DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Iskandar Nazar Syahputri
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 27 Januari 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sutan Arab No.35 Dusun 2 Klumpang, Deli Serdang
Telepon : 085762986858
Email : [email protected]
Riwayat pendidikan :
1. TK Atika Wijaya Klumpang (1998 – 1999) 2. SD PAB 1 Klumpang (1999 – 2005) 3. SMP Negeri 19 Medan (2005 – 2008) 4. SMA Negeri 4 Medan (2008 – 2011)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 – Sekarang)
Riwayat organisasi dan pelatihan
1. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) 2012. 2. Panitia Pekan Ta’aruf 2013.
LEMBAR CHECKLIST
Nama Pasar :
Wilayah :
Kode Pedagang :
Kode Sampel :
Daftar Checklist :
1. Darimanakah sumber sayur yang diperjualbelikan Beli, _____________
Tanam sendiri, lanjutkan ke pertanyaan berikutnya. a. Jenis pupuk yang digunakan, ________
b. Apakah ada dilakukan pencucian pada saat panen, Ya Tidak
c. Jika ya, bagaimanakah teknik pencuciannya,__________
2. Sebelum sayur tersebut dibeli dari distributor, adakah perlakuan pencucian sayur oleh distributor?
Ya, dengan teknik ____________ Tidak
Tidak Tahu
3. Sebelum sayur tersebut dipasarkan, apakah ada perlakuan pencucian sayur oleh pedagang sendiri?
DATA INDUK
Kode
Pedagang pasar Jenis Sayur Hasil
Perlakuan Kondisi Fisik Sayur kesegaran Jenis Parasit sebelum dijual
PTA1.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTA2.1 Tradisional Selada Positif Ya Bersih Segar Larva Hookworm PTA3.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada
PTA4.1 Tradisional Selada Positif Ya Bersih Tidak Segar Larva Hookworm
PTA5.1 Tradisional Selada Positif Ya Bersih Segar Larva Hookworm PTB1.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar
Larva
Rhabditiform PTB2.1 Tradisional Selada Positif Ya Bersih Segar Larva Hookworm PTB3.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTB4.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTB5.1 Tradisional Selada Positif Tidak Kotor Segar Larva Hookworm PTC1.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTC2.1 Tradisional Selada Positif Tidak Kotor Segar
Larva
Rhabditiform PTC3.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTC4.1 Tradisional Selada Positif Tidak Kotor Segar Larva Hookworm PTC5.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTD1.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTD2.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTD3.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTD4.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTD5.1 Tradisional Selada Positif Tidak Kotor Segar Larva Hookworm PTE1.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE2.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE3.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE4.1 Tradisional Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTE5.1 Tradisional Selada Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTA1.2 Tradisional Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada PTA2.2 Tradisional Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada PTA3.2 Tradisional Kol Positif Tidak Kotor Segar Larva Hookworm PTA4.2 Tradisional Kol Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PTA5.2 Tradisional Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada PTB1.2 Tradisional Kol Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada
PTB2.2 Tradisional Kol Positif Tidak Bersih Tidak Segar Larva Hookworm
PTB3.2 Tradisional Kol Negatif Ya Bersih Tidak Segar Tidak Ada
PTD3.5 Tradisional Timun Negatif Tidak Kotor Tidak Segar Tidak Ada PTD4.5 Tradisional Timun Negatif Tidak Kotor Tidak Segar Tidak Ada PTD5.5 Tradisional Timun Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE1.5 Tradisional Timun Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE2.5 Tradisional Timun Negatif Ya Bersih Segar Tidak Ada PTE3.5 Tradisional Timun Negatif Tidak Kotor Segar Tidak Ada PTE4.5 Tradisional Timun Negatif Tidak Kotor Segar Tidak Ada
PTE5.5 Tradisional Timun Negatif Ya Bersih Tidak Segar Tidak Ada
PMA1 Modern Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PMB1 Modern Selada Positif Tidak Kotor Segar Larva Hookworm PMC1 Modern Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm
PMD1 Modern Selada Positif Tidak Kotor Tidak Segar Larva Hookworm
PME1 Modern Selada Positif Tidak Bersih Segar Larva Hookworm PMA2 Modern Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada PMB2 Modern Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada PMC2 Modern Kol Negatif Tidak Bersih Segar Tidak Ada
PMD2 Modern Kol Negatif Tidak Bersih Tidak Segar Tidak Ada
PME2 Modern Kol Negatif Tidak Bersih Tidak Segar Tidak Ada
Uji Chi Square :
a. Menetapkan hipotesis
Ho = tidak ada perbedaan pencemaran antara sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dengan pasar modern.
Ha = Ada perbedaan tingkat pencemaran sayuran antara pasar tradisional dan pasar modern.
b. Uji statistic chi square (type independency) c. Nilai kemaknaan 5%
d. Perhitungan Prinsip pengujian : X2 = Ʃ (O-E)
E
Nilai Observasi : 60 65 10 15 Tabel : 2x2 → df = (b-1)(k-1) = 1 Nilai ekpektasi :
Sel Nilai Observasi Perhitungan Nilai Ekspektasi Nilai Ekspektasi
a 60 (125x70)/150 58,33
b 65 (125x80)/150 66,66
c 10 (25x70)/150 11,66
d 15 (25x80)/150 13,33
Nilai X2
Sel O E Nilai ekspektasi
a 60 58,33 0,04
b 65 66,66 0,04
c 10 11,66 0,23
d 15 13,33 0,20
X2 hitung = 0,51
X2= Ʃ (O-E) E X2 = 0,51
Kemudian bandingkan antara X2 hitung dengan X2 tabel e. Keputusan
X2 hitung < X2tabel → Ho diterima.
JenisSayur * PerlakuanSebelumDijual Crosstabulation
PerlakuanSebelumDijual Total
Tidak Ya
JenisSayur Timun Count 23 7 30
% within
PerlakuanSebelumDijual 20.2% 19.4% 20.0%
Selada Count 15 15 30
% within
PerlakuanSebelumDijual 13.2% 41.7% 20.0%
Kol Count 26 4 30
% within
PerlakuanSebelumDijual 22.8% 11.1% 20.0%
Daun Prei Count 24 6 30
% within
PerlakuanSebelumDijual 21.1% 16.7% 20.0%
Daun Bawang Count 26 4 30
% within
PerlakuanSebelumDijual 22.8% 11.1% 20.0%
Total Count 114 36 150
% within
PerlakuanSebelumDijual 100.0% 100.0% 100.0%
JenisSayur * KondisiFisik Crosstabulation
KondisiFisik Total
Bersih Kotor
JenisSayur Timun Count 26 4 30
% within KondisiFisik 26.0% 8.0% 20.0%
Selada Count 24 6 30
% within KondisiFisik 24.0% 12.0% 20.0%
Kol Count 29 1 30
% within KondisiFisik 29.0% 2.0% 20.0%
Daun Prei Count 17 13 30
% within KondisiFisik 17.0% 26.0% 20.0%
Daun Bawang Count 4 26 30
% within KondisiFisik 4.0% 52.0% 20.0%
Total Count 100 50 150
JenisSayur * Kesegaran Crosstabulation
Kesegaran Total
Segar Tidak Segar
JenisSayur Timun Count 24 6 30
% within Kesegaran 19.0% 25.0% 20.0%
Selada Count 28 2 30
% within Kesegaran 22.2% 8.3% 20.0%
Kol Count 25 5 30
% within Kesegaran 19.8% 20.8% 20.0%
Daun Prei Count 25 5 30
% within Kesegaran 19.8% 20.8% 20.0%
Daun Bawang Count 24 6 30
% within Kesegaran 19.0% 25.0% 20.0%
Total Count 126 24 150
% within Kesegaran 100.0% 100.0% 100.0%
JenisParasit * JenisSayur Crosstabulation
JenisSayur Total
Daun Bawang Daun Prei Kol Selada Timun
JenisParasit Telur Hookworm Count 1 1 0 0 0
% within JenisSayur 3.3% 3.3% .0% .0% .0% 1.3%
Telur Ascaris l Count 1 0 0 0 0
% within JenisSayur 3.3% .0% .0% .0% .0% .7%
Larva Hookworm Count 24 19 6 19 1
% within JenisSayur 80.0% 63.3% 20% 63.3% 3.3% 46
- Count 4 10 24 11 29
% within JenisSayur 13.3% 33.3% 80.0% 36.7% 96.7% 52.0%
Total Count 30 30 30 30 30 150
% within JenisSayur 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
JenisParasit * Pasar Crosstabulation
Pasar Total
Modern Tradisional Modern
JenisParasit Telur Hookworm Count 0 2 2
Telur Ascaris l Count 0 1 1
% within Pasar .0% .8% .7%
Larva Hookworm Count 10 59 69
% within Pasar 40.0% 47.2% 46%
- Count 15 63 78
% within Pasar 60.0% 50.4% 52.0%
Total Count 25 125 150
% within Pasar 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstabs Perbandingan Perlakuan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Hasil *
PerlakuanSebelumDijual 150 100.0% 0 .0% 150 100.0%
Hasil * PerlakuanSebelumDijual Crosstabulation
PerlakuanSebelumDijual Total
Tidak Ya Tidak
Hasil Positif Count 60 10 70
Expected Count 53.2 16.8 70.0
% within
PerlakuanSebelumDijual 52.6% 27.8% 46.7%
Negatif Count 54 26 80
Expected Count 60.8 19.2 80.0
% within
PerlakuanSebelumDijual 47.4% 72.2% 53.3%
Total Count 114 36 150
Expected Count 114.0 36.0 150.0
% within
PerlakuanSebelumDijual 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.790(b) 1 .009
Continuity
Correction(a) 5.829 1 .016
Fisher's Exact Test .012 .007
N of Valid Cases 150
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.80.
Crosstabs Perbandingan Kontaminasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pasar * Hasil 150 100.0% 0 .0% 150 100.0%
Pasar * Hasil Crosstabulation
Hasil Total
Negatif Positif Negatif
Pasar Tradisional Count 65 60 125
Expected Count 66.7 58.3 125.0
% within Hasil 81.3% 85.7% 83.3%
Modern Count 15 10 25
Expected Count 13.3 11.7 25.0
% within Hasil 18.8% 14.3% 16.7%
Total Count 80 70 150
Expected Count 80.0 70.0 150.0
% within Hasil 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .536(b) 1 .464
Continuity
Correction(a) .263 1 .608
Likelihood Ratio .540 1 .463
Fisher's Exact Test .516 .305
N of Valid Cases 150
a Computed only for a 2x2 table
DAFTAR PUSTAKA
Astuti Rahayu., Aminah Siti., 2008. Identifikasi Telur Cacing Usus Pada Lalapan
Daun Kubis Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Simpang Lima
Kota Semarang. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Negeri Muhammadiyah
Semarang. Semarang. Available from : http://jurnal.unimus.ac.id. (01 Desember 2015).
Asihka Verdira., Nurhayati., Gayatri., 2014. Distribusi Frekuensi Soil Transmitted Helminth pada Sayuran Selada (Lactuca sativa) yang Dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 3 (3) : 482 – 487.
Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Parasites – soil transmitted
Helminths (STHs). Available from :
http://www.cdc.gov/parasites/sth/index.html. (Accesed 29 Maret 2015).
_______, 2015. Parasites – Ascariasis. Available from :http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html. (Accesed 11 April 2015).
de Silva, N. R., Brooker, S., Hotez, P. J., Montresor, A., Engles, D., and Savioli, L., 2003. Soil – Transmitted Helminth Infections : Updating The Global Picture. Trends in Parasitology 19 (12) : 547 – 551.
Devi N.M. W.R., 2013. Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan
Pasar Umum Gubug di Kabupaten Grobogan dengan Pengolahan Tata
Ruang Luar dan Tata Ruang Dalam Melalui Pendekatan Ideologi
Fungsionalisme Utilitarian. Tugas Akhir Sarjana Strata -1 Universitas Atma
Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2013. Profil Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Available from :
http://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/45918551. (Accesed 30 Maret 2015).
Eraky Maysa Ahmad, Rashed Samia M, Nasr Mona E, Hamshary Azza M S, Ghannam Amera S., 2014. Parasitic Contamination of Commonly Consumed Fresh Leafy Vegetables in Benha, Egypt. Hindawi Publishing Corporation
Journal Of Parasitology Research 2014 : 1 – 6.
Hadi, E.S., 2012. Pilihlah Lalapan Aman dan Menyehatkan. Available from :
http://www.smallcrab.com/kesehatan/215-pilihlah-lalapan-aman-dan-menyehatkan. (Accesed 01 April 2015).
Hadidjaja, P., Margono, Sri. S., 2011. Dasar Parasitologi Klinik: Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
Ideham Bariah., Pusarawati Suhintam., 2007. Helmintologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press, 10 – 16.
Karuppiah Gita A/P., 2010. Skripsi : Perbedaan Hygiene Sayuran yang Dijual di
Pasar Tradisional dengan Pasar Modern. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran USU. Medan.
Mayasari Diana., 2011. Redevelopment Pasar Sukaramai. Laporan Perancangan TKA 490 – Tugas Akhir. Fakultas Teknik USU. Medan. Avalaible from : http://repository.usu.ac.id. (Accesed 01 April 2015).
Peraturan Presiden Republik Indonesia., 2007. Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Nomor 112 Tahun 2007.
Purba, Srianna F., Chahaya Indra., Marsaulina Irnawati., 2012. Pemeriksaan
Escherichia coli dan Larva Cacing pada Sayuran Lalapan Kemangi
(Ocimum basilicum), Kol (Brassica oleracea L. var. capitata. L.), Selada
(Lactuca sativa L.), Terong (Solanum melongena) yang Dijual di Pasar
Tradisional, Supermarket, dan Restoran di Kota Medan Tahun 2012.
Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ritarwan Kiking., 2006. Perbedaan Cognitive Performance Antara Anak Yang
Terinfeksi Cacing Usus Dengan Tidak Terinfeksi Cacing Usus. Tesis Doctor.
Program Pasca Sarjana USU. Medan.
Saraswati Mila., Widaningsih Ida., 2008. Kumpulan Soal Ilmu Pengetahuan
Social ( Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi). Bandung : Grafindo Media
Pratama.
Soedarto., 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Surabaya : Sagung Seto. Supali Taniawati., Margonos Sri S., Abidin, S. A. N., 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran: Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 6 –
25.
Wardhana Kurnia Putra., 2014. Identifikasi Telur Soil Transmitted Helminths
(STH) Pada Lalapan Kubis (Brassica Oleracea) Di Warung – Warung
Makan Universitas Lampung. Skripsi Program Sarjana Universitas Lampung.
World Health Organization, 2014. Soil – Transmitted Helminthes Infection.
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangkan konsep adalah merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori – teori yang mendukung penelitian dan terdiri dari variabel – variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. (Notoatmodjo,2010).
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
1. Sayuran yang dikatakan terkontaminasi cacing adalah apabila pada pemeriksaan ditemukannya larva dan telur cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang pada sayuran. Sayuran yang digunakan pada penelitain ini adalah sayur lalapan : sayur selada, kubis, daun perai, mentimun, daun bawang.
Cara Ukur : Pemeriksaan Sedimentasi Alat Ukur : Mikroskop
Kategori : (+) ditemukannya telur/larva cacing STH (-) tidak ditemukannya telur/larva cacing STH Skala Pengukuran : Nominal
Telur/Larva STH Kontaminasi pada Sayur
Lalapan
2. Pasar tradisional merupakan Pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pasar rujukan dimana pembelian dilakukan untuk dikonsumsi pribadi ataupun dijual kembali dalam skala yang kecil oleh pasar lainnya. 3. Pasar modern merupakan Pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
adanya transaksi jual beli secara tidak langsung dengan melayanai kebutuhan sendiri dengan bentuk bangunan yang modern.
4. Pencucian Sayuran dilakukan untuk membuat sayuran tampak lebih bersih. Sewaktu membeli, pedagang telah diwawancara untuk mengetahui ada tidaknya perlakuan (mencuci sayur) sebelum sayuran itu dijual.
3.2.1 Alat dan Bahan
Pipet tetes, Alat sentrifugasi dan tabungnya, Rak tabung, Baskom/Ember,
Object glass, Cover glass, Mikroskop, Plastik yang sudah dilabeli, Spidol, Sikat
gigi, Stiker label, Larutan NaOH 0,2%, Larutan Eosin 1%, Air. Sample sayur lalapan.
3.3 Hipotesis
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor – faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat “point time approach”
(Notoatmodjo, 2010).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah berlangsung selama 7 bulan, mulai dari peneliti menentunkan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung dari April 2015 hingga November 2015.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Medan bagian Selatan yaitu Kecamatan Amplas, Kecamatan Johor, Kecamatan Tuntungan, Kecamatan Selayang, Propinsi Sumatera Utara.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua sayur yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Medan tahun 2015.
4.3.2 Populasi Terjangkau
4.3.3 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sayur lalapan yang di ambil dari populasi terjangkau. Dalam menentukan besarnya sample, digunakan metode pengambilan sampel secara Simple Random Sampling.
Kriteria Sampel
a. Pedagang yang menjual sayur lalapan minimal 3 jenis sampel sayur. b. Bersedia di wawancarai.
c. Pedagang yang berdagang di pasar tradisional yang menjadi rujukan pasar kecil – kecil lainnya.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mengambil sampel sayur lalapan di Kota Medan bagian Selatan. Sampel sayur lalapan diambil dari 5 pasar tradisional yang di tiap pasar diambil 5 pedagang yang masing – masing pedagang di ambil 5 sampel sayur lalapan dan 5 pasar modern (masing – masing pasar modern di ambil 5 sampel sayur lalapan) dengan menggunakan wadah plastik yang sudah diberi label untuk masing - masing sampel terlebih dahulu. Selanjutnya sampel diperiksa di Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.5 Metode Pemeriksaan 1. Pencucian Sayur
a. Mencuci sampel sayur di dalam baskom/ember yang sudah diberi label sesuai dengan sampel sayuran dengan menggunakan sedikit air dan sikat sayur secara perlahan.
2. Teknik Sedimentasi (Pengendapan)
a. Larutan NaOH 0,2% 25 ml campurkan dengan air cucian sampel sayur 250 ml.
c. Setelah 1 jam dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dengan kecepatan 2000Rpm selama 15 menit.
d. Buang supernatant kemudian ambil endapan bagian bawah diambil untuk diperiksa secara mikroskopis.
3. Pemeriksaan Mikroskopis.
a. Mengambil larutan eosin memakai pipet dan meneteskan satu tetes pada
object glass.
b. Mengambil endapan dari tabung sentrifugasi satu tetes lalu meneteskan pada
object glass yang telah diberi eosin.
c. Menutup hati – hati dengan cover glass (cairan harus merata dan tidak boleh ada gelembung udara).
d. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x40.
4.6 Pengolahan dan Analisa Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yaitu pasar tradisional dan pasar modern yang menjual sayur lalapan disekitar Kota Medan Bagian Selatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Selayang, Medan Tuntungan, dan Medan Amplas. Pada penelitian ini dipilih 5 pasar tradisional dan 5 pasar modern.
Tabel 5.1 Daftar Pasar di Kota Medan Bagian Selatan No Kecamatan Pasar Tradisional Pasar Modern 1. Medan Johor a. Pasar Kwala Bekala
b. Pasar Titi Kuning* c. Pasar Johor*
a. Giant* b. Alfamidi
2. Medan Selayang a. Pasar Sembada* a. Carefour Supermarket* 3. Medan Tuntungan a. Pasar Simalingkar
b.Pasar Lou Chii* c. Pasar Melati*
a. Alfamidi*
4. Medan Amplas a. Maju Swayalan*
b. Indogrosir Perkulakan c. Alfamidi*
*pasar yang dipilih untuk penelitian
Adapun sumber sayur lalapan dari pasar tradisional di dominasi dari Berastagi, Sidikalang dan daerah Marelan sedangkan pada pasar Modern sendiri umumnya dari Berastagi.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
timun. Sebanyak 150 sampel sayur lalapan yaitu 125 sampel dari pasar tradisional dan 25 sampel dari pasar modern.
Tabel 5.2 Karakteristik Sampel
Perlakuan Penampilan Kesegaran
+ - Kotor Tidak Kotor Segar Tidak Segar
Selada 41,7% 13,2% 12% 24% 22,2% 8,4%
Kol 11,1% 22,8% 2% 29% 19,8% 20,8%
Daun Bawang 11,1% 22,8% 52% 4% 19,1% 25,0%
Daun Prei 16,7% 21% 26% 17% 19,8% 20,8%
Timun 19,4% 20,2% 8% 26% 19,1% 25,0%
5.1.3 Distribusi Kontaminasi Pada Sayuran Berdasarkan Pasar
Sayur lalapan yang tercemar dapat dilihat dari kontaminasi parasit. Sayur lalapan dikatakan terkontaminasi apabila ditemukan parasit pada sayur lalapan.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Parasit yang Mengkontaminasi Sayuran
Berdasarkan tabel di atas, larva Hookworm yang paling mendominasi dengan proporsi pada selada 63,3 % (19 sampel), kol 20,0 % (6 sampel), daun prei 63,3% (19 sampel), daun bawang 80 % (24 sampel), timun 3,3% (1 sampel) pada masing – masing 30 sampel.
Jenis Parasit Jenis Sayur
Selada Kol Daun Prei Daun Bawang Timun
f % f % f % f % f %
Telur Ascaris l 0 0 0 0 0 0 1 3,3 0 0
Telur Hookworm 0 0 0 0 1 3,3 1 3,3 0 0
Larva Hookworm 19 63,3 6 20,0 19 63,3 24 80,0 1 3,3
Berdasarkan jenis sayur lalapan yang terkontaminasi parasit yaitu, selada dengan proporsi 63,3% (19 sampel), kol 20% (6 sampel), daun prei 66,6% (20 sampel), daun bawang 86,6% (26 sampel), dan timun 3,3% (1 sampel).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Parasit Pada Sayuran Berdasarkan Pasar
Jenis Parasit
Pasar Tradisional Pasar Modern
f % f %
Telur Ascaris lumbricoides 1 0,8 0 0,0
Telur Hookworm 2 1,6 0 0,0
Larva Hookworm 59 47,2 10 40,0
Pada pasar tradisional parasit yang banyak mengkontaminasi sayur lalapan yaitu larva Hookworm dengan proporsi 47,2% (59 sampel) dan telur
Ascaris lumbricoides paling sedikit mengkontaminasi dengan proporsi 0,8% (1
sampel). Sedangkan pada pasar modern parasit yang banyak mengkontaminasi yaitu larva Hookworm 40% (10 sampel).
5.1.4 Kontaminasi Pada Sayuran Berdasarkan Pasar
Pada tabel di bawah ini, kontaminasi pada masing – masing sayur lalapan dibedakan berdasarkan pasar tradisional dan modern.
5.5 Distribusi Kontaminasi Sayuran Berdasarkan Pasar
Jenis sayur Pasar Kontaminasi p
Positif % Negatif %
Selada Tradisional 14 73,7 11 100 0,129
Modern 5 26,3 0 0
Kol Tradisional 6 100 19 79,2 0,553
Berdasarkan jenis sayur lalapan yang terkontaminasi parasit yaitu, selada dengan proporsi 63,3% (19 sampel), kol 20% (6 sampel), daun prei 66,6% (20 sampel), daun bawang 86,6% (26 sampel), dan timun 3,3% (1 sampel).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Parasit Pada Sayuran Berdasarkan Pasar
Jenis Parasit
Pasar Tradisional Pasar Modern
f % f %
Telur Ascaris lumbricoides 1 0,8 0 0,0
Telur Hookworm 2 1,6 0 0,0
Larva Hookworm 59 47,2 10 40,0
Pada pasar tradisional parasit yang banyak mengkontaminasi sayur lalapan yaitu larva Rhabditifrom dengan proporsi 31,2% (39 sampel) dan telur
Ascaris lumbricoides paling sedikit mengkontaminasi dengan proporsi 0,8% (1
sampel). Sedangkan pada pasar modern parasit yang banyak mengkontaminasi yaitu freeliving Ss 36% (8 sampel) dan larva Rhabditiform 4,0% (1 sampel).
5.1.4 Kontaminasi Pada Sayuran Berdasarkan Pasar
Pada tabel di bawah ini, kontaminasi pada masing – masing sayur lalapan dibedakan berdasarkan pasar tradisional dan modern.
5.5 Distribusi Kontaminasi Sayuran Berdasarkan Pasar
Jenis sayur Pasar Kontaminasi p
Positif % Negatif %
Selada Tradisional 14 73,7 11 100 0,129
Modern 5 26,3 0 0
Kol Tradisional 6 100 19 79,2 0,553
Daun bawang Tradisional 23 88,5 2 50,0 0,119
Modern 3 11,5 2 50,0
Daun prei Tradisional 16 88,9 9 75,0 0,364
Modern 2 11,1 3 25,0
Timun Tradisional 1 100 24 82,8 1,000
Modern 0 0 5 17,2
Pada pasar tradisional daun bawang dengan kontaminasi tertinggi sebesar 88,5% (23 sampel), dan diikuti oleh daun prei 88,9% (16 sampel), dan selada 73,7% (14 sampel). Sedangkan pada pasar modern dengan kontaminasi tertinggi yaitu 26,3% (5 sampel), kemudian daun bawang 11,5% (3 sampel), dan daun prei 11,1% (2 sampel).
Pada hasil penelitian sayur selada didapatkan hasil pearson Chi – square
sebesar 0,129. Pada kol hasil pearson Chi – square sebesar 0,553. Daun bawang
hasil pearson Chi – square 0,119. Daun prei hasil pearson Chi – square 0,364.
Dan timun hasil pearson Chi – square yaitu sebesar 1,000.
5.1.5 Kontaminasi Pada Sayuran Berdasarkan Perlakuan
Pada tabel di bawah ini kontaminasi pada sayuran dibedakan berdasarkan perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah pencucian sayur lalapan oleh pedagang sebelum dijual kepada pembeli baik dengan cara merendam keseleruhan sayuran di bak cuci maupun menyiram sayuran hanya dipermukaan saja.
Tabel 5.6 Distribusi Kontaminasi Sayuran Dengan Perlakuan
Jenis sayur Hasil Perlakuan Sebelum Dijual p
Ya % Tidak %
Selada Positif 4 26,7 15 100 0,000
Kol Positif 0 0 6 23,1 0,557
Negatif 4 100 20 76,9
Daun bawang Positif 2 50 24 92,3 0,075
Negatif 2 50 2 7,7
Daun prei Positif 3 50 15 62,5 0,660
Negatif 3 50 9 37,5
Timun Positif 1 14,3 0 0 0,233
Negatif 6 85,7 23 100
Sayuran yang terkontaminasi positif walaupun sudah diberikannya perlakuan yaitu daun prei sebesar 50% (3 sampel), daun bawang 50% (2 sampel), kemudian selada 26,7% (4 sampel). Kemudian sayuran yang hasil negatif walaupun tidak diberikannya perlakuan yaitu timun sebesar 100% (23 sampel), kol 76,9% (20 sampel), dan daun prei 37,5% (9 sampel).
Pada hasil penelitian sayur selada didapatkan hasil pearson Chi – square
sebesar 0,000. Pada kol hasil pearson Chi – square sebesar 0,557. Daun bawang
hasil pearson Chi – square 0,075. Daun prei hasil pearson Chi – square 0,660.
Dan timun hasil pearson Chi – square yaitu sebesar 0,233.
Tabel 5.7 Perbandingan Perlakuan Sebelum Dijual Dengan Kontaminasi
Hasil
Perlakuan Sebelum Dijual
Ya % Tidak % p
Positif 10 27,8% 60 52,6% 0,009
Negatif 26 72,2% 54 47,4%
5.1.6 Perbandingan Kontaminasi Sayuran Pada Pasar
[image:30.595.106.540.216.302.2]Pada tabel di bawah membandingkan kontaminasi pada keseluruhan sayur lalapan pada pasar tradisional dan modern.
Tabel 5.8 Perbandingan Kontaminasi Sayuran Pada Pasar
Pasar
Kontaminasi Parasit
Positif % Negatif % p
Tradisional 60 85,7 65 81,3 0,464
Modern 10 14,3 15 18,8
Pada pasar tradisional proporsi sebesar 85,7% (60 sampel) yang menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit dari 125 sampel yang diuji. Sedangkan pada pasar modern sebesar 14,3% (10 sampel) yang menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit dari 25 sampel. Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil pearson Chi square P = 0,464.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 5.1 ada 14 pasar di wilayah Kota Medan Bagian Selatan dan dipilih 10 pasar yang menjadi tempat penelitian. Dan pasar yang menjadi tempat penelitian tersebut dipilih per Kecamatan. Sehingga bisa dikatakan bahwa tempat yang menjadi penelitian sudah bisa mewakili wilayah pasar tradisional dan modern Kota Medan Bagian Selatan.
batang dan akar daun bawang didukung juga oleh perlakuan pencucian yang rendah yaitu 11,1%. Daun prei sendiri dengan penampilan fisik kotor setelah daun bawang, hal ini juga disebabkan oleh akar tanaman yang tidak dipisahkan tetapi mendapatkan perlakuan yang cukup baik sebesar 16,7%.
Sedangkan kol sendiri walaupun mendapatkan perlakuan yang rendah tetapi dari penampilan fisik kotor hanya sebesar 2% hal ini dikarenakan pedagang pada saat hendak menjual kol umumnya mengupas bagian luar kol sehingga terlihat secara fisik bersih. Pada timun penampilan kotor sebesar 8% dan diikuti perlakuan sebesar 19,4%, seperti kita ketahui tanaman timun sendiri adalah tanaman menjalar di bilah bambu yang ditanam didekat tanaman timun sehingga timun bisa menjalari bilah bambu tersebut sehingga untuk terkena percikan air hujan cukup rendah. Umumnya tinggi tanaman tersebut 1 -1,5 meter.
Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan jumlah sayur lalapan yang terkontaminasi parasit yaitu pada selada 63,3% (19 sampel), kol 20% (6 sampel), daun prei 66,6% (20 sampel), daun bawang 86,6% (26 sampel), dan timun 3,3% (1 sampel).
Dalam penelitian Purba et al (2012) didapatkan bahwa sayur lalapan kol di pasar tradisional tidak terdapat adanya telur cacing sedangkan selada ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides. Pada supermarket sayur lalapan kol tidak ditemukannya telur cacing sedangkan pada selada ditemukannya telur cacing
Trichiuris trichiura. Pada penelitian Astuti dan Aminah (2008) didapatkan
proporsi sebesar 13,3% (4 sampel dari 30 sampel) pada sayur lalapan kol yang terkontaminasi parasit.
Pada penelitian Ashika et al (2014) pada sayuran selada didapatkan proporsi sebesar 73% (32 sampel dari 44 sampel) di pasar tradisional dan 40% (2 sampel dari 5 sampel) di pasar modern yang terkontaminasi parasit. Wardhana et
al (2014) dari 42 sampel lalapan kubis yang diperiksa diketahui 26,19% (11
sampel) terkontaminasi oleh telur STH.
kontaminasi bisa disebabkan oleh perbedaaan bentuk dan permukaan sayuran. Menurut Astawan (2004) dalam Purba et al (2012) hal ini dapat disebabkan oleh sayur selada, kol, daun bawang dan daun prei adalah tanaman yang menjalar atau dekat dengan tanah sehingga mudah terjadinya kontaminasi parasit, dan didukung oleh struktur sayur yang berlapis – lapis dan berlekuk – lekuk sehingga memungkinkan telur/larva cacing menetap di dalamnya.
Sayuran hijau seperti selada memiliki permukaan yang tidak rata sehingga lebih memudahkan melekatnya telur parasit walaupun sudah dicuci dengan air. Dan sayuran dengan permukaan yang lembut ataupun licin seperti daun bawang dan daun prei mempunyai proporsi kontaminasi yang rendah. Ini bisa disebabkan oleh sayur yang diperoleh dalam keadaan fisik kotor dan tidak diberinya perlakuan mencuci sebelum dijual ke pasar sehingga kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi cukup besar (Eraky et al, 2014).
Berdasarkan Tabel 5.4 pada pasar tradisional dan pada pasar modern larva Hoookworm paling banyak ditemukan. Pada penelitian Ashika et al (2014) pada sayur selada di pasar tradisional didapatkan telur Ascaris sp dengan proporsi sebesar 79% (30 sampel), telur cacing tambang 5% (2 sampel), dan larva
Trichostrongylus orientalis 16 % (6 sampel) dari 38 sampel penelitian. Pada pasar
modern hanya didapatkan telur Ascaris sp. Sedangkan pada penelitian Wardhana
et al (2014) lalapan kubis di warung – warung makan Universitas Lampung, jenis telur cacing yang ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides 14,28% (6 sampel) dan telur Trichuris trichiura 7,14% (3 sampel) dari 42 sampel penelitian.
Karuppiah (2010), pada sayur lalapan selada dimana pada pasar tradisional parasit Free living jantan dan betina Ss paling banyak ditemukan dengan proporsi 35% (14 sampel) dari 40 sampel yang diteliti. Pada pasar modern yang paling banyak ditemukan adalah larva Rhabditifrom Ss sebesar 35% (7 sampel) dari 20 sampel yang diteliti.
Adapun saat dilakukan pengambilan sampel, pada pasar tradisional pedagang umumnya menjual dagangannya menggunakan terpal yang diletakkan dekat dengan tanah sehingga terjadinya kontaminasi menjadi lebih besar sedangkan pada pasar modern sendiri sayuran dijual dalam keadaan sudah terplastik dan diletakkan di mesin pendingin sayuran sesuai dengan jenis sayuran itu sendiri.
Berdasarkan tabel 5.5 Berdasarkan hasil Kontaminasi Pada Sayuran pada masing – masing sayur lalapan pada pasar tradisional ataupun modern didapati pearson chic square >0,05 dimana tidak ada perbedaan antara pencemaran pada sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern. Hal ini sama dengan penelitian Asihka (2014) dimana tidak ada perbedaan antara pencemaran pada sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern, hanya saja penelitian ini dilakukan pada selada. Pada sayuran selada yang dijual di pasar tradisional dengn proporsi sebesar 73% (32 sampel) dari 44 sampel penelitian positif terkontaminasi dan pada pasar modern 40% (2 sampel) dari 5 sampel penelitian positif terkontaminasi. Hal ini bisa disebabkan oleh waktu untuk pengambilan sampel penelitian yang berbeda.
Adapun pada penelitian Ashika (2014) pengambilan waktu sampel September – Desember 2013, dimana pada waktu tersebut sedang terjadi musim penghujan sehinga untuk terjadinya kontaminasi cukup besar dikarenakan sayuran lalapan seperti selada, kol, merupakan tanaman yang dekat dengan tanah sehingga percikan air hujan dengan mudah bisa mengkontaminasi tanaman sayuran.
Berdasarkan Tabel 5.6 hasil perlakuan mencuci sayur lalapan sebelum dijual pada kol, daun bawang, daun prei dan timun didapatkan hasil pearson chi
square > 0,05 dimana tidak ada perbedaan hasil antara sayur lalapan yang tidak
mengandung telur Ascaris lumbricoides. Hal ini dapat dijelaskan pada saat proses pencucian 92,3% (12 sampel dari 13 sampel) dicuci dalam keadaan utuh atau tidak dilepas lembar perlembar sehingga memungkinkan telur cacing terbawa air yang digunakan untuk mencuci.
Berdasarkan Tabel 5.7 hasil kontaminasi positif dengan adanya perlakuan sebelum dijual sebesar 27,8% (10 sampel) dan tidak adanya perlakuan sebelum dijual dengan kontaminasi positif sebesar 52,6% (60 sampel) pada keseluruhan 150 sampel penelitian. Dan hasil pearson chi square 0,009 dimana ada perbedaan hasil antara sayur lalapan yang tidak diberikan perlakuan dengan yang diberikan perlakuan.
Pada penelitian Muyassaroh (2006) dalam penelitan Astuti dan Aminah (2008) kubis yang telah dicuci sebanyak 2 kali masih terdapat telur cacing usus yaitu Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura, dan cacing benang.
Hal ini bisa dikarenakan oleh teknik pencucian itu sendiri, pada saat pembelian dilakukan wawancara singkat dimana pedagang umumnya melakukan pencucian sayur dengan merendam semua sayur ke dalam bak cuci maupun menyiramnya hanya dipermukaan saja dan juga pedagang menerima barang dagangannya sudah dalam keadaan fisik cukup bersih sehingga tidak diperlukannya pencucian yang lebih.
Menurut Purba et al (2012) sayuran yang aman dikonsumsi harus dibersihkan pada air mengalir yang tidak terkontaminasi kotoran. Sayuran berdaun atau berlapis harus dicuci setiap lembarannya dengan air mengalir beulang kali untuk menghilangkan atau mengurangi telur cacing yang mungkin masih melekat. Pencucian sayuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kalium permanganate (KMnO4) 0,02% kemudian dibilas dengan menggunakan air matang yang sudah dingin.
Berdasarkan hasil Tabel 5.8 pada pasar tradisional kontaminasi positif sebesar 85,7% (60 sampel) dari 125 sampel penelitian sedangkan pada pasar
modern sebesar 14,3% (10 sampel) dari 25 sampel penelitian. Dan hasil pearson
berarti tidak ada perbedaan antara pencemaran pada sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern.
Penelitian ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Karuppiah (2010) di pasar tradisional dan modern di Kota Medan pada sayur lalapan selada. Hasil penelitian tersebut pada pasar tradisional kontaminasi positif sebesar 85% (34 sampel) dari 40 sampel penelitian, dan pada pasar modern 90% (18 sampel) dari 20 sampel penelitian. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pearson chi square 3,481 dimana tidak ada perbedaan hygiene pada sayur selada yang dijual di pasar tradisional dan pasar modern.
Hal ini bisa dikarenakan pada penelitian Karuppiah (2010) tidak dijelaskannya secara rinci lokasi pasar yang menjadi penelitian dan sumber sayur lalapan itu sendiri. Sehingga hasil perbedaan pencemaran pada pasar tradisional dan modern cukup besar. Dimana pada penelitian Karuppiah pada pasar modern lebih besar hasil yang didapat sementara itu definisi pasar modern pada Karuppiah sama dengan yang definisi peneliti sendiri.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :
1. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pencemaran pada sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dengan modern.
2. Jenis parasit yang banyak mengkontaminasi pada pasar tradisional yaitu larva Hookworm, telur Hookworm dan telur Ascaris lumbricoides, sementara itu pada pasar modern yaitu larva Hookworm.
3. Pada pasar tradisional telur STH yang mengkontaminasi yaitu telur Ascaris
lumbricoides sebanyak 1 sampel, dan telur Hookworm pada 2 sampel
sayur lalapan sedangkan pada pasar modern tidak ditemukan telur STH. 4. Jenis parasit yang banyak mengkontaminasi pada pasar tradisional yaitu
larva Hookworm sebanyak 59 sampel dan pada pasar modern yaitu larva
Hookworm sebanyak 10 sampel.
5. Penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan perlakuan seperti mencuci sayur sebelum dijual dapat mengurangi kontaminasi parasit.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran diantaranya adalah : 1. Kepada peneliti agar lebih melakukan wawancara lebih detail seperti
mengetahui sumber sayur lalapan dan menambah jenis dan jumlah sampel penelitian sehingga lebih banyak sayur lalapan yang bisa diteliti.
2. Kepada penjual sayuran agar memberikan perlakuan/pengolahan sebelum sayuran tersebut dijual kepada pembeli dalam upaya untuk memberikan sayuran yang berkualitas pada pembeli.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Soil Transmitted Helminths (STH)
Keberadan dan penyebaran suatu parasit di suatu daerah tergantung pada berbagai hal, yaitu adanya hospes yang peka, dan terdapatnya lingkungan yang sesuai bagi kehidupan parasit. Faktor sosial ekonomi hospes, terutama manusia, sangat mempengaruhi penyebaran parasit. Daerah pertanian, peternakan, kebiasaan menggunakan tinja untuk pupuk, kebersihan lingkungan, higiene perorangan yang buruk, dan kemiskinan merupakan faktor – faktor yang meningkatkan penyebaran penyakti parasit (Soedarto, 2011).
Daerah tropis yang basah dan temperaturnya yang optimal bagi kehidupan parasit merupakan tempat ideal bagi kehidupan parasit yang hidup pada manusia. salah satu di antaranya adalah penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil
Transmitted Helminths) seperti askariasis, trichuriasis dan infeksi cacing tambang
(Soedarto, 2011). Menurut CDC (2013), Cacing STH hidup di usus dan telur keluar bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Jika orang yang terinfeksi buang air besar di luar (dekat semak – semak, di taman, di lapangan) atau jika tinja orang yang terinfeksi digunakan sebagai pupuk, telur akan tersimpan di dalam tanah.
Telur Trichiuris trichiura dapat tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh
dengan suhu optimum 30˚C. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva Necator
americanus yaitu 28˚C - 32˚C, sedangkan untuk larva Ancylostoma duodenale
lebih rendah yaitu 23˚C - 25˚C dan pada umumnya A. duodenale lebih kuat dan
tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus).
Tanah liat, kelembapan tinggi dan suhu 25˚C - 30˚C merupakan kondisi yang
2.2 Sayuran Mentah (Lalapan)
Sayuran pada dasarnya mengandung banyak serat yang melancarkan pencernaan. Sayuran mempunyai banyak macamnya dengan khasiat yang beragam juga. Selain dikonsumsi sebagai sayuran yang dimasak, ada juga jenis sayuran yang dikonsumsi dalam keadaan mentah atau disebut lalapan. Sayuran lalapan merupakan jenis sayuran yang dikonsumsi secara mentah, karena dilihat dari tekstur dan organoleptik sayuran lalapan ini memungkinkan untuk dikonsumsi secara mentah (Sudjana, 1991; Purba et al, 2012).
Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi lalapan. Kelebihan sayuran lalapan ketika dikonsumsi zat – zat gizi yang terkandung didalamnya tidak mengalami perubahan, sedangkan pada sayuran yang dilakukan pengolahan seperti pemasakan (di masak) terlebih dahulu zat – zat gizinya akan berubah sehingga kualitas ataupun mutunya lebih rendah daripada bahan mentahnya (Sudjana, 1991; Purba et al, 2012).
Menurut Hadi (2012) beberapa jenis sayuran lalapan yang dipakai secara umum adalah selada, kenikir, pegagan, kemangi, kacang panjang, kol atau kubis, mentimun, labu siam. Di samping manfaatnya, masyarakat perlu hati – hati ketika mengkonsumsi lalapan sebab adanya kontaminasi cacing yang berbahaya. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena para petani untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian sebagai media tempat tumbuhnya sayuran, sering menggunakan pupuk organik berupa humus atau kotoran ternak dan kebiasaan petani membuang hajat (buang air besar) di lahan pertanian, ikut memperparah kemungkinan kontaminasi (Astawan, 2004; Purba et al, 2012).
2.3 Penyakit Kecacingan
americanus, Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura (Hadidjaja dan
Margono, 2011).
2.3.1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Ascaris lumbricoides dikenal juga sebagai cacing gelang dan penyakit yang
disebabkannya disebut askariasis. Ascaris lumbricoides tersebar luas di seluruh dunia dengan cuaca hangat, iklim lembab, padat dan tempat dimana feses manusia digunakan sebagai pupuk, infeksi paling umum terutama di daerah tropis dan subtropis di mana sanitasi dan kebersihan yang buruk (CDC, 2013). Telur ascaris memerlukan waktu inkubasi sebelum menjadi infektif, tergantung pada kondisi lingkungan misalnya temperatur, sinar matahari, kelembapan dan tanah liat. Telur akan mengalami kerusakan karena pengaruh bahan kimia, sinar matahari langsung
dan pemanasan 70˚C (Ideham dan Pusarawati, 2007).
Distribusi penyebarannya paling luas dibanding infeksi helminthes yang lain, hal ini terkait dengan kemampuan cacing betina dewasa menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan relatif tahan terhadap kekeringan atau temperature yang panas (Ideham dan Pusarawati, 2007).
Telur ascaris ditemukan dalam dua bentuk, yaitu yang dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized).
a. Telur dibuahi (fertilized)
[image:41.595.131.462.318.463.2]Bentuk telur bulat dan lonjong dengan ukuran panjang 45 – 75 mikron dan lebarnya 35 -50 mikron. Dan berdinding tebal yang terdiri dari tiga lapis yaitu, lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur unfertile), lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin, tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan yang berasal dari warna pigmen empedu. Telur bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang kasar (Ideham dan Pusarawati, 2007).
Gambar 2.1 Telur Ascaris lumbricoides fertilized
b. Telur tidak dibuahi (unfertilized)
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides unfertilized
Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil. Cacing betina dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur per hari, yang dapat keluar melalui kotoran. Telur yang tidak dibuahi dapat dicerna namun tidak infektif. Telur yang dibuahi dapat menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa minggu, tergantung pada kondisi lingkungan (optimum: lembab, hangat, tanah yang terlindung). Setelah telur infektif yang tertelan menetas larva menyerang mukosa usus, dan dibawa melalui portal, kemudian ke sistem sirkulasi dan paru-paru. Larva dewasa hidup dalam paru-paru (10 sampai 14 hari), menembus dinding alveolar, naik ke bronkial kemudian ke tenggorokan, dan tertelan. Setelah mencapai usus kecil, A.
lumbricoides berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu yang dibutuhkan 2 dan
3 bulan dari telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun (CDC, 2015).
Gejala yang ditimbulkan pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva cacing. Gangguan karena larva terjadi pada saat berada di paru, terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia dan pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut juga dengan
Loeffler syndrome. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan,
bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus) (Supali
et al, 2008).
Diagnosa A.lumbricoides harus dilakukan pemeriksaan makroskopi terhadap tinja dan muntahan penderita untuk menemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita dapat ditemukan telur cacing yang khas bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu penderita (Soedarto, 2011).
2.3.2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Trichiuris trichiura disebut juga sebagai cacing cambuk dan merupakan yang
paling umum nomor ketiga pada manusia. Cacing cambuk menyebabkan infeksi yang disebut trichuriasis dan sering terjadi di daerah tropis, sanitasi yang buruk, kotoran manusia digunakan sebagai pupuk dan buang air besar di tanah. Cacing tersebar dari orang ke orang melalui transmisi fecal-oral atau melalui makanan yang terkontaminasi (CDC, 2013).
Bentuk tubuh cacing dewasa sangat khas, mirip cambuk, dengan tiga per lima bagian anterior kecil seperti cambuk, dan dilalui oleh esofagus, sedangkan dua per lima bagian tubuh posterior lebih tebal. Panjang cacing jantan sekitar 4 cm sedangkan panjang cacing betina sekitar 5 cm. ekor jantan melengkung ke arah
ventral, mempunyai satu spikulum retraktil yang berselubung. Badan bagian
kaudal cacing betina membulat, tumpul berbentuk seperti koma. Bentuk telur T.
trichiura mirip biji melon atau tong anggur, berwarna coklat, dan berukuran
sekitar 50 x 25 mikron dan mempunyai dua kutub jernih yang menonjol (Soedarto, 2011).
[image:43.595.226.387.570.729.2]Telur cacing mengalami pematangan dan menjadi infektif di tanah dalam waktu 3 – 4 minggu. Jika manusia tertelan telur cacing yang infektif, maka di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva ke luar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing telah menjadi dewasa dan cacing betina sudah mulai mampu bertelur. Cacing betina dapat bertelur antara 3.000 – 20.000 telur perhari. T. trichiura dewasa dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia (Soedarto, 2011).
T. trichiura dewasa melekat pada usus dengan cara menembus dinding usus,
maka dapat menyebabkan timbulnya trauma dan kerusakan pada jaringan usus dan juga dapat menghasilakn toksin yang menyebabkan iritasi dan keradangan usus. Infeksi ringan beberapa ekor cacing umumnya tidak menimbulkan keluhan bagi penderita akan mengalami gejala dan keluhan berupa anemia berat dengan hemoglobin yang dapat kurang dari tiga persen, diare yang berdarah, nyeri perut, mual dan muntah dan berat badan yang menurun, dan dapat terjadi prolaps rectum dengan melalui pemeriksaan protoskopi dapat dilihat adanya cacing – cacing dewasa pada kolon atau rectum penderita. Pada pemeriksaan darah terlihat adanya gambaran eosinofilia dengan eosinofil lebih dari 3%. Diagnosa pasti pada pemeriksaan tinja ditemukan telur T. trichiura (Soedarto, 2011).
2.3.3. Cacing Tambang/Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale)
Cacing tambang adalah salah satu cacing yang paling umum dari manusia. infeksi ini disebabkan oleh parasit Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Infeksi cacing tambang sering terjadi di daerah di mana kotoran
manusia digunakan sebagai pupuk atau buang air besar ke tanah. Hookworm tersebar di seluruh dunia di daerah dengan suhu hangat, iklim lembab dan padat. (CDC, 2013).
kopulatriks yaitu suatu alat bantu kopulasi. Tubuh A. duodenale dewasa mirip
huruf C. Rongga mulutnya memiliki dua pasang gigi dan satu pasang tonjolan. Cacing betina mempunyai spina kaudal. Tubuh N. americanus dewasa lebih kecil dan lebih langsing dibanding badan A. duodenale. Tubuh bagian anterior cacing melengkung berlawanan dengan lengkungan bagian tubuh lainnya sehingga bentuk tubuh mirip hurus S. Di bagian rongga mulut terdapat 2 pasang alat pemotong (cutting plate). Dan badan cacing betina tidak terdapat spina kaudal (Soedarto, 2011).
[image:45.595.123.501.404.562.2]Telur cacing tambang pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop sinar, dan bentuk telur berbagai spesies cacing tambang mirip satu dengan lainnya, sehingga sukar dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk lonjong, tidak berwarna, berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur cacing tambang yang berdinding tipis dan tembus sinar ini mengandung embrio yang mempunyai empat blastomer (Soedarto, 2011).
Gambar 2.4. Telur dan Larva Hookworm
kanan, lalu masuk ke dalam kapiler paru. Kemudian larva filariform menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli dan migrasi ke bronki, trakea, laring dan faring dan tertelan masuk ke dalam saluran esofagus. Migrasi ini berlangsung sekitar sepuluh hari. Dari esophagus larva masuk ke usus halus, dan tumbuh menjadi cacing dewasa jantan dan betina. Dalam waktu satu bulan, cacing betina sudah mampu bertelur (Soedarto, 2011).
Cacing dewasa yang berada di dalam usus terus menerus mengisap darah penderita. Cacing dewasa N. americanus dapat menyebabkan hilangnya darah penderita sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing A. duodenale dapat menimbulkan kehilangan darah sampai 0,34 cc per hari. Pada waktu menembus kulit penderita larva cacing menimbulkan dermatitis dengan gatal – gatal yang hebat (ground itch). Sedangkan larva cacing tambang yang beredar di dalam darah akan menimbulkan bronchitis dan reaksi alergi yang ringan. Untuk menentukan diagnosis pasti infeksi cacing tambang harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis atas tinja untuk menemukan telur cacing (Soedarto, 2011).
2.4 Pasar
Pasar adalah area tempat jual beli barang/jasa dengan penjual lebih dari satu orang yang di dalamnya terjadi proses transaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) sehingga menetapkan harga dan jumlah yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pasar berfungsi sebagai tempat atau wadah untuk pelayanan bagi masyarakat yang dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan arsitektur. Pasar ditinjau dari kegiatannya ada pasar tradisional dan pasar modern (Devi NMWR, 2013).
Pasar modern merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dan ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara tidak langsung. Pembeli melayani kebutuhannya sendiri dengan mengambil di rak – rak yang sudah ditata sebelumnya. Harga barang sudah tercantum pada tabel – tabel yang pada rak – tempat barang tersebut diletakkan dan merupakan harga pasti tidak dapat ditawar. (PERDA YOGYAKARTA, 2001; Devi NMWR, 2013).
Pasar dapat di kategorikan dalam beberapa hal. Yaitu jika ditinjau dari segi waktunya (Saraswati dan Widaningsih, 2008) ;
a. Pasar harian adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setiap hari dan sebagian barang yang diperjualbelikan adalah barang kebutuhan sehari – hari. b. Pasar mingguan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung seminggu sekali. c. Pasar bulanan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung sebulan sekali. d. Pasar tahunan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setahun sekali.
Pasar yang jika ditinjau dari segi fisiknya (Saraswati dan Widaningsih, 2008) ; a. Pasar konkret (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual melakukan transaksi secara langsung. Barang yang diperjualbelikan juga tersedia di pasar.
b. Pasar abstrak (pasar tidak nyata) adalah terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli hanya melalui telepon, internet, dan lain – lain berdasarkan contoh barang.
Pasar yang jika ditinjau dari barang yang diperjualbelikan (Saraswati dan Widaningsih, 2008) :
a. Pasar barang konsumsi adalah pasar yang memperjualbelikan barang – barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
b. Pasar sumber daya produksi adalah pasar yang memperjualbelikan faktor – faktor produksi, seperti tenaga kerja, tenaga ahli, mesin – mesin, dan tanah. Pasar yang jika ditinjau dari luas kegiatannya (Saraswati dan Widaningsih, 2008) ;
b. Pasar daerah atau pasar lokal adalah pasar disetiap daerah yang memperjualbelikan barang – barang yang diperlukan penduduk daerah tersebut.
c. Pasar nasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang yang mencakup satu negara.
d. Pasar internasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang – barang keperluan masyarakat internasional.
Pengertian pasar menurut fisik bangunannya (Mayasari, 2011) :
1. Pasar Kelas IA, yaitu pasar yang bangunannya permanen dan mempunyai fasilitas yang baik seperti escalator, tempat parkir, kamar mandi/WC dan aliran listrik.
2. Pasar Kelas I, yaitu pasar yang bangunannya permanen maupun semi permanen dan mempunyai fasilitas yang cukup seperti tempat parkir, kamar mandi/WC dan aliran listrik.
3. Pasar Kelas II, yaitu pasar yang bangunannya semi permanen dan memiliki fasilitas yang belum memadai.
4. Pasar Kelas III, yaitu pasar yang bangunannya merupakan bangunan darurat yang belum mempunyai fasilitas yang layak.
5. Pasar Kelas IV, yaitu pasar yang mempergunakan lapangan sebagai tempat berjualan tanpa bangunan.
Pasar menurut jenis kegiatannya (Devi NMWR, 2013) :
1. Pasar Eceran yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran barang secara eceran.
2. Pasar Grosir yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran dalam jumlah besar.
3. Pasar Induk yaitu pasar yang lebih besar dari pasar grosir, merupakan pusat pengumpulan dan penyimpanan bahan – bahan pangan untuk disalurkan ke grosir – grosir dan pusat pembelian.
Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi lima jenis (Devi NMWR, 2013) :
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota bahkan sampai keluar kota, serta barang yang diperjual belikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
2. Pasar Kota
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan lengkap. Melayani 200.000 – 220.00 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar induk dan pasar grosir.
3. Pasar Wilayah (Distrik)
Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan cukup lengkap. Melayani 10.000 – 15.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran.
4. Pasar Lingkungan
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanen/semi permanen, dan mempunyai pelayanan meliputi permukiman saja, serta barang yang dieprjual belikan kurang lengkap. Melayani 10.000 – 15.000 penduduk saja.yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran.
5. Pasar Khusus
Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanen/semi permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan terdiri dari satu macam barang khusus seperti pasar bunga, pasar burung, atau pasar hewan.
Menurut Karuppiah (2010) dalam Lilananda (2009) beberapa pasar tradisional di Kota Medan :
a) Pusat Pasar merupakan salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur – mayur.
d) Pasar Simpang Limun merupakan salah satu pasar tradisional yang cukup tua dan menjadi trade mark Kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis.
e) Pasar Ramai yang terletak di Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza.
f) Pasar Simpang Melati merupakan pasar yang terkenal sebagai tempat perdagangan pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu pakaian bekas setelah Pasar Simalingkar dan Jalan Pancing.
Beberapa pasar modern di Kota medan menurut Karuppiah (2010) dalam Lilananda (2009) :
a) Brastagi plaza
b) Hypermarket
c) Swalayan d) Carrefour
e) Supermarket
Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Medan (2013) dicatatkan 24
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Soil Transmitted Helminthes (STH) adalah salah satu kelas nematoda yang
menyebabkan penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah dan merupakan salah satu di antara masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia. Spesies utama yang menginfeksi adalah, cacing gelang ( Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (
Trichuris trichiura), dan cacing tambang/hookworm ( Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale). Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan gizi yang
memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan (WHO, 2014).
Prevalensi kecacingan masih menjadi masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan di dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24 % dari populasi dunia terinfeksi STH di seluruh dunia (WHO, 2014). Di Indonesia angka kecacingan di beberapa kabupaten dan kota pada tahun 2012 menunjukkan angka di atas 20% dengan angka prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67 % (Direktorat Jenderal PP&PL Kemenkes RI, 2013). Sedangkan prevalensi di Sumatera Utara diperkirakan yaitu,
Ascaris 50 – 79,9%, Trichuariasis 80 – 100%, dan infeksi Hookworms 50 – 79,9% (de Silva et al, 2003). Menurut Ritarwan (2006), di kota Medan ditemukan prevalensi Ascariasis 29,2%, Trichuariasis 6,3%.
Pada daerah tertentu di Indonesia terdapat beberapa kebiasaan memakan lalapan (sayuran mentah) dan sulit diubah. Terlebih kelebihan sayuran lalapan ketika dikonsumsi zat – zat gizi yang terkandung didalamnya tidak mengalami perubahan, sedangkan pada sayuran yang dilakukan pengolahan seperti pemasakan (dimasak) terlebih dahulu zat – zat gizinya akan berubah sehingga kualitas ataupun mutunya lebih rendah daripada mentahnya (Sudjana, 1991; Purba
et al, 2012). Tetapi sayur lalapan rentan terhadap kontaminasi pestisida dan telur
cacing. Kontaminasi telur cacing dapat terjadi terutama pada sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau ketinggiannya dekat dengan tanah.
Berdasarkan penelitan yang pernah di lakukan di pasar tradisional dan pasar
modern di kota Medan, ditemukan angka kontaminasi STH pada sayuran selada
yang cukup tinggi. Angka kontaminasi STH di pasar tradisional yaitu sebesar 85,0 %, dengan proporsi Strongyloides 35,0 %, larva rhabditiform Strongyloides 30%, telur hookworm 15%, dan toxocara 5%. Pada pasar modern angka kontaminasi
STH yaitu sebesar, 90%, dengan proporsi Strongyloides (35%), free living
Strongyloides (30%), telur hookworm, 20%, dan telur toxocara, 5% (Karuppiah,
2010).
Masih tingginya prevalensi angka pencemaran telur STH pada sayuran yang dijual di pasar modern maupun pasar tradisional dan bila diikuti dengan pemakaian pupuk kotoran manusia maupun binatang bisa meningkatkan angka pencemaran lebih tinggi. Hal ini menjadi alasan mengapa penting bagi kita untuk mengetahui tingkat pencemaran telur STH pada sayuran yang dijual di pasar
modern maupaun tradisional di kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan pencemaran oleh STH pada sayuran yang dijual di pasar modern dan tradisional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengindentifikasi jenis parasit yang mencemari sayuran di pasar modern dan tradisional.
2. Mengetahui proporsi kontaminasi telur STH pada sayuran di pasar tradisional dan modern.
3. Mengetahui proporsi kontaminasi larva STH pada sayuran di pasar tradisional dan modern.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Bagi Masyarakat :diharapakan penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman yang berhubungan dengan Soil Transmitted Helminthes (STH), sehingga dapat dilakukan pencegahan pencemaran.
2. Bagi Pedagang : dapat meningkatkan tahap higiene sayuran sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi telur cacing.
3. Bagi Petugas Kesehatan Masyarakat : diharapkan dapat digunakan sebagai data pendukung atau bahan perencanaan pencegahan pencemaran Soil
Transmitted Helminthes (STH).
4. Bagi Peneliti : dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis penelitian dan dapat memberikan informasi tentang aspek – aspek yang berhubungan dengan Soil Transmitted Helminthes
ABSTRAK
Latar Belakang : Soil Transmitted Helminthes (STH) adalah salah satu kelas nematoda yang menyebabkan penyakit kecacingan yang transmisinya melalui tanah dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang di Indonesia. Memakan sayur dalam keadaan mentah menjadi salah satu penyebab tingginya angka kecacingan di Indonesia. Dan didukung oleh penggunaan tinja sebagai pupuk dan pengolahan pencucian sayur sebelum dikonsumsi yang tidak benar.
Tujuan : penelitian tujuan ini adalah untuk melihat pencemaran pada sayuran yang dijual di pasar modern dan tradisional.
Metode : penelitian ini bersifat analitik dengan metode cross sectional. Penelitian ini berlangsung dari April – Desember 2015. Sampel sayur lalapan diperoleh dari 5 pasar tradisional dan 5 pasar modern yang diperiksa di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan teknik sedimentasi.
Hasil : penelitian ini menunjukkan bahwa sayur lalapan dari pasar tradisional dengan hasil positif kontaminasi parasit sebesar 85,7% (60 sampel) dan pada pasar modern 14,3% (10 sampel). Jenis parasit terbanyak yang peneliti temukan pada penelitian ini adalah larva Hookworm pada pasar tradisional dan pasar
modern. Dan pada penelitian memberikan perlakuan pencucian sayur lalapan
sebelum dijual dapat menurunkan kontaminasi parasit walaupun tidak dapat menghilangkan kontaminasi seluruhnya.
Kesimpulan : tidak ada