ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA
KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA
PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT
PRIMA TATA PATUMBAK
DI MEDAN)
TESIS
Oleh
DAME SILITONGA
087011030/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA
KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA
PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT
PRIMA TATA PATUMBAK
DI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
DAME SILITONGA
087011030/MKn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT PRIMA TATA PATUMBAK DI MEDAN
Nama Mahasiswa : Dame Silitonga Nomor Pokok : 087011030 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN)
Ketua
(Notaris Syahril Sofyan, SH.,MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal : 23 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN
Anggota : Notaris Syahril Sofyan, SH., MKn
Dr. Keizerina Devi A. SH., CN., M.Hum
Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., MHum
ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA
Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.
Debitur dalam hal menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah adalah dengan mengalihkan hak dan oper kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan hak dan oper kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.
Tetapi ada juga pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan dihadapan notaris, yang dalam hal ini akta yang dibuat adalah akta pernyataan, akta novasi, akta
1
Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2
Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.
3
Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.
4
perjanjian jual beli dan juga akta kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan kredit telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank. Pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan debitur secara diam-diam, bank tetap terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak dan oper kredit mengharapkan agar debitur melakukan proses alih debitur dengan sepengetahuan bank agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak.
THE TAKE OVER OF RIGHT AND CREDIT OVER AT HOUSE PROSSESSING CREDIT (A STUDY AT
PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT
Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time
One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak
But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank
Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party
Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.
5
The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 6
The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 7
The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus karena berkat anugrah dan kasih
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, yang berjudul
"Analisis Pengalihan Hak dan Oper Kredit pada Kredit Pemilikan Rumah
(Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan."
Pada kesempatan ini dengan tulus ikhlas penulis sampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada yang amat terpelajar:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi
Pembimbing.
2. Bapak Syahril Sofyan, SH., MKn., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., selaku Anggota Komisi
Pembimbing.
Yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam memperluas wawasan
penulis dari awal penyusunan proposal sampai penyelesaian penulisan tesis ini.
Demikian juga penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., MHum., dan
Ibu Chairani Bustami, SH., SpN, MKn selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan bimbingan, arahan serta masukan maupun saran terhadap
penyempurnaan penulisan tesis ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc (CTM)., SpA(K)., selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi
penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala
pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama
menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar., SH., CN., M.Hum, selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas
segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis
selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Para Guru Besar, Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
6. Para Staf Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dengan
sepenuh hati terutama dibidang administrasi.
7. Bapak Hadi, SE. dan Bapak Ruslan, SE., selaku staf Legal Officer pada PT.
Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan, yang telah banyak
memberi bantuan dan data-data yang diperlukan dalam penyelesaian penulisan
tesis ini.
8. Bapak Gongga Marpaung, SH., selaku Notaris/PPAT daerah kerja Kota Medan
dan Bapak Andi Isnain, SH, selaku Notaris/PPAT daerah kerja Kabupaten Deli
Serdang, selaku responden yang telah banyak memberikan bantuan dan
informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2008, yang telah memberikan
Teristimewa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua
penulis ayahanda tercinta Mangasa Silitonga, dan ibunda Kesmin Boru Simanjuntak
serta kakanda tersayang Maria Magdalena Silitonga dan adik-adiku tersayang Pinta
Parulian Silitonga, SE, Bernard Mangotang Silitonga dan Marudut Swandi
Hasitongan Silitonga atas semua doa, perhatian, limpahan kasih sayang dan dukungan
baik moril maupun materil sepenuhnya yang tak akan terlupakan sampai akhir hayat
penulis untuk keberhasilan studi penulis.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Tuhan Yesus memberkati
kita semua. Amin.
Medan, Agustus 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Dame Silitonga
NIM : 087011030
Tempat/Tgl. Lahir : Sipahutar, 15 Maret 1978
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting Gang Rukun No. 3 Kel. Merdeka, Kec.
Medan Baru, Kota Medan
Program Studi : Magister Kenotariatan
Instansi Studi : PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak
Medan
Alamat Instansi : Jl. Gatot Subroto
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : Negeri 1 Sipahutar Tahun 1990
2. SMP : Negeri 1 Sipahutar Tahun 1993
3. SMA : Negeri 1 Balige Tahun 1996
4. S1 (Sarjana) : Universitas Darma Agung (UDA) Medan Tahun 2007
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... ... 1
A. Latar Belakang ... ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian... ... 12
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Landasan Konsepsional ... 28
G. Metode Penelitian ... 31
1. Spesifikasi Penelitian... 31
2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel... 32
3. Teknik Pengumpulan Data... 34
BAB II PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA KREDIT
3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah ………...
