• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI CENDIKIAWAN MUSLIM TERHADAP

PENINGKATAN POTENSI EKONOMI TANAH WAKAF DI KOTA MEDAN

OLEH

SYAHPUTRA 100501032

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, atau yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin dan dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan etika ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi saya, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 26 Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

(3)

ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI CENDIKIAWAN MUSLIM TERHADAP

PENINGKATAN POTENSI EKONOMI TANAH WAKAF DI KOTA MEDAN

Kota Medan memiliki persebaran tanah wakaf yang cukup baik sehingga menciptakan potensi ekonomi yang begitu besar, tetapi potensi tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal saat ini. Potensi ekonomi tanah wakaf akan semakin baik jika peran masyarakat dan cendikiawan Muslim diikutsertakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi cendikiawan Muslim terhadap potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan, memastikan apakah potensi tersebut dapat ditingkatkan serta mengetahui hambatan dan kendala yang akan dihadapi.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan mendeskripsikan sikap atau jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner, kemudian mendistribusikannya ke dalam bentuk tabel dan menilainya apakah terdapat potensi ekonomi tanah wakaf yang dapat dikembangkan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden yaitu cendikiawan Muslim di Kota Medan.

Hasil penelitian mendapati bahwa cendikiawan Muslim berpresepsi tanah wakaf di Kota Medan sangat memiliki potensi ekonomi untuk ditingkatkan, sehingga dapat berdampak pada aspek ekonomi Islam serta menghasilkan manfaat yang bertambah dari waktu ke waktu. Namun, ada hambatan dan kendala yang dapat membuat potensi tanah wakaf tidak bisa ditingkatkan. Hambatan itu berasal dari masyarakat berupa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang wakaf, kerjasama antara wakif dan masyarakat, sumber daya manusia dan inisiatif nazhir untuk mengelola. Hambatan yang lain berasal dari pemerintah berupa kurangnya dukungan dari pemerintah (Kementrian Agama) terhadap wakaf dan sosialisasi terhadap masyarakat dan pihak pihak terkait.

(4)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF MUSLIM SCHOLARS PERCEPTION TO INCREASE THE ECONOMIC POTENTIAL OF BENEFACTION IN MEDAN

Medan has distribution of benefaction passably that creates economic potential is so great, but the potential has still not been used optimally today. The economic potential of benefaction would be better if the role of society and Muslim scholars included in. The study aims was to know the perception of Muslim Scholars to the economic potential of benefaction in Medan and ascertain whether this potential can be increased and to know the barriers and obstacles to be faced.

Research method is descriptive analysis to describe the answers or the respondents to the questions in the questionnaire, then distribute them into tables and assess them whether there is the economic potential of benefaction. The techniques of data collection is done by spreading questionnaire to 30 respondents is Muslim Scholars in Medan.

The results shows that the perception of Muslim scholars to benefaction in Medan has economic potential to be increased, so that it can be impacted on the economic aspects of Islam and produce the benefits that accrue from time to time. However, there are barriers and obstacles that can create the potential benefaction can’t be increased. The obstacle comes from the society that are form of lack of public knowledge about endowments, cooperation between wakif and society, human resources and initiatives from nazhir to manage. Another obstacle comes from the government that are form of lack of support from the government (Ministry of Religion) of the benefaction and socialization to the society and the parties related.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’alla atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berjudul “Analisis Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec selaku Ketua Departemen S1 Ekonomi Pembangunan.

3. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan Dosen Pembimbing penulis, atas waktu, kesabaran, bimbingan dan perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Syarief Fauzie, S.E, Ak, M.Ak dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku Dosen Penguji yang memberikan saran kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

(6)

6. Adik-adikku tercinta Siti Nurhayati, Ilham Satriawan dan Khairul Ahmadi atas kasih sayang, semangat, motivasi dando’anya.

7. Rizki Annisa Nasution yang selalu membantu, memberi motivasi dando’a kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. All of BP2M FEB USU terutama stambuk 2010, All of My Club Binjai, All of GAMADIKSI USU, terima kasih atasdukungan dan do’anya. 9. Seluruh teman teman yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,

Rifal Sapta Hadi, Andriansyah, Agi Nurhayati, Blisa Novertasari dll. 10. Seluruh responden atas waktu yang diberikan untuk mengisi kuesioner. 11. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis hingga akhir

penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga segala kebaikan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat imbalam yang berlipat ganda dari Allah Subhanahu wa ta’alla. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritik, saran dan masukan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan, 26 Agustus 2015 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………...i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI………...v

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ………...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...9

1.3 Tujuan Penelitian...9

1.4 Manfaat Penelitian...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 13

2.1.1 Sejarah Wakaf ... 13

2.1.2 Pengertian Wakaf ... 15

2.1.3 Dasar Hukum Wakaf... 17

2.1.4 Rukun-Rukun Wakaf ... 20

2.1.5 Pengelolaan Tanah Wakaf ... 29

2.1.6 Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan... 30

2.1.7 Peran Cendikiawan Muslim dalam Masyarakat Islam... 31

2.2 Penelitian Terdahulu... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 34

(8)

3.3 Populasi dan Sampel... 35

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6 Pengolahan Data ... 38

3.7 Metode Analisi Data... 38

3.8 Definisi Operasional ... 41

3.9 Kerangka Konseptual ... 42

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum ... 42

4.2 Statistik Deskriptif... 42

4.2.1 Analisis Karakteristik Responden ... 42

4.3 Pembahasan ... 55

4.3.1 Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan ... 55

4.3.2 Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dalam Pandangan Cendikiawan Muslim... 71

4.3.3 Hambatan dan Kendala yang Dihadapi dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 104

5.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Persebaran Ulama dan Mubaligh/ah Kota Medan ... 7 2.2 Jumlah Persebaran Tanah Wakaf di Kota Medan... 8 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur …………. 43 4.2 Tabulasi Silang Umur Dengan Tingkat Pendidikan

Responden ……….…... 44

4.3 Uji Chi Kuadrat Umur Dengan Tingkat Pendidikan

Responden ……….… 45

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan………….……….. 46

4.5 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Dengan Pekerjaan

Responden ……… 48

4.6 Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan Dengan Pekerjaan

Responden ………. 49

(10)

4.12 Statistik Deskriptif Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota

Medan……….. 56

4.13 Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi

Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan………….… 57 4.14 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

DenganTingkat Pendidikan Responden ………….…… 59 4.15 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Tingkat Pendidikan Responden………..………….. 60

4.16 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf………. 62

4.17 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah Wakaf... 63 4.18 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

DenganTingkat Pendidikan Responden ………….…… 64

(11)

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Tingkat Pendidikan Responden………... 65

4.20 Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan……… 66 4.21 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf………..……….…… 67

4.22 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf ………... 68

4.23 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

DenganPekerjaan Responden………..……….…… 69

4.24 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Pekerjaan Responden……….………... 70 4.25 Statistik Deskriptif Jawaban Responden Terhadap

Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota

Medan……….……….. 72

(12)

Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan……… 73 4.27 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf……….. 75

4.28 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf……….. 77

4.29 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf ………..……. 79

4.30 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf……….. 80

4.31 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Tingkat Pendidikan Responden ……….…….………. 81

4.32 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

(13)

4.33 Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi

Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan………. 82 4.34 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf ……….………. 84

4.35 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf……….. 85

4.36 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Pekerjaan Responden……….… 87 4.37 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Peningkatan

Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Pekerjaan Responden ……….. 88

4.38 Statistik Deskriptif Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan………….….… 90 4.39 Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala

(14)

4.40 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf………..…….… 93

4.41 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Keterlibatan Responden Dalam Mengelola Tanah

Wakaf………. 94

4.42 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Hambatan Dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Pekerjaan Responden ……….… 95 4.43 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Hambatan

dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

PekerjaanResponden.……….. 97

4.44 Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi

Tanah Wakaf di Kota Medan……….… 97 4.45 Tabulasi Silang Jawaban Responden Terhadap Hambatan

(15)

Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Tingkat Pendidikan Responden ………..…….… 99 4.46 Uji Chi Kuadrat Jawaban Responden Terhadap Hambatan

Dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan Dengan

Tingkat Pendidikan Responden……….. 100 4.47 Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala

Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi

Tanah Wakaf di Kota Medan……….… 101 4.48 Jawaban Responden Terhadap Hambatan dan Kendala

Yang Dihadapi Dalam Peningkatan Potensi Ekonomi

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian……… 84

(18)

ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI CENDIKIAWAN MUSLIM TERHADAP

PENINGKATAN POTENSI EKONOMI TANAH WAKAF DI KOTA MEDAN

Kota Medan memiliki persebaran tanah wakaf yang cukup baik sehingga menciptakan potensi ekonomi yang begitu besar, tetapi potensi tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal saat ini. Potensi ekonomi tanah wakaf akan semakin baik jika peran masyarakat dan cendikiawan Muslim diikutsertakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi cendikiawan Muslim terhadap potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan, memastikan apakah potensi tersebut dapat ditingkatkan serta mengetahui hambatan dan kendala yang akan dihadapi.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan mendeskripsikan sikap atau jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner, kemudian mendistribusikannya ke dalam bentuk tabel dan menilainya apakah terdapat potensi ekonomi tanah wakaf yang dapat dikembangkan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden yaitu cendikiawan Muslim di Kota Medan.

Hasil penelitian mendapati bahwa cendikiawan Muslim berpresepsi tanah wakaf di Kota Medan sangat memiliki potensi ekonomi untuk ditingkatkan, sehingga dapat berdampak pada aspek ekonomi Islam serta menghasilkan manfaat yang bertambah dari waktu ke waktu. Namun, ada hambatan dan kendala yang dapat membuat potensi tanah wakaf tidak bisa ditingkatkan. Hambatan itu berasal dari masyarakat berupa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang wakaf, kerjasama antara wakif dan masyarakat, sumber daya manusia dan inisiatif nazhir untuk mengelola. Hambatan yang lain berasal dari pemerintah berupa kurangnya dukungan dari pemerintah (Kementrian Agama) terhadap wakaf dan sosialisasi terhadap masyarakat dan pihak pihak terkait.

(19)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF MUSLIM SCHOLARS PERCEPTION TO INCREASE THE ECONOMIC POTENTIAL OF BENEFACTION IN MEDAN

Medan has distribution of benefaction passably that creates economic potential is so great, but the potential has still not been used optimally today. The economic potential of benefaction would be better if the role of society and Muslim scholars included in. The study aims was to know the perception of Muslim Scholars to the economic potential of benefaction in Medan and ascertain whether this potential can be increased and to know the barriers and obstacles to be faced.

Research method is descriptive analysis to describe the answers or the respondents to the questions in the questionnaire, then distribute them into tables and assess them whether there is the economic potential of benefaction. The techniques of data collection is done by spreading questionnaire to 30 respondents is Muslim Scholars in Medan.

The results shows that the perception of Muslim scholars to benefaction in Medan has economic potential to be increased, so that it can be impacted on the economic aspects of Islam and produce the benefits that accrue from time to time. However, there are barriers and obstacles that can create the potential benefaction can’t be increased. The obstacle comes from the society that are form of lack of public knowledge about endowments, cooperation between wakif and society, human resources and initiatives from nazhir to manage. Another obstacle comes from the government that are form of lack of support from the government (Ministry of Religion) of the benefaction and socialization to the society and the parties related.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wakaf berasal dari kata waqfa yang mempunyai arti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Pengertian menahan atau berhenti atau diam ditempat dalam pengertian wakaf dihubungkan dengan kekayaan (Hasballah, 2003: 1).

Dari pengertian diatas, wakaf dapat dikaitkan dengan dimensi ekonomi. Wakaf mempunyai arti memindahkan harta benda dari yang awalnya hanya sebagai barang konsumsi, menjadi barang produksi dan investasi demi kemaslahatan umat. Selain bertujuan untuk umat, wakaf dapat menjadi sedekah jariyah yang pahalanya tidak akan pernah terputus jika dilakukan hanya untuk mengharapkan keridhaan dari Allah SWT.

Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan wakaf pertama. Hal ini berkaitan dengan Ka’bah sebagai bangunan ibadah pertama kali bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (Terjemahan QS. Ali Imran: 96).

(21)

serta dilestarikan oleh Nabi Muhammad SAW, maka dengan demikian Ka’bah merupakan wakaf pertama yang dikenal manusia dan dimanfaatkan untuk kepentingan agama. Sedangkan menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah, maka wakaf pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS untuk kepentingan agama dan menegakkan tauhid. Ka’bah adalah sebagai tempat peribadatan bagi semua umat. Barulah pada zaman Islam dengan dimulainya masa kenabian Nabi Muhammad SAW didirikan Masjid Quba di Madinah dan dikatakan sebagai wakaf pertama pada zaman Islam tersebut.

Ka’bah merupakan wakaf yang pertama dikenal manusia sejak masa Nabi Adam AS dan Nabi Ibrahim AS. Namun pada masa itu Ka’bah adalah sebagai tempat peribadatan bagi semua umat. Barulah pada zaman Islam dengan dimulainya masa kenabian Muhammad didirikan Masjid Quba di Madinah dan dikatakan sebagai wakaf pertama pada zaman Islam. Jadi Ka’bah memang merupakan wakaf yang pertama dikenal oleh seluruh umat, namun bagi umat Islam, masjid Quba merupakan wakaf pertama yang dibangun pada zaman Islam.

Walaupun terjadi perbedaan pendapat mengenai pembangunan Ka’bah, namun tujuan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Adam AS ataupun Nabi Ibrahim AS adalah demi kepentingan umat sebagai tempat peribadatan. Jelas bahwa Ka’bah menjadi wakaf pertama yangada di dunia yang telah menjadi kiblat umat Muslim dalam ibadah shalat.

(22)

1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)

Merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan, misalnya mewakafkan buku-buku untuk anak-anaknya yang mampu mempergunakan, kemudian diteruskan kepada cucu-cucunya. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf Umum (Khairi)

Merupakan wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan dengan amalan wakaf yang menyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir sampai wakif tersebut telah meninggal. Wakaf umum ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas dan merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang sosial-ekonomi, pendidikan, kebudayaan serta keagamaan.

Selain pembagian diatas, berdasarkan jenis benda yang diwakafkan, wakaf, terdiri atas wakaf bergerak dan wakaf tidak bergerak, sebagaimana ditegaskan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 16 Ayat 1. Wakaf bergerak terdiri atas uang, logam mulia, kendaraan, hak sewa dan hak atas kekayaan intlektual. Wakaf tak bergerak terdiri atas tanah, bangunan atau bagian bangunan, tanaman dan sebagainya.

(23)

luas dan tempatnya sangat stategis mempunyai nilai jual ratusan juta sampai miliaran rupiah sehingga diperlukan nazhir yang professional dalam mengelolah tanah wakaf.

Sejak lama, wakaf sudah sangat populer di kalangan umat Islam, sehingga sebagian lapisan masyarakat berusaha untuk mengetahui dan mengamalkannya. Salah satu hadist mengatakan, apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali tiga hal, diantaranya shadaqah jariyah yang menurut pemahaman terhadapnya adalah wakaf. Wakaf ini disamping bermanfaat secara sosial, juga bermanfaat secara pribadi bagi orang yang mengamalkannya.

Wakaf telah berperan dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat (Uswatun, 2010: 21). Wakaf dalam Islam berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Adanya wakaf di tengah masyarakat bukan hanya bermanfaat bagi orang yang mewakafkan harta bendanya saja, tetapi juga masyarakat luas di sekitarnya. Wakaf yang ada di masyarakat mempunyai dimensi ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masayarakat sekitarnya.

Keberadaan wakaf dalam Islam telah banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, terutama jika wakaf yang dikelola secara baik dapat menambah nilai yang semakin lama semakin bertambah. Konsep yang paling penting dalam hal ini adalah keabadian wakaf akan terjaga, yang ditandai dengan dimanfaatkannya wakaf secara terus-menerus.

(24)

rasa saling tolong-menolong dan ikatan yang kuat dalam masyarakat juga akan timbul dengan adanya instusi-instusi wakaf yang tersebar luas.

Pemanfaatan tanah wakaf yang dilakukan oleh nazhir wakaf secara tepat akan menghasilkan manfaat yang bertambah dari waktu ke waktu. Salah satu manfaatnya adalah pahala yang terus mengalir bagi orang yang mewakafkan hartanya walaupun ia telah meninggal. Untuk itu pengelolaan tanah wakaf merupakan amanah yang besar bagi nazhir wakaf yang tanggung jawabnya bukan hanya kepada umat Islam saja tetapi juga kepada Allah SWT.

Di negara-negara yang memiliki banyak umat Islam, pemanfaatan tanah wakaf cukup baik dan lebih produktif. Seperti di Saudi Arabia, pada tanah wakaf di dekat Masjidil Haram dibangun oleh pemerintah setempat berbagai pasar dan hotel. Di Mesir pemanfaatan tanah wakaf tergolong efektif dan prodiktif karena memberikan dampak positif di berbagai bidang, misalnya bidang pendidikan, investasi dan sosial. Bahkan di Malaysia pemanfaatan tanah wakaf bukan hanya diarahkan untuk pembangunan rumah ibadah atau sekolah tetapi juga untuk sarana yang memnunjang perekonomian masyarakat seperti pasar, SPBU dan perkebunan.

(25)
(26)

Tabel 2.1

Persebaran Ulama dan Mubaligh/ah Kota Medan

No Kecamatan Ulama Mubaligh/ah

1 Medan Kota 5 180

2 Medan Barat 7 105

3 Medan Timur 6 135

4 Medan Baru 8 58

5 Medan Denai 7 145

6 Medan Johor 7 162

7 Medan Petisah 6 47

8 Medan Belawan 3 92

9 Medan Deli 11 170

10 Medan Tuntungan 8 40

11 Medan Marelan 7 189

12 Medan Labuhan 3 202

13 Medan Polonia 5 48

14 Medan Selayang 3 57

15 Medan Sunggal 6 172

16 Medan Area 5 99

17 Medan Tembung 6 196

18 Medan Maimun 5 42

19 Medan Helvetia 7 78

20 Medan Amplas 6 798

21 Medan Perjuangan 6 186

Jumlah 127 3,201

Sumber Data: Kantor Kementrian Agama Kota Medan Tahun 2009

(27)

tanah wakaf ini juga menjadi perhatian para cendikiawan Muslim agar tanah wakaf lebih efektif dan efisien.

Kota Medan yang terdiri atas 21 kecamatan memiliki tanah wakaf yang digunakan untuk melayani berbagai keperluan masyarakat. Keperluan-keperluan masyarakat yang disediakan olah tanah wakaf meliputi tempat peribadatan, pendidikan, kuburan dan kepentingan sosial lainnya dengan rincian sebagaimana tabel di bawah ini

Tabel 2.2

Jumlah Persebaran Tanah Wakaf di Kota Medan

No Kecamatan Jumlah Tanah

Wakaf Sudah Sertifikat Proses Sertifikat

1 Medan Tuntungan 21 10 10

2 Medan Johor 81 42 14

3 Medan Amplas 97 47 18

4 Medan Denai 87 41 46

5 Medan Area 102 80 22

6 Medan Kota 66 35 16

7 Medan Maimun 43 30 0

8 Medan Polonia 20 10 4

9 Medan Baru 17 16 1

10 Medan Selayang 44 17 20

11 Medan Sunggal 63 25 11

12 Medan Helvetia 52 29 12

13 Medan Petisah 45 21 5

14 Medan Barat 65 35 12

15 Medan Timur 75 31 8

16 Medan Perjuangan 77 41 29

17 Medan Tembung 87 61 3

18 Medan Deli 65 30 34

19 Medan Labuhan 61 23 25

20 Medan Marelan 74 33 39

21 Medan Belawan 0 0 0

(28)

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang potensi ekonomi tanah wakaf, diambil dari persepsi cendikiawan Muslim di Kota Medan. Oleh karena itu penulis mengambil penelitian yang berjudul:

“Analisis Persepsi Cendikiawan Muslim Terhadap Peningkatan Potensi

Ekonomi Tanah Wakafdi Kota Medan”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah persepsi cendikiawan Muslim terhadap potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan pada saat ini?

2. Apakah potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan dapat ditingkatkan dalam pandangan cendikiawan Muslim?

3. Hambatan dan kendala apa yang akan dihadapi dalam peningkatan potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:

(29)

2. Untuk memastikan apakah potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan dapat ditingkatkan dalam pandangan cendikiawan Muslim.

3. Untuk mengetahui hambatan dan kendala yang akan dihadapi dalam peningkatan potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran ilmu Ekonomi Islam, khususnya dibidang perwakafan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur ilmiah dalam bidang ekonomi, sehingga dapat dijadikan sebagai penunjang penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat Muslim

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan rekomendasi bagi masyarakat yang akan melakukan wakaf sehingga dapat memperhitungkan nilai ekonomi dari tanah wakaf yang akan ia wakafkan.

(30)

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan proyeksi terhadap pengelolaan tanah wakaf, sehingga berupaya untuk meningkatkan potensi ekonomi jika itu memungkinkan untuk dilakukan.

c. Bagi Cendikiawan Muslim

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk pengambilan keputusan terhadap peningkatan potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan.

d. Bagi Pemerintah

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Sejarah Wakaf

Wakaf telah dikenal pertama sekali pada masa Nabi Adam AS dan Nabi Ibrahim AS dengan didirikannya Ka’bah. Namun pada zaman Islam, wakaf dimulai bersamaan dengan dimulainya masa kenabian Muhammad SAW di Madinah yang ditandai dengan pembangunan Masjid Quba’ (Mundzir, 2000: 6). Masjid Quba’ ini dibangun untuk kepentingan Islam pada saat itu dan untuk menjadi wakaf pertama. Dikatakan sebagai wakaf pertama di zaman Islam, karena pada awal sampai akhir pembangunanya didasarkan atas iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Pembangunan Masjid Quba’ yang menjadiwakaf pertama ini terjadi ketika Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah. Beliau Berada di Quba’ selama empat hari, yaitu Senin, Selasa, Rabu dan Kamis (Al-Mubarakfuri, 2012: 193). Pada keesokan harinya beliau melanjutkan perjalanan ke Madinah bersama dengan rombongan dari utusan Bani An-Najjar.

(32)

maka beliau memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Abu Ayyub dan bersabda, “Disinilah tempat singgah, insya’ Allah.”

Membangun masjid merupakan langkah pertama Rasulullah SAW di Madinah. Tepat di hamparan tanah kosong di depan rumah Abu Ayyub, beliau akan membangun masjid. Tanah kosong yang akan dibangun masjid oleh Rasulullah SAW dimiliki oleh dua anak yatim yang berasal dari Bani An-Najjar.

Setelah membeli tanah kosong tersebut seharga delapan ratus dirham, Rasulullah SAW terjun langsung untuk membangun masjid tersebut dan dibantu oleh para sahabat yang berasal dari kaum Anshar dan Muhajirin. Pada saat memindahkan batu bata dan bebatuan beliau bersabda, “Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.”

Ketika Rasulullah SAW membeli tanah dan menjadikannya untuk membangun masjid, telah jelas bahwa Rasulullah SAW sudah berwakaf. Rasulullah mengetahui bahwa pahala dari wakaf ini sangat besar sehingga mendorong beliau untuk membuat para sahabat tetap semangat dalam pembangunan Masjid Nabawi ini. Kemudian beliau bersabda, “Para pekerja ini bukanlah para pekerja Khaibar. Ini adalah pemilik yang paling baik dan yang paling suci”

(33)

harga pembelian air dengan penduduk setempat. Kemudian Rasulullah SAW pada saat itu menganjurkan pembelian sumur tersebut. Maka Utsman Bin Affan menebusnya walaupun dengan harga mahal.

2.1.2 Pengertian Wakaf

Menurut Kartika (2006: 54), wakaf adalah Al-habs, pengertian mengenai bahasa yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan adalah menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan yang kemudian berkembang menjadi habbasa yang berarti mewakafkan harta karena Allah. Sedangkan kata wakaf itu

sendiri berasal dari kata kerja waqata (fil madi)-yaqifu (fiil mudari)-waqdan (isim masdar), yang mempunyai arti berhenti atau berdiri.

Dalam bahasa arab, kata wakaf ialah waqf dan memiliki sinonim habs. Kedua kata ini merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja wakafa dan habasa. Sedangkan untuk bentuk jamaknya, waqf adalah awqaf dan habs adalah ahbas. Perbedaan penggunaan kata waqf dan habs tergantung pada daerah dan

mahzab yang dianut. Perkataan habs dan ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut mahzab Maliki (Ali, 1988: 80).

(34)

Jika pengertian wakaf adalah menahan (sesuatu), maka apabila dihubungan dengan kekayaan makna wakaf dalam pembahasan ini adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam (Ali, 1988: 80).

Dari pengertian diatas, menunjukan bahwa wakaf berasal dari modal ekonomi yang memiliki potensi untuk dikembangkan manfaatnya, seperti tanah yang telah diwakafkan untuk sebuah pasar tradisional pada masyarakat pedesaan. Dengan adanya pasar tersebut dapat meningkatkan penjualan para petani yang menghasilkan beraneka ragam buah-buahan dan sayur-sayuran ataupun masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang.

Dalam instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 251 ayat 1 menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainya sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan pengertian wakaf di atas, dapat dikatakan bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang sah, suci dan mulia. Selain itu, manfaat dari wakaf dapat digunakan secara terus menerus, untuk itu wakaf juga dikenal sebagai sedekah jariah, yakni ibadah yang meberikan pahala yang mengalir terus walaupun pemberi wakaf telah meninggal.

(35)

tertentu sehingga dapat menyejahterakan umat. Wakaf atau sedekah jariah merupakan ibadah yang mempunyai pahala yang besar,sehingga sangat disayangkan apabila orang yang melakukan wakaf masih ada rasa riya dihatinya ditambah lagi dengan tidak mengharapkan ridha dari Allah SWT.

2.1.3 Dasar Hukum Wakaf

Menurut Suhadi (2002: 18), wakaf sebagai institusi keagamaan menurut Islam bersumber pada Al-Qur’an, As-sunnah dan Fikh Ijtihad. Walaupun di dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas dan tegas tentang wakaf ini, namun beberapa ulama menjadikan beberapa ayat yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada umat manusia di dalam Al-Qur’an sebagai landasan perwakafan. Dasar hukum wakaf yang bersumber dari wakaf As-sunnah atau hadist dijadikan para ulama sebagai pendorong atau keselarasan dari ayat Al-Qur’an tersebut. Begitu pula dengan Fikh Ijtihad yang dikeluarkan oleh para Mujtahidin, yakni orang-orang yang berhak berijtihad untuk mengembangkan fikih tentang wakaf yang berkembang setiap zamannya.

a. Al-Qur’an

Berikut terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar wakaf: 1) Al-Hajj: 77

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan buatlah kebaikan, agar kamu beruntung.”

(36)

Artinya: “Barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau perempuan dan ia beriman, niscaya akan aku beri pahala yang lebih bagus dari apa yang mereka amalkan.”

3) Ali Imran: 92

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”

4) Al-Baqarah: 267

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan kamu akan memicingkan mata pada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji.”

Ayat-ayat diatas yang dijadikan para ulama sebagai dasar hukum wakaf walaupun tidak sebutkan secara tegas, namun anjuran kepada umat muslim untuk berbuat kebajikan kepada sesama umat manusia sangat tegas disebutkan. Kebajikan yang dianjurkan ialah kebajikan melalui harta bahkan harus dengan pengorbanan tertinggi yang ditandai dengan memberikan harta yang paling dicintai untuk kepentingan agama, dengan ini ketaqwaan manusia terhadap Allah SWT dapat diukur melalui apa yang telah ia berikan untuk kepentingan agama. b. Hadist

(37)

Riwayat hadist yang paling terkenal memuat tentang wakaf adalah hadist yang menceritakan wakaf Umar bin Khattab. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim serta teman-temannya dalam kitab “Alaihissalam-Sunan”: “Dari Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Saya mendapat tanah di Khaibar. Kemudian saya mendatangi Rasulullah Shallallahu wa Sallam, maka saya katakan padanya, “Saya mendapat tanah, dan sebelumnya saya tidak pernah mendapatkan sesuatu yang lebih saya sukai dan lebih berharga dari tanah itu, maka apa yang engkau perintahkan pada saya? Beliau bersabda, “Apabila kamu mau, kamu bisa mewakafkan pokoknya dan menyedekahkannya.” Maka Umar pun mewakafkan tanah itu, yang tidak untuk dijual atau diberikan, melainkan hasilnya dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, para tamu dan orang-orang dalam perjalanan. Tidak berdosa bagi yang mengelolanya untuk memakan darinya dengan cara yang baik, bukan untuk menumpuk harta dan memberi makan.”

Hadist yang dijadikan sebagai dasar hukum wakaf berjumlah cukup banyak, hadist-hadist tersebut menceritakan tentang tindakan para sahabat dengan harta yang mereka gunakan untuk kepentingan umat pada saat itu. Wakaf yang mula-mula dilakukan para sahabat pada masa awal Islam adalah dengan mewakafkan tanah, pohon, alat-alat pertanian yang manunjukan pelayanan umat oleh kaum muslim sehingga dapat menimbulkan ketertarikan pada agama Islam kepada orang-orang non muslim pada saat itu.

(38)

2.1.4 Rukun-Rukun Wakaf

Dalam terminologi fikih, rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan

suatu disiplin tertentu atau dengan perkataan lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu dimana ia merupakaan bagian dari sesuatu itu (Kartika, 2006: 59). Keberadaan sebuah rukun dalam sebuah ibadah sangat menentukan sempurna atau tidaknya suatu ibadah yang dilakukan. Sehingga apabila salah satu rukun tidak dilaksanakan berarti salah satu bagian akan hilang dan mengakibatkan tidak terlaksananya suatu ibadah yang dilakukan.

Menurut Kartika (2006: 59) dalam bukunya Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, unsur atau rukun wakaf menurut sebagain besar ulama dan fiqh Islam, ada 6 (enam) rukun atau unsur wakafyang diuraikan di bawah ini.

a. Orang yang berwakaf (Wakif)

Syarat-syarat orang yang mewakafkan atau yang disebut dengan wakifadalah harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik suatu benda tanpa imbangan materil atau persyaratan tertentu, sehingga apabila orang yang telah berwakaf sudah tentu mereka dewasa (baligh), berakal sehat atau tidak gila, tidak di bawah pengampuan atau pembatasan penggunaan harta dan tidak karena terpaksa berbuat. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi:

(39)

Wakif yang berasal dari perseorangan harus merupakan orang yang sudah dewasa dan tidak terhalang melakukan perbuatan hukum serta merupakan pemilik sah dari tanah wakaf. Untuk wakif yang berasal dari organisasi sebelumnya harus memenuhi ketentuan organisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mewakafkan tanah wakafnya yang secara sah milik organisasi serta wakaf yang dikeluarkan harus sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. Demikian juga untuk wakif yang berasal dari badan hukum harus juga sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

b. Benda yang diwakafkan (Mauquf)

Mauquf yang merupakan harta yang diwakafkan dapat diukur melalui nilainya, waktu penggunaannya, dan hak milik yang sah. Menurut Kartika (2007:60), benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1) Benda harus memiliki nilai guna, 2) Benda tetap atau benda bergerak,

3) Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf,

4) Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-tamm) wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf.

(40)

guna lahan dan sebagainya. Harta yang akan diwakafkan harus sah menurut ketentuan syara’, yang berarti tidak dibenarkan menggunakan harta wakaf yang tidak mempunyai nilai dan benda haram, seperti mesin perjudian.

Jenis benda yang dapat diwakafkan menurut bentuknya terbagi atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Pada dasarnya tidak begitu diperhitungkan apakah jenis benda bergerak atau tidak bergerak, yang paling penting dalam wakaf adalah nilai yang terkandung dalam benda tersebut dan manfaatnya yang akan dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, benda wakaf diukur berdasarkan ketahanan manfaat yang digunakan dan dapat dijadikan investasi sebagai modal untuk meningkatkan kesejahteraan.

Dalam wakaf, penentuan benda yang akan diwakafkan harus jelas, terperinci dan dapat dijangkau. Hal ini dimaksudkan agar suatu saat nanti tidak menimbulkan sengketa di tengah masyarakat. Misalnya, ketika ada seseorang hendak mewakafkan tanahnya, maka dia harus menyebutkan dengan jelas tempat tanah yang akan diwakafkan, luas tanah dan kondisi tanah.

(41)

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan bahwa benda tak bergerak yang tergolong dalam jenis harta wakaf terdiri dari:

1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas sebagaimana dimaksud pada huruf a;

3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dari undang-undang diatas terlihat bahwa benda tidak bergerak tidak terbatas hanya tanah saja, namun segala sesuatu yang bersifat tetap yang ada diatasnya. Anggapan di masyarakat menyebutkan bahwa wakaf hanya terbatas benda tak bergerak saja, seperti tanah dan bangunan.

Benda bergerak merupakan harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi dan bersifat dapat dipindahkan serta tidak memiliki tempat yang tetap dan mudah dibawa. Benda-benda bergerak dapat tergolong menjadi

1) uang,

(42)

5) hak atas kekayaan intelektual, 6) hak sewa, dan

7) benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti mushaf, buku dan kitab.

Pada dasarnya yang membedakan antara benda bergerak dengan tidak bergerak terletak pada sifat bendanya. Wakaf hanya menilai objek benda pada manfaat yang dihasilkan dan daya ketahanan yang diberikan. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah potensi yang ada pada wakaf tersebut untuk dapat dinikmati oleh masyarakat dan pengembangan nilai yang ada di dalamnya untuk masa yang akan datang. Cukup banyak kasus yang terjadi seputar nilai wakaf yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang diharapan, sehingga biaya perawatannya sudah melebihi dari pada menfaat yang diperoleh dan hal ini akan menyulitkan para nazhir yang mengelola wakaf tersebut.

c. Penerima Wakaf(Mauquf ‘Alaih)

Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 mengatur tentang peruntukan harta wakaf dalam rangka mencapai tujuan dan fungsinya. Peruntukan harta wakaf yang dimaksudkan dipergunakan untuk sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan serta bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, dan beasiswa. Selain sarana diatas, dipergunakan juga untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan kemajuan kesejahteraan umum lainnya.

(43)

dengan tujuan dan fungsi wakaf. Penyebab yang melatarbelakangi hal ini adalah sikap wakif yang tidak mau repot dengan urusan pengelelolaan wakaf dan ia sudah percaya dengan nazhir.

d. Lafadz Penyerahan Wakaf (Sighat)

Lafadz wakaf atau pernyataan wakaf dapat dilakukan melalui lisan ataupun tulisan. Hal ini dimaksudkan agar penerima wakif dapat memahami dengan benar maksud dan tujuan calon wakif. Selain melalui lisan ataupun tulisan dapat juga dilakukan dengan isyarat saja, namun maksud dan tujuannya harus dapat dipahami, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa di masa yang akan datang.

Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, disebutkan bahwa pernyataan wakaf yang dituangkan dalam suatu akta ikrar wakaf harus memuat:

1) Nama dan identitas wakif, 2) Nama dan identitas nazhir, 3) Data dan keterangan harta wakaf, 4) Peruntukan harta wakaf, dan 5) Jangka waktu wakaf

(44)

Pada saat ikrar wakaf, pernyataan wakif merupakan ijab yang menandai terjadinya wakaf. Pernyataan qabul dari mauquf ‘alaih yakni orang atau orang-orang yang berhak menikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan (Ali, 1988: 87). Peranan hukum dalam wakaf sangatlah penting, hal ini berpengaruh kepada legalitas wakaf tersebut, seperti pembuatan akta wakaf yang bertujuan untuk mengukuhkan status tanah wakaf sehingga tidak ada lagi sengketa di kemudian hari.

Pada kondisi tertentu calon wakif bisa saja tidak hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf yang sudah diagendakan, namun sebagai gantinya calon wakif dapat menunjuk kuasanya malalui surat kuasa. Surat kuasa ini harus diperkuat dengan dua orang saksi yang telah dipilih sebelumnya. Alasan yang menyebabkan calon wakif tidak dapat hadir dalam ikrar wakaf merupakan alasan yang dibenarkan oleh hukum, hal ini dimaksudkan agar calon wakif tidak dapat membatalkan ikrar wakaf sesuka hatinya karena dapat menciderai penerima wakaf.

e. Pengelola Wakaf (Nazhir)

(45)

Menurut Pasal 219 Kompilasi Hukum Islam, syarat yang harus dipenuhi oleh seorang nazhir yaitu, bergama Islam, dewasa, amanah, mampu menyelenggarakan urusan wakaf, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan bertempat tinggal tidak jauh dari tanah wakaf yang ia kelola. Peran nazhir sangat penting dalam pengelolaan tanah wakaf karena untuk mencapai tujuan dari wakaf tersebut diperlukan keahlian dan pengalaman yang dimiliki oleh nazhir wakaf.

Apabila dalam pengelolaan wakaf ditemukan nazhir yang tidak memenuhi maka wakif mempunyai hak untuk menggantikannya dengan orang lain. Calon nazhir baru hendaknya memiliki hubungan kerabat ataupun keluarga agar terjalin prinsip keserasian. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya sengketa dalam pengelolaan wakaf yang dapat menimbulkan citra buruk terhadap pengelolaan wakaf itu sendiri.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, disebutkan bahwa tugas dari nazhir meliputi:

1) Melakukan pengadministrasian harta wakaf,

2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya,

3) Mengawasi dan melindungi harta wakaf,

4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

(46)

pengadilan, ataudibubarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf sangat besar apabila terjadi kesalahan karena kelalaian atau disengaja, maka dapat berususan dengan hukum. Untuk itu wakaf harus mempunyai status hukum, agar apabila terjadi sengketa ataupun permasalahan dapat diselesaikan secara hukum.

f. Ada jangka waktu yang tak terbatas

Dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya, guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan pasal diatas, maka wakaf sementara adalah tidak sah dan wakaf harus bersifat dipisah selama-lamanya dari kepemilikan wakif demi kepentingan ibadah dan keperluan umum lainnya.

(47)

2.1.5 Pengelolaan Tanah Wakaf

Perkembangan dan pembangunan ekonomi syariah yang cukup signifikan memunculkan banyak institusi pembangunan Islam. Institusi wakaf merupakan salah satu institusi pembangunan Islam yang potensial dalam pemberdayaan ekonomi umat. Institusi wakaf merupakan institusi yang telah ada sejak zaman Rasulullah, dan telah memberi sumbangan yang signifikan terhadap kemajuan generasi Islam terdahulu. Sejarah telah membuktikan bahwa di berbagai negara seperti Mesir, Turki, Tunisia, Maroko, Iran, dan lain-lain, institusi wakaf ini telah memberi sumbangan yang signifikan terhadap kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Irsyad Lubis, 2010:75).

(48)

dan Masjid Nabawi dan dibangun sarana dan prasarana ekonomi yang cukup produktif dan memberi sumbangan terhadap kemajuan ekonomi.

2.1.6 Potensi Ekonomi Tanah Wakaf di Kota Medan

Wakaf adalah salah satu lembaga Islam yang potensial untuk dikembangkan, khususnya di negara-negara berkembang (Uswatun Hasanah, 2010: 22). Bagi negara yang sudah memanfaatkan wakaf dengan baik maka wakaf akan dapat dijadikan salah satu pilar ekonomi bagi masyarakat. Konsep pengelolaan wakaf agar menjadi salah satu penyopang perekonomian adalah produktifitas wakaf yang terus berkembang setiap tahunnya.

Kebijakan-kebijakan seperti perubahan harta wakaf, pemindahan harta wakaf, penggabungan harta wakaf, dan sebagainya dianggap masih asing bagi masyarakat, khusunya masyarakat Indonesia walaupun hal ini pernah terjadi dalam sejarah Islam. Oleh karena itu, penting untuk diketahui bahwa wakaf memiliki potensi yang sangat besar untuk menyejahterakan ekonomi dan masyarakat luas.

(49)

2.1.7 Peran Cendikiawan Muslim dalam Masyarakat Islam

Cendikiawan Muslim atau yang disebut juga dengan tokoh agama merupakan orang yang dekat dengan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Peran cendikiawan Muslim tidak hanya dalam hal agama saja, namun juga dalam hal budi perkerti dan ekonomi. Pada aspek ekonomi, para Cendikiawan Muslim dinilai oleh masyarakat sebagai orang yang amanah dalam urusan pengelolaan berbagai jenis harta umat.

Disebutkan dalam ART ICMI Bab I Pasal I, Cendekiawan Muslim didefinisikan sebagai orang Islam yang peduli terhadap lingkungannya, terus menerus meningkatkan kualitas iman dan taqwa, kemampuan berpikir, menggali, memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan keagamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan untuk diamalkan bagi terwujudnya masyarakat madani. Cendikiawan Muslim merupakan orang yang sangat peka terhadap berbagai gejala sosial maupun ekonomi di dalam masyarakat, dengan demikian mereka memiliki ilmu dalam bidang muamalah yang cukup baik serta penerpannya di masyarakat.

(50)

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penilitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini :

1. Afiffudin Mohammed Noor dan Mohd Ridzua Awang (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Istibdal Wakaf di Negeri Kedah Darul Aman.” Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya manfaat terhadap masyarakat dengan adanya kegiatan istibdal wakaf dan meningkatkan nilai dari tanah wakaf.

2. Niam Syahbana (2003) melakukan penelitian yang berjudul “Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf Masjid (Studi Tanah Wakaf Masjid An-Nikmah di Desa Toyoresmi Kec. Gampengrejo Kab. Kediri).” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran nazhir sangat penting dalam pengelelolaan dan pengembangan tanah wakaf serta pendapat para ulama setempat yang paham dengan ilmu perwakafan. Selain itu diperlukan peran aktif masyarakat dalam mengawasi pengelolaannya dan tidak mengesampingkan peraturan undang-undang yang berlaku tentang wakaf. 3. Norma Md Saad, dkk. (2013) melakukan penelitian yang berjudul

(51)
(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Iqbal Hasan dalam bukunya Pokok-Pokok Materi Metode Peneitian dan Aplikasinya, metodologi penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan (metdhos = tata cara). Metode penelitian dilapangan ini sangat mirip dengan prosedur penelitian dan teknik penelitian. Hal ini disebabkan keduanya saling berhubungan sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Metode penelitian membicarakan tentang tata cara pelaksanaan sebuah penelitian, prosedur penelitian membicarakan tentang urutan kerja dari sebuah penelitian, dan teknik penelitian membicarakan tentang perlengkapan yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian, di dalam metode penelitian sudah termasuk prosedur dan teknik penelitian.

3.1 Lokasi Penelitian

(53)

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis persepsi cendikiawan Muslim terhadap peningkatan potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan. Cendikiawan Muslim yang dimintai persepsinya dalam penelitian ini adalah para ulama yang ada di masyarakat. Tanah wakaf di Kota Medan yang menjadi penilaian oleh para ulama adalah tanah wakaf yang memiliki potensi ekonomi yang belum atau sudah dimanfaatkan oleh masyarkat serta tanah wakaf yang tidak memiliki potensi ekonomi yang dapat di tingkatkan.

3.3 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tetentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Iqbal Hasan, 2002: 48). Populasi pada penelitian ini adalah cendikiawan Muslim yang dikhususkan pada para ulama di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Jumlah para ulama di Kota Medan pada tahun 2009 yang bersumber dari Kantor Kementrian Agama Kota Medan sebanyak 127 orang yang tinggal bersama masyarakat.

2. Sampel

(54)

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 responden, hal ini sesuai dengan dasar Central Limit Theory yang mengambil minimal 30 sampel pada penelitian empiris. Central Limit Theory menyatakan bahwa hanya dengan besar sampel yang cukup, maka distribusi dari rata-rata sampel akan mendekati distribusi normal (Diana Chalil, 2014:36). Hal lain yang memperkuat menggunakan teori ini dalam penentuan besar sampel adalah populasi dari penelitian ini yang bersifat homogen, yaitu para ulama di Kota Medan.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, sampel yang diperoleh berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan cara acak dan secara

langsung kepada populasi. Metode ini paling banyak digunakan untuk populasi yang bersifat homogen.

3.4 Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data Primer atau yang disebut juga sebagai data asli atau data baru merupakan data yang dihimpun langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian. Data primer diperoleh melalui jawaban dari kuisioner yang dibagikan kepada para ulama di Kota Medan yang menjadi sampel penelitian.

2. Data Sekunder

(55)

terdiri dari ulama yang diperoleh dari Kementrian Agama Kota Medan dan Dinas Pertanahan Kota Medan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data 1. Kuisioner

Kuisioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan kepada responden terpilih untuk diisi. Kuisioner ini menggunakan skala Likert. Skala Likert di design untuk menilai sejauh mana subjek setuju atau tidak setuju dengan pertanyaan yang diajukan (Erlina, 2011: 51). Skala Likert juga dapat mengukur sikap, pendapat dan persepsi terhadap sebuah fenomena yang diajukan pada kuesioner.

Pada Penelitian ini juga menggunakan Skala Guttman yang terdiri dari jawaban “Ya” atau “Tidak”. Skala ini dihunakan untuk memberikan respon yang tegas dari responden terhadap kemungkinan adanya peningkatan potensi ekonomi tanah wakaf di Kota Medan.

2. Wawancara

(56)

3. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen seperti buku, jurnal, artikel, data-data. Dokumen yang dijadikan sebagai studi kepustakaan berkaitan dengan cendikiawan Muslim, khususnya kepada para ulama dan tanah wakaf di Kota Medan.

3.6 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program pengelolaan data IBM® SPSS®(Statistic Package for The Social Science) Statistics Version 20 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini. Peneliti menggunakan program tersebut dengan alasan menghemat waktu selama analisis data dan keakuratan hasil analisis dapat dipercayai.

3.7 Metode Analisis Data 1. Uji Validitas

(57)

Pengujian validitas ini dilakukan dengan menggunakan IBM® SPSS® (Statistic Package for The Social Science) Statistics Version 20 dengan kriteria

adalah sebagai berikut:

a. Jika rhitung>rtabel, maka pertanyaan dinyatakan valid.

b. Jika rhitung<rtabel, maka pertanyaan dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten (Erlina, 2011: 61). Menurut Sekaran (dalam Erlina, 2011: 61) stabilitas mencakup dua hal utama, yaitu koefisien stabilitas ukuran dan konsistensi internal. Stabilitas ukuran menunjukan kekonsistenan dari sebuah alat ukur dan tidak rentan terhadap situasi apapun pada saat penelitian. Sedangkan konsistensi ukuran merupakan kesamaan antara item-itemdalam ukuran dan harus mampu mengukur konsep yang sama pula.

Dalam penelitian ini reliabilitas diukur menggunakanmetode Alpha Cronbach dengan menggunakan program IBM®SPSS®(Statistic Package for The Social Science) Statistics Version 20. Nilai dari alpha yang diperoleh akan

dibandingkan dengan rtabeldan apabila nilai alphalebih besar maka instrumen

tersebut dapat disebutreliabel.

Indikator pengukuran reliabilitas dengan taraf kepercayaan 95% degan kriteria rhitung<rtabeladalahsebagai berikut:

(58)

c. Reabilitas sedang/cukup, jika 0,40 <rhitung< 0,60

d. Reabilitas tinggi, jika 0,60 <rhitung< 0,80

e. Reabilitas sangat tinggi, jika 0,80 <rhitung< 1,00

3. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan prosedur prosedur statistik untuk menguji generalisasi hasil penelitian yang didasarkan atas satu variabel (M Iqbal Hasan, 2002: 136). Dalam analisis deskriptif menghasilkan kesimpulan dengan cara mengumpulkan data, menganalisis serta menginterpretasikannya. Proses dalam metode analisis deskriptif ini, yaitu dengan cara mendeskripsikan sikap atau jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuisioner, kemudian didistribusikan dalam bentuk table dan grafik, sehingga dapat menggambarkan secara jelas jawaban dari responden secara keseluruhannya.

(59)

3.8 Defenisi Operasional

1. Cendikiawan Muslim adalah sekelompok orang yang memiliki pengetahuan tinggi terhadap ilmu agama Islam dan menjadi rujukan masyarakat dalam berbagai hal. Dalam hal ini cendikiawan Muslim yang dimintai persepsinya terhadap tanah wakaf adalah para ulama yang ada di Kota Medan.

2. Tanah wakaf adalah harta wakaf yang berbentuk aset tetap yaitu tanah yang sudah maupun belum memberikan manfaaat kepada masyarakat di Kota Medan serta terdata pada Dinas Pertanahan Kota Medan.

3. Masyarakat Kota Medan adalah masyarakat yang tercatat sebagai penduduk asli Kota Medan terutama yang beragama Islam.

(60)

3.9 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Persepsi

Cendikiawan Muslim

Potensi Ekonomi

(61)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Kota Medan memiliki persebaran tanah wakaf yang cukup baik. Selain letaknya strategis, tanah wakaf harus sudah memiliki sertifikat. Tanah wakaf tersebut digunakan untuk melayani berbagai kebutuhan masyarakat yaitu meliputi tempat peribadatan, pendidikan, kuburan dan kebuthan social lainnya. Banyak tanah wakaf di Kota Medan belum dikelola secara maksimal sehingga berpotensi untuk ditingkatkan. Potensi ekonomi tanah wakaf akan semakin baik jika peran masyarakat dan cendikiawan Muslim diikutsertakan. Namun, masyarakat dan cendikiawan Muslim di Kota Medan belum maksimal dalam perannya.

Hambatan dan kendala dalam peningkatan potensi wakaf di Kota Medan adalah kurang adanya dukungan dari pemerintah meliputi sosialisasi, administrasi dan pengelolaan, sumber daya manusia dan inisiatif nazhir wakaf untuk mengelola dan kerjasama antara wakif dan masyarakat. Peran pemerintah sangat berpengaruh dalam mengatasi hambatan dan kendala tersebut.

4.2 Statistik Deskriptif

(62)

Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitan ini adalah usia, tingkat pendidikan, suku, pekerjaan dan keterlibatan dalam pengelolaan tanah wakaf. Karakteritik responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Umur

Berdasarkan usia responden terbagi dalam 4 kelompok yaitu umur < 30 tahun, 31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun, 51 – 60 tahun dan > 60 tahun. Data karakteristik responden berdasarkan umur adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Responden Frekuensi Persentasi (%)

< 30 tahun 7 23, 33

31–40 tahun 9 30, 00

41–50 tahun 7 23, 33

51–60 Tahun 5 16, 67

> 60 tahun 2 6, 67

Jumlah 30 100

Data diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden terbanyak adalah kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 9 orang (30, 00%), responden dengan kelompok umur <30 tahun dan 41-50 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 7 orang (23, 33%), responden dengan kelompok umur 51-60 tahun berjumlah 5 orang (16, 67%) dan kelompok umur > 60 tahu sebanyak 2 orang (6, 67%).

(63)

tanah wakaf disekitar akan fungsinya. Selain masih memiliki jiwa muda, responden dengan kelompok umur 31-40 tahun sudah bisa menuntun nazhir dan masyarakat lain dalam pengelolaan tanah wakaf.

Tabel 4.2

Tabulasi Silang Umur Dengan Tingkat Pendidikan Responden

Frekuensi Responden Tingkat Pendidikan Total

1 2 3 4 5

(64)

3. Kolom “3” menunjukkantingkat pendidikan D3 4. Kolom “4” menunjukkantingkat pendidikan S3

5. Kolom “5” menunjukkantingkat pendidikan SMA dan Sederajat

Pada tabel di atas menunjukan bahwa responden dengan umur < 30 tahun terdapat 5 orang dengan tingkat pendidikan S1 dan 2 orang dengan tingkat pendidikan SMA. Selanjutnya responden dengan umur 31 – 40 tahun terdapat 2 orang dengan tingkat pendidikan S1, 3 orang dengan tingkat pendidikan S2, 3 orang dengan tingkat pendidikan S3 dan 1 orang dengan tingkat pendidikan SMA. Lalu pada umur 41 – 50 tahun, dari responden terdapat 1 orang dengan tingkat pendidikan S1, 1 orang dengan tingkat pendidikan S2, 4 orang dengan tingkat pendidikan S3 dan 1 orang dengan tingkat pendidikan SMA. Pada umur 51 – 60 tahun menunjukkan ada 1 orang dengan tingkat pendidikan S1, 2 orang dengan tingkat pendidikan S2, dan 2 orang dengan tingkat pendidikan S3. Dan responden dengan umur > 60 tahun terdapat 1 orang dengan tingkat pendidikan D3 dan 1 orang dengan pendidikan tingkat SMA.

Tabel 4.3

Uji Chi Kuadrat Umur Dengan Tingkat Pendidikan Responden

Uji Chi Kuadrat Nilai Derajat Kebebasan Asymp. Sig. (2-sided)

Chi Kuadrat 30, 815a 16 0, 014

Jumlah Valid 30

(65)

1. Ha : Terdapat hubungan yang signifikan umur dengan tingkat pendidikan responden.

2. Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan umur dengan tingkat pendidikan responden.

Kaidah keputusan:

1. Jikaα = 0, 05 lebih kecil atau sama dengan nilai Asymp.sig (2-sided) atau[α = 0, 05≤Asymp.sig (2-sided)], maka Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Jikaα = 0, 05 lebih besar atau sama dengan nilai Asymp.sig (2-sided) atau[α = 0, 05≥Asymp.sig (2-sided)], maka Ha diterima dan Ho ditolak.

Hasil diatasα = 0, 05 lebih besar dari nilai Asymp.sig (2-sided) atau (0, 05 > 0, 014), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat pendidikan responden.

b. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan responden terbagi dalam 5 kelompok yaitu mulai dari tingkat SMA dan Sederajat, D3, S1, S2 dan S3. Data karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Responden Frekuensi Persentasi (%)

D3 1 3, 33

S1 9 30, 00

S2 6 20, 00

S3 9 30, 00

(66)

Data diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah S1 dan S3 yaitu sebanyak 9 orang (30, 00%), responden dengan tingkat pendidikan S2 sebanyak 6 orang (20, 00%), responden dengan tingkat pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 5 orang (16, 67%), dan responden dengan tingkat pendidikan D3 sebanyak 1 orang (3, 33%).

(67)

Tabel 4.5

Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Dengan Pekerjaan Responden

Frekuensi Responden Pekerjaan Total

1 2 3 4 5 6

1. Pada tabeldiatas, kolom “1” menun jukkan pekerjaan sebagai pegawai negeri

2. Kolom “2” menunjukkan pekerjaan sebagai pegawai swasta

(68)

5. Kolom “5” menunjukkan pekerjaan sebagai mahasiswa 6. Kolom “6” menunjukkan pensiun

Pada tabel di atas menunjukan bahwa responden dengan tingkat pendidikan S1 terdapat 1 orang dengan pekerjaan pegawai negeri, 2 orang dengan pekerjaan pegawai swasta, 4 orang dengan pekerjaan pengajar, 2 orang dengan pekerjaan wirausaha dan 2 orang dengan pekerjaan mahasiswa. Selanjutnya responden dengan tingkat pendidikan S2 terdapat 2 orang dengan pekerjaan pegawai negeri, 3 orang dengan pekerjaan pegawai swasta, 1 orang dengan pekerjaan pengajar, 1 orang dengan pekerjaan wirausaha. Pada tingkat pendidikan D3 hanya ada 1 orang dengan pensiunan. Lalu pada tingkat pendidikan S3, dari responden terdapat 3 orang dengan pekerjaan pegawai negeri, 5 orang dengan pekerjaan pengajar dan 1 orang dengan pensiunan. Dan responden dengan tingkat pendidikan SMA dan sederajat terdapat 1 orang dengan pekerjaan pegawai swasta, 2 orang dengan pekerjaan wirausaha dan 2 orang dengan tingkat pendidikan SMA dan sederajat.

Tabel 4.6

Uji Chi Kuadrat Tingkat Pendidikan Dengan Pekerjaan Responden

Uji Chi Kuadrat Nilai Derajat Kebebasan Asymp. Sig. (2-sided)

Chi Kuadrat 41, 778a 20 0, 003

Jumlah Valid 30

(69)

Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pekerjaan responden.

c. Suku

Berdasarkan suku, maka responden terbagi menjadi 6 kelompok yaitu Suku Jawa, Batak, Aceh, Padang, Madura dan lainnya. Dari hasil kuisioner, diperoleh data karakteristik responden berdasarkan suku sebagai berikut:

Tabel 4.7

Karakterstik Responden Berdasarkan Suku

Suku Responden Frekuensi Persentasi (%)

Jawa 11 36, 67

Batak 7 23, 33

Aceh 1 3, 33

Padang 1 3, 33

Madura 0 0

Melayu 7 23, 33

Sunda 2 6, 67

Thionghoa 1 3, 33

Jumlah 30 100

Data diatas menunjukkan bahwa suku responden terbanyak adalah Suku Jawa yaitu sebanyak 11 orang (36, 67%); suku lainnya sebanyak 10 orang (33, 33%) yang terdiri dari Suku Melayu sebanyak 7 orang, Suku Sunda sebanyak 2 orang, dan Thionghoa sebanyak 1 orang; responden dengan Suku Batak sebanyak 7 orang (23, 33%); serta responden dengan Suku Aceh dan Suku Padang memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 1 orang (3, 33%).

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Tabel 4.1Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.2Tabulasi Silang Umur Dengan Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.4Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan perkembangan fungsi komputer tersebut, penulis mencoba mengangkat masalah ini, yaitu membuat suatu aplikasi Travelling Salesman yang mengumpamakan seorang pegawai dari

The calculated IOPs and EOPs initial values are used with other epipolar geometry constraints to calculate new refined IOPs and EOPs values which can be used to find

Seluruh komponen dalam penyusunan RPP sudah memenuhi komponen minimal sebagimana Permendibud 103 tentang Pembelajaran dan Permendikbud 22 tahun 2016 tentang Standar Proses

The acquired point cloud data was georeferenced to ETRS-TM35FIN coordinate system by integrating the measured laser points, trajectory data and synchronization

Membuka kesempatan keapda masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif..

NRSC has provided the satellite based information on flood affected areas, landslides, damage to roads, damage to structures and damage to forest cover to various

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1