• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Penjamah Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Perilaku Penjamah Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERILAKU PENJAMAH PEMBUATAN PLIEK U PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN TERDAPATNYA JAMUR

Aspergillus niger DI KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR TAHUN 2011

TESIS

Oleh

AINUN SAMOSIR 097032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HUBUNGAN PERILAKU PENJAMAH PEMBUATAN PLIEK U PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN TERDAPATNYA JAMUR

Aspergillus niger DI KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

AINUN SAMOSIR 097032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PERILAKU PENJAMAH PEMBUATAN PLIEK U PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DENGAN TERDAPATNYA JAMUR Aspergillus niger DI KECAMATAN

DARUL IMARAH ACEH BESAR TAHUN 2011 Nama Mahasiswa : Ainun Samosir

Nomor Induk Mahasiwa : 097032080

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt)

Anggota

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H.)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 3 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. rer nat, Effendy De Lux Putra, SU,Apt Anggota : 1. Dr. dr. Wirsal Hasan, M. P. H

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PERILAKU PENJAMAH PEMBUATAN PLIEK U PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN TERDAPATNYA JAMUR

Aspergillus niger DI KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

(6)

ABSTRAK

Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu indikator situasi keamanan pangan di Indonesia yang dapat menyebabkan kamatian dan kesakitan. Pliek u merupakan makanan yang terbuat dari kelapa, mengalami proses pembusukan dan dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan, karena mengandung Aspergillus niger

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan perilaku penjamah (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar, yaitu Desa Gue Gajah, Desa Gendring dan Desa Leu.Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2011. Penelitian ini menggunakan survai analitik. Populasi adalah semua industri rumah tangga yang berjumlah 40 industri. Sampel berjumlah 40 penjamah industri rumah tangga yang diambil dari semua populasi. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan penjamah, sikap penjamah, dan tindakan penjamah dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger pada pliek u.

Kepada Dinas Kesehatan daerah agar dapat memberikan kursus tentang sanitasi makanan dan hygiene perorangan terhadap tenaga penjamah makanan dalam pembuatan pliek u. Kepada masyarakat agar tidak mengkonsumsi pliek u mentah misalnya untuk rujak sebelum diolah menjadi makanan (Gulai pliek u).

(7)

ABSTRACT

Innate food-caused disease is one of the indicators of food security in Indonesia that can cause mortality and pain. Pliek u is a kind of food made of coconut the the process of decomposing and can result in an innate food-caused disease due to its Aspergillus niger content.

The purpose of this analytical survey study was to analyze the relationship of the processors’ behavior (knowledge, attitude, and action) in making the pliek u with the existence of Aspergillus niger fungus in the Pliek u as the product of home industry in the Villages of Gue Gajah, Gendring, and Leu in Darul Imarah Subdistrict, Aceh Besar District. This study was conducted from January to December 2011. The populations of this study were 40 home industry processors and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through observation and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square test.

The results of the research showed that there is a relationship between the processors’ knowledge, attitude, and action with the existence of Aspergillus niger fungus in the pliek u.

The Regional Health Service is suggested to provide courses about food sanitation, personal hygiene to food processors in making pliek u. It is also recommended that people should not consume raw pliek u because it is used for ‘rujak’ before it is processed as food (pliek u curry).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan Perilaku Penjamah Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011.“ Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

(9)

6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak membantu serta mengarahkan dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

7. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Selanjutnya terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda (Alm) S.G. Samosir dan Ibunda Darlina Siregar, suami tercinta Agus Thamrin, S.K.M dan anak-anak Kessa Ikhwanda, Haekal Siraj dan Atha Nayla yang banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Februari 2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

Ainun Samosir lahir pada tanggal 16 Mei 1970 di Kota Lhokseumawe, anak keempat dari pasangan Alm. S.G Samosir dan Darlina Siregar.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Mataie Aceh Besar selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama Negeri No. 5 Banda Aceh selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri No. 3 Banda Aceh tamat tahun 1988, D3 Akademi Gizi Padang tamat tahun 1991, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Banda Aceh tamat tahun 2006.

Mulai bekerja sebagai Staf pada Rumah Sakit Umum Kisaran dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996, dan pindah pada Puskesmas Darussalam Aceh Besar tahun 1996 sampai sekarang.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Jamur Aspergillus niger ... 9

2.2. Pengertian Industri Rumah Tangga ... 12

2.3. Pengertian Pliek u ... 17

2.4. Upaya Sanitasi Pengelolaan Makanan ... 20

2.5. Perilaku Penjamah ... 32

2.6. Landasan Teori ... 39

2.7. Kerangka Konsep ... 40

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Jenis Penelitian ... 41

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 47

(12)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 51

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

4.2. Karakteristik Responden ... 53

4.3. Analisis Univariat ... 54

4.4. Analisis Bivariat ... 60

4.5. Analisis Multivariat ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN ... 64

5.1. Hubungan Pengetahuan Penjamah Pembuatan Pliek u dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger ... 64

5.2. Hubungan Sikap Penjamah Pembuatan Pliek u dengan terdapatnya Jamur Aspergillus niger ... 67

5.3. Hubungan Tindakan Penjamah Pembuatan Pliek u dengan Jamur Aspergillus niger ... 71

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Penyimpanan Bahan Makanan Mentah ... 22 3.1. Hasil Uji Kuesioner ... 45 3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan (Variabel Bebas) 47 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan Darul Imarah. 53

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Darul Imarah ... 53 4.3. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan dalam

Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan terdapatnya

Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah ... 54 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Penjamah

Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011 ... 56

4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap dalam Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan terdapatnya jamur

Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar tahun 2011 56

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Penjamah Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar

Tahun 2011 ……….. 57

4.7. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Tindakan dalam Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar

Tahun 2011 ……….. 58

(14)

4.9. Distribusi Terdapatnya Jamur Aspegillus niger pada Pliek u pada Industri Rumah Tangga di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar

Tahun 2011 ……….. 59

4.10. Hubungan antara Variabel Pengetahuan Penjamah Pembuatan Pliek u pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011. 60 4.11. Hubungan antara Variabel Sikap Penjamah Pembuatan Pliek u pada

Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger

di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011 ……….… 61 4.12. Hubungan antara Variabel Tindakan Penjamah Pembuatan Pliek u

pada Industri Rumah Tangga dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011 ... 62 4.13. Deskripsi Analisis Logistrik Regresi Variabel Bebas yang Diteliti

dari Hasil Penelitian Penjamah Pembuatan Pliek u dengan Terdapatnya Jamur Aspergillus niger pada Pliek u pada Industri Rumah Tangga di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011 ... 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 79

2. Hasil Uji Validitas... 84

3. Tabel Frekuensi ... 90

4. Print Out Crosstabs ... 91

5. Print Out Hasil Uji Regresi Logistik ... 94

6. Master Data ... 96

7. Proses Pembuatan Pliek u ... 97

(17)

ABSTRAK

Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu indikator situasi keamanan pangan di Indonesia yang dapat menyebabkan kamatian dan kesakitan. Pliek u merupakan makanan yang terbuat dari kelapa, mengalami proses pembusukan dan dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan, karena mengandung Aspergillus niger

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan perilaku penjamah (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar, yaitu Desa Gue Gajah, Desa Gendring dan Desa Leu.Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2011. Penelitian ini menggunakan survai analitik. Populasi adalah semua industri rumah tangga yang berjumlah 40 industri. Sampel berjumlah 40 penjamah industri rumah tangga yang diambil dari semua populasi. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan penjamah, sikap penjamah, dan tindakan penjamah dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger pada pliek u.

