• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA

TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN

DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN

KARIR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

IZZAH RUFAIDAH

NIM : 205070000496

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010

(2)

PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP

ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN

DAN KARIR PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

IZZAH RUFAIDAH

NIM : 205070000496

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D Ikhwan Lutfi, M.Psi

NIP. 130885522 NIP. 197307102005011006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 22 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130885522 NIP.195612231983032001

Anggota :

Penguji I Penguji II

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Psi

NIP.196207241989032001 NIP. 197307102005011006

Pembimbing I Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D Ikhwan Luthfi, M.Psi

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Izzah Rufaidah NIM : 205070000496

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial

Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir Pada Remaja” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun

kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber

pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan

Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan

dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 22 Juni 2010

Izzah Rufaidah NIM : 205070000496

(5)

Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan

adalah dengan menciptakannya (Alan Kay)

Give thanks for what you are now, and keep fighting

for what you want to be tomorrow. (Fernanda

Miramontes-Landeros)

Do what you can, with what you have, where you are

(Theodore Roosevelt)

Your future depends on many things, but mostly on

you (Frank Tyger)

Karya ini adalah sebuah Idealisme

yang kudedikasikan untuk Alm.

Ayahku dan Ibuku tercinta,

Keluargaku serta

(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi

(B) Juni 2010

(C) Izzah Rufaidah

(D) Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja

(E) x + 104 halaman

(F) Banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa

Indonesia. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya. Dari permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya orientasi masa depan yang dimiliki oleh remaja. Orientasi masa depan dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah faktor keluarga. Selain pola asuh yang diberikan oleh orang tua, hal lain yang menjadi perhatian di dalam keluarga adalah iklim sosial keluarga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja, dimana independent variable lain seperti jenis kelamin, usia, tingkat sosioekonomi, teman sebaya, jenis sekolah, status sekolah, keterlibatan dalam organisasi, tempat tinggal dan bencana alam dikontrol atau dikonstankan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di 4 sekolah, yaitu SMA Negeri 13 Jakarta, SMA Yappenda, SMK Negeri 12 Jakarta dan SMK Barunawati yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara. Jumlah sampel sebanyak 243 siswa yang diambil dengan Cluster Sampling. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik menggunakan software SPSS 16 yang meliputi korelasi Pearson’s Product Moment untuk menguji validitas item, Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, Independent Sample t test untuk menguji signifikansi perbedaan dan Multiple Regression untuk pengujian hipotesis penelitian.

Jumlah item valid dalam skala iklim sosial keluarga sebanyak 54 item, sedangkan jumlah item valid dalam skala orientasi masa depan sebanyak 61 item. Dalam pengujian hipotesis didapat nilai R square (R2) sebesar 0,283. Hal ini berarti bahwa 28,3 % variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 10 variabel yaitu, Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan.

(7)

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, dimana iklim sosial keluargalah yang memiliki kontribusi paling besar dengan arah hubungan positif. Hal ini berarti, semakin harmonis iklim di dalam keluarga, maka semakin tinggi orientasi masa depannya. Variabel teman sebaya memiliki arah hubungan yang negatif, artinya remaja yang tidak dipengaruhi oleh teman sebaya tetapi lebih dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa atau lebih berpengalaman, memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi.

Kesimpulannya adalah hipotesis (H1) yang menyatakan terdapat pengaruh

yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir diterima, sedangkan hipotesis (H2) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel lain terhadap orientasi masa depan ditolak. Hal ini dikarenakan hanya 1 dari 9 independent variable lain yang memiliki pengaruh secara signifikan.

Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan yang positif bagi para orang tua agar mengambil peran yang besar dalam upaya mengkondisikan keluarga dalam iklim yang harmonis dan juga diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan rekan diskusi yang baik bagi remaja. Untuk remaja agar lebih menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pekerjaan dan karir yang diinginkan di masa depan, terutama kepada orang yang lebih berpengalaman.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil ‘alamin....rasa syukur yang luar biasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus pembimbing

terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak Jahja Umar, Ph.D. Berkat bimbingan, arahan, nasihat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis, membuat penulis termotivasi untuk terus belajar dan berjuang mengikuti jejak beliau.

2. Pembimbing Akademik Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, atas bimbingannya

selama penulis menjalani perkuliahan.

3. Bapak Abdul rachman, M.Si, yang selalu mendampingi dan membimbing

penulis sewaktu penulis mengemban tugas sebagai Ketua BEMF Psikologi Non Reguler Peiode 2007-2008.

4. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi selaku pembimbing II, atas segala bimbingan,

saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Miftahuddin, M.Si selaku dosen pembimbing seminar proposal skripsi atas

segala bimbingan, dan sarannya.

6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.

7. Para staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan

penuh kerelaan dan kesabaran mau berbagi informasi akademik.

8. Kepala Sekolah di SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK

Barunawati Jakarta Utara yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Terlebih khusus kepada Wakil Kepala Sekolah SMAN 13 Jakarta, Bapak Ahmad Saifudin, M.Si yang telah membantu penulis dalam proses penelitian.

9. Seluruh siswa SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK Barunawati

yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

(9)

adikku tercinta Nahdhiyah Amaliyah, serta seluruh keluarga besarku yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

11.Muhammad Amirudin Al-Furqon, S.Psi dan seluruh keluarga besarnya yang

selalu memberikan penulis motivasi selama menyusun skripsi ini. Semoga target 2011 tercapai ya ay.

12.Sahabat kecilku Ida, yang telah menjadi sahabat sejati penulis, walaupun kita jarang ketemu. Sahabat geng asoy tercinta egha, nden, pipit, nina, kaka, Nju dan uwi, atas hari-hari yang luar biasa dan kebersamaan kita yang tidak akan penah penulis lupakan.

13.Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Non Reguler khususnya angkatan

2005 yang selalu kompak dan solid. Teman seperjuangan skripsi (Ka Hana, Ka Tia, Evi, Anita, Muaz), juga kepada Adiyo pembimbing ketiga penulis.

14.Untuk civitas PMII KOMFAPSI Ciputat yang telah banyak memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dan teman-teman di PSM khususnya Fermezza, terima kasih atas kebersamaan yang indah.

15.Seluruh pengurus BEMF Psikologi Non Reguler periode 2007-2008, tanpa

kalian penulis tidak akan dapat mengemban tugas ini dengan baik hingga selesai. Seluruh panitia de’saiko UIN 2008. Semoga acara ini menjadi kenangan terindah untuk kita.

16.Semua teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu….terima kasih.

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait.

