak tumpang tindih dengan penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang dilakukan oleh para penulis dari Departemen Etnomusikologi, maka perlu dideskripsikan tulisan-tulisan berupa skripsi. Di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Andro Mahardika Hutabarat, 2012. Studi Analisis Melodis

Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara

Tegh Bahadar Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini sama dengan objek penelitian penulis sama-sama menggunakan data yang berada di Gudwara Tegh Bahadar Polonia. Namun Andro mahardika Hutabarat khusus menganalisis melodi harmonium dan tabla dalam mengiringi ibadah umat Sikh. Penulis sendiri menitikberatkan pada kajian Kirtan, suatu pembacaan dan sekaligus lantunan yang diidentifikasi dalam teks suci umat Sikh.

(2) Semanpreet Kaur. 2012, yang menulis tajuk Kelas Sosial dan Ilmu Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang berbasis ilmu sosial (sosiologi)_ ini lebih menekankan kepada kelas-kelas sosial dan interaksi umat Sikh yang ada di Medan. Skripsi ini melihat pola-pola sosial yang terjadi di dalam masyarakat Sikh.

(36)

21

secara antropologis tentang keberadaan masyarakat dan kebudayaan Tamil dan Punjabi di Kota Medan.

(4) Liat Roy P. Malau, 2004, menulis skripsi yang bertajuk Kajian Musikal dan Tekstual Pembacaan Sutra Amitabha pada Upacara Uposatha

Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU. Skripsi ini menyoroti ibadah berupa pembacaan Sutra Amitabha dalam upacara upostha masyarakat Budha yang terintegrasi di Vihara Borobudur Medan. Skripsi ini menjadi bahan perbandingan bagi penulis dalam melihat dan menganalisis teks Kirtan.

(5) Rina Simanjuntak, 2011, menulis skripsi yang berjudul Studi

Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada

Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth

Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini memfokuskan perhatian pada pembacaan kitab suci umat Sikh dengan lokus penelitian di Tebing Tinggi. Bagaimanapun skripsi ini dengan rinci mengenalisis musik dan teks kitab suci tersebut dalam upacara pahila parkas dihara.

1.5.2 Penelitian Lapangan

(37)

22

kunci atau informan pokok. Wawancara diarahkan pendalamannya kepada dua pokok masalah yang dikaji yaitu makna teks dan struktur melodi Kirtan. Perekaman dilakukan dalam dua format, yang pertama adalah format gambar, seperti yang dapat dilihat dalam beberapa gambar dalam skripsi ini. Forman kedua adalah dalam bentuk video yang berformat avi (audiovisual interchange). hasil rekaman audiovisual ini kemudian diolah dalam bentuk transkripsi secara notasi musik dan kemudian dianalisis menurut kaidah-kaidah yang berlaku di dalam disiplin etnomusikologi.

1.5.2.1Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007:115).

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

1.5.2.2Wawancara

Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

(38)

23

dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.

Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

(39)

24

1.5.2.3Perekaman atau Dokumentasi

Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Kirtan di Gurdwara Tegh Bahadar, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera SLR yang digunakan adalah merk Canon 550d, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss Vario-Sonnar T* dengan menggunakan kaset Sony Mini DVD.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi.

(40)

25

1.6 Lokasi Penelitian

(41)

26

BAB II

MASYARAKAT SIKH

DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

2.1.1 Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lainnya. Sumber alam ini dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pokok, industri, dan keperluan seharai-harai masyarakatnya. Ada yang juga diekspor ke luar negeri.

2.1.2 Iklim

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2 - 24,3 dan suhu maksimum

berkisar antara 30,8 - 33,2 serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya

(42)

27

Kelembaban (humiditas) udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 – 85 %. Kecepatan angin rata sebesar 0,48 m/detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan Kota Medan pada tahun 2011 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia.

(43)

28

2.1.4 Demografi

Jumlah penduduk kota Medan berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 2.109.339 jiwa. Terdiri dari 1.040.680 jiwa laki-laki dan 1.068.659 jiwa perempuan.

