UMUR 6-10 TAHUN DI PANTI ASUHAN
TERIMA KASIH ABADI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
LUQMAN NUR HAKIM
NIM: 090600132
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ii
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Tahun 2015
Luqman Nur Hakim
Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak
Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
xi + 56 Halaman
Keilitis angularis merupakan suatu keadaan inflamasi yang akut atau kronik
dari kulit yang berdekatan dengan membran mukosa labial sudut mulut, ditandai
dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh eritema. Keilitis
angularis merupakan salah satu manifestasi pada rongga mulut akibat kekurangan
gizi, karena jaringan rongga mulut peka terhadap terjadinya kekurangan gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan terjadinya
keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih
Abadi. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 43 orang dan pemilihan responden dilakukan dengan teknik total sampling. Analisa data menggunakan uji statistik
Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih
Abadi dan hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak
umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, dengan terlebih dahulu
mengumpulkan data univariat dan bivariat. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan
terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak
umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,019) dan terdapat
hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10
tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,022).
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, Januari 2015
Pembimbing Tanda tangan
Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si ...
iv
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 8 Januari 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si
ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp.PM
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunianya
sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti
Asuhan Terima Kasih Abadi”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala keikhlasan
hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Wilda Hafny
Lubis, drg., M.Si yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberi
bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Nuraida, Keluarga Besar Syamsuar Samir
Rahman, Keluarga Besar Ibunda Ummi Salmah, serta kerabat yang telah memberi
dukungan, perhatian, doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan staf
pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah membimbing dan
vi
5. Teman-teman penulis yaitu Muhammad Deriansyah, Madarilsyah,
Ardiansyah, Muslim Ridho, Denny Andrian, Rizky Tambunan, Fajri Akbar, Musaf,
Azrai Sirait, Adli Ojan, dan seluruh teman mahasiswa FKG USU.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa materi serta
pembahasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, masyarakat dan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Medan, 8 Januari 2015
Penulis,
...
(Luqman Nur Hakim)
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5
viii
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Nutrisi ... 6
2.1.1 Gizi Makro ... 6
2.1.1.1 Karbohidrat ... 6
2.1.1.2 Protein ... 6
2.1.2 Gizi Mikro ... 7
2.1.2.1 Mineral ... 7
2.1.2.2 Vitamin ... 8
2.1.2.2.1 Vitamin B ... 8
2.2 Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun ... 9
2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur ... 10
2.2.1.1 Umur 6 Tahun ... 10
2.2.1.2 Umur 7 Tahun ... 11
2.2.1.3 Umur 8 Tahun ... 11
2.2.1.4 Umur 9 Tahun ... 12
2.2.1.5 Umur 10 Tahun ... 12
2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun ... 13
2.4 Status Gizi ... 13
2.4.1 Penilaian Status Gizi ... 14
2.4.1.1 Klinis ... 14
2.4.1.2 Biokimia ... 15
2.4.1.3 Biofisika... ... 15
2.4.1.4 Antropometri ... 15
ix
2.4.3 Indeks Antropometri... ... 17
2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas ... 18
2.6 Masalah Gizi Kurang ... 19
2.7 Keilitis Angularis... ... 20
2.7.1 Etiologi ... 20
2.7.2 Gambaran Klinis ... 21
2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis... .... 21
2.7.4 Diagnosis ... 23
2.7.5 Perawatan ... 24
2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis... .... 24
2.9 Kerangka Teori... 26
2.10 Kerangka Konsep... ... 27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1 Jenis Penelitian ... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.3 Populasi dan Sampel ... 28
3.3.1 Populasi ... ... 28
3.3.2 Sampel ... 28
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29
3.4.1 Variabel Penelitian ... 29
3.4.1.1 Variabel Tergantung ... 29
3.4.1.1.1 Variabel Bebas ... 29
x
3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali... 29
3.5 Definisi Operasional... 30
3.6 Sarana Penelitian ... 32
3.6.1 Alat dan Bahan ... 32
3.6.2 Formulir Pencatatan ... 32
3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 32
3.8 Pengolahan Data... 33
3.9 Analisis Data ... 33
3.9.1 Analisis Univariat ... 33
3.9.2 Analisis Bivariat ... 34
3.10 Etika Penelitian... ... 34
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35
4.1 Hasil Analisis Univariat ... 35
4.1.1 Karakteristik Responden ... 35
4.1.2 Penilaian Status Gizi ... 36
4.1.3 Insiden Keilitis Angularis ... 37
4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis ... 38
4.2 Hasil Analisis Bivariat ... 41
4.2.1 Hasil Uji Statistik Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41
xi
Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun
di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41
BAB 5 PEMBAHASAN ... 43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
6.1 Kesimpulan ... 47
6.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Parameter Pengukuran Lingkar Lengan Atas... 19
2. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35
3. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Aba
di Berdasarkan Umur ... 36
4. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dengan Penilaian Lingkar
Lengan Atas ... 36
5. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Penilaian Status Gizi dengan Menggu
nakan IMT ... 37
6. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Insiden Keilitis Angularis ... 38
7. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Tipe Keilitis Angularis ... 38
8. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul
aris ... 39
9. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul
aris pada Masing-Masing Tipe ... 40
10.Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-An
ak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41
11.Hubungan Status Gizi dengan Tipe Keilitis Angularis pada Anak-Anak
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lesi Keilitis Angularis Tipe 1... 22
2. Lesi Keilitis Angularis Tipe 2... 22
3. Lesi Keilitis Angularis Tipe 3... 22
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar Persetujuan Etik Penelitian
2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian
3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
4. Lembar Data Demografi dan Pemeriksaan
5. Lembar Data Kondisi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
6. Lembar Pernyataan Penyelesaian Penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Bibir merupakan suatu organ yang berada disekitar rongga mulut yaitu
ekstraoral.1 Bagian yang berwarna merah pada bibir disebut vermilion, pertemuan yang tajam dari vermilion dan kulit dikenal dengan istilah vermilion border, sedangkan aspek lateral dari vermilion yang menghubungkan bibir atas dan bawah disebut sudut mulut.2,3 Struktur sudut mulut merupakan peralihan antara kulit dan mukosa yang dikenal sebagai angulus oris yang sangat peka terhadap radang (keilitis), karena sudut mulut dibasahi oleh saliva dan terus-menerus dihadapkan pada
sejumlah besar mikroba yang beraneka ragam, sehingga daerah tersebut cenderung
menjadi tidak tahan terhadap setiap perubahan dalam kestabilan lingkungan dan
akibatnya timbul keilitis angularis.4
Prevalensi terjadinya keilitis angularis menurut beberapa penelitian
menunjukkan angka yang cukup tinggi, penelitian yang dilakukan di India, dari 1190
pasien yang mengunjungi Departemen Penyakit Mulut, dilaporkan bahwa 41,2%
menderita lesi oral dan 0,58% diantaranya menderita keilitis angularis.5 Penelitian Crivelli et al. mengenai prevalensi lesi oral pada anak sekolah dasar umur 4-13 tahun
di Argentina berdasarkan tingkatan ekonomi, dilaporkan bahwa 1,1% anak sekolah
dasar dengan tingkat ekonomi tinggi menderita keilitis angularis, sedangkan pada anak sekolah dasar dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah ditemukan menderita
keilitis angularis sebanyak 6,5%.6 Penelitian yang dilakukan oleh Blanck et al. di Nepal Tenggara menyatakan 25% dari 463 anak-anak berumur 10-19 tahun menderita
keilitis angularis.7 Penelitian Lubis mengenai hubungan status gizi dengan keilitis angularis di enam panti asuhan kota medan terhadap 200 anak umur 6-12 tahun diperoleh
47% menderita keilitis angularis.8
mulut, ditandai dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh
eritema.9,10 Keilitis angularis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral pada sudut mulut. Selain itu keilitis angularis dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering
terjadi pada pasien yang memakai gigi palsu, pesawat ortho atau pada anak-anak yang
sering mengences dan yang sering menjilat sudut bibir.11,12 Keilitis angularis dapat mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam melakukan aktivitasnya seperti terasa
sakit bila tertawa, mukosa bibir kering dan pecah-pecah.13 Warnakulasuriya, Samaranayake, dan Peiris dalam penelitiannya menyatakan bahwa 13 dari 49 orang
yang menderita keilitis angularis, mengeluhkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada
sudut mulut pada saat membuka mulut.14
Keilitis angularis bukan penyakit yang membahayakan tetapi merupakan
indikasi adanya defisiensi nutrisi. Karena defisiensi nutrisi menyebabkan timbulnya
manifestasi pada rongga mulut, salah satunya keilitis angularis.13,15 Defisiensi nutrisi yang menimbulkan manifestasi terjadinya keilitis angularis mencakup defisiensi zat
besi, vitamin B, serta asam folat.16
Penelitian Zaidan di Baghdad menunjukkan bahwa dari 82 pasien yang
menderita keilitis angularis, 29 diantaranya mengalami defisiensi zat besi.17 Selain itu, penelitian yang dilakukan Blanck di Nepal menunjukkan bahwa dari 463 anak,
seperempatnya menderita keilitis angularis, dan dari penderita tersebut 85,5%
mengalami penurunan konsentrasi riboflavin.7 Berdasarkan penelitian Bamji di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia 5-13 tahun telah ditunjukkan bahwa di
antara simptom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah keilitis angularis yaitu
41,3%.18
Untuk mengetahui penilaian kurang atau tidaknya nutrisi anak dapat
dilakukan dengan penilaian status gizi. Status gizi merupakan derajat penilaian
kebutuhan gizi anak sesuai dengan umur.19
Penilaian status gizi perlu dilakukan pada anak umur 6-10 tahun, karena
seharusnya pada anak umur 6-10 tahun memiliki perkembangan motorik serta
koordinasi otot yang kuat, bila terjadi hal yang sebaliknya maka dapat diduga adanya
anak-anak yang berumur 6-10 tahun hanya dapat berpikir bahwa kesalahan yang
mereka kerjakan akan ada hukuman atau akibat yang ditimbulkan berdasarkan tingkat
hukuman dan kesalahan yang dilakukannya, artinya bila mereka berperilaku baik
maka mereka tidak akan mendapatkan hukuman, dan dalam perkembangan anak-anak
umur 6-10 tahun diperlukan peran dari orangtua atau keluarga untuk mengawasi
mereka.21 Bila anak-anak umur 6-10 tahun tidak mendapatkan pengawasan dari orangtua atau keluarga, maka akan berpengaruh pada gizi anak.22
Laporan Depsos RI, Save the Children dan Unicef tahun 2008 menyebutkan, jumlah Panti Asuhan di seluruh Indonesia diperkirakan antara 5.000 sampai dengan
8.000 yang mengasuh sampai 1,4 juta anak. Jumlah ini kemungkinan merupakan
jumlah Panti Asuhan terbesar di seluruh dunia.23 Selain itu, menurut hasil penelitian Kementerian Sosial, Save the Children dan UNICEF pada tahun 2006 dan 2007 terhadap 37 Panti Asuhan di 6 provinsi, 90% anak-anak di Panti Asuhan masih
memiliki kedua orangtua dan dikirim ke Panti Asuhan dengan alasan ingin
melanjutkan pendidikan.24 Data tersebut menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang tidak terlindungi oleh keluarga, dan tidak mendapatkan kasih sayang langsung dari
orangtua kandung mereka, padahal keluarga merupakan lingkungan primer penting
untuk setiap individu, dan merupakan lingkungan dimana hubungan manusia yang
paling intensif dan paling awal terjadi. Makmur Sunusi, Phd, Direktur Jendral
Pelayanan Sosial dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI mengatakan bahwa, keluarga
adalah lingkungan terbaik bagi anak-anak untuk tumbuh dan panti asuhan merupakan
pilihan terakhir.23
Berdasarkan data-data tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10
tahun di salah satu Panti Asuhan di Kota Medan yaitu Panti Asuhan Terima Kasih
Abadi. Selain itu perlu dilakukan identifikasi keilitis angularis, untuk mengetahui
secara spesifik berapa besar jumlah penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe
keilitis angularis, serta hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah yang timbul
yaitu:
1. Bagaimana status gizi pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi?
2. Berapa persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10
tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?
3. Berapa prevalensi keilitis angularis sesuai dengan tipe keilitis angularis
pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?
4. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis
pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?
5. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada
anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirangkum, tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Mengetahui status gizi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi.
2. Mengetahui persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10
tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.
3. Mengetahui prevalensi penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe
keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih
Abadi.
4. Mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada
anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.
5. Mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis pada
1.4Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada
anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.
2. Terdapat hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada
anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan antara
status gizi dengan insiden keilitis angularis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada instansi
kesehatan dan tenaga-tenaga kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas
nutrisi/gizi pada anak-anak terkait dengan insiden keilitis angularis.
3. Dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya dalam melihat
hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis.
1.5.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi tim kesehatan
sehingga tenaga kesehatan dapat mempertahankan gizi yang seimbang pada anak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrisi
Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam
makanan serta merupakan hasil akhir dari semua interaksi antara organisme dan
makanan yang dikonsumsi. Nutrisi atau disebut juga dengan zat gizi memiliki
peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan
rongga mulut pada khususnya, diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara
normal, serta diperlukan dalam perbaikan jaringan.15,25 Nutrisi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi serta pemeliharaan jaringan rongga mulut.15
2.1.1 Gizi Makro
Gizi makro terdiri dari karbohidrat serta protein.26
2.1.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Karbohidrat menyuplai hampir
40% dari total energi tubuh yang digunakan saat istirahat dengan 15-20% digunakan
oleh otot. Selama aktivitas yang dilakukan tidak membutuhkan energi yang besar,
lemak menjadi sumber energi utama, namun ketika aktivitas yang dilakukan
membutuhkan energi besar, karbohidrat digunakan sebagai sumber energi mencapai
50%.26
2.1.1.2 Protein
Protein secara umum dikenal sebagai zat pembangun dan pemicu reaksi
kimiawi. Pengertian protein dalam ranah gizi adalah kelompok makronutrisi berupa
senyawa asam amino yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong
metabolisme. Zat ini tidak bisa dihasilkan sendiri oleh manusia kecuali lewat
sebagai zat pembangun, protein adalah penyokong berbagai aktifitas organ tubuh dan
metabolisme. Berikut adalah beberapa fungsi utama protein:27
Protein merupakan sumber energi selain karbohidrat. Selain berfungsi
sebagai asupan energi cadangan, protein juga bisa menjadi asupan energi utama
ketika sedang menjalani diet rendah gula.
Asam amino merupakan enzim pembangun sehingga sangat baik bagi
olahragawan yang membutuhkan massa otot yang memadai sekaligus mempercepat
proses perbaikan jaringan yang rusak.
Protein merupakan enzim yang mendorong reaksi kimiawi dalam tubuh,
sehingga fungsinya sangat besar dalam mendorong metabolisme dan kerja jaringan
yang sehat.
Protein membantu anak-anak dan remaja melalui masa pertumbuhan yang
sehat karena sel-sel tubuh mendapat asupan zat pembangun yang cukup.
Sumber protein terdiri dari dua jenis, yaitu sumber protein nabati dan hewani.
Sumber makanan yang kaya akan protein nabati contohnya adalah kacang-kacangan
(kedelai, kacang mede, kacang hazel, almond, kacang merah, kacang hijau), biji
bunga matahari, jintan dan biji labu. Sumber protein hewani adalah daging merah,
ikan, telur, daging unggas, dan produk susu. Protein juga bisa ditemukan dalam
suplemen tambahan, misalnya minuman serbuk protein yang biasanya dijadikan
menu produk diet atau minuman atlet.27
2.1.2 Gizi mikro
Gizi mikro merupakan zat gizi pendukung yang dibutuhkan oleh tubuh. Gizi
mikro terdiri atas mineral serta vitamin.26
2.1.2.1 Mineral
Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan
dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh
kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu, metabolisme energi, dan
performa kerja.26
Tembaga memiliki fungsi sebagai metaloenzim (enzim yang terdiri dari unsur
logam dan selalu terisolasi dengan protein. Logam disini berfungsi untuk transfer
elektron) dan bekerja secara berdekatan dengan zat besi dalam metabolisme
oksigen.26
Magnesium memainkan peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, di
antaranya adalah aktivitas fisik seseorang, termasuk di dalamnya neuromuskular,
kardiovaskular, dan fungsi hormonal.26
2.1.2.2 Vitamin
Vitamin merupakan salah satu bentuk gizi mikro. Vitamin adalah sekelompok
komponen organik kompleks dan ditemukan dalam jumlah sedikit dalam tubuh.
Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses
fisiologis dalam tubuh. Salah satu vitamin adalah vitamin B kompleks.26
2.1.2.2.1 Vitamin B
Vitamin B dapat dibedakan antara lain menjadi vitamin B1 yang ditemukan
oleh Williams pada tahun 1936, vitamin B2 yang ditemukan oleh Gyorgy dan Khun
pada tahun 1933, niacin, B6, B7, B11, B12, folat, biotin, dan asam pantotenat. Efek
defisiensi beberapa vitamin ini dapat tercatat selama 2-4 minggu, seringkali
mengurangi kapasitas aktivitas fisik.26,28
Vitamin B1 banyak terdapat pada ragi, kecambah, kulit beras, wortel, hati,
telur, susu, ginjal, margarine, apel, bit, ketimun, kol, dan daging. Fungsi vitamin B1
untuk oksidasi karbohidrat dalam tubuh.29
Vitamin B2 terdapat dalam buah-buahan segar, sayuran, susu, ragi, telur, hati,
mentega, ginjal, otak, saledri, dan kacang-kacangan. Fungsinya untuk membantu
pembebasan energi dari bahan makanan, pertumbuhan, dan mempercepat
pemindahan rangsang sinar ke saraf mata. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan
Vitamin B3 terdapat pada hati, daging, ragi, kentang, roti, ikan, dan beras.
Fungsi vitamin B3 untuk membantu pembebasan energi dari makanan dan sintesis
hormon. Kekurangan vitamin B3 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan diare.29
Vitamin B6 terdapat pada ikan, hati, daging, dan sayuran. Fungsi vitamin B6
membantu proses metabolisme lemak dan pembuatan darah. Kekurangan vitamin B6
menyebabkan pellagra, anemia, dan obstipasi. 29
Vitamin B7 diperlukan dalam sintesis karbohidrat, pertumbuhan, dan
metabolisme sel. Kekurangan vitamin B7 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan
diare. Vitamin B7 dapat ditemukan pada susu, hati, kedelai, ragi, daun salada,
bawang, nanas, dan bayam.29
Vitamin B11 berperan dalam pembentukan eritrosit. Kekurangan vitamin B11
menyebabkan anemia pernisiosa. Sumber vitamin B11 terutama pada hati, ginjal,
lobak, tomat, bayam, dan selada air.29
Vitamin B12 penting untuk sintesis asam amino dan pembentukan eritrosit.
Kekurangan vitamin B12 menimbulkan anemia pernisiosa, yaitu eritrosit berjumlah
sedikit, rapuh, dan mudah rusak. Vitamin B12 banyak terkandung dalam berbagai
macam bahan makanan, seperti hati, ikan, susu, dan ragi, dan tidak terdapat pada
sayuran. 29
2.2Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun
Anak umur 6-10 tahun lebih mandiri dan aktif secara fisik dibandingkan
anak-anak dibawah umur 6-10 tahun. Anak umur 6-10 tahun juga lebih terlibat
dengan teman-teman dan belajar untuk berpikir dengan cara yang lebih kompleks.30 Perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial terjadi secara bertahap,
tapi perkembangan anak dari satu tahun ke tahun berikutnya dapat meningkat lebih
pesat.30
Perkembangan anak umur 6-10 tahun yaitu sebagai berikut:30 1. Perkembangan Fisik
Kekuatan dan koordinasi otot meningkatkan pesat dalam beberapa tahun ini.
bola. Beberapa anak bahkan dapat mengembangkan keterampilan dalam kegiatan
yang lebih kompleks, seperti bermain basket atau menari.
2. Perkembangan Intelektual
Pada umur 6-10 tahun, anak berpikir lebih matang dan lebih logis. Anak umur
6-10 tahun secara bertahap menjadi mampu memecahkan suatu masalah atau
membaca situasi. Meskipun pemikiran anak-anak umur 6-10 tahun menjadi lebih
kompleks, anak-anak dalam kelompok umur 6-10 tahun masih berpikir secara
konkret. Ini berarti mereka lebih peduli dengan hal-hal yang "nyata" daripada
khayalan belaka, yaitu sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan indera. Misalnya,
benar-benar menyentuh bulu lembut kelinci lebih bermakna bagi anak daripada
menjelaskan kepada anak tentang bulu lembut kelinci dengan maksud agar anak dapat
membayangkannya.
3. Perkembangan Emosional dan Sosialisasi
Ketika anak-anak masuk sekolah, mereka meninggalkan keamanan rumah dan
keluarga. Anak-anak menjadi pemain di panggung yang lebih besar dari sekolah dan
teman-teman. Di sini, anak-anak belajar beberapa keterampilan. Anak umur 6-10
tahun masih labil, terkadang mereka merasa dewasa dan penuh tanggung jawab atas
tugas-tugas sekolah mereka, dan terkadang menjadi seperti balita yang
kekanak-kanakan, semua itu tergantung situasi dan kondisi di sekitar mereka.
2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur
2.2.1.1 Umur 6 Tahun
Mayoritas anak umur 6 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31
a. Pertumbuhan anak sering kali berlangsung dengan cepat, namun secara
keseluruhan laju pertumbuhan biasanya berkisar 4-6 cm setiap tahun.
b. Keterampilan fisik anak berkembang dan mampu bermain dalam
permainan tim yang lebih kompleks, seperti sepakbola.
c. Perkembangan otot-otot kecil berkembang dengan cukup baik, anak
umur 6 tahun biasanya sudah mahir menggunakan gunting dan peralatan kecil lain
d. Anak umur 6 tahun sudah mulai menegaskan diri, menentukan kesukaan
dan ketidaksukaannya, lalu mengungkapkannya dengan jelas.
e. Anak umur 6 tahun biasanya mengalami masalah kulit dan bibir yang
kering.
2.2.1.2 Umur 7 Tahun
Mayoritas anak umur 7 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31
a. Anak umur 7 tahun memiliki energi yang tinggi sehingga membutuhkan
gaya hidup sehat, yaitu pola makan seimbang, banyak berolahraga, dan rutinitas yang
baik.
b. Anak umur 7 tahun menikmati berbagai tantangan yang menguji
ketangkasan serta kekuatan, seperti memanjat.
c. Perubahan-perubahan pada tubuh anak terjadi sangat pesat yang disertai
peningkatan serta ketahanannya.
d. Anak umur 7 tahun sudah mampu berkonsentrasi lebih lama dan berpikir
lebih logis.
e. Anak semakin memahami dan mampu mengontrol emosi.
f. Anak biasanya mengalami masalah nafsu makan.
2.2.1.3Umur 8 Tahun
Mayoritas anak umur 8 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31
a. Stamina anak umur 8 tahun semakin menigkat seiring dengan jiwa
kompetitifnya dan ia akan mendapat manfaat yang besar dari berbagai permainan
fisik.
b. Berat badan anak meningkat, dari yang tadinya kurus bisa menjadi lebih
padat.
c. Anak umur 8 tahun terlihat lebih dewasa dan tertib.
d. Anak umur 8 tahun memiliki imajinasi yang luar biasa.
e. Anak umur 8 tahun lebih mandiri dalam sebagian besar perawatan diri,
2.2.1.4Umur 9 Tahun
Mayoritas anak umur 9 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31
a. Anak mulai lebih penasaran tentang tubuh serta seksualitasnya, dan
kesadaran terhadap lawan jenis mulai meningkat. Sebagian besar anak perempuan
mengalami pubertas.
b. Anak memiliki daya pikir yang cukup menonjol, pintar dalam
mengelompokkan segala sesuatu, dan mampu menggunakan buku referensi dengan
keterampilan yang semakin baik.
c. Keterampilan sosial anak semakin maju dan menjadikan anak menjadi
teman yang baik.
d. Anak umur 9 tahun biasanya sudah mampu menjaga kebersihan diri.
2.2.1.5 Umur 10 Tahun
Mayoritas anak umur 10 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31 a. Pubertas pada anak laki-laki mulai berkembang.
b. Anak laki-laki biasanya mengalami penebalan otot, dan kadar lemak
berkurang.
c. Anak-anak pada umur 10 tahun mulai membandingkan diri dengan orang
lain, sehingga sangatlah penting untuk mendorong kesadaran diri guna membangun
rasa menghargai diri sendiri.
d. Anak umur 10 tahun cenderung cerewet dan penuh dengan informasi.
e. Pada umur 10 tahun, anak akan menyadari harga diri serta bakat, dan
merasa menjadi bagian dari keluarga dan teman-teman. Peran anak di antara teman
sebaya juga mulai terbentuk, bisa jadi seorang pemimpin, pelawak, dan sebagainya.
f. Anak umur 10 tahun biasanya mengalami masalah alergi, misalnya alergi
terhadap makanan.
2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun
Secara umum, kebutuhan gizi anak umur 6-10 tahun serupa dengan kebutuhan
berhubungan dengan kejadian penyakit tertentu seperti penyakit kekurangan energi
dan protein, kekurangan vitamin A, kekurangan garam beryodium, obesita, dan
lain-lain. Oleh sebab itu pemeriksaan terhadap tanda dan gejala suatu penyakit perlu
diperhatikan.32
Pada anak umur 6-10 tahun perlu dibedakan kebutuhan gizi antara anak
laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki-laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga
memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini
biasanya anak perempuan memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia
sebelumnya dikarenakan anak perempuan mengalami masa transisi menuju masa
menstruasi dan pubertas.33
Sarapan pagi bagi anak umur 6-10 tahun sangatlah penting, karena periode ini
penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Untuk
sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari. Dengan mengkonsumsi 2
potong roti dan telur; satu porsi bubur ayam; satu gelas susu dan buah; akan
mendapatkan 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi sebaiknya anak dibekali
dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) misalnya: mie goreng atau roti isi daging. Makan siang biasanya menu makanannya lebih bervariasi
karena waktu tidak terbatas. Makan malam merupakan saat makan yang
menyenangkan karena bisa berkumpul dengan keluarga.33
2.4 Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan
antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari
luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh
terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan
individu.37
2.4.1 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang
berisiko atau dengan status kurang.38
Menurut Hartriyanti dan Triyanti, penilaian status gizi bertujuan untuk:39 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status
gizi.
2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari
masing-masing metode yang ada.
3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan,
dan implementasi untuk penilaian status gizi.
Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu klinis, biokimia,
biofisik, dan antropometri.39
2.4.1.1 Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan defisiensi zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.40
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
2.4.1.2 Biokimia
Beberapa tahap perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan
cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Cara ini dapat digunakan untuk
mendeteksi keadaan defisiensi subklinis. Bersifat objektif, bebas dari faktor emosi
dan subjektif lain. Metode ini mampu merefleksikan kadar zat gizi tubuh total atau
besarnya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi sehingga disebut
uji biokimia statis.40
Cara lain untuk mengukur keadaan defisiensi subklinis adalah uji gangguan
fungsional. Uji gangguan fungsional adalah pengukuran perubahan dalam aktivitas
enzim spesifik atau kadar komponen darah spesifik tergantung zat gizi yang
diberikan, pengukuran produksi metabolit abnormal, pengukuran fungsi fisiologi dan
perilaku yang tergantung pada zat gizi spesifik.40
2.4.1.3 Biofisika
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.40
2.4.1.4 Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.40
2.4.2 Metode Pengukuran Antropometri
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
Macam-macam pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat pertumbuhan
adalah sebagai berikut:40 a. Berat badan (BB)
Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral
tulang, untuk menilai status gizi biasanya BB dihubungkan dengan pengukuran lain,
seperti umur dan tinggi badan.
tiga tahun yang sukar untuk berdiri pada waktu pengumpulan data TB.
d. Lingkar kepala
Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang
digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala kecil).
e. Lingkar dada
Lingkar dada berkembang dengan pesat sampai anak berumur tiga tahun
sehingga bisa digunakan pada anak berusia 2-3 tahun.
f. Lingkar lengan atas (LILA)
Biasa digunakan pada anak balita serta wanita usia subur. Pengukuran LILA
dipilih karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan
data umur untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang tepat.
g. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran TB
dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
2.4.3 Indeks Antropometri
Indeks antropometri yaitu sebagai berikut:39,40 1. Berat Badan Menurut Umur (B/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya
dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu
dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut
umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi, mengingat
karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status
gizi seseorang saat ini.
2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik
untuk menilai status gizi saat ini.
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Masalah kekurangan gizi merupakan masalah yang penting, karena
mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu. Oleh karena itu, pemantauan keadaan
tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan, salah satu cara adalah dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menggunakan rumus perhitungan yaitu sebagai
berikut:
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
5. Lingkar Lengan Atas Terhadap Umur (LILA/U)
Indeks antropometri ini dapat mengidentifikasikan KEP (kekurangan energi
dan protein) pada balita, membutuhkan alat ukur yang murah dan pengukuran cepat.
2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas
Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada
tujuh urutan pengukuran LILA, yaitu:40 1. Tetapkan posisi bahu dan siku
2. Letakkan pita antara bahu dan siku, lalu tentukan titik tengah lengan
3. Lingkarkan pita LILA pada titik tengah lengan
4. Pita dilingkarkan secara pas sesuai dengan ukuran lengan atas pasien
5. Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA yaitu pengukuran
dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita
ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan
dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam
Parameter dalam pengukuran lingkar lengan atas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.35
Tabel 1. Parameter pengukuran lingkar lengan atas
Usia
dimana menunjukkan status gizi yang baik. Nilai pada kolom 80% baku, 70% baku,
60% baku menunjukkan status kekurangan gizi. Kolom 80% baku merupakan
kekurangan nutrisi cukup. Kolom 70% baku merupakan kekurangan nutrisi sedang
dan kolom 60% baku merupakan parameter kekurangan nutrisi buruk. Pada setiap
tingkatan status gizi tersebut dibedakan ukuran untuk anak laki-laki dan perempuan.35
2.6 Masalah Gizi Kurang
Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya
adekuat atau kurangnya kapasitas dalam metabolisme substrat yang dibutuhkan untuk
fungsi normal bagi tubuh, kesehatan, serta adanya daerah miskin gizi (iodium).37 Pada anak-anak, kekurangan gizi dapat menyebabkan berat badan kurang,
mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambatnya
pertumbuhan, dan perkembangan baik fisik maupun psikomotor dan mental.39
2.7 Keilitis Angularis
Keilitis angularis atau yang dikenal juga dengan perleche adalah inflamasi pada sudut bibir yang dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa.9,16,40 Keilitis angularis berasal dari kata angular yang artinya sudut dan cheilitis yang artinya inflamasi dan fisur pada kulit bibir. Secara medis keilitis angularis dapat diartikan
sebagai reaksi inflamasi pada sudut mulut yang biasanya dimulai di perbatasan
mukokutan dan meluas ke dalam kulit yang ditandai dengan fisur dan kemerahan.41,42
2.7.1 Etiologi
Faktor-faktor etiologi keilitis angularis dapat menjadi penyebab tunggal atau
juga dapat kombinasi. Keilitis angularis sering terjadi dalam keadaan kronis pada
orang tua.
Berikut ini etiologi dari keilitis angularis:16
1. Agen infeksi merupakan penyebab utama. Agen infeksi seperti kandida
atau stafilokokus dapat terisolasi pada 54% lesi keilitis angularis.
Candida albicans merupakan agen infeksi yang sering terisolasi pada
lesi keilitis angularis dan terbawa oleh saliva, serta sering dijumpai pada pengguna
gigi tiruan khususnya pada penyakit denture stomatitis dan beberapa kasus keilitis angularis yang berhubungan dengan alergi dari bahan gigi tiruan.
Stafilokokus dan streptokokus dapat juga dijumpai pada keilitis
angularis.
2. Faktor mekanis berperan pada pasien dengan edentulus yang tidak
menggunakan gigi tiruan, atau menggunakan gigi tiruan yang tidak adekuat. Sebagai
bawah di sudut mulut sehingga menciptakan lipatan dan kerutan. Pengkerutan dari
epitel di sudut mulut bisa juga terjadi karena kebiasaan menjilat atau menghisap sudut
mulut.
3. Defisiensi nutrisi (zat besi, vitamin B, dan asam folat) dan defisiensi imun
bisa mendukung terjadinya proliferasi spesies kandida
Defisiensi nutrisi, berdasarkan penelitian-penelitian yang ada yaitu
defisiensi riboflavin, asam folat, zink, dan malnutrisi protein terlibat dalam terjadinya
keilitis angularis. Keilitis angularis merupakan tanda awal dari anemia atau defisiensi
vitamin seperti vitamin B12.
Defisiensi imun seperti pada diabetes melitus, sindroma down atau
HIV dapat dijumpai keilitis angularis yang dikaitkan dengan kandidiasis.
4. Kondisi yang tidak umum dimana bibir mengalami pembesaran, seperti
pada penderita orofacial granulomatosis, lebih dari 20% dijumpai kasus keilitis angularis, walaupun spesies kandida jarang ditemukan.
2.7.2 Gambaran Klinis
Gambaran klinis keilitis angularis berupa kerutan pada epitel komisura.
Kerutan semakin jelas menjadi bentuk fisur yang dalam dan berkembang menjadi
ulserasi, tapi tidak memiliki kecenderungan untuk berdarah, namun dapat terbentuk
krusta. Fisur ini tidak melibatkan permukaan mukosa dari komisura bagian dalam
mulut, tapi berhenti pada mucocutaneous junction (Gambar 1).19,43,44
2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis
Menurut Ohman dkk keilitis angularis dapat dibedakan atas beberapa tipe
yaitu:44
a. Tipe 1: lesi ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut
Gambar 1. Lesi keilitis angularis tipe 1
b. Tipe 2: lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan lebih
dalam dibandingkan dengan keilitis angularis tipe 1 serta mengikuti lipatan kulit
sudut mulut. Biasanya eritema di sekitar fisur (Gambar 2).
Gambar 2. Lesi keilitis angularis tipe 2
c. Tipe 3: lesi dengan beberapa fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut
kekulit sekitar (Gambar 3).
d. Tipe 4: lesi tanpa fisur dengan eritema luas pada kulit yang berdekatan
(Gambar 4).
Gambar 4. Lesi keilitis angularis tipe 4
2.7.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjuang.45 Anamnesis berupa evaluasi dari faktor lokal penyebab keilitis angularis dibutuhkan karena perawatan fokus pada penyembuhan
keilitis angularis. Pendekatan pada pasien keilitis angularis dilakukan dengan
hati-hati berupa pencatatan riwayat lengkap mengenai lokasi, durasi, riwayat tentang
adanya kontak pada sudut mulut, faktor yang memperparah terjadinya keilitis
angularis mencakup penggunaan rokok, pemaparan sinar UV, riwayat penggunaan
obat-obatan, adanya masalah imun, riwayat penyakit sistemik, anemia, penyakit pada
saluran pencernaan, pasien dengan riwayat penggunaan ortodonti serta riwayat dental
serta oral hygiene, dan malnutrisi.9
Pemeriksaan klinis harus sejalan dengan pemeriksaan catatan medis untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan mikrobiologi dengan swab pada ketika sudut mulut dapat membantu.46,47
Pemeriksaan penunjang dengan pengukuran kadar hemoglobin. Keilitis
angularis dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B, untuk mengukur kadar vitamin
2.7.5 Perawatan
Perawatan keilitis angularis dapat dilakukan setelah menentukan faktor
etiologinya terlebih dahulu. Perawatan keilitis angularis mencakup identifikasi, faktor
etiologi dan menyingkirkan atau mengkoreksi faktor predisposisi. Penyingkiran atau
koreksi faktor predisposisi antara lain memperbaiki kehilangan vertikal dimensi,
mengobati infeksi mikroorganisme oral dengan obat yang tepat, mengkoreksi
gangguan sistemik seperti diabetes dan anemia dan menjaga kebersihan rongga
mulut.43
Keilitis angularis karena infeksi kandida dapat dirawat dengan nistatin atau
amfoterisin B yang diaplikasikan secara topikal. Keilitis angularis karena kandida
dengan keilitis angularis karena stafilokokus sulit untuk dibedakan dan infeksi keilitis
angularis sering merupakan kombinasi dari keduanya. Sehingga dapat digunakan
perawatan kombinasi antibiotik dan antifungal. Krim miconazole 2% efektif melawan kandida dan kokus gram positif. Jika terjadi infeksi kandida pada rongga
mulut, maka keilitis angularis potensial untuk rekuren sehingga dapat diberikan tablet
hisap antifungal bila diperlukan.42,43
2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis
Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak dapat terpenuhi dapat menyebabkan
terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari atau disebut dengan kekurangan energi protein
yang pertama sekali dikenal pada tahun 1920 dan paling sering terjadi di negara yang
sedang berkembang. Anak-anak dengan kekurangan energi protein di negara
manapun menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan anak.8
Pemeriksaaan mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang
keadaan gizi pasien. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan
tanda klinis dari kekurangan gizi, yang mempunyai efek bukan hanya di mulut, tetapi
juga kesehatan secara umum dan fungsi mental.8,33
Kekurangan gizi dapat menimbulkan manifestasi berupa keilitis angularis.
tahun telah ditunjukkan bahwa diantara simtom defisiensi nutrisi yang paling jelas
adalah keilitis angularis yaitu 41,3%.18 Keilitis angularis karena kekurangan gizi sering dijumpai pada anak-anak yang masih muda pada dekade pertama dan kedua
kehidupan. Terdapat perdebatan tentang penyebab keilitis angularis dan banyak
faktor yang diduga mempengaruhi patogenitas dari keadaan ini, termasuk kekurangan
gizi dan infeksi. Kekurangan gizi dapat karena kekurangan vitamin B2, riboflavin,
vitamin B6, piridoksin, zat besi, asam folat, dan bioti. Kekurangan vitamin B
kompleks lebih sering daripada hanya vitamin B individual.8
Keilitis angularis yang berhubungan dengan kekurangan gizi terjadi secara
bilateral dan biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke
lateral pada kulit sirkum oral sekitar 1-10 mm. Keadaan dasar lesi tersebut lembab
2.10 Kerangka Konsep
Keterangan:
Variabel bebas
Variabel tergantung
Variabel terkendali
Status gizi Menderita
keilitis angularis
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah survei analitik, yaitu penelitian untuk mengetahui
pengaruh antara variabel independen (status gizi) dengan variabel dependen (keilitis
angularis). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah belah lintang (cross sectional), yaitu observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinnya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat pemeriksaan.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Lokasi penelitian ini
dipilih di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi karena keilitis angularis sering dijumpai
pada anak tingkat ekonomi rendah, sulit untuk memisahkan serta mengumpulkan
anak-anak dengan tingkat ekonomi rendah bila penelitian dilakukan di sekolah,
sedangkan anak-anak di Panti Asuhan sudah jelas memiliki tingkat ekonomi yang
rendah. Waktu penelitian adalah mulai 8 Juli - 21 Juli 2014.
3.3Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah anak-anak berumur 6-10 tahun di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi karena berdasarkan survey pendahuluan, anak-anak berumur
6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi banyak menderita keilitis angularis.
Jumlah populasi penelitian adalah 43 orang.
3.3.2 Sampel
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan total
sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana seluruh populasi menjadi
Sampel penelitian adalah anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
berumur 6-10 tahun yang memenuhi kriteria berikut ini:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh subjek
sehingga dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria
inklusinya adalah:
1. Anak-anak yang berumur 6-10 tahun.
2. Anak-anak yang mendapatkan izin dari pihak panti asuhan dan bersedia
untuk menjadi subjek penelitian.
b. Kriteria Eksklusi.
Kriteria eksklusi adalah hal-hal yang menyebabkan subjek yang telah
memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Anak-anak yang mengalami gangguan mental.
2. Anak-anak yang mengalami cacat fisik berupa kehilangan lengan atau
patah lengan.
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
3.4.1.1 Variabel Tergantung
Keilitis angularis
3.4.1.1.1 Variabel Bebas
Status gizi
3.4.1.1.2 Variabel Terkendali
Umur
3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali
3.5 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Satuan
Ukur
pada perbatasan mukokutan dan
dapat meluas ke kulit yang
ditandai dengan adanya retakan,
fisur dan kemerahan.44
mengikuti lipatan kulit sudut
mulut. Biasanya eritema
disekitar fisur.44
Keilitis
angularis
Tipe 3
Fisur yang arahnya menyebar
Variabel
Bebas
Status gizi
Status gizi adalah suatu ukuran
mengenai kondisi tubuh
seseorang yang bisa diketahui
melalui pengukuran
antropometri yaitu lingkar
lengan atas, hasil pengukuran
tersebut ditampilkan dalam
Pengukuran lingkar lengan atas
mencerminkan tumbuh kembang
jaringan lemak dan otot yang
tidak terpengaruh banyak oleh
keadaan cairan tubuh
dengan penilaian Indeks Massa
Tubuh merupakan salah satu
pengukuran antropometri untuk
menilai berat badan yang ideal.40
3.6 Sarana Penelitian
3.6.1 Alat
1. Sarung tangan
2. Pita meter
3. Alat tulis
4. Alat ukur lingkar lengan atas
5. Alat ukur tinggi badan
6. Masker
7. Timbangan
3.6.2 Formulir Pencatatan
Lembar pemeriksaan ekstra oral dan status gizi.
3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan sifat keikutsertaan dalam penelitian kepada pihak Panti Asuhan dan anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.
2. Peneliti meminta izin kepada pihak Panti Asuhan Terima Kasih Abadi untuk melaksanakan penelitian serta untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan (informed consent) dalam penelitian yang dilakukan.
3. Peneliti melakukan pengukuran lingkar lengan atas, kemudian melakukan pemeriksaan ekstra oral pada subjek penelitian untuk mengamati ada tidaknya keilitis angularis.
3.8. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kemudian diolah dengan
menggunakan cara manual untuk analisis univariat, sedangkan analisis bivariat
dilakukan dengan sistem komputerisasi.
3.9 Analisis Data
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini
disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :
1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
berdasarkan jenis kelamin.
1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
berdasarkan umur.
2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas.
3. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian IMT.
4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis.
5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis.
6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis.
7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi.11 Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang berjudul :
Tabulasi silang antara status gizi dengan insiden keilitis angularis dan antara status
gizi dengan tipe keilitis angularis. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji
Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis serta untuk mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis.
Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan :
1. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau
nilai p ≤ α (0.05).
2. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel atau
nilai p > α (0.05).
3.10 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut :11 1. Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clerance)
Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik
penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun
nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti meminta izin pihak panti asuhan Terima Kasih Abadi untuk melakukan
penelitian pada anak-anak panti asuhan. Setelah mendapatkan persetujuan, pihak
panti asuhan dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan subjek penelitian
untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti
karena data yang akan ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1Hasil Analisis Univariat
4.1.1 Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada bulan 8 Juli-21 Juli 2014 di Panti Asuhan
Terima Kasih Abadi. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 43 orang. Hasil
penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat. Distribusi dan frekuensi
anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan jenis
kelamin terdiri dari 37 orang laki-laki (86,1%) dan 6 orang perempuan (13,9%). Dari
tabel 2 menurut jenis kelamin diketahui bahwa jumlah anak berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak berjenis kelamin perempuan.
Tabel 2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Frekuensi (%)
Laki-laki 37 86,1
Perempuan 6 13,9
Total 43 100,0
Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
berdasarkan umur terdiri dari 5 orang (11,6%) berumur 6 tahun, 4 orang (9,3%)
berumur 7 tahun, 14 orang (32,6%) berumur 8 tahun, 8 orang (18,6%) berumur 9
tahun, 12 orang (27,9%) berumur 10 tahun. Dari tabel 3 menurut umur diketahui
bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada umur 8 tahun yang
berjumlah 14 orang (32,6%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil
Tabel 3. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi
berdasarkan umur
Umur Frekuensi (%)
6 tahun 5 11,6
7 tahun 4 9,3
8 tahun 14 32,6
9 tahun 8 18,6
10 tahun 12 27,9
Total 43 100,0
4.1.2 Penilaian Status Gizi
Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas terdiri dari
anak-anak dengan status gizi baik berjumlah 4 orang (9,3%), anak-anak dengan
kekurangan gizi cukup berjumlah 21 orang (41,8%), anak-anak dengan kekurangan
gizi sedang berjumlah 18 orang (41,9%), sedangkan kekurangan gizi buruk tidak
dijumpai. Dari tabel 4 menurut status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas
diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status
kekurangan gizi cukup yang berjumlah 21 orang (48,8%), sedangkan jumlah anak
dengan frekuensi terkecil berada pada status gizi baik yang berjumlah 4 orang (9,3%).
Tabel 4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas
Status gizi (LILA) Frekuensi (%)
Baik 4 9,3
Kekurangan gizi cukup 21 48,8
Kekurangan gizi sedang 18 41,9
Kekurangan gizi buruk 0 0,0
Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan menggunakan IMT terdiri dari status gizi
sangat kurus berjumlah 5 orang (11,6%), status gizi kurus berjumlah 36 orang
(79,1%), status gizi normal berjumlah 4 orang (9,3%), status gizi gemuk dan sangat
gemuk tidak ada. Dari tabel 5 menurut status gizi dengan penilaian IMT diketahui
bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status gizi kurus yang
berjumlah 36 orang (79,1%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil
berada pada status gizi normal yang berjumlah 4 orang (9,3%).
Tabel 5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan penilaian status gizi dengan menggunakan IMT
Status gizi (IMT) Frekuensi (%)
Sangat kurus 5 11,6
Kurus 36 79,1
Normal 4 9,3
Gemuk 0 0,0
Total 43 100,0
4.1.3 Insiden Keilitis Angularis
Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis terdiri dari 30 orang yang
menderita keilitis angularis (69,8%) dan 13 orang yang tidak menderita keilitis
angularis (30,2%). Dari tabel 6 menurut insiden keilitis angularis diketahui bahwa
jumlah anak yang menderita keilitis angularis lebih banyak (69,8%) dibandingkan
Tabel 6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis
Keilitis angularis Frekuensi (%)
Ada 30 69,8
Tidak ada 13 30,2
Total 43 100,0
Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis terdiri dari keilitis angularis tipe 1
berjumlah 11 orang (36,7%), keilitis angularis tipe 2 berjumlah 3 orang (10,0%),
keilitis angularis tipe 3 berjumlah 7 orang (23,3%), keilitis angularis tipe 4 berjumlah
9 orang (30,0%). Dari tabel 7 menurut tipe keilitis angularis diketahui bahwa jumlah
anak dengan frekuensi terbesar berada pada keilitis angularis tipe 1 yang berjumlah
11 orang (36,7%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada
keilitis angularis tipe 2 yang berjumlah 3 orang (10,0%).
Tabel 7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis
Tipe keilitis angularis Frekuensi (%)
Tipe 1 11 36,7
Tipe 2 3 10,0
Tipe 3 7 23,3
Tipe 4 9 30,0
Total 30 100,0
4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis
Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima
Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis terdiri dari anak-anak dengan
status gizi baik serta memiliki keilitis angularis berjumlah 1 orang (25,0%),