4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian………
5. Asas-Asas Hukum Perjanjian………..………..
6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah…………... 37
B. Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pada Kredit Pemilikan Rumah.
1. Pengertian Pengalihan Hak dan Oper Kredit ...….
2. Tujuan Pengalihan Hak dan Oper Kredit ...………..
3. Faktor-Faktor terjadi Pengalihan Hak dan Oper Kredit .…. 58
59
61
C. Prosedur Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pemilikan Rumah 62
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN KREDITUR DAN DEBITUR LAMA, DEBITUR BARU DALAM PERJANJIAN PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA RUMAH YANG DIBELI
DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS KREDIT
PEMILIKAN RUMAH ... 70
A. Hak dan Kewajiban Kreditur ...
1. Hak Debitur...………
2. Kewajiban Debitur..……….
74
74
C. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur Pada Pihak Lain...
1. Pengalihan Hak dan Oper Kredit Menurut Ketentuan PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak ...
2. Pengalihan Hak dan Oper Kredit yang Dibuat Dihadapan Notaris...
75
76
82
D. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada
Pihak Lain Tanpa Sepengetahuan Kreditur... 85
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR
JIKA DEBITUR BARU WANPRESTASI... 91
A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur Jika Debitur Baru
Wanprestasi………... 91
1. Terjadinya Wanprestasi pada Debitur Baru ………
2. Kerugian-Kerugian yang Diderita oleh Debitur ...…….. 111
111
116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 130
A. Kesimpulan...…….………….………….………. 130
B. Saran...………….………….………….………….……… 132
DAFTAR PUSTAKA...
ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA
Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.
Debitur dalam hal menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah adalah dengan mengalihkan hak dan oper kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan hak dan oper kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.
Tetapi ada juga pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan dihadapan notaris, yang dalam hal ini akta yang dibuat adalah akta pernyataan, akta novasi, akta
1
Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2
Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.
3
Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.
4
perjanjian jual beli dan juga akta kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan kredit telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank. Pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan debitur secara diam-diam, bank tetap terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak dan oper kredit mengharapkan agar debitur melakukan proses alih debitur dengan sepengetahuan bank agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak.
THE TAKE OVER OF RIGHT AND CREDIT OVER AT HOUSE PROSSESSING CREDIT (A STUDY AT
PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT
Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time
One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak
But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank
Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party
Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.
5
The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 6
The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 7
The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri
perbankan. Perbankan memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam
masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis
dalam proses pembangunan nasional.9
Pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia untuk
mendapatkan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.10
Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan
kesejahteraan bagi setiap keluarga Indonesia, perumahan dan pemukiman sebagai
bagian dari pembangunan nasional perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara
9
Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Medan: USU, 2 September 2006), hal. 2.
10
terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan. Seperti yang tercantum dalam
UUD 1945 Pasal 28 h angka 1 (amandemen kedua tahun 2000) yang menyatakan
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Rumah adalah sesuatu yang diidam-idamkan setiap orang untuk dimiliki,
karena rumah adalah salah satu kebutuhan primer (pokok) yang sangat penting
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari disamping kebutuhan sandang (pakaian)
dan pangan (makanan). Definisi rumah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
sebuah bangunan untuk tempat tinggal.11 Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan hunian pembinaan
keluarga.12
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada
Pasal 5 mempertegas hak atas rumah yang layak dengan menyatakan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau
memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.
Pembangunan merupakan usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat, oleh karena itu hasil pembangunan harus dinikmati oleh seluruh rakyat
Indonesia, sebagai peningkatan kesejahteraan adil adan merata. Di Indonesia saat ini
masih relatif banyak warga negaranya yang belum memiliki rumah. Kondisi ini tidak
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusaka, 2002), hal. 966.
12
terlepas dari makro perekonomian Indonesia yang mengalami krisis moneter dan
ekonomi sejak tahun 1998. Kondisi tersebut secara langsung mengakibatkan daya
beli rumah secara tunai menjadi rendah. Sehingga timbulnya berbagai penawaran
kredit pemilikan rumah.13
Sehubungan dengan kredit pemilikan rumah, Munir Fuady mengemukakan
sebagai berikut:
Dalam prakteknya, kredit kepemilikan rumah sangatlah tergantung pada pengadaan atau kucuran dana dari bank. Artinya kredit pemilikan rumah tidak akan berjalan baik, jika sektor perbankan tidak mempunyai dana untuk menyalurkan atau mengucurkan kredit pemilikan rumah kepada masyarakat. Dalam dunia perbankan, perkreditan merupakan salah satu tugas bank yang penting, dapat dikatakan bank tanpa kredit seperti “sayur tanpa garam”.14
Meningkatnya populasi penduduk, memberikan pengaruh akan kebutuhan
perumahan, apalagi masyarakat di perkotaan yang makin lama jumlah penduduknya
semakin banyak, sedangkan untuk membangun rumah tidak semua masyarakat dapat
melakukannya. Dimana sekarang ini dapat dilihat dimana-mana terdapat
properti-properti yang menawarkan beragam jenis perumahan, mulai dari harga yang rendah
hingga keharga yang relatife tinggi sesuai kemampuan dan keinginan para peminat.