Jakarta, 22 Juni 2010
(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

PERSEMBAHAN... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian ... 10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Masa Depan ... 15

2.1.1 Definisi Orientasi Masa Depan ... 15

2.1.2 Pekerjaan dan Karir ... 17

(11)

2.1.4 Perkembangan Orientasi Masa Depan ... 19

2.1.5 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ... 21

2.1.6 Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem ... 25

2.1.7 Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan ... 26

2.1.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan ... 27

2.2 Iklim Sosial Keluarga ... 35

2.2.1 Definisi Iklim Sosial Keluarga ... 35

2.2.2 Dimensi-dimensi Iklim Sosial Keluarga ... 37

2.3 Hubungan Iklim Sosial Keluarga dengan Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir ... 41

2.4 Kerangka Teori ... 43

2.5 Hipotesis ... 45

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

3.1.1 Populasi ... 46

3.1.2 Sampel ... 48

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 48

3.2 Variabel Penelitian ... 49

(12)

3.2.2 Iklim Sosial Keluarga ... 50

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.3.1 Instrument Penelitian ... 50

3.3.2 Prosedur Pengumpulan Data ... 55

3.3.3 Desain Penelitian ... 69

3.4 Metode Analisa Data ... 70

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif ... 72

4.2 Uji Hipotesis ... 82

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Diskusi ... 91

5.3 Saran ... 101

5.3.1 Saran Metodologis ... 101

5.3.2 Saran Praktis ... 102

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Bobot Skor Pernyataan ... 51

Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum

Diuji Coba.. ... 56

Tabel 3.3 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum

Diuji Coba ... 57

Tabel 3.4 Bobot Skor Pernyataan Kedua ... 59

Tabel 3.5 Tabel Spesifikasi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum

Di Uji Coba ... 60

Tabel 3.6 Tabel Spesifikasi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum

Di Uji Coba ... 65

Tabel 4.1 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 72

Tabel 4.2 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Usia ... 72

Tabel 4.3 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Jenis Sekolah ... 73

Tabel 4.4 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Status Sekolah ... 74

Tabel 4.5 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Teman Sebaya ... 75

Tabel 4.6 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Status Sosioekonomi ... 76

Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Keterlibatan Dalam Organisasi

... 86

Tabel 4.8 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Tempat Tinggal ... 78

Tabel 4.9 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan

Bencana Alam ... 78

(14)

Tabel 4.11 Tabel Kategorisasi Iklim Sosial Keluarga ... 81

Tabel 4.12 Proporsi Varian Oleh Masing-Masing

[image:14.595.117.493.215.597.2]

Independen Variabel ... 82

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di

[image:15.612.116.520.197.580.2]

Dalamnya ... 20

Gambar 2.2. Kerangka Teori ... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skoring Try Out 1

Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 3 Skoring Try Out 2

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5 Angket Penelitian

Lampiran 6 Skoring Penelitian

Lampiran 7 Data Sekunder atau Data Kontrol

Lampiran 8 Uji Signifikansi T-test

Lampiran 9 Uji Hipotesis Multiple Regression

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia pada umumnya memiliki impian dan harapan. Impian dan harapan

ini dapat terwujud di suatu masa yang tidak dapat diketahui kapan masa itu akan

datang. Oleh karenanya masa depan merupakan sesuatu yang selalu menjadi

penantian setiap orang. Tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang akan terjadi

pada masa depannya. Hasil yang didapat di masa depan tergantung dari proses yang

dilakukannya pada saat ini. Proses tersebut dapat berupa perencanaan, usaha dan

keyakinan dari manusia itu sendiri khususnya pada remaja.

Masa remaja merupakan salah satu masa yang cukup penting dan menentukan

dari perjalanan hidup seseorang. Banyak orang yang mengatakan, bahwa remaja itu

merupakan masa dimana seorang anak manusia sedang mengalami suatu transisi

besar dalam rentang hidupnya. Transisi itu merupakan perubahan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang akan mempengaruhinya kelak terhadap

perkembangan psikis dan interaksi sosialnya.

Pada masa remaja mereka menghadapi revolusi fisiologis di dalam diri dan

harus menghadapi tugas-tugas perkembangan dalam menghadapi masa dewasa.

(18)

kadangkala dibebankan kepada mereka, tetapi mereka masih dilindungi seperti anak

kecil. Oleh karena itu mereka mengalami kekacauan peran dan identitas diri. Seperti

halnya yang diungkapkan oleh Erikson, bahwa remaja berada pada tahap

perkembangan psikososial antara perolehan identitas versus kekacauauan peran

(dalam Calvin S. Hall & Lindzey, 1978).

Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Monks (2002), bahwa posisi remaja

berada diantara anak dan orang dewasa. Remaja dapat dikatakan masih anak-anak,

tetapi disisi lain ia bertingkah seperti orang dewasa. Salah satu contohnya adalah

perilaku berpacaran, dimana seorang remaja memposisikan diri mereka sebagai

pendamping dari pasangannya yang memberikan perhatian khusus dan terkadang

melayani kebutuhan pasangannya seperti layaknya orang dewasa yang sudah

menikah. Namun disisi lain remaja belum sepenuhnya mampu untuk menguasai

fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Oleh karena itu, mereka masih harus belajar

banyak untuk menyelesaikan masa perkembangannya dan menemukan tempatnya

dalam masyarakat.

Jiwa remaja pada dasarnya merupakan jiwa peralihan yang serba tanggung

mereka berada pada tahap psikososial antara moralitas seorang anak-anak dengan

kesadaran sebagai orang dewasa. Dalam masa peralihan ini, segala sesuatu yang

diinternalisasikan oleh keluarga sebagai lingkungan awal akan diuji oleh remaja

selama berlangsungnya masa remaja tersebut. Hasil pengujian pengetahuan maupun

nilai yang diperoleh dari keluarga tersebut, akan menentukan sikap dan

(19)

keputusan sebagai awal perjalananan masa depan sebelum masa dewasa terjadi pada

masa remaja ini. Itulah sebabnya masa remaja sangat penting untuk dicermati.

Dengan adanya kekacauan peran dan identitas diri pada remaja, maka Erikson

(1968) menekankan bahwa tugas pokok seorang remaja adalah pembentukan identitas

diri yang mantap. Pembentukan identitas ini melibatkan integrasi total dari

ambisi-ambisi dan aspirasi serta kualitas-kualitas diri yang mereka peroleh sebelumnya. Oleh

karena itu untuk meningkatkan kualitas hidup remaja, masa depan kemudian mulai

masuk dalam perencanaan hidupnya. Mereka sudah mulai mampu membuat

perencanaan-perencanaan bagi masa depannya, untuk mewujudkan impian-impian

ideal mereka.