Tabel 2.2:

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan

Perempuan

1 Medan Tuntungan 39.729 42.245 81.974 2 Medan Selayang 48.587 50.780 99.367

10 Medan Polonia 25.897 26.655 52.552 11 Medan Maimun 19.402 20.517 39.919 12 Medan Sunggal 55.164 57.262 112.426 13 Medan Helvetia 70.880 73.698 144.478

14 Medan Barat 34.596 36.117 70.713

15 Medan Petisah 29.590 32.572 62.162 16 Medan Timur 52.438 55.970 108.408 17 Medan Perjuangan 45.171 48.791 93.962

18 Medan Deli 84.671 82.521 167.192

(44)

29

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

Ajaran Sikh yang datang di Medan dibawa oleh suku bangsa Punjabi yang berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara sudah ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah, seperti halnya di Sumatera Utara. Datangnya suku bangsa Punjabi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai wilayah di Sumatera Utara.

(45)

30

menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di perkebunan milik Belanda.

Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak perkebunan. Hal ini disebabkan, karena sistem yang digunakan adalah sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat menentukan hidup mereka sendiri dan ada juga membuat pilihan untuk tetap tinggal di Sumatera Utara atau kembali ke negara asal mereka. Banyak di antara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang merasa betah tinggal di Indonesia, sehingga dari antara mereka kembali lagi ke Indonesia dengan membawa keluarga dari negara asalnya.

(46)

31

2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh

Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan beragama dari kelompok Sikh mengatakan bahwa jumlah penganut agama Sikh yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga dalam penulisan Kartu Tanda Penduduk (KTP), masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu.15 Namun, menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan bahwa umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.

15

(47)

32

2.2.2 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Punjabi yang beragama Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Aulakh menikah seorang perempuan bermarga Bajwa, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Aulakh. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut:

Skema 2.1:

Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’16 di belakang namanya, contoh: X. Singh Aulakh. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’17 di belakang namanya, contoh: X. Kaur Bajwa. Ada sekitar 3.000 marga dari masyarakat Sikh, dimana 42 diantaranya dianggap sebagai marga yang berada pada golongan paling tinggi yang disebut Jatt. Marga-marga

17Kaur artinya singa betina menandakan setiap perempuan Sikh haruslah seorang yang

(48)

33

Khaira, Khosa, Mahal, Malhi, Man, Mangat, Pannu, Randhawa, Sohi, Sahota, Sandhu, Sara, Sekhon, Sidhu, Sohal, Varaich, Virk.18

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian

Pekerjaan yang ditekuni masyarakat Sikh di Kota Medan yaitu beternak sapi perah, membuka toko sport (olah raga) dan kursus bahasa Inggris, yang sekalian juga menjadi guru privat les bahasa Inggris. Ketiga jenis mata pencaharian ini merupakan pekerjaan yang ditekuni secara turun-temurun dan merupakan keahlian mereka. Meskipun banyak juga di antara suku mereka yang menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, akuntan, dan lain sebagainya (Lubis 2005:146).

Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang pertama ditekuni oleh masyarakat Sikh, setelah mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di perkebunan milik Belanda. Pekerjaan ini ditekuni mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negri, swasta, pabrik, dan setiap orang yang membutuhkan dan minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat dalam Gurdwara dan untuk minyak membakar jenazah masyarakat Sikh yang meninggal dunia.

Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, masyarakat Sikh mempunyai masalah yaitu sulitnya memperoleh surat izin usaha dari pemerintah agar ternak diperbolehkan keluar dari tanah peternak untuk merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dengan hal ini, masyarakat Sikh tidak banyak lagi yang menekuni jenis usaha ini karena lahan untuk beternak sapi sudah sangat sedikit dan

(49)

34

juga disebabkan oleh banyaknya resiko-resiko. Lokasi-lokasi masyarakat Sikh yang masih bekerja memelihara ternak sapi antara lain ada di kawasan Percut Sei Tuan, di kawasan Sari Rejo. Pada masa sekarang ini, banyak masyarakat Sikh tidak lagi langsung memelihara sapi. Hal ini disebabkan, sulitnya mereka mendapat surat izin dari pemerintah sehingga para pemilik sapi perah ada yang menjual sapinya dan ada juga yang menitip kepada orang lain.

(50)

35 Tabel 2.3:

Toko Sports milik masyarakat Sikh di Kota Medan

No. Nama

(51)

36

Inggris yang dibuka oleh masyarakat Sikh ini sangat maju, karena mereka diakui dan dipercayai oleh masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris dengan baik (Fachria, 2002:54). Usaha ini sangat menguntungkan bagi mereka, dapat dilihat dari jumlah siswa-siswinya yang belajar di kursus tersebut seperti kursus bahasa Inggris yang dibuka di jalan serdang yang bernama Standart English Course dan di jalan Iskandar Muda yang bernama Tropica.

