• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

MARINI PRATIWI SINAGA NIM: 080707003

   

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2012

Marini Pratiwi Sinaga Nim : 080707003  

(4)

ABSTRAK

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN.

Masalah, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah umat Sikh. Asa Di Waar diambil dari kitab suci umat Sikh yang mereka sebut dengan kitab “Guru Granth

Sahib” yang terdiri dari 24 ayat yang dikutip dari dalam kitab suci tersebut. Tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyajian Asa Di Waar dalam bentuk tekstual dan musikal dalam ibadah minggu umat Sikh serta menjadi suatu karya tulis yang dapat berguna bagi masyarakat awam secara umum, dan bagi para Etnomusikolog secara khusus. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian, Asa Di

Waar merupakan bagian dalam ibadah mingguan umat Sikh yang dilakukan dengan menyanyikannya di awal ibadah yang memiliki teks dan melodi tertentu.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua hal yang diperkenannya terjadi atas penulis sampai pada saat ini. Terlebih atas semua pertolongan dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih boleh memberi suka berganti duka dalam penyelesaian skripsi ini dan tetap ada dalam suka dan duka yang silih berganti.

Skripsi ini berjudul  “Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar Dalam Ibadah Agama Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku

Umar, Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam penyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini sampai pada saat ini skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada orang-orang terhebat yang pernah ada dan juga masih ada untuk saya sampai saat ini :

(6)

berakhir, dan untuk semua kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Terima kasih untuk semua jerih lelah yang kalian perkenankan untuk kehidupan saya sampai saya boleh mengecap pendidikan pada jenjang perguruan tinggi ini. Terlebih untuk mama, terima kasih atas semua dorongan, harapan, dan doa yang selalu menguatkan saya dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan Yesus yang akan membalaskan semua cinta dan curahan kasih mama.

2. Terima kasih untuk kakak tersayang Christine Susanti Marlina Sinaga, S.Pd dan abang Pdt. Daud Chevi Naibaho, S.Si (Teol) untuk setiap perhatian, kasih sayang, dukungan, doa, serta penguatan yang kalian taruhkan atas saya. Tuhan yang membalaskan semuanya ya abang kakak.

3. Terima kasih juga untuk teman-teman seperjuangan, teman-teman stambuk 2008 : Yudhistira Siahaan, Andro Hutabarat, Pardon Simbolon, Nielson Sihombing, Daniel Zai, Daniel Sianturi, Sandro Batubara, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Sudarsono Malau, Mario Sianipar, Brian Harefa, Augusman Tafenao, dan Mahyar Pane buat semua dukungan kalian dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk semua kenangan manis dan memori indah yang pernah terjadi dan tidak akan pernah terlupakan di antara kita. Saya sungguh bersyukur boleh mengenal orang-orang seperti kalian di dalam perjalanan hidup saya. Sukses menanti untuk semua orang-orang hebat di 2008.

(7)

Maryanto, S.E, dan Dolly Ahmad) terima kasih untuk segala ungkapan-ungkapan simple bermakna serta kalimat-kalimat pedas membangun sampai skripsi ini pada akhirnya terselesaikan juga. Terima kasih untuk semua dukungan doa dan perhatian yang tidak pernah terputus dari kalian. Twenties tidak akan pernah terganti.

5. Terima kasih untuk abang-kakak alumni dan senior, serta adik-adik junior Etnomusikologi untuk semua dukungan dan bantuannya dalam pengerjaan skripsi ini. Terkhusus untuk Kak Rina Simanjuntak yang telah banyak memberikan pengetahuan, informasi-informasi yang diperlukan dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan yang akan membalaskan kebaikan kakak.

6. Terima kasih untuk rekan penelitian saya Andro Mahardika Hutabarat, S. Sn dan Herwinka Silaban. Terima kasih untuk kerjasama yang boleh kita jalani bersama.

7. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. 8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.

(8)

9. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.

10. Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi dan dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah ibu berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang ibu berikan.

11. Terima kasih kepada Bapak Prof. Mauly Purba, M.A., Ph.D, selaku dosen wali yang telah mau membimbing dan mengarahkan hal-hal yang baik di setiap semester selama masa jenjang perkuliahan saya. Semoga Tuhan membalaskan semua kebaikan yang bapak berikan.

(9)

bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian.

13. Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian. 14. Yang terakhir terima kasih untuk semua keluarga, teman-teman, rekan-rekan

dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk setiap doa dan semua perhatian serta dukungan yang kalian berikan untuk saya terlebih dalam pengerjaan dan penyelesaian skripsi ini. Kiranya Tuhan yang membalas seluruh kebaikan kalian.

Medan, Desember 2012 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 17

2.2 Sejarah Lahirnya Agama Sikh ... 22

2.2.1 Ciri Kaum Sikh ... 24

2.3 Keberadaan Agama Sikh di Medan ... 28

(11)

` 2.3.2 Sistem Ibadah ... .. 30

BAB IV DISKUSI DAN ANALISIS MUSIKAL ASA DI WAAR 4.1 Musikal ... 68

4.2 Teknik Transkripsi ... 68

4.3 Simbol Dalam Notasi ... 69

4.4 Analisis Musikal ... 70

(12)

4.4.1.1 Tangga Nada Modal Asa Di Waar ayat ke-10 ... 72

4.3.4.1 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-10.. 74

4.3.4.2 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-12.. 74

4.3.4.3 Jumlah Pemakaian Nada Asa Di Waar ayat ke-17.. 75

4.3.5 Jumlah Interval ... 76

4.3.7.1 Bentuk, Frasa, dan Motif pada Asa Di Waar ayat ke-10 ... 82

4.3.7.2 Bentuk, Frasa, dan Motif pada Asa Di Waar ayat ke-12 ... ... 82

(13)

4.5.2 Isi Teks dan Makna Asa Di Waar ayat ke-17 ... ... 92

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

DAFTAR INFORMAN ... 101

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan... ... 19

Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010 ... 21

Tabel 3.1 : Hari Besar Agama Sikh ... 58

Tabel 4.1 : Interval Asa Di Waar ayat ke-10 ... 76

Tabel 4.2 : Interval Asa Di Waar ayat ke-12 ... 77

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.6 : Penggunaan Ciri Laki-Laki Sikh ... 27