Perwujudan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kehidupan
yang layak dan bermartabat serta cukupnya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang,
papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja.15 Ditambah lagi dengan kebijakan
13
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cetakan Ke-2 Edisi Revisi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 5.
14
Ibid. hal. 1. 15
pemerintah di bidang ekonomi, mengelola kebijakan makro dan mikro ekonomi serta
terkoordinasi dan sinergis guna menentukan tingkat suku bunga yang wajar, tingkat
inflasi yang terkendali, menyediakan kebutuhan perumahan dan pangan rakyat,
menyediakan fasilitas publik yang memadai dan harga terjangkau, serta
memperlancar perizinan yang transparan, mudah, murah dan cepat.16
“Pembangunan perumahan dan pemukiman akan terus meningkat seirama
dengan pertambahan penduduk, dinamika penduduk dan tuntutan ekonomi, sosial,
budaya yang berkembang”. Salah satu sektor yang dikembangkan oleh pemerintah
adalah sektor perumahan yang merupakan salah satu sarana kehidupan bagi
masyarakat, dimana pemerintah memberi bantuan untuk golongan-golongan ekonomi
lemah antara lain dengan jalan penyediaan dana perkreditan melalui bank-bank
pemerintah ataupun swasta dengan persyaratan-persyaratan yang ringan dan suku
bunga rendah untuk tipe-tipe rumah kecil yang suku bunganya disubsidi oleh
pemerintah ataupun oleh pihak pengembang (developer).17
Pihak pengembang, pihak bank ataupun bank-bank swasta untuk menarik
minat konsumen, memberikan subsidi dengan suku bunga yang lebih rendah pada
tahun pertama kredit berjalan, selanjutnya diberlakukan suku bunga normal yang
berlaku pada bank tersebut sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia.18
16
Ibid. hal. 3. 17
Ibid. hal 8. 18
Bisnis Kredit Pemilikan Rumah adalah bisnis yang mengandalkan jumlah
nasabah, sehingga makin banyak nasabah yang dilayani akan menekan biaya bank
yang bersangkutan. Meskipun Kredit Pemilikan Rumah begitu menjanjikan, bank
tidak akan sembarangan dalam menyalurkan kreditnya. Bank dengan prinsip
kehati-hatian menganalisis para calon pembeli rumah atau dengan kata lain nasabah yang
hendak menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah agar di kemudian hari tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu wujud prinsip ini, bank tidak akan
memberikan kredit kepada nasabah tanpa didahului studi kelayakan terhadap rencana
pembelian rumah.19
Untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, menurut
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:
”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.20
Perjanjian jual beli rumah didasarkan pada suatu perjanjian yaitu perjanjian
kredit. Perjanjian merupakan landasan yang penting dalam kepemilikan rumah karena
perjanjian itu dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan
para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan perjanjian dalam kepemilikan
rumah adalah perjanjian kredit antara bank dengan nasabah atau kreditur dan debitur
dengan jangka waktu kredit yang cukup lama sehingga menimbulkan berbagai
19
Ibid. hal. 21. 20
masalah bagi debiturnya, masalah yang biasanya terjadi adalah seperti masalah
keuangan dari pihak debitur jika terjadi wanprestasi, masalah debitur pindah tugas ke
kota lain, masalah debitur jatuh sakit.21
Mengatasi masalah keuangan dan agar tidak terjadi wanprestasi sehingga akan
mengakibatkan objek dari perjanjian kredit tersebut disita oleh pihak bank, maka
debitur mencari jalan keluar dengan cara menjual kembali atau mengalihkan apa yang
menjadi obyek dalam perjanjian kredit tersebut, dalam hal ini debitur mengalihkan
hak kreditnya atau oper kredit atas tanah dan bangunan tersebut.22 Pengalihan hak
atas tanah tersebut, dilakukan di depan pejabat yang berwenang yaitu pihak bank,
notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditunjuk oleh bank.
Sistim hukum pertanahan di Indonesia mengenal perbuatan hukum
pemindahan hak atas tanah yang sengaja dialihkan pada pihak lain.23 Bentuk
pemindahan haknya bisa terjadi karena:24
1. Jual beli yaitu suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk
menyerahkan suatu barang dari pihak lain yang bertindak sebagai pembeli
berjanji untuk membayar harga.
2. Tukar menukar yaitu suatu persetujuan dimana kedua belah pihak berjanji
untuk saling memberikan benda secara timbal balik.
21
Ibid. hal. 34. 22
Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 57.
23
Muhammad Yamin Lubis & Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 276.
24
3. Hibah yaitu suatu persetujuan pemberian suatu barang yang diberikan sewaktu
hidup secara cuma-cuma dan tidak dapat dicabut kembali.
4. Pemberian menurut adat yaitu suatu pesetujuan untuk memberikan seseorang
sesuatu misalnya dalam pemberian marga oleh masyarakat adat setempat
berdasarkan kesepakatan pemuka adat.
5. Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng yaitu misalnya dalam penyetoran
saham dalam perusahaan dengan tunai yang diberikan dengan benda bergerak
atau tidak bergerak sehingga terjadi pemasukan dalam perusahaan.
6. Pembagian Hak Bersama.
7. Penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan
likuidasi.
8. Hibah wasiat yaitu hibah yang dibuat secara tertulis melalui perantaraan
seorang notaris, dimana bagian-bagian tertentu dari harta peninggalannya
diberikan kepada ahli waris tertentu (bisa juga dihadiahkan pada orang
tertentu).
Lembaga pemilikan kredit perumahan berkembang, antara lain karena
kebutuhan rumah meningkat, sementara daya beli lemah sehingga masyarakat
membeli dengan sistem kredit pemilikan rumah. Tidak selamanya pembeli rumah
dengan sistem kredit pemilikan rumah ini menyelesaikan semua kewajiban secara
tuntas. Adakalanya karena hal-hal tertentu mengalihkan haknya kepada pihak lain.
sepengetahuan pihak bank.25 Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi debitur
penerima pengalihan hak kredit baik dari segi kepastian hukum maupun dari
kewenangan kepemilikan dari pihak penerima pengalihan kredit tersebut, karena
selama jangka waktu kredit berjalan dan belum dilunasi maka pihak debitur penerima
pengalihan hak kredit tersebut tidak mempunyai kewenangan apapun dengan pihak
bank pemberi kredit. Baik sertifikat ataupun perjanjian kredit tersebut masih tetap
atas nama pihak pertama yang mengalihkan hak kredit tersebut.26
Prakteknya bila pihak penerima pengalihan hak tersebut masih terus
melanjutkan kredit rumah yaitu dengan tetap membayar cicilan kredit pemilikan
rumah atas nama pihak pertama yang terikat dengan bank pemberi kredit yang jangka
waktu kreditnya masih cukup lama, sehingga timbul permasalahan dikemudian hari
dengan pihak bank pemberi kredit.27
Apabila kredit telah lunas ataupun dilunasi untuk segala administrasi
menyangkut kredit tersebut pihak bank masih tetap mensyaratkan pihak pemberi
pengalihan hak tersebut harus hadir untuk meyelesaikan masalah administrasi
sehingga dengan adanya syarat-syarat tersebut sering kali menyulitkan pihak
penerima pengalihan hak kredit tersebut, karena pada saat itu pihak pemberi
25
Slamet Ristanto, Op. Cit., hal. 25. 26
Ibid. hal. 27. 27
pengalihan kredit tersebut mungkin sudah meninggal dunia atau sudah pindah dan
tidak diketahui dimana keberadaannya.28
Hal ini sangat merugikan dan tidak memberikan kepastian serta perlindungan
hukum bagi konsumen dalam hal ini pihak penerima pengalihan kredit (debitur baru).
Hal yang demikian terjadi di masyarakat karena kurangnya pengetahuan mengenai
seluk beluk oper kredit. Banyak yang menganggap bahwa dengan bukti lunas
(kwitansi) antara pembeli dan penjual saja urusan jual beli sudah selesai.29
Jual beli secara kredit ini tidak hanya melibatkan pemilik rumah saja tetapi
juga melibatkan pihak bank sebagai pemilik jaminan atas tanah dan bangunan.
Jaminan yang lahir dalam perjanjian jual beli ini menimbulkan jaminan khusus yang
berupa jaminan yaitu hak tanggungan.30
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan pengertian
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria. Hak Tanggungan bersifat accesoir pada piutang
tertentu.31
28
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 33.
29
H, Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 123.
30
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 77.
31
Pihak dari PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan
mengatakan bahwa pengalihan hak dan oper kredit ada terjadi di masyarakat dimana
para pihak yang melakukan jual beli tanpa sepengetahuan pihak bank. Perjanjian jual
beli yang terjadi antara debitur dan pihak ketiga, dimana cicilan kredit pemilikan
rumah tetap dibayar oleh pihak ketiga sampai lunas walaupun masih atas nama pihak
pertama (penjual).
Pada saat pengambilan sertifikat yang disimpan di bank sebagai agunan, oleh
pihak ketiga pengambilan sertifikat tersebut seharusnya memakai akta surat kuasa
yang dibuat dihadapan notaris. Pengambilan sertifikat memakai surat kuasa yang
dibuat dibawah tangan karena antara debitur dan pihak ketiga pada saat perjanjian
jual beli atau oper kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan bank, hanya
berdasarkan kertas bermeterai saja, jadi agar berkekuatan hukum seharusnya dibuat
akta surat kuasa pengambilan sertifikat yang dibuat dihadapan notaris dan akta jual
beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Berdasarkan pandangan yang demikian, maka disusun penelitian dalam
bentuk tesis dengan judul “Analisis Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pada Kredit
Pemilikan Rumah (Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di
Medan)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
1. Bagaimana syarat dan prosedur pengalihan hak dan oper kredit pada kredit
pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di
Medan?
2. Bagaimana hak dan kewajiban kreditur dan debitur lama, debitur baru dalam
perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada rumah yang dibeli dengan
menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat
Prima Tata Patumbak di Medan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur jika debitur baru wanprestasi
pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata
Patumbak di Medan?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang syarat dan prosedur pengalihan hak dan oper kredit
pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata
Patumbak di Medan.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban kreditur dan debitur lama, debitur baru
dalam perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada rumah yang dibeli dengan
menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur jika debitur baru
wanprestasi pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat
Prima Tata Patumbak di Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan
hal-hal yang menjadi permasalahan baik secara teoritis maupun secara praktis:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan pemikiran serta bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam
bidang hukum perbankan di Indonesia, khususnya mengenai pengalihan hak dan
oper kredit pada kredit pemilikan rumah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan masukan kepada praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan
perbankan dalam membuat perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada kredit
pemilikan rumah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada
perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
Utara di Medan, penelitian mengenai Pengalihan Hak dan Oper Kredit Atas Kredit
Pemilikan Rumah Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan
Namun demikian, dari hasil penelusuran kepustakaan terdapat penelitian dari
mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul:
1. ”Pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah dalam upaya memenuhi
kebutuhan akan rumah bagi masyarakat kota Medan (Studi kasus pada Bank
Tabungan Negara Cabang Medan)”, oleh Jannes Donald Vicky Boring, dimana
dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai pelaksanaan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang
Medan.
2. ”Alih debitur sebagai salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada PT.
Bank Mandiri Cabang Pekanbaru (Jl. Ahmad Yani)”, oleh Elis Syahputra, dimana
dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai pelaksanaan
alih debitur sebagai upaya penyelesaian kredit macet.
Dari judul dan permasalahan tesis diatas, jelas tidak ada yang mengkaji hal
yang sama dengan yang akan diteliti dalam tesis ini. Walaupun tesis-tesis diatas dapat
dipakai sebagai bacaan dan rujukan untuk penelitian ini, tetapi permasalahan yang
akan diteliti jelas berbeda. Dengan demikian penelitian ini asli sehingga dapat
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan mengahadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.32
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat
jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya
yang tertinggi.33 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari
mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.34
Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu
kasus ataupun permasalahan (Problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,35 yang merupakan masukan eksternal
dalam penelitian ini.
Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa
kegunaan, sebagai berikut:
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
32
M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1996), hal. 203.
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 254. 34
Ibid. hal. 257. 35
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mempertahankan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketaui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan
pada pengetahuan peneliti.36
Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang digunakan
sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, diantaranya adalah teori positivisme
hukum dan teori keseimbangan.
Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata dan
juga akibat adanya asas kebebasan berkontrak sebagai konsekuensi dari asas-asas
hukum yang terdapat dalam lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah
diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini, dengan aliran
hukum positif yang analitis dari Jhon Austin. Teori positivisme hukum yang
dikembangkan oleh Jhon Austin yang terlihat dari bukunya yang berjudul Province of
Jurispridence. Jhon Austin mengartikan bahwa:
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver, yang artinya bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, yaitu perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai sesuatu yang logis, tetap dan bersifat tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.37
36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 121. 37
Oleh karena itu, hukum positif harus memenuhi unsur, yaitu adanya unsur perintah,
sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Di sinilah letak korelasi antara persoalan kepastian
hukum yang merupakan salah satu tujuan hukum dengan peranan Negara. Dalam
hukum positivisme, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian.