Selain ketiga bidang usaha tersebut, masyarakat Sikh juga menekuni pekerjaan dalam bidang seperti pegawai swasta, satpam, dokter, dan tukang jahit dan lain sebagainya. Masyarakat Sikh sering melibatkan anggota keluarganya dalam usahanya, karena mempunyai beberapa usaha sekaligus. Hal ini membuat, di antara sesama masyarakat Sikh terjalin hubungan kerja sama dengan syarat dapat menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4 Bahasa

(52)

37

Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan

Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya.

Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan keagamaan yang terpelihara dengan baik

2.3 Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar

2.3.1 Defenisi Sikh

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: si ha

k

, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran”. Menurut

pasal I dari Rehat Maryada (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang

Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”.

(53)

38

2.3.2 Pokok Ajaran Sikh

Guru pertama ajaran sikh adalah Guru Nanak, dan Guru Nanak ini telah membuat tiga prinsip utama dalam ajaran sikh yaitu: (1) Naam Japna, artinya mengingat Tuhan dan meditasi. (2) Vand Kae Chhakna, artinya berbagi dengan yang lain sebelum memikirkan diri sendiri, adalah prinsip hidup untuk menjadi inspirasi kepada orang lain dan mendukung masyarakat, contohnya seperti ikut dalam aksi penggalangan dana amal. (3) Kirat Karni, mencari pendapatan yang jujur melalui kerja keras.

Guru terakhir Sikh yaitu Guru Gobind Singh, mendirikan persaudaraan kaum yang disebut Khalsa19 atau sering disebut baptisan. Bagi mereka yang sudah dibaptis harus mengikuti aturan atau 5 identitas keimanan Sikh sebagai berikut:

(1) Keshas, adalah rambut yang tak dicukur, pemeliharaan rambut diartikan sebagai keselarasan dalam mengikuti kehendak Tuhan, rambut terbungkus dalam

Turban20, menunjukkan martabat dan harga diri,

(2) Kirpan, adalah pedang yang disarungkan, yang menunjukkan martabat dan perjuangan Sikh melawan ketidakadilan.

(3) Kachhehra, adalah celana dalam pendek, yang menunjukkan komitmen

Sikh kepada monogami dan pengekangan seksual.

(4) Kanga, adalah sisir kecil yang dikenakan di rambut penganut Sikh, yang mengartikan pentingnya disiplin dan digunakan juga untuk menjaga kebersihan rambut.

19 Khalsa artinya murni adalah baptisan yang diberikan kepada seorang Sikh yang mengambil

keputusan untuk memberikan dedikasi total dan siap melakukan 5 identitas keimanan Sikh.

20 Turban atau Sorban adalah kain yang menutupi rambut biasanya berwarna jingga atau

(54)

39

(5) Kara, adalah gelang baja yang biasanya dikenakan di tangan kanan, artinya suatu pengingat simbolis tentang komitmen dari penganut Sikh kepada Tuhan.

2.3.3 Ciri-Ciri Penampilan Pengikut Agama Sikh

Setiap masyarakat Sikh dapat dikenali dengan Turban yang dipakai di kepala mereka, 99 % orang yang memakai Turban di seluruh dunia dapat dipastikan adalah seorang yang beragama Sikh. Kebanyakan wanita Sikh memakai Turban yang lebih kecil dan mempunyai rambut yang panjang.

Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh

Gambar

Tabel 2.1:
Tabel 2.2:
Tabel 2.3:
Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung

Untuk mengkaji fungsi Tari Tibet dalam budaya masyarakat Tionghoa di Kota Medan, digunakan teori fungsionalisme dari disiplin ilmu budaya (antropologi budaya), khususnya

Dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Beberapa teori yang digunakan dalam penulisan adalah strukturalisme, teori upacara, teori ethnosciense , teori weighted scale , teori analisis melodi, teori

Untuk di ruangan dalam Gurdwara terdiri dari The Guru's Throne (Mahkota Guru) yang terdiri dari: chanani, manji sahib, palki sahib, rumalla dan bantal kecil, chaur sahib,

Guru Nanak merupakan salah wsatu guru yang banyak memberi ajaran yang di masukkan ke dalam kitab suci agama Sikh, yang dimana dalam kesehariannya mereka

Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung

Nganggukken tangis Dalam Upacara Nurun Pada Masyarakat Karo di Desa Sarilaba Jahe Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang.. Melalui skripsi ini, penulis menjelaskan bahwa