TESIS
UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN
DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA
SECARA IN VITRO
Oleh:
MAINAL FURQAN
NIM 127014008
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN
DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA
SECARA IN VITRO
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
MAINAL FURQAN
NIM 127014008
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN
DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA
SECARA IN VITRO
Oleh:
MAINAL FURQAN
NIM 127014008
Medan, Juni 2014Menyetujui:
Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195311281983031002 NIP 195301011983031004
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. NIP 195103261978022001 NIP 196602091992031003
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
NIP 195103261978022001
Mengetahui: Disahkan Oleh:
Ketua Program Studi, Dekan,
PENGESAHAN TESIS
Nama Mahasiswa : Mainal Furqan
Nomor Induk Mahasiswa : 127014008
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Senin tanggal
enam belas bulan Juni tahun dua ribu empat belas.
Mengesahkan:
Tim Penguji Tesis
Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Mainal Furqan
Nomor Induk Mahasiswa : 127014008
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat
Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan
Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara
Secara In Vitro
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri,
bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat
karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh
Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan
menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.
Medan, Juni 2014
Yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga
sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul
uji antikanker kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano (Picria fel-terrae
Lour.) dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara, sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah
banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril
maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima
kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTMH&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K).
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.
Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan
kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi
Fakultas Farmasi.
3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah menyediakan
fasilitas bagi penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister
Farmasi Fakultas Farmasi.
4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si.,
Apt., selaku Pembimbing yang selalu membimbing, mengarahkan,
memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk
5. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas,
M.Biomed., sebagai penguji.
6. Ibu Dra. Suwarti, M.Si., Apt., Kepala Laboratorium Farmakognosi beserta
staf.
7. Bapak Prof. Dr. Supargiyono Kepala Laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada beserta staf.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada
hentinya kepada keluarga tercinta Krisna Lestari, Danish Baariq Furqan dan
Ibunda Nuraini Ns, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi
kesuksesan penulis. Serta buat rekan Fitri Yanti, Vonna Aulianshah, Denny Satria,
Sri Wastuti, Puji Lestari, Cut Masyitah dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini.
Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata
semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan
khususnya bidang farmasi.
Medan, Juni 2014 Penulis,
UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA
SECARA IN VITRO
ABSTRAK
Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) merupakan salah satu tumbuhan obat di Sumatera Utara yang digunakan untuk mengatasi penyakit degeneratif dan metabolisme. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik dari ekstrak n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D secara in vitro. Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) juga memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara namun belum dilakukan penelitian lanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik dari EEADP, indeks selektivitas (IS), efek kombinasi dengan doksorubisin, mekanisme penghambatan siklus sel, mekanisme apoptosis serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 pada sel kanker payudara.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, n-heksana, etil asetat dan etanol serta dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstrak diuji sitotoksiknya terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode kolorimetri MTT (Microculture Tetrazolium Technique), indeks selektivitas, indeks kombinasi, mekanisme penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flowsitometri serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 dengan metode imunositokimia.
Hasil uji sitotoksik EEADP pada sel kanker payudara MCF-7 dan sel T47D memberikan nilai IC50 sebesar 120,312 µg/mL dan 99,404 µg/mL. Pengujian
sitotoksik terhadap sel normal (sel Vero) menunjukkan EEADP selektif terhadap sel MCF-7 dan T47D (IS > 3). Selanjutnya kombinasi EEADP dengan doksorubisin pada sel MCF-7 memberikan efek sinergis kuat dengan konsentrasi optimal yaitu 15 µg/mL – 2 µg/mL (1/8 IC50 – 1/4 IC50). EEADP dikombinasikan
dengan doksorubisin terhadap sel T47D memberikan efek sinergis sangat kuat diperoleh konsentrasi optimal 12,5 µg/mL – 0,25 µg/mL (1/8 IC50 – 1/8 IC50).
EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin dilakukan uji penghambatan siklus sel terhadap sel MCF-7, memberikan hasil penghambatan siklus sel pada fase G0-G1 dan G2-M dengan persentase berturut-turut 70,01% dan 21,16%. Uji
penghambatan siklus sel EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel T47D diperoleh hasil menghambat siklus sel pada fase G0-G1
Kata kunci: Daun poguntano, doksorubisin, T47D, MCF-7, sitotoksik, indeks
kombinasi, indeks selektivitas, flowsitometri, apoptosis, imunositokimia.
COMBINATION OF TEST ANTICANCER ETHYLACETATE EXTRACT POGUNTANO LEAVES (Picria fel - terrae Lour.)
WITH DOXORUBICIN ON BREAST CANCER CELLS AS IN VITRO
ABSTRACT
Poguntano (Picria fel - terrae Lour.) is one of the medicinal plants in Sumatera Utara used to treat degenerative and metabolic diseases. Previous research has conducted tests on the cytotoxic effects of n-hexane extract of leaves poguntano with doxorubicin against breast cancer cells MCF-7 and T47D in vitro. Ethylacetate extract of leaves poguntano (EAELP), also has potent cytotoxic effect against breast cancer cells, but subsequent studies have not been conducted. This study aims to determine the cytotoxic effects of EAELP, selectivity index (SI), the effect of combination with doxorubicin, the mechanism of cell cycle inhibition, the mechanism of apoptosis, suppression of the expression of cyclin D1 and Bcl-2 in breast cancer cells.
Preparation of extracts was done by graded with solvents on the level of polarity. The solvents were n-hexane, ethyl acetate and ethanol as well as performed phytochemical screening and characterization of simplex and extracts. Extracts were tested against T47D cells with MTT method (Microculture Tetrazolium Technique), selectivity index, combination of active extracts with doxorubicin, effects inhibition of cell cycle and apoptosis with flowcytometry method and suppression of cyclin D1 and Bcl-2 expression in T47D cells with immunocytochemistry method.
The test results of EAELP cytotoxic against breast cancer cells MCF-7 and T47D cells giving IC50 value of 120.312 mg/mL and 99.404 mg/mL. Tests
cytotoxic against normal (Vero) cells showed selective EEALP against MCF-7 and T47D (SI > 3). Furthermore EAELP combined with doxorubicin against MCF-7 cells provide strong synergistic effect by optimal concentrations present in concentrations EAELP - doxorubicin at 15 mg/mL - 2 mg/mL (1/8 IC50 - 1/4 IC50).
EAELP combined with doxorubicin on T47D cells provide a very strong synergistic effect obtained optimal concentration of 12.5 ug/mL - 0.25 ug/mL (1/8
IC50 - 1/8 IC50). EAELP and doxorubicin combination with cell cycle inhibition
test against MCF-7 cells with flowcytometry methods, giving results inhibit the cell cycle at G0-G1 phase and G2-M with a percentage of 70.01% respectively and
21.16%. EAELP cell cycle inhibition test and its combination with doxorubicin on T47D cells inhibits cell cycle results obtained in the G0-G1 phase with a
percentage of 62.33% respectively and 71.24% and can stimulate apoptosis by percentage 81.52%; 29.89% and can suppress the expression of cyclin D1 and Bcl-2. Based on result test, EAELP and doxorubicin combination showed selective on breast cancer cells, giving selective effects, inhibit the cell cycle and stimulate apoptosis on breast cancer cells.
Keywords: Poguntano leaves, doxorubicin, T47D, MCF-7, cytotoxic,
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Hipotesis ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Uraian Tumbuhan ... 10
2.1.2 Nama daerah ... 10
2.1.3 Nama asing ... 11
2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 11
2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 12
2.2 Ekstraksi ... 12
2.2.1 Maserasi ... 12
2.3 Kanker ... 13
2.3.1 Tinjauan umum kanker ... 13
2.3.2 Sifat kanker ... 14
2.3.3 Siklus sel ... 16
2.3.4 Mekanisme apoptosis ... 18
2.3.5 Karsinogenesis ... 20
2.3.6 P-glikoprotein ... 22
2.4 Kanker Payudara ... 24
2.5 Sel MCF-7 ... 27
2.6 Sel T47D ... 27
2.7 Sel Vero ... 28
2.8 Uji Sitotoksik ... 28
2.8.1 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT ... 29
2.9 Antikanker ... 30
2.9.1 Doksorubisin dan resistensinya pada kanker payudara ... 31
2.9.2 Terapi kombinasi ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Alat dan Bahan ... 36
3.1.1 Alat-alat ... 36
3.1.2 Bahan-bahan ... 36
3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 38
3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 38
3.2.2 Identifikasi tumbuhan ... 38
3.2.3 Pembuatan simplisia daun poguntano ... 38
3.3 Pembuatan Pereaksi ... 38
3.3.1 Besi (III) klorida 1% b/v ... 38
3.3.2 Larutan asam klorida 2 N ... 39
3.3.3 Timbal (II) asetat 0,4 M ... 39
3.3.4 Pereaksi Mayer ... 39
3.3.5 Pereaksi Molish ... 39
3.3.6 Pereaksi Dragendorff ... 39
3.3.7 Larutan kloralhidrat ... 39
3.3.8 Larutan asam sulfat 2 N ... 40
3.3.9 Pereaksi Bouchardat ... 40
3.3.10 Pereaksi Lieberman-Bouchardat ... 40
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 40
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 40
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 40
3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 41
3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 42
3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 42
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 42
3.5 Skrining Fitokimia ... 43
3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 43
3.5.2 Pemeriksaan flavonoid ... 43
3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 44
3.5.3.1 pemeriksaan glikosida antrakuinon ... 44
3.5.4 Pemeriksaan saponin ... 44
3.5.5 Pemeriksaan tanin ... 45
3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 45
3.6 Pembuatan Ekstrak Etil asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) ... 45
3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 45
3.8 Pembuatan Media ... 46
3.8.1 Pembuatan media DMEM ... 46
3.8.2 Pembuatan media komplit DMEM ... 46
3.8.3 Pembuatan media RPMI ... 47
3.8.4 Pembuatan MK-RPMI ... 47
3.8.5 Pembuatan media M199 ... 48
3.8.6 Pembuatan media MK-M199 ... 48
3.9.1 Penumbuhan sel ... 49
3.9.2 Subkultur sel ... 49
3.9.3 Panen sel ... 50
3.9.4 Penghitungan sel ... 50
3.10 Pembuatan Larutan Uji ... 51
3.11 Pengujian Sitotoksik ... 52
3.12 Analisis Hasil ... 52
3.13 Indeks Selektivitas ... 53
3.14 Uji Kombinasi ... 53
3.15 Pengujian Apoptosis dan Siklus Sel ... 56
3.16 Uji Penghambatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Siklin D1 dengan Metode Imunositokimia ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 58
4.2 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 58
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 60
4.4 Ekstraksi ... 63
4.5 Uji Sitotoksik EEADP Terhadap Sel MCF-7 dan T47D ... 64
4.6 Indeks Selektivitas ... 65
4.7 Uji Kombinasi EEADP - Doksorubisin terhadap Sel MCF-7 ... 66
4.8 Uji Kombinasi EEADP - Doksorubisin terhadap Sel T47D ... 68
4.9 Uji Penghambatan Siklus Selterhadap Sel MCF-7 ... 70
4.11 Uji Apoptosis ... 79
4.12 Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Siklin D1 ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
5.1 Kesimpulan ... 89
5.2 Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Interpretasi Nilai IK (Indeks Kombinasi) ... 54
4.1 Hasil karakterisasi SDP dan ekstrak daun poguntano ... 59
4.2 Hasil skrining fitokimia SDP ... 61
4.3 Hasil skrining fitokimia ekstrak daun poguntano ... 61
4.4 Nilai IK doksorubisin dengan EEADP terhadap sel MCF-7 ... 67
4.5 Nilai IK doksorubisin dengan EEADP terhadap sel T47D ... 69
4.6 Distribusi sel MCF-7 setelah perlakuan dengan berbagai konsentrasi EEADP, doksorubisin dan kombinasi keduanya ... 71
4.7 Distribusi sel T47D setelah perlakuan dengan berbagai konsentrasi EEADP, doksorubisin dan kombinasi keduanya ... 75
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 9
2.1 Tumbuhan poguntano ... 11
2.2 Mekanisme pemompaan oleh Pgp ... 23
3.1 Hemositometer ... 50
4.1 Gambaran siklus sel MCF-7 kontrol ... 72
4.2 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 EEADP ... 72
4.3 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi 1/8 IC50 ¼ IC EEADP dan 50 doksorubisin ... 72
4.4 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 doksorubisin ... 73
4.5 Gambaran siklus sel T47D kontrol ... 76
4.6 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1 x IC50 EEADP ... 76
4.7 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1/8 IC50 EEADP dan 1 /8 IC50 doksorubisin ... 76
4.8 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC50 doksorubisin ... 77
4.9 Gambaran presentase kondisi sel T47D kontrol ... 80
4.10 Gambaran presentase kondisi sel T47D yang diberi 1 x IC50 EEADP ... 80
4.11 Gambaran presentase kondisi sel T47D yang diberi ½ IC50 EEADP ... 81
4.13 Gambaran presentase kondisi sel T47D diberi doksorubisin ... 82
4.14 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan ... 85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Hasil identifikasi tumbuhan poguntano
(Picria fel-terrae Lour.) ... 98
2 Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) ... 99
3 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk SDP ... 100
4 Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi bertingkat ... 101
5 Perhitungan kadar air SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 102
6 Perhitungan kadar sari larut air SDP, ENDP, EEADP dan EEDP... 103
7 Perhitungan kadar sari larut etanol SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 104
8 Perhitungan kadar abu total SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 105
9 Perhitungan kadar abu tidak larut asam SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 106
10 Perhitungan persen sel hidup MCF-7 ... 107
11 Perhitungan persen sel hidup T47D ... 108
12 Perhitungan persen sel hidup Vero ... 109
13 Bagan pembuatan media RPMI ... 110
14 Bagan pembuatan MK-RPMI ... 111
15 Bagan penumbuhan sel ... 112
17 Bagan perhitungan sel ... 114
18 Bagan pembuatan larutan uji ... 115
19 Bagan pengujian sitotoksik ... 116
20 Bagan pengujian flowsitometri ... 117
21 Bagan pengujian imunositokimia ... 118
22 Sel MCF-7 dan T47D di bawah mikroskop ... 120
23 Sel Vero di bawah mikroskop ... 121
24 Microplate-96 sumuran ... 122
25 Hasil penentuan IC50 SPSS 17 ... 123
sel MCF-7 dengan analisis probit 26 Hasil penentuan IC50 sel T47D dengan analisa probit SPSS 17 .. 124
27 Hasil penentuan IC50 sel Vero dengan analisa probit SPSS 17 ... 125
28 Indeks Kombinasi MCF-7... 126
29 Indeks Kombinasi T47D ... 129
30 LAF, inkubator CO2 dan mikroskop inverted ... 132
DAFTAR SINGKATAN
ABCB1 ATP Binding Cassette Famili B 1
AIF Apoptosis Including Factor
Apaf-1 Apoptosis activating factor-1
ATP Adenosine-Tri Phosphat
Bcl-2 B cell Limphoma-2
Bcl-XL B cell Limphoma- Extra Large
BCRP Breast Cancer Resistance Protein
CAK CDK Activating Kinase
CDK Cyclin Dependent Kinase
CDKI Cyclin Dependent Kinase Inhibitor
Cdc25c Cell division cycle 25 homolog C
CI Combination Index
Cyc Cyclin
DR Death Reseptor
DMEM Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium
DMSO Dimethyl Sulfoxide
DNA Deoxiribo Nukleid Acid
Dox Doxorubicin
ENDP Ekstrak n-heksana daun poguntano
EEADP Ekstrak etil asetat daun poguntano
EEDP Ekstrak etanol daun poguntano
ER Estrogen Reseptor
FACS Fluorescence Activated Cell Sorting
FADD Fas-Asociated Death Domain
FBS Fetal Bovine Serum
HER-2 Human Epidermal growth factor Receptor 2
HIV Human Immunodeficiency Virus
IAP Inhibitory Apoptosis
IK Indeks Kombinasi
MAPK Mitogen Activated Protein Kinase
MDR Multi Drug Resistance
MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida]
NFĸB Nuclear Factor kappa B
p21 Protein 21
p53 Protein 53
Pgp P-glikoprotein
PI Propidium Iodida
PKC Protein Kinase C
pRB Protein Retinoblastoma
PS Phosphatidylserine
RNA Ribo Nucleid Acid
ROS Reactive Oxygen Species
RPMI Roswell Park Memorial Institute
SDP Simplisia Daun Poguntano
SDS Sodium Dodesil Sulfat
SI Selectivity Index
TNF Tumor Necrosis Factor
TNFR Tumor Necrosis Factor Receptor
UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA
SECARA IN VITRO
ABSTRAK
Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) merupakan salah satu tumbuhan obat di Sumatera Utara yang digunakan untuk mengatasi penyakit degeneratif dan metabolisme. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik dari ekstrak n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D secara in vitro. Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) juga memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara namun belum dilakukan penelitian lanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik dari EEADP, indeks selektivitas (IS), efek kombinasi dengan doksorubisin, mekanisme penghambatan siklus sel, mekanisme apoptosis serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 pada sel kanker payudara.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, n-heksana, etil asetat dan etanol serta dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstrak diuji sitotoksiknya terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode kolorimetri MTT (Microculture Tetrazolium Technique), indeks selektivitas, indeks kombinasi, mekanisme penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flowsitometri serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 dengan metode imunositokimia.
Hasil uji sitotoksik EEADP pada sel kanker payudara MCF-7 dan sel T47D memberikan nilai IC50 sebesar 120,312 µg/mL dan 99,404 µg/mL. Pengujian
sitotoksik terhadap sel normal (sel Vero) menunjukkan EEADP selektif terhadap sel MCF-7 dan T47D (IS > 3). Selanjutnya kombinasi EEADP dengan doksorubisin pada sel MCF-7 memberikan efek sinergis kuat dengan konsentrasi optimal yaitu 15 µg/mL – 2 µg/mL (1/8 IC50 – 1/4 IC50). EEADP dikombinasikan
dengan doksorubisin terhadap sel T47D memberikan efek sinergis sangat kuat diperoleh konsentrasi optimal 12,5 µg/mL – 0,25 µg/mL (1/8 IC50 – 1/8 IC50).
EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin dilakukan uji penghambatan siklus sel terhadap sel MCF-7, memberikan hasil penghambatan siklus sel pada fase G0-G1 dan G2-M dengan persentase berturut-turut 70,01% dan 21,16%. Uji
penghambatan siklus sel EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel T47D diperoleh hasil menghambat siklus sel pada fase G0-G1
Kata kunci: Daun poguntano, doksorubisin, T47D, MCF-7, sitotoksik, indeks
kombinasi, indeks selektivitas, flowsitometri, apoptosis, imunositokimia.
COMBINATION OF TEST ANTICANCER ETHYLACETATE EXTRACT POGUNTANO LEAVES (Picria fel - terrae Lour.)
WITH DOXORUBICIN ON BREAST CANCER CELLS AS IN VITRO
ABSTRACT
Poguntano (Picria fel - terrae Lour.) is one of the medicinal plants in Sumatera Utara used to treat degenerative and metabolic diseases. Previous research has conducted tests on the cytotoxic effects of n-hexane extract of leaves poguntano with doxorubicin against breast cancer cells MCF-7 and T47D in vitro. Ethylacetate extract of leaves poguntano (EAELP), also has potent cytotoxic effect against breast cancer cells, but subsequent studies have not been conducted. This study aims to determine the cytotoxic effects of EAELP, selectivity index (SI), the effect of combination with doxorubicin, the mechanism of cell cycle inhibition, the mechanism of apoptosis, suppression of the expression of cyclin D1 and Bcl-2 in breast cancer cells.
Preparation of extracts was done by graded with solvents on the level of polarity. The solvents were n-hexane, ethyl acetate and ethanol as well as performed phytochemical screening and characterization of simplex and extracts. Extracts were tested against T47D cells with MTT method (Microculture Tetrazolium Technique), selectivity index, combination of active extracts with doxorubicin, effects inhibition of cell cycle and apoptosis with flowcytometry method and suppression of cyclin D1 and Bcl-2 expression in T47D cells with immunocytochemistry method.
The test results of EAELP cytotoxic against breast cancer cells MCF-7 and T47D cells giving IC50 value of 120.312 mg/mL and 99.404 mg/mL. Tests
cytotoxic against normal (Vero) cells showed selective EEALP against MCF-7 and T47D (SI > 3). Furthermore EAELP combined with doxorubicin against MCF-7 cells provide strong synergistic effect by optimal concentrations present in concentrations EAELP - doxorubicin at 15 mg/mL - 2 mg/mL (1/8 IC50 - 1/4 IC50).
EAELP combined with doxorubicin on T47D cells provide a very strong synergistic effect obtained optimal concentration of 12.5 ug/mL - 0.25 ug/mL (1/8
IC50 - 1/8 IC50). EAELP and doxorubicin combination with cell cycle inhibition
test against MCF-7 cells with flowcytometry methods, giving results inhibit the cell cycle at G0-G1 phase and G2-M with a percentage of 70.01% respectively and
21.16%. EAELP cell cycle inhibition test and its combination with doxorubicin on T47D cells inhibits cell cycle results obtained in the G0-G1 phase with a
percentage of 62.33% respectively and 71.24% and can stimulate apoptosis by percentage 81.52%; 29.89% and can suppress the expression of cyclin D1 and Bcl-2. Based on result test, EAELP and doxorubicin combination showed selective on breast cancer cells, giving selective effects, inhibit the cell cycle and stimulate apoptosis on breast cancer cells.
Keywords: Poguntano leaves, doxorubicin, T47D, MCF-7, cytotoxic,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keragaman tumbuhan yang berada di Indonesia menjadi salah satu peluang
yang penting dalam pengembangan potensi Indonesia di era globalisasi. Beribu
pulau dengan bermacam- macam tumbuhan yang terdapat didalamnya tentu saja
dapat menjadi potensi besar dalam pencarian dan pengolahan sumber obat-obatan.
Hal ini didukung pula oleh kebiasaan masyarakat setempat dalam menggunakan
berbagai macam tumbuhan sebagai obat tradisional. Obat tradisional sering kali
digunakan dalam berbagai kasus penyakit serius antara lain kanker dengan alasan
sebagai obat alternatif bila penggunaan obat antikanker modern belum
menunjukkan hasil optimal (Wasita, 2011).
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering diderita wanita
dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita seluruh dunia. Dari data
Badan Kesehatan Dunia tahun 2008, kanker payudara merupakan kanker tersering
dengan 1,38 juta kasus baru dan merupakan penyebab 458.000 kematian di dunia
per tahun (WHO, 2008). Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di
seluruh Rumah Sakit di Indonesia (Rasjidi, 2009).
Sifat umum dari kanker payudara diantaranya adalah terjadi pertumbuhan
berlebihan umumnya berbentuk tumor, adanya gangguan diferensiasi dari sel dan
jaringan, bersifat invasive mampu tumbuh di jaringan sekitarnya, bersifat
metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari nukleosida dan asam
amino) dan menyebabkan proliferasi sel kanker baru (Nurani, 2012). Proliferasi
sel merupakan fungsi dari program daur sel. Sel membutuhkan penghambatan
proliferasi yang merupakan sinyal anti pertumbuhan untuk mengontrol dan
menjaga keteraturan sel serta homeostasis jaringan, sedangkan sel kanker
mempunyai kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang sangat tinggi
disebabkan karena sel mengekspresikan protein yang abnormal. Terekspresinya
protein yang abnormal karena terjadinya mutasi gen yang disebabkan oleh
mutagen seperti bahan kimia, radikal bebas, infeksi oleh virus, bakteri dan jamur
(Sudiana, 2008; Kumar, et al., 2005).
Model sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah
sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan T47D (Human ductal breast
epithelial tumor cell line). Sel MCF-7 merupakan sel kanker payudara yang
mengekspresikan reseptor estrogen (ER+) dan berasal dari pleural effusion breast
adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan
darah O (Crawford dan Bowen, 2002). Sel ini mengekspresikan reseptor estrogen
dan memiliki sifat resisten terhadap doksorubisin (Zampieri, et al., 2002) dan
tidak mengekspresikan kaspase-3 (Bouker, et al., 2005). Sel MCF-7,
P-glikoprotein diekspresikan tinggi, sehingga sensitivitas terhadap agen kemoterapi
seperti doksorubisin rendah (Wong, et al., 2006).
Sel T47D merupakan continous cell lines yang dikultur dari jaringan
epitel duktus payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel ini dapat
ditumbuhkan pada suhu 37ºC dan dapat tumbuh secara kontinu, menempel
vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak
terbatas atau cepat pertumbuhannya. Selain itu memiliki homogenitas yang tinggi
dan mudah diganti sel baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam,
2007). Sel T47D adalah model sel kanker payudara yang belum resisten terhadap
agen kemoterapi doksorubisin namun diketahui memiliki gen p53 yang telah
termutasi (Junedi, et al., 2010).
Doksorubisin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang
memiliki aktivitas antikanker spektrum luas dan telah digunakan pada berbagai
jenis kanker seperti kanker payudara. Penggunaan doksorubisin sebagai agen
kemoterapi dibatasi oleh efek toksik terhadap jaringan normal terutama jantung
dan menekan sistem imun serta pengurangan dosis doksorubisin mampu
mengurangi efek samping dari doksorubisin (Wattanapitayakul, et al., 2005).
Timbulnya resistensi pada beberapa obat terapi kanker termasuk
doksorubisin menjadi kendala utama dalam kemoterapi yakni menurunnya
sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi. Oleh karena itu, berbagai
penelitian untuk mengurangi resistensi obat terus dilakukan, sehingga dapat
memperbaiki penerapan klinik agen kemoterapi kanker payudara (Anonim,
2007b). Berbagai strategi terapi pengobatan kanker payudara telah dilakukan
diantaranya dengan menggunakan terapi bedah, radioterapi dan kemoterapi
maupun kombinasi ketiganya. Beberapa strategi untuk memperpanjang usia
harapan hidup dan mengurangi gejala telah dilakukan tetapi diperlukan terapi baru
yang dapat menghilangkan kanker dengan pentargetan yang lebih efisien
(Mulyadi, 1997). Salah satu pendekatan yang sedang populer adalah penggunaan
bersifat non toksis atau lebih tidak toksik dikombinasikan dengan agen
kemoterapi untuk meningkatkan efikasi dengan menurunkan toksisitasnya
terhadap jaringan yang normal (Jenie dan Meiyanto, 2007).
Penelitian untuk mendapatkan obat antikanker antara lain dilakukan dengan
mencari senyawa-senyawa alam yang berasal dari tumbuhan. Hal tersebut
dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam semakin tinggi
dengan menggunakan obat tradisional. Tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae
Lour.) di Asia Timur dan Tenggara secara tradisional telah digunakan sebagai
stimulan, diuretik, obat malaria, obat diabetes mellitus, demam, infeksi herpes,
kanker dan inflamasi selama lebih dari 200 tahun (Zhong, et al., 1979). Daun
poguntano di Sumatera Utara umumnya digunakan sebagai obat untuk diabetes
mellitus (Harfina, et al., 2012; Sitorus, et al., 2014). Penelitian menunjukkan
adanya senyawa flavonoid glukuronida yang terdapat pada ekstrak butanol
poguntano, yaitu senyawa apigenin 7-O-β-glucuronide, luteolin 7-O-β
-glucuronide dan apigenin 7-O-β-(2″-O-α-rhamnosyl) glucuronide (Huang, et al.,
1999).
Flavonoid berperan dalam inaktivasi karsinogen, antiproliferasi,
penghambatan siklus sel, induksi apoptosis, inhibisi angiogenesis dan pembalikan
resistensi multi-obat atau kombinasi mekanisme tersebut (Ren dan Qiao, 2003).
Apigenin dan luteolin merupakan bagian dari kelompok flavonoid yang memiliki
efek anti inflamasi, antiradikal bebas, antikanker dan secara epidemiologi
berperan mengurangi risiko kanker payudara (Long, et al., 2008). Penelitian
terhadap Picria fel-terrae menunjukkan adanya senyawa cucurbitacin, diantaranya
picfeltarraenin VI (picfeltarraegenin I 3-O-β-D-xylopyranoside). Senyawa
picfeltarraenin VI memiliki aktivitas sitotoksik paling besar yaitu IC50
Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC
29 ± 2
mikroM dan 21 ± 1 mikroM (Huang, et al., 1998).
50 (inhibitor
concentration 50). Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan
hambatan proliferasi sel 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa
terhadap sel (Meiyanto, dkk., 2008). Hasil pengujian sitotoksik larutan uji ekstrak
daun poguntano terhadap sel kanker payudara MCF-7 memberikan nilai IC50
Nilai IC
119,906 µg/mL untuk ekstrak n-heksana, 119,990 µg/mL untuk ekstrak etil asetat,
dan 307,719 µg/mL untuk ekstrak etanol (Lestari, 2013).
50 ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol daun
poguntano pada perlakuan terhadap sel kanker payudara T47D berturut-turut
sebesar 509,744 µg/mL, 97,92 µg/mL, dan 306,435 µg/mL. Kombinasi ekstrak
n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin memberikan efek sinergis tetapi
kurang selektif terhadap sel kanker payudara MCF-7 serta tidak menunjukkan
mekanisme apoptosis (Lestari, 2013). Nilai IC50 ekstrak etil asetat daun
poguntano (EEADP) terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D
berturut-turut sebesar 119,990 µg/mL dan 97,92 µg/mL menunjukkan bahwa EEADP
IC50
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang daun
poguntano yaitu untuk mengetahui ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki
efek sebagai ko-kemoterapi terhadap kanker payudara, kombinasi dengan cukup poten sebagai ekstrak yang berfungsi sitotoksik bila dikombinasikan
doksorubisin, indeks selektivitas, penghambatan siklus sel, pemacuan apoptosis
dan penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sinergis bila
dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui konsentrasi
optimalnya?
b. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap sel kanker
payudara MCF-7 dan T47D?
c. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil
asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menghambat siklus
sel?
d. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil
asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu apoptosis?
e. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil
asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan ekspresi
protein siklin D1 dan Bcl-2?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka hipotesis penelitian
ini adalah:
a. ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sinergis bila
dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui konsentrasi
b. ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap sel kanker payudara
MCF-7 dan T47D.
c. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat
daun poguntano dengan doksorubisin dapat menghambat siklus sel.
d. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat
daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu apoptosis.
e. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat
daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan ekspresi protein
siklin D1 dan Bcl-2.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek
sinergis bila dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui
konsentrasi optimalnya.
b. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap
sel kanker payudara MCF-7 dan T47D.
c. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi
ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat
menghambat siklus sel.
d. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi
ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu
e. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi
ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan
ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi:
a. sebagai pengembangan daun poguntano menjadi sediaan obat
tradisional yang efektif dan selektif sebagai ko-kemoterapi
antikanker.
b. dapat menambah data informasi dalam pemanfaatan dan inventaris
tumbuhan daun poguntano sebagai tanaman obat yang berkhasiat
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian 1. Makroskopik 6. Kadar sari larut
dalam air
7. Kadar sari larut dalam etanol.
Sel Vero Indeks selektivitas
(IS) Ekstrak n-heksana daun
poguntano (ENDP)
Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) protein siklin D1 dan Bcl-2
Ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2 Sel MCF-7
Sel MCF-7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing,
morfologi tumbuhan dan khasiat tumbuhan.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan poguntano adalah sebagai berikut (LIPI, 2011):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Scrophulariaceae
Genus : Picria
Spesies : Picria fel-terrae Lour.
Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania amara
R&S., Gratiola amara Roxb., Curanga fel-terrae Lour. dan
Torenia cardiosepala Benth (Anonim, 2009).
2.1.2 Nama daerah
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah poguntano, pugun tana, pogon tanoh
(Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku) dan papaita (Ternate)
2.1.3 Nama asing
Beberapa negara lain mengenal tumbuhan ini dengan nama hempedu tanah,
gelumak susu, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), kong sadden
(Laos), thanh dan mau gau (Vietnam) (Anonim, 2007a).
2.1.4 Morfologi tumbuhan
Herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang dengan cabang yang jarang,
tegak atau melata, segiempat, berakar di buku-buku, berbulu halus yang padat.
Daun tunggal berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai
membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu halus.
Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2 - 16, daun
gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap, gundul
bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat
kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat,
berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6 mm
(Anonim, 2009).
xxxiv
2.1.5 Khasiat tumbuhan
Tumbuhan ini digunakan sebagai obat kolik (mulas mendadak dan hebat),
malaria, diuretik, demam, amenorrhea dan gangguan pada kulit (Perry, 1980). Di
Cina Selatan poguntano digunakan untuk pengobatan demam, infeksi herpes,
kanker dan inflamasi (Zhong, et al., 1979). Daun Poguntano di Sumatera Utara
umumnya digunakan sebagai obat untuk diabetes mellitus (Harfina, et al., 2012;
Sitorus, et al., 2014).
2.2 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung (Depkes, 1986). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan
beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian
dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh
ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat bahan mentah
obat merupakan faktor utama yang dipertimbangkan dalam memilih metode
ekstraksi (Ansel, 1989).
2.2.1 Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Cairan penyari akan menembus dinding sel simplisia dan akan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan
di dalam sel (Depkes, 1986).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang bersifat lunak seperti
daun dan bunga tetapi banyak juga yang menggunakan metode ini untuk menyari
simplisia yang keras seperti akar dan korteks karena cara pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Pada penyarian dengan cara
maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan konsentrasi
larutan di luar serbuk simplisia sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga
adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di
dalam sel dengan larutan di luar sel (Depkes, 1986).
Maserasi dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979):
Sebanyak 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan
kedalam sebuah bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk.
Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana
tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari.
Dienaptuangkan dan disaring.
2.3 Kanker
2.3.1 Tinjauan umum kanker
Kanker adalah pertumbuhan sel tidak beraturan yang muncul dari satu sel.
Kanker merupakan pertumbuhan jaringan secara otonom dan tidak mengikuti
aturan dan regulasi sel yang tumbuh normal. Tumor adalah istilah umum yang
tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di
gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan
untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering
diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat
terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline)
(Ruddon, 2007).
Kanker merupakan suatu tumor atau neoplasma atau neoblastoma, yang
terdiri dari tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara
tumor ganas dan tumor jinak disamping faktor masa pertumbuhannya adalah
tumor ganas bersifat infiltratif sedangkan tumor jinak bersifat ekspansi. Tumor
ganas bersifat residif yang berarti dapat kambuh sedangkan tumor jinak tidak
residif. Tumor ganas metastasis dan tumor jinak tidak dapat melakukan
metastasis (Mulyadi, 1997).
2.3.2 Sifat kanker
Kanker mempunyai berbagai sifat umum, diantaranya adalah:
a. Heterogenitas
Populasi sel dalam suatu tumor tidak homogen tetapi heterogen, walaupun
semua berasal dari satu sel yang sama. Heterogenitas ini terjadi karena sel-sel
kanker tumbuh dengan cepat, sehingga belum dewasa, belum matang telah
mengalami mitosis terus membiak sehingga semakin lama semakin banyak
keturunan sel yang makin jauh menyimpang dari sel asalnya yang menimbulkan
bentuk yang bervariasi (Sukardja, 2000).
b. Tumbuh autonom
pertumbuhan normal sehingga terbentuk suatu tumor yang terpisah dari bagian
tubuh yang normal. Tumor dapat menimbulkan kelainan bentuk dan gangguan
fungsi organ yang ditumbuhinya. Sel-sel normal setelah beberapa generasi akan
berhenti tumbuh. Hanya sel yang disebut stem cells masih mempunyai
kemampuan tumbuh bila ada rangsangan untuk tumbuh (Sukardja, 2000).
c. Mendesak dan merusak sel-sel normal disekitarnya
Sel-sel tumor mendesak sel-sel normal di sekitarnya yang membatasi
pertumbuhan tumor. Pada tumor jinak terjadi pemisahan gerombolan sel tumor
dengan sel- sel normal sedangkan pada tumor ganas sel normal dapat diinfiltrasi
oleh sel-sel kanker (Sukardja, 2000).
d. Dapat bergerak sendiri (amoeboid)
Sel–sel kanker itu dapat bergerak sendiri seperti amoeba dan lepas dari
gerombolan sel-sel tumor induknya, masuk diantara sel-sel normal di
sekitarnya. Hal ini menimbulkan infiltrasi ke jaringan sekitarnya dan
bermetastase di kelenjar limfe atau di organ lainnya (Sukardja, 2000).
e. Tidak mengenal koordinasi dan batas-batas kewajaran
Ketidakwajaran itu antara lain disebabkan oleh kurangnya daya adhesi dan
kohesi sel kanker, tidak mengenal kontak inhibisi dan tanda posisi serta batas
kepadatan (Sukardja, 2000).
f. Tidak menjalankan fungsinya yang normal
Sel-sel kanker merusak fungsi organ yang ditumbuhinya. Hal ini
antara lain karena membran sel kanker tidak mengandung fibronektin yaitu
suatu glukoprotein yang dapat menghambat pertumbuhan sel, kadar
hormon, enzim dan protein yang pada pertumbuhan sel normal hanya
diproduksi oleh sel-sel tertentu saja (Sukardja, 2000).
2.3.3 Siklus sel
Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun
kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S
(sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA
kromosom dalam sel sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA
kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000).
Selain itu, terdapat fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang
dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S
dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis
DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh faktor
ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini adalah adanya
ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2
Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator
positif dan negatif. Kelompok siklin khususnya siklin D, E, A dan B merupakan
protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Siklin bersama dengan
kelompok cyclin dependent kinase (CDK) khususnya CDK 4, 6 dan 2, bertindak
sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia
ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan
ekspresi siklin (D, E, A dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus , sel
melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses pembelahan sehingga
sel (G1-S-G2
Aktivasi CDK memerlukan ekspresi siklin (Cyc). Kompleks Siklin-CDK
dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Wee1 (tyrosin15)/ Myt1
(threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks Cyc-CDK
diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi CDK oleh
CDK-activating kinase (CAK) pada threonin161 dan penghilangan fosfat
(defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Wee1 (tyrosin15)/Myt1
(threonin14). CDK bekerja pada awal G
-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif
siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi
p21, p27, p57) dan keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor
suppressor protein yaitu p53 dan pRb juga bertindak sebagai protein regulator
negatif (Foster, et al., 2001).
1 untuk mengaktifkan E2F-dependent
transcription gen yang diperlukan untuk fase S (di akhir G1 untuk menginisiasi
fase S) dan juga di akhir G2
Checkpoint pada G
untuk menginisiasi mitosis (M) (Nurse, 2000).
2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan
mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM)
kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc25-CycB
baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc25-CycB maupun mengeluarkan
kompleks Cdc25-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1
akan dapat dilalui jika (1) ukuran sel memadai; (2) ketersediaan nutrien
mencukupi; dan (3) adanya faktor pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain).
Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika ukuran sel memadai dan replikasi
(M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel pada gelendong (spindle)
mitotik (Ruddon, 2007).
Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitotik
sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang spindle tidak
terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak
menempel dengan sempurna pada spindle. Checkpoint tersebut bekerja dengan
memonitor apakah kinetokor dan mikrotubul terhubung secara benar. Jika tidak,
kohesi kromatid akan tetap berlangsung dan mikrotubul gagal untuk memendek
sehingga kromatid tidak bergerak menjauh ke kutub yang berlawanan (Ruddon,
2007).
Kontrol checkpoint sangat penting untuk menjaga stabilitas genomik.
Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak
meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau
kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan
genetik. Oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam
pencegahan kanker (Ruddon, 2007).
2.3.4 Mekanisme apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik
(kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA).
1. Apoptosis fisiologis
Apoptosis fisiologis merupakan kematian sel yang diprogram.
Kematian sel ini erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan
nama telomerase. Telomer terletak pada ujung kromosom merupakan salah
normal, telomer ini akan mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan
pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (ukuran
kritis) sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak
dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya akan terjadi fragmentasi
dan sel akan mengalami apoptosis. Namun, pada sel ganas pemendekan
telomer sampai level kritis tidak akan terjadi karena adanya aktivitas dari
enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus-menerus. Oleh karena itu,
maka sel ganas dapat bersifat immortal (Sudiana, 2008).
2. Apoptosis Patologis
Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya rangsangan.
Rangsangan ini dapat terjadi karena adanya aktifitas dari p53. Hal ini
disebabkan karena adanya gen yang cacat. Gen yang cacat dapat memicu
aktifitas beberapa enzim seperti PKC (Protein Kinase C) dan CPK-K2, di
mana kedua enzim ini dapat memicu aktifitas p53 yang merupakan faktor
transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menekan
semua CDK. Sebelumya telah diketahui bahwa terjadinya siklus pembelahan
sel sangat tergantung pada ikatan komplek antara CDK dengan siklin.
Dengan terjadinya penekanan semua CDK, maka siklus sel akan berhenti.
Pada saat siklus terhenti, maka p53 akan memicu aktifitas BAX (B
cl2-associated X protein) di mana protein BAX ini akan menekan aktifitas Bcl-2
(B-Cell Lymphoma-2) pada membran mitokondria sehingga terjadi
perubahan permeabilitas membran. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya
pelepasan cytochrome-C ke sitosol. Di sitosol, cytochrome-C akan
mengaktivasi cascade caspase. Caspase inilah yang mengaktifkan DNA-se,
kemudian DNA-se yang aktif akan menembus inti dan merusak DNA
sehingga DNA sel yang bersangkutan rusak dan akhirnya mengalami
apoptosis (Sudiana, 2008).
2.3.5 Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah suatu proses perubahan struktur DNA yang
bersifat irreversible sehingga terjadi kanker (Mulyadi, 1997). Salah satu faktor
terbentuknya kanker karena adanya sel epitel yang terus berkembang
(berproliferasi). Saat berproliferasi, genetik sel bisa berubah akibat adanya
pengaruh agen karsinogen yang menyebabkan hilangnya penekanan terhadap
proses proliferasi sel. Perubahan sel menjadi ganas juga melibatkan gen-gen
yang mengatur pertumbuhan sel akibatnya sel berkembang tidak terkendali.
Kanker terjadi melalui beberapa tingkat yaitu (Diandana, 2009):
a. Fase inisiasi: DNA dirusak akibat radiasi atau zat karsinogen (radikal
bebas).
b. Fase promosi: zat karsinogen tambahan (co-carcinogens) diperlukan
sebagai promotor untuk mencetuskan proliferasi sel.
c. Fase progresi: gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA
mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas.
Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis ketika sel normal
mulai mengalami mutasi oleh karsinogen (Diandana, 2009). Tahap karsinogenesis
selanjutnya adalah promosi merupakan tingkat lanjutan dari tahap inisiasi. Pada
tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel (Tsao, et al., 2004).
pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi
tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya
terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004).
Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun
terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut
dan peningkatan mobilitas dan angiogenesis (Kumar, et al, 2005). Pada tahap ini,
sel-sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi
karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim
topoisomerase. Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis.
Pada tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam
tubuh melalui pembuluh darah, pembuluh limpa atau rongga tubuh (Kumar, et al.,
2005). Sel malignan yang bermetastasis ini masuk melalui membran menuju
saluran limfoid. Sel tersebut akan berinteraksi dengan sel limfoid yang digunakan
sebagai inangnya. Selanjutnya, sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya
membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang
dimilikinya (Kumar, et al., 2005).
Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel
yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules) dan
E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul-molekul
tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel
kanker sehingga proses metastasis dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005).
Adanya mutasi pada satu sel tunggal normal sebagai akibat terpapar oleh
(promosi), diplasi (progresi) dan pada akhirnya memiliki kemampuan invasi ke
jaringan sekitarnya (metastasis) (Tsao, et al., 2004).
2.3.6 P-glikoprotein
P-glikoprotein (Pgp) merupakan protein ABC-transporter pada manusia
yang termasuk dalam sub famili MDR/TAP (Allen, et al., 2002). Pgp dikenal
dalam beberapa sebutan yakni ABCB1, ATP binding cassette sub-famili B
member 1, MDR1 dan PGY1 (Chen, et al., 2006). ABCB1 atau Pgp termasuk
dalam ATP-dependent efflux pump yang memiliki substrat spesifik antara lain:
obat (colchicine dan tacrolimus), agen kemoterapi (etoposide, adriamycin dan
vinblastine), lipid, steroid, xenobiotik, peptida, bilirubin, cardiac glycoside
(digoxin), glukokortikoid (deksamethason) dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitor
protease dan non nucleoside reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006).
P-glikoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 -
15 kDa N-terminal glycosylation dengan bobot 170 kDa dikode oleh gen MDR1
(Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari
keluarga ATP-binding transport (Chen, et al., 2006). Dalam sistem organ, Pgp
berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi dan eliminasi obat (Matheny, et al.,
2001). Kemampuan Pgp sebagai pompa efflux berguna dalam detoksifikasi
senyawa-senyawa yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari
Pgp akan diikat dan dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung
pada aktivasi Pgp oleh ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil,
et al., 1998). Hidrolisis ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp
(Chen, et al., 2006). Aktivasi Pgp akan menurunkan intake agen kemoterapi
ekspresi yang berlebihan, Pgp dapat menyebabkan resistensi obat terutama agen
kemoterapi pada kanker payudara seperti doksorubisin (Mechetner, et al., 1998).
Pgp akan mengikat doksorubisin sebagai salah satu substratnya untuk
dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006). Pgp atau ABCB1 pertama kali
diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti sebagai penyebab resistensi
obat kemoterapi (Juliano dan Ling, 1976).
Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam
keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat
melalui dua mekanisme yakni (1) penghambatan substrat Pgp secara langsung
dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan (2) penghambatan hidrolisis ATP
oleh ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP (Kitagawa, 2006).
Penghambatan ini dapat dilakukan menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol
melalui dua sisi ikatan pada ATP-binding sites dan steroid interacting region
dimana ATPase berikatan dengan Pgp cytosolic domain (Kitagawa, 2006).
Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya
untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat
menyebabkan resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001).
Penekanan ekspresi Pgp dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme antara lain
aktivasi jalur sinyal transduksi c-Jun NH2-terminal kinase (JNK) dan inaktivasi
NF-κB transcriptional factor. JNK merupakan protein kinase yang berikatan
dengan NH2-terminal yang merupakan sisi aktif pada c-Jun transcriptional factor
dan protein ini mampu memfosforilasi c-Jun. Fosforilasi c-Jun akan menstimulasi
pembentukan ikatan dengan AP-1, suatu elemen pada gen MDR1. Pembentukan
ikatan ini akan mencegah ekspresi mRNA MDR1 dan pada akhirnya akan
menghambat ekspresi Pgp (Zhou, et al., 2006).
2.4 Kanker Payudara
Pada 90 % wanita, kanker payudara pada fase awal bersifat asimptomatik
dan tidak menimbulkan nyeri. Kanker payudara merupakan kanker yang
menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar
sehingga kanker payudara tergolong pada karsinoma. Kanker payudara
merupakan kanker yang paling umum diderita oleh wanita, di samping kanker
serviks. Kanker payudara biasanya di diagnosis dengan adanya benjolan kecil
berukuran kurang dari 2 cm. Pada tumor yang ganas, benjolan ini bersifat
padat, keras dan tidak beraturan. Tanda yang kurang umum adalah adanya
abnormalitas pada puting dan retraksi. Pada kasus yang lebih berat dapat
terjadi edema kulit, kemerahan dan rasa panas pada jaringan payudara (Ruddon,
Jaringan payudara merupakan jaringan yang sensitif terhadap tumbuhnya
kanker. Kanker umumnya terjadi pada jaringan yang sel-selnya aktif membelah,
salah satunya adalah payudara. Pembelahan sel payudara dipacu oleh adanya
hormon estrogen. Pembelahan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya
kerusakan permanen pada DNA. Gadis atau wanita muda yang belum pernah
mengalami kehamilan, sel-sel payudaranya belum mengalami pematangan
secara sempurna. Sel payudara yang belum mengalami pematangan secara
sempurna lebih kuat mengikat karsinogen dan tidak dapat mengatasi kerusakan
DNA secara efisien seperti pada sel yang telah matang sepenuhnya (Clark,
1975).
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit
neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyebab spesifik kanker
payudara masih belum diketahui tetapi terdapat banyak faktor yang
diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara
diantaranya (Anonim, 2007b):
a. Faktor reproduksi, karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko
terjadinya kanker payudara adalah menarche pada umur muda, menopause
pada umur lebih tua dan kehamilan pertama pada umur tua.
b. Penggunaan hormon, hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara.
c. Radiasi, dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan
terjadinya risiko kanker payudara.
d. Riwayat keluarga dan faktor genetik, terdapat peningkatan risiko
Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi
terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug
resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab
lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini
diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah
satunya adalah P-glikoprotein (Pgp). Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya
dapat menurunkan efikasi dari beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan
doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya
mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Zhou, et al., 2006).
Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat
berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker
payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30%
kasus merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan (Gibbs,
2000). Kedua protein tersebut selain berperan dalan metastasis, juga berperan
dalam perkembangan kanker payudara (early cancer development). Proses
metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi/ekspresi berlebih
beberapa protein, misalnya Estrogen Reseptor (ER) dan c-erbB-2 (HER- 2) yang
merupakan protein predisposisi kanker payudara (Fuqua, 2001; Eccles, 2001).
Aktivasi reseptor estrogen melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan
memacu transkripsi gen yang mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu
ekspresi protein yang berperan dalam siklus sel seperti siklin D1, CDK4 (cyclin
dependent kinase 4), siklin E dan CDK2. Selain itu, aktivasi reseptor estrogen
mampu mengaktivasi beberapa onkoprotein yang berperan utama dalam sinyal
protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi
onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK dan MAP kinase (Foster, et
al., 2001).
2.5 Sel MCF-7
Sel ini merupakan sel kanker payudara yang mengekspresikan reseptor
estrogen (ER+) dan berasal dari pleural effusionbreast adenocarcinoma seorang
pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O. Sel ini termasuk
sel adherent (melekat) yang dapat ditumbuhkan dalam media penumbuh DMEM.
Biakan sel MCF-7 memiliki beberapa karakteristik pada epitel mamari yang
berbeda termasuk dalam kemampuannya untuk memproduksi estradiol via
reseptor sitoplasma. Sel ini mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ER-α),
memiliki sifat resisten terhadap doksorubisin (Zampieri, et al., 2002) dan tidak
mengekspresikan caspase-3. Pada sel MCF-7, Pgp diekspresikan tinggi, sehingga
sensitivitas terhadap agen kemoterapi seperti doksorubisin rendah (Wong, et al.,
2006). Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa
kemoterapi pada sel MCF-7. Cara untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah
dengan menghambat ekspresi dan aktivasi Pgp (Zhou, et al., 2006).
2.6 Sel T47D
Cell line adalah sel yang disubkultur dari primary cultures, yaitu sel
yang langsung berasal dari organ atau jaringan yang diperoleh dengan
metode enzimatik maupun secara mekanik dan dikultur dalam kondisi
hormonal yang sesuai. Sel T47D merupakan continous cell lines yang