Gambar 2.7 : Penggunaan Ciri Perempuan Sikh ... 28

Gambar 2.8 : Tampak depan Gurdwara Perbandak Committee Tengku Umar ... 32

Gambar 2.9 : Pintu masuk Gurdwara dari bagian sisi belakang ... 33

Gambar 2.10 : Sisi kanan kitab suci, tempat pemain musik (level) ... 34

Gambar 2.11 : Sisi kiri kitab suci tempat manisan yang dibagikan usai ibadah ... 34

Gambar 2.12 : Kitab suci Sri Guru Granth Sahib ... 35

Gambar 2.13 : Kamar khusus Sri Guru Granth Sahib ... 36

Gambar 2.14 : Khenda kerpan perisai diletakkan diatas pintu masuk Gurdwara .... 37

Gambar 2.15 : Langgar Gurdwara Perbandak Committee Tengku Umar ... 38

Gambar 2.16 : Kacang hijau dan sayur-sayuran yang disajikan di langgar ... 38

Gambar 2.17 : Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board ... 39

Gambar 2.18 : Bangunan lama Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board ... 39

Gambar 2.19 : Guru Nanak Dev ... 44

Gambar 2.20 : Guru Angad Dev ... 45

Gambar 2.21 : Guru Amar Das ... 45

Gambar 2.22 : Guru Ram Das ... 46

(16)

Gambar 2.24 : Guru Har Gobind ... 48

Gambar 2.25 : Guru Har Rai ... 49

Gambar 2.26 : Guru Har Krishan ... 49

Gambar 2.27 : Guru Tegh Bahadur ... 50

Gambar 2.28 : Guru Gobind Singh ... 51

Gambar 3.1 : Sri Guru Granth Sahib ... 54

Gambar 3.2 : Bunga dan dupa yang diletakkan di sekeliling kitab suci ... 54

Gambar 3.3 : Nishan Sahib ... 55

Gambar 3.4 : Rumalla ... 55

Gambar 3.5 : Chaur Sahib ... 56

Gambar 3.6 : Harmonium ... 57

Gambar 3.7 : Tabla ... 57

Gambar 3.8 : Kalender Sikh ... 59

Gambar 3.9 : Pendeta memulai Asa Di Waar pada pukul 09.00 WIB ... 66

(17)

DAFTAR BAGAN

(18)

DAFTAR ISTILAH

Adi Granth : Edisi pertama Sri Guru Granth Sahib Ji yang disusun oleh Guru Arjun Dev Ji pada tahun 1604.

Analisis : Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya

dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian

untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti

keseluruhan.

Ardas : Doa penutup pada ibadah Sikh.

Bhai : Sebutan untuk pemimpin agama Sikh.

Chanani : penutup Sri Guru Granth Sahib Ji.

Chanting : Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal.

Chaur sahib : Bendera Sikh.

Dastar : Sorban.

Gurdwara : Tempat beribadah agama Sikh.

Gurmukhi : Aksara Sikh.

Golak : Sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara.

Gurbani : Firman Tuhan.

Gurmat : Ajaran Guru.

Granthi : Orang yang membacakan Sri Guru Granth Sahib Ji dalam

(19)

Golden temple : Kuil emas yang ada di Amritsar.

Guru Rahit Maryada : Kode etik.

Ilmiah : Memenuhi syarat ilmu pengetahuan.

Identifikasi : Tanda pengenalan diri.

Kirta : Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal.

Kaur : Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh.

Khalsa : Peraturan pada agama Sikh.

Kesh : Rambut panjang yang tidak dipangkas.

Kangha : Sisir.

Kara : Gelang besi.

Kachha : Celana panjang dalam.

Kirpan : Pedang atau pisau kecil.

Langar : Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara.

Manji sahib : Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji.

Nishan sahib : Serat buatan manusia yang ditempelkan dalam logam yang

ditempatkan di pegangan kayu.

Pangat : Dapur bebas gratis yang dikenal juga dengan Langar.

Patrilineal : Garis keturunan ditentukan oleh seorang laki-laki.

(20)

ABSTRAK

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL ASA DI WAAR DALAM IBADAH

AGAMA SIKH DI GURDWARA PERBANDAK COMMITTEE, TENGKU

UMAR, MEDAN.

Masalah, Asa Di Waar merupakan bagian dalam ibadah umat Sikh. Asa Di Waar diambil dari kitab suci umat Sikh yang mereka sebut dengan kitab “Guru Granth

Sahib” yang terdiri dari 24 ayat yang dikutip dari dalam kitab suci tersebut. Tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyajian Asa Di Waar dalam bentuk tekstual dan musikal dalam ibadah minggu umat Sikh serta menjadi suatu karya tulis yang dapat berguna bagi masyarakat awam secara umum, dan bagi para Etnomusikolog secara khusus. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian, Asa Di

Waar merupakan bagian dalam ibadah mingguan umat Sikh yang dilakukan dengan menyanyikannya di awal ibadah yang memiliki teks dan melodi tertentu.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sikh adalah salah satu ‘agama’ yang ada di dunia. Sikh didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji (1469-1539) pada akhir abad ke-15, dan berkembang pesat pada abad ke-16 sampai ke-17. Sikh di dirikan di Punjab yang berarti ‘tanah dari 5 sungai, suatu daerah antara Pakistan dan barat daya India. Agama ini mayoritas berkembang pada masyarakat suku Punjabi itu sendiri.

Pesatnya perkembangan agama Sikh juga menyebabkan terjadinya penyebaran ke seluruh wilayah di dunia. Begitu juga dengan wilayah di Indonesia, secara khusus di Sumatera Utara. Menurut Tengku Luckman Sinar (1991), dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain di kota Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, dan Tebing Tinggi.

Sikh secara umum merupakan salah satu ajaran agama. Akan tetapi, menurut Bapak Daliph Singh (wawancara pada tanggal 18 April 2012)1,kata Sikh itu sendiri mempunyai arti yakni “belajar terus-menerus”, hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan

Waheguru2.

      

1 Bapak Dalip Singh merupakan salah satu Pendeta kaum Sikh yang saat ini bertugas di Gurdwara

Tebing Tinggi.

2Waheguru merupakan sebutan kepada Tuhan kaum Sikh.

(22)

Seperti semua agama yang ada di dunia, Sikh juga memiliki tata cara penyembahan tersendiri terhadap Waheguru. Penyembahan rutin mereka salah satunya ialah ibadah bersama jemaat yang mereka lakukan di Gurdwara3 setiap hari Minggu yang dimulai pukul 09.00 WIB dan biasanya berakhir pada pukul 12.00 WIB. Ibadah ini terdiri dari 3 bagian besar yang dimulai dengan pelaksanaan Asa Di Waar lalu Kirtan dan di akhiri dengan Ardas. Asa Di Waar berasal dari kata ‘Asa’ yang mempunyai arti pengharapan, ‘Di’ yang artinya ‘kepada Tuhan’, dan Waar yang artinya nyanyian. Jadi Asa Di Waar dapat diartikan sebagai nyanyian-nyanyian yang berisi tentang perngharapan kepada Tuhan. Kirtan adalah bentuk pemujaan kepada Waheguru. Ini dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu pujian yang diambil dari kitab suci Sri Guru Granth Sahib. Ardas adalah doa yang umum bagi umat Sikh dan biasanya dilakukan di akhir ibadah. Ini adalah suatu cara untuk mengingat Waheguru, guru-guru dan juga pengorbanan yang dilakukan semua umat Sikh.

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis lebih lanjut akan membahas tentang

Asa Di Waar secara spesifik, yang merupakan bagian pertama dalam tata ibadah mingguan Sikh.

Asa Di Waar merupakan kumpulan 24 ayat yang di ambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam 1 buah buku. Asa Di Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di

Waar dalam ibadah rutin umat Sikh biasanya dinyanyikan dengan menggunakan       

3 Gurdwara ialah nama rumah ibadah kaum Sikh. Gurdwara artinya gerbang menuju Guru.

(23)

beberapa alat musik, seperti harmonium dan tabla. Asa Di Waar memakai konsep

call and respon (dengan cara bersahut-sahutan) dalam pelaksanaannya, dimana sebagai contoh ayat pertama dinyanyikan oleh pemimpin (yang bertindak sebagai pimpin disini ialah pemusik secara langsung) lalu ayat itu diulangi lagi oleh para peserta (yang bertindak sebagai peserta ialah jemaat). Demikian seterusnya sampai ayat ke-24 selesai dinyanyikan. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit.

Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar berarti membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru dengan cara dinyanyikan. Oleh sebab penyajian dinyanyikan maka Asa Di Waar memiliki melodi dan teks. Pada umumnya melodi dalam Asa Di Waar dinyanyikan secara berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah sesuai dengan setiap ayat yang isinya berbeda-beda. Ini disebut dengan strofik. Dengan kata lain, Asa Di Waar lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic. Lebih lanjut penulis ingin melihat hubungan antara teks dan melodi (musikal) pada Asa Di Waar. Hal ini menjadi satu dari beberapa alasan penulis untuk mengangkat topik ini sebagai objek penelitian.

Hal lain yang menjadi ketertarikan penulis ialah menurut hasil wawancara dengan bapak Daliph Singh, penulis mendapati bahwa ke-24 ayat pada Asa Di

Waar memiliki cerita dan makna tersendiri. Sehingga penulis ingin melihat lebih jauh tentang makna yang terkandung di dalam Asa Di Waar ini.

(24)

dahulu dan telah dibuat ke dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Departemen Etnomusikologi. Sehingga penulis merasa penting untuk melihat satu bagian lagi dari tiga bagian besar ibadah Sikh yaitu Asa Di Waar tersebut.

Karena Asa Di Waar ini merupakan bagian dari ibadah keagaaman, maka penelitian dilakukan di Gurdwara Perbandak Committee, yang terletak di Jalan Teuku Umar, Medan. Lebih lanjut, karya tulis ilmiah ini akan diberi judul, “Analisis Tekstual dan Musikal Asa Di Waar dalam Ibadah Agama Sikh di

Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimana tekstual dan musikal Asa Di Waar yang disajikan pada Ibadah

masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan. 2. Bagaimana makna yang terkandung dalam pembacaan Asa Di Waar dan apa

dampak yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak

Committee, Tengku Umar, Medan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

(25)

1. Mengetahui tekstual dan musikal Asa Di Waar pada Ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

2. Mengetahui makna yang terdapat pada Asa Di Waar yang ditimbulkan kepada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang analisis tekstual dan musikal Asa Di Waar pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian musikologis suatu ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu Etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian ini.

(26)

1.4 Konsep dan Kerangka Teori

1.4.1 Konsep

Menurut R. Merton (dalam Koentjaraningrat 1994: 21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 37), analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah ibadah rutin masyarakat Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Asa Di Waar yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 84). Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

      

4Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977

(27)

Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal dalam istilah Etnomusikologi adalah chanting. Asa Di Waar yang merupakan pembacaan ayat dari isi kitab yang dilakukan pada ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian yang di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995: 1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford

Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah:

(1) people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

(28)

terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: ฀฀฀฀, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran”. Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru5, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain” (id.wikipedia.org).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, teori diartikan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian) dan asas-asas, hukum-hukum yang dijadikan dasar sesuatu serta pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.

      

(29)

Dalam bahasan yang lebih dalam, untuk menganalisis struktur musik dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch

centre), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah pemakaian nada (frequency of not), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula melodi, dan (8) kontur. Kedelapan point ini akan dipakai dalam penganalisaan stuktur musik.

Dalam menganalisa teks-teks yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis memperhatikan beberapa teori. Seperti teori yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977:17-18) yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian, yaitu bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya apabila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi.

(30)

dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif ialah makna kata yang terkandung arti tambahan, sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna yang sebenarnya.

Untuk mentranskripsikan melodi yang terdapat dalam Asa Di Waar, penulis menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Nettl yang menyatakan, ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan musik, yaitu : (1) Menganalisis dan mendeskripsikan apa yang didengar, (2) Mendeskripsikan dan menulis apa yang dilihat. Dalam mentranskripsi Asa Di Waar, penulis akan menggunakan kedua pendapat tersebut, karena dalam melakukan analisis nantinya penulis akan menganalisa musik dari apa yang dilihat dan data yang didapat di lapangan, dan juga dari apa yang didengar pada saat penelitian di lapangan.

Menurut Nettl (1964:99), bahwa transkripsi adalah suatu proses menotasikan bunyi atau membuat menjadi sumber visual. Dan pengertian tersebut merupakan hal yang mendukung dari pembahasan skripsi ini. Untuk menotasikan

(31)

memberikan informasi-informasi dan kajian detail yang terdapat dalam komposisi musik Asa Di Waar.

Selaras dengan pengertian upacara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu menurut adat atau agama, penulis mengkategorikan ibadah Sikh ke dalam bagian dari upacara. Asa Di Waar yang merupakan bagian dari ibadah Sikh memiliki komponen-komponen pada pelaksanaannya. Untuk menjelaskan tentang komponen-komponen tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990 : 377) bahwa ada 4 komponen penting dalam upacara, yaitu (1) tempat upacara, (2) waktu upacara, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, (4) pendukung dan pemimpin upacara.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1990:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988: 13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

(32)

kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau

participant observation (M. Sitorus 2003: 25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.5.1 Studi Kepustakaan

Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel. Penulis juga mengambil bahan referensi dari skripsi yang juga telah membahas tentang masyarakat Sikh seperti skripsi oleh Rina Simanjuntak, S.Sn dengan judul “Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab

Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi.” dan skripsi oleh Andro Mahardika, S.Sn dengan judul “Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla dalam Mengiring Ibadah Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.”

(33)

dokumen PDF,dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara dan perekaman.

1. Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007: 115).

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di Gurdwara Perbandak

Committee. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

2. Wawancara

Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

(34)

dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.

Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

(35)

pemusik ibadah yang sering mengiringi Asa Di Waar dalam ibadah di Gurdwara. Selain itu penulis juga mewawancarai pemain musik, dan beberapa jemaat yang hadir.

3. Perekaman atau dokumentasi

Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Asa Di Waar di Gurdwara Perbandak Committee, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera digital yang digunakan adalah merk Canon IXUS 80 IS, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam DCR-SR65.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi.

(36)

penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Asa Di Waar pada masyarakat Sikh di

Gurdwara Perbandak Committee, Teuku Umar, Medan. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan.

1.6 Lokasi Penelitian

(37)

BAB II

IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

Medan merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota terbesar di pulau Sumatera. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Dimana di sebelah utara kota Medan berbatasan dengan selat Malaka. Di sebelah timur kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Di sebelah selatan kota Medan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang, dan di sebelah barat kota Medan juga berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang.

Iklim Kota Medan, dipengaruhi oleh letaknya yang berada di Pesisir Timur Pulau Sumatera yang berarti dekat dengan Selat Malaka. Keadaan ini menyebabkan iklim Kota Medan cenderung panas ataupun tropis dengan suhu berkisar antara 24’-36’.

(38)

Km dari pantai, terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m sampai 2,5 m ketika pasang surut dan pasang naik6.

Secara konstitusional Negara Indonesia di bagi dalam daerah provinsi dan daerah yang lebih kecil (Kota-Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan administratif. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, historis, politis, psikologis dan tehnis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indonesia.

Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diperlakukannya UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Adanya pemerintahan daerah berkonsekuensi adanya Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyalenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

      

6Said Efendi, Strategi Pembangunan Mewujudkan Kota Medan Bestari, 1997, Medan: Yayasan

(39)

Sumber: Binamarga Pemko Medan

Tabel 2.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

Fungsi Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu : ( 1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.

(40)

proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

(41)

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

01 Medan

Tuntungan 39,414 41,528 80,942

02 Medan Johor 61,085 62,766 123,851

Perjuangan 45,144 48,184 93,328

17 Medan Tembung 65,391 68,188 133,579

18 Medan Deli 84,520 82,273 166,793

19 Medan Labuhan 56,676 54,497 111,173

20 Medan Marelan 71,287 69,127 140,414

(42)

Jumlah 1,036,926 1,060,684 2,097,610

Sumber: BPS Kota Medan

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Hasil Sensus Penduduk 2010

2.2 Sejarah Lahirnya Agama Sikh

Sikhisme (bahasa:Punjabi) adalah salah satu agama terbesar di dunia. Agama ini berkembang pesat pada abad ke 16 dan 17 di India. Kata Sikhisme berasal dari kata Sikh, yang berarti “murid” atau “pelajar”. Agama Sikh atau Sikhisme adalah sebuah agama orang India , agama baru ini mengandung sedikit ajaran Islam dan Hindu di bawah semboyan “Bukan Hindu dan bukan Muslim”.

Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran dengan Amritsar di wilayah Punjab, India. Pendiri dari agama sikh ini ialah Guru Nanak (1469-1539), seorang yang pada asalnya beragama Hindu tetapi atas keinginannya untuk menjadikan sebuah agama yang boleh diterima oleh semua orang di India, Guru Nanak telah menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Islam dan Hindu. Beliau dilahirkan dalam keluarga Hindu yang ketat pada tahun 1469. Guru Nanak sejak kecil sudah menunjukkan pemberontakan terhadap ajaran Hindu. Sebuah kisah yang paling terkenal adalah bagaimana Guru Nanak kecil menolak pemasangan benang suci janeu7. Dalam tradisi Brahmin, bocah kecil yang beranjak dewasa akan mendapatkan benang suci putih yang diikatkan melingkar dari pundak kiri ke pinggang kanan. Benang ini dipakai terus sepanjang hidup. Setidaknya sekali dalam setahun, janeu kaum Brahmin diganti dalam upacara khusus. Hanya orang

      

(43)

kasta Sudra (kasta terendah) yang tidak melingkarkan janeu di tubuh mereka. Tetapi Guru Nanak tak peduli, tetap tak mau memasang benang itu ke tubuhnya. Baginya, kualitas manusia bukan ditentukan oleh benang.

Beliau bersabda, “Meskipun mereka melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara, membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’. Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain. Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”

Semasanya, Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya.

Sri Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.

(44)

Oleh karena itu, agama Sikh seperti Islam percaya kepada adanya satu Tuhan tetapi Tuhan penganut Sikh dipanggil Waheguru. Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih tempat Guru Nanak dan secara perlahan-lahan, mereka telah menjauhkan diri dari agama Hindu dan Islam.

Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Sri Guru Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian diberi nama

Sri Guru Granth Sahib (yang merupakan kitab suci umat Sikh). Sri Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh”

2.2.1 Ciri Kaum Sikh

Dalam teladannya, Sri Gobind Singh juga memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran “Lima K”. Dan pada saat ini, pemakaian seragam ini akhirnya menjadi satu ciri dari kaum Sikh itu sendiri.

Lima K adalah lima hal yang selalu harus ada dan diwajibkan untuk dipakai, dengan keterangan sebagai berikut:

(45)

Gambar 2.1 Kesh

Saat ini penggunaan Kesh mengalami perubahan. Dimana, tidak semua lelaki Sikh menggunaan Kesh tersebut. Hal ini dilakukan karena pada saat ini juga tidak semua lelaki Sikh berambut panjang.

(2) Khanga yang berarti sisir. Umat Sikh harus terlihat rapi. Dengan menggunakan sisir ini mereka merapikan rambut yang kekusutan dan membersihkan rambut dari kotoran.

Gambar 2.2 Khanga

(46)

Gambar 2.3 Karra

Penggunaan Karra sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh umat Sikh. Penggunaan gelang tersebut pada saat ini tidak hanya dipertahankan oleh lelaki Sikh tetapi juga oleh perempuan Sikh. Hal ini sebagai penanda bahwa mereka adalah kaum Sikh.

(4) Kachha yang berarti celana pendek. Merupakan suatu simbol pengawasan terhadap diri sendiri dan sifat moral yang tinggi.

Gambar 2.4 Kachha

Dalam wawancara yang penulis lakukan, saat ini terjadi perubahan dalam penggunaan Kachha ini. Dimana, saat ini, kachha tidak selalu digunakan oleh semua kaum lelaki Sikh.

(47)

Gambar 2.5 Kirpan

Uraian di atas merupakan ciri-ciri kaum Sikh pada masa awal agam ini berdiri. Di dalam perkembangannya, beberapa penggunaan ciri ini banyak bergesar. Sebagai contoh saat ini tidak semua laki-laki Sikh memanjangkan rambutnya. Di dalam beberapa kali ibadah yang penulis ikuti, penulis menjumpai banyak pria Sikh yang saat ini tidak berambut panjang. Tetapi pemuka agama mereka seperti pendeta dan beberapa orang-orang tertentu masih memanjangkan rambut mereka. Hal ini ditandai dengan penggunaan sorban oleh para pendeta. Jemaat laki-laki yang lain, ada umumnya hanya memakai penutup kepala saja. Dari keadaan ini, penulis juga melihat adanya perkembangan penggunaan sorban oleh para laki-laki Sikh. Yang dimana, karena rambut mereka saat ini tidak lagi panjang, maka mereka tidak lagi menggunakan sorban.

(48)

Untuk perempuan Sikh, biasanya menggunakan penutup kepala dan pakaian yang menutup aurat, celana longgar, baju selutut, selendang 2 meter. Dan pakaian yang mereka kenakan mirip ataupun hampir sama dengan baju sari yang sering digunakan oleh perempuan India pada umumnya.

Gambar 2.7 Penggunaan Ciri Perempuan Sikh

2.3 Keberadaan Agama Sikh di Medan

Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan tentang keberadaan Agama Sikh di kota Medan. Beberapa hal yang menyangkut di dalamnya seperti sejarah agama Sikh, sistem ibadah yang dimana nanti akan dibahas juga tentang tempat ibadah yang merupakan lokasi penelitian penulis yaitu Gurdwara Perbandak

(49)

2.3.1 Sejarah Agama Sikh di Medan

Ajaran Sikh masuk ke Indonesia melalui pedagang India dan Gujarat. Namun menurut pengakuan dari salah seorang penganut agama Sikh bernama Baldev Singh (41) disamping masuk melalui jalur perdagangan namun ada juga beberapa yang dibonceng oleh tentara sekutu pada perang dunia kedua. Mereka dipekerjakan pada perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Namun kurang begitu terekspos beritanya. Kemudian mereka mulai masuk ke Indonesia secara bertahap dan akhirnya menjadi berkembang. “ Pak tua saya dulu ikut menjadi pejuang kemerdekaan, beliau meninggal pada tahun 1975”, tutur Baldev .

Di Indonesia umat Sikh sudah mencapai 80.000 Jiwa. Mereka hidup menyebar di seluruh pelosok tanah air seperti Jakarta, Medan, dan Palembang. Dan umat Sikh yang terbesar ada di wilayah Medan dan sekitarnya.

Telah diketahui bahwa sejak perkebunan tembakau dibuka (1863) di Sumatera Utara oleh Jacobus Nienhys, buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai wilayah di Sumatera Utara. Orang-orang Sikh yang bekerja di perkebunan pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Zulkifli Lubis 2005).

(50)

Banyaknya umat Sikh yang ada di Medan, menyebabkan pembangunan rumah ibadah Sikh lebih banyak dari kota-kota lain di Sumatera Utara. Di Medan, ada 4 Gurdwara(rumah ibadah) Sikh yaitu: Gurdwara Perbandak Committee (Jalan Teuku Umar), Gurdwara Shree Guru Arjundev Ji (Jalan Mawar Sari Rejo, Karang Sari, Polonia), Gurdwara Tegh Bahadur (jalan Polonia), dan Gurdwara

Nanak Dev Ji (jalan Karya Murni).

2.3.2 Sistem Ibadah

Sikh dimulai oleh Guru Nanak sekitar 530 tahun yang silam dan ini dimulai dari desa kelahirannya yaitu Talwan di dekat Lahore (Pakistan). Kata Sikh yang berarti pengikut atau murid, dimana hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan mereka menyebutnya dengan Waheguru. Jadi setiap ada sesuatu kejadian yang mengejutkan,mereka langsung menyebut waheguru. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh disini berlandaskan kepada ajaran-ajaran kesepuluh guru yang berpedoman pada Sri Guru Granth Shaib (Aulakh,Sukdev Singh,1999:1).

(51)

Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Shaib, mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10%. Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh.

Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan Gurdwara dan umat Sikh. Pada hari Minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 03.00 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib.

(52)

2.3.2.1 Gurdwara Perbandak Committee Teuku Umar Medan

Gurdwara Teuku Umar didirikan pada tahun 1953. Pada saat itu bangunan Gurdwara masih dalam keadaan yang sederhana dan kecil yaitu hanya dilapisi dengan atap tepas dan berdindingkan papan. Dan ini didirikan oleh Banta Singh Fatupila, Chanan Singh Kour arka, Shinggara Singh Chabal, Djagat Singh Chabal, Harnam Singh Kairon, masyarakat suku Punjabi yang lainnya dan juga masyarakat setempat. Pertambahan penduduk suku bangsa Punjabi yang semakin banyak saat itu, menjadi awal dari perubahan luas bangunan untuk lebih mendirikan sebuah Gurdwara yang cukup besar dan nyaman. Dan Gurdwara ini dinamakan dengan Gurdwara Perbandak Committee.

(53)

Gambar 2.9 Pintu masuk Gurdwara dari bagian sisi belakang

Beberapa hal yang terlihat pada Gurdwara ini ialah terlihat dari bangunannya yang cukup besar dan banyak dilapisi dengan warna emas pada setiap bangunan dan pada kubah yang ada. Bentuk bangunan ini mengikuti bentuk

Gurdwara di India sebagai identitas ajaran Sikh itu sendiri. Terdapat beberapa unit kipas angin yang menandakan adanya kesejukan pada tempat ibadah serta di tengahnya terdapat kubah kecil, yang dihiasi dengan kain (rumalla) guna menutupi kitab suci agar terhindar dari serangga-serangga kecil untuk tempat sang Pendeta dalam membacakan Guru Granth Sahib, terdapat kamar khusus Guru Granth Sahib (kitab suci).

(54)

Gambar 2.10 Sisi kanan kitab suci, tempat pemain musik (level)

(55)

Gambar 2.12 Kitab Sri Guru Granth Sahib

Hal ini terlihat dari cara ajaran Sikh dalam menjaga kitab suci tersebut dengan

menyediakan kamar khusus yang dilengkapi dengan tempat tidur serta selimut guna

menutupi kitab suci ini. Ruangan tersebut juga diberi Air Conditioner (AC) untuk

memberi kenyamanan kepada kitab Sri Guru Granth Sahib. Pada malam hari, lampu di

dalam ruangan tersebut dimatikan dan lampu tidur dinyalakan. Semua

perlakuan-perlakuan ini mereka lakukan karena bagi ajaran Sikh, Guru Granth Sahib dianggap

(56)

Gambar 2.13 Kamar Khusus Sri Guru Granth Sahib

(57)

Gambar 2.14 Khenda kerpan perisai diletakkan diatas pintu masuk Gurdwara

(58)

Gambar 2.15 LanggarGurdwara Perbandak Committee Teuku Umar

Gambar 2.16 Kacang hijau dan sayur-sayuran yang disajikan di langgar

(59)

tempat yang telah disediakan, lalu mencuci kaki ditempat yang telah disediakan. Beberapa aturan ini dilakukan untuk lebih menghargai tempat ibadah karena tempat ibadah adalah tempat yang suci, bersih dan saat melakukan ibadah pun dapat lebih tenang (Wawancara, 19 April 2012).

Berbeda dengan tiga Gurdwara lain yang ada di kota Medan, dulunya

Gurdwara ini memiliki yayasan perguruan. Masyakarat Sikh di kota Medan sering menyebutnya dengan sekolah Khalsa. Walaupun saat ini yayasan tersebut sudah tidak beroperasional lagi, namun bangunan yayasan masih utuh hingga saat ini.

Gambar 2.17 Yayasan Guru Nanak Sikh Educational Board

(60)

2.3.3 Sistem Bahasa

Bahasa merupakan suatu bentuk perantara dalam melakukan komunikasi, baik itu secara lisan maupun tulisan. Seperti yang telah penulis kemukakan pada bab pertama, bahwa penganut agama Sikh pada umunya ialah bangsa India dengan suku Punjabi, maka bahasa yang mereka gunakan ialah bahasa Punjabi. Walaupun mereka juga tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan suku lain. Tetapi pada saaat di dalam tempat ibadah, sesama mereka umumnya mereka menggunakan bahasa Punjabi.

(61)

huruf mengandung arti yang berbeda. Dan dalam suku bangsa Punjabi tidak ada kata tunggal dan kata jamak.

2.3.4 Aspek Pendukung Lain

Beberapa aspek pendukung lain dari keberadaan agama Sikh di Medan dapat dilihat dari sistem mata pencaharian dan sistem kekerabatan mereka.

2.3.4.1 Sistem Mata Pencaharian

Pada masa saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat Sikh di berbagai tempat secara umum memiliki mata pencaharian yang hampir sama. Sistem mata pencaharian masyarakat Sikh dikenal dengan sebutan ‘S4’, yaitu: sekolah, susu, sport, dan supir. Sekolah artinya menjadi seorang guru dengan menempuh pendidikan yang tinggi, kebanyakan dari mereka menjadi guru Bahasa Inggris. Susu artinya menjadi seorang peternak sapi atau lembu yang sejak dulu susu perahannya sudah dikenal banyak orang. Sport artinya membuka toko sport yang menjual semua peralatan olahraga. Supir artinya menjadi seorang supir (Wawancara dengan BapakDalip Singh, 19 April 2012).

(62)

susu dan minyak sapi. Susu hasil perahan ini dikonsumsi sendiri, dijual sedangkan minyak sapinya digunakan untuk campuran makanan seperti makanan yang terdapat di Gurdwara. Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, umat Sikh mendapatkan kesulitan memperoleh surat izin usaha dari Pemerintah agar ternak yang diperbolehkan keluar dari tanah peternak untu merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dan karena itu, tidak banyak lagi masyarakat Sikh bekerja sebagai peternak sapi dan jika yang masih menekuninya itu karena, ia memiliki lahan yang luas sehingga di bagian belakang rumahnya dapat memelihara sapi. Dan karena beberapa faktor itulah yang menyebabkan kurangnya suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi. Namun dalam hal ini mata pencaharian suku bangsa ini menyatakan bahwa pada prinsipnya, jika mereka memiliki kemampuan dalam hal ekonomi lebih baik membuka usaha sendiri dari pada harus bekerja dengan orang lain (Nababan, Surya Christina, 2011).

2.3.4.2 Sistem Kekerabatan

(63)

♂ ♀

Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ di belakang namanya, contoh: Y Singh Sekhon. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’ di belakang namanya, contoh: X. Kaur Maan. Berikut merupakan beberapa contoh marga yang ada pada masyarakat Sikh: Sekhon, Maan, Dieol, Sran, Sandhu, Gill, Dhillon, Siwia, Senggah, Sidhu, dan lain sebagainya.

2.4 Kesepuluh Guru

Ada sepuluh guru yang sampai saat ini menjadi guru yang memberikan pengajaran tentang Sikh. Mereka juga merupakan orang-orang yang menulis tentang ajaran-ajaran baik dalam agama ini yang dibuat kedalam Sri Guru Granth

Sahib.

2.4.1 Guru Nanak Dev

(64)

sejarah, dengan berlalunya waktu, maka kaum Sikh yang menyatakan diri sebagai pengikut Guru Nanak.8 

Gambar 2.19 Guru Nanak Dev

Guru Nanak merupakan salah wsatu guru yang banyak memberi ajaran yang di masukkan ke dalam kitab suci agama Sikh, yang dimana dalam kesehariannya mereka sering membaca dan meneladani ajaran baik dari guru ini. 2.4.2 Guru Angad Dev

Guru Pewaris pertama dari Guru Nanak dan Guru yang kedua adalah Bhai Lehna, belakangan disebut sebagai Guru Angad (1539–1552). Dia adalah pengikut yang berbakti dari Guru Nanak, dan menjalani hidup sederhana seperti guru besarnya. Sumbangan Guru Angad yang terbesar kepada sejarah Sikh dan agamanya adalah pembagian naskah Punjabi. Gurmukhi, catatan yang di dalamnya terdapat hymne dan kata-kata dari Guru Nanak. Ini membentuk inti dari kitab suci Sikh yang belakangan hari berkembang menjadi Sri Guru Granth

Sahib.

      

 Tentang kesepuluh guru bersumber dari buku Bhagat Lakshman Singh, The Life and Work of

(65)

Gambar 2.20 Guru Angad Dev

2.4.3 Guru Amar Das

Guru ketiga adalah Amar Das (1552–1574). Dia mengorganisir kaum Sikh dalam 22 Manjis atau rayon, dan mendirikan lembaga dapur umum yang bebas bea, disebut Guru-ka-Langgar, di mana orang-orang dari segala kasta makan bersama-sama. Dinyatakan bahwa Guru Amar Das sebagai pembaharu sosial yang besar.

(66)

2.4.4 Guru Ram Das

Guru keempat adalah Ram Das (1574–1581). Dia memulai pembangunan sebuah danau besar, disebut Amritsar (danau Nectar) dan merencanakan juga pembangunan Kuil Emas di tengah-tengah danau itu. Ram Das mulai mengumpulkan sumbangan tetap untuk manajemen masyarakat Sikh dan kegiatan khusus resmi lainnya. Ram Das adalah Guru yang pertama kali menunjuk puteranya sendiri sebagai penggantinya, jadi dialah yang secara resmi menjadikan Guru sebagai keturunan.

Gambar 2.22 Guru Ram Das

2.4.5 Guru Arjan Dev

(67)

Sahib, di mana dia memasukkan karangannya sendiri bersama-sama keempat pendahulunya. Ketiga, dia mengorganisir kaum Sikh dalam suatu masyarakat terpisah dengan kitab suci tersendiri, dan menjadikan danau suci beserta kuil suci mereka. Ini permulaan dari Negeri Sikh, dan Guru Arjun disebut oleh para pengikutnya Sanchcha Padshah (Maharaja Sejati).

Gambar 2.23 Guru Arjan Dev

2.4.6 Guru Har Gobind

(68)

dan unit-unit arteleri. Di bawah kepemimpinan Har Gobind, mereka terlibat konflik bersenjata dengan pasukan-pasukan kerajaan kaisar Shah Jehan dalam beberapa kali pertempuran.

Gambar 2.24 Guru Har Gobind

2.4.7 Guru Har Rai

(69)

Gambar 2.25 Guru Har Rai

2.4.8 Guru Har Krishan

Har Krishan masih kanak-kanak ketika ditunjuk sebagai Guru. Kakaknya yang lebih tua, Ram Rai memisahkan diri dan membentuk sekte yang terpisah. Hari Krishen meninggal disaat dia berumur baru sembilan tahun. Di saat kematian Guru Hari Krishan, maka beberapa orang menyatakan bahwa mereka berhak menjadi gadi dari Guru.

(70)

2.4.9 Guru Tegh Bahadur

Orang yang akhirnya menjadi Guru ke sembilan adalah Tegh Bahadur (1664–1675). Ram Rai sebagai saingan terdekat menjadi musuh bebuyutannya. Rakyat India merasa tidak puas dengan kebijakan agama dari maharaja Aurangzeb. Guru Tegh Bahadur berada di antara lawan maharaja yang melakukan diskriminasi agama dan kurang toleran. Cunningham menulis bahwa Tegh Bahadur telah mengorganisir rombongan perampok, dan menindas, serta memaksa penduduk pedesaan.13 Ram Rai menarik perhatian Qadi yang marah terhadap Guru. Qadi mengambil keuntungan di saat ketidakhadiran maharaja di Delhi dengan memberlakukan hukum mati kepada Guru dengan alasan memberontak Putera Guru Tegh Bahadur, Gobind Sind menjadi Guru berikutnya.

Gambar 2.27 Guru Tegh Bahadur

2.4.10 Guru Gobind Singh

(71)

tetapi dia mewariskan semua ajaran termasuk ajaran kesembilan guru sebelumnya kedalam sebuah kitab suci. Sehingga kitab suci tersebut dianggap sebagai guru kesebelas yang dimana semua ajaran tentang agama Sikh tinggal di dalamnya.

Dalam otobiografinya, Bichitra Natak, dia menulis: “Tuhan memerintahkan saya untuk pergi ke dunia. Pikiranku pada saat itu terpusat pada bunga anggrek di kaki Tuhan. Saya tidak ingin pergi, tetapi Tuhan mengirimku ke dunia dengan suatu mandat, firman Nya: ‘Aku pelihara engkau sebagai Putera Ku, dan mengirimkan engkau untuk menegakkan kemuliaan dan menyelamatkan rakyat.” Guru Gobind Singh melakukan suatu upacara yang disebut Khanda di-Pahul (Baptis Pedang), di mana dia memandikan lima murid yang terpilih disebut Piyaras. Dia mengirimkan satu cawan besi dan menaruhkan beberapa gula dan air di dalamnya. Kemudian dia mengaduknya dengan belati bersisi dua, dan menyebut adukannya sebagai Amrita, dan kelima Piyara meminumnya kemudian memakan sejenis bubur yang disebut Karah Parshad. Mereka diminta untuk memakai nama ‘Singh’(singa) dan memakai senjata pribadi serta memakai baju perang.

(72)

BAB III

DESKRIPSI ASA DI WAAR PADA IBADAH RUTIN SIKH

3.1 Pengertian Asa Di Waar

Asa Di Waar merupakan kumpulan 24 ayat yang diambil dari halaman 462-475 kitab suci Sikh yang bernama “Sri Guru Grant Sahib” yang biasanya untuk mempermudah penggunaannya dibuat kedalam satu buah buku. Asa Di

Waar merupakan kidung pujian yang selalu menjadi pendahuluan dalam ibadah. Asa Di Waar dalam ibadah rutin umat Sikh merupakan pembacaan ke-24 ayat suci tersebut dengan cara menggunakan melodi. Dalam kata lain, Asa Di Waar dinyanyikan oleh para umat dalam ibadah rutin mereka. Asa Di Waar biasanya berdurasi kurang lebih 60 sampai 90 menit yang dimana umumnya dalam ibadah Sikh dimulai pada pukul 09.00 dan umunya berakhir pada pukul 10.00 sampai 10.30. Dalam pelaksanaannya, Asa Di Waar membaca ayat-ayat yang berupa pengharapan kepada Waheguru.

3.2 Sistem Upacara Keagamaan

Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat komponen penting dan menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi. Keempat komponem itu ialah : (1) tempat upacara keagamaan/ibadah dilakukan, (2) saat-saat upacara keagamaan/ibadah dilakukan, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, (4) orang-orang yang melakukan dan yang memimpin upacara.

(73)

3.2.1 Tempat Ibadah

Tempat dilaksanakannya ibadah Sikh ini ialah Gurdwara. Gurdwara sendiri merupakan sebutan umat sikh untuk tempat peribadatan mereka. Dalam penelitian yang penulis lakukan, tempat ibadah yang penulis pilih ialah di

Gurdwara Perbandak Committee, Tengku Umar, Medan. Namun tempat terperinci dilaksanakannya ibadah adalah didalam darbar sahib. Darbar sahib merupakan pusat dari gurdwara itu sendiri yang merupakan tempat dimana kitab

Guru Granth Sahib diletakkan secara khusus di depan Gurdwara tersebut.

3.2.2 Waktu Ibadah

Waktu dilaksanakannya ibadah ialah pada hari Minggu. Tidak alasan khusus mengapa hari Minggu dipilih sebagai hari peribadahan mereka. Hari Minggu dipakai untuk beribadah karena di Indonesia hari Minggu diseakati sebagai hari Libur. Sehingga mereka memakai hari tersebut sebagai hari mereka untuk beribadah bersama. Ibadah pada umumnya dimulai pada pukul sembilan pagi hingga selesai yaitu kira-kira pukul satu siang.

3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah

Benda dan peralatan yang digunakan dalam ibadah yang dilakukan agama Sikh ialah sebagai berikut :

(74)

Gambar 3.1 Sri Guru Granth Sahib

2) Bunga dan dupa.

Bunga dan dupa umumnya diletakkan di sekeliling kitab suci sebagai lambang penghormatan umat Sikh kepada kitab suci yang mereka sebut sebagai salah satu guru mereka.

Gambar 3.2 Bunga dan dupa yang diletakkan di sekeliling kitab suci

(75)

Gambar 3.3 Nishan Sahib

4) Rumalla adalah istilah Punjabi untuk sepotong kain berbentuk persegi atau persegi panjang yang terbuat dari sutra digunakan untuk menutupi Guru Granth Sahib di Gurdwara jika tidak sedang dibaca.

Gambar 3.4 Rumalla

(76)

Gambar 3.5 Chaur Sahib

6) Golak adalah istilah yang digunakan untuk sebuah kotak koleksi yang biasanya diletakkan di depan Sri Guru Granth Sahib sebagai persembahan dalam uang sebelum berlutut atau membungkuk untuk Guru. Uang yang terkumpul dalam golak digunakan untuk membantu pengeluaran, memberikan sumbangan dana dan untuk keperluan lainnya.

7) Sound system.

Sound system yang digunakan untuk mengeraskan suara alat musik dan suara penyanyi sehingga seluruh peserta ibadah mendengarkan dan dapat menyanyikan kembali nalunan melodi yang dimainkan oleh pemimpin upacara pada saat ibadah berlangsung.

8) Alat musik.

(77)

Gambar 3.6 Harmonium

Gambar 3.7 Tabla

3.2.4 Pemimpin dan Peserta Ibadah

(78)

didatangkan dari India yang telah mengikuti kegiatan akademis (sekolah keagamaan) di sekolah pendeta umat Sikh.9

Peserta upacara adalah para umat Sikh. Peserta upacara terdiri dari pria dan wanita dari segala usia mulai dari anak-anak sampai kepada orang dewasa dan juga para lanjut usia.

3.3 Hari Besar Sikh

Dalam wawancara, hari besar agama Sikh merupakan bagian yang penting dan juga merupakan kegiatan yang tidak terlepas dari adanya kegiatan pembacaan Asa Di Waar. Menurut Bhai Dalip Singh, hari besar agama Sikh adalah setiap hari lahir dan meninggalnya semua Guru, tahun baru Sikh dan juga hari Vaisakhi atau hari jadi agama Sikh (1699). Dalam setiap hari besar Sikh ini, akan diadakan ibadah khusus sama seperti peringatan agama lain terhadap hari besar mereka.

No Peristiwa / Nama Guru Kelahiran Tanggal Peringatan Kematian 1 Tahun Baru Sikh Tanggal 1 Bulan Cet atau 14 Maret

Gambar

Tabel 2.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan
Gambar 2.2 Khanga
Gambar 2.4 Kachha
Gambar 2.5 Kirpan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk penyajian musik dalam tata ibadah agama Sikh di Gurdawara Nanak Dev Ji Kampung Keling Medan, memiliki bentuk penyajian yang menarik karena di dalam musik tradisional

Dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Beberapa teori yang digunakan dalam penulisan adalah strukturalisme, teori upacara, teori ethnosciense , teori weighted scale , teori analisis melodi, teori

Untuk di ruangan dalam Gurdwara terdiri dari The Guru's Throne (Mahkota Guru) yang terdiri dari: chanani, manji sahib, palki sahib, rumalla dan bantal kecil, chaur sahib,

Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada