• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan oleh : Nizar Alfian 20120220095 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ii

ii

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI

Application rate of Organic Vegetables Cultivation Technology by CV. Tani

Organik Merapi Farmer’s Partner

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Nizar Alfian 2012 022 0095 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Kegunaan Penelitian... 7

II.KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Sayuran Organik ... 8

2. Teknologi Budidaya ... 10

3. Adopsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi ... 18

B. Kerangka Berpikir ... 25

C. Hipotesis ... 27

III.METODE PENELITIAN ... 28

A. Teknik Pengambilan Sampel... 28

1. Penentuan Daerah Penelitian ... 28

2. Pengambilan Sampel ... 29

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 29

C. Asumsi dan Batasan Masalah... 30

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 40

IV.GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 42

A. Keadaan Umum Wilayah ... 42

1. Letak Geografis wilayah ... 42

2. Topografi ... 42

3. Jenis Tanah ... 43

4. Keadaan Pertanian ... 43

B. CV. Tani Organik Merapi ... 44

1. Sejarah Perusahaan ... 44

2. Lokasi Perusahaan ... 45

3. Bidang Usaha ... 45

4. Bidang Bisnis ... 46

5. Sistem Kemitraan CV. Tani Organik Merapi ... 51

(4)

ii

ii

A. Karakteristik Petani ... 54

1. Umur ... 55

2. Pendidikan Formal ... 56

3. Pendidikan Nonformal ... 57

4. Luas Usahatani ... 57

5. Pengalaman Usahatani ... 58

6. Lama Bermitra ... 58

7. Status Pekerjaan ... 59

8. Status Lahan ... 59

9. Jarak ... 60

B. Aspek Teknologi Budidaya Sayuran Organik... 61

1. Penyiapan Lahan ... 61

2. Pembibitan ... 63

3. Penanaman ... 65

4. Pemeliharaan ... 66

5. Panen dan Paska Panen ... 68

C. Tingkat Penerapan Aspek Teknologi Budidaya Sayuran Organik ... 69

D. Analisis Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Adopsi Budidaya ... 71

1. Umur ... 72

2. Pendidikan Formal ... 73

3. Pendidikan Nonformal ... 76

4. Luas Usahatani ... 77

5. Pengalaman Usahatani ... 79

6. Lama Bermitra ... 81

7. Status Pekerjaan ... 82

8. Status Lahan ... 83

9. Jarak ... 84

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

(5)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita (Tahun 2010-2014) ... 2

Tabel 2. Produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2014... 3

Tabel 3. Variabel Tingkat Adopsi ... 32

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Petani ... 54

Tabel 5. Adopsi pada tahap Penyiapan Lahan ... 61

Tabel 6. Adopsi pada pembibitan ... 63

Tabel 7. Adopsi pada penanaman ... 65

Tabel 8. Adopsi pada Pemeliharaan ... 66

Tabel 9. Adopsi pada Panen dan paska panen ... 68

Tabel 10. Tingkat adopsi secara keseluruhan ... 69

(6)

iv

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 26

Gambar 2. Struktur Organisasi CV. Tani Organik Merapi ... 49

Gambar 3. Grafik Tingkat adopsi dengan Umur ... 72

Gambar 4. Grafik antara tingkat adopsi dengan pendidikan formal ... 74

Gambar 5. Grafik persentase adopsi pada pendidikan Nonformal ... 76

Gambar 6. Grafik tingkat adopsi dengan luas lahan ... 78

Gambar 7. Grafik persentase adopsi dengan pengalaman usahatani ... 79

Gambar 8. Grafik Tingkat adopsi dengan lama bermitra ... 81

Gambar 9. Grafik tingkat adopsi dengan status pekerjaan ... 82

Gambar 10. Tingkat adopsi dengan Status Lahan ... 83

(7)
(8)

vi

vi

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA SAYURAN

ORGANIK OLEH PETANI MITRA CV. TANI ORGANIK MERAPI (TOM).

Application Rate of Organic Vegetable Cultivation Technology by CV. Tani

Organik Merapi’s Farmer Partner

Nizar Alfian / 20120220095

Dr. Aris Slamet Widodo, M.Sc / Ir. Lestari Rahayu, MP Agribusiness / Agriculture Faculty

Muhammadiyah Yogyakarta University

ABSTRACT

CV. Tani Organik Merapi (TOM) is an enterprise that encourage its partnered farmers to cultivate organic vegetables by adopting cultivating technologies formed in Standart Operational Procedure (SOP). The farmers who conducted organic farming have to adopt various organic cultivating aspects in order to reach organic harvest. The purpose of this research are to identify characteristics of farmers, to analyze farmer’s application rate of the technology of organic vegetables cultivation, and to analyze about correlation between characteristics and adoption rate. The results show that the average of farmers’s age is 45 years old.In formal education rate, respondent have more concentration in the Junior, Senior school and Bachelor level. Meanwhile nonformal have intensity average 4-6 times. Average field area is in 3.4-64-64-6 m².Farming experience has an average in 11 years. Partner duration has a younger in 2-3 years and the older has 8 years partnership. 90% farmers make this onfarm as a priority, and then the fieldstatus 11 farmers are the owner his field and 4 farmers have a rent status, the nearest farmers are in 3 Km meanwhile the fartest is in 62 Km. Farmer’s adoption rate is very high, 88.1 percent of farmer adopted the technology as recommended by SOP. At all progress, correlation between characteristics and adoption rate by Rank Spearman method.

(9)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai dampak negatif dari pertanian konvensional. Masyarakat, khususnya menengah keatas mulai memberikan perhatian lebih besar kepada keamanan produk yang mereka konsumsi, sehingga menginginkan makanan yang serba alami dan bebas dari zat kimia. Disamping makanan pokok seperti beras, jagung maupun umbi-umbian yang dikonsumsi oleh masyarakat, terdapat juga sayuran sebagai bahan pelengkap makan pokok tersebut serta menjadi asupan yang mengandung berbagai nutrisi dimana tubuh membutuhkannya.

Permintaan sayuran yang dikonsumsi sebagai bahan pelengkap makanan pokok tersebut akan terus berfluktuasi seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dari tahun ke tahun, populasi penduduk Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 206 juta jiwa dan pada tahun 2010 jumlah penduduknya sudah mencapai 237 juta jiwa (BPS, 2010). Menurut data statistik Indonesia, jumlah penduduk tahun 2014 yaitu sekitar 254 juta jiwa dan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2020 akan mencapai 280 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia memperlihatkan peningkatan yang cukup pesat.

(10)

2

per kapita dalam lima tahun terakhir yang paling tinggi adalah pada tahun 2012, yaitu dari keseluruhan macam sayuran sebesar 30,26 kg/tahun. Konsumsi sayuran per kapita di Indonesia menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Fluktuasi konsumsi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi Sayur-sayuran Per Kapita Indonesia (Tahun 2010-2014)

Sumber: Departemen Pertanian, 2014

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui tingkat konsumsi perkapita masyarakat Indonesia tergolong cukup rendah yaitu sekitar 44 persen dari konsumsi seharusnya, sedangkan anjuran dari FAO sebagai organisasi pangan dunia yaitu sebesar 75 kg/kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2014). Tidak menutup kemungkinan pada tahun-tahun berikutnya konsumsi sayuran per kapita akan lebih signifikan perubahannya dibandingkan tahun sebelumnya, mengingat kesadaran masyarakat akan kesehatan yang semakin meningkat pula.

No Jenis Sayuran Tahun (Kg)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Bayam 3,96 3,81 3,65 3,49 3,55

2 Kangkung 4,59 4,33 4,72 3,96 4,07 3 Kol/kubis 1,62 1,83 1,46 1,25 1,36 4 Sawi Putih(Petsai) 0,57 0,89 0,73 0,78 0,89

5 Buncis 0,83 0,89 0,78 0,78 0,83

6 Kacang Panjang 3,65 3,44 3,58 3,02 2,82 7 Tomat sayur 1,93 2,09 1,88 1,72 1,88

8 Wortel 0,94 1,04 0,94 0,99 0,94

9 Mentimun 1,72 1,77 1,56 1,56 1,62 10 Terong 2,56 2,56 2,40 2,50 2,45

11 Labu 1,10 0,99 1,15 1,04 1,10

(11)

Dalam memenuhi permintaan penduduk akan konsumsi sayuran, maka produksi harus terus ditingkatkan. Produksi sayur-sayuran di Indonesia akan terus mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan yang merupakan dampak dari peningkatan populasi penduduk setiap tahun. Untuk produksi sayuran sendiri juga masih terdapat fluktuasi dari tahun ke tahun.

Tabel 2. Produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2014

No Jenis Sayuran Tahun (Ton)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Bayam 350.879 355.466 320.144 308.477 319.618 2 Kangkung 369.846 428.197 428.083 387.617 357.561 3 Kubis 1.060.805 955.488 1.094.240 1.124.282 136.514 4 Petsai/Sawi 1.385.044 1.363.741 1.450.046 1.480.625 1.435.840 5 Buncis 482.305 519.481 518.827 545.646 557.053 6 Kacang Panjang 116.397 92.508 93.416 103.376 100.319 7 Tomat 521.704 594.227 702.252 713.502 800.484 8 Wortel 583.770 580.969 594.934 635.728 602.478 9 Mentimun 336.494 334.659 322.145 327.378 318.218 10 Terong 891.616 954.046 893.504 992.780 916.001 11 Labu Siam 547.141 521.535 511.525 491.636 477.989 12 Bawang Merah 1.048.934 893.124 964.221 1.010.773 1.233.989 13 Bawang Putih 12.295 14.749 17.638 15.766 16.894 14 Cabai Merah 807.160 888.852 954.363 1.012.879 1.074.611 15 Cabai Rawit 521 704 594 227 702 252 713 502 800 484 Jumlah 8.514.390 8.497.042 8.865.338 9.150.465 8.347.569 Sumber : Departemen pertanian, 2014

(12)

4

sumberdaya lahan, dengan masukan sarana produksi (pupuk dan pestisida) anorganik ke dalam agroekosistem pertanian yang cukup tinggi. Sistem usahatani ini hanya berorientasi pada memaksimalkan produktivitas secara nyata, namun kurang disadari diikuti oleh kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan stabilitas produksi oleh timbulnya biotipe dan strain hama dan penyakit, terbentuknya senyawa beracun bagi tanaman, dan menurunnya kesuburan tanah, serta terjadinya kerusakan lingkungan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan (Direktorat Perlindungan tanaman hortikultura, 2014).

Dari adanya dampak negatif penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan pabrik saat munculnya program revolusi hijau, manusia pun kemudian berusaha mencari teknik bertanam secara aman, dalam arti baik untuk lingkungan maupun manusia. Inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau pertanian organik (Andoko, 2002). Pada perkembangannya, budidaya pertanian khususnya sayuran mengalami perubahan-perubahan untuk mendukung pengurangan residu tersebut, sayuran organik dianggap mampu memenuhi persyaratan tersebut, sehingga budidaya sayuran organik semakin digalakkan.

(13)

pemahaman praktis, pertanian organik adalah sekedar cara bertani yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling terkait satu sama lain di dalam tanah, tanaman, hewan, maupun manusia (Saragih, 2010).

Budidaya sayuran organik dalam pemahaman praktis maupun regulasi merupakan suatu inovasi teknologi untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran yang tidak memberikan dampak negatif jangka panjang berupa residu kimia bagi tubuh dan lingkungan. Inovasi tersebut menjadi penting untuk diadopsi petani sebagai pelaku budidaya karena terdapat perlakuan-perlakuan berbeda yang harus dilakukan. Petani memperoleh keuntungan dengan mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik, karena sebagai produsen petani dapat menjual produk organik yang dihasilkan dengan harga mahal, bahkan 10-50 persen lebih tinggi dibandingkan harga produk pertanian konvensional (FAO, 2002).

Adopsi petani terhadap teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).

(14)

6

mengembangkan sistem pertanian organik secara intensif serta menjadi Pusat Penyuluhan Pertanian Pedesaan dan Swadaya (P4S) dibawah lisensi Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 2014, salah satu kegiatannya adalah pengembangan kawasan sayuran organik. CV. Tani Organik Merapi (TOM) memiliki segmentasi pelanggan di Pasar modern yang tersebar di Yogyakarta dan sekitarnya. Kerjasama antara CV. TOM dengan Pasar modern

tersebut, menimbulkan konsekuensi bagi CV. TOM, terkait standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi agar produknya dapat diterima.

Dalam prakteknya terhadap usahatani sayuran organik, CV. TOM melakukan kemitraan dengan beberapa petani untuk memenuhi suplai produk, dan setiap petani yang akan bermitra mendapatkan penyuluhan dan pendampingan sebelumnya, guna menerapkan teknologi sayuran organik yang tertuang didalam Standard Operating Procedure (SOP) CV. Tani Organik Merapi. Namun, dalam perkembangannya terhadap penerapan usahatani sayuran organik di kalangan petani mitra CV. TOM memiliki variasi dalam menerapkan SOP tersebut .

Informasi mengenai seberapa besar tingkat adopsi petani pada setiap tahapan, aspek mana saja yang sudah dan belum diadopsi, serta kemungkinan hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat adopsi perlu diketahui, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik petani mitra CV. Tani Organik Merapi ?

(15)

3. Bagaimana hubungan faktor-faktor dari karakteristik petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik CV. Tani Organik Merapi oleh petani mitra?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik petani mitra CV. Tani Organik Merapi (TOM). 2. Menganalisis tingkat penerapan petani mitra CV. Tani Organik Merapi

(TOM) terhadap setiap aspek teknologi budidaya sayuran organik.

3. Mengetahui hubungan dari karakteristik petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya sayuran organik CV. TOM oleh petani mitra.

C. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi petani, diharapkan menjadi gambaran terkait dengan penerapan sistem organik khususnya sayuran dan memberikan masukan seputar pertanian sayuran organik.

2. Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan terhadap pembangunan pertanian khususnya dibidang usahatani sayuran organik.

(16)

8

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Sayuran Organik

Pada awalnya pakar pertanian barat menyebutkan bahwa sistem organik dalam bidang pertanian merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang

berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi sistem organik dalam pertanian adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.

(17)

Dalam pertanian organik terdapat juga sayuran organik, yaitu sayuran yang dibudidayakan dengan teknik pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama sayuran organik adalah menyediakan produk pertanian bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak merusak lingkungan. Sayuran organik sebagai bagian dari pertanian yang akrab dengan lingkungan perlu segera dimasyarakatkan sejalan makin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian (Pracaya, 2002)

Sayuran organik juga bersifat ramah lingkungan dan lebih kepada konsep alam (back to nature). Budidaya pertanian yang dilakukan tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Hal tersebut membuat sayuran organik bebas dari residu kimia sehingga layak dikonsumsi dan menyehatkan. Menurut Prestilia (2012) dalam tesisnya menyebutkan bahwa sayuran organik dibudidayakan secara alami maka sayuran tersebut mengandung berbagai keunggulan dibandingan dengan sayuran non organik. Salah satu keunggulan dari sayuran organik adalah aman dari residu bahan kimia, sehingga dapat menunjang kesehatan. Hal ini membuat konsumen beralih dari sayuran konvensional ke sayuran organik.

(18)

10

sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran anorganik. Zat antioksidan atau biasa dikenal sebagai zat yang membantu dan dibutuhkan oleh tubuh serta dapat menyembuhkan penyakit yang merupakan zat kekebalan tubuh. Sayuran dan buah organik diketahui mengandung vitamin C dan mineral esensial, seperti kalium, fosfor, magnesium, zat besi dan krom, lebih tinggi dibanding dengan anorganik.

2. Teknologi Budidaya

a. Standar Nasional Indonesia (SNI) Budidaya Pertanian Organik

Pembudidayaan sistem organik sudah diatur pemerintah melalui Peraturan Pemerintah tertuang dalam SNI-01-6729-2002 yang meliputi semua pertanian organik baik itu sayuran organik maupun pangan organik.

1). Persiapan lahan

Berapapun lamanya masa konversi, produksi pangan organik hanya dimulai pada saat produksi telah mendapat sistem pengawasan, jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap. Konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik harus efektif menggunakan tehnik yang dijinkan. Jika seluruh lahan pertanian tidak dapat dikonversi secara bersamaan, hamparan tersebut harus dibagi dalam beberapa unit.

(19)

semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional. Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara penanaman kacang-kacangan (leguminoceae) dan mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun tidak, dari unit produksi. Produk samping peternakan, seperti kotoran hewan, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan.

2). Pembenihan

Benih dan bibit harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara-cara alamiah tanpa rekayasa genetik yang tidak sesuai, dalam standar ini paling sedikit satu generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim. Bila operator dapat menunjukkan pada otoritas/lembaga sertifikasi resmi bahwa benih dan bibit yang disyaratkan tersebut tidak tersedia maka otoritas/lembaga sertifiasi dapat mengijinkan bahwa ada tahap awal dapat digunakan benih atau bibit tanpa perlakuan, atau bila tidak tersedia, dapat digunakan benih dan bibit yang sudah mendapat perlakukan tertentu. Otoritas kompeten dapat menetapkan kriteria untuk membatasi pengecualian pengecualian tersebut.

3). Pemeliharaan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

(20)

12

pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum digunakan antara lain mikroba penambat unsur nirogen, mikroorganisme pelarut fosfat, dan mikrooganisme penghasil hormon tumbuh. Di samping itu ada jenis mikroba dari golongan jamur yang disebut mikoriza ditemukan sebagai sumber biofertilizer potensial yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya tanaman. Biofertilizer atau pupuk hayati semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas tanah secara berkelanjutan.

Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi dari pemilihan spesies dan varietas yang sesuai, program rotasi yang sesuai, pengolahan tanah secara mekanis, perlindungan musuh alami hama melalui penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang, zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli dari hama predator setempat, pemberian musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit ataupun penggunaan mulsa. 4). Panen

(21)

mengganggu stabilitas habitat alami atau pemeliharaan spesies didalam areal koleksi; (d) produknya berasal dari oparator yang mengelola pemanenan atau pengumpulan produk, yang jelas identitasnya dan mengenal benar areal koleksi tersebut.

5). Pasca Panen

Penanganan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pengemasan Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase pengolahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu pengolahan. Seperti Radiasi ion (Ionizing Radiation) untuk pengendalian hama, pengawetan makanan, penghilangan patogen atau sanitasi, tidak diperbolehkan dilakukan pada produk pangan organik.

Metode pemrosesan bahan pangan harus dilakukan secara mekanis, fisik atau biologis(seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan ingredient dan aditif non-pertanian. Pengemasan bahan kemasan sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat didaur-ulang (recyclable materials);

(22)

14

harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik; dan (b) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tersentuh bahan-bahan yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pertanian organik dan penangananya.

Jika hanya sebagian produk yang tersertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diindetifikasi secara jelas. Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari produk konvensional serta harus secara jelas dilabel. Untuk tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk pangan organik harus dibersihkan dulu dengan menggunakan metode dan bahan yang diijinkan digunakan untuk sistem produksi pertanian organik. Jika tempat penyimpanan atau kontainer yang akan digunakan tidak hanya digunakan untuk produk pangan oganik, maka harus dilakukan tindakan pengamanan agar produk pangan organik tidak terkontaminasi dengan pestisida atau bahan-bahan lain.

b. Standard Operating Procedure (SOP) Budidaya Sayuran Organik CV. Tani Organik Merapi

(23)

organik terbagi menjadi beberapa aspek sesuai dengan tahapan budidaya, yaitu meliputi penyiapan lahan, pembenihan, pemeliharaan, dan pasca panen.

SOP tersebut meliputi : 1). Penyiapan lahan

a). Penyiapan Lahan

Sebelum penanaman terlebih dulu harus disiapkan lahan dengan membuat bedengan lebar 120 cm, tinggi 20 - 30 cm, panjang bedengan menyesuaikan, jarak antar bedeng sekitar 30 cm. Setelah jadi bedengan lalu diberi pupuk organik yang sudah jadi dengan ukuran rata –n rata untuk satu bedeng panjang 7 meter memakai pupuk 2 angkong. Dan menambahkan kapur dolomit untuk menetralkan Ph tanah.

b). Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan dibajak atau di cangkul,dan sisa–sisa tanaman dan rumput di pendam dalam tanah. Misal

pengolahan lahan dibajak seharusnya memakai bajak hewan tidak memakai traktor serta penggemburan tanah tidak dilakukan melebihi siang hari.

c). Pengelolaan Air

(24)

16

Air masuk melewati penampungan kecil dulu baru ke penampungan besar/kolam dan didalam kolam kita tanam tanaman - tanaman yang bisa menetralisir air yang terkontaminasi ke lahan untuk kebutuhan budidaya. Contohnya : Eceng Gondok atau Azolla

2). Pembenihan

a). Pengadaan Benih

Untuk pengadaaan benih harus didapat dari CV. TOM langsung atau pihak yang disetujui CV.TOM dan memastikan bahwa benih tersebut benih lokal dan tidak ada rekasa genetika. Untuk benih sebelum ditebar ada perlakuan khusus yaitu dicuci terlebih dahulu b). Pembibitan

Pembibitan dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, pembuatan bedengan sebelum ditaburi benih dilakukan 2 minggu dengan pupuk organik/ kompos, bedengan lebar ukuran 80 - 120 cm dan panjang 1 - 3 meter, tinggi bedengan 20 - 30 cm. Untuk pembibitan benih ditabur ditutup tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan gembor kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh. Setelah umur 2 – 3 minggu bibit sudah siap untuk ditanam.

(25)

3). Penanaman

Dalam penanaman harus melihat beberapa aspek yaitu:

Melakukan pengaturan jarak tanam atau setting tanam, melakukan seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman dan membuat bedengan dibuat dengan ukuran lebar 120 cm, panjang 5 – 7 meter, tinggi 20 – 30

cm dan jarak antar bedeng 30cm. 4). Pemeliharaan

a). Pemeliharaan dan Pengolahan Kesuburan Tanah

Tanaman yang sudah ditanam perlu pemeliharaan dengan cara penyiraman miminal 2 kali sehari, penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman. yang baru, pemupukan dilakukan setelah 2 minggu tanam bisa dengan semprot dan kocor pupuk cair organik (1 minggu sekali), melakukan rotasi tanaman agar tanah bisa terjaga kesuburannya dan menetralisir tanah dengan cara mengistirahatkan/mendiamkan selama 1 musim panen.

b). Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit Tanaman

Untuk mengatasi gulma atau tumbuhnya rumput-rumput liar yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman dan tanah perlu dilakukan penyiangan. Masalah hama dan penyakit tanaman untuk mengatasinya dengan cara pencegahan bisa dengan melakukan penanaman tanaman – tanaman yang bisa menghalau atau mengaburkan hama (kenikir,

(26)

18

hewan predator, serta melakukan penggemburan atau pengguludan tanah sehingga tanah tetap gembur tidak padat sekaligus sebagai tindakan pencegahan.

5). Panen dan Paska panen a). Panen

Memanen sayuran yang memenuhi kualitas, Waktu pemanenan dilaksanakan pada pagi hari, Tidak membiarkan terlalu lama hasil panen terpapar cahaya matahari langsung

b). Pasca panen

Sayuran organik setelah dipanen kemudian dilakukan pencucian hingga benar-benar bersih dan dikumpulkan sesuai komoditas/jenisnya, Alat angkut harus bebas dari bekas kimiawi, Pengangkutan ditaruh di krat dan kantong plastik yang atasnya ditutup dengan kain basah atau kardus untuk mengurangi penguapan.

3. Adopsi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi a. Adopsi

Penerapan inovasi pertanian atau yang lebih dikenal dengan “Adopsi Inovasi” mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis.

(27)

seseorang, dimana karena latar belakang orang yang berbeda-beda maka ide baru yang dimaksudkan menjadi relatif sifatnya. Inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran hasil pertanian yang baru, dan sebagainya.

Musyafak dan Ibrahim (2005) menyebutkan bahwa inovasi teknologi dalam pertanian dapat berupa peralatan pertanian, teknik budidaya, input produksi, pengolahan hasil produksi, dan lainnya. Tujuan dari teknologi adalah mencapai output yang lebih tinggi dari sejumlah lahan, tenaga kerja, dan sumberdaya tertentu. Teknologi mempunyai peranan yang penting untuk mengekonomiskan suatu proses.

Menurut Suharyanto (2001), adopsi ialah suatu proses dimulai dengan keluarnya ide-ide dari satu pihak sampai ide tersebut diterima oleh masyarakat sebagai pihak kedua, proses adopsi pada dasarnya menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Dalam proses dibidang pertanian, adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima gagasan atau inovasi yang disampaikan oleh penyuluh.

(28)

20

Mosher (1981) mengemukakan bahwa suatu teknologi baru akan diterapkan tidak segera diterima oleh petani dan bahkan mungkin akan menolak sama sekali, sebab ada kesangsian atau sifat petani yang selalu waspada terhadap setiap metode baru.

Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani sejak mengenal sampai memutuskan untuk menerapkannya. Sedangkan proses difusi atau penyebaran teknologinya tidak berbeda jauh dengan proses adopsi, namun dalam difusi sumber informasinya berasal dari dalam sistem masyarakat tani itu sendiri, sedangkan adopsi sumber informasinya berasal dari luar sistem masyarakat tani (Roger dan Shomaker, 1981)

Ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dan keputusan yang telah diambil. Dapat dikatakan bahwa dalam proses adopsi, diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga oleh calon adopter. Lebih lanjut dikatakan bahwa ada tiga hal yang diperlukan oleh calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi menurut Soekartawi (1988), yaitu :

(29)

2). Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis, sehingga dapat diikuti dengan mudah oleh calon adopter.

3). Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam artian telah memberikan keuntungan, sehingga dengan demikian informasi seperti ini akan memberikan dorongan kepada calon adopter untuk melaksanakan adopsi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Adopsi

Rogers dan Shoemaker (1997) mengatakan bahwa karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku. Karakterisitik menurut Rogers (1995) adalah meliputi status sosial-ekonomi, ciri kepribadian dan perilaku komunikasi. Secara lebih rinci karakteristik tersebut dijabarkan lagi ke dalam umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah keluarga, pengalaman berusahatani, usaha keluarga, penghasilan keluarga, kekosmopolitan,partisipasi kelembagaan masyarakat, partisipasi dalam kelompok, dan kontak media serta karakteristik adopter diduga kuat memiliki hubungan dengan persepsi seseorang dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi, menyangkut pencarian terhadap ide-ide baru. Sedangkan Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa karakteristik utama dalam tingkat adopsi maupun difusi inovasi terdiri atas :

(30)

22

2). Pendidikan formal; Tingkat pendidikan petani baik formal maupun nonformal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalitas usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka dalam adopsi inovasi akan cenderung tinggi. Pendidikan juga merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta.. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan dari terendah sampai tertinggi yang biasanya diberikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir diluar sistem pendidikan sekolah dengan isi pendidikan yang terprogram.

3). Pendidikan nonformal; berupa pelatihan ataupun penyuluhan yang merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat nonformal atau suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan yang biasa, dimana ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan orang itu sambil tetap mengerjakannya sendiri jadi belajar mengerjakan sendiri.

4). Ukuran usahatani; Luasan lahan untuk berusahatani, ukuran usahatani seringkali berhubungan positif dengan adopsi inovasi. 5). Status kepemilikan tanah; para pemilik dapat membuat keputusan

(31)

dahulu. Konsekuensinya, tingkat adopsi biasanya lebih tinggi pada pemilik usahatani daripada petani yang menyewa.

c. Penelitian Terdahulu

Menurut Ishak dan Afrizon (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja Kabupaten menunjukkan bahwa dari penelitiannya terlihat seluruh petani di Desa Bukit Peninjauan I memiliki persepsi yang baik terhadap teknologi SRI, namun masih rendah dalam tingkat adopsi. Sebagian besar petani (69,23%) belum mengadopsi teknologi SRI sesuai anjuran.

(32)

24

Pengaruh positif juga diberikan oleh variabel pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin mudah petani menerima teknologi baru dikarenakan pengetahuannya untuk bisa mengakses informasi mengenai dampak baik dan buruk dari teknologi tersebut lebih baik. Selain itu, penelitian juga memperlihatkan adanya pengaruh status pekerjaan usahatani dengan keputusan adopsi. Petani yang memiliki pekerjaan utama sebagai non petani akan lebih berani mengambil risiko menerapkan teknologi baru.

(33)

B. Kerangka Berpikir

Dalam tingkat adopsi, petani bisa saja mengadopsi keseluruhan SOP budidaya sesuai dengan anjuran di suatu waktu, namun di waktu yang lain hanya mengadopsi aspek-aspek tertentu. Bisa dikatakan, petani terkadang memilih untuk mengadopsi hanya sebagian dari keseluruhan aspek yang menjadi komponen penerapan teknologi budidaya sayur organik dari CV. TOM.

Secara teori, SOP yang diberikan oleh CV. TOM merupakan panduan ideal untuk mendapatkan hasil optimal pada budidaya sayuran organik petani mitra, akan tetapi ada saja kemungkinan petani tidak menjalankan dengan baik beberapa aturan yang diberikan. Hal tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya bersumber dari karakteristik petani mitra.

(34)

26

[image:34.595.65.531.139.722.2]

Kerangka pemikiran secara sistematis dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir CV. Tani Organik

Merapi

Petani Mitra 1. Umur

2. Pendidikan formal 3. Pendidikan informal 4. Luas Usahatani 5. Pengalaman

Usahatani 6. Lama Bermitra 7. Status Pekerjaan 8. Status Lahan 9. Jarak

Teknologi Budidaya Sayuran Organik 1. Penyiapan Lahan 2. Pembenihan 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Panen dan pasca

Panen

Sayuran Organik

Adopsi 1. Sangat Rendah 2. Rendah

3. Sedang 4. Tinggi

(35)

C. Hipotesis

(36)

28

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Tujuan dari teknik deskriptif analisis adalah membuat gambaran secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain itu metode deskriptif analisis juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi suatu masalah yang ingin dipecahkan. (Nazir, 1988)

A. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan yaitu:

1. Penentuan Daerah Penelitian

(37)

2. Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Berdasarkan data yang diperoleh pra-survey, jumlah petani yang menjalin mitra dengan CV. Tani Organik Merapi (TOM) di Ngablak, Magelang dan Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta berjumah 15 petani aktif yang nantinya seluruh petani tersebut akan menjadi sampel dalam penelitian ini.

B. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat dua data yang digunakan untuk mendukung kelengkapan data yaitu:

1. Data Primer

(38)

30

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber seperti dokumen Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, dan berbagai kepustakaan lainnya seperti penelitian terdahulu. Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui data-data yang terkait dengan lokasi atau hasil di lapangan. Hal ini guna memenuhi kebutuhan untuk informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian.

C. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Asumsi :

Petani mengetahui Standar Prosedur Operasional alur budidaya Sayuran Organik CV. TOM dan perlakuan atas semua jenis sayuran dianggap sama.

2. Pembatasan Masalah :

(39)

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Adopsi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima gagasan atau inovasi yang disampaikan oleh suatu pihak.

2. Umur, indikator umur adalah usia responden saat dilakukannya penelitian. Diukur dengan tahun.

3. Pendidikan formal adalah berapa lama pendidikan formal tertinggi yang pernah dijalani atau diikuti petani secara formal. Tingkat pendidikan petani diukur menggunakan tahun.

4. Pendidikan nonformal adalah seberapa sering petani mengikuti pendidikan nonformal seperti penyuluhan dan pelatihan sejenis selama setahun terakhir. 5. Luas usahatani, indikator yang digunakan yaitu luas lahan petani dalam

melakukan usaha budidaya sayuran, dinyatakan dalam meter persegi.

6. Pengalaman usahatani adalah berapa lama responden melakukan usahatani dan dinyatakan dalam tahun.

7. Lama bermitra adalah berapa lama responden melakukan kemitraan dengan CV. Tani Organik Merapi dan dinyatakan dalam tahun.

8. Status pekerjaan adalah status dari responden terkait dengan usahatani yang dilakukan yaitu utama ataupun sebagai sampingan.

9. Status lahan adalah status terkait kepemilikan lahan responden untuk melakukan usahatani yaitu milik sendiri atau bukan milik sendiri.

(40)

32

[image:40.595.78.522.171.675.2]

11. Variabel Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik Tabel 3. Variabel Tingkat Adopsi

Variabel Indikator Standar Kriteria Skor

Penyiapan lahan

a. Persiapan Membuat bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 20 - 30 cm, jarak antar bedeng yaitu sekitar 30 cm.

(41)

b. Pengolahan Tanah

Dilakukan dengan sistem bajak menggunakan hewan atau di cangkul,

Sisa –sisa tanaman dan rumput di pendam dalam tanah.

Penggemburan tanah tidak dilakukan melebihi siang hari

Mampu menerapkan 3 standar pengolahan Mampu menerapkan 2 standar pengolahan Mampu menerapkan 1 standar pengolahan Melakukan standar pengolahan dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengolahan

5

4

3

2

(42)

34

c. Pengelolaan Air

Pembuatan penampungan sejenis kolam untuk meminimalkan kadar air dari pencemaran bahan kimia sebelum air masuk ke lahan sebanyak 2 kolam,

Alur air masuk dibuat melewati penampungan kecil dulu baru ke penampungan besar/kolam Penanaman tanaman-tanaman yang bisa menetralisir air yang terkontaminasi ke lahan untuk kebutuhan budidaya. Contohnya : Eceng Gondok atau Azolla

(43)

Pembenihan a. Pengadaan benih

Benih didapat harus dari CV. TOM langsung atau Pihak yang disetujui CV.TOM

Benih yang disiapkan yaitu benih lokal atau tidak ada rekasa genetika.

Sebelum ditebar ada perlakuan khusus yaitu dicuci terlebih dahulu. Mampu menerapkan 3 standar pengadaan benih Mampu menerapkan 2 standar pengadaan benih Mampu menerapkan 1 standar pengadaan benih Melakukan standar pengadaan benih dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengadaan benih 5 4 3 2 1

b. Pembibitan Pembibitan dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman,

Pembuatan bedengan untuk pembibitan sebelum ditaburi benih dilakukan selama 2 minggu dengan pupuk organik/kompos,

Untuk pembibitan benih ditabur ditutup tanah setebal 1 – 2 cm, lalu disiram dengan gembor kemudian diamati 3 – 5 hari benih akan tumbuh. Setelah

(44)

36

umur 2 – 3 minggu bibit sudah siap untuk ditanam.

Pemilihan untuk penanaman tanaman yang memerlukan bibit/ tidak ditebar langsung haruslah dengan cermat memilih bibit yang baik dari semaian/bibitan Melakukan standar pembibitan dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pembibitan 2 1

Penanaman Penanaman bibit sayuran

Dilakukan seleksi bibit sebelum dilakukan penanaman

Untuk penanaman bedengan dibuat dengan ukuran lebar 120 cm, panjang 5 – 7 meter (menyesuaikan kebutuhan), tinggi 20 – 30 cm dan jarak antar bedeng 30cm.

(45)

Pemeliharaan a. Penyiraman dan

Pemupukan

Penyiraman dilakukan minimal 2 kali sehari atau menyesuaikan tergantung pada musim dan kondisi lahan,

Untuk penyulaman/konsolidasi dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru

Pemupukan dilakukan setelah 2 minggu tanam, bisa dengan semprot dan kocor pupuk cair organik (1 minggu sekali)

Melakukan rotasi tanaman agar tanah bisa terjaga kesuburannya dan menetralisir tanah dengan cara

mengistirahatkan/mendiamkan selama 1 musim panen

Mampu menerapkan 4 standar penyiraman Mampu menerapkan 3 standar penyiraman Mampu menerapkan 2-1 standar penyiraman Melakukan standar penyiraman dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar penyiraman 5 4 3 2 1

b. Pengendalia n OPT

Untuk mengatasi gulma atau tumbuhnya rumput-rumput liar yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman dan tanah perlu dilakukan penyiangan (melihat kondisi bisa 1 minggu sekali ),

(46)

38

Dilakukan penggemburan atau pengguludan tanah sehingga tanah tetap gembur tidak padat sekaligus sebagai tindakan pencegahan. tidak benar Tidak melakukan standar pengendalian 1 Panen dan Paska Panen

Panen Memanen sayuran yang memenuhi kualitas

Waktu pemanenan dilaksanakan pada pagi hari

Tidak membiarkan terlalu lama hasil panen terpapar cahaya matahari langsung Mampu menerapkan 4 standar Panen Mampu menerapkan 2 standar Panen Mampu menerapkan 1 standar Panen Melakukan standar Panen dengan minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar Panen 5 4 3 2 1

Paska Panen Sayuran organik setelah dipanen kemudian dilakukan pencucian hingga benar-benar bersih dan dikumpulkan sesuai komoditas/jenisnya

Alat angkut harus bebas dari bekas kimiawi

(47)

minimal 2 tidak benar Tidak melakukan standar pengemasan

1

Dari seluruh variabel tingkat adopsi didapatkan jumlah skor maksimal yaitu 50 dan skor minimal yaitu 10 maka kategori tingkat adopsi dibagi menjadi lima kategori yaitu :

1. Sangat Rendah dengan range skor 10-17,9 2. Rendah dengan range skor 18-25,9 3. Sedang dengan range skor 26-33,9 4. Tinggi dengan range skor 34-41,9 5. Sangat Tinggi dengan range skor 42-50

Sedangkan untuk hubungan antara karakteristik dengan tingkat penerapan melalui interpretasi koefisien korelasi dan dikategorikan sebagai berikut :

(48)

40

E. Teknik Analisis Data

Untuk tujuan 1 dan 2, karakteristik petani dan tingkat adopsi dilakukan secara analisis deskriptif. Dibuat tabulasi sederhana dengan menggunakan Microsoft Excel yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang data mengenai karakteristik petani dan tingkat adopsinya di setiap tahapan budidaya sayuran organik berdasarkan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Hasil dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasikan berdasarkan jumlah responden sehingga diperoleh persentase responden di setiap variabel karakteristik petani, serta persentase tingkat adopsi responden yang mengadopsi.

(49)

Untuk tujuan 3, faktor-faktor dari karakteristik yang mempengaruhi petani mengadopsi teknologi budidaya sayuran organik dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997).

dimana γs = koefisien korelasi Rank Spearman

N = jumlah sampel

(50)

42

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Wilayah 1. Letak Geografis wilayah

Desa Wukirsari terletak di lereng gunung Merapi pada ketinggian dataran tinggi dan memiliki udara cukup sejuk Secara administratif Desa Wukirsari merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wukirsari mempunyai orbitasi berupa jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 2 km, sedangkan dari ibukota kabupaten 17 km dan dari ibukota propinsi 22 km. Batas-batas wilayah Desa Wukirsari adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara

Sebelah Timur

Sebelah Selatan

Sebelah Barat :

:

:

:

Desa Hargobinganun, Kecamatan Pakem Desa Glagaharjo,

Kecamatan Cangkringan

Desa Umbulmartani, Desa Widodomartani Kecamatan Ngemplak

Desa Umbulharjo, Desa Pakembinangun Kecamatan Pakem

2. Topografi

(51)

dengan syarat tumbuh kebanyakan tanaman sayuran. Ketinggian Desa Wukirsari yang berada antara dataran tinggi dan dataran rendah membuat jenis tanaman sayuran dataran rendah (bayam, mentimun, tomat, kangkung, dan sebagainya) serta jenis tanaman sayuran dataran tinggi (sawi, wortel, brokoli, dan sebagainya) tumbuh baik disana.

3. Jenis Tanah

Jenis tanah di Desa Wukirsari termasuk ke dalam tanah jenis tanah regosol. Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang berasal dari material gunung api, letak Desa Wukirsari yang berada di lereng gunung Merapi memungkinkan desa ini mempunyai jenis tanah tersebut. Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang subur sehingga jenis tanah ini sangat cocok ditanami sayuran

4. Keadaan Pertanian

(52)

44

produktivitas paling rendah adalah ketimun diikuti dengan ketela rambut yang mempunyai produktivitas rendah. Selain padi sebagai komoditas utama, Desa Wukirsari juga terdapat komoditas sayuran yang dibudidayakan secara organik yaitu berada di CV. Tani Organik Merapi.

B. CV. Tani Organik Merapi 1. Sejarah Perusahaan

CV. Tani Organik Merapi (TOM) didirikan oleh Untung Wijanarko dengan didasari oleh cita-cita, pemikiran, niat, dan harapan akan kondisi alam juga kondisi tanah pertanian yang memungkinkan dapat berkembang. Selanjutnya dapat diharapkan menjadi lebih baik, dalam arti menyeluruh, baik dari segi potensi alam maupun sumber daya manusianya. TOM juga bertekad ikut ambil bagian dalam program menyelamatkan lahan pertanian dengan bijak. CV. Tani Organik Merapi ikut berperan aktif dalam mengembangkan sistem pertanian organik secara langsung dan mengharapkan dapat menghasilkan produk – produk pertanian organik yang berkualitas, yang secara tidak langsung juga mendukung kesehatan masyarakat khususnya sayuran organik.

(53)

sendiri adalah membangun usaha tani berbasis tekhnologi organik, menyediakan produk tanaman pangan sehat untuk kemandirian bangsa dan kelestarian alam semesta. Misi dari TOM adalah menjalankan dan mengembangakan usaha agribisnis secara organik, memasyarakatkan usaha agribisnis dan perdagangan umum, menyebarkan wawasan pertanian organik yang berkelanjutan secara utuh dan menyeluruh.

2. Lokasi Perusahaan

Lokasi CV. Tani Organik Merapi terletak di Dusun Balangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dengan batas wilayah desa:

a. Bagian Timur : Dusun Argomulyo b. Bagian Selatan : Dusun Umbulmartani c. Bagian Barat : Dusun Pakembinangun

d. Bagian Utara : Dusun Umbulharjo/Kepuharjo

Letak perusahaan ini bila ditinjau dari segi geografis berada pada ketinggian 600 mdpl dengan suhu udara rata-rata 25˚C.

3. Bidang Usaha

(54)

46

Tani Organik Merapi yakni meliputi pelatihan dan pendampingan pertanian organik pada masyarakat korban bencana alam di Bantul tahun 2010 (bekerjasama dengan LSM IOM), mengikuti pendampingan dari PUM Belanda tentang peningkatan produksi dan manajemen (program pasca erupsi dari Kadin), mengikuti pameran produksi hasil pertanian, memberikan pelatihan masalah pertanian organik ke kelompok tani, sebagai mitra binaan Bank Indonesia mulai tahun 2014, sebagai tempat penelitian dan PKL para mahasiswa, bergabung menjadi anggota AOI (Aliansi Organis Indonesia ) sejak September 2008, serta tempat studi banding para kelompok tani dan umum.

4. Bidang Bisnis

Cakupan bidang bisnis di CV. Tani Organik Merapi dalam penelitian ini meliputi 4 aspek yakni aspek produk, pangsa pasar, kerjasama dan sumber produk.

a. Produk

(55)

merah, 26.) kemangi, 27.) pare hijau, 28.) oyong, 29.) bayam hijau, 30.) caisim, 31.) kangkung, 32.) selada hijau, 33.) pakchoy, dan 34.) seledri. b. Pangsa pasar

CV. Tani Organik saat ini memiliki pangsa pasar supermarket yang terbagi atas 9 supermarket di Yogyakarta. Supermarket tersebut diantaranya adalah 1.) Super Indo, Supermarket Super Indo yang menjadi pangsa pasar TOM terletak di Jalan Kaliurang, Jalan Sultan Agung, Kota Gede, Seturan, Jalan Parangtritis, Jalan Solo dan Jalan Godean, 2.) Giant, Supermarket Giant yang menjadi pangsa pasar TOM terletak di Jalan Solo, Jalan Godean, Jalan Urip Sumoharjo, Condong Catur, Catur Tunggal, 3.) Carrefour, Supermarket Carrefour yang menjadi pangsa pasar TOM terletak didaerah Maguwo, Ambarrukmo Plaza dan Hartono Mall, 4.) Alfamart, 5.) Progo, 6.) Indo Grosir, 7.) Ramai Family Mall, 8.) Hero dan 9.) Hypermart.

c. Kerjasama

(56)

48

d. Sumber produk

Produk sayuran organik yang dihasilkan oleh TOM berasal dari 15 petani mitra TOM yang memiliki lahan secara pribadi. Selain itu TOM memiliki lahan sendiri yaitu ± 2 Ha yang ditanami 14 jenis sayuran diantaranya adalah selada, pakchoy, sawi hijau, bayam merah, tomat cherry, okra, bayam hijau, kailan baby, sere, kangkung, caisim, buncis, kacang panjang, dan ginseng. Lahan yang dimiliki oleh CV. Tani Organik Merapi tersebut dibudidaya oleh 4 petani sayuran organik yang menjadi karyawan TOM dengan masing-masing petani membudidaya lahan sayuran organik seluas 250 m².

e. Struktur Organisasi

(57)

STRUKTUR ORGANISASI CV. TANI ORGANIK MERAPI

Berdasarkan gambar 2, setiap jabatan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu:

2) Ketua

1. Mengarahkan program dan kegiatan operasional CV. Tani Organik Merapi 2. Membina keutuhan dan mendorong kemajuan CV. Tani Organik Merapi

melalui jalinan kerjasama dan komunikasi antar anggota 3. Membangun citra CV. Tani Organik Merapi

4. Mengusahakan peluang penghimpunan dana yang sah

5. Mengingatkan peran serta CV. Tani Organik Merapi dalam pemecahan masalah-masalah pembangunan yang terkait dengan profesi.

3) Sekretaris

1. Membantu ketua dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan operasional CV. Tani Organik Merapi

KETUA

UNTUNG W

BENDAHARA

SUGIARTO

SEKRETARIS

YULI DYAH S

KONSUMSI

L. SUMARTI AKOMODASI

BAYU WIBOWO PELATIHAN

SUGIARTO HUMAS

RIYANTO

(58)

50

2. Membina hubungan dengan pihak luas, baik swasta maupun pemerintah dalam kaitannya dengan kerjasama dan pembangunan citra CV. Tani Organik Merapi

3. Mengendalikan operasional CV. Tani Organik Merapi baik internal maupun eksternal.

4) Bendahara

1. Menghimpun dana lain dari sember-sumber yang sah 2. Mengalokasikan dana atas dasar program kerja 3. Menata-bukukan dana CV. Tani Organik Merapi

4. Menyusun laporan keuangan sebagai bahan laporan dan pembayaran pajak.

5) Humas

1. Menginterpretasikan, menganalisis, dan mengevaluasi kecenderungan perilaku publik, kemudian merekomendasikan kepada manajemen untuk merumuskan kebijakan CV. Tani Organik Merapi.

2. Mempertemukan kepentingan CV. Tani Organik Merapi dengan kepentingan publik

3. Mengevaluasi program-program CV. Tani Organik Merapi khususnya yang berkaitan dengan publik.

6) Pelatihan

1. Merencanakan anggaran-anggaran pelatihan fungsional, biaya-biaya peramalan yang diperlukan untuk kebutuhan pelatihan

(59)

3. Membuat strategi dan rencana-rencana untuk memenuhi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi peserta

4. Mendesign program pelatihan dan kursus-kursus yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan dengan melibatkan penyedia jasa dari luar perusahaan.

5. Memonitor dan melaporkan segala bentuk aktivitas, biaya, kinerja dsb. 7) Akomodasi

1. Bertanggung jawab terhadap transportasi terkait distribusi sarana prasarana CV. Tani Organik Merapi dan pemasaran sayuran organik ke supermarket.

2. Memonitor dan melaporkan segala bentuk distribusi baik sarana prasarana dan pemasaran.

8) Konsumsi

1. Menyediakan segala kebutuhan konsumsi yang dibutuhakn oleh CV. Tani Organik Merapi

2. Membuat mekanisme pengadaan dan pendistribusian konsumsi pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh CV. Tani Organik Merapi 3. Membuat rancangan anggaran sesuai dengan kebutuhan CV. Tani Organik

Merapi dam membuat laporan pertanggung jawaban kegiatan yang dilaksanakan.

5. Sistem Kemitraan CV. Tani Organik Merapi

(60)

52

hubungan kemitraan yang dilakukan antara petani mitra dengan CV. Tani Organik Merapi yang bertindak sebagai inti plasma. CV. Tani Organik Merapi melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.

a. Hak dan Kewajiban petani mitra CV. Tani Organik Merapi. Hak petani mitra yang didapatkan dalam menjalin mitra dengan CV. Tani Organik Merapi adalah pemberian benih yang diberikan secara gratis kepada 15 petani mitra TOM serta prasarana penunjang usahatani, bimbingan teknis dengan memberikan penyuluhan kepada petani mitra TOM selama 3 bulan sekali perihal pertanian organik, diskusi mengenai permasalahan yang terjadi dalam menjalani usahatani sayuran organik. Sistem pemasaran yang dilakukan adalah dengan membeli hasil panen sayuran organik dari petani mitra sesuai dengan harga, jadwal dan jumlah yang telah disepakati, jika hasil panen sayuran organik memenuhi standar prosedur operasional TOM, maka sayuran tersebut akan dilanjutkan ketahap pengemasan dan siap dipasarkan ke seluruh supermarket di Yogyakarta. Apabila hasil sayuran organik tersebut tidak sesuai dengan standar prosedur operasional dari TOM dan supermarket, maka sayuran organik tersebut akan dikembalikan ke petani mitra.

(61)

sayuran organik yang telah ditetapkan oleh TOM, mengikuti aturan tanam dan aturan panen yang telah ditetapkan oleh TOM dan 15 petani mitra tersebut.

(62)

54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Petani

[image:62.595.119.520.291.687.2]

Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan formal, Pendidikan nonformal, Luas usahatani, Pengalaman usahatani, Lama bermitra, Status pekerjaan, Status lahan dan Jarak.

Tabel 4. Distribusi Karakteristik Petani

No Variabel Kriteria Skor Jumlah Responden

Persentase (%)

1 Umur (Tahun) 18-40 3 5 33,3

41-60 2 8 53,4

> 60 1 2 13,3

Jumlah 15 100,0

2 Pendidikan Formal <SD 1 - -

SD 2 - -

SMP 3 4 26,6

SMA 4 10 66,7

>SMA 5 1 6,7

Jumlah 15 100,0

3 Pendidikan Nonformal Tidak Pernah 1 - -

1-3 2 7 46,7

4-6 3 5 33,3

7-9 4 3 20,0

>9 5 - -

Jumlah 15 100,0

4 Luas Usahatani (m²) < 2.000 3 6 40,0

2.000-5000 2 8 53,3

>5.000 1 1 6,7

Jumlah 15 100,0

5 Pengalaman Usahatani <5 1 - -

(Tahun) 5-10 2 10 66,7

11-15 3 2 13,3

16-20 4 2 13,3

>20 5 1 6,7

(63)

No Variabel Kriteria Skor Jumlah Responden

Persentase (%)

6 Lama Bermitra 1 1 - -

(Tahun) 2-3 2 6 40,0

4-5 3 3 20,0

6-7 4 5 33,3

>7 5 1 6,7

Jumlah 15 100,0

7 Status Pekerjaan Utama 1 14 93,3

Sampingan 0 1 6,7

Jumlah 15 100,0

8 Status Lahan Hak Milik 1 11 73,3

Sewa 0 4 26,7

Jumlah 15 100,0

9 Jarak (Km) ≤5 5 6 40,0

6-20 4 7 46,7

21-35 3 - -

36-50 2 - -

>60 1 2 13,3

Jumlah 15 100,0

1. Umur

Umur petani berkaitan dengan pelaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan dengan pengelolaan petani dalam melakukan budidaya sehingga kemampuan berfikir dalam mengambil keputusan budidaya sayuran organik menjadi lebih matang. Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (usia 18-40 tahun), usia dewasa madya (usia 40-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia di atas 60 tahun).

(64)

56

responden atau 53,4%, sisanya 2 responden berumur lebih dari 60 tahun atau 13,3%. Tingginya jumlah petani pada usia produktif diharapkan dapat mengoptimalkan perannya dalam adopsi teknologi budidaya sayuran organik dan mengoptimalkan input produksi yang berdampak baik bagi keberlanjutan usahatani, dari tabel 4 tersebut juga diketahui bahwa distribusi umur terbanyak pada umur 18-40 tahun artinya dalam budidaya sayuran organik dibutuhkan kemampuan dalam upaya penerapan untuk dapat dikategorikan ke dalam sayuran organik.

2. Pendidikan Formal

Pendidikan formal menunjukkan lamanya petani mengeyam pendidikan di bangku sekolah. Pendidikan sangat penting bagi setiap orang, baik dalam kehidupan petani sehari-hari maupun hubungannya dengan kemampuan petani menerima teknologi baru dan informasi pertanian lainnya sekaligus menerapkannya. Tingkat pendidikan formal ini akan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menghadapi sesuatu sehingga membuat cara pengambilan keputusan berbeda antara satu sama lain. Pada tingkat pendidikan formal petani ini juga akan berpengaruh pada tingkat adopsi teknologi budidaya sayuran organik.

(65)

taraf memadai untuk menyerap penggunaan inovasi dan teknologi budidaya sayuran organik ditandai dengan minimal pendidikan formal yang mencapai tingkat SMP, selain itu dengan adanya petani responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih dari SMA yaitu jenjang sarjana diharapkan memiliki pola pikir lebih terbuka dan banyak mencoba hal-hal baru untuk meningkatkan produktivitas dibidang sayuran organik

3. Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah keikutsertaan petani dalam mengikuti kegiatan pelatihan ataupun penyuluhan pertanian dalam satu tahun terakhir, Pendidikan non formal yang diikuti oleh responden dapat mempengaruhi pemikiran, keterampilan, dan sikap responden terhadap suatu inovasi baru. Berdasarkan pada tabel 4 tersebut, bahwa beberapa petani pernah mengikuti pendidikan nonformal ini sebanyak 7-9 kali dalam setahun (20 persen), sebanyak 4-6 kali (33,3 persen) dan sisanya sebanyak 1-3 kali (46,7 persen) seperti diketahui semakin sering petani mengikuti pendidikan nonformal ini maka diharapkan akan lebih mengadopsi teknologi budidaya sayuran organic karena pengetahuan yang telah didapatnya. Dari tabel 4 tersebut juga diketahui bahwa seminimalnya responden pernah mengikuti pendidikan nonformal walaupun sekali.

4. Luas Usahatani

(66)

58

ada pada kategori lahan sedang yaitu dengan luasan antara 2.000-5.000 m² sebanyak 8 petani atau 53,3 persen, kemudian petani yang memiliki lahan kategori kecil sebanyak 6 petani atau 40 persen sisanya sebanyak 1 petani atau 6,7 persen memiliki lahan yang besar yaitu lebih dari 5.000 m². Beberapa petani yang mempunyai lahan kecil disebabkan oleh lahan pertanian yang disewakan atau juga berasal dari orangtua yang diwariskan kepada petani, sehingga mengharuskan petani tersebut membagi luas lahan garapan dengan kerabat terdekatnya.

5. Pengalaman Usahatani

Pengalaman usahatani menunjukkan seberapa lama responden menggeluti bidang budidaya pertanian, sebelum melakukan usahatani sayuran organik, sebagian besar responden sudah menggeluti bidang pertanian baik secara teori, maupun praktik. Semakin berpengalaman petani maka diharapkan akan lebih mengadopsi teknologi budidaya sayuran organic karena lebih menguasai terkait dengan usahatani yang telah dilaluinya. Dari tabel 4 diketahui responden yang memiliki pengalaman usahatani lebih dari 20 tahun sebanyak 1 petani atau sekitar 6,7 persen, diantara 16-20 dan 11-15 tahun masing-masing sebanyak 2 petani atau 13,3 persen, dan antara 5-10 tahun sebanyak 10 petani atau 66,7 persen.

6. Lama Bermitra

(67)

memiliki usia kemitraan yang berbeda-beda. Tabel 4 memperlihatkan bahwa 6,7 persen atau 1 petani telah bermitra dengan CV.TOM lebih dari 7 tahun. Petani yang bermitra dengan CV.TOM rentang waktu 6-7 tahun sebanyak 5 petani atau 33,3 persen, dan ada pula responden yang telah bermitra rentang waktu 4-5 tahun sebanyak 3 petani atau 20 persen dan 6 petani lainnya yaitu 40 persen sudah bermitra sekitar 2-3 tahun. Usia kemitraan juga menunjukkan seberapa lama petani responden mengetahui SOP budidaya sayuran organik dan dianjurkan untuk menjalankankannya

7. Status Pekerjaan

Terkait dengan status pekerjaan, responden dalam penelitian ini ada yang menjadikan kegiatan budidaya sayuran organik sebagai pekerjaan utamanya, ada pula yang menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan saja. Responden yang menjadikan kegiatan budidaya sayuran organik sebagai pekerjaan sampingan, yaitu sebesar 6,7 persen atau 1 petani saja, umumnya memiliki pekerjaan lain yaitu guru sekolah. Kemudian mayoritas responden adalah yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani sayur organic sebanyak 14 petani atau 93,3 persen

8. Status Lahan

(68)

60

juga ada yang menggunakan sistem bagi hasil. Persentasi status kepemilikan lahan sayur organik pada Tabel 4 memperlihatkan status kepemilikan lahan merupakan hal yang penting, karena status kepemilikan lahan diharapkan mendorong petani dalam mencurahkan segala upaya dan daya dalam lahan garapannya dengan memilih pola penanaman yang berkelanjutan. Status lahan milik sendiri mendorong perasaan bebas dalam menerapkan teknologi baru demi keberlanjutan usahatani yang lebih baik.

9. Jarak

(69)

B. Adopsi Teknologi Budidaya Sayuran Organik

Adopsi responden terhadap budidaya sayuran organik meliputi penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen dan paska panen. SOP budidaya sayuran organik yang diberikan oleh CV. Tani Organik Merapi (TOM) bukan hanya berisikan tentang tata cara memberikan perlakuan organik dalam budidaya, namun juga berbagai anjuran dari persiapan sampai dengan paska panen agar sayuran yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas yang diinginkan dan kemudian dipasarkan ke konsumen. Adopsi yang dilakukan pada setiap tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Penyiapan Lahan

Pada tahap penyiapan lahan petani harus menerapkan 3 indikator dengan masing-masing indikator mempunyai 3 aspek penerapan alur budidaya sayuran organik

Tabel 5. Adopsi pada tahap Penyiapan Lahan

No Indikator Aspek Rata-rata

hitung Kategori adopsi 1 Persiapan Pembuatan bedengan dengan lebar

120 cm, tinggi 20 - 30 cm dan panjang bedengan menyesuaikan, jarak antar bedeng sekitar 30 cm.

1,00

Sangat Tinggi

Pemberian pupuk organik yang sudah jadi dengan ukuran rata– rata untuk satu bedeng panjang 7 meter memakai pupuk 2 angkong.

1.00

Sangat Tinggi

Menambahkan kapur dolomit untuk menetralkan Ph tanah

0,75 Tinggi

(70)

62

2 Pengelohan Tanah

Dilakukan dengan sistem bajak menggunakan hewan atau di cangkul

1.00 Sangat Tinggi

Sisa –sisa tanaman dan rumput di pendam dalam tanah

0.60 Sedang Penggemburan tanah tidak

dilakukan melebihi siang hari

0,73 Tinggi

Skor rata-rata adopsi 0,77 Tinggi 3 Pengelolaan

Air

Pembuatan penampungan sejenis kolam untuk meminimalkan kadar air dari pencemaran bahan kimia sebelum air masuk ke lahan sebanyak 2 kolam

0,47 Rendah

Alur air masuk dibuat melewati penampungan kecil dulu baru ke penampungan besar/kolam

0,40

Sangat Rendah Penanaman tanaman-tanaman yang

bisa menetralisir air yang terkontaminasi ke lahan untuk kebutuhan budidaya

1,00

Sangat Tinggi

(71)

tanam banyak maka lebar dan panjang pada pembuatan bedengan terkadang tidak dilakukan sesuai dengan anjuran adopsi.

Pada indikator kedua, total tingkatan adopsi yang dicapai masuk kedalam kategori tinggi, diketahui pula pada aspek kedua memiliki rata-rata hitung paling rendah dikarenakan banyak petani acuh dengan sisa-sisa tanaman dan rumput, serta mengira dapat kering sendiri sehingga tidak dilakukan, namun ada juga yang beranggapan bahwa terkadang ada OPT yg berasal dari sisa-sisa rumput yang kering tersebut.

Pada indikator ketiga, aspek pertama dan kedua masuk kategori rendah dikarenakan petani untuk menerapkan pembuatan sumur tempatnya tidak memadai dan kebanyakan pengairan dilakukan dengan menggunakan pompa, langsung dari sungai. Namun secara keseluruhan tingkat adopsi pada Penyiapan lahan sudah sesuai dengan anjuran yang ditetapkan.

2. Pembibitan

Tahap selanjutnya yaitu pembibitan, terdapat 2 indikator yaitu pengadaan benih dan pembibitan dengan total 7 aspek penerapan.

Tabel 6. Adopsi pada pembibitan

No Indikator Aspek Rata-rata

hitung

Kategori adopsi 1 Pengadaan

Benih

Benih didapat harus dari CV. TOM langsung atau Pihak yang disetujui CV.TOM.

0,73

Tinggi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel 3. Variabel Tingkat Adopsi
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Petani
Tabel 7.  Adopsi pada penanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwat terdapat hubungan yang signifikan antara umur petani, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan petani, lingkungan sosial dengan

Pada tabel 14, dapat diketahui bahwa lama usaha tani dalam budidaya padi organik tidak mempengaruhi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik, karena tingkat penerapan

Kebutuhan prestasi merupakan usaha mencapai sukses atau berhasil dalam bermitra dengan Tani Organik Merapi (TOM) dengan suatu ukuran keunggulan yang dapat berupa

Variabel keikutsertaan penyuluhan padi semi organik berpengaruh nyata terhadap penggunaan sumber modal eksternal pada taraf α =20% dengan tanda yang positif yang artinya petani

Komponen inovasi teknologi ramah lingkungan yang diintroduksikan oleh BPTP kepada komunitas petani sayuran Desa Tawangargo yaitu (1) pemberian pupuk organik, (2)

Petani di Kabupaten Jember selama ini masih memiliki kesadaran yang lemah untuk bergeser dari pertanian non organik menuju pertanian organik. Mereka masih terlena dengan

Penelitian ini menitikberatkan pada Analisis Bentuk Partisipasi Petani dalam Pengembangan Agribisnis Pertanian Sayuran Organik di Kelompok Tani Tranggulasi Desa

Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah: 1 Untuk mengetahui tingkat motivasi petani sayur pada budidaya sayur semi organik dan sayur anorganik di Kelurahan