Kepada Dinas Kesehatan daerah agar dapat memberikan kursus tentang sanitasi makanan dan hygiene perorangan terhadap tenaga penjamah makanan dalam pembuatan pliek u. Kepada masyarakat agar tidak mengkonsumsi pliek u mentah misalnya untuk rujak sebelum diolah menjadi makanan (Gulai pliek u).

(18)

ABSTRACT

Innate food-caused disease is one of the indicators of food security in Indonesia that can cause mortality and pain. Pliek u is a kind of food made of coconut the the process of decomposing and can result in an innate food-caused disease due to its Aspergillus niger content.

The purpose of this analytical survey study was to analyze the relationship of the processors’ behavior (knowledge, attitude, and action) in making the pliek u with the existence of Aspergillus niger fungus in the Pliek u as the product of home industry in the Villages of Gue Gajah, Gendring, and Leu in Darul Imarah Subdistrict, Aceh Besar District. This study was conducted from January to December 2011. The populations of this study were 40 home industry processors and all of them were selected to be the samples. The data for this study were obtained through observation and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square test.

The results of the research showed that there is a relationship between the processors’ knowledge, attitude, and action with the existence of Aspergillus niger fungus in the pliek u.

The Regional Health Service is suggested to provide courses about food sanitation, personal hygiene to food processors in making pliek u. It is also recommended that people should not consume raw pliek u because it is used for ‘rujak’ before it is processed as food (pliek u curry).

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 1999). Dasar dari pembangunan kesehatan salah satunya penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka salah satu program pemerintah adalah melaksanakan pembangunan di bidang pemberantasan penyakit menular, peningkatan hygiene sanitasi makanan dan minuman serta peningkatan gizi (Saksono, 1986).

(20)

sekali untuk diperkirakan. Selain diare, terdapat lebih dari 250 jenis penyakit karena mengkonsumsi makanan yang tidak aman.

Salah satu upaya peningkatan, pencegahan, maupun pemulihan yang dilakukan pemerintah di dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah usaha sanitasi makanan yang meliputi pengamanan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajiannya. Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan, pemerintah harus memberikan pengawasan yang serius khususnya dalam usaha sanitasi pengelolaan makanan dan minuman yang dilakukan oleh industri rumah tangga yaitu dengan menurunkan angka kesakitan yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak bersih ( Suparian, 1980).

Salah satu tempat penyelenggaraan/pengelolaan makanan adalah industri rumah tangga yang terdapat di desa-desa. Industri rumah tangga secara harfiah, rumah berarti tempat tinggal, ataupun kampung halaman. Sedang industri, dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang ataupun perusahaan. Singkatnya industri rumah tangga adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil

(21)

memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk negara berkembang. Jika merujuk pada asumsi WHO di atas, kemungkinan yang terjadi sesungguhnya di Indonesia pada tahun 2004 adalah sekitar 180 ribu orang mengalami keracunan makanan dan seribu orang diantaranya meninggal dunia.

Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari jasa boga (katering). Data nasional yang dirangkum Badan POM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009).

(22)

(berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sampel 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus (Lestari, 2009).

Pengelolaan industri rumah tangga yang membuat produk khusus, unik dan spesial terutama yang berasal dari tanaman kelapa dapat terlihat salah satunya di Provinsi Aceh. Di Provinsi Aceh tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman rakyat yang penting, serta merupakan tanaman penduduk, maka oleh masyarakat Aceh buah kelapa diolah menjadi beberapa produk yang salah satunya berupa pliek u. Sehingga banyak bermunculan usaha rumah tangga pliek u (Ali, 1979).

Dari segi makanan pliek u dapat dimakan sebagai rujak, dapat dibuat sambal yang cukup diulek dengan cabe rawit, bawang merah dan garam, lalu dimakan dengan nasi putih. Pliek u sendiri populer dengan istilah kuah pliek u yang juga merupakan makanan dengan campuran dengan berbagai rasa dan kaya akan vitamin serta zat-zat yang bisa meningkatkan gairah dan kekebalan tubuh. Selain itu juga kuah pliek u merupakan makanan yang melambangkan kekerabatan dan keaneka ragaman dalam masyarakat Aceh yang dapat disatukan dalam satu kuali, sehingga menghasilkan rasa yang unik dan digemari oleh seluruh masyarakat di dunia. Kuah pliek u juga merupakan media memperkenalkan hasil alam Aceh yang begitu kaya

akan jenis sayurnya sehingga dengan menyantap kuah pliek u berarti kita telah menyantap seluruh sayuran yang ada di Aceh ( Maymun, 2011).

Pliek u ini merupakan hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa berupa

(23)

dalam karung goni selama 3 hari atau diletakkan begitu saja di lantai. Setelah itu dikukur dan dibusukkan lagi. Pada saat belahan buah kelapa disimpan selama 3 hari didapati permukaan daging buah kelapa telah berlendir, lembek, dan terlihat adanya bintk-bintik kuning pada permukaan daging buah kelapa. Pada umumnya waktu penyimpanan yang lama saat pengolahan akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar.

Tanda-tanda umum makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain berlendir, aroma dan rasa atau warna makanan berubah. Tanda lain dari makanan yang tidak memenuhi syarat aman adalah bila dalam pengolahannya ditambahkan bahan tambahan berbahaya seperti asam borax, formalin dan zat pewarna rhodamin B. Cara mengolah atau meracik makanan yang tidak benar juga dapat mengancam

kesehatan dan keselamatan konsum

Tanpa memperhatikan perubahan yang terjadi pada daging buah kelapa yang kemungkinan telah ditumbuhi mikroorganisme, maka oleh pelaku industri rumah tangga daging buah kelapa ini terus dilanjutkan ke proses pembuatan selanjutnya hingga menjadi pliek u. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan pliek u juga masih sangat sederhana.

(24)

perlu diperhatikan sanitasi dapur dan penjamahnya begitu juga dengan penyimpanan dan penyajian makanan harus diperhatikan agar terjaga sanitasinya (Retno, 2002).

Akibat dari pengelolaan tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penyakit, ini bisa terjadi karena pemilihan bahan makanan yang keliru, pembuatan ramuan yang kurang tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang kurang pengawasan secara cermat, pengangkutan yang tidak mengikuti petunjuk, penyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri (Anwar dkk, 1987).

Kejadian penyakit karena makanan yang salah diolah akan menimbulkan kerugian, dan dapat menjadi masalah besar yang menyangkut orang banyak dan bagi konsumen maupun pihak pengelola dan masyarakat kurang dapat memilih makanan yang dikelola dengan baik dalam memenuhi kebutuhannya. Terutama dengan dibukanya macam-macam tempat pengelolaan makanan, seperti industri rumah tangga pliek u.

(25)

Penelitian Samosir (1991), yang meneliti jenis mikroorganisme yang terdapat pada pliek u menunjukan adanya pengaruh pengelolaan pembuatan pliek u terhadap tumbuhnya jamur.

Beberapa penelitian yang menunjukan adanya hubungan perilaku penjamah makanan dengan terdapatnya jamur, seperti penelitian Djarismawati dkk,tahun 2004 yang meneliti pengetahuan dan perilaku penjamah tentang sanitasi pengolahan makanan pada instalasi gizi rumah sakit di Jakarta. Massudi, (2003) yang meneliti perilaku penjamah makanan dalam mengelola makanan di warung sekitar kampus

Sehubungan dengan apa yang telah dituliskan di atas dan melihat betapa pentingnya sistem pengelolaan dalam industri rumah tangga, maka untuk itu penulis tertarik meneliti tentang pengaruh perilaku penjamah pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan upaya pengelolaan yang lebih baik.

Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

1.2. Permasalahan

Proses pembuatan pliek u yang sangat sederhana disertai dengan kurangnya sanitasi dan hygiene penjamah maka penulis tertarik meneliti tentang bagaimana hubungan perilaku penjamah (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di

(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan perilaku penjamah (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan perilaku penjamah (pengetahuan, sikap, dan tindakan) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis

Untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang sanitasi pengelolaan bahan makanan pada industri rumah tangga.

1.5.2. Manfaat praktis

1. Sebagai sumber informasi/masukan dalam meningkatkan usaha sanitasi pengelolaan bahan makanan pada industri rumah tangga

2. Bagi pemerintahan Kabupaten Aceh Besar, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam kaitannya untuk meningkatkan sanitasi pengelolaan bahan makanan pada industri rumah tangga

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur Aspergillus niger 2.1.1. Pengertian Jamur

Jamur adalah jenis tumbuhan yang tidak berdaun dan tidak berbuah, berkembang biak dengan spora, biasanya berbentuk payung, tumbuh di daerah berair atau lembab atau batang busuk. Jamur adalah tubuh buah yang tampak di permukaan media tumbuh dari sekelompok fungi (Basidiomycota) yang berbentuk seperti payung, terdiri dari bagian yang tegak (batang) dan bagian yang mendatar atau membulat. Beberapa jamur aman dimakan manusia bahkan beberapa dianggap berkhasiat obat, dan beberapa yang lain beracun. Contoh jamur yang bisa dimakan : jamur merang (Volvariela volvacea), jamur tiram (Pleurotus), jamur kuping (Auricularia polytricha), jamur kancing atau champignon (Agaricus campestris), dan jamur shiitake (Lentinus edulis) (Meldayulia, 2010).

(28)

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah

diidentifikasi dari genus Aspergillus, Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, dapat tumbuh pada suhu 35º C-37º C (optimum), 6º C-8º C (minimum), 45º C-47º C (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup. Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam (Artikata, 2009).

2.1.2. Aspergillus sp

Aspergillus sp terdapat di alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah tropik

dengan kelembaban yang tinggi. Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia ialah Aspergillus flavus dan Aspergillus niger, yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi (Jawetz dkk, 1996). Beker

(2006) dalam Handayani dkk (2008) menyatakan A. niger juga mampu memproduksi mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya.

(29)

Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus adalah penyebab paling umum

dari aspergillosis pada manusia, walau spesies lain dapat juga sebagai penyebab. Aspergillus fumigatus menyebabkan banyak kasus bola jamur, Aspergillus niger

penyebab umum otomikosis (Rahmat, 2011).

Aflatoksin masih diakui sebagai mikotoksin yang paling penting. Mereka

disintesis oleh hanya beberapa spesies Aspergillus yaitu A. Flavus dan A. Parasiticus yang paling bermasalah. Ekspresi penyakit yang berhubungan aflatoksin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, nutrisi, jenis kelamin, spesies dan kemungkinan paparan bersamaan racun-racun lain. Organ target utama dalam mamalia adalah hati sehingga aflatoxicosis pada dasarnya merupakan suatu penyakit hati. Kondisi meningkatkan kemungkinan aflatoxicosis pada manusia meliputi ketersediaan pangan yang terbatas, kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan jamur pada bahan makanan, dan kurangnya sistem peraturan untuk pemantauan dan pengendalian aflatoksin (Tempo, 2005).

Tingkat tinggi paparan aflatoksin menghasilkan nekrosis hati akut, sehingga kemudian pada sirosis, dan atau karsinoma hati. Kegagalan hati akut dibuat nyata oleh perdarahan, edema, perubahan dalam pencernaan, dan penyerapan dan atau metabolisme nutrisi dan perubahan mental dan atau koma (Aliallink, 2011).

(30)

aflatoksin dapat intercalate menjadi DNA dan Alkylate dasar melalui bagian

epoksidanya. Hal ini juga diduga menyebabkan mutasi pada gen p53, gen penting dalam mencegah perkembangan sel siklus ketika ada mutasi DNA, atau sinyal apoptosis. Aflatoksin bertindak sebagai mutagen, tidak hanya bermutasi bermutasi DNA secara acak, namun secara khusus bermutasi gen p53 di pangkalan 249 menyebabkan tumor hati. Penelitian medis menunjukkan bahwa diet yang teratur termasuk mengkonsumsi sayuran seperti wortel, seledri dan peterseli, mengurangi efek karsinogenik dari aflatoksin (Aliallink, 2011).

2.2. Pengertian Industri Rumah Tangga

Pada kenyataannya di dunia ini masih ada hal menjanjikan yang dapat kita harapkan dari salah satu kegiatan ekonomi yang berlabel industri rumah tangga untuk menanggulangi beberapa permasalahan kependudukan dan ekonomi Negara. Kegiatan ini akan lebih berkembang jika pemerintah juga mendukung dan membantu dalam bentuk modal awal yang dibutuhkan industri rumah tangga serta memberi fasilitas, sarana dan prasarana dalam pengembangannya. Koperasi Pemerintah misalnya. Campur tangan Koperasi sangat memberi manfaat dalam pengembangan perekonomian di Indonesia.

(31)

Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah (Selawati, 2007).

Bertambahnya jumlah keluarga tentu saja akan menambah jumlah kebutuhan dalam memenuhi keperluan anggota keluarga itu sendiri. Kebutuhan keluarga ini akan terasa ringan terpenuhi jika ada usaha yang mendatangkan penghasilan keluarga untuk menutupi kebutuhan tersebut. Industri rumah tangga pada umumnya berawal dari usaha keluarga yang turun menurun dan pada akhirnya dapat bermanfaat menjadi mata pencaharian penduduk kampung di sekitarnya. Kegiatan ini biasanya tidak begitu menyita waktu, sehingga memungkinkan pelaku usaha membagi waktunya untuk keluarga dan pekerjaan tetap yang di embannya (Selawati, 2007).

2.2.1. Penggolongan Industri Rumah Tangga

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi (Daud, 2009) :

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya : industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19

(32)

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya : industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya : industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

Berdasarkan penggolongan diatas maka indsutri rumah tangga pliek u termasuk ke dalam golongan industri rumah tangga karena jumlah tenaga kerja yang digunakan biasanya antara satu sampai empat orang.

Industri berdasarkan skala produksi dan tingkat teknologi yang digunakan dapat dikelompokan menjadi empat yaitu; kelompok industri besar, kelompok industri menengah, kelompok industri kecil dan industri rumah tangga (Daud, 2009).

(33)

biji-bijian. Jamur dari genus Aspergillus, Fusarium dan Penicillium merupakan kontaminan utama dalam bahan pangan yang disimpan (Suparjo, 2008).

2.2.2 Industri Rumah Tangga Pliek u

Industri rumah tangga pliek u merupakan industri yang memanfaatkan buah kelapa sebagai bahan baku utama. Industri rumah tangga pliek u merupakan industri rumah tangga karena mempunyai tenaga kerja 1 - 4 orang. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan industri rumah tangga pliek u yaitu suatu proses produksi yang di dalamnya terdapat perubahan bentuk dari benda yang berupa buah kelapa menjadi bentuk lain (pliek u), sehingga lebih berdaya guna.

Sebagaimana diketahui pliek u dalam bahasa kerennya disebut Patarana merupakan salah satu menu utama untuk masakan kuah pliek u ditambah sejumlah menu lainnya baik sayur-sayuran maupun tiram, bahkan ada yang menambah dengan kacang tanah sehingga rasa kuah pliek u semakin legit dilidah (Bustami, 2009).

Di Aceh, hampir 70 persen kaum ibu menggeluti profesi pembuatan pliek u. Memproduksi pliek u ada sebagian yang telah menjadi pekerjaan pokok. Harga pliek u sekarang Rp10 ribu/kg sedangkan bulan-bulan tertentu harga melonjak. Sedangkan

(34)

Berdasarkan tuntutan jaman yang memerlukan biaya dalam memenuhi kehidupan , pembuatan pliek u dapat membantu ekonomi keluarga. Dan masalah yang dihadapi industri rumah tangga pliek u adalah masalah modal yang kecil dan sulit.

Dengan adanya permasalahan mengenai modal yang dialami oleh pekerja, maka dapat disimpulkan bahwa industri rumah tangga pliek u ini dapat berlangsung bila ada kesinambungan antara modal, bahan baku, dan tenaga kerja. Modal sebagai penggerak usaha digunakan untuk pembelian atat-alat dan pembayaran tenaga kerja. Sedangkan bahan baku sebagai bahan yang akan diolah untuk pliek u. Jadi, ketiga hal tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain.

Industri rumah tangga pliek u sebagai industri rumah tangga mempunyai ciri-ciri yaitu: 1) modal kecil, 2) usaha dimiliki pribadi, 3) menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana, 4) jumlah tenaga kerja relatif sedikit. Sedangkan sifat industri rumah tangga pliek u adalah bersifat tidak berbadan hukum.

(35)

2.3. Pengertian Pliek u

Pliek u (Bhs. Aceh) = patarana

Pliek u dibuat dengan menggunakan kelapa sebagai bahan dasar Untuk

menghasilkan pliek u yang bagus, biasa dipilih kelapa yang sudah tua. Menurut pengakuan produsen pliek u, pembuatan pliek u adalah prospek yang menjanjikan. Proses penjemuran dilakukan di bawah terik matahari dengan di beri alas dari plastik. Proses penjemuran di lakukan sampai benar-benar kering. Pemisahan Minyak dari daging kelapa biasanya dilakukan mulai dari hari ke 2 penjemuran (Ariyuni, 2009).

. Kelapa yang dibiarkan berfermentasi untuk lalu dibiarkan sampai kering. Menurut Nurliana (2009), pliek u merupakan ampas yang diperoleh setelah diambil minyaknya.

Pliek u ini merupakan hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa berupa

ampas yang telah kering. Proses pembuatan pliek u mengalami proses pembusukan yaitu pada saat buah kelapa yang telah dibelah kemudian langsung dimasukkan ke dalam karung goni selama 3 hari atau diletakkan begitu saja di lantai. Setelah itu dikukur dan dibusukkan lagi. Pada saat belahan buah kelapa disimpan selama 3 hari didapati permukaan daging buah kelapa telah berlendir, lembek, dan terlihat adanya bintk-bintik kuning pada permukaan daging buah kelapa. Pada umumnya waktu penyimpanan yang lama saat pengolahan akan menyebabkan kerusakan bahan yang lebih besar.

(36)

1. Persipan Bahan Dasar

Kelapa yang akan digunakan adalah kelapa yang sudah tua. Buah kelapa tersebut dikupas kulitnya hingga nampak batoknya. Lalu air dari buah kelapa tersebut dibuang, bisa dengan dibelah batoknya, atau dicongkel putingnya. Lalu kelapa tersebut diperam selama 3x24 jam. Sesudah sukup waktu, kelapa tersebut dikeruk dari batoknya. Lalu diperam lagi selama satu malam.

2. Penjemuran

Kelapa yang sudah diperam itu terus dijemur. Proses penjemuran dilakukan dibawah terik matahari dengan diberi alas dari plastik. Proses penjemuran dilakukan sampai benar-benar kering.

3. Pemisahan Minyak

Pemisahan minyak dari daging kelapa biasanya dilakukan mulai dari hari ke 2 penjemuran. Caranya dengan menjepit daging kelapa tersebut hingga keluar minyaknya. Alat yang digunakan berupa 2 buah papan yang salah satu ujungnya diikat. Sedangkan ujung yang lain diberi baut berulir dengan diameter kira-kira 3 cm dan panjang kira-kira 30 cm. Baut tersebut dihubungkan pada ujung kayu yang diletakkan secara horizontal dari baut.

2.3.1. Kerusakan pada Daging Buah Kelapa

(37)

Kerusakan yang terjadi pada daging buah kelapa dapat disebabkan oleh kerusakan karena bakteri dan kerusakan karena jamur. Kerusakan karena bakteri terjadi bila kadar air berkisar antara 20 sampai 50 persen, karena umumnya bakteri membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dari pada jamur. Bakteri mempunyai ukuran yang sangat kecil dan beberapa diantaranya, seperti dari golongan bacillus

dan clostridium. Tanda yang terlihat pada permukaan daging buah kelapa adalah

adanya bercak kuning atau coklat pada permukaan yang basah dapat menyebabkan flavor atau bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan

pembentukan lendir (Buckle, 1987).

Kerusakan karena jamur sering dijumpai tumbuh pada makanan setengah kering, tumbuhnya seperti bulu atau rambut yang disebut mycella dan mempunyai warna yang khas, misalnya bewarna hijau atau hitam (Winarno, 1984).

Jamur mempunyai peranan yang sangat penting, karena banyak sekali jenisnya serta mempunyai kesanggupan untuk menyerang dan merombak bahan-bahan yang tidak dapat dilakukan oleh mikroba-mikroba lain.

(38)

Tumbuhnya jamur pada bahan pangan sering menimbulkan kerugian, karena beberapa jamur yang mencemari dan tumbuh pada bahan pangan menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai mycotoxin. Mycotoxin yang di produksi oleh jamur dalam bahan pangan dapat menyebabkan penyakit atau kematian bila termakan oleh manusia atau hewan. Penyakit akut yang disebabkan mycotoxin berbeda sifatnya dan beberapa diantaranya bersifat karsinogenik yang menyebabkan kanker pada hati, ginjal dan perut bila dimakan dalam jumlah kecil untuk jangka waktu yang cukup lama (Buckle, 1987).

Penelitian Samosir (1991), di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, ditemukan jenis mikroorganisme yang terdapat pada pliek u adalah bakteri Bacillus subtilis, dan jamur yang tumbuh adalah Aspergillus niger, Aspergillus flavus, dan Aspergillus fumigatus.

2.4. Upaya Sanitasi Pengelolaan Makanan

Upaya tersedianya makanan yang sehat maka upaya hygiene sanitasi makanan harus berdasarkan pada enam prinsip yaitu (Anwar dkk, 1987)

1. Pengamanan Bahan Makanan

(39)

Menurut Anwar dkk (1987) bahan makanan dikatakan aman jika memenuhi angka 4 (empat) kriteria yaitu:

a. Tingkat dari kematangan sesuai dengan yang diinginkan. b. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikut.

c. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat dari faktor-faktor luar. d. Bebas dari mikroorganisme dari parasit penyebab penyakit.

Bahan makanan sebagai bahan baku untuk makanan jadi banyak yang menimbulkan masalah dalam penanganannya, yaitu dari hasil pertanian, maka kerusakan tersebut dapat berupa kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis dan kimia.

2. Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan yang sangat penting adalah bahan makanan yang rawan rusak. Faktor yang sangat mempengaruhi adalah suhu dan kelembaban. Sehingga dalam penyimpanan bahan makanan yang menurut Permenkes No.712/Menkes/PER/1986 mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.

(40)
[image:40.612.116.527.141.311.2]

Tabel 2.1. Penyimpanan Bahan Makanan Mentah

Jenis Makanan

Digunakan untuk 3 Hari atau

kurang

1 Minggu atau kurang

1 Minggu atau lebih a. Daging, ikan,

udang dan olahannya

-50 sampai 00C -100 sampai 00C Kurang dari 00 b. Telur, susu dan

olahannya -5 0

sampai 70C -50 sampai 00C Kurang dari 0 c. Sayur, buah dan

minumannya

0

100C 100C 100

d. Tepung dan biji-bijian

C

250C 250C 250C

Sumber : Permenkes No. 712/Menkes/PER/1986

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm. c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tempat penyimpanan makanan adalah: 1. Ventilasi harus benar-benar cukup makanan yang disimpan.

2. Ruang harus cukup dengan bahan makanan yang disimpan. 3. Mudah cara pengambilannya.

4. Tidak memberi kesempatan untuk bersarang tikus. Adapun syarat tempat penyimpanan makanan jadi adalah : 1. Ventilasi harus benar-benar cukup makanan yang disimpan. 2. Ruang harus cukup dengan bahan makanan yang disimpan. 3. Mudah cara pengambilannya.

(41)

Adapun syarat tempat penyimpanan bahan makanan jadi adalah :

a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu dalam keadaan bersih. b. Penempatan terpisah dengan makanan jadi.

c. Penyimpanan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan adalah: 1) Keadaan suhu sesuai

2) Keadaan penyimpanan dalam ruangan 80 – 90%

3) Bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanan tidak menempel dilantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm. 2. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm.

3. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak yang sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan, bahan makanan yang masuk lebih dahulu sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan dikeluarkan belakangan.

3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan menyangkut empat hal atau aspek yaitu :

a. Penjamah makanan, adalah seorang tenaga yang dipersiapkan, memasak dan menyajikan makanan terutama tenaga pengolah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum seperti: katering, perusahaan dan lain-lain.

(42)

1) Bebas dari penyakit kulit, atau mempunyai luka-luka pada tangan atau jari-jari untuk bekerja sebagai penjamah makanan.

2) Bebas dari penyakit menular. 3) Bukan pembawa kuman.

b. Cara pengolahan makanan kontaminasi terhadap makanan oleh peralatan, penjamah makanan, proses penanganannya harus dihindari selama pengolahan makanan, baik dalam mencuci, meracik maupun memasak. Dipandang dari segi kesehatan, maka cara pengolahan makanan yang baik menitik beratkan pada hal sebagai berikut:

1) Tidak terjadinya kerusakan makanan sebagai dari cara pengolahannya. 2) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara

perlindungan dengan tubuh.

3) Perlindungan kontak makanan dilakukan dengan sarung tangan plastik yang sekali pakai, ketika menggunakan penjepit makanan dan sendok garpu.

4) Cara pengolahan makanan bersih.

(43)

c. Tempat pengolah makanan

d. Tempat pengolahan bahan makanan, di mana makanan diolah sehingga menjadi makanan terolah atau makanan jadi, biasanya disebut dapur. Dapur ini memerlukan syarat sanitasi, baik dari konstruksinya, perlengkapannya yang ada maupun tata letak perlengkapan yang lazim ada di dapur. Syarat-syarat untuk dapur adalah sebagai berikut:

1) Lantai hendaknya terbuat dari bahan kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan, lantai harus dalam keadaan bersih dan terpelihara sebelum dan sesudah kegiatan.

2) Permukaan dinding harus rata, tidak menyerap percikan air atau dilapisi dengan porselin setinggi 2 m dari lantai.

3) Atap dan langit tidak bocor dan kedap air, bagian bawah langit-langit baru, bersih dan rata.

4) Penerangan tidak menyilaukan, intensitas penerangan minimal.

5) Ventilasi pada tempat pengolahan makanan hendaknya ada untuk pertukaran udara dalam ruangan tersebut.

(44)

7) Penyediaan air bersih menggunakan sistem perpipaan dan ada bak penyediaan, konstruksi aman, mudah dibersihkan dan tertutup serta memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas.

8) Tempat pembuangan sampah harus kedap air, tertutup, mudah dibersihkan dan diangkat, juga frekuensi pengankutannya setiap hari.

9) Pembungan air limbah harus memiliki saluran, air kotor dapur dan air hujan tidak tergenang dan tertutup.

10) Pengendalian serangga dan binatang penggangu, lubang hawa harus dipasang kawat dan kebersihan ruang dapur harus dijaga.

11) Tersedia alat pemadam kebakaran. 12) Tersedia alat P3K.

4. Pengangkutan makanan

Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan untuk disimpan atau disajikan. Baik buruknya pengankutan dipengaruhi beberapa faktor yaitu tempat atau alat pengangkutan, tenaga pengangkut, dan tehnik pengangkutan. Syarat-syarat pengangkutan makanan yang memenuhi aturan sanitasi adalah :

a. Alat atau tempat pengangkut harus bersih

b. Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi pengotoran selama diangkut

(45)

d. Pengangkutan makanan menghindari daerah yang kotor dan mudah terkontaminasi

e. Cara pengangkutan makanan harus dilakukan dengan mengambil jalan yang singkat dan paling terdekat

5. Penyimpanan Makanan

Prinsip dan teknik terutama ditujukan kepada pencegahan pertumbuhan dan perkembangan bakteri dan pengawet makanan serta menghindari pembusukan. Teknik penyimpanan makanan yang didasarkan pada pengaturan suhu adalah penyimpanan dingin dan panas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyimpanan dingin untuk makanan olahan adalah :

a. Suhu, berdasarkan hasil klasifikasi F.G Winarno digolongkan menjadi 3 yaitu: 1) Penyimpanan sejuk (15 – 250

2) Penyimpanan dingin (5,6

C) 0

3) Penyimpanan beku (-17,8 sampai -34,4 C)

0

b. Lamanya penyimpanan

C)

c. Kelembaban

Sedangkan penyimpanan panas baru di tempatkan dalam ruangan yang nyaman sehingga menjadi ketetapan suhu. Adapun syarat penyimpanan makanan jadi adalah sebaga berikut :

(46)

2) Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,50 C atau lebih atau pada suhu dingin 40

6. Penyajian makanan meliputi C atau kurang.

a. Tempat penyajian makanan

Tempat penyajian makanan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : lantai kedap air, tersedia air bersih, dinding dan langit-langit dibuat sedemikian rupa sehingga serangga dan tikus tidak bisa masuk.

b. Alat penyajian

Alat penyajian hendaknya ditempatkan dan disimpan dengan fasilitas bersih, permukaan alat-alat yang berhubungan langsung dengan makanan hendaknya bersih dan kebersihan alat-alat terjamin.

c. Tenaga penyajian

Tenaga penyajian harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut : menjaga kesopanan, teknik membawa makanan, penampilan dan temperamen yang baik serta cara menghidangkan makanan di atas meja dengan baik.

2.4.1. Kerusakan Pangan oleh Mikroorganisme

(47)

setengah jadi maupun bahan jadi. Bahan-bahan yang telah dirusak oleh mikroorganisme dapat menjadi sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan-bahan lain yang masih sehat dan segar (Rostita, 2008).

Menurut Rostita (2008), faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan sebagai berikut :

1. Intrinsik, yaitu sifat-sifat dari bahan pangan itu sendiri, seperti pH. Pada umumnya bahan pangan mempunyai nilai pH 3,0 sampai 8,0, sedangkan kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH 5,0 sampai 8,0 maka jenis-jenis mikroba tertentu saja yang ditemukan pada bahan pangan yang bernilai pH rendah. Zat-zat gizi juga berperan dalam bahan pangan, seperti lemak yang terdapat dalam bahan pangan akan memberikan kesempatan bagi mikroba jenis lipolitik untuk tumbuh. Begitu juga dengan kandungan air pada bahan pangan

sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan mikroba.

2. Ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan. Seperti suhu berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dikelompokkan sebagai psikrofil, psikotrof, mesofil, thermotrof, atau thermofillik.

(48)

4. Implisit, yaitu sifat-sifat dari organisme itu sendiri seperti laju pertumbuhan, simbiosis yang menyebabkan keadaan yang memungkinkan organisme yang lainnya tumbuh dan sifat antagonisme, yaitu lawan dari sifat simbiosis.

Saksono (1986), menyatakan bahwa bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat diuraikan sebagai berikut ini :

1. Berjamur, kapang bersifat aerobik dan paling banyak tumbuh pada bagian luar permukaan dari bahan pangan yang tercemar. Bahan pangan mungkin menjadi lekat dan berbulu sebagai akibat dari produksi miselium dan spora kapang.

2. Pembusukan diartikan sebagai perubahan dari produk dengan tekstur yang masih cukup baik seperti buah-buahan dan sayuran.

3. Berlendir, pertumbuhan pada permukaan yang basah dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang, yang ditandai dengan pembentulan lendir.

4. Perubahan warna menghasilkan koloni yang berwarna atau berpigmen yang dapat memberi warna pada bahan pangan yang tercemar. Sebagai contoh koloni spesies Aspergillus niger warna hitam, dan spesies Penicillium warna hijau.

5. Berlendir kental seperti tali, dalam bahan pangan umumnya disebabkan oleh berbagai spesies mikroorganisme seperti Bacillus suptilis dan Lactobacillus plantarum.

(49)

7. Pembusukan bahan berprotein, dekomposisi anaerobik dari protein menjadi peptida atau asam-asam amino mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuknya hidrogen sulfida, amonia, dan senyawa-senyawa bau lainnya. Bahan pangan yang tercemari secara demikian adalah yang diolah dan dikemas kurang sempurna, sehingga terbentu kondisi anaerobik.

Rahmat (2011) menyatakan faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan antara lain :

1. Perubahan fisik yang terjadi sebagai akibat langsung dari pertumbuhan jamur. Bahan pangan yang diserang jamur dapat mengalami perubahan bentuk, warna, rasa dan bau. Perubahan bentuk terjadi karena adanya penggumpalan terhadap bahan yang diserang. Aktifitas tidak pada bagian permukaan tetapi pada bagian dalam tempat penyimpanan.

2. Akibat lain yang lebih berbahaya adalah kerusakan secara kimiawi sebagai akibat dari produksi metabolit yaitu mikotoksin (mycotoxin, myco : fungi, kapang, atau jamur, toxin : racun) merupakan produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur yang tumbuh pada substrat organik. Produk ini tidak esensial bagi pertumbuhan organisme itu sendiri dan memberi pengaruh negatif terhadap yang mengkonsumsinya.

2.4.2. Food Borne Disease

(50)

lingkungan yang kurang menguntungkan baik dari segi fisik, biologi maupun sosial. Jadi makanan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan manusia dan lazim disebut penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh racun makanan atau Food Borne disease. Penyebab penyakit ini adalah dari makanan yang terkontaminasi oleh

mikroorganisme patogen, radioaktif dan zat kimia beracun. Ini bisa terjadi karena pemilihan bahan makanan yang keliru, pembuatan ramuan yang kurang tepat, penanganan yang salah, pembungkusan yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang kurang pengawasan secara cermat, pengangkutan yang tidak mengikuti petunjuk, penyajian yang ceroboh serta perlakuan yang bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri (Anwar dkk, 1987).

Kejadian penyakit karena makanan ini, seringkali walaupun tidak pernah ada laporan, terutama dengan dibukanya macam-macam tempat pengelolaan makanan, maka letusan penyakit ini lebih sering terjadi.

2.5. Perilaku Penjamah 2.5.1. Perilaku

(51)

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas (Notoatmodjo, 1993).

Pada beberapa penelitian membuktikan dimana perilaku penjamah makanan ada hubungan dalam proses pengolahan terhadap cemaran mikroba, Zulaikhah (2005). Pada penelitian yang lain di kantin, pedagang kaki lima di lingkungan Kampus Universitas Indonesia, Depok memaparkan bahwa perilaku penjamah makanan belum berperilaku hidup bersih dan sehat Susanna dkk, (2003).

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

(52)

psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :

1. Pengetahuan (knowledge) 2. Sikap (attitude)

3. Praktek atau tindakan (practice) 2.5.2. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan ”apa” (what). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang yang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu :

1. Mengetahui

Mengetahui artinya dapat mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Mengetahui merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Seseorang dikatakan tahu apabila ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan materi tersebut.

2. Memahami

(53)

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (riil).

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Seseorang dapat merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori. 6. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap suatu objek materi atau objek penilaian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau responden.

Dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

1. Pendidikan

(54)

2. Media

Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Contohnya televisi, radio, koran dan majalah.

3. Paparan Informasi

Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

2.5.3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Sikap belum berbentuk tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni :

1. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 2. Kepercayaan dan ide terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bersikap

(55)

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon

Suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab atas segala sesutu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. 2.5.4. Tindakan

Tindakan merupakan suatu proses lanjutan untuk mempraktikkan atau melaksanakan pa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) (Notoatmodjo,2003).

Tindakan dibagi menjadi beberapa tingkatan seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003) sebagai berikut:

1. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin

(56)

3. Mekanisme

Seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. 2.5.5. Indikator Perilaku Kesehatan

Dikutip dari Notoatmodjo (2003), indikator praktik kesehatan mencakup beberapa hal, yaitu :

1. Perilaku sehubungan dengan penyakit

Perilaku ini mencakup : a) pencegahan penyakit, mengimunisasikan anaknya, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker pada waktu kerja di tempat yang berdebu dan sebagainya, dan b) penyembuhan penyakit, misalnya : minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat dan sebagainya.

2. Perilaku pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

(57)

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku ini mencakup : membuang air besar di jamban (WC), membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air bersih untuk mandi, masak, cuci dan sebagainya.

2.6. Landasan Teori

Suatu penyakit akibat makanan dapat timbul dari beroperasinya berbagai faktor baik dari makanan sebagai agent, makanan sebagai vehicle dan makanan sebagai media. Berbagai penyakit yang ditimbulkan dari pengelolaan makanan sering kali terjadi walaupun tidak pernah ada laporan.

Dalam pengelolaan makanan hal yang harus diperhatikan adalah sumber bahan makanan tidak tercemar oleh insektisida tidak dalam keadaan rusak pada pengangkutan tidak sampai rusak dan tercemar, penyimpanan bahan makanan tidak terjadi kontaminasi dan pengelolaan makanan harus diperhatikan sanitasi dapur dan penjamahnya (Retno, 2002).

Pengelolaan makanan tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penyakit, ini terjadi karena pemilihan bahan makanan yang keliru, penanganan yang salah, penyimpanan yang tidak benar, penggunaan suhu dan kelembaban yang tidak tepat dan bertentangan dengan sifat-sifat makanan itu sendiri (Anwar dkk, 1987).

(58)

manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas.

2.7. Kerangka Konsep

[image:58.612.137.496.267.464.2]

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan tentang

pembuatan pliek u

Jamur Aspergillus niger - Terhitung

- Tidak terhitung Sikap tentang pembuatan

pliek u

(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survai analitik dengan disain cross sectional yang bertujuan menganalisis hubungan perilaku penjamah meliputi

pengetahuan, sikap, dan tindakan penjamah tentang (pengamanan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian makanan ) dalam pembuatan pliek u pada industri rumah tangga dengan terdapatnya jamur Aspergillus niger di Kecamatan Darul Imarah Tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Darul Imarah dengan mengambil lokasi di tiga desa yaitu Desa Gue Gajah, Gendring, dan Desa Leeu Kabupaten Aceh Besar. 3.2.2. Waktu Penelitian

(60)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua industri rumah tangga yang melakukan pembuatan pliek u yang berada di Kecamatan Darul Imarah dan belum pernah dilakukan pemeriksaan oleh pihak manapun dengan jumlah sebanyak empat puluh industri rumah tangga dan penjamah pembuat pliek u sebanyak 40 orang. 3.3.2. Sampel

Melihat jumlah populasi yang relatif sedikit penelitian menetapkan keseluruhan populasi diambil sebagai sampel yang berjumlah 40 orang penjamah pembuat pliek u.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer dihimpun melalui observasi dan wawancara langsung dengan penjamah pembuat pliek u yang menjadi sampel dan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan.

3.4.2. Data Sekunder

(61)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.4.3.1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Uji validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan suatu alat ukur dengan cara alat ukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi person product moment (r) dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, dan berdasarkan tabel

dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang penjamah yang berada di Desa Angan di Kecamatan Darussalam maka nilai dinyatakan valid atau sebaliknya.

Uji validitas terdiri dari dua macam validitas penelitian, yaitu : Validitas Internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian hasil yang dicapai. Validitas Eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi sampel tersebut diambil (Sugiono, 2004).

3.4.3.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama.

(62)

akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya sudah sesuai dengan kenyataan maka berapa kali pun diambil akan tetap sama. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’ Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari suatu pengukuran

dengan ketentuan jika r alpha > dari r tabel, maka dinyatakan realiable (Sugiono, 2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%.

Hasil uji validitas untuk pertanyaan variabel independen yaitu pengetahuan penjamah tentang pembuatan pliek u menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan yang berjumlah 12 pertanyaan,diperoleh nilai cronbach alpha 0,941. Ini berarti bahwa nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan penjamah tentang pembuatan pliek u valid dan reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas untuk pertanyaan variabel independen yaitu sikap penjamah tentang pembuatan pliek u menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan yang berjumlah 10 pertanyaan pada kuesioner, diperoleh nilai cronbach alpha 0,949. Ini berarti bahwa nilai r hitung > r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap penjamah tentang pembuatan pliek u valid dan reliabel.

(63)

Dari hasil uji validitas diperoleh nilai r hasil > r tabel (0,361) dengan alpha 0,05. Semua valid dimana didapatkan hasil > 0,361.

[image:63.612.113.527.224.296.2]

Hasil uji reliabilitas kuesioner diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.1. Hasil Uji Kuesioner

No Variabel Nilai

Cronbach Alpha Keterangan 1

2 3

Pengetahuan Sikap

Tindakan

0,941 0,949 0,939

Reliabel Reliabel Reliabel

Tabel 4.2 menunjukkan hasil reliabilitas pada variabel pengetahuan, sikap dan tindakan yang telah valid menunjukkan nilai reliabilitas ( > 0,361), maka instrumen pada semua variabel telah teruji reliabilitasnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel merupakan komponen konsep, atau variabel adalah unsur pembentuk konsep. Variabel merupakan operasionalisasi dari konsep sehingga mempunyai variasi nilai yang dapat diteliti secara empirik, berdasarkan dimensi tertentu dari konsep tersebut (Singarimbun, 2006).

(64)

Variabel independen : 1. Pengetahuan penjamah 2. Sikap penjamah

3. Tindakan penjamah Variabel dependen : Aspergillus niger

3.5.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2006).

Variabel independen :

1. Pengetahuan penjamah adalah kemampuan penjamah pembuatan pliek u dalam menguraikan tentang pengamanan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian makanan.

2. Sikap penjamah adalah kecenderungan, keyakinan penjamah untuk mengerjakan pembuatan pliek u dalam menguraikan tentang pengamanan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian makanan.

(65)

makanan, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan dan penyajian makanan.

Variabel dependen :

Aspergillus niger adalah jamur berwarna hitam yang terdapat pada pliek u

yang berumur satu hari.

3.6. Metode Pengukuran

[image:65.612.115.527.473.682.2]

Metode pengukuran menggunakan instrumen kuesioner dengan menggunakan skala ordinal dengan dua kategori baik dan kurang. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori baik dan kurang digunakan sistem skoring dan pembobotan atau disebut skala likert. Variabel, bobot nilai, skala ukur, dan kategori pengukuran seperti terlihat pada tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan (Variabel Bebas)

No Variabel Pertanyaan Bobot

Nilai Kategori Range

Skala Ukur

1 Pengetahuan 12 3

2 1

Baik (≥ 60%) Kurang (<60%)

29 – 36 12 – 28

Ordinal

2 Sikap 10 3

2 1 Baik (≥60%) Kurang (<60%)

24 – 30 10 – 23

Ordinal

3 Tindakan 10 2

1

Baik

(≥60%)

Kurang (<60%)

18 – 30 10 - 17

(66)

3.6.1. Pengetahuan

Baik, bila responden menjawab benar ≥ 60% dari 12 pertanyaan yang diajukan. Kurang, bila responden menjawab benar < 60% dari 12 pertanyaan yang diajukan.

Cara ukur : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Skala ukur : Ordinal 3.6.2. Sikap

Baik, bila responden menjawab benar ≥ 60% dari 10 pertanyaan yang diajukan. Kurang, bila responden menjawab benar < 60% dari 10 pertanyaan yang diajukan.

Cara ukur : Wawancara Alat ukur : Kuesioner Skala ukur : Ordinal 3.6.3. Tindakan

Baik, bila responden menjawab benar ≥ 60% dari 10 pertanyaan yang diajukan. Kurang, bila responden menjawab benar < 60% dari 10 pertanyaan yang diajukan.

(67)

3.6.4. Aspergillus niger

Terhitung, bila koloni jamur 10 sampai 150 Tidak terhitung, bila lebih 150

Cara ukur : Observasi secara Mikroskopis dan Makroskopis Alat ukur : Pewarnaan KOH

Skala ukur : Ordinal

Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk pengukuran Aspergillus niger secara mikroskopis :

1. Pliek u diambil dengan wadah yang sudah steril yang berasal dari laboratorium 2. Alat yang digunakan : objek glass, Cover glass, Mikroskop, Ose, Bunsen, Penjepit. 3. Bahan yang digunakan : Pliek u, KOH, dan media agar/dextrose agar (Jawetz dkk,

2008)

4. Cara kerja KOH : Bakar ose kemudian ambil pliek u ditanam ke media agar lebih kurang lima (lima) titik inkubasi pada suhu kamar

5. Cara kerja Lacto Phenol Cotton Blue

Panaskan ose ↓

Ambil larutan LCB dan letakkan pada ↓

Objek glass (Aseptiskan) ↓

Panaskan needle dan dinginkan needle ↓

Ambil koloni jamur ↓

Kemudian campurkan dengan larutan LCB pada objek glass tadi

(68)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap, dimulai dari analisis univariat, yang digunakan adalah analisa deskriptif yaitu hanya menjabarkan variabel-variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel dependen. Untuk analisa ini semua variabel dibuat dalam bentuk skala ordinal. Untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan analisis bivariat dengan uji statistik chi square pada taraf uji nyata (α = 0,05).

(69)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Darul Imarah adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) desa yang memiliki industri rumah tangga pliek u. Adapun batas masing-masing desa di Kecamatan Darul Imarah, sebagai berikut :

4.1.1. Desa Gue Gajah

Desa Gue Gajah merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Darul Imarah berjarak ± 58 km dari ibukota Kabupaten. Adapun batas-batas wilayah Desa Gue Gajah adalah sebagai berikut :

a. Sebelah

Gambar

Tabel Frekuensi .......................................................................................
Tabel 2.1.  Penyimpanan Bahan Makanan Mentah
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait