• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengalihan Hak Dan Oper Kredit Pada Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak Di Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengalihan Hak Dan Oper Kredit Pada Kredit Pemilikan Rumah (Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak Di Medan)"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA

KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA

PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT

PRIMA TATA PATUMBAK

DI MEDAN)

TESIS

Oleh

DAME SILITONGA

087011030/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA

KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA

PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT

PRIMA TATA PATUMBAK

DI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DAME SILITONGA

087011030/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT PRIMA TATA PATUMBAK DI MEDAN

Nama Mahasiswa : Dame Silitonga Nomor Pokok : 087011030 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN)

Ketua

(Notaris Syahril Sofyan, SH.,MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN

Anggota : Notaris Syahril Sofyan, SH., MKn

Dr. Keizerina Devi A. SH., CN., M.Hum

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., MHum

(5)

ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA

Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

Debitur dalam hal menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah adalah dengan mengalihkan hak dan oper kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan hak dan oper kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.

Tetapi ada juga pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan dihadapan notaris, yang dalam hal ini akta yang dibuat adalah akta pernyataan, akta novasi, akta

1

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

3

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

4

(6)

perjanjian jual beli dan juga akta kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan kredit telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank. Pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan debitur secara diam-diam, bank tetap terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak dan oper kredit mengharapkan agar debitur melakukan proses alih debitur dengan sepengetahuan bank agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak.

(7)

THE TAKE OVER OF RIGHT AND CREDIT OVER AT HOUSE PROSSESSING CREDIT (A STUDY AT

PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time

One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak

But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank

Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party

Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.

5

The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 6

The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 7

The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 8

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus karena berkat anugrah dan kasih

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, yang berjudul

"Analisis Pengalihan Hak dan Oper Kredit pada Kredit Pemilikan Rumah

(Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan."

Pada kesempatan ini dengan tulus ikhlas penulis sampaikan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada yang amat terpelajar:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi

Pembimbing.

2. Bapak Syahril Sofyan, SH., MKn., selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., selaku Anggota Komisi

Pembimbing.

Yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam memperluas wawasan

penulis dari awal penyusunan proposal sampai penyelesaian penulisan tesis ini.

Demikian juga penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga

kepada yang amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., MHum., dan

Ibu Chairani Bustami, SH., SpN, MKn selaku dosen penguji yang telah berkenan

memberikan bimbingan, arahan serta masukan maupun saran terhadap

penyempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc (CTM)., SpA(K)., selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi

penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas

(9)

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala

pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama

menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar., SH., CN., M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas

segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis

selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Para Guru Besar, Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengetahuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

6. Para Staf Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dengan

sepenuh hati terutama dibidang administrasi.

7. Bapak Hadi, SE. dan Bapak Ruslan, SE., selaku staf Legal Officer pada PT.

Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan, yang telah banyak

memberi bantuan dan data-data yang diperlukan dalam penyelesaian penulisan

tesis ini.

8. Bapak Gongga Marpaung, SH., selaku Notaris/PPAT daerah kerja Kota Medan

dan Bapak Andi Isnain, SH, selaku Notaris/PPAT daerah kerja Kabupaten Deli

Serdang, selaku responden yang telah banyak memberikan bantuan dan

informasi yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2008, yang telah memberikan

(10)

Teristimewa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua

penulis ayahanda tercinta Mangasa Silitonga, dan ibunda Kesmin Boru Simanjuntak

serta kakanda tersayang Maria Magdalena Silitonga dan adik-adiku tersayang Pinta

Parulian Silitonga, SE, Bernard Mangotang Silitonga dan Marudut Swandi

Hasitongan Silitonga atas semua doa, perhatian, limpahan kasih sayang dan dukungan

baik moril maupun materil sepenuhnya yang tak akan terlupakan sampai akhir hayat

penulis untuk keberhasilan studi penulis.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Tuhan Yesus memberkati

kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Dame Silitonga

NIM : 087011030

Tempat/Tgl. Lahir : Sipahutar, 15 Maret 1978

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting Gang Rukun No. 3 Kel. Merdeka, Kec.

Medan Baru, Kota Medan

Program Studi : Magister Kenotariatan

Instansi Studi : PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak

Medan

Alamat Instansi : Jl. Gatot Subroto

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD : Negeri 1 Sipahutar Tahun 1990

2. SMP : Negeri 1 Sipahutar Tahun 1993

3. SMA : Negeri 1 Balige Tahun 1996

4. S1 (Sarjana) : Universitas Darma Agung (UDA) Medan Tahun 2007

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian... ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Landasan Konsepsional ... 28

G. Metode Penelitian ... 31

1. Spesifikasi Penelitian... 31

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel... 32

3. Teknik Pengumpulan Data... 34

(13)

BAB II PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA KREDIT

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah ………...

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian………

5. Asas-Asas Hukum Perjanjian………..………..

6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah…………... 37

B. Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pada Kredit Pemilikan Rumah.

1. Pengertian Pengalihan Hak dan Oper Kredit ...….

2. Tujuan Pengalihan Hak dan Oper Kredit ...………..

3. Faktor-Faktor terjadi Pengalihan Hak dan Oper Kredit .…. 58

59

61

C. Prosedur Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pemilikan Rumah 62

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN KREDITUR DAN DEBITUR LAMA, DEBITUR BARU DALAM PERJANJIAN PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA RUMAH YANG DIBELI

DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS KREDIT

PEMILIKAN RUMAH ... 70

A. Hak dan Kewajiban Kreditur ...

(14)

1. Hak Debitur...………

2. Kewajiban Debitur..……….

74

74

C. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur Pada Pihak Lain...

1. Pengalihan Hak dan Oper Kredit Menurut Ketentuan PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak ...

2. Pengalihan Hak dan Oper Kredit yang Dibuat Dihadapan Notaris...

75

76

82

D. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada

Pihak Lain Tanpa Sepengetahuan Kreditur... 85

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR

JIKA DEBITUR BARU WANPRESTASI... 91

A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur Jika Debitur Baru

Wanprestasi………... 91

1. Terjadinya Wanprestasi pada Debitur Baru ………

2. Kerugian-Kerugian yang Diderita oleh Debitur ...…….. 111

111

116

(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 130

A. Kesimpulan...…….………….………….………. 130

B. Saran...………….………….………….………….……… 132

DAFTAR PUSTAKA...

(16)

ANALISIS PENGALIHAN HAK DAN OPER KREDIT PADA

Bank memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknik analisis datanya dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

Debitur dalam hal menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah adalah dengan mengalihkan hak dan oper kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan hak dan oper kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.

Tetapi ada juga pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan dihadapan notaris, yang dalam hal ini akta yang dibuat adalah akta pernyataan, akta novasi, akta

1

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

3

Dosen Pembimbing Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

4

(17)

perjanjian jual beli dan juga akta kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan kredit telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank. Pengalihan hak dan oper kredit yang dilakukan debitur secara diam-diam, bank tetap terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak dan oper kredit mengharapkan agar debitur melakukan proses alih debitur dengan sepengetahuan bank agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak.

(18)

THE TAKE OVER OF RIGHT AND CREDIT OVER AT HOUSE PROSSESSING CREDIT (A STUDY AT

PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time

One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak

But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank

Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party

Keywords: Transfer of Rights, Rule of Law, Wanprestasi.

5

The Student of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 6

The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 7

The Consultant of Magister of Notary Study Program, Faculty of Law, North Sumatera University. 8

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri

perbankan. Perbankan memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat, dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam

masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis

dalam proses pembangunan nasional.9

Pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia untuk

mendapatkan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam

peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.10

Dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan

kesejahteraan bagi setiap keluarga Indonesia, perumahan dan pemukiman sebagai

bagian dari pembangunan nasional perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara

9

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Medan: USU, 2 September 2006), hal. 2.

10

(20)

terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan. Seperti yang tercantum dalam

UUD 1945 Pasal 28 h angka 1 (amandemen kedua tahun 2000) yang menyatakan

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Rumah adalah sesuatu yang diidam-idamkan setiap orang untuk dimiliki,

karena rumah adalah salah satu kebutuhan primer (pokok) yang sangat penting

kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari disamping kebutuhan sandang (pakaian)

dan pangan (makanan). Definisi rumah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah

sebuah bangunan untuk tempat tinggal.11 Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah

adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan hunian pembinaan

keluarga.12

Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada

Pasal 5 mempertegas hak atas rumah yang layak dengan menyatakan bahwa setiap

warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau

memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

Pembangunan merupakan usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat, oleh karena itu hasil pembangunan harus dinikmati oleh seluruh rakyat

Indonesia, sebagai peningkatan kesejahteraan adil adan merata. Di Indonesia saat ini

masih relatif banyak warga negaranya yang belum memiliki rumah. Kondisi ini tidak

11

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusaka, 2002), hal. 966.

12

(21)

terlepas dari makro perekonomian Indonesia yang mengalami krisis moneter dan

ekonomi sejak tahun 1998. Kondisi tersebut secara langsung mengakibatkan daya

beli rumah secara tunai menjadi rendah. Sehingga timbulnya berbagai penawaran

kredit pemilikan rumah.13

Sehubungan dengan kredit pemilikan rumah, Munir Fuady mengemukakan

sebagai berikut:

Dalam prakteknya, kredit kepemilikan rumah sangatlah tergantung pada pengadaan atau kucuran dana dari bank. Artinya kredit pemilikan rumah tidak akan berjalan baik, jika sektor perbankan tidak mempunyai dana untuk menyalurkan atau mengucurkan kredit pemilikan rumah kepada masyarakat. Dalam dunia perbankan, perkreditan merupakan salah satu tugas bank yang penting, dapat dikatakan bank tanpa kredit seperti “sayur tanpa garam”.14

Meningkatnya populasi penduduk, memberikan pengaruh akan kebutuhan

perumahan, apalagi masyarakat di perkotaan yang makin lama jumlah penduduknya

semakin banyak, sedangkan untuk membangun rumah tidak semua masyarakat dapat

melakukannya. Dimana sekarang ini dapat dilihat dimana-mana terdapat

properti-properti yang menawarkan beragam jenis perumahan, mulai dari harga yang rendah

hingga keharga yang relatife tinggi sesuai kemampuan dan keinginan para peminat.

Perwujudan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kehidupan

yang layak dan bermartabat serta cukupnya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang,

papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja.15 Ditambah lagi dengan kebijakan

13

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cetakan Ke-2 Edisi Revisi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 5.

14

Ibid. hal. 1. 15

(22)

pemerintah di bidang ekonomi, mengelola kebijakan makro dan mikro ekonomi serta

terkoordinasi dan sinergis guna menentukan tingkat suku bunga yang wajar, tingkat

inflasi yang terkendali, menyediakan kebutuhan perumahan dan pangan rakyat,

menyediakan fasilitas publik yang memadai dan harga terjangkau, serta

memperlancar perizinan yang transparan, mudah, murah dan cepat.16

“Pembangunan perumahan dan pemukiman akan terus meningkat seirama

dengan pertambahan penduduk, dinamika penduduk dan tuntutan ekonomi, sosial,

budaya yang berkembang”. Salah satu sektor yang dikembangkan oleh pemerintah

adalah sektor perumahan yang merupakan salah satu sarana kehidupan bagi

masyarakat, dimana pemerintah memberi bantuan untuk golongan-golongan ekonomi

lemah antara lain dengan jalan penyediaan dana perkreditan melalui bank-bank

pemerintah ataupun swasta dengan persyaratan-persyaratan yang ringan dan suku

bunga rendah untuk tipe-tipe rumah kecil yang suku bunganya disubsidi oleh

pemerintah ataupun oleh pihak pengembang (developer).17

Pihak pengembang, pihak bank ataupun bank-bank swasta untuk menarik

minat konsumen, memberikan subsidi dengan suku bunga yang lebih rendah pada

tahun pertama kredit berjalan, selanjutnya diberlakukan suku bunga normal yang

berlaku pada bank tersebut sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia.18

16

Ibid. hal. 3. 17

Ibid. hal 8. 18

(23)

Bisnis Kredit Pemilikan Rumah adalah bisnis yang mengandalkan jumlah

nasabah, sehingga makin banyak nasabah yang dilayani akan menekan biaya bank

yang bersangkutan. Meskipun Kredit Pemilikan Rumah begitu menjanjikan, bank

tidak akan sembarangan dalam menyalurkan kreditnya. Bank dengan prinsip

kehati-hatian menganalisis para calon pembeli rumah atau dengan kata lain nasabah yang

hendak menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah agar di kemudian hari tidak

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu wujud prinsip ini, bank tidak akan

memberikan kredit kepada nasabah tanpa didahului studi kelayakan terhadap rencana

pembelian rumah.19

Untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, menurut

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.20

Perjanjian jual beli rumah didasarkan pada suatu perjanjian yaitu perjanjian

kredit. Perjanjian merupakan landasan yang penting dalam kepemilikan rumah karena

perjanjian itu dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan

para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan perjanjian dalam kepemilikan

rumah adalah perjanjian kredit antara bank dengan nasabah atau kreditur dan debitur

dengan jangka waktu kredit yang cukup lama sehingga menimbulkan berbagai

19

Ibid. hal. 21. 20

(24)

masalah bagi debiturnya, masalah yang biasanya terjadi adalah seperti masalah

keuangan dari pihak debitur jika terjadi wanprestasi, masalah debitur pindah tugas ke

kota lain, masalah debitur jatuh sakit.21

Mengatasi masalah keuangan dan agar tidak terjadi wanprestasi sehingga akan

mengakibatkan objek dari perjanjian kredit tersebut disita oleh pihak bank, maka

debitur mencari jalan keluar dengan cara menjual kembali atau mengalihkan apa yang

menjadi obyek dalam perjanjian kredit tersebut, dalam hal ini debitur mengalihkan

hak kreditnya atau oper kredit atas tanah dan bangunan tersebut.22 Pengalihan hak

atas tanah tersebut, dilakukan di depan pejabat yang berwenang yaitu pihak bank,

notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditunjuk oleh bank.

Sistim hukum pertanahan di Indonesia mengenal perbuatan hukum

pemindahan hak atas tanah yang sengaja dialihkan pada pihak lain.23 Bentuk

pemindahan haknya bisa terjadi karena:24

1. Jual beli yaitu suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk

menyerahkan suatu barang dari pihak lain yang bertindak sebagai pembeli

berjanji untuk membayar harga.

2. Tukar menukar yaitu suatu persetujuan dimana kedua belah pihak berjanji

untuk saling memberikan benda secara timbal balik.

21

Ibid. hal. 34. 22

Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 57.

23

Muhammad Yamin Lubis & Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 276.

24

(25)

3. Hibah yaitu suatu persetujuan pemberian suatu barang yang diberikan sewaktu

hidup secara cuma-cuma dan tidak dapat dicabut kembali.

4. Pemberian menurut adat yaitu suatu pesetujuan untuk memberikan seseorang

sesuatu misalnya dalam pemberian marga oleh masyarakat adat setempat

berdasarkan kesepakatan pemuka adat.

5. Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng yaitu misalnya dalam penyetoran

saham dalam perusahaan dengan tunai yang diberikan dengan benda bergerak

atau tidak bergerak sehingga terjadi pemasukan dalam perusahaan.

6. Pembagian Hak Bersama.

7. Penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan

likuidasi.

8. Hibah wasiat yaitu hibah yang dibuat secara tertulis melalui perantaraan

seorang notaris, dimana bagian-bagian tertentu dari harta peninggalannya

diberikan kepada ahli waris tertentu (bisa juga dihadiahkan pada orang

tertentu).

Lembaga pemilikan kredit perumahan berkembang, antara lain karena

kebutuhan rumah meningkat, sementara daya beli lemah sehingga masyarakat

membeli dengan sistem kredit pemilikan rumah. Tidak selamanya pembeli rumah

dengan sistem kredit pemilikan rumah ini menyelesaikan semua kewajiban secara

tuntas. Adakalanya karena hal-hal tertentu mengalihkan haknya kepada pihak lain.

(26)

sepengetahuan pihak bank.25 Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi debitur

penerima pengalihan hak kredit baik dari segi kepastian hukum maupun dari

kewenangan kepemilikan dari pihak penerima pengalihan kredit tersebut, karena

selama jangka waktu kredit berjalan dan belum dilunasi maka pihak debitur penerima

pengalihan hak kredit tersebut tidak mempunyai kewenangan apapun dengan pihak

bank pemberi kredit. Baik sertifikat ataupun perjanjian kredit tersebut masih tetap

atas nama pihak pertama yang mengalihkan hak kredit tersebut.26

Prakteknya bila pihak penerima pengalihan hak tersebut masih terus

melanjutkan kredit rumah yaitu dengan tetap membayar cicilan kredit pemilikan

rumah atas nama pihak pertama yang terikat dengan bank pemberi kredit yang jangka

waktu kreditnya masih cukup lama, sehingga timbul permasalahan dikemudian hari

dengan pihak bank pemberi kredit.27

Apabila kredit telah lunas ataupun dilunasi untuk segala administrasi

menyangkut kredit tersebut pihak bank masih tetap mensyaratkan pihak pemberi

pengalihan hak tersebut harus hadir untuk meyelesaikan masalah administrasi

sehingga dengan adanya syarat-syarat tersebut sering kali menyulitkan pihak

penerima pengalihan hak kredit tersebut, karena pada saat itu pihak pemberi

25

Slamet Ristanto, Op. Cit., hal. 25. 26

Ibid. hal. 27. 27

(27)

pengalihan kredit tersebut mungkin sudah meninggal dunia atau sudah pindah dan

tidak diketahui dimana keberadaannya.28

Hal ini sangat merugikan dan tidak memberikan kepastian serta perlindungan

hukum bagi konsumen dalam hal ini pihak penerima pengalihan kredit (debitur baru).

Hal yang demikian terjadi di masyarakat karena kurangnya pengetahuan mengenai

seluk beluk oper kredit. Banyak yang menganggap bahwa dengan bukti lunas

(kwitansi) antara pembeli dan penjual saja urusan jual beli sudah selesai.29

Jual beli secara kredit ini tidak hanya melibatkan pemilik rumah saja tetapi

juga melibatkan pihak bank sebagai pemilik jaminan atas tanah dan bangunan.

Jaminan yang lahir dalam perjanjian jual beli ini menimbulkan jaminan khusus yang

berupa jaminan yaitu hak tanggungan.30

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan pengertian

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan

dasar pokok-pokok agraria. Hak Tanggungan bersifat accesoir pada piutang

tertentu.31

28

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 33.

29

H, Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 123.

30

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 77.

31

(28)

Pihak dari PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan

mengatakan bahwa pengalihan hak dan oper kredit ada terjadi di masyarakat dimana

para pihak yang melakukan jual beli tanpa sepengetahuan pihak bank. Perjanjian jual

beli yang terjadi antara debitur dan pihak ketiga, dimana cicilan kredit pemilikan

rumah tetap dibayar oleh pihak ketiga sampai lunas walaupun masih atas nama pihak

pertama (penjual).

Pada saat pengambilan sertifikat yang disimpan di bank sebagai agunan, oleh

pihak ketiga pengambilan sertifikat tersebut seharusnya memakai akta surat kuasa

yang dibuat dihadapan notaris. Pengambilan sertifikat memakai surat kuasa yang

dibuat dibawah tangan karena antara debitur dan pihak ketiga pada saat perjanjian

jual beli atau oper kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan bank, hanya

berdasarkan kertas bermeterai saja, jadi agar berkekuatan hukum seharusnya dibuat

akta surat kuasa pengambilan sertifikat yang dibuat dihadapan notaris dan akta jual

beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Berdasarkan pandangan yang demikian, maka disusun penelitian dalam

bentuk tesis dengan judul Analisis Pengalihan Hak dan Oper Kredit Pada Kredit

Pemilikan Rumah (Studi Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di

Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

(29)

1. Bagaimana syarat dan prosedur pengalihan hak dan oper kredit pada kredit

pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di

Medan?

2. Bagaimana hak dan kewajiban kreditur dan debitur lama, debitur baru dalam

perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada rumah yang dibeli dengan

menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat

Prima Tata Patumbak di Medan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur jika debitur baru wanprestasi

pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata

Patumbak di Medan?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang syarat dan prosedur pengalihan hak dan oper kredit

pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata

Patumbak di Medan.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban kreditur dan debitur lama, debitur baru

dalam perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada rumah yang dibeli dengan

menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat

(30)

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur jika debitur baru

wanprestasi pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat

Prima Tata Patumbak di Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan

hal-hal yang menjadi permasalahan baik secara teoritis maupun secara praktis:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

sumbangan pemikiran serta bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam

bidang hukum perbankan di Indonesia, khususnya mengenai pengalihan hak dan

oper kredit pada kredit pemilikan rumah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan masukan kepada praktisi hukum khususnya notaris dan kalangan

perbankan dalam membuat perjanjian pengalihan hak dan oper kredit pada kredit

pemilikan rumah.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada

perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera

Utara di Medan, penelitian mengenai Pengalihan Hak dan Oper Kredit Atas Kredit

Pemilikan Rumah Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan

(31)

Namun demikian, dari hasil penelusuran kepustakaan terdapat penelitian dari

mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

1. ”Pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah dalam upaya memenuhi

kebutuhan akan rumah bagi masyarakat kota Medan (Studi kasus pada Bank

Tabungan Negara Cabang Medan)”, oleh Jannes Donald Vicky Boring, dimana

dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai pelaksanaan

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang

Medan.

2. ”Alih debitur sebagai salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada PT.

Bank Mandiri Cabang Pekanbaru (Jl. Ahmad Yani)”, oleh Elis Syahputra, dimana

dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai pelaksanaan

alih debitur sebagai upaya penyelesaian kredit macet.

Dari judul dan permasalahan tesis diatas, jelas tidak ada yang mengkaji hal

yang sama dengan yang akan diteliti dalam tesis ini. Walaupun tesis-tesis diatas dapat

dipakai sebagai bacaan dan rujukan untuk penelitian ini, tetapi permasalahan yang

akan diteliti jelas berbeda. Dengan demikian penelitian ini asli sehingga dapat

(32)

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan mengahadapkannya

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.32

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat

jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya

yang tertinggi.33 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari

mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah

merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.34

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu

kasus ataupun permasalahan (Problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan

yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,35 yang merupakan masukan eksternal

dalam penelitian ini.

Oleh sebab itu, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa

kegunaan, sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

32

M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1996), hal. 203.

33

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 254. 34

Ibid. hal. 257. 35

(33)

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mempertahankan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh

karena telah diketaui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan

pada pengetahuan peneliti.36

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang digunakan

sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, diantaranya adalah teori positivisme

hukum dan teori keseimbangan.

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata dan

juga akibat adanya asas kebebasan berkontrak sebagai konsekuensi dari asas-asas

hukum yang terdapat dalam lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah

diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian ini, dengan aliran

hukum positif yang analitis dari Jhon Austin. Teori positivisme hukum yang

dikembangkan oleh Jhon Austin yang terlihat dari bukunya yang berjudul Province of

Jurispridence. Jhon Austin mengartikan bahwa:

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver, yang artinya bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, yaitu perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai sesuatu yang logis, tetap dan bersifat tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.37

36

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 121. 37

(34)

Oleh karena itu, hukum positif harus memenuhi unsur, yaitu adanya unsur perintah,

sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Di sinilah letak korelasi antara persoalan kepastian

hukum yang merupakan salah satu tujuan hukum dengan peranan Negara. Dalam

hukum positivisme, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum. Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian.

Menurut Satjipto Raharjo:

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.38

Jadi menurut teori ini pengalihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan

rumah perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian,39

keadilan40 serta ketertiban hukum.41 Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin

38

Satjipto Raharjo, Op. Cit., Cetakan ke-V, 2000, hal. 53. 39

Kepastian memiliki arti ”ketentuan: ketetapan” sedangkan jika kata kepastian itu digabungkan dengan kata hukum menjadi kepastian hukum, memiliki arti ”perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara”, lihat dalam E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, (Jakarta, Buku Kompas, 2007), hal. 91-92.

40

Menurut Aristoteles, keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak. Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. Asas ini menghendaki agar sumber daya di dunia ini diberikan atas asas persamaan kepada anggota-anggota masyarakat atau negara. Dalam hubungan ini ia membedakan antara keadilan distributif dan korektif. Menurut Aristoteles, kedua-duanya mengikuti asas persamaan, yang dikatakannya ”harus ada persamaan dalam bagian yang diterima oleh orang-orang, oleh karena rasio dari yang dibagi harus sama dengan risiko dari orang-orangnya; sebab apabila orangnya tidak sama, maka di situ tidak akan ada bagian yang sama pula; maka apabila orang-orang yang sama tidak menerima bagian yang sama atau orang-orang-orang-orang yang tidak sama menerima bagian yang sama, timbullah sengketa. Lihat dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 163.

41

(35)

adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam

pergaulan kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu

terhadap pihak yang lain.42 Van Apeldoorn juga sependapat dimana, dengan adanya

kepastian hukum berarti ada perlindungan hukum.

Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa

pemegang hak milik. Kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan kepastian hukum

terhadap tanah, sehingga setiap pemilik dapat terjamin haknya dalam

mempertahankan hak miliknya dari gangguan luar.43

Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum.

Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu

diarahkan untuk memuaskan.

Dalam setiap hak terdapat 4 (empat) unsur, yaitu:

a. subjek hukum,

b. objek hukum,

c. hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban,

d. perlindungan hukum.44

Berdasarkan Pasal 570 KUH Perdata “hak milik adalah hak untuk menikmati

suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan

E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), hal. 131.

42

M. Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, 2004), hal. 21.

43

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Hak atas Benda, (Jakarta: Intermasa, 1980), hal. 21.

44

(36)

bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan undang-undang atau peraturan umum

yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu, semuanya itu

dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan

umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan

undang-undang”.45

Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana ia menyatakan

bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang

adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua

orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang)

dihadapan hukum.

Teori keseimbangan antara bank selaku lembaga keuangan yang memberikan

fasilitas Kredit Pemilikan Rumah kepada masyarakat/debitur dan debitur sebagai

penerima fasilitas Kredit Pemilikan Rumah. Keseimbangan untuk memperoleh

kepastian hukum antara para pihak (bank dan debitur) dalam perjanjian kredit yang

menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan apa yang telah

diperjanjian.

Dalam perjanjian kredit antara bank dengan debitur, bank mempunyai

kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan

prestasi, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian

kredit itu dengan itikad baik.

45

(37)

Perjanjian peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah

menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang membuatnya. Hubungan

hukum itu mengandung kewajiban dan hak yang timbal balik antara para pihak.

Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan

dalam perjanjian, tidak akan menimbulkan masalah, sebab kewajiban hukum pada

hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Tetapi apabila salah satu

pihak telah melaksanakan kewajiban hukumnya, sedangkan pihak lainnya

belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum, barulah ada masalah, yaitu wanprestasi

yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan. Dalam hal ini muncul sanksi hukum

untuk memkasa pihak yang wanprestasi itu untuk memenuhi kewajiban.46

Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat

oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objeknya yang

dimilikinya. Seorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang

yang telah dibelinya itu, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk

menyerahkan barang yang dijualnya, jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan

adalah sebjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum

yang lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.47

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria bahwa hak milik adalah hak

turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.48 Kata “

46

Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 23.

47

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 50. 48

(38)

temurun” menunjukan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik

masih hidup dan jika dia meninggal dunia maka, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh

ahli waris. “Terkuat” menunjukan kedudukan hak itu paling kuat jika dibandingkan

dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda

bukti hak (sertifikat), sehingga mudah dipertahankan terhadap pihak lain dan jangka

waktu pemilikannya tidak terbatas. “Terpenuh” menunjukan hak itu memberikan

kepada pemiliknya wewenang paling luas, jika dibandingkan dengan hak-hak atas

tanah lainnya.49

Menurut Pasal 20 ayat 2 (dua) Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik

dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar. Pemberian

dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat dan lain-lain pemindahan hak yang

bermaksud memindahkan hak milik yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan

Perundang-undangan.

Hak milik atas suatu benda adalah suatu hak terpenting. Hak atas suatu benda

atau barang yang dipegang oleh seseorang tidak selamanya ada padanya. Hal ini

berlaku pada benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti tanah. Benda bergerak

dapat beralih atau dialihkan secara langsung dan seketika antara pihak yang

menyerahkan hak dan penerima hak. Lain halnya dengan benda tidak bergerak,

peralihan hak atas benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akte otentik yang

dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang.50

49

Ibid, hal. 35. 50

(39)

Pasal 584 KUHPerdata menyatakan cara memperoleh hak milik ialah karena

penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik,

dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu. Ketentuan ini

mengandung arti tiada seorangpun dapat menyerahkan hak-haknya pada orang lain

lebih banyak dari hak yang dimilikinya.51 Penyerahan merupakan salah satu cara

memperoleh hak kebendaan yang banyak terjadi dalam masyarakat. Penyerahan

(Levering) ialah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atau atas namanya kepada

orang lain, sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu.52

Hak milik baru beralih kepada pembeli bila penyerahan bendanya diserahkan

oleh penjual kepada pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis yang

memindahkan hak milik.53

Menurut Paul Scholten dalam ajaran causal penyerahan sah apabila alas hak

sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah. Yang dimaksud dengan alas hak

ialah hubungan hukum yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan karena

perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar pemberian hadiah dan dapat timbul karena

undang-undang, misalnya pewarisan. Jadi, sah tidaknya penyerahan tergantung pada

sah tidaknya alas hak. Ajaran causal mengabaikan pihak yang jujur, tetapi hukum

tetap memberikan perlindungan. Untuk memindahkan hak milik perlu ada perjanjian

51

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal 43.

52

Ibid, hal. 47. 53

(40)

yang bersifat kebendaan (Zakelijk) dan harus orang yang berhak atau mempunyai

kewenangan yang sah yaitu orang yang memiliki benda itu sendiri.54

Hak Tanggungan beralih apabila piutang yang dijamin dengan hak

tanggungan itu beralih pada pihak ketiga. Peralihan piutang dapat terjadi karena

cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab–sebab lain seperti peralihan kredit pemilikan

rumah (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan rumah

yang dibiayai dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah) dari bank kepada pihak

ketiga. Dengan kata lain, hak tanggungan beralih karena hukum kepada kreditur yang

baru apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beralih kepada kreditur

yang baru. Keabsahan pengalihan hak kepada pihak ketiga diatur menurut Pasal 16

Undang-Undang Hak Tanggungan karena beralihnya hak tanggungan yang diatur

dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan

akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.55

Untuk memenuhi kebutuhan perbankan agar Hak Tanggungan dapat tetap

melekat pada kredit yang dialihkan oleh bank kepada pihak lain sebagai debitur baru

yang menggantikan debitur yang lama, haruslah penggantian debitur itu melalui

perjanjian yang khusus antara para pihak.56

54

Ibid, hal. 158. 55

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan pokok dan masalah yang dihadapi oleh Perbankan, (Penerbit Alumni, Bandung, 1999), hal. 128.

56

(41)

Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dan teori

keseimbangan dari Aristoteles, juga digunakan teori sistem dari Mariam Darus

Badrulzaman yang mengemukakan bahwa;

Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.57 Hal yang sama juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh suatu atau beberapa asas.58

Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi

dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.

Pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas

hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.59

Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan suatu perjanjian, termasuk dalam hal

ini peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah yang juga merupakan

suatu perjanjian yang tumbuh dalam masyarakat akibat adanya asas kebebasan

berkontrak (Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan demikian pengalihan

hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah juga termasuk dalam suatu sistem

hukum yang berpedoman pada sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam

pembentukan dan pelaksanaannya.

57

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15.

58

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 56.

59

(42)

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian mengandung pengertian sebagai suatu

hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang

memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan kepada pihak lain untuk melunasi prestasi.60 Tan Kamello mengatakan

bahwa dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum

melainkan merupakan hubungan hukum.61 Menurut beliau:

Pandangan ini dikemukakan oleh Van Dunne, yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional. Communis Opinio Doctorum selama ini memahami arti perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua hal yaitu perbuatan penawaran dan penerimaan. Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum. Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara kreditur dengan debitur.62

Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya selalu dimulai dengan

permohonan nasabahnya yang bersangkutan, apabila bank menganggap permohonan

tersebut layak untuk diberikan, maka untuk dapat terlaksananya pemberian kredit,

terlebih dahulu haruslah dengan diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan

dalam bentuk perjanjian yang disebut perjanjian kredit.63 Salah satu dasar yang cukup

jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah dalam

60

M. Yahya Harahap, Segi-Segi hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 6. 61

Tan Kamello, Op. Cit., hal. 5. 62

Ibid. hal 6. 63

(43)

Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan,

berbunyi, ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.64

Pencantuman kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam di

dalam defenisi kredit atau pengertian kredit sebagaimana tersebut di atas, menurut

Sutan Remi Sjahdeni mempunyai beberapa maksud, sebagai berikut:65

a. Bahwa pembentuk Undang-Undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam meminjam. Dengan demikian, bagi hubungan kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan Buku Ketigabelas (tentang pinjam meminjam) KUH Perdata khususnya.

b. Bahwa pembentuk Undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Kalau semata-mata hanya dari berbunyi ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan tersebut, sulit kiranya untuk menafsirkan bahwa ketentuan tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis. Namun ketentuan Undang-Undang harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb, tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb, tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967 yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank harus wajib menggunakan/membuat akad perjanjian kredit.

64

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

65

(44)

Dalam praktek perbankan di Indonesia, pelaksanaan akad perjanjian kredit

tersebut dapat dilakukan dengan dua bentuk atau cara, yaitu:

a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan atau akta di bahwa tangan.

b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau akta otentik.

Pengalihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah pada PT. Bank

Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan yang melakukan perbuatan

hukum dalam transaksi oper kredit selaku kreditur dengan debitur tunduk pada asas

kebebasan berkontrak, sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH

Perdata, yang berbunyi: ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak

dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang

oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”.66

Perjanjian kredit sebagai suatu persetujuan pinjam meminjam antara bank

dengan debitur tunduk pada kaidah hukum perdata. Demikian pula halnya dalam

peralihan hak dan oper kredit pada kredit pemilikan rumah dilaksanakan berdasarkan

perjanjian.

Suatu persetujuan atau perjanjian dalam istilah hukum perdata tercantum

dalam pasal 1313 yang berbunyi: ”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Hubungan antara dua orang atau lebih tersebut adalah suatu hubungan hukum dimana

hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.

66

(45)

Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah: ”Suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.”67 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan

antara dua orang yang membuatnya.

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sedangkan

yang dimaksud dengan perikatan adalah: ”Suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal

dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

itu.”68 Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian, bahwa perjanjian

menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber

lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk

melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan

persetujuan) itu adalah sama artinya.69 Jadi perikatan adalah suatu pengertian abstrak

sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa.70

Perjanjian kredit pemilikan rumah adalah perjanjian yang diikuti dengan

perjanjian jaminan. Perjanjian kredit berlaku sejak ditandatangani kedua pihak,

kreditur dan debitur. Perjanjian kredit perumahan yang dibuat oleh pihak bank

67

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Ke 21, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal. 68

Ibid. hal. 2. 69

Ibid., hal. 3. 70

(46)

disiapkan dalam bentuk standard (standaard form). Dalam pemberian kredit, bank

tetap meminta agunan/jaminan dari pemohon kredit. Jaminan kredit adalah segala

sesuatu yang mempunyai nilai untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai

jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang

dibuat kreditur dan debitur.71

Bank sebagai pihak pemberi kredit pemilikan rumah selalu memegang

aspek-aspek hukum kredit yaitu72:

a. Kontrak kredit

b. Undang-Undang perbankan dan Undang-Undang tentang jaminan hutang

(termasuk Undang-Undang Hak Tanggungan)

c. Peraturan Perundang-Undangan lainnya

d. Yurisprudensi tentang perkreditan

e. Kebiasaan terutama kebiasaan perbankan.

Cara peralihan hak banyak terjadi didaerah perkotaan, terutama dibidang

perumahan karena kebutuhan perumahan di Indonesia mencapai lebih dari 1 (satu)

juta rumah pertahun. Dengan jumlah yang sedemikian besar yang pemenuhannya

akan melibatkan peran berbagai pihak yaitu : pemerintah, masyarakat, investor dalam

hal ini pengembang dan lembaga-lembaga pembiayaan seperti perbankan73.

71

Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995), hal. 17.

72

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 2003), hal. 10 73

(47)

2. Landasan Konsepsional

Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan

dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut

dalam suatu kerangka konsep. Kerangka konsep mengandung makna adanya

stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau

memperkuat keyakinan akan konsepnya sendiri mengenai suatu permasalahan74.

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara

dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk

memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menunaikan prestasi75.

b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah adalah perjanjian yang lahir sejak adanya

kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak bank dan pihak debitur atau

konsumen mengenai pembiayaan perumahan.

c. Pengalihan Kredit Pemilikan Rumah adalah suatu pergantian atau pertukaran

mengenai suatu kepemilikan atau kepunyaan atas sesuatu benda dalam hal ini

adalah rumah.

d. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang

tertentu.

74

M.Solly Lubis, Op.Cit., hal. 80. 75

Referensi

Dokumen terkait

Sangat fleksibel dalam pembuatan koding program, karena sudah menggunakan konsep OOP dimana pemrograman dapat dimulai dari objek yang diinginkan tanpa harus

Hasil yang diperoleh dari perhitungan penulis dengan menggunakan bantuan program SPSS penelitian menunjukan persebaran angket serta pengolahan data-data yang

Disinilah diperlukan kecermatan pengolahan data mengenai pembeli, persediaan barang, perhitungan jumlah barang yang terjual dan perhitungan biaya yang dikenakan pada pembeli

The animals not known whether GDNF can prevent the delayed neuro- were sacrificed at 2 (six animals in hGDNF model and four nal death induced by transient ischemia. In the

[r]

The algorithms are based on analysis of image spectra and use parameters fitted with collocated buoy data and sea state model results using also information on spectra

A web interface that enables user-friendly spatiotemporal queries is implemented at the front- end, while a series of data mining functionalities extracts aggregated