Salah satu dari sekian banyak perencanaan yang akan dibuat remaja dalam

menyongsong masa depan mereka adalah perencanaan mengenai karier dan pekerjaan

yang akan mereka tekuni nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1999),

bahwa remaja mulai memikirkan masa depan mereka secara bersungguh-sungguh.

Walaupun keputusan yang mereka buat saat ini tidak langsung menentukan jenis

pekerjaan yang akan mereka jalani.

Havighurst (dalam Kimmel, 1995) mengungkapkan bahwa salah satu dari

tugas perkembangan remaja adalah memilih dan mempersiapkan karir ekonomi.

Namun banyak dari remaja yang tidak mempedulikan hal tersebut, dan justru

menghabiskan waktunya untuk kesenangan belaka.

Menurut Sadarjoen (2008), banyak remaja yang menjalani hari-hari dengan

(20)

Sosok remaja tersebut terkesan bagaikan perahu limbung tanpa arah, yang akhirnya

menjadikan kesenangan sebagai pengarah utama dalam kehidupan sehari-hari

mereka. Akibat pengaruh dari kesenangan tersebut, remaja cenderung malas belajar,

malas membaca, bahkan malas berpikir, bersikap tidak serius dalam membahas

masalah dan cenderung lari dari masalah.

Selain itu, Hayadin (2005) dalam bukunya Peta Masa Depanku menjelaskan

bahwa banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa Indonesia.

Dan hal tersebut merupakan ancaman terhadap kemajuan dan survivalitas bangsa dan

negara. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran terbuka, pengangguran

terpelajar, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan

narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya.

Ancaman yang paling utama dalam hal ini adalah pengangguran. Berdasarkan

data statistik BPS tahun 2002 jumlah pengangguran terbuka (open unemployment) di

Indonesia sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 %

(3.763.971 jiwa) adalah tamatan SMA , Diploma, Akademi dan Universitas atau

“pengangguran terpelajar”. Diantara jumlah pengangguran terbuka tersebut,

2.651.809 jiwa tergolong hopeless of job (merasa tidak yakin mendapatkan

pekerjaan), 436.164 diantaranya adalah tamatan SMA, Diploma, Akademi dan

Universitas (Hayadin, 2005).

Data faktual di atas menggambarkan tingginya tingkat pengangguran di

Indonesia yang diantaranya berasal dari kaum terpelajar. Oleh karena itu, untuk

(21)

yang jelas dalam hal pekerjaan dan karir khususnya bagi remaja. Karena pada

dasarnya manusia bisa meramalkan masa depannya kelak dari apa yang dilakukannya

saat ini.

Setiap individu termasuk remaja, untuk masa depannya tentu menginginkan

tingkat kehidupan yang lebih baik dari yang dijalani saat ini. Mereka memiliki

keinginan ataupun gambaran ideal akan suatu kehidupan dimasa yang akan datang.

Terkadang apa yang mereka inginkan itu dapat tercapai, terkadang tidak. Dalam

membuat perencanaan bagi kehidupannya kelak, remaja harus mengetahui apa yang

sebenarnya menjadi keinginan atau harapannya.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, masa remaja merupakan masa

mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Proses mempersiapkan diri memasuki

dunia kerja bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya. Selain dituntut untuk

berprestasi, ternyata banyak faktor yang turut mempengaruhi kejelasan orientasi masa

depan remaja khususnya dalam bidang pekerjaan dan karier.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk. (2001)

tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki dunia

kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi

masa depan remaja bidang pekerjaan dan karier, yaitu : evaluasi diri, pencarian

informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme / pesimisme

serta kejelasan / ketidakjelasan pekerjaan dan karier di masa yang akan datang.

Kondisi keluarga merupakan salah satu dari 7 dimensi orientasi masa depan

(22)

utama. Walaupun keluarga merupakan organisasi terkecil dari masyarakat, tetapi di

dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai moral dan agama yang menjadi landasan utama

terbentuknya sikap dan kepribadian remaja. Keluarga adalah tempat dimana

melimpahnya kasih sayang dan perhatian. Sikap dan kepribadian remaja sangat

dipengaruhi sikap dan kepribadian dari orang tua.

Keinginan dan harapan remaja untuk masa depannya pasti berbeda satu sama

lain. Hal ini tergantung dari sejauhmana remaja itu melakukan interaksi dengan

lingkungannya. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini tidak hanya berupa

lingkungan fisik, tetapi lebih kepada lingkungan sosial atau disebut pula iklim sosial.

Dengan semakin seringnya remaja melakukan interaksi dengan lingkungan

sekitarnya, atau dengan kata lain orang-orang disekitarnya, maka akan banyak input

atau informasi-informasi yang diserap oleh remaja dan nantinya informasi tersebut

menjadi sebuah pengetahuan yang dalam hal ini dapat digunakan untuk

merencanakan masa depan yang baik bagi remaja.

Apabila lingkungan disekitar remaja harmonis dan kondusif, maka remaja

akan lebih mudah dalam menyerap informasi-informasi yang nantinya memudahkan

remaja untuk merencanakan masa depannya. Sebaliknya apabila lingkungan sekitar

remaja tidak harmonis dan tidak kondusif, maka remaja akan kesulitan untuk

menyerap informasi-informasi dari lingkungan sekitarnya, sehingga menyebabkan

remaja kesulitan untuk merencanakan masa depannya atau bahkan menjadi tidak

(23)

Bagi seorang individu termasuk remaja, lingkungan yang paling utama adalah

keluarga. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, dimana antara

anggotanya terdapat interaksi yang mendalam. Sebagai lingkungan primer, hubungan

antar manusia yang paling intensif dan awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang

anak mengenal lingkungan yang lebih luas, terlebih dahulu mengenal lingkungan

keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari

masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang

berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwono,

1991).

Hal-hal yang terkait dalam lingkungan keluarga ini tidak semata-mata pola

asuh yang diberlakukan oleh orang tua. Tetapi lebih dari itu, bagaimana interaksi

antar anggota keluarga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam keluarga dan

sebagainya. Semua ini mencerminkan bagaimana iklim dalam keluarga tersebut.

Menurut James & Jones (dalam Kozlowski & Doherty, 1989), iklim sosial adalah

deskripsi yang didasarkan pada persepsi atas karakteristik, peristiwa dan proses dalam

organisasi. Dalam hal ini untuk pengertian iklim keluarga, organisasi dalam definisi

tadi adalah keluarga.

Banyak orang tua yang menjadi acuh dan kurang mempedulikan

perkembangan anaknya ketika sudah memasuki usia remaja. Mereka menganggap

sudah cukup dengan memasukkan anak mereka ke sekolah formal. Padahal

pendidikan di sekolah hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan pendidikan yang

(24)

keluarga (Sadarjoen, 2005). Selain itu, banyak juga orang tua yang menganggap anak

usia remaja sudah dewasa sehingga dianggap mampu untuk mengurus diri sendiri

serta mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa adanya bimbingan dan arahan

dari orang tua. Sehingga tidak terjadinya interaksi yang baik antara remaja dengan

orang tua mereka.

Selain hubungan antara remaja dengan orang tuanya, kondisi lain yang

menyebabkan iklim dalam sebuah keluarga menjadi tidak kondusif adalah adanya

persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry), antara remaja dengan adik atau

kakaknya. Hal ini menyebabkan hubungan keduanya menjadi tidak harmonis dan

tidak terjadinya interaksi yang baik antara keduanya. Dan masih banyak lagi

faktor-faktor yang menyebabkan tidak kondusifnya iklim dalam suatu keluarga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap keluarga pasti pernah mengalami

konflik, namun pada kondisi keluarga yang demikian, konflik akan dengan mudah

dapat terselesaikan tanpa membuat ketidaknyamanan di dalam keluarga. Kondisi

keluarga tersebut mengindikasikan adanya iklim yang kondusif di dalam sebuah

keluarga.

Dengan demikian, mampukah sebuah keluarga menghasilkan interaksi yang

baik dan kodusif supaya menghasilkan iklim yang baik bagi perkembangan pola pikir

anggotanya yang dalam hal ini adalah remaja mengenai orientasi masa depannya

dalam bidang pekerjaan dan karier.

Iklim dalam keluarga memiliki peran yang cukup penting dalam menunjang

(25)

oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000), bahwa iklim dalam keluarga

merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan

pada anak.

Penelitian Trommsdorf (1983, dalam Desmita, 2005) telah menunjukkan

betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina di dalam keluarga akan

memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi masa depan

remaja, terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa

depannya. Remaja yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari orang tuanya,

akan mengembangkan rasa percaya dan sikap positif terhadap masa depan, percaya

akan keberhasilan yang akan dicapainya, serta lebih termotivasi untuk mencapai

tujuan yang telah dirumuskan di masa depan (Desmita, 2005).

Maka dari itu, seorang anak khususnya remaja akan memiliki orientasi masa

depan yang positif apabila didukung oleh iklim sosial keluarga yang kondusif, begitu

juga sebaliknya. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan

diatas, maka penulis merasa perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar

nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang

khususnya orang tua dalam mendampingi remaja dalam menjalani tugas-tugas

perkembangannya. Maka dari itu, untuk merealisasikan hal tersebut peneliti

melakukan penelitian dengan judul pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi

(26)

1.2. Identifikasi Masalah

1. Sejauhmanakah remaja memahami orientasi masa depannya dalam bidang

pekerjaan dan karir?

2. Apakah terdapat perbedaan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan

dan karir pada remaja berdasarkan jenis kelamin ?

3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan

remaja dalam bidang pekerjaan dan karir?

4. Apakah ada pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa

depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan masalah

Banyaknya definisi yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai iklim sosial

keluarga dan orientasi masa depan maka peneliti membatasinya sebagai berikut :

1. Iklim sosial keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi

anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang

terjadi dalam keluarga. Dalam hal ini iklim sosial keluarga meliputi 3 dimensi,

yaitu dimensi hubungan, dimensi pengembangan pribadi dan dimensi

pemeliharaan & perubahan sistem.

2. Orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir adalah gambaran tentang

(27)

pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk

membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan, membentuk

tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan karir di

masa depan. Dalam hal ini orientasi masa depan tersebut meliputi 3 proses, yaitu

motivasi, perencanaan dan evaluasi.

3. Sample pada penelitian adalah remaja SMA dan SMK usia 15-18 tahun yang akan

memasuki dunia kerja. Selain itu juga remaja yang akan digunakan sebagai subjek

penelitian adalah remaja yang tinggal di dalam keluarga atau yang memiliki

keluarga yang terdiri dari orang tua lengkap (ayah dan ibu) atau orang tua tidak

lengkap (ayah saja atau ibu saja) dan memiliki saudara kandung (kakak dan adik

atau salah satu).

1.3.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang serta pembatasan masalah, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh iklim sosial

keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(28)

Berlatar belakang pada masalah dasar tersebut di atas, penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap

orientasi masa depan pada remaja dan bagaimana arah hubungan kedua

variabel tersebut.

2. Berapa besarnya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa

depan pada remaja.

1.4.2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wacana

keilmuan psikologi, khususnya mengenai iklim sosial keluarga dalam kaitannya

dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja.

2. Manfaat praktis, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan :

a. Remaja lebih memahami dan memfokuskan diri pada orientasi dan

perencanaan karir dan pekerjaan yang tepat di masa depan.

b. Keluarga khususnya orang tua akan lebih mengkondisikan iklim sosial

keluarga yang harmonis dan memberikan perhatian yang lebih pada anak

(29)

1. 5. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan

dilakukan. Pada BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari, pertama ialah

latar belakang masalah yang berisikan tentang penjelasan mengenai hal-hal apa saja

yang melatarbelakangi masalah yang diangkat pada penelitian ini dan penjelasan

mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti. Kedua ialah identifikasi

masalah, pada point ini dijelaskan hal-hal apa saja yang ingin diketahui dari

penelitian ini. Ketiga yaitu pembatasan dan perumusan masalah, pada point ini

dijelaskan mengenai pembatasan teori dari variable-variabel yang diteliti serta

menjelaskan batasan dan kriteria dari subjek penelitian. Berikutnya yang keempat

adalah tujuan dan manfaat penelitian, pada point ini dijelaskan mengenai hal-hal apa

saja yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini serta manfaat apa saja yang bisa

diambil dari hasil dari penelitian ini. Terakhir adalah sistematika penulisan, yang

berisi tentang penjelasan mengenai konten atau isi dari setiap bab pada laporan

penelitian ini.

Selanjutnya, pada BAB II ialah mengenai kajian teori yang berisi tentang

pembahasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan

diteliti. Adapun teori-teori yang dimaksud meliputi definisi orientasi masa depan,

definisi pekerjaan dan karier, remaja dan orientasi masa depan dalam bidang

pekerjaan dan karir, perkembangan orientasi masa depan, proses pembentukan

(30)

masa depan, faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan, definisi iklim

sosial keluarga, dimensi-dimensi iklim sosial keluarga, hubungan iklim sosial

keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, hubungan

ilim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir,

kerangka teori dan hipotesis.

Pada BAB III yaitu berisi tentang metode penelitian. Adapun konten atau isi

dari bab ini adalah deskripsi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian,

metode pengumpulan data, serta metode analisis data. Berikutnya ialah BAB IV yaitu

hasil penelitian. Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi analisis

deskriptif dan uji hipotesis. Terakhir adalah BAB V atau Penutup. Bab ini meliputi

kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian dengan penelitian

(31)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Orientasi Masa Depan

2.1.1. Definisi Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan menurut Sadarjoen (2008), adalah upaya antisipasi

terhadap harapan masa depan yang menjanjikan. Sedangkan menurut Ary Ginanjar

(2001), orientasi masa depan adalah bagaimana seseorang merumuskan dan

menyusun visi kedepan dengan membagi orientas jangka pendek, menengah dan

jangka panjang.

Sejalan dengan hal tersebut Trommsdorf (1983) dalam Desmita (2005)

mengemukakan pengertian orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif

motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan

dalam interaksinya dengan lingkungan.

Nurmi (dalam McCabe & Bernett, 2000) mengemukakan bahwa orientasi

masa depan merupakan gambaran mengenai masa depan yang terbentuk dari

sekumpulan skemata, atau sikap dan asumsi dari pengalaman masa lalu, yang

berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai

masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada

(32)

standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa yang akan datang (Nurmi,

1991).

Sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orientasi masa

depan berkaitan erat dengan skemata kognitif, yaitu suatu organisasi perceptual dari

pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan di masa

yang akan datang (Chaplin, 2002 dalam Desmita, 2005). Skemata kognitif

memberikan suatu gambaran bagi individu tentang hal-hal yang dapat diantisipasi di

masa yang akan datang, baik tentang dirinya sendiri maupun tentang lingkungannya,

atau bagaimana individu mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai

aktivitas di masa depan (Desmita, 2005).

Selanjutnya Desmita (2005) menjelaskan bahwa skemata kognitif berisikan

perkembangan sepanjang rentang hidup yang diantisipasi, pengetahuan kontekstual,

ketrampilan, konsep diri dan gaya atribusi. Dari skemata yang dihasilkan, individu

berusaha mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa depan dan memberikan makna

pribadi terhadap semua peristiwa tersebut, serta membentuk harapan-harapan baru

yang hendak diwujudkan dalam kehidupan di masa yang akan datang.

Dapat dikatakan bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang

dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini

memungkinkan individu untuk menentukan tujuan-tujuannya, dan mengevaluasi

sejauhmana tujuan-tujuan tersebut dapat direalisasikan. Namun, karena penelitian ini

menkhususkan pada domain pekerjaan dan karir, maka definisi orientasi masa depan

(33)

atau asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari

lingkungan untuk membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan,

membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan

karir di masa depan.

Dikarenakan domain orientasi masa depan yang akan diteliti pada penelitian

ini adalah domain pekerjaan dan karir, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai

definisi dari pekerjaan dan karir.

2.1.2. Pekerjaan dan Karir

Pekerjaan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan dalam

rangka menopang kehidupannya. Pengertian ini menyiratkan makna bahwa pekerjaan

merupakan dasar dan jaminan bagi kelangsungan eksistensi seseorang di muka bumi.

Secara operasional pekerjaan dapat dipandang sebagai segala hal yang dilakukan

manusia untuk mendapatkan upah, gaji, imbalan, pesangon dan sebagainya (Hayadin,

2005).

Sedangkan karir adalah serangkaian pekerjaan dan posisi yang dijalankan oleh

seseorang dalam kehidupannya. Dalam pengertian tersebut secara implisit terkandung

makna pekerjaan, profesi, posisi dan jabatan. Selain itu, hal tersebut juga

mengisyaratkan adanya rotasi dan mutasi pekerjan, profesi dan jabatan oleh seseorang

(34)

2.1.3. Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan dan Karir

Orientasi masa depan atau gagasan seseorang mengenai perencanaan, motivasi

dan perasaan tentang masa depannya merupakan persoalan yang terjadi pada masa

remaja (McCabe & Bernett, 2000). Greene (1986, dalam McCabe & Bernett, 2000)

mengatakan bahwa masa remaja awal merupakan waktu dimana orientasi masa depan

dapat tumbuh dengan cepat serta dapat membedakan dan mengembangkannya.

Dengan kata lain orientasi masa depan sangat erat kaitannya dengan masa remaja.

Dalam penelitian ini domain orientasi masa depan yang akan diteliti adalah

domain pekerjaan dan karir. Domain ini juga merupakan bagian dari proses

perkembangan remaja. Havighurst (Monks & Knoers, 2002) menyebutkan bahwa

salah satu tugas perkembangan remaja adalah persiapan diri secara ekonomis atau

persiapan memasuki dunia pekerjaan serta pemilihan dan latihan jabatan. Sejalan

dengan hal tersebut Nurmi (1991) menjelaskan bahwa tugas perkembangan yang khas

pada remaja akhir adalah membuat gambaran mengenai rencana karir di masa depan

(membuat pilihan karir).

Super (1957, dalam Monks & Knoers, 2002) mengungkapkan suatu proses

pemilihan pekerjaan dalam arti proses yang menentukan karir yang mengikuti

kelima masa penghidupan, dalam hal ini remaja berada pada masa peninjauan (14-24

tahun). Menurut Monks & Knoers (2002) remaja yang berada pada rentang usia

16-20 tahun berada dalam periode eksploratif atau seperti yang dikemukakan oleh

Ginzberg (dalam Monks & Knoers, 2002) remaja berada dalam peralihan dari periode

(35)

Pemilihan pekerjaan yang sungguh-sungguh bukanlah suatu tindakan yang

sesaat, tetapi merupakan hasil dari suatu proses pemikiran dan pengalaman tertentu,

walaupun hanya bersifat sementara. Apabila ditinjau dari perkembangan kognitif

Piaget (Santrock, 2002), masa remaja sudah mencapai tahap pemikiran operasional

formal sehingga remaja sudah dapat berpikir secara abstrak. Kemampuan ini sangat

diperlukan dalam membuat orientasi masa depan. Inilah sebabnya mengapa masa

remaja memiliki kaitan yang cukup erat dengan orientasi masa depan dalam bidang

pekerjaan dan karir.

2.1.4. Perkembangan Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena perkembangan kognitif

yang terjadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses

peralihan dari masa anak-anak mncapai kedewasaan, remaja memiliki tugas

perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan

peran sebagai orang dewasa (Desmita, 2005). Oleh sebab itu sebagaimana

dikemukakan oleh Hurlock (1981, dalam Desmita, 2005), remaja mulai memikirkan

tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja mulai memberikan

perhatian perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan

dijalaninya sebagai manusia di masa mendatang.

Orientasi masa depan merupakan proses yang kompleks dan bersifat terus

(36)

ƒ Orientasi masa depan berkembang dalam konteks kultural dan institusional.

Ekspektansi normatif dan pengetahuan mengenai masa depan menjadi dasar

untuk membentuk minat dan rencana masa depan, dan hubungan antara

atribusi kausal dan afek.

ƒ Minat, rencana dan keyakinan yang berkaitan dengan masa depan dipelajari

melalui interaksi sosial dengan orang lain.

ƒ Orientasi masa depan juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu

seperti kognitif dan perkembangan sosial.

[image:36.612.121.551.124.548.2]

Normative Life-events Action Opportunities Standards and deadlines for evaluation Anticipated life span development Contextual Knowledge Self-concept Goals Plans Attributions emotional Motivational Planning Evaluation

Gambar 2.1: Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di Dalamnya (Nurmi,1991)

Menurut Nurmi (1991), orientasi masa depan berkembang akibat interaksi

dengan lingkungan (lihat gambar 2.1).

ƒ Peristiwa atau kejadian dalam hidup yang bersifat normatif, tugas

perkembangan dan jadwal pencpaian tugas perkembangan menjadi dasar

(37)

ƒ Perubahan dalam kesempatan bertindak (action opportunity) dan model

penyelesaian tugas perkembangan berdasarkan usia menjadi dasar

pembentukan rencana dan strategi berdasar pada masa depan.

ƒ Standar dan tenggang waktu dan solusi evaluasi dari tugas perkembangan

dinilai sukses menjadi dasar pembentukan tahap evaluasi dalam orientasi

masa depan.

Lingkungan atau konteks sosial (keluarga, sekolah dan lainnya) ini berinteraksi

dengan skemata yang ada dalam diri individu (internal) sebagai wujud antisipasi

terhadap perkembangan rentang kehidupan, perkembangan kontekstual dan konsep

diri. Skemata yang terbentuk akan berinteraksi dengan ketiga tahapan orientasi masa

depan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi yang kemudian membentuk

gambaran mengenai masa depan.

Salah satu fungsi umum skemata adalah mengarahkan individu untuk berubah

dalam konteks aktivitas masa depan (Nurmi, 1989). Skemata dari pengetahuan sosial

(social knowledge) dan pengetahuan diri (self-knowledge) memperantarai pengaruh konteks sosial pada orientasi masa depan yang dimiliki individu (Nurmi, 1993, 1994

dalam Trempala & Malmberg, 1998). Harapan berdasarkan skemata diperantarai oleh

afek masa lalu mengenai masa depan (Neisser, 1976 dalam Nurmi, 1989).

2.1.5. Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan

Menurut Nurmi (1991) proses pembentukan orientasi masa depan yaitu,

(38)

membentuk suatu orientasi masa depan, ketiga tahap tersebut akan berinteraksi

dengan skemata kognitif yang sebelumnya telah dijelaskan. Secara skematis,

keterkaitan antara skema kognitif dengan ketiga tahap pembentukan orientasi masa

depan tersebut, dapat di lihat pada gambar 2.1.

a. Motivational (Motivasi)

Tahap motivasional merupakan tahap awal pembentukan orientasi masa depan

remaja. Tahap ini mencakup motif, minat dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi

masa depan. Pada mulanya remaja menetapkan tujuan berdasarkan perbandingan

antara motif umum dan penilaian, serta pengetahuan yang telah mereka miliki tentang

perkembangan sepanjang rentang hidup yang dapat mereka antisipasi. Ketika keadaan

masa depan beserta faktor pendukungnya telah menjadi sesuatu yang diharapkan

dapat terwujud, maka pengetahuan yang menunjang terwujudnya harapan tersebut

menjadi dasar penting bagi perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan

(Desmita, 2005).

Minat, motif, pencapaian dan tujuan individu merupakan sistem motivasional

yang memiliki hierarki yang kompleks. Hierarki motivasi ini dibedakan berdasarkan

derajat generality dan abstractness dari tujuan yang dibuat (Emmons; Lazarus dan Folkman; Leontiev; von Wright dalam Nurmi, 1989). Dengan kata lain semakin

tinggi tingkatan tujuan maka semakin umum dan abstrak, begitu juga sebaliknya.

Prinsip utama dari tingkatan kerja ini adalah tingkatan motif, nilai atau pencapaian

(39)

melalui beberapa tujuan kecil. Dengan kata lain, untuk mencapai satu tujuan besar

diperlukan tujuan-tujuan kecil (tujuan perantara). Sebelum mencapai tujuan besar

individu terlebih dahulu harus mencapai tujuan perantara dan ini merupakan strategi

merealisasikan tujuan yang lebih besar.

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nurmi (1991, dalam Desmita

2005), bahwa perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu

proses yang kompleks, yang melibatkan beberapa subtahap, yaitu:

ƒ Pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau

penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik

ƒ Kedua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan

dengan minat baru tersebut

ƒ Ketiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya

untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut.

b. Planning (Perencanaan)

Perencanaan merupakan tahap kedua proses pembentukan orientasi masa depan

individu. yaitu bagaimana remaja membuat prencanaan tentang perwujudan minat

dan tujuan mereka (Desmita, 2005). Tahap perencanaan menekankan bagaimana

individu merencanakan realisasi dari tujuan dan minat mereka dalam konteks masa

depan (Nuttin dalam Nurmi, 1989).

Nurmi (1989) menjelaskan bahwa perencanaan dicirikan sebagai suatu proses

(40)

ƒ

Penentuan subtujuan. Individu akan membentuk suatu representasi dari

tujuan-tujuannya dan konteks masa depan di mana tujuan tersebut dapat

terwujud. Kedua hal ini didasari oleh pengetahuan individu tentang konteks

dari aktifitas di masa depan, dan sekaligus menjadi dasar dari subtahap

berikutnya.

ƒ

Penyusunan rencana. Individu membuat rencana dan menetapkan strategi

untuk mencapai tujuan dalam konteks yang dipilih. Dalam menyusun suatu

rencana, individu dituntut menemukan cara-cara yang dapat mengarahkannya

pada pencapaian tujuan dan menentukan cara mana yang paling efisien.

Pengetahuan tentang konteks yang diharapkan dari suatu aktivitas di masa

depan menjadi dasar bagi perencanaan ini.

ƒ

Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun. Individu dituntut

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan

dapat dilakukan dengan membandingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan

konteks yang sesungguhnya di masa depan.

Untuk menilai sebuah perencanaan yang dibuat oleh individu, dapat dilihat dari

tiga komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu pengetahuan (knowledge),

perencanaan (Plans), dan realisasi (realization) (Nurmi, 1989). Pengetahuan disini

berkaitan dengan proses pembentukan subtujuan dalam proses perencanaan.

Perencanaan ini berkaitan dengan hal-hal yang telah ada dan akan dilakukan individu

(41)

c. Evaluation (Evaluasi)

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pembentukan orientasi masa depan.

Tahap evaluasi ini adalah derajat dimana minat dan tujuan diharapkan dapat terealisir.

Nurmi (1989) memandang evaluasi sebagai proses yang melibatkan pengamatan dan

melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan

penguat bagi diri sendiri. Jadi, meskipun tujuan dan perencanaan orientasi masa

depan belum diwujudkan, tetapi pada tahap ini individu telah harus melakukan

evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana

tersebut (Desmita, 2005).

Dalam mewujudkan tujuan dan rencana dari orientasi masa depan, proses

evaluasi melibatkan causal attributions; yang didasari oleh evaluasi kognitif individu

mengenai kesempatan yang dimiliki dalam mengendalikan masa depannya, dan

affects; berkaitan dengan kondisi-kondisi yang muncul sewaktu-waktu dan tanpa disadari (Nurmi, 1989). Menurut Weiner (1985, dalam Nurmi, 1989) atribusi

terhadap kegagalan dan kesuksesan dengan penyebab tertentu akan diikuti oleh emosi

tertentu.

Model Weiner ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi hasil dari

kejadian dimasa lalu. Namun pada kenyataannya model ini juga dapat dimanfatkan

untuk mengevaluasi tujuan dan rencana yang dibuat individu akan masa depannya

(42)

2.1.6. Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem

Orientasi masa depan merupakan sebuah kesatuan yang terkait dalam satu

sistem dimana tahapan-tahapan orientasi masa depan saling berkaitan. Bandura

(1986, dalam Nurmi, 1991) menekankan kemampuan untuk berpikir merencanakan

masa depan sebagai bentuk dasar pemikiran manusia. Bandura (dalam Nurmi, 1989)

selanjutnya menjelaskan dengan teorinya bahwa tujuan dan standar pribadi menjadi

dasar bagi individu dalam mengevaluasi kinerja mereka dalam pencapaian tujuan

membangun konsep diri yang positif dan atribusi internal. Selain itu, efektivitas dari

rencana yang dibuat mempengaruhi hasil pencapaian rencana dan pada akhirnya akan

mempengaruhi evaluasi diri. Hubungan lainnya yang dikemukakan oleh Bandura

(dalam Nurmi, 1991) menyatakan bahwa bagaimana individu mengevaluasi penyebab

dari kesuksesan dan kegagalannya akan dapat mempengaruhi tujuan dan aspirasi

yang akan mereka buat selanjutnya.

2.1.7. Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan

Dalam orientasi masa depan terdapat lima dimensi utama yang potensial dan

penting untuk remaja yang sedang mengalami transisi, yaitu :

ƒ Salience (ciri khas), atau perhatian, dan hal penting yang diberikan untuk

masa depan perencanaan (Seginer, 1992 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ Detail (perincian), juga disebut sebagai kekhususan atau kepadatan, atau

(43)

diharapkan seorang individu di masa yang akan datang (Lamm, Schmidt &

Trommsdorf, 1976 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ Optimism (optimisme), juga disebut sebagai pola emosi, perasaan, valensi,

atau waktu bersikap. Sejauhmana individu mengharapkan hal-hal positif

terjadi di masa yang akan datang (Van Calster, Lens & Nuttin, 1987 dalam

McCabe & Barnett, 2000)

ƒ Realism (realisme), atau seleksi dari tujuan masa depan yang berpotensi

dicapai dan pemahaman tentang persiapan yang diperlukan untuk mencapai

tujuan (Clausen, 1991 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ Control beliefs (kontrol kepercayaan), juga disebut sebagai control internal

dan eksternal. Keyakinan remaja bahwa dia dibandingkan dengan orang lain,

akan menentukan hasil masa depannya (Lamm et al., 1976 dalam McCabe &

Barnett, 2000).

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk.

(2001) tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki

dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi

orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karir, yaitu : evaluasi diri,

pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme /

pesimisme serta kejelasan/ ketidakjelasan pekerjaan dan karir di masa yang akan

(44)

2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan. Menurut

Nurmi (1989) terdapat dua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan.

Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Faktor Internal Individu

Beberapa faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

(internal). Faktor-faktor tersebut adalah :

ƒ Konsep diri

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1989) menemukan bahwa konsep

diri memberikan pengaruh terhadap orientasi masa depan. Individu dengan konsep

diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka cenderung untuk lebih

internal dalam pemikiran mereka mengenai masa depan dibandingkan individu

dengan konsep diri yang rendah.

Konsep diri juga dapat mempengruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari

konsep diri yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan adalah diri ideal. Diri

ideal –terdiri atas konsep individu mengenai diri ideal mereka yang berhubungan

dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai motivator untuk dapat mencapai

tujuan jangka panjang (Rauste-von Wright dalam Nurmi, 1989).

Bagian dari konsep diri yang cukup sering diteliti adalah self esteem. Hasil penelitian

(45)

memiliki belief mengenai masa depannya yang lebih internal dan memiliki

perencanaan yang lebih panjang dibandingkan individu dengan self esteem yang

rendah (Nurmi, 1989).

ƒ Sense of Coherence

Sense of coherence adalah derajat dimana individu melihat dunianya sebagai

sesuatu yang bisa dipahami, dapat diatur dan bermakna (Antonovsky; Lanz &

Rosnati, 2002 dalam Amenike, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sense of

coherence terbukti secara signifikan berkorelasi secara linear dan positif dengan

orientasi masa depan.

ƒ Strategi Bertahan

Hasil penelitian Seginer (2000) adalah individu dengan strategi bertahan

optimis memiliki orientasi masa depan dibidang sosial dan akdemis yang lebih tinggi

dibandingkan individu dengan strategi bertahan pesimis. Individu yang memiliki

strategi bertahan optimis, memiliki ekspektansi keberhasilan yang tinggi dan

menghindari skenario yang membahas tentang kemungkinan kegagalan. Sementara

individu dengan strategi bertahan pesimis memiliki ekspektansi keberhasilan yang

rendah dan mempersiapkan diri dengan cara memikirkan dan merencanakan

(46)

ƒ Trait Kecemasan

Penelitian yang dilakukan oleh Zelenski dan Larsen (2002, dalam Palupi, 2007)

menunjukkan hubungan antara nilai skor trait neuroticism dengan skor judgement

terhadap kejadian yang akan terjadi di masa depan. Berdasarkan penelitian, individu

yang memiliki trait neuroticism (berkorelasi tinggi dengan trait kecemasan)

cenderung untuk mempersepsikan bahwa akan terjadi kejadian yang buruk di masa

yang akan datang. Penelitian ini diperkuat oleh Palupi (2007), yaitu ada hubungan

yang signifikan antara trait kecemasan dengan orientasi masa depan bidang karir.

Hubungan antara dua variabel ini bersifat linear dan memiliki arah negatif. Artinya,

semakin tinggi skor trait kecemasan individu maka semakin rendah nilai orientasi

masa depan dibidang karir dan demikian sebaliknya.

b. Faktor Kontekstual

Berikut ini adalah faktor-faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi orientasi

masa depan :

ƒ Gender

Nurmi (1991, dalam McCabe & Barnett, 2000) berdasarkan tinjauan literatur

ditemukan adanya perbedaan gender yang signifikan antara domain-domain pada

orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring

berjalannya waktu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) ditemukan

bahwa perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki

(47)

sependapat dengan yang diungkapkan oleh Hurlock (1991), bahwa anak laki-laki

biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam hal pekerjaan dibandingkan dengan anak

perempuan yang kebanyakan memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu sebelum

menikah. Anak laki-laki lebih menginginkan pekerjaan yang bermartabat tinggi dan

bergengsi, sedangkan anak perempuan akan memilih pekerjaan yang memberikan

rasa aman dan yang tidak banyak menuntut waktu (Hurlock, 1991).

ƒ Status Sosioekonomi

Kemiskinan dan status sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan

perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas (Friere,

Gorman, & Wessman, 1980 ; Nurmi, 1991 dalam McCabe & Barnet, 2000) dan

pesimistis (Voydenoff & Donnelly, 1990 dalam McCabe & Barnet, 2000). Sejalan

dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam Nurmi,

1991) menunjukkan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosial

ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan

karir yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi

rendah. Remaja dengan status ekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan,

karir dan aktivitas waktu luang (Poole dan Cooney; Trommsdorff, dkk dalam Nurmi,

(48)

ƒ

Teman Sebaya

Dalam konteks ini, teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa depan

dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan

jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana

teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas

perkembangannya. Kelompok teman sebaya (peer group) juga memberikan individu

kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain

(Nurmi, 1991). Jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, teman sebaya

memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya orientasi masa depan

pada remaja.

Sejalan dengan hal tersebut, salah satu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh

Malmberg (2001) mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal

Context menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan.

ƒ

Konteks Keadaan Lingkungan Tempat Tinggal

Hasil dari beberapa penelitian menyatakan konteks atau keadaan lingkungan

tempat tinggal individu mempengaruhi orientasi masa depan individu. Salah satunya

adalah penelitian yang dilakukan selama 12 tahun oleh Liberska (2002, dalam Palupi,

2007) menyatakan bahwa perubahan keadaan sosial ekonomi di Polandia terbukti

(49)

tahun1987, 1991 dan 1999. Penelitian ini didukung oleh Artar (2002, dalam Palupi,

2007) yang menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah

gempa bumi dengan remaja yang tidak mengalami musibah.

Selain itu Moeliono dkk. (2002) dalam hasil penelitiannya mengenai gambaran

mengenai orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada

perbedaan orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja

desa.

ƒ Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Seginer (2000) pada remaja wanita yang duduk

di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan kuliah menemukan

terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan berdasarkan kelompok usia pada

semua domain kehidupan prospektif (karir, keluarga dan pendidikan).

ƒ Jalur Pendidikan

Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987; Klaezinsky & Reese, 1991 (dalam

Malmberg & Trempala, 1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan. Pendidikan ini dapat

diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian terakhir mengenai hal

tersebut dilakukan oleh Amenike (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam bidang karir pada siswa

(50)

ƒ Budaya

Budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi orientasi

masa depan (Sundberg, 1983; Nurmi, in press dalam Malmberg & Trempala, 1997).

Perbedaan budaya dari masing-masing individu membuat orientasi masa depan

menjadi berbeda satu sama lainnya. Namun dikarenakan budaya terlalu luasnya

cakupan dari budaya dan sulit untuk didefinisikan, maka dalam penelitian ini budaya

yang dimaksud adalah suku bangsa.

ƒ Keterlibatan dalam Organisasi

Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Palupi (2007) menunjukkan hubungan

antara variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa

depan dalam bidang karir. Hubungan antara keterlibatan organisasi kemahasiswaan

dengan orientasi masa depan bidang karir dapat terjadi karena kesempatan yang

dimiliki oleh individu yang terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk bertemu dengan orang lain dibandingkan

dengan individu yang tidak terlibat dalam organisasi kemahasiswaan (Magolda dalam

Montelongo, 2002 dalam Palupi, 2007).

ƒ Konteks Keluarga

Nurmi (1991) menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua dan anak

memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini

(51)

mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, (2) orang tua

berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang

timbul dalam tugas perkembangan anak, (3) dukungan orang tua membantu anak

mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak. Selain itu, penelitian yang

dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000) menunjukkan bahwa

iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam

orientasi masa depan pada anak. Berikut ini adalah beberapa hal di dalam keluarga

yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja (Mc Cabe & Barnet,

2000) :

ƒ Hubungan Antara Remaja dengan Orang Tua

Hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar

terhadap orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang

signifikan terhadap penyesuaian diri remaja (Phares & Compas, 1992 dalam McCabe

& Barnet, 2000). Trommsdorff (1983, dalam McCabe & Barnet, 2000) melihat

adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang

adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi

masa depan yang lebih positif dari pada remaja yang kurang mendapatkan dukungan

dari orang tua.

(52)

Seringnya penyelesaian konflik yang buruk antara figur dewasa berhubungan

dengan peningkatan gejala internalisasi dan eksternalisasi (Grych, Seid & Fincham,

1992 dalam McCabe & Barnet, 2000), dan mungkin juga menyebabkan pandangan

yang pesimis terhadap masa depