• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

UMUR 6-10 TAHUN DI PANTI ASUHAN

TERIMA KASIH ABADI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

LUQMAN NUR HAKIM

NIM: 090600132

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ii

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2015

Luqman Nur Hakim

Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak

Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

xi + 56 Halaman

Keilitis angularis merupakan suatu keadaan inflamasi yang akut atau kronik

dari kulit yang berdekatan dengan membran mukosa labial sudut mulut, ditandai

dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh eritema. Keilitis

angularis merupakan salah satu manifestasi pada rongga mulut akibat kekurangan

gizi, karena jaringan rongga mulut peka terhadap terjadinya kekurangan gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan terjadinya

keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih

Abadi. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 43 orang dan pemilihan responden dilakukan dengan teknik total sampling. Analisa data menggunakan uji statistik

Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih

Abadi dan hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak

umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, dengan terlebih dahulu

mengumpulkan data univariat dan bivariat. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan

terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak

umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,019) dan terdapat

hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10

tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,022).

(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Januari 2015

Pembimbing Tanda tangan

Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si ...

(4)

iv

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 8 Januari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si

ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp.PM

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunianya

sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti

Asuhan Terima Kasih Abadi”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan

pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala keikhlasan

hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Wilda Hafny

Lubis, drg., M.Si yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberi

bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Nuraida, Keluarga Besar Syamsuar Samir

Rahman, Keluarga Besar Ibunda Ummi Salmah, serta kerabat yang telah memberi

dukungan, perhatian, doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis. Selanjutnya

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di

Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan staf

pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah membimbing dan

(6)

vi

5. Teman-teman penulis yaitu Muhammad Deriansyah, Madarilsyah,

Ardiansyah, Muslim Ridho, Denny Andrian, Rizky Tambunan, Fajri Akbar, Musaf,

Azrai Sirait, Adli Ojan, dan seluruh teman mahasiswa FKG USU.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa materi serta

pembahasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, masyarakat dan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Medan, 8 Januari 2015

Penulis,

...

(Luqman Nur Hakim)

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5

(8)

viii

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Nutrisi ... 6

2.1.1 Gizi Makro ... 6

2.1.1.1 Karbohidrat ... 6

2.1.1.2 Protein ... 6

2.1.2 Gizi Mikro ... 7

2.1.2.1 Mineral ... 7

2.1.2.2 Vitamin ... 8

2.1.2.2.1 Vitamin B ... 8

2.2 Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun ... 9

2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur ... 10

2.2.1.1 Umur 6 Tahun ... 10

2.2.1.2 Umur 7 Tahun ... 11

2.2.1.3 Umur 8 Tahun ... 11

2.2.1.4 Umur 9 Tahun ... 12

2.2.1.5 Umur 10 Tahun ... 12

2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun ... 13

2.4 Status Gizi ... 13

2.4.1 Penilaian Status Gizi ... 14

2.4.1.1 Klinis ... 14

2.4.1.2 Biokimia ... 15

2.4.1.3 Biofisika... ... 15

2.4.1.4 Antropometri ... 15

(9)

ix

2.4.3 Indeks Antropometri... ... 17

2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas ... 18

2.6 Masalah Gizi Kurang ... 19

2.7 Keilitis Angularis... ... 20

2.7.1 Etiologi ... 20

2.7.2 Gambaran Klinis ... 21

2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis... .... 21

2.7.4 Diagnosis ... 23

2.7.5 Perawatan ... 24

2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis... .... 24

2.9 Kerangka Teori... 26

2.10 Kerangka Konsep... ... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Populasi ... ... 28

3.3.2 Sampel ... 28

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29

3.4.1 Variabel Penelitian ... 29

3.4.1.1 Variabel Tergantung ... 29

3.4.1.1.1 Variabel Bebas ... 29

(10)

x

3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali... 29

3.5 Definisi Operasional... 30

3.6 Sarana Penelitian ... 32

3.6.1 Alat dan Bahan ... 32

3.6.2 Formulir Pencatatan ... 32

3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.8 Pengolahan Data... 33

3.9 Analisis Data ... 33

3.9.1 Analisis Univariat ... 33

3.9.2 Analisis Bivariat ... 34

3.10 Etika Penelitian... ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Hasil Analisis Univariat ... 35

4.1.1 Karakteristik Responden ... 35

4.1.2 Penilaian Status Gizi ... 36

4.1.3 Insiden Keilitis Angularis ... 37

4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis ... 38

4.2 Hasil Analisis Bivariat ... 41

4.2.1 Hasil Uji Statistik Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41

(11)

xi

Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun

di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter Pengukuran Lingkar Lengan Atas... 19

2. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

3. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Aba

di Berdasarkan Umur ... 36

4. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dengan Penilaian Lingkar

Lengan Atas ... 36

5. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Penilaian Status Gizi dengan Menggu

nakan IMT ... 37

6. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Insiden Keilitis Angularis ... 38

7. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Tipe Keilitis Angularis ... 38

8. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul

aris ... 39

9. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul

aris pada Masing-Masing Tipe ... 40

10.Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-An

ak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41

11.Hubungan Status Gizi dengan Tipe Keilitis Angularis pada Anak-Anak

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lesi Keilitis Angularis Tipe 1... 22

2. Lesi Keilitis Angularis Tipe 2... 22

3. Lesi Keilitis Angularis Tipe 3... 22

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Persetujuan Etik Penelitian

2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan

4. Lembar Data Demografi dan Pemeriksaan

5. Lembar Data Kondisi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

6. Lembar Pernyataan Penyelesaian Penelitian

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bibir merupakan suatu organ yang berada disekitar rongga mulut yaitu

ekstraoral.1 Bagian yang berwarna merah pada bibir disebut vermilion, pertemuan yang tajam dari vermilion dan kulit dikenal dengan istilah vermilion border, sedangkan aspek lateral dari vermilion yang menghubungkan bibir atas dan bawah disebut sudut mulut.2,3 Struktur sudut mulut merupakan peralihan antara kulit dan mukosa yang dikenal sebagai angulus oris yang sangat peka terhadap radang (keilitis), karena sudut mulut dibasahi oleh saliva dan terus-menerus dihadapkan pada

sejumlah besar mikroba yang beraneka ragam, sehingga daerah tersebut cenderung

menjadi tidak tahan terhadap setiap perubahan dalam kestabilan lingkungan dan

akibatnya timbul keilitis angularis.4

Prevalensi terjadinya keilitis angularis menurut beberapa penelitian

menunjukkan angka yang cukup tinggi, penelitian yang dilakukan di India, dari 1190

pasien yang mengunjungi Departemen Penyakit Mulut, dilaporkan bahwa 41,2%

menderita lesi oral dan 0,58% diantaranya menderita keilitis angularis.5 Penelitian Crivelli et al. mengenai prevalensi lesi oral pada anak sekolah dasar umur 4-13 tahun

di Argentina berdasarkan tingkatan ekonomi, dilaporkan bahwa 1,1% anak sekolah

dasar dengan tingkat ekonomi tinggi menderita keilitis angularis, sedangkan pada anak sekolah dasar dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah ditemukan menderita

keilitis angularis sebanyak 6,5%.6 Penelitian yang dilakukan oleh Blanck et al. di Nepal Tenggara menyatakan 25% dari 463 anak-anak berumur 10-19 tahun menderita

keilitis angularis.7 Penelitian Lubis mengenai hubungan status gizi dengan keilitis angularis di enam panti asuhan kota medan terhadap 200 anak umur 6-12 tahun diperoleh

47% menderita keilitis angularis.8

(16)

mulut, ditandai dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh

eritema.9,10 Keilitis angularis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral pada sudut mulut. Selain itu keilitis angularis dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering

terjadi pada pasien yang memakai gigi palsu, pesawat ortho atau pada anak-anak yang

sering mengences dan yang sering menjilat sudut bibir.11,12 Keilitis angularis dapat mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam melakukan aktivitasnya seperti terasa

sakit bila tertawa, mukosa bibir kering dan pecah-pecah.13 Warnakulasuriya, Samaranayake, dan Peiris dalam penelitiannya menyatakan bahwa 13 dari 49 orang

yang menderita keilitis angularis, mengeluhkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada

sudut mulut pada saat membuka mulut.14

Keilitis angularis bukan penyakit yang membahayakan tetapi merupakan

indikasi adanya defisiensi nutrisi. Karena defisiensi nutrisi menyebabkan timbulnya

manifestasi pada rongga mulut, salah satunya keilitis angularis.13,15 Defisiensi nutrisi yang menimbulkan manifestasi terjadinya keilitis angularis mencakup defisiensi zat

besi, vitamin B, serta asam folat.16

Penelitian Zaidan di Baghdad menunjukkan bahwa dari 82 pasien yang

menderita keilitis angularis, 29 diantaranya mengalami defisiensi zat besi.17 Selain itu, penelitian yang dilakukan Blanck di Nepal menunjukkan bahwa dari 463 anak,

seperempatnya menderita keilitis angularis, dan dari penderita tersebut 85,5%

mengalami penurunan konsentrasi riboflavin.7 Berdasarkan penelitian Bamji di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia 5-13 tahun telah ditunjukkan bahwa di

antara simptom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah keilitis angularis yaitu

41,3%.18

Untuk mengetahui penilaian kurang atau tidaknya nutrisi anak dapat

dilakukan dengan penilaian status gizi. Status gizi merupakan derajat penilaian

kebutuhan gizi anak sesuai dengan umur.19

Penilaian status gizi perlu dilakukan pada anak umur 6-10 tahun, karena

seharusnya pada anak umur 6-10 tahun memiliki perkembangan motorik serta

koordinasi otot yang kuat, bila terjadi hal yang sebaliknya maka dapat diduga adanya

(17)

anak-anak yang berumur 6-10 tahun hanya dapat berpikir bahwa kesalahan yang

mereka kerjakan akan ada hukuman atau akibat yang ditimbulkan berdasarkan tingkat

hukuman dan kesalahan yang dilakukannya, artinya bila mereka berperilaku baik

maka mereka tidak akan mendapatkan hukuman, dan dalam perkembangan anak-anak

umur 6-10 tahun diperlukan peran dari orangtua atau keluarga untuk mengawasi

mereka.21 Bila anak-anak umur 6-10 tahun tidak mendapatkan pengawasan dari orangtua atau keluarga, maka akan berpengaruh pada gizi anak.22

Laporan Depsos RI, Save the Children dan Unicef tahun 2008 menyebutkan, jumlah Panti Asuhan di seluruh Indonesia diperkirakan antara 5.000 sampai dengan

8.000 yang mengasuh sampai 1,4 juta anak. Jumlah ini kemungkinan merupakan

jumlah Panti Asuhan terbesar di seluruh dunia.23 Selain itu, menurut hasil penelitian Kementerian Sosial, Save the Children dan UNICEF pada tahun 2006 dan 2007 terhadap 37 Panti Asuhan di 6 provinsi, 90% anak-anak di Panti Asuhan masih

memiliki kedua orangtua dan dikirim ke Panti Asuhan dengan alasan ingin

melanjutkan pendidikan.24 Data tersebut menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang tidak terlindungi oleh keluarga, dan tidak mendapatkan kasih sayang langsung dari

orangtua kandung mereka, padahal keluarga merupakan lingkungan primer penting

untuk setiap individu, dan merupakan lingkungan dimana hubungan manusia yang

paling intensif dan paling awal terjadi. Makmur Sunusi, Phd, Direktur Jendral

Pelayanan Sosial dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI mengatakan bahwa, keluarga

adalah lingkungan terbaik bagi anak-anak untuk tumbuh dan panti asuhan merupakan

pilihan terakhir.23

Berdasarkan data-data tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10

tahun di salah satu Panti Asuhan di Kota Medan yaitu Panti Asuhan Terima Kasih

Abadi. Selain itu perlu dilakukan identifikasi keilitis angularis, untuk mengetahui

secara spesifik berapa besar jumlah penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe

keilitis angularis, serta hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah yang timbul

yaitu:

1. Bagaimana status gizi pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi?

2. Berapa persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10

tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

3. Berapa prevalensi keilitis angularis sesuai dengan tipe keilitis angularis

pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

4. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis

pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

5. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada

anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirangkum, tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Mengetahui status gizi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi.

2. Mengetahui persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10

tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

3. Mengetahui prevalensi penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe

keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih

Abadi.

4. Mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada

anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

5. Mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis pada

(19)

1.4Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada

anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

2. Terdapat hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada

anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan

bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan antara

status gizi dengan insiden keilitis angularis.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada instansi

kesehatan dan tenaga-tenaga kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas

nutrisi/gizi pada anak-anak terkait dengan insiden keilitis angularis.

3. Dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya dalam melihat

hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis.

1.5.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi tim kesehatan

sehingga tenaga kesehatan dapat mempertahankan gizi yang seimbang pada anak

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nutrisi

Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam

makanan serta merupakan hasil akhir dari semua interaksi antara organisme dan

makanan yang dikonsumsi. Nutrisi atau disebut juga dengan zat gizi memiliki

peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan

rongga mulut pada khususnya, diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara

normal, serta diperlukan dalam perbaikan jaringan.15,25 Nutrisi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi serta pemeliharaan jaringan rongga mulut.15

2.1.1 Gizi Makro

Gizi makro terdiri dari karbohidrat serta protein.26

2.1.1.1 Karbohidrat

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Karbohidrat menyuplai hampir

40% dari total energi tubuh yang digunakan saat istirahat dengan 15-20% digunakan

oleh otot. Selama aktivitas yang dilakukan tidak membutuhkan energi yang besar,

lemak menjadi sumber energi utama, namun ketika aktivitas yang dilakukan

membutuhkan energi besar, karbohidrat digunakan sebagai sumber energi mencapai

50%.26

2.1.1.2 Protein

Protein secara umum dikenal sebagai zat pembangun dan pemicu reaksi

kimiawi. Pengertian protein dalam ranah gizi adalah kelompok makronutrisi berupa

senyawa asam amino yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong

metabolisme. Zat ini tidak bisa dihasilkan sendiri oleh manusia kecuali lewat

(21)

sebagai zat pembangun, protein adalah penyokong berbagai aktifitas organ tubuh dan

metabolisme. Berikut adalah beberapa fungsi utama protein:27

 Protein merupakan sumber energi selain karbohidrat. Selain berfungsi

sebagai asupan energi cadangan, protein juga bisa menjadi asupan energi utama

ketika sedang menjalani diet rendah gula.

 Asam amino merupakan enzim pembangun sehingga sangat baik bagi

olahragawan yang membutuhkan massa otot yang memadai sekaligus mempercepat

proses perbaikan jaringan yang rusak.

 Protein merupakan enzim yang mendorong reaksi kimiawi dalam tubuh,

sehingga fungsinya sangat besar dalam mendorong metabolisme dan kerja jaringan

yang sehat.

 Protein membantu anak-anak dan remaja melalui masa pertumbuhan yang

sehat karena sel-sel tubuh mendapat asupan zat pembangun yang cukup.

Sumber protein terdiri dari dua jenis, yaitu sumber protein nabati dan hewani.

Sumber makanan yang kaya akan protein nabati contohnya adalah kacang-kacangan

(kedelai, kacang mede, kacang hazel, almond, kacang merah, kacang hijau), biji

bunga matahari, jintan dan biji labu. Sumber protein hewani adalah daging merah,

ikan, telur, daging unggas, dan produk susu. Protein juga bisa ditemukan dalam

suplemen tambahan, misalnya minuman serbuk protein yang biasanya dijadikan

menu produk diet atau minuman atlet.27

2.1.2 Gizi mikro

Gizi mikro merupakan zat gizi pendukung yang dibutuhkan oleh tubuh. Gizi

mikro terdiri atas mineral serta vitamin.26

2.1.2.1 Mineral

Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan

dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh

(22)

kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu, metabolisme energi, dan

performa kerja.26

Tembaga memiliki fungsi sebagai metaloenzim (enzim yang terdiri dari unsur

logam dan selalu terisolasi dengan protein. Logam disini berfungsi untuk transfer

elektron) dan bekerja secara berdekatan dengan zat besi dalam metabolisme

oksigen.26

Magnesium memainkan peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, di

antaranya adalah aktivitas fisik seseorang, termasuk di dalamnya neuromuskular,

kardiovaskular, dan fungsi hormonal.26

2.1.2.2 Vitamin

Vitamin merupakan salah satu bentuk gizi mikro. Vitamin adalah sekelompok

komponen organik kompleks dan ditemukan dalam jumlah sedikit dalam tubuh.

Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses

fisiologis dalam tubuh. Salah satu vitamin adalah vitamin B kompleks.26

2.1.2.2.1 Vitamin B

Vitamin B dapat dibedakan antara lain menjadi vitamin B1 yang ditemukan

oleh Williams pada tahun 1936, vitamin B2 yang ditemukan oleh Gyorgy dan Khun

pada tahun 1933, niacin, B6, B7, B11, B12, folat, biotin, dan asam pantotenat. Efek

defisiensi beberapa vitamin ini dapat tercatat selama 2-4 minggu, seringkali

mengurangi kapasitas aktivitas fisik.26,28

Vitamin B1 banyak terdapat pada ragi, kecambah, kulit beras, wortel, hati,

telur, susu, ginjal, margarine, apel, bit, ketimun, kol, dan daging. Fungsi vitamin B1

untuk oksidasi karbohidrat dalam tubuh.29

Vitamin B2 terdapat dalam buah-buahan segar, sayuran, susu, ragi, telur, hati,

mentega, ginjal, otak, saledri, dan kacang-kacangan. Fungsinya untuk membantu

pembebasan energi dari bahan makanan, pertumbuhan, dan mempercepat

pemindahan rangsang sinar ke saraf mata. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan

(23)

Vitamin B3 terdapat pada hati, daging, ragi, kentang, roti, ikan, dan beras.

Fungsi vitamin B3 untuk membantu pembebasan energi dari makanan dan sintesis

hormon. Kekurangan vitamin B3 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan diare.29

Vitamin B6 terdapat pada ikan, hati, daging, dan sayuran. Fungsi vitamin B6

membantu proses metabolisme lemak dan pembuatan darah. Kekurangan vitamin B6

menyebabkan pellagra, anemia, dan obstipasi. 29

Vitamin B7 diperlukan dalam sintesis karbohidrat, pertumbuhan, dan

metabolisme sel. Kekurangan vitamin B7 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan

diare. Vitamin B7 dapat ditemukan pada susu, hati, kedelai, ragi, daun salada,

bawang, nanas, dan bayam.29

Vitamin B11 berperan dalam pembentukan eritrosit. Kekurangan vitamin B11

menyebabkan anemia pernisiosa. Sumber vitamin B11 terutama pada hati, ginjal,

lobak, tomat, bayam, dan selada air.29

Vitamin B12 penting untuk sintesis asam amino dan pembentukan eritrosit.

Kekurangan vitamin B12 menimbulkan anemia pernisiosa, yaitu eritrosit berjumlah

sedikit, rapuh, dan mudah rusak. Vitamin B12 banyak terkandung dalam berbagai

macam bahan makanan, seperti hati, ikan, susu, dan ragi, dan tidak terdapat pada

sayuran. 29

2.2Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun

Anak umur 6-10 tahun lebih mandiri dan aktif secara fisik dibandingkan

anak-anak dibawah umur 6-10 tahun. Anak umur 6-10 tahun juga lebih terlibat

dengan teman-teman dan belajar untuk berpikir dengan cara yang lebih kompleks.30 Perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial terjadi secara bertahap,

tapi perkembangan anak dari satu tahun ke tahun berikutnya dapat meningkat lebih

pesat.30

Perkembangan anak umur 6-10 tahun yaitu sebagai berikut:30 1. Perkembangan Fisik

Kekuatan dan koordinasi otot meningkatkan pesat dalam beberapa tahun ini.

(24)

bola. Beberapa anak bahkan dapat mengembangkan keterampilan dalam kegiatan

yang lebih kompleks, seperti bermain basket atau menari.

2. Perkembangan Intelektual

Pada umur 6-10 tahun, anak berpikir lebih matang dan lebih logis. Anak umur

6-10 tahun secara bertahap menjadi mampu memecahkan suatu masalah atau

membaca situasi. Meskipun pemikiran anak-anak umur 6-10 tahun menjadi lebih

kompleks, anak-anak dalam kelompok umur 6-10 tahun masih berpikir secara

konkret. Ini berarti mereka lebih peduli dengan hal-hal yang "nyata" daripada

khayalan belaka, yaitu sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan indera. Misalnya,

benar-benar menyentuh bulu lembut kelinci lebih bermakna bagi anak daripada

menjelaskan kepada anak tentang bulu lembut kelinci dengan maksud agar anak dapat

membayangkannya.

3. Perkembangan Emosional dan Sosialisasi

Ketika anak-anak masuk sekolah, mereka meninggalkan keamanan rumah dan

keluarga. Anak-anak menjadi pemain di panggung yang lebih besar dari sekolah dan

teman-teman. Di sini, anak-anak belajar beberapa keterampilan. Anak umur 6-10

tahun masih labil, terkadang mereka merasa dewasa dan penuh tanggung jawab atas

tugas-tugas sekolah mereka, dan terkadang menjadi seperti balita yang

kekanak-kanakan, semua itu tergantung situasi dan kondisi di sekitar mereka.

2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur

2.2.1.1 Umur 6 Tahun

Mayoritas anak umur 6 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Pertumbuhan anak sering kali berlangsung dengan cepat, namun secara

keseluruhan laju pertumbuhan biasanya berkisar 4-6 cm setiap tahun.

b. Keterampilan fisik anak berkembang dan mampu bermain dalam

permainan tim yang lebih kompleks, seperti sepakbola.

c. Perkembangan otot-otot kecil berkembang dengan cukup baik, anak

umur 6 tahun biasanya sudah mahir menggunakan gunting dan peralatan kecil lain

(25)

d. Anak umur 6 tahun sudah mulai menegaskan diri, menentukan kesukaan

dan ketidaksukaannya, lalu mengungkapkannya dengan jelas.

e. Anak umur 6 tahun biasanya mengalami masalah kulit dan bibir yang

kering.

2.2.1.2 Umur 7 Tahun

Mayoritas anak umur 7 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Anak umur 7 tahun memiliki energi yang tinggi sehingga membutuhkan

gaya hidup sehat, yaitu pola makan seimbang, banyak berolahraga, dan rutinitas yang

baik.

b. Anak umur 7 tahun menikmati berbagai tantangan yang menguji

ketangkasan serta kekuatan, seperti memanjat.

c. Perubahan-perubahan pada tubuh anak terjadi sangat pesat yang disertai

peningkatan serta ketahanannya.

d. Anak umur 7 tahun sudah mampu berkonsentrasi lebih lama dan berpikir

lebih logis.

e. Anak semakin memahami dan mampu mengontrol emosi.

f. Anak biasanya mengalami masalah nafsu makan.

2.2.1.3Umur 8 Tahun

Mayoritas anak umur 8 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Stamina anak umur 8 tahun semakin menigkat seiring dengan jiwa

kompetitifnya dan ia akan mendapat manfaat yang besar dari berbagai permainan

fisik.

b. Berat badan anak meningkat, dari yang tadinya kurus bisa menjadi lebih

padat.

c. Anak umur 8 tahun terlihat lebih dewasa dan tertib.

d. Anak umur 8 tahun memiliki imajinasi yang luar biasa.

e. Anak umur 8 tahun lebih mandiri dalam sebagian besar perawatan diri,

(26)

2.2.1.4Umur 9 Tahun

Mayoritas anak umur 9 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Anak mulai lebih penasaran tentang tubuh serta seksualitasnya, dan

kesadaran terhadap lawan jenis mulai meningkat. Sebagian besar anak perempuan

mengalami pubertas.

b. Anak memiliki daya pikir yang cukup menonjol, pintar dalam

mengelompokkan segala sesuatu, dan mampu menggunakan buku referensi dengan

keterampilan yang semakin baik.

c. Keterampilan sosial anak semakin maju dan menjadikan anak menjadi

teman yang baik.

d. Anak umur 9 tahun biasanya sudah mampu menjaga kebersihan diri.

2.2.1.5 Umur 10 Tahun

Mayoritas anak umur 10 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31 a. Pubertas pada anak laki-laki mulai berkembang.

b. Anak laki-laki biasanya mengalami penebalan otot, dan kadar lemak

berkurang.

c. Anak-anak pada umur 10 tahun mulai membandingkan diri dengan orang

lain, sehingga sangatlah penting untuk mendorong kesadaran diri guna membangun

rasa menghargai diri sendiri.

d. Anak umur 10 tahun cenderung cerewet dan penuh dengan informasi.

e. Pada umur 10 tahun, anak akan menyadari harga diri serta bakat, dan

merasa menjadi bagian dari keluarga dan teman-teman. Peran anak di antara teman

sebaya juga mulai terbentuk, bisa jadi seorang pemimpin, pelawak, dan sebagainya.

f. Anak umur 10 tahun biasanya mengalami masalah alergi, misalnya alergi

terhadap makanan.

2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun

Secara umum, kebutuhan gizi anak umur 6-10 tahun serupa dengan kebutuhan

(27)

berhubungan dengan kejadian penyakit tertentu seperti penyakit kekurangan energi

dan protein, kekurangan vitamin A, kekurangan garam beryodium, obesita, dan

lain-lain. Oleh sebab itu pemeriksaan terhadap tanda dan gejala suatu penyakit perlu

diperhatikan.32

Pada anak umur 6-10 tahun perlu dibedakan kebutuhan gizi antara anak

laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki-laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga

memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini

biasanya anak perempuan memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia

sebelumnya dikarenakan anak perempuan mengalami masa transisi menuju masa

menstruasi dan pubertas.33

Sarapan pagi bagi anak umur 6-10 tahun sangatlah penting, karena periode ini

penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Untuk

sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari. Dengan mengkonsumsi 2

potong roti dan telur; satu porsi bubur ayam; satu gelas susu dan buah; akan

mendapatkan 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi sebaiknya anak dibekali

dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) misalnya: mie goreng atau roti isi daging. Makan siang biasanya menu makanannya lebih bervariasi

karena waktu tidak terbatas. Makan malam merupakan saat makan yang

menyenangkan karena bisa berkumpul dengan keluarga.33

2.4 Status Gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat

dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan

antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari

luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh

(28)

terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan

individu.37

2.4.1 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang

berisiko atau dengan status kurang.38

Menurut Hartriyanti dan Triyanti, penilaian status gizi bertujuan untuk:39 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status

gizi.

2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari

masing-masing metode yang ada.

3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan,

dan implementasi untuk penilaian status gizi.

Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu klinis, biokimia,

biofisik, dan antropometri.39

2.4.1.1 Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status

gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan defisiensi zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

(superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.40

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini

dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan

salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat

(29)

2.4.1.2 Biokimia

Beberapa tahap perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan

cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Cara ini dapat digunakan untuk

mendeteksi keadaan defisiensi subklinis. Bersifat objektif, bebas dari faktor emosi

dan subjektif lain. Metode ini mampu merefleksikan kadar zat gizi tubuh total atau

besarnya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi sehingga disebut

uji biokimia statis.40

Cara lain untuk mengukur keadaan defisiensi subklinis adalah uji gangguan

fungsional. Uji gangguan fungsional adalah pengukuran perubahan dalam aktivitas

enzim spesifik atau kadar komponen darah spesifik tergantung zat gizi yang

diberikan, pengukuran produksi metabolit abnormal, pengukuran fungsi fisiologi dan

perilaku yang tergantung pada zat gizi spesifik.40

2.4.1.3 Biofisika

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti

kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.40

2.4.1.4 Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi.40

2.4.2 Metode Pengukuran Antropometri

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

(30)

Macam-macam pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat pertumbuhan

adalah sebagai berikut:40 a. Berat badan (BB)

Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral

tulang, untuk menilai status gizi biasanya BB dihubungkan dengan pengukuran lain,

seperti umur dan tinggi badan.

tiga tahun yang sukar untuk berdiri pada waktu pengumpulan data TB.

d. Lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang

digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala kecil).

e. Lingkar dada

Lingkar dada berkembang dengan pesat sampai anak berumur tiga tahun

sehingga bisa digunakan pada anak berusia 2-3 tahun.

f. Lingkar lengan atas (LILA)

Biasa digunakan pada anak balita serta wanita usia subur. Pengukuran LILA

dipilih karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan

data umur untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang tepat.

g. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran TB

dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur

(31)

2.4.3 Indeks Antropometri

Indeks antropometri yaitu sebagai berikut:39,40 1. Berat Badan Menurut Umur (B/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana

keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya

dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut

umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi, mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status

gizi seseorang saat ini.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik

untuk menilai status gizi saat ini.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Masalah kekurangan gizi merupakan masalah yang penting, karena

mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu. Oleh karena itu, pemantauan keadaan

tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan, salah satu cara adalah dengan

(32)

Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menggunakan rumus perhitungan yaitu sebagai

berikut:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

5. Lingkar Lengan Atas Terhadap Umur (LILA/U)

Indeks antropometri ini dapat mengidentifikasikan KEP (kekurangan energi

dan protein) pada balita, membutuhkan alat ukur yang murah dan pengukuran cepat.

2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas

Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada

tujuh urutan pengukuran LILA, yaitu:40 1. Tetapkan posisi bahu dan siku

2. Letakkan pita antara bahu dan siku, lalu tentukan titik tengah lengan

3. Lingkarkan pita LILA pada titik tengah lengan

4. Pita dilingkarkan secara pas sesuai dengan ukuran lengan atas pasien

5. Cara pembacaan skala yang benar

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA yaitu pengukuran

dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita

ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan

dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam

(33)

Parameter dalam pengukuran lingkar lengan atas dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.35

Tabel 1. Parameter pengukuran lingkar lengan atas

Usia

dimana menunjukkan status gizi yang baik. Nilai pada kolom 80% baku, 70% baku,

60% baku menunjukkan status kekurangan gizi. Kolom 80% baku merupakan

kekurangan nutrisi cukup. Kolom 70% baku merupakan kekurangan nutrisi sedang

dan kolom 60% baku merupakan parameter kekurangan nutrisi buruk. Pada setiap

tingkatan status gizi tersebut dibedakan ukuran untuk anak laki-laki dan perempuan.35

2.6 Masalah Gizi Kurang

Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya

persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya

(34)

adekuat atau kurangnya kapasitas dalam metabolisme substrat yang dibutuhkan untuk

fungsi normal bagi tubuh, kesehatan, serta adanya daerah miskin gizi (iodium).37 Pada anak-anak, kekurangan gizi dapat menyebabkan berat badan kurang,

mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambatnya

pertumbuhan, dan perkembangan baik fisik maupun psikomotor dan mental.39

2.7 Keilitis Angularis

Keilitis angularis atau yang dikenal juga dengan perleche adalah inflamasi pada sudut bibir yang dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa.9,16,40 Keilitis angularis berasal dari kata angular yang artinya sudut dan cheilitis yang artinya inflamasi dan fisur pada kulit bibir. Secara medis keilitis angularis dapat diartikan

sebagai reaksi inflamasi pada sudut mulut yang biasanya dimulai di perbatasan

mukokutan dan meluas ke dalam kulit yang ditandai dengan fisur dan kemerahan.41,42

2.7.1 Etiologi

Faktor-faktor etiologi keilitis angularis dapat menjadi penyebab tunggal atau

juga dapat kombinasi. Keilitis angularis sering terjadi dalam keadaan kronis pada

orang tua.

Berikut ini etiologi dari keilitis angularis:16

1. Agen infeksi merupakan penyebab utama. Agen infeksi seperti kandida

atau stafilokokus dapat terisolasi pada 54% lesi keilitis angularis.

Candida albicans merupakan agen infeksi yang sering terisolasi pada

lesi keilitis angularis dan terbawa oleh saliva, serta sering dijumpai pada pengguna

gigi tiruan khususnya pada penyakit denture stomatitis dan beberapa kasus keilitis angularis yang berhubungan dengan alergi dari bahan gigi tiruan.

 Stafilokokus dan streptokokus dapat juga dijumpai pada keilitis

angularis.

2. Faktor mekanis berperan pada pasien dengan edentulus yang tidak

menggunakan gigi tiruan, atau menggunakan gigi tiruan yang tidak adekuat. Sebagai

(35)

bawah di sudut mulut sehingga menciptakan lipatan dan kerutan. Pengkerutan dari

epitel di sudut mulut bisa juga terjadi karena kebiasaan menjilat atau menghisap sudut

mulut.

3. Defisiensi nutrisi (zat besi, vitamin B, dan asam folat) dan defisiensi imun

bisa mendukung terjadinya proliferasi spesies kandida

 Defisiensi nutrisi, berdasarkan penelitian-penelitian yang ada yaitu

defisiensi riboflavin, asam folat, zink, dan malnutrisi protein terlibat dalam terjadinya

keilitis angularis. Keilitis angularis merupakan tanda awal dari anemia atau defisiensi

vitamin seperti vitamin B12.

 Defisiensi imun seperti pada diabetes melitus, sindroma down atau

HIV dapat dijumpai keilitis angularis yang dikaitkan dengan kandidiasis.

4. Kondisi yang tidak umum dimana bibir mengalami pembesaran, seperti

pada penderita orofacial granulomatosis, lebih dari 20% dijumpai kasus keilitis angularis, walaupun spesies kandida jarang ditemukan.

2.7.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinis keilitis angularis berupa kerutan pada epitel komisura.

Kerutan semakin jelas menjadi bentuk fisur yang dalam dan berkembang menjadi

ulserasi, tapi tidak memiliki kecenderungan untuk berdarah, namun dapat terbentuk

krusta. Fisur ini tidak melibatkan permukaan mukosa dari komisura bagian dalam

mulut, tapi berhenti pada mucocutaneous junction (Gambar 1).19,43,44

2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis

Menurut Ohman dkk keilitis angularis dapat dibedakan atas beberapa tipe

yaitu:44

a. Tipe 1: lesi ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut

(36)

Gambar 1. Lesi keilitis angularis tipe 1

b. Tipe 2: lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan lebih

dalam dibandingkan dengan keilitis angularis tipe 1 serta mengikuti lipatan kulit

sudut mulut. Biasanya eritema di sekitar fisur (Gambar 2).

Gambar 2. Lesi keilitis angularis tipe 2

c. Tipe 3: lesi dengan beberapa fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut

kekulit sekitar (Gambar 3).

(37)

d. Tipe 4: lesi tanpa fisur dengan eritema luas pada kulit yang berdekatan

(Gambar 4).

Gambar 4. Lesi keilitis angularis tipe 4

2.7.4 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis

dan pemeriksaan penunjuang.45 Anamnesis berupa evaluasi dari faktor lokal penyebab keilitis angularis dibutuhkan karena perawatan fokus pada penyembuhan

keilitis angularis. Pendekatan pada pasien keilitis angularis dilakukan dengan

hati-hati berupa pencatatan riwayat lengkap mengenai lokasi, durasi, riwayat tentang

adanya kontak pada sudut mulut, faktor yang memperparah terjadinya keilitis

angularis mencakup penggunaan rokok, pemaparan sinar UV, riwayat penggunaan

obat-obatan, adanya masalah imun, riwayat penyakit sistemik, anemia, penyakit pada

saluran pencernaan, pasien dengan riwayat penggunaan ortodonti serta riwayat dental

serta oral hygiene, dan malnutrisi.9

Pemeriksaan klinis harus sejalan dengan pemeriksaan catatan medis untuk

mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan mikrobiologi dengan swab pada ketika sudut mulut dapat membantu.46,47

Pemeriksaan penunjang dengan pengukuran kadar hemoglobin. Keilitis

angularis dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B, untuk mengukur kadar vitamin

(38)

2.7.5 Perawatan

Perawatan keilitis angularis dapat dilakukan setelah menentukan faktor

etiologinya terlebih dahulu. Perawatan keilitis angularis mencakup identifikasi, faktor

etiologi dan menyingkirkan atau mengkoreksi faktor predisposisi. Penyingkiran atau

koreksi faktor predisposisi antara lain memperbaiki kehilangan vertikal dimensi,

mengobati infeksi mikroorganisme oral dengan obat yang tepat, mengkoreksi

gangguan sistemik seperti diabetes dan anemia dan menjaga kebersihan rongga

mulut.43

Keilitis angularis karena infeksi kandida dapat dirawat dengan nistatin atau

amfoterisin B yang diaplikasikan secara topikal. Keilitis angularis karena kandida

dengan keilitis angularis karena stafilokokus sulit untuk dibedakan dan infeksi keilitis

angularis sering merupakan kombinasi dari keduanya. Sehingga dapat digunakan

perawatan kombinasi antibiotik dan antifungal. Krim miconazole 2% efektif melawan kandida dan kokus gram positif. Jika terjadi infeksi kandida pada rongga

mulut, maka keilitis angularis potensial untuk rekuren sehingga dapat diberikan tablet

hisap antifungal bila diperlukan.42,43

2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis

Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak dapat terpenuhi dapat menyebabkan

terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan

protein dalam makanan sehari-hari atau disebut dengan kekurangan energi protein

yang pertama sekali dikenal pada tahun 1920 dan paling sering terjadi di negara yang

sedang berkembang. Anak-anak dengan kekurangan energi protein di negara

manapun menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan anak.8

Pemeriksaaan mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang

keadaan gizi pasien. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan

tanda klinis dari kekurangan gizi, yang mempunyai efek bukan hanya di mulut, tetapi

juga kesehatan secara umum dan fungsi mental.8,33

Kekurangan gizi dapat menimbulkan manifestasi berupa keilitis angularis.

(39)

tahun telah ditunjukkan bahwa diantara simtom defisiensi nutrisi yang paling jelas

adalah keilitis angularis yaitu 41,3%.18 Keilitis angularis karena kekurangan gizi sering dijumpai pada anak-anak yang masih muda pada dekade pertama dan kedua

kehidupan. Terdapat perdebatan tentang penyebab keilitis angularis dan banyak

faktor yang diduga mempengaruhi patogenitas dari keadaan ini, termasuk kekurangan

gizi dan infeksi. Kekurangan gizi dapat karena kekurangan vitamin B2, riboflavin,

vitamin B6, piridoksin, zat besi, asam folat, dan bioti. Kekurangan vitamin B

kompleks lebih sering daripada hanya vitamin B individual.8

Keilitis angularis yang berhubungan dengan kekurangan gizi terjadi secara

bilateral dan biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke

lateral pada kulit sirkum oral sekitar 1-10 mm. Keadaan dasar lesi tersebut lembab

(40)
(41)

2.10 Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel bebas

Variabel tergantung

Variabel terkendali

Status gizi Menderita

keilitis angularis

(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei analitik, yaitu penelitian untuk mengetahui

pengaruh antara variabel independen (status gizi) dengan variabel dependen (keilitis

angularis). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah belah lintang (cross sectional), yaitu observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinnya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat pemeriksaan.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Lokasi penelitian ini

dipilih di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi karena keilitis angularis sering dijumpai

pada anak tingkat ekonomi rendah, sulit untuk memisahkan serta mengumpulkan

anak-anak dengan tingkat ekonomi rendah bila penelitian dilakukan di sekolah,

sedangkan anak-anak di Panti Asuhan sudah jelas memiliki tingkat ekonomi yang

rendah. Waktu penelitian adalah mulai 8 Juli - 21 Juli 2014.

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah anak-anak berumur 6-10 tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi karena berdasarkan survey pendahuluan, anak-anak berumur

6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi banyak menderita keilitis angularis.

Jumlah populasi penelitian adalah 43 orang.

3.3.2 Sampel

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan total

sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana seluruh populasi menjadi

(43)

Sampel penelitian adalah anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

berumur 6-10 tahun yang memenuhi kriteria berikut ini:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh subjek

sehingga dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria

inklusinya adalah:

1. Anak-anak yang berumur 6-10 tahun.

2. Anak-anak yang mendapatkan izin dari pihak panti asuhan dan bersedia

untuk menjadi subjek penelitian.

b. Kriteria Eksklusi.

Kriteria eksklusi adalah hal-hal yang menyebabkan subjek yang telah

memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Anak-anak yang mengalami gangguan mental.

2. Anak-anak yang mengalami cacat fisik berupa kehilangan lengan atau

patah lengan.

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

3.4.1.1 Variabel Tergantung

Keilitis angularis

3.4.1.1.1 Variabel Bebas

Status gizi

3.4.1.1.2 Variabel Terkendali

Umur

3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali

(44)

3.5 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Satuan

Ukur

pada perbatasan mukokutan dan

dapat meluas ke kulit yang

ditandai dengan adanya retakan,

fisur dan kemerahan.44

mengikuti lipatan kulit sudut

mulut. Biasanya eritema

disekitar fisur.44

Keilitis

angularis

Tipe 3

Fisur yang arahnya menyebar

(45)

Variabel

Bebas

Status gizi

Status gizi adalah suatu ukuran

mengenai kondisi tubuh

seseorang yang bisa diketahui

melalui pengukuran

antropometri yaitu lingkar

lengan atas, hasil pengukuran

tersebut ditampilkan dalam

Pengukuran lingkar lengan atas

mencerminkan tumbuh kembang

jaringan lemak dan otot yang

tidak terpengaruh banyak oleh

keadaan cairan tubuh

dengan penilaian Indeks Massa

Tubuh merupakan salah satu

pengukuran antropometri untuk

menilai berat badan yang ideal.40

(46)

3.6 Sarana Penelitian

3.6.1 Alat

1. Sarung tangan

2. Pita meter

3. Alat tulis

4. Alat ukur lingkar lengan atas

5. Alat ukur tinggi badan

6. Masker

7. Timbangan

3.6.2 Formulir Pencatatan

Lembar pemeriksaan ekstra oral dan status gizi.

3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut :

1. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan sifat keikutsertaan dalam penelitian kepada pihak Panti Asuhan dan anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

2. Peneliti meminta izin kepada pihak Panti Asuhan Terima Kasih Abadi untuk melaksanakan penelitian serta untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan (informed consent) dalam penelitian yang dilakukan.

3. Peneliti melakukan pengukuran lingkar lengan atas, kemudian melakukan pemeriksaan ekstra oral pada subjek penelitian untuk mengamati ada tidaknya keilitis angularis.

(47)

3.8. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kemudian diolah dengan

menggunakan cara manual untuk analisis univariat, sedangkan analisis bivariat

dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3.9 Analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini

disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :

1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

berdasarkan jenis kelamin.

1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

berdasarkan umur.

2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas.

3. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian IMT.

4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis.

5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis.

6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis.

7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

(48)

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi.11 Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang berjudul :

Tabulasi silang antara status gizi dengan insiden keilitis angularis dan antara status

gizi dengan tipe keilitis angularis. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji

Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis serta untuk mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis.

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan :

1. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau

nilai p ≤ α (0.05).

2. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel atau

nilai p > α (0.05).

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut :11 1. Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clerance)

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik

penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun

nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta izin pihak panti asuhan Terima Kasih Abadi untuk melakukan

penelitian pada anak-anak panti asuhan. Setelah mendapatkan persetujuan, pihak

panti asuhan dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan subjek penelitian

untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti

karena data yang akan ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi

(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1Hasil Analisis Univariat

4.1.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada bulan 8 Juli-21 Juli 2014 di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 43 orang. Hasil

penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat. Distribusi dan frekuensi

anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan jenis

kelamin terdiri dari 37 orang laki-laki (86,1%) dan 6 orang perempuan (13,9%). Dari

tabel 2 menurut jenis kelamin diketahui bahwa jumlah anak berjenis kelamin laki-laki

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak berjenis kelamin perempuan.

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (%)

Laki-laki 37 86,1

Perempuan 6 13,9

Total 43 100,0

Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

berdasarkan umur terdiri dari 5 orang (11,6%) berumur 6 tahun, 4 orang (9,3%)

berumur 7 tahun, 14 orang (32,6%) berumur 8 tahun, 8 orang (18,6%) berumur 9

tahun, 12 orang (27,9%) berumur 10 tahun. Dari tabel 3 menurut umur diketahui

bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada umur 8 tahun yang

berjumlah 14 orang (32,6%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil

(50)

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

berdasarkan umur

Umur Frekuensi (%)

6 tahun 5 11,6

7 tahun 4 9,3

8 tahun 14 32,6

9 tahun 8 18,6

10 tahun 12 27,9

Total 43 100,0

4.1.2 Penilaian Status Gizi

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas terdiri dari

anak-anak dengan status gizi baik berjumlah 4 orang (9,3%), anak-anak dengan

kekurangan gizi cukup berjumlah 21 orang (41,8%), anak-anak dengan kekurangan

gizi sedang berjumlah 18 orang (41,9%), sedangkan kekurangan gizi buruk tidak

dijumpai. Dari tabel 4 menurut status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas

diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status

kekurangan gizi cukup yang berjumlah 21 orang (48,8%), sedangkan jumlah anak

dengan frekuensi terkecil berada pada status gizi baik yang berjumlah 4 orang (9,3%).

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas

Status gizi (LILA) Frekuensi (%)

Baik 4 9,3

Kekurangan gizi cukup 21 48,8

Kekurangan gizi sedang 18 41,9

Kekurangan gizi buruk 0 0,0

(51)

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan menggunakan IMT terdiri dari status gizi

sangat kurus berjumlah 5 orang (11,6%), status gizi kurus berjumlah 36 orang

(79,1%), status gizi normal berjumlah 4 orang (9,3%), status gizi gemuk dan sangat

gemuk tidak ada. Dari tabel 5 menurut status gizi dengan penilaian IMT diketahui

bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status gizi kurus yang

berjumlah 36 orang (79,1%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil

berada pada status gizi normal yang berjumlah 4 orang (9,3%).

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan penilaian status gizi dengan menggunakan IMT

Status gizi (IMT) Frekuensi (%)

Sangat kurus 5 11,6

Kurus 36 79,1

Normal 4 9,3

Gemuk 0 0,0

Total 43 100,0

4.1.3 Insiden Keilitis Angularis

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis terdiri dari 30 orang yang

menderita keilitis angularis (69,8%) dan 13 orang yang tidak menderita keilitis

angularis (30,2%). Dari tabel 6 menurut insiden keilitis angularis diketahui bahwa

jumlah anak yang menderita keilitis angularis lebih banyak (69,8%) dibandingkan

(52)

Tabel 6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis

Keilitis angularis Frekuensi (%)

Ada 30 69,8

Tidak ada 13 30,2

Total 43 100,0

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis terdiri dari keilitis angularis tipe 1

berjumlah 11 orang (36,7%), keilitis angularis tipe 2 berjumlah 3 orang (10,0%),

keilitis angularis tipe 3 berjumlah 7 orang (23,3%), keilitis angularis tipe 4 berjumlah

9 orang (30,0%). Dari tabel 7 menurut tipe keilitis angularis diketahui bahwa jumlah

anak dengan frekuensi terbesar berada pada keilitis angularis tipe 1 yang berjumlah

11 orang (36,7%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada

keilitis angularis tipe 2 yang berjumlah 3 orang (10,0%).

Tabel 7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis

Tipe keilitis angularis Frekuensi (%)

Tipe 1 11 36,7

Tipe 2 3 10,0

Tipe 3 7 23,3

Tipe 4 9 30,0

Total 30 100,0

4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima

Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis terdiri dari anak-anak dengan

status gizi baik serta memiliki keilitis angularis berjumlah 1 orang (25,0%),

Gambar

Tabel 1. Parameter pengukuran lingkar lengan atas
Gambar 1. Lesi keilitis angularis tipe 1
Gambar 4. Lesi keilitis angularis tipe 4
Tabel 2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN KONSUMSI KALORI HARIAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-12 TAHUN DI PANTI ASUHAN MAMIYAI AL.. ITTIHADIYAH MEDAN

Kesimpulan, ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan prevalensi angular cheilitis pada anak panti asuhan SOS childrens village dan panti asuhan Al-Jamiatul

Bagi institusi Panti Asuhan Darunajah Semarang agar membuat siklus menu makanan untuk anak di panti asuhan supaya makanan anak lebih bervariasi dan dapat mencapai makanan

Laporan Hasil Penelitian ini berjudul “Hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi anak di Panti asuhan Putera Muhammadiyah Jalan Amaliun Medan tahun

Makanan dengan Status Gizi pada anak di Panti Asuhan Putera Muhammadiyah,. Medan”, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan status sosioekonomi, status gizi dengan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak umur 1-2 tahun di

Bagi institusi Panti Asuhan Darunajah Semarang agar membuat siklus menu makanan untuk anak di panti asuhan supaya makanan anak lebih bervariasi dan dapat mencapai makanan

Pelaksanaan pengukuran status gizi dan penyampaian materi mengenai gizi seimbang di Panti Asuhan Tebet Jakarta Selatan ini merupakan kegiatan pengabdian kepada