Menurut Satjipto Raharjo:
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.38
Jadi menurut teori ini pengalihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan
rumah perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian,39
keadilan40 serta ketertiban hukum.41 Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin
38
Satjipto Raharjo, Op. Cit., Cetakan ke-V, 2000, hal. 53. 39
Kepastian memiliki arti ”ketentuan: ketetapan” sedangkan jika kata kepastian itu digabungkan dengan kata hukum menjadi kepastian hukum, memiliki arti ”perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara”, lihat dalam E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, (Jakarta, Buku Kompas, 2007), hal. 91-92.
40
Menurut Aristoteles, keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak. Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. Asas ini menghendaki agar sumber daya di dunia ini diberikan atas asas persamaan kepada anggota-anggota masyarakat atau negara. Dalam hubungan ini ia membedakan antara keadilan distributif dan korektif. Menurut Aristoteles, kedua-duanya mengikuti asas persamaan, yang dikatakannya ”harus ada persamaan dalam bagian yang diterima oleh orang-orang, oleh karena rasio dari yang dibagi harus sama dengan risiko dari orang-orangnya; sebab apabila orangnya tidak sama, maka di situ tidak akan ada bagian yang sama pula; maka apabila orang-orang yang sama tidak menerima bagian yang sama atau orang-orang-orang-orang yang tidak sama menerima bagian yang sama, timbullah sengketa. Lihat dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 163.
41
adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam
pergaulan kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu
terhadap pihak yang lain.42 Van Apeldoorn juga sependapat dimana, dengan adanya
kepastian hukum berarti ada perlindungan hukum.
Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa
pemegang hak milik. Kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan kepastian hukum
terhadap tanah, sehingga setiap pemilik dapat terjamin haknya dalam
mempertahankan hak miliknya dari gangguan luar.43
Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum.
Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu
diarahkan untuk memuaskan.
Dalam setiap hak terdapat 4 (empat) unsur, yaitu:
a. subjek hukum,
b. objek hukum,
c. hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban,
d. perlindungan hukum.44
Berdasarkan Pasal 570 KUH Perdata “hak milik adalah hak untuk menikmati
suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan
E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), hal. 131.
42
M. Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, 2004), hal. 21.
43
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, (Jakarta: Intermasa, 1980), hal. 21.
44
bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan undang-undang atau peraturan umum
yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu, semuanya itu
dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan
umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan
undang-undang”.45
Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana ia menyatakan
bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang
adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua
orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang)
dihadapan hukum.
Teori keseimbangan antara bank selaku lembaga keuangan yang memberikan
fasilitas Kredit Pemilikan Rumah kepada masyarakat/debitur dan debitur sebagai
penerima fasilitas Kredit Pemilikan Rumah. Keseimbangan untuk memperoleh
kepastian hukum antara para pihak (bank dan debitur) dalam perjanjian kredit yang
menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan apa yang telah
diperjanjian.
Dalam perjanjian kredit antara bank dengan debitur, bank mempunyai
kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan
prestasi, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian
kredit itu dengan itikad baik.
45
Perjanjian peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah
menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang membuatnya. Hubungan
hukum itu mengandung kewajiban dan hak yang timbal balik antara para pihak.
Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan
dalam perjanjian, tidak akan menimbulkan masalah, sebab kewajiban hukum pada
hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Tetapi apabila salah satu
pihak telah melaksanakan kewajiban hukumnya, sedangkan pihak lainnya
belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum, barulah ada masalah, yaitu wanprestasi
yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan. Dalam hal ini muncul sanksi hukum
untuk memkasa pihak yang wanprestasi itu untuk memenuhi kewajiban.46
Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat
oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objeknya yang
dimilikinya. Seorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang
yang telah dibelinya itu, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk
menyerahkan barang yang dijualnya, jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan
adalah sebjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum
yang lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.47
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria bahwa hak milik adalah hak
turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.48 Kata “
46
Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 23.
47
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 50. 48
temurun” menunjukan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik
masih hidup dan jika dia meninggal dunia maka, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh
ahli waris. “Terkuat” menunjukan kedudukan hak itu paling kuat jika dibandingkan
dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda
bukti hak (sertifikat), sehingga mudah dipertahankan terhadap pihak lain dan jangka
waktu pemilikannya tidak terbatas. “Terpenuh” menunjukan hak itu memberikan
kepada pemiliknya wewenang paling luas, jika dibandingkan dengan hak-hak atas
tanah lainnya.49
Menurut Pasal 20 ayat 2 (dua) Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik
dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar. Pemberian
dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat dan lain-lain pemindahan hak yang
bermaksud memindahkan hak milik yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan
Perundang-undangan.
Hak milik atas suatu benda adalah suatu hak terpenting. Hak atas suatu benda
atau barang yang dipegang oleh seseorang tidak selamanya ada padanya. Hal ini
berlaku pada benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti tanah. Benda bergerak
dapat beralih atau dialihkan secara langsung dan seketika antara pihak yang
menyerahkan hak dan penerima hak. Lain halnya dengan benda tidak bergerak,
peralihan hak atas benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akte otentik yang
dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang.50
49
Ibid, hal. 35. 50
Pasal 584 KUHPerdata menyatakan cara memperoleh hak milik ialah karena
penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik,
dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu. Ketentuan ini
mengandung arti tiada seorangpun dapat menyerahkan hak-haknya pada orang lain
lebih banyak dari hak yang dimilikinya.51 Penyerahan merupakan salah satu cara
memperoleh hak kebendaan yang banyak terjadi dalam masyarakat. Penyerahan
(Levering) ialah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atau atas namanya kepada
orang lain, sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu.52
Hak milik baru beralih kepada pembeli bila penyerahan bendanya diserahkan
oleh penjual kepada pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis yang
memindahkan hak milik.53
Menurut Paul Scholten dalam ajaran causal penyerahan sah apabila alas hak
sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah. Yang dimaksud dengan alas hak
ialah hubungan hukum yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan karena
perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar pemberian hadiah dan dapat timbul karena
undang-undang, misalnya pewarisan. Jadi, sah tidaknya penyerahan tergantung pada
sah tidaknya alas hak. Ajaran causal mengabaikan pihak yang jujur, tetapi hukum
tetap memberikan perlindungan. Untuk memindahkan hak milik perlu ada perjanjian
51
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal 43.
52
Ibid, hal. 47. 53
yang bersifat kebendaan (Zakelijk) dan harus orang yang berhak atau mempunyai
kewenangan yang sah yaitu orang yang memiliki benda itu sendiri.54
Hak Tanggungan beralih apabila piutang yang dijamin dengan hak
tanggungan itu beralih pada pihak ketiga. Peralihan piutang dapat terjadi karena
cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab–sebab lain seperti peralihan kredit pemilikan
rumah (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan rumah
yang dibiayai dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah) dari bank kepada pihak
ketiga. Dengan kata lain, hak tanggungan beralih karena hukum kepada kreditur yang
baru apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beralih kepada kreditur
yang baru. Keabsahan pengalihan hak kepada pihak ketiga diatur menurut Pasal 16
Undang-Undang Hak Tanggungan karena beralihnya hak tanggungan yang diatur
dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.55
Untuk memenuhi kebutuhan perbankan agar Hak Tanggungan dapat tetap
melekat pada kredit yang dialihkan oleh bank kepada pihak lain sebagai debitur baru
yang menggantikan debitur yang lama, haruslah penggantian debitur itu melalui
perjanjian yang khusus antara para pihak.56
54
Ibid, hal. 158. 55
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan pokok dan masalah yang dihadapi oleh Perbankan, (Penerbit Alumni, Bandung, 1999), hal. 128.
56
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dan teori
keseimbangan dari Aristoteles, juga digunakan teori sistem dari Mariam Darus
Badrulzaman yang mengemukakan bahwa;
Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.57 Hal yang sama juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh suatu atau beberapa asas.58
Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi
dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.
Pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas
hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.59
Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan suatu perjanjian, termasuk dalam hal
ini peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah yang juga merupakan
suatu perjanjian yang tumbuh dalam masyarakat akibat adanya asas kebebasan
berkontrak (Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan demikian pengalihan
hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah juga termasuk dalam suatu sistem
hukum yang berpedoman pada sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam
pembentukan dan pelaksanaannya.
57
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15.
58
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 56.
59
Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian mengandung pengertian sebagai suatu
hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang
memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan kepada pihak lain untuk melunasi prestasi.60 Tan Kamello mengatakan
bahwa dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum
melainkan merupakan hubungan hukum.61 Menurut beliau:
Pandangan ini dikemukakan oleh Van Dunne, yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional. Communis Opinio Doctorum selama ini memahami arti perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua hal yaitu perbuatan penawaran dan penerimaan. Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum. Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara kreditur dengan debitur.62
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya selalu dimulai dengan
permohonan nasabahnya yang bersangkutan, apabila bank menganggap permohonan
tersebut layak untuk diberikan, maka untuk dapat terlaksananya pemberian kredit,
terlebih dahulu haruslah dengan diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan
dalam bentuk perjanjian yang disebut perjanjian kredit.63 Salah satu dasar yang cukup
jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah dalam
60
M. Yahya Harahap, Segi-Segi hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 6. 61
Tan Kamello, Op. Cit., hal. 5. 62
Ibid. hal 6. 63
Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
berbunyi, ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.64
Pencantuman kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam di
dalam defenisi kredit atau pengertian kredit sebagaimana tersebut di atas, menurut
Sutan Remi Sjahdeni mempunyai beberapa maksud, sebagai berikut:65
a. Bahwa pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam meminjam. Dengan demikian, bagi hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan Buku Ketigabelas (tentang pinjam meminjam) KUH Perdata khususnya.
b. Bahwa pembentuk Undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Kalau semata-mata hanya dari berbunyi ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan tersebut, sulit kiranya untuk menafsirkan bahwa ketentuan tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis. Namun ketentuan Undang-Undang harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb, tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb, tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967 yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank harus wajib menggunakan/membuat akad perjanjian kredit.
64
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
65
Dalam praktek perbankan di Indonesia, pelaksanaan akad perjanjian kredit
tersebut dapat dilakukan dengan dua bentuk atau cara, yaitu:
a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan atau akta di bahwa tangan.
b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau akta otentik.
Pengalihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank
Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan yang melakukan perbuatan
hukum dalam transaksi oper kredit selaku kreditur dengan debitur tunduk pada asas
kebebasan berkontrak, sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH
Perdata, yang berbunyi: ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak
dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”.66
Perjanjian kredit sebagai suatu persetujuan pinjam meminjam antara bank
dengan debitur tunduk pada kaidah hukum perdata. Demikian pula halnya dalam
peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah dilaksanakan berdasarkan
perjanjian.
Suatu persetujuan atau perjanjian dalam istilah hukum perdata tercantum
dalam pasal 1313 yang berbunyi: ”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Hubungan antara dua orang atau lebih tersebut adalah suatu hubungan hukum dimana
hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.
66
Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah: ”Suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.”67 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
antara dua orang yang membuatnya.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan
yang dimaksud dengan perikatan adalah: ”Suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu.”68 Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian, bahwa perjanjian
menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber
lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya.69 Jadi perikatan adalah suatu pengertian abstrak
sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa.70
Perjanjian kredit pemilikan rumah adalah perjanjian yang diikuti dengan
perjanjian jaminan. Perjanjian kredit berlaku sejak ditandatangani kedua pihak,
kreditur dan debitur. Perjanjian kredit perumahan yang dibuat oleh pihak bank
67
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Ke 21, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 68
Ibid. hal. 2. 69
Ibid., hal. 3. 70
disiapkan dalam bentuk standard (standaard form). Dalam pemberian kredit, bank
tetap meminta agunan/jaminan dari pemohon kredit. Jaminan kredit adalah segala
sesuatu yang mempunyai nilai untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai
jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang
dibuat kreditur dan debitur.71
Bank sebagai pihak pemberi kredit pemilikan rumah selalu memegang
aspek-aspek hukum kredit yaitu72:
a. Kontrak kredit
b. Undang-Undang perbankan dan Undang-Undang tentang jaminan hutang
(termasuk Undang-Undang Hak Tanggungan)
c. Peraturan Perundang-Undangan lainnya
d. Yurisprudensi tentang perkreditan
e. Kebiasaan terutama kebiasaan perbankan.
Cara peralihan hak banyak terjadi didaerah perkotaan, terutama dibidang
perumahan karena kebutuhan perumahan di Indonesia mencapai lebih dari 1 (satu)
juta rumah pertahun. Dengan jumlah yang sedemikian besar yang pemenuhannya
akan melibatkan peran berbagai pihak yaitu : pemerintah, masyarakat, investor dalam
hal ini pengembang dan lembaga-lembaga pembiayaan seperti perbankan73.
71
Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995), hal. 17.
72
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 2003), hal. 10 73
2. Landasan Konsepsional
Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan
dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut
dalam suatu kerangka konsep. Kerangka konsep mengandung makna adanya
stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau
memperkuat keyakinan akan konsepnya sendiri mengenai suatu permasalahan74.
Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
menunaikan prestasi75.
b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah adalah perjanjian yang lahir sejak adanya
kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak bank dan pihak debitur atau
konsumen mengenai pembiayaan perumahan.
c. Pengalihan Kredit Pemilikan Rumah adalah suatu pergantian atau pertukaran
mengenai suatu kepemilikan atau kepunyaan atas sesuatu benda dalam hal ini
adalah rumah.
d. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang
tertentu.
74
M.Solly Lubis, Op.Cit., hal. 80. 75