PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL
1 µg/kgBB DENGAN LIDOKAIN 2%
1 mg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON
HEMODINAMIK PADA TINDAKAN EKSTUBASI
OLEH
IRFAN HAMDANI
TESIS
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS I
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL
1 µg/kgBB DENGAN LIDOKAIN 2%
1 mg/kgBB INTRAVENA TERHADAP RESPON HEMODINAMIK
PADA TINDAKAN EKSTUBASI
TESIS
Oleh
dr. IRFAN HAMDANI
Pembimbing I : dr. YUTU SOLIHAT, SpAn, KAKV
Pembimbing II : dr. H.CHAIRUL M. MURSIN, Sp.An
Tesis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Spesialis
Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
i KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas ridho, rahmat dan
karunia–Nya kepada saya sehingga dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam
penyelesaian pendidikan keahlian dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif . Shalawat
dan salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya Radhiallahu’anhum ajma’in yang telah membawa perubahan dari zaman
kejahiliyahan ke zaman berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti
Program Pendidkan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif di Universitas
ini. Bapak Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Direktur RS Pirngadi Medan dan
Direktur RS Haji Mina Medan, Direktur RSUD FL.Tobing Sibolga, Direktur RSUD
Sipirok yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk belajar dan bekerja di
lingkungan rumah sakit ini.
Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.
dr.Achsanuddin Hanafie,SpAn KIC sebagai ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK USU/RSUP H Adam Malik Medan. Terima kasih yang sebesar-besarnya
juga saya sampaikan kepada dr.Hasanul Arifin,SpAn,KAP,KIC sebagai Ketua Program
Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif. Dr.dr.Nazaruddin Umar,SpAnKNA sebagai
Departemen, dr.Yutu Solihat,SpAn,KAKV sebagai Kepala Instalasi sekaligus
pembimbing I pada penelitian ini.
Terima kasih saya sampaikan kepada dr.H.Chairul M.Mursin,SpAn yang juga
sebagai pembimbing II penelitian ini, serta kepada dr.Arlinda Wahyuni,MKes sebagai
pembimbing statistik yang banyak membantu dalam penelitian ini khususnya dalam hal
metodologi penelitian dan analisa statistik.
Rasa hormat dan terima kasih kepada semua guru-guru kami, dr.A.Sani P.
Nasution,SpAn KIC, dr.Chairul M.Mursin, SpAn, Prof.dr.Achsanuddin Hanafie,SpAn
KIC, Dr.Hasanul Arifin,SpAn,KAP,KIC, Dr.dr.Nazaruddin Umar,SpAnKNA, dr.
Asmin Lubis,DAF,SpAn, KAP, KMN, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn KAKV, dr. Yutu
Solihat,SpAnKAKV, dr.Nadi Zaini,SpAn, dr.Soejat Harto,SpAn, dr.Muhammad AR,
SpAn, dr.Syamsul Bahri,SpAn, dr.Walman Sitohang,SpAn, dr.Tumbur,SpAn, dr.
Veronica HY,SpAnKIC, dr.Tjahaya Indra Utama, dr.Nugroho K.S,SpAn, dr.Dadik
Wahyu Wijaya,SpAn, dr.M. Ihsan,SpAn, dr.Guido M. Solihin, SpAn.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUSU terutama kepada dr.Ricky H.Tarigan, dr.Jalaluddin A.Chalil,
dr.M.Dahril Tanhar,Sp.An, dr.Ade Winata, dan dr.Ade Fitriani atas kerja sama dan
bantuan serta dorongannya selama ini. Terima kasih kepada teman-teman residen Ilmu
Bedah, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, THT, Penyakit Mata dan bidang ilmu
kedokteran lainnya yang banyak berhubungan dengan bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif. Terima kasih kepada rekan-rekan kerja perawat dan penata Anestesiologi,
perawat ICU dan perawat lainnya yang banyak berhubungan dengan kami. Terima kasih
juga kepada seluruh pasien dan keluarganya sebagai “guru” kedua kami dalam
menempuh pendidikan spesialis ini.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya, babahanda
iii ucapan terima kasih saya haturkan kepada mertua saya H.Syafiruddin Pasaribu dan
Hj.Lamsini Siagian atas bantuan dorongannya selama ini. Terima kasih kepada istriku
tercinta, dr.Rini Andayani Pasaribu atas pengorbanannya, kesabarannya dan
kesetiaannya. Kepada anak-anakku Habib Arsyad Hamdani dan Amelia Putri Hamdani
serta Almh.Nur Jannah yang menginspirasi dan memberi dorongan untuk mewujudkan
asa yang lebih baik . Demikian juga kepada abanganda Zeinnuri,SE.Ak, dan Zainul
Fachrin,ST dan adinda dr.Irdhon Husni,SpAn,MKes, dan Emmy Wardhani,SP yang
telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil selama saya mengikuti
program pendidikan ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, kita berserah diri
dan memohon rahmat dan pengampunan. Mudah-mudahan ilmu yang didapat,
bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk masyarakat, agama,bangsa dan negara.
Medan, Desember 2011
Wassalam,
DAFTAR ISI
BAB
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 PENDAHULUAN ... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ... 4
1.3 HIPOTESIS... 4
1.4 TUJUAN PENELITIAN... 4
1.4.1 Tujuan Umum : ... 4
1.4.2 Tujuan Khusus : ... 4
1.5 MANFAAT PENELITIAN... 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 ANATOMI... 6
2.1.1 Inervasi rongga mulut ... 6
2.1.2 Inervasi Pharynx... 6
2.1.3 Persarafan Laryng ... 7
2.1.4 Pensarafan dari trakea ... 9
2.2 FISIOLOGI ... 9
2.2.1 Respon Hemodinamik Laringoskopi dan Ekstubasi Endotrakeal... 9
2.2.2 Perubahan EKG... 10
2.2.3 Fisiologi reseptor-β... 11
2.2.4 Efek dari blokade Reseptor Beta... 12
2.2.5 Aksi Stabilisasi Membran ... 13
2.2.6 Aksi Simpatomimetik Intinsik ... 13
2.2.7 Efek pada Sistem Saraf Pusat... 13
2.2.8 Efek Metabolik... 13
v
2.3 LIDOKAIN ... 14
2.3.1 Rumus Bangun Lidokain ... 14
2.3.2 Famakokinetik... 14
2.3.3 MEKANISME KERJA ANESTESI LOKAL... 16
2.3.4 Toksisitas Lidokain ... 17
2.4 FENTANIL ... 18
2.4.1 Farmakokinetik ... 19
2.4.2 Metabolisme... 20
2.4.3 Waktu Paruh ( Elimination Half-Time ) ... 20
2.4.4 Penggunaan Klinis ... 21
2.4.5 Efek Samping ... 21
2.4.6 Tekanan Intrakranial ... 22
3 METODOLOGI PENELITIAN... 24
3.1 Desain Penelitian... 24
3.2 Tempat dan waktu ... 24
3.2.1 Tempat ... 24
3.2.2 Waktu ... 24
3.3 Populasi penelitian ... 24
3.3.1 Sampel dan cara pemilihan sampel ... 24
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 25
3.4.1 Kriteria inklusi ... 25
3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 26
3.4.3 Kriteria drop out... 26
3.5 Cara Kerja ... 26
3.5.1 Persiapan pasien dan obat ... 26
3.6 Masalah etika ... 31
3.7 Identifikasi variabel... 31
3.7.2 Variabel dependent... 31
3.8 Definisi operasional ... 31
3.9 Rencana pengolahan data dan analisis data ... 32
3.10 Alur penelitian... 34
4 HASIL PENELITIAN... 35
4.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN PADA KEDUA KELOMPOK.. 35
4.2 JENIS OPERASI, LAMA TINDAKAN ANESTESI DAN LAMA TINDAKAN OPERASI ... 37
4.3 JENIS PEKERJAAN, AGAMA, PENDIDIKAN DAN SUKU ... 37
4.4 KARAKTERISTIK HEMODINAMIK PRE OPERATIF... 39
4.5 PERUBAHAN TEKANAN DARAH SISTOLIK ... 41
4.6 KARAKTERISTIK PERUBAHAN TEKANAN DARAH DIASTOLIK ... 43
4.7 PERUBAHAN TEKANAN ARTERI RERATA... 46
4.8 PERUBAHAN LAJU NADI... 48
4.9 RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) ... 52
5 PEMBAHASAN ... 53
6 KESIMPULAN DAN SARAN... 58
6.1 KESIMPULAN ... 58
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1-1. Kartilago dan Ligamen dari Larynx... 1
Gambar 2.1-3. Otot intrinsik dan persarafan dari larynx ... 8
Gambar 2.1-2. Tampak laring via laringoskopi ... 1
Gambar 2.1-4. Persarafan Laryng ... 9
Gambar 2.3-1. Rumus bangun Lidokain ... 14
Gambar 2.3-2. Mekanisme kerja anestesi lokal ... 1
Gambar 2.3-3. Hubungan tanda dan gejala anestesi lokal dengan konsentrasi plasma lidokain... 18
Gambar 2.4-1. Agonis Opioid Sintetik ... 1
Gambar 4.4-1. Perbandingan hemodinamik pre operatif pada kedua kelompok ... 40
Gambar 4.5-1. Perubahan hemodinamik tekanan darah sistolik... 1
Gambar 4.6-1. Perubahan tekanan darah diastolik... 44
Gambar 4.7-1. Karakteristik perubahan hemodinamik tekanan arteri rerata. ... 46
DAFTAR TABEL Tabel 2.2-1. β reseptor, target jaringan, respon, agonis dan antagonis ... 12
Tabel 4.1-1. Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok ... 35
Tabel 4.2-1. Jenis operasi, lama tindakan anestesi dan lama tindakan operasi... 37
Tabel 4.3-1. Jenis pekerjaan, agama, pendidikan, dan suku pada kedua kelompok ... 38
Tabel 4.4-1. Karakteristik hemodinamik pre operatif pada kedua kelompok... 39
Tabel 4.5-1. Tekanan darah sistolik rerata pada kedua kelompok... 42
Tabel 4.5-2. Persentase kenaikan dan penurunan tekanan darah sistolik kelompok fentanil dan lidokain waktu preoperatif dengan waktu lain ... 43
Tabel 4.6-1. Tekanan darah diastolik rerata pada kedua kelompok... 44
Tabel 4.6-2. Persentase kenaikan tekanan darah diastolik pada masing- masing waktu kelompok penelitian dibandingkan dengan waktu preoperatif ... 45
Tabel 4.7-1. Tekanan arteri rerata pada kedua kelompok... 46
Tabel 4.7-2. Persentase kenaikan tekanan arteri rerata pada masing- masing waktu kelompok penelitian dibandingkan dengan waktu preoperatif ... 47
Tabel 4.8-1. Laju nadi antara kedua kelompok... 50
Tabel 4.8-2. Persentase kenaikan dan penurunan laju nadi kelompok fentanil dan lidokain waktu preoperatif dengan waktu lain ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 64
LAMPIRAN 2 : JADWAL PERTAHAPAN PENELITIAN... 66
LAMPIRAN 3 : PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN ... 68
LAMPIRAN 4 : LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN... 70
LAMPIRAN 5 : LEMBARAN OBSERVASI PERIOPERATIF PASIEN ... 71
LAMPIRAN 6 : RANDOMISASI BLOK SAMPEL DAN DAFTAR SAMPEL... 73
LAMPIRAN 7 : SEBARAN DATA PENELITIAN... 74
ix ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Respon hemodinamik terhadap stimulus noxious pada tindakan ekstubasi endotrakeal akan menyebabkan respon terhadap beberapa organ
dengan efek antara lain peningkatan tekanan darah , peningkatan laju nadi, disritmia,
spasme laring serta peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan terjadi sebesar 10-30
% dan bersifat sementara. Beberapa obat-obatan dapat menekan respon hemodinamik
antara lain opiod, β-blocker, vasodilator, anestesi lokal ataupun antagonist calsium. Pada penelitian ini dibandingkan pemberian fentanil 1µg/kgBB dan lidokain 1
mg/kgBB intravena yang diberikan sebelum tindakan ekstubasi untuk mengetahui
respon hemodinamik yang disebabkan manipulasi tindakan ekstubasi.
Metode : Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik, dengan studi acak, tersamar ganda, dikumpulkan 50 orang sampel penelitian, umur 18-54 tahun, status fisik ASA 1
yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. Terhadap 25 pasien pada
kelompok I diberikan fentanil 1 µg/kgBB yang diberikan 5 menit sebelum ekstubasi
dan 25 orang kelompok II dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB diberikan 2 menit sebelum
ekstubasi. Parameter hemodinamik yang dicatat meliputi tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, tekanan arteri rerata dan laju nadi pada saat preoperatif, saat sebelum
pemberian reversal, saat ekstubasi, menit ke-1 hingga ke-5 setelah ekstubasi. Data hasil
penelitian di uji dengan Kolmogorov-smirnov, uji t-independent dan uji t berpasangan.
Hasil : Pada tekanan darah sistolik terdapat perbedaan kemaknaan antara kedua kelompok penelitan pada saat ekstubasi, menit ke-1, menit ke-2, menit ke-3 setelah
ekstubasi dengan p<0,05, sedangkan pada menit ke-4 dan menit ke-5 tidak terdapat
perbedaan dengan p>0,05. Pada tekanan darah diastolik terdapat perbedaan kemaknaan
pada saat sebelum pemberian reversal, saat ekstubasi, menit 1, menit 2, menit
ke-5 setelah ekstubasi tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok dengan p=0,069.
Pada tekanan arteri rerata terdapat perbedaan kemaknaan antara kedua kelompok
fentanil dan lidokain, perbedaan kemaknaan terjadi pada saat sebelumpemberian
reversal, waktu ekstubasi, menit ke-1 sampai menit ke-4 setelah ekstubasi dengan
p<0,05. Pada penelitian ini laju nadi tidak ada perbedaan bermakna terhadap kedua
kelompok kecuali pada menit ke-2 setelah ekstubasi.
Kesimpulan : Pemberian fentanil 1 µg/kgBB lebih baik dalam menurunkan respon hemodinamik pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri
rerata pada tindakan ekstubasi dibandingkan dengan lidokain 1 mg/kgBB.
xi ABSTRACT
Background and objctive : Hemodynamic response due to noxious stimulus caused by endotracheal extubation has several effects to multiple organs such as increase in blood
pressure and heart rate, disritmia, laryngeal spasme and increased intracranial pressure.
The increase is approximately 10-30% and is only temporarily. Several drugs can
depress the hemodynamic response such as opioid, B-blocker, vasodilator, local
anesthesia and calcium antagonist. This study compared the hemodynamic response due
to extubation manipulation of fentanyl 1µg/kgBW with lidocain 1mg/kgBW intravenous
given prior to extubation.
Methode: After getting the approval from the ethical committee, this randomized controlled double blind study, achieved 50 samples, age 18-55yrs old, physical status
ASA 1, that underwent surgery with general anesthesia. 25 patients in group I received
fentanyl 1 µg/kgBW given 5 minutes prior to extubation and 25 patients in group II
received lidocain 2% 1 mg/kgBW given 2 minutes prior to extubation. The observed
hemodynamic parameters are systolic and diastolic blood pressure, mean arterial
pressure and heart rate preoperatively before reversal administration,during extubation,
1 to 5 minutes after extubation. The data was then analyzed with Kolmogorov-smirnov,
t-independent and t-pair test.
Result: In the systolic blood pressure there are significant differences in extubation time, in the 1st minute, 2nd minutes and the 3rd minute after extubation with a
value of p <0.05, while the 4th and 5th minute after extubation showed no significant
difference between the two groups with p values> 0.05 . In the diastolic blood pressure
there are significant differences in the time before giving a reversal, extubation time, 1st
minute after extubation, 2nd , 3rd and4th minute with a value of p <0.05 while in the 5th
minute after extubation there were no significant differences between the two groups
with p = 0.069. In the mean arterial pressure changes between the two groups of
fentanyl and lidocaine, there is a significant differences before administering a reversal,
are differences in heart rate but there were no significant differences between the two
groups except in the 2nd minute after extubation.
Conclusion:
Based on a statistical test obtained, fentanyl suppress hemodynamic response
better in systolic blood pressure, diastolic blood pressure, mean arterial pressure at the
time of extubation compared to lidocain group.
ix ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Respon hemodinamik terhadap stimulus noxious pada tindakan ekstubasi endotrakeal akan menyebabkan respon terhadap beberapa organ
dengan efek antara lain peningkatan tekanan darah , peningkatan laju nadi, disritmia,
spasme laring serta peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan terjadi sebesar 10-30
% dan bersifat sementara. Beberapa obat-obatan dapat menekan respon hemodinamik
antara lain opiod, β-blocker, vasodilator, anestesi lokal ataupun antagonist calsium. Pada penelitian ini dibandingkan pemberian fentanil 1µg/kgBB dan lidokain 1
mg/kgBB intravena yang diberikan sebelum tindakan ekstubasi untuk mengetahui
respon hemodinamik yang disebabkan manipulasi tindakan ekstubasi.
Metode : Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik, dengan studi acak, tersamar ganda, dikumpulkan 50 orang sampel penelitian, umur 18-54 tahun, status fisik ASA 1
yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. Terhadap 25 pasien pada
kelompok I diberikan fentanil 1 µg/kgBB yang diberikan 5 menit sebelum ekstubasi
dan 25 orang kelompok II dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB diberikan 2 menit sebelum
ekstubasi. Parameter hemodinamik yang dicatat meliputi tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, tekanan arteri rerata dan laju nadi pada saat preoperatif, saat sebelum
pemberian reversal, saat ekstubasi, menit ke-1 hingga ke-5 setelah ekstubasi. Data hasil
penelitian di uji dengan Kolmogorov-smirnov, uji t-independent dan uji t berpasangan.
Hasil : Pada tekanan darah sistolik terdapat perbedaan kemaknaan antara kedua kelompok penelitan pada saat ekstubasi, menit ke-1, menit ke-2, menit ke-3 setelah
ekstubasi dengan p<0,05, sedangkan pada menit ke-4 dan menit ke-5 tidak terdapat
perbedaan dengan p>0,05. Pada tekanan darah diastolik terdapat perbedaan kemaknaan
pada saat sebelum pemberian reversal, saat ekstubasi, menit 1, menit 2, menit
ke-5 setelah ekstubasi tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok dengan p=0,069.
Pada tekanan arteri rerata terdapat perbedaan kemaknaan antara kedua kelompok
fentanil dan lidokain, perbedaan kemaknaan terjadi pada saat sebelumpemberian
reversal, waktu ekstubasi, menit ke-1 sampai menit ke-4 setelah ekstubasi dengan
p<0,05. Pada penelitian ini laju nadi tidak ada perbedaan bermakna terhadap kedua
kelompok kecuali pada menit ke-2 setelah ekstubasi.
Kesimpulan : Pemberian fentanil 1 µg/kgBB lebih baik dalam menurunkan respon hemodinamik pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri
rerata pada tindakan ekstubasi dibandingkan dengan lidokain 1 mg/kgBB.
xi ABSTRACT
Background and objctive : Hemodynamic response due to noxious stimulus caused by endotracheal extubation has several effects to multiple organs such as increase in blood
pressure and heart rate, disritmia, laryngeal spasme and increased intracranial pressure.
The increase is approximately 10-30% and is only temporarily. Several drugs can
depress the hemodynamic response such as opioid, B-blocker, vasodilator, local
anesthesia and calcium antagonist. This study compared the hemodynamic response due
to extubation manipulation of fentanyl 1µg/kgBW with lidocain 1mg/kgBW intravenous
given prior to extubation.
Methode: After getting the approval from the ethical committee, this randomized controlled double blind study, achieved 50 samples, age 18-55yrs old, physical status
ASA 1, that underwent surgery with general anesthesia. 25 patients in group I received
fentanyl 1 µg/kgBW given 5 minutes prior to extubation and 25 patients in group II
received lidocain 2% 1 mg/kgBW given 2 minutes prior to extubation. The observed
hemodynamic parameters are systolic and diastolic blood pressure, mean arterial
pressure and heart rate preoperatively before reversal administration,during extubation,
1 to 5 minutes after extubation. The data was then analyzed with Kolmogorov-smirnov,
t-independent and t-pair test.
Result: In the systolic blood pressure there are significant differences in extubation time, in the 1st minute, 2nd minutes and the 3rd minute after extubation with a
value of p <0.05, while the 4th and 5th minute after extubation showed no significant
difference between the two groups with p values> 0.05 . In the diastolic blood pressure
there are significant differences in the time before giving a reversal, extubation time, 1st
minute after extubation, 2nd , 3rd and4th minute with a value of p <0.05 while in the 5th
minute after extubation there were no significant differences between the two groups
with p = 0.069. In the mean arterial pressure changes between the two groups of
fentanyl and lidocaine, there is a significant differences before administering a reversal,
are differences in heart rate but there were no significant differences between the two
groups except in the 2nd minute after extubation.
Conclusion:
Based on a statistical test obtained, fentanyl suppress hemodynamic response
better in systolic blood pressure, diastolic blood pressure, mean arterial pressure at the
time of extubation compared to lidocain group.
1
BAB
I
1
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Masalah ekstubasi endotrakeal adalah masalah yang sering terjadi pada tindakan
general anestesi dan memerlukan keterampilan dan pengalaman yang cukup bagi
seorang ahli anestesi.1-3
Kejadian yang merugikan yang dapat terjadi saat tindakan ekstubasi adalah
perubahan kardiovaskular dan terangsangnya refleks jalan nafas yang dapat
menyebabkan peningkatan respon hemodinamik, batuk serta peningkatan tekanan
intrakranial. 4
Tindakan ekstubasi mempengaruhi beberapa sistem organ yaitu kardiovaskular,
respirasi, saraf dan hormonal. Manipulasi ekstubasi dapat menyebabkan respon seperti
peningkatan laju nadi, hipertensi, disritmia, spasme bronkus, spasme laring, edema
laring, sekresi bronkus yang berlebih, sementara hipotensi dan bradikardi dapat terjadi
namun relative jarang. Pada sistem kardiovaskular terjadi peningkatan tekanan darah
dan laju nadi sekitar 20% atau lebih diatas nilai sehari hari ( base line ) dan dapat
menetap sampai periode pemulihan serta berlangsung selama 5- 15 menit.4-7
Pada sistem saraf akan terjadi peningkatan aliran darah otak dan tekanan intra
kranial terutama pada pasien dengan autoregulasi terganggu. Pada sistem hormonal
terjadi peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin.1
Komplikasi sistem respirasi biasanya muncul sebesar 7% pada tindakan
ekstubasi yang dilakukan, biasanya akibat ventilasi tidak adekuat, obstruksi jalan nafas,
spasme bronkus dan aspirasi.1,8-9
Pada umumnya pasien dapat mentolelir respons kardiovaskular terhadap
ekstubasi tanpa mengalami komplikasi yang bermakna. Akan tetapi, pada pasien dengan
tidak dapat ditolelir sehingga akan memperlihatkan efek samping yang berlebih karena
toleransi yang terbatas seperti pada pasien dengan hipertensi, hipertensi yang dipicu
kehamilan, penyakit jantung dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Mekanisme tanggapan kardiovaskuler pada tindakan ekstubasi tidak
digambarkan dengan jelas, Stoelting pada bukunya menyatakan bahwa stimulus nyeri
dapat membangkitkan refleks peningkatan eferen pada sistem saraf simpatis.
Mekanisme pasti belum diketahui, tetapi ada kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
katekolamin yang dapat menyebabkan peningkatan laju nadi, kontraktilitas miokardium
dan peningkatan tahanan vaskular sistemik.
Menurut Burstein, Lo, Pinto dan Newman ( 1950 ), terjadi stimulasi traktus respiratorius
yang melalui hidung, epifaring, laringofaring jaras aferen saraf glossopharingeus dan
dari cabang dari tracheobronchial sehingga meningkatkan respon saraf aferen simpatetik
servikal yang berdampak peningkatan laju nadi dan tekanan darah.10
Prys Robert dkk melaporkan terjadi peningkatan yang signifikan tekanan darah, laju
nadi pada pasien dengan hipertensi maupun pasien normotensi setelah pasien siuman
dari anestesi umum dan dilakukan tindakan ekstubasi trakeal.11
Untuk mengurangi efek yang merugikan ini, dapat diberikan obat-obatan
tertentu sebelum ekstubasi ataupun ekstubasi dilakukan pada keadaan anestesi yang
dalam. Obat yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah obat golongan opiod,
vasodilator, β bloker, Ca Antagonis, atau obat anestesi lokal. Obat-obat tersebut antara lain : lidokain, fentanil, alfentanil, remifentanil, esmolol, verapamil, diltiazem,
nitrogliserin / nitroprusid, propopol, thiopental, kombinasi anti hipertensi dan
analgetik.1,12
Fentanil merupakan salah satu opioid sintetik poten yang dapat menurunkan
respon kardiovaskular pada saat ekstubasi pada pasien pembedahan elektif. Untuk
mencegah atau mengurangi respon kardiovaskular digunakan dosis 1-10 ug/kgBB intra
vena.13
3 penggunaan fentanil 1 ug/kgBB dalam mengurangi respon kardiovaskular saat
ekstubasi14
Aksu Recep, Aikun Aynur dkk ( 2009 ) telah meneliti perbandingan
penggunaan dexmedetomidine 0,5 ug/kgBB dibandingkan dengan fentanil 1 ug/kgBB,
didapatkan dexmedetomidine efektif menekan refleks jalan nafas dan mempertahankan
stabilitas hemodinamik saat tindakan ekstubasi.15
Penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa lidokain IV akan
mengurangi lonjakan respon kardiovaskular dan obat ini telah dipakai secara luas.
Lidokain 1 - 1,5 mg / kgBB efektif menekan respon kadiovaskular saat ekstubasi.16-20
Jiang Lai, Wan Xiao-jian dkk ( 2007 ) meneliti pada saat ekstubasi telah terjadi
peningkatan secara berarti tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan laju nadi
dibandingkan dengan nilai dasar. Perbandingan penggunaan lidokain 1 mg/kgBB
dengan diltiazem 0,2 mg/kgBB, hasilnya diltiazem 0,2 mg/kgBB diteliti berhasil
mengurangi peningkatan respon hemodinamik saat ekstubasi.21
Pada penelitian Yoshitaka Fujii, Yuhji Saitoh dkk ( 1999 ) membandingkan
penggunaan kombinasi diltizem 0,2 mg/kgBB dan lidokain 2% 1 mg /kgBB, lidokain
2% 1 mg/kgBB, dengan diltiazem 0,2 mg/kgBB pada pasien hipertensi didapati
kombinasi diltizem dengan lidokain lebih efektif dalam mengatasi respon
kardiovaskuler saat ekstubasi dibandingkan dengan lidokain, dan verapamil diberikan
tunggal.22
Sementara Katsuya Mikawa , Kahoru Nishina dkk ( 1997 ) meneliti respon
kardiovaskular pada ekstubasi trakeal dibandingkan antara verapamil, lidokain serta
kombinasi verapamil dan lidokain, bahwa kombinasi verapamil 0,1 mg/kgBB dan
lidokain 1 mg/kgBB, lidokain 1 mg/kgBB dosis tunggal, dan verapamil 0,1mg/kgBB
dosis tunggal didapatkan kombinasi verapamil dan lidokain lebih baik menekan
peningkatan respon hemodinamik saat ekstubasi.
Menurut referensi yang ada pada peneliti, belum adanya penelitian yang
membandingkan pemberian fentanil dengan lidokain dalam hal respon hemodinamik
meneliti perbandingan antara fentanil 1 ug/kg BB dengan lidokain 1 mg/kgBB dalam
respon hemodinamik pada tindakan ekstubasi, dalam upaya menekan komplikasi
manipulasi ekstubasi saat general anestesi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, kemudian rumusan
masalah penelitian ini adalah : Apakah ada perbedaan efektifitas pemberian fentanil 1
ug/kgBB sebelum ekstubasi dibandingkan dengan pemberian lidokain 2% 1,0 mg/kgBB
dalam mencegah respon hemodinamik akibat tindakan ekstubasi?
1.3 HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ada perbedaan efektifitas pemberian
fentanil 1 ug/kgBB sebelum ekstubasi dibandingkan dengan pemberian lidokain 2% 1
mg/kgBB dalam mencegah respon hemodinamik akibat tindakan ekstubasi.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Umum :
Mendapatkan alternatif obat untuk mencegah peningkatan respon hemodinamik
saat tindakan ekstubasi pada pasien-pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi
umum.
1.4.2 Tujuan Khusus :
a. Mengetahui respon hemodinamik meliputi tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, laju nadi setelah pemberian lidokain dan fentanil sebelum
5 b. Untuk mengetahui keefektifan fentanil dalam mengatasi respon hemodinamik
meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan laju nadi yang
diberikan sebelum tindakan ekstubasi.
c. Untuk mengetahui keefektifan lidokain dalam mengatasi respon hemodinamik
meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan laju nadi yang
diberikan sebelum tindakan ekstubasi
d. Untuk mengetahui perbandingan respon hemodinamik yang meliputi tekanan
darah sistolik, tekanan darah diastolik dan laju nadi, saat sebelum dan setelah
tindakan ekstubasi dengan pemberian lidokain dan fentanil sebelumnya.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
a. Dari penelitian ini diharapkan dapat ditemukan obat yang tepat sebagai preventif
respon hemodinamik setelah tindakan ekstubasi.
b. Mendapatkan obat yang efektif menurunkan respon hemodinamik setelah
tindakan ekstubasi terutama pasien tekanan darah tinggi maupun pasien
dengan tekanan intrakranial yang tinggi.
c. Dapat dipakai sebagai alternatif lain dari obat-obatan yang telah ada dalam
mengatasi respon hemodinamik setelah tindakan ekstubasi.
d. Dapat dipakai sebagai bahan rujukan pada penelitian lanjutan untuk mengatasi
BAB
II
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Tindakan ekstubasi sama halnya dengan tindakan intubasi akan mengakibatkan
stimulasi nervus yang melewati rongga mulut, oropharynx ataupun larynx.
2.1.1 Inervasi rongga mulut
Seluruh otot lidah dipersarafi Nervus XII ( Hypoglossal ) kecuali pada otot
palatoglossus yang diinervasi pleksuspharyngeal. N.Glossopharygeus menginervasi
sensasi umum pada lidah. Sedangkan bagian posterior lidah disarafi oleh cabang dari
N.Laryngeal Interna.
2.1.2 Inervasi Pharynx
Pharynx disarafi oleh Plexus pharyngeal yang terdiri atas :
1. Nervus Pharyngeal yang merupakan cabang N.Vagus yang membawa Nervus
Kranialis Assesorius.
2. Nervus Pharyngeal cabang dari N.Glossopharyngeal.
3. Nervus Pharyngeal cabang dari Ganglion servikalis ( yang mensarafi simpatetik )
Serabut motorik berasal dari N. Kranialis Assesorius yang merupakan cabang
N.Vagus. Nervus ini mensarafi seluruh otot-otot pharynx kecuali otot stylopharyngeus
yang diinervasi N.Glossopharyngeal. Constrictor inferior menerima suplai tambahan
dari nervus eksternal dan recurrent laryngeal. Plexus ini juga mensarafi seluruh otot
palatum lunak, kecuali tensor palatum yang disarafi nervus mandibular.
Serabut sensorik dari pharynx kebanyakan berasal dari N.Glossopharyngeal dan
palatum lunak serta tonsil disarafi lebih sedikit oleh N.Palatina dan
N.Glossopharyngeus. Sensasi rasa berasal dari area vallecula dan epiglottis diteruskan
melalui cabang laryngeal N.Vagus.
Jaras sekretomotor parasimpatis dari pharyng berasal dari N.Petrosal ( N.VII )
ke arah cabang dari ganglion pterygopalatine.24
Gambar 2.1-1. Kartilago dan Ligamen dari Larynx
2.1.3 Persarafan Laryng
Membran mukosa laryng menerima suplai dari N.laryngel Superior dan
N.Recurrent Laryngeal.
Nervus larigeal superior berjalan ke bawah ke dinding lateral dari faring menuju
ke belakang ke arah arteri carotid interna dan pada tingkat puncak tulang hyoid terbagi
atas cabang internal dan eksternal.
Pada cabang laryngeal internal sebagian sensori motor terdapat pada motor otot
aritenoid, glottis valikula dan vestibula laring, lipatan ariepiglotis serta membrane
mukosa bagian posterior rima glottis.
Cabang laryngeal eksternal terdapat serabut motorik yang mensarafi otot
krikotiroid. 24
Nervus laryngeal rekuren bersama dengan cabang arteri tiroid inferior
merupakan bagian dari serabut sensorik, yang menyuplai membran mukosa laring di
bawah pita suara. Pensarafan ini meliputi seluruh otot laring kecuali krikotiroid dan
sebagian kecil otot aritenoid.24
Gambar 2.1-2. Tampak laring via laringoskopi
2.1.4 Pensarafan dari trakea
Serabut saraf laryngeal vagus ( rekuren ) dan jaras simpatik mensuplai trakea.
Serabut parasimpatik eferen berasal dari bagian nucleus dorsal nervus vagus ke arah
cabang laryngeal rekuren untuk menyuplai impuls motor ke otot polos trakea. Serabut
eferen lainnya menyampaikan sinyal sekresi menuju ke kelenjar-kelenjar di sepanjang
trakea. Jaras simpatetik vasokonstriktor berjalan sepanjang arteri tiroid inferior dan
cabang-cabangnya banyak terdapat di trakea dengan terdapatnya badan sel pada
ganglion servikal medial.25
Gambar 2.1-4. Persarafan Laryng
2.2 FISIOLOGI
2.2.1 Respon Hemodinamik Laringoskopi dan Ekstubasi Endotrakeal
Laringoskopi dan intubasi endotrakeal menimbulkan peningkatan refleks denyut
jantung dan tekanan darah serta konsentrasi katekolamin.
Stimulasi mekanik pada jalan nafas akan menyebabkan peningkatan aktivitas sistem
saraf pada jaras eferen simpatetik servikal (Tomori dan Widdicombe 1969).
Respon yang dominan adalah peningkatan laju nadi dan peningkatan tekanan
darah; yang selanjutnya akan meningkatkan cardiac output dan meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah dan berhubungan erat dengan peningkatan tekanan vena sentral.
Rangsangan mekanik pada ke empat area saluran nafas, hidung, epifaring,
laryngeal dan percabangan trakeobronkial merangsang respon refleks kardiovaskular
yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas neuronal di serabut eferen simpatetik
servikal. Respon hemodinamik ini sering terjadi selama terjadi perangsangan epifaring
dan percabangan trakeobronkial.
Aksi vagolitik dari obat yang digunakan saat induksi berperan juga pada
peningkatan konsentrasi noradrenalin dan adrenalin plasma yang nyata sebagai respon
terhadap intubasi seperti yang dikemukakan oleh Russell pada tahun 1981.
2.2.2 Perubahan EKG
Perubahan EKG terutama teramati pada pasien hipertensi dibandingkan pasien
normotensi atau pasien hipertensi yang telah terobati. Dapat terjadi mulai dari sinus
takikardi, atrial dan ventricular ekstra sistol, ritme nodus A-V, heart block, depresi segmen ST atau T, pemanjangan atau pemendekan interval PR, penurunan voltase QRS,
serta pemendekan atau pemanjangan interval QT.
Hasil dari denyut jantung dan tekanan darah sistolik dikenal sebagai product rate preassure ( RPP ). Terdapat korelasi yang erat antara RPP dengan konsumsi oksigen miokard dan gejala iskemia. Pada pasien yang sadar didapati RPP yang konstan
saat terjadinya angina pectoris. Denyut jantung lebih penting karena peningkatan denyut
jantung akan menurunkan waktu diastolik untuk aliran darah koroner, di mana
kebutuhan peningkatan oksigen miokard menghasilkan peningkatan tekanan darah
sistolik mengimbangi peningkatan perfusi melalui arteri koronaria yang mengalami
11 Sistem saraf simpatetik menghasilkan sebuah unit lengkap yang dikenal sebagai
pelepasan massa. Hasilnya akan terjadi sekumpulan reaksi pada tubuh yang dikenal
sebagai stress response.
Distribusi simpatetik di kepala dan leher, yang menjembatani vasomotor pupil
dilator, fungsi sekretori dan pilomotor, berasal dari tiga pasang ganglion simpatetik
servikal.
Saraf simpatetik menyuplai udara dari superior, medial dan inferior ganglion servikal.
Sangat penting untuk menyadari bahwa serabut simpatetik tidak memerlukan sinaps
di ganglion tempat mereka berasal tetapi berjalan ke atas dan bawah ipsilateral ganglion
dari medulla spinalis. Selanjutnya respon simpatetik tidak terbatas pada segmen di mana
stimulus berasal. Pola penyebaran ini mengikuti respon yang tidak dapat dibayangkan
sesuai dengan penyebaran keluarnya respon pada sistem simpatetik antara lain:
• Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal superior yang berasal dari sel-sel anterolateral C7-T2/T3
• Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal medial
• yang berasal dari T1-T2+T4
• Serabut pre-ganglionik dari ganglion simpatetik servikal inferior yang berasl dari T1-T5
2.2.3 Fisiologi reseptor-β
Katekolamin menghasilkan aksinya melalui gabungan langsung reseptor yang
terdapat pada permukaan membrane sel. Reseptor adrenergic terletak di permukaan sel.
Sebagai pedoman umum, reseptor beta adrenergic (1 dan 2) melalui perangsangan protein G menghasilkan enzim membran plasma, adenil siklase. Hal ini menimbulkan peningkatan adar siklik AMP intrasel. cAMP berperan di dalam sel perubahan fungsi
seluler melalui perangsangan terhadap protein kinase. Protein kinase menimbulkan
fosforilasi sejumlah enzim protein tertentu, mengakibatkan aktivasi sejumlah efek yang
Tabel 2.2-1. β reseptor, target jaringan, respon, agonis dan antagonis
Reseptor Jaringan Respon Molekular Agonis Antagonis
β1 Jantung Peningkatan
kecepatan kontraktilitas konduksi Aktivasi adenil siklase dan Epinefrin Norepinefrin Isoproterenol Dobutamin Practolol Metoprolol Atenolol Propanolol Alprenolol Esmolol
β2 Jaringan
Lemk
Lipolisis Aktivasi adenil siklase Epinefrin Isoproterenol Salbutamol Metaprotenol Terutalin soretrenol Propanolol Butoxamine Alprenolol
Hepar Glikogenesis Glukogenesis Otot Rangka Pelepasan laktat Glikogenolisis Otot polos bronkus, uterus, detrusor GI limpa, kapsul endokrin, dan kelenjar saliva Relaksasi
2.2.4 Efek dari blokade Reseptor Beta
Obat-obat ini tidak menghasilkan efek yang nyata pada jantung normal dalam
keadaan istirahat. Bagaimanapun saat terjadi peningkatan tonus simpatetik, blokade
13 pembebanan jantung dan situasi lain di mana tonus simpatetik meningkat menjadi
menurun. Obat ini biasanya menghasilkan penurunan oksigen miokardium dan
meningkatkan toleransi latihan pembebanan pada pasien dengan angina.
Penghambat β mungkin menurunkan tekanan darah melalui aksinya pada jantung dan penurunan cardiac output. Mereka menurunkan aktivitas renin plasma dan memiliki aksi hipotensi sentral.
Penghambat reseptor β menempati bronkus dan bronkiolus menimbulkan
peningkatan ketika digunakan stahanan aliran udara, yang akan berbahaya pada pasien
asma. Efek lainnya meliputi pencegahan dari adrenalin perangsang glikogenolisis pada
otot rangka dan menghambat pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.
2.2.5 Aksi Stabilisasi Membran
Propanolol dan beberapa penghambat β memiliki efek depresi langsung seperti
efek quinidin pada jantung.
2.2.6 Aksi Simpatomimetik Intinsik
Beberapa penghambat β memiliki aktivitas perangsangan reseptor ( sifat agonis parsial ). Pindolol dan oxprenolol memiliki aktivitas agonis parsial.
2.2.7 Efek pada Sistem Saraf Pusat
Propanolol larut lipofilik bersiap melewati blood brain barrier. Hal ini menimbulkan perubahan emosional. Sejumlah blockade-S berbeda kemampuan
melewati blood brain barrier dan efeknya pada SSP.
2.2.8 Efek Metabolik
2.2.9 Tekanan Intra Okular
Penghambat-β ketika digunakan secara topikal atau per-oral diketahui mampu menurunkan tekanan intra ocular.
2.3 LIDOKAIN
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amide. Di sintesa pertama
sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya
Bengt Lundqvist melakukan ekperimen pertama sekali tahun 1948. Lidokain terdiri
dari satu gugus lipofilik ( biasanya merupakan suatu cincin aromatik ) yang
dihubungkan suatu rantai perantara ( jenis amida ) dengan suatu gugus yang mudah
mengion ( amine tersier ). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan
terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut
dan stabil. Di dalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau
sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa
nya dan Ph cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch.26
[image:33.595.113.390.460.572.2]2.3.1 Rumus Bangun Lidokain
Gambar 2.3-1. Rumus bangun Lidokain
2.3.2 Famakokinetik
15 paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme dihepar menjadi
monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan
hydrolysis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80
% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas
antidisritmia 10 %. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75 % dalam bentuk
4-hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50 % terikat oleh albumin.
Ada dua pendapat kerja lidokain sebagai analgesi, meskipun efek analgesi ini
tidak jelas. Mekanisme lidokain sebagai analgesik menghambat suatu enzyme yang
mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor. lokal secara langsung. Penghambatan
saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversible sepanjang konduksi axon
peripheral dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton 1997 dengan tujuan target analgesik pada spinal cord dorsal horn27.
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara
mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion
natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf ( blockade konduksi )
dengan menghambat perjalanan ion sodium ( Na+ ) melalui saluran ion selektif
Na+dalam membran saraf ( butterworth dan stricharrtz 1990 ). Saluran Na sendiri
merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan
saluran Na oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan
permeabilitas Na+. Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na+, memperlambat
peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan
dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.
Saluran Na+ ada dalam keadaan diaktivasi-terbuka, tidak diaktivasi tertutup dan
istirahat- tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat,
saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan
tidak diaktivasi-tertutup. Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam
konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan
istirahat-tertutup dan diaktivasi-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam
keadaan tidak diaktivasi-tertutup tidak permeable terhadap Na+ sehingga konduksi
impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini
diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada
bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan
eksternalnya mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup27-28.
2.3.3 MEKANISME KERJA ANESTESI LOKAL
Bila konsentrasi yang meningkat dari suatu anestesi lokal diterapkan pada suatu
serabut
Efek progresif ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestetik lokal dengan
[image:35.595.116.530.328.475.2]saluran
Gambar 2.3-2. Mekanisme kerja anestesi lokal
saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat,
kecepatan peningkatan potensial aksi menurun , amplitude potensial berkurang, dan
akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang.
ion natrium yang semangkin menigkat. Pada setiap saluran ion, ikatan
menghasilkan penghambatan arus ion Na. Apabila arus ion Na dihambat disepanjang
17 ng
kain menekan dan memperpendek periode refrakter
efektif
a+
obat an
kontraktilitas jantung pada manusia
minima
2.3.4.2Efek terhadap SSP
omplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi,
disorie
dosis minimum yang diperlukam untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak
dipengaruhi secara berarti.
2.3.4 Toksisitas Lidokain 2.3.4.1Efek terhadap Jantu
Pada kardiovaskular lido
dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara
bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik
jaringan aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk
menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap
aritmia yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium).
Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasm
estesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na jantung.
Pada konsentrasi rendah obat anestesi lokal, efek pada saluran Na+ ini mungkin
memperbesar sifat antidisritmia jantung dari obat-obat anestesi ini. Tetapi jika
konsentrasi plasma obat anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung cukup dihambat
sehingga konduksi dan automatisasi menjadi di depresi dan merugikan.
Memperlambatnya impuls kardiak melalui jantung yang ditunjukan dengan
pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada
jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas,
automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung .26-30
Dosis intra vena 2-4 mg/kgbb terhadap
l.
Gejala awal dari k
ntasi, euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain
jika konsentrasi plasma melebihi dari >5µgr/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang
biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat penting
[image:37.595.113.387.187.317.2]untuk mencegah hypoxemia
Gambar 2.3-3. Hubungan tanda dan gejala anestesi lokal dengan konsentrasi plasma
am mencegah nyeri Lidokain mempunyai dua mekanisme di peripheral dan
sentra
lah sebuah phenylpiperidine yang merupakan sebuah derifat opioid
lalui ikatannya dengan reseptor lidokain
Dal
l nervus system. Di peripheral Lidokain menginhibisi transduksi neural, inhibisi
migrasi leukosit, menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan menekan albumin
extravassasi, sementara di sentral memblok aktivasi neural di dorsal horn, kemudian
memodulasi pelepasan neurotransmitter excitatory. Lidokain sebagai analgetik selain
inhibisi sodium chanel juga blok N-Methyl-D-Aspartat (NMDA).31
2.4 FENTANIL
Fentanil ada
agonis
analgesia me
spesifik
sintetik yang strukturnya sesuai dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanil
lebih poten 75-125 kali dari morfin.
Opioid agonis menghasilkan
yang terdapat di otak dan medulla spinalis dan terlibat dalam transmisi dan
modulasi nyeri. Terdapat beberapa kategori reseptor opioid antara lain reseptor mu (µ),
[image:37.595.218.393.693.773.2]19 .4.1 Farmakokinetik
rikan dosis tunggal intravena memiliki onset yang lebih cepat
dan m
at inaktif sekitar 75% dari
fentani
pemberian obat
melalu 2
Fentanil yang dibe
asa kerja obat yang lebih pendek dari pada morfin. Meskipun secara klinis
fentanil mempunyai onset yang cepat, terdapat perbedaan waktu antara puncak
konsentrasi fentanil di plasma dan puncak penurunan gelombang pada EEG. Efek
fentanil yang diberikan via darah terhadap otak membutuhkan waktu sekitar 6,4 menit.
Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat merupakan wujud kelarutan lemak
yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin, dalam hal fasilitasi hantaran obat
melewati barier sawar darah otak. Demikian juga, lama kerja obat yang singkat dari
pemberian fentanil dosis tunggal merefleksikan redistribusi yang cepat pada jaringan
tempat obat ini tidak aktif seperti pada jaringan lemak dan otot-otot rangka. Hal ini
berhubungan dengan penurunan konsentrasi obat di plasma.
Pada paru juga merupakan tempat penyimpanan ob
l yang diberikan, sebagai akibat ambilan first fast jaringan paru. Ketika pemberian fentanil intravena secara multiple atau saat
i infus kontiniu dapat terjadi penurunan konsentrasi obat inaktif pada jaringan
paru. Singkatnya, konsentrasi fentanil di plasma tidak akan menurun dengan cepat dan
kerjanya sebagai analgetik sama halnya dengan depresi dari ventilasi yang dapat terjadi
lebih lama. Pada operasi bypass jantung dapat menyebabkan efek fentanil yang menurun yang disebabkan oleh hemodilusi, hipotermi dan aliran darah yang tidak
yakan di metabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan
norfent
tu paruhnya lebih lama dari morfin.
Waktu
orang tua berhubungan dengan clearance dari opioid. Hal ini disebabkan oleh volume distribusi obat ini tidak berubah dibandingkan Tanggapan kardiovaskular diatur oleh batang otak di daerah nucleus solitaries, nucleus
dorsal vagal, nucleus ambigus, dan nucleus parabrachial. Reseptor opioid banyak
terdapat di daerah nucleus solitaries dan parabrachial, terutama reseptor u, sehingga bila
diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Selain itu juga terdapat
mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral periaqueductal gray. Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus-pituitary-adrenal- yang dimodulasi oleh
opioid juga berperan pada stress response.34
2.4.2 Metabolisme Fentanil keban
anil, hidroxyproprionil-fentanil dan hidroxyproprionil-norfentanil. Norfentanil secara struktur sama dengan normoferidine dan prinsip metaboliknya sama pada
manusia. Fentanil diekskresikan oleh ginjal dan didapati pada urin dalam waktu 72 jam
setelah pemberian fentanil intravena dosis tunggal. Sekitar 10% fentanil yang tidak
termetabolisme diekskresikan melalui urin. Fentanil berikatan dengan enzim hati P-450
dan interaksi obat yang terjadi berhubungan dengan aktivitas enzim ini.
2.4.3 Waktu Paruh ( Elimination Half-Time ) Meskipun masa kerja fentanil singkat, wak
paruh yang lebih lama ini menunjukkan volume distribusi fentanil lebih besar.
Besarnya volume ditribusi ini berhubungan dengan besarnya kelarutannya dalam lemak.
Setelah pemberian bolus intravena, fentanil akan terdistribusi dengan cepat dari plasma
ke jaringan-jaringan yang kaya akan pembuluh darah, seperti: otak, jantung dan paru.
Lebih dari 80% obat yang masuk ke intravaskular akan tinggal di plasma dalam kurang
dari 5 menit. Konsentrasi plasma dari fentanil akan dipertahankan oleh ambilan obat
dari jaringan inaktif secara perlahan dimana jumlah efek obat yang menetap sesuai
dengan perpanjangan waktu paruh.
21 dengan
Fentanil secara klinis dapat digunakan dengan rentang dosis yang besar, sebagai
dosis rendah 1-2 ug/Kg BB intravena memberi efek
analget
Efek samping fentanil menyerupai opioid morfin. Depresi ventilasi yang
merupakan masalah postoperatif yang potensial. Konsentrasi
puncak
golongan dewasa muda. Perubahan ini juga menunjukkan faktor umur dapat
menurunkan aliran darah hepatik, aktivitas enzim mikrosomal ataupun produksi
albumin, sementara fentanil berikatan kuat pada protein sekitar 79-87%.
2.4.4 Penggunaan Klinis
contoh pemberian fentanil
ik. Fentanil dosis 2-20 ug/kgBB intravena akan dapat menumpulkan respon
simpatetik, contohnya pada tindakan laringoskopi untuk intubasi trakea ataupun pada
stimulasi akibat pembedahan. Waktu yang dibutuhkan oleh penyuntikan fentanil
intravena dan pencegahan berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan saat tercapainya
obat ke target organ hingga memberi efek. Penyuntikkan fentanyl sebelum adanya
stimulasi nyeri akibat pembedahan akan menurunkan jumlah opioid yang dibutuhkan
sebagai analgetik postoperasi. Pemberian fentanil 1,5-3 ug/kgBB intravena 5 menit
sebelum induksi anestesi akan menurunkan kebutuhan gas inhalasi anestesi serta respon
simpatetik akibat stimulasi pembedahan. Pemberian dosis besar fentanil 50-150 u/kgBB
intravena dapat digunakan secara tunggal untuk anestesia pembedahan. Keuntungan
pemberian dosis besar fentanil bagi anestesi, antara lain: efek depresi miokard yang
langsung lebih sedikit, pengeluaran histamin tidak dijumpai dan stress respon
pembedahan dapat ditekan. Kerugian penggunaan fentanil sebagai anestesi tunggal,
antara lain: kegagalan pencegahan respon simpatetik terhadap stimulasi pembedahan,
khususnya pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik kemungkinan pasien
bangun dan penurunan fungsi ventilasi post operatif.
2.4.5 Efek Samping
menetap atau berulang
sekunder fentanil di plasma dapat berhungungan dengan sisa fentanil yang ada
Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala akan meningkatkan tekanan
perubahan PaCO2. Peningkatan tekanan
intracra
usus halus yang lebih basa yang akan kembali ke sirkulasi sehingga konsentrasi opioid
di plasma akan meningkat. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan fungsi
ventilasi. Perbandingan morfin dengan fentanil pada dosis besar adalah tidak terjadinya
pengeluaran histamine. Hipotensi yang diakibatkan oleh dilatasi dari venous capacitant
akibat pemberian morfin tidak terjadi pada pemberian fentanil. Fentanil yang diberikan
10 ug/kgBB intravena pada neonatus akan menyebabkan terangsangnya reflek
baroreseptor di sinus carotid yang dapat secara nyata menurunkan laju jantung.
Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah dan
cardiac output. Reaksi alergi sangat jarang terjadi pada pemberian fentanil.
2.4.6 Tekanan Intrakranial
intrakranial 6-9 mmHg dan tidak terdapat
nial biasanya berhubungan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP)
serta tekanan perfusi otak ( CPP ). Peningkatan tekanan intrakranial yang dipicu oleh
pemakaian opioid dapat mengganggu autoregulasi serebral biasanya akibat terjadinya
vasodilatasi.33-34
KERANGKA KONSEPKA KONSEP 23 Perifer :
• Inhibisi transduksi neural.
• Menurunkan mediator inflamasi.
• Inhibisi migrasi leukosit
Fentanyl
Lidocain
General Anestesi
Ekstubasi
Stimulasi Simpatis ↓ dan simpato adrenal
Induksi Nyeri ↓
Respon Hemodinamik
-Tekanan Darah Sistolik
-Tekanan Darah Diastolik
-Tekanan Arteri Rerata
-Laju Nadi
Sentral : Ikatan reseptor di
otak dan medulla spinalis Æ
Inhibisi transmisi dan modulasi
•Konsentrasi Adrenalin
↓.
Stabil Intubasi
•Blokade NMDA
•Inhibisi Na+ channel.
•Modulasi neurotransmitter excitatory.
BAB
III
3
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji klinis acak terkontrol secara random tersamar
ganda untuk mengetahui perbandingan pengaruh pemberian fentanil 1 ug/kgBB dengan
lidokain 2% 1 mg/kgBB intravena terhadap respon hemodinamik pada tindakan
ekstubasi.
3.2 Tempat dan waktu 3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, dan
rumah sakit jejaring di Medan-sekitarnya.
3.2.2 Waktu
Oktober s/d Nopember 2010
3.3 Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan elektif
dengan anestesi umum dengan intubasi orotrakeal di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan, dan rumah sakit jejaring di Medan - sekitarnya.
3.3.1 Sampel dan cara pemilihan sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien-pasien yang menjalani pembedahan elektif
Malik Medan, dan rumah sakit jejaring di Medan- sekitarnya, yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.
Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus:
dimana:
2
o n1 : besar sampel untuk kelompok perlakuan A,
o n2 : besar sampel untuk kelompok perlakuan B
o Zα = tingkat kemaknaan (0,05) = 1,960 ( ditetapkan )
o Zβ = tingkat kemaknaan (0,2) = 0,842 ( ditetapkan )
o S = simpangan baku = 11.8 ( dari kepustakaan 35 )
o X1 - X2 = perbedaan klinis yang diinginkan = 10
Dari rumus di atas didapat besar sampel untuk masing-masing kelompok adalah 25
sampel.
Setelah besar sampel dihitung secara statistik, seluruh sampel dirandomisasi
dengan cara randomisasi blok menjadi 2 (dua) kelompok perlakuan, yaitu kelompok A
untuk kelompok perlakuan yang mendapat injeksi fentanil 1 ug/kgBB dan kelompok B
untuk kelompok perlakuan yang mendapat injeksi lidokain 2% 1 mg/kgBB.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria inklusi
a. Bersedia ikut dalam penelitian
b. Usia 15 – 54 tahun
c. PS ASA 1
d. BMI : 18,6 – 24,9 kg/m2 ( dari kepustakaan 36 )
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan pembedahan daerah jalan nafas
b. Wanita hamil
c. Hipersensitif terhadap fentanil dan lidokain
d. Operasi kraniotomi
e. Operasi Thymphanoplasty
f. Bedah Orbita
3.4.3 Kriteria drop out
Pasien belum dapat diekstubasi
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Persiapan pasien dan obat 3.5.1.1Teknik randomisasi
Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh komite etik, semua sampel yang menjalani operasi dimasukkan kedalam kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok dan dilakukan randomisasi tersamar
ganda oleh relawan I yang telah dilatih sebelumnya. Random dilakukan dengan
memakai cara randomisasi blok sebagai berikut :
Dengan memakai tabel angka random, pena dijatuhkan diatas tabel angka random,
27 Pilih 2 angka dengan digit ke-5 ke kanan membentuk pola berurut dari angka pertama
tadi sampai diperoleh sesuai besar sampel yang telah ditentukan. Sesuaikan sekuens
pada angka yang terpilih, kemudian susun sekuens tersebut sesuai dengan nomer
amplop ( sekuens terlampir ). Kelompok I mendapat fentanil 1 ug/kgBB dan kelompok
II mendapat lidokain 2% 1 mg/kgBB. Obat disiapkan oleh relawan yang membuat
randomisasi (peneliti dan pasien tidak mengetahui komposisi obat dalam spuit).
Setelah melakukan randomisasi dan menyiapkan obat, relawan memberikan obat
tersebut ke peneliti di dalam amplop putih.
3.5.1.2Teknik tersamar ganda
Setelah sampel dirandomisasi, langkah berikutnya adalah menetukan teknik
tersamar ganda pada saat pelaksanaan penelitian. Tekniknya dalah sebagai berikut:
dilakukan oleh relawan I yang terlatih. Dipersiapkan 4 buah spuit 5 ml, 1 spuit untuk
fentanil 1ug/kgBB, 1 spuit untuk lidokain 1 mg/kgBB dan 2 spuit yang tersisa
digunakan untuk plasebo saat pemberian fentanil dan lidokain, yaitu larutan NaCl 0,9%
yang jumlahnya akan disesuaikan dengan jumlah mililiter fentanil dan lidokain sesuai
berat badan subjek penelitian yang telah dihitung. Selanjutnya, masing-masing obat
dimasukkan ke dalam amplop tertutup yang diberi nomor sesuai sekuens yang telah
ditentukan oleh relawan saat melakukan randomisasi. Masing-masing amplop terdiri
dari 2 buah spuit, yaitu 1 spuit yang berisi fentanil diberi pada kelompok I dan 1 spuit
untuk plasebonya. Amplop yang lain berisi 1 spiut lidokain pada kelompok II dan dan
satu spuit untuk plasebonya . Selanjutnya, amplop tadi akan diberikan kepada relawan
yang bertugas memasukkan obat saat pelaksanaan penelitian.
3.5.1.3Teknik penyuntikan obat
Teknik pelaksanaan penyuntikan obat dilakukan oleh relawan II yang terlatih.
Obat yang diterima berada dalam amplop tertutup. Setelah tindakan selesai, obat
tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata dan laju nadi sebelum pemberian obat
dicatat. Setelah kriteria ekstubasi terpenuhi, obat fentanil diberikan 5 menit sebelum
ekstubasi, sedangkan placebo diberikan 2 menit sebelum ekstubasi. Demikian juga
yang dilakukan oleh relawan II terhadap amplop yang berisi obat lidokain. Placebo
diberikan 5 menit sebelum ekstubasi dan lidokain diberikan 2 menit sebelum ekstubasi.
Setelah obat tersebut selesai dimasukkan, barulah peneliti melakukan pengukuran dan
pencatatan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata dan laju
nadi pada saat ekstubasi. Demikian juga halnya setelah ekstubasi, tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik . tekana arteri rerata dan laju nadi dicatat pada menit ke-1, 2, 3,
4 dan 5 setelah ekstubasi.
Data yang diukur dan dicatat, selanjutnya akan ditabulasi ke dalam master tabel
dengan menggunakan program software microsoft exel 2007.
Pada satu hari sebelum tindakan pembedahan, dilakukan pemeriksaan preoperasi
meliputi tekanan darah, laju nadi, laju nafas, berat badan, tinggi badan, dan penentuan
indeks massa tubuh.
3.5.1.4Pada hari penelitian
a. Setelah pasien tiba di ruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang
terhadap identitas, diagnosa, rencana tindakan pembedahan, akses infus
( pastikan telah terpasang infus dengan abocath no. 18 dan threeway, dan
pastikan aliran lancar).
b. Kemudian pasien dibawa ke kamar operasi, lalu dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, laju nadi,tekanan arteri rerata, laju nafas, Saturasi oksigen dan
temperatur. Kemudian dicatat sebagai data preoperatif.
29 d. Pasien dipremedikasi dengan Midazolam 0,1 mg/kgBB dan Pethidin 1
mg/kgBB.
e. Dua menit kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah, laju nadi laju
nafas, saturasi oksigen dan temperatur. Lalu dicatat.
f. 10 menit kemudian masing-masing kelompok diinduksi dengan Propofol
dosis 2-2.5 mg/kgBB IV sampai hilangnya refleks kedua bulu mata.
g. Setelah induksi masing-masing kelompok diberikan injeksi Succcinylcholin
1,5 mg/kgBB IV.
h. Laringoscopy dilakukan setelah obat pelumpuh otot bekerja sempurna
dengan menggunakan blade metal Macintosh nomor 3 atau 4 oleh relawan
terlatih.
i. Intubasi dengan ETT polyvinyl chloride, low pressure high volume, ID 7 Fr untuk perempuan dan ID 7,5 Fr untuk laki-laki.
j. Segera setelah intubasi cuff ETT diisi dengan udara sampai tidak ada
kebocoran pada saat pemberian ventilasi positif.
k. Kedalaman ETT ditentukan dengan mendengar suara napas paru kanan sama
dengan paru kiri menggunakan stetoskop, ETT difiksasi.
l. Pemeliharaan anestesi dengan Isoflurane 0,5-1 % dan O2 : N2O 50 % : 50 %
m. Pemeliharaan pelumpuh otot dengan Atracrium 0,1-0,2 mg/kgBB setiap
15-20 menit untuk kedua kelompok.
n. Dilakukan pencatatan tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata
o. Pada akhir pembedahan digunakan oksigen 100 %, antagonis pelumpuh otot
diberikan setelah napas spontan dengan atropine 0,01 mg/kgBB dan
prostigmin 0,02 mg/kgBB.
p. Injeksi fentanil 1 ug/kgBB 5 menit sebelum ekstubasi pada kelompok I,
Injeksi placebo 2 menit sebelum ekstubasi pada kelompok I, Injeksi placebo
5 menit sebelum ekstubasi pada kelompok II dan Lidokain 1 mg/kgBB 2
menit sebelum ekstubasi pada kelompok II
q. Oropharingeal suction dilakukan sebelum ekstubasi dengan melihat langsung
untuk mencegah trauma sampai bersih dari secret.
r. Ekstubasi dilakukan setelah pasien memenuhi kriteria: dapat mengikuti
perintah, orofaring dan hipofaring bersih (tidak ada perdarahan aktif dan
sekret), refleks gag intact, dapat mengangkat kepala selama 5 detik, dapat menggenggam dan kontrol nyeri adekuat. ( dari kepustakaan 9 )
s. Jalan napas tetap dijaga dan pasien dibawa ke ruang pemulihan dan
diberikan oksigen melalui nasal kanul 2-3 liter/menit
t. Dilakukan pencatatan tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata
dan laju nadi pada waktu ekstubasi serta menit ke- 1, menit ke-2, menit ke-3,
menit ke-4, menit ke-5 setelah ekstubasi.
u. Analgetik setelah operasi diberikan ketorolak 0,5-1 mg/kgBB IV
v. Hasil pengamatan pada kedua kelompok dibandingkan secara statistik
w. Penelitian dihentikan bila subjek menolak untuk berpartisipasi, dan terjadi
kegawat daruratan jalan napas, jantung, paru dan otak yang mengancam
31 3.6 Masalah etika
a. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko
dari hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir
kesediaan menjadi subjek penelitian ( informed consent ).
b. Sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai dipersiapkan alat kegawat
daruratan (oro/naso faringeal airway, ambu bag, sumber oksigen,
laringoskop, endotrakeal tube, suction set), monitor (pulse oximetry,
tekanan darah, EKG, DC Shock), obat kegawatdaruratan ( adrenalin,
atropine sulfas, efedrin, aminophilin, deksametason ).
c. Bila terjadi kegawatdaruratan jalan nafas, jantung, paru, dan otak selama
proses penelitian berlangsung, maka segera dilakukan antisipasi dan
penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang sudah
dipersiapkan sebelumnya.
3.7 Identifikasi variabel 3.7.1 Variabel independent
a. Fentanil 1 µg/kgBB
b. Lidokain 2% 1 mg/kgBB
3.7.2 Variabel dependent
Adapun yang menjadi variabel dependent pada penelitian ini adalah respon
hemodinamik pada saat tindakan ekstubasi. Dinilai dari tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik , tekanan arteri rerata dan laju nadi.
3.8 Definisi operasional
a. Fentanil adalah suatu derifat opioid agonis sintetik yang strukturnya berupa
phenylpiperidine, yang bekerja secara sentral di otak dan medula spinalis untuk
b. Lidokain 2% adalah zat anetesi lokal golongan amida dengan konsentrasi 20
mg/ml cairan pelarut yang bekerja menghambat hantaran impuls saraf secara
reversibel di pusat dan di perifer.
c. Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Nilai
normal untuk tekanan sistolik 90-120 mmHg dan tekanan diastolik 60-90
mmHg. Diukur dengan menggunakan alat standar non invasif otomatis merek
Omron.
d. Laju nadi : jumlah pulsasi yang dirasakan pada suatu arteri permenit. Normalnya
60-100 x permenit.
e. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg.
f. Hipotensi adalah tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan tekanan darah diastolik
< 60 mmHg.
g. Takikardi adalah denyut jantung > 100 x/menit
h. Bradikardi adalah laju jantung < 60 x/menit
3.9 Rencana pengolahan data dan analisis data
a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, kemudian data tersebut diperiksa
kembali tentang kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Lalu data
tersebut diberikan pengkodean untuk memudahkan dalam mentabulasi. Data
ditabulasi ke dalam master tabel dengan menggunakan softwareMicrosoft office exel 2007. Setelah data ditabulasi, kemudian diolah dengan menggunakan
software SPSS 15,0 for windows.
b. Data numerik dari hasil pengukuran akan ditampilkan dalam nilai rata-rata + SD
33 3.10
uji Kolmogorof-Smirnov test, Jika distribusi data normal digunakan t-
independent test. Data katagorik digunakan uji chi-square.
c. Untuk membandingkan perbedaan respon hemodinamik antara kedua kelompok
perlakuan, digunakan analisa uji t ( t-test ).Sedangkan untuk membandingkan perubahan respon hemodinamik dalam masing-masing kelompok digunakan
analisa uji t berpasangan ( t-pair test ).
Alur penelitian
5menit 2 menit 5 menit 2 menit
POPULASI
SAMPEL
EKSKLUSI INKLUSI
TD sistolik ,Diastolik, MAP, laju nadi
Succinylcholin 1-2 mg/kgBB IV Propofol 2-2,5 mg/kgBB IV
Premedikasi Midazolam 0,1 mg/kgBB +
Pethidin 1-2 mg/kgBB
TD sistolik ,Diastolik, MAP, laju nadi
Succinylcholin 1-2 mg/kgBB IV Propofol 2-2,5 mg/kgBB IV
Premedikasi Midazolam 0,1 mg/kgBB +
Pethidin 1 -2mg/kgBB
INTUBASI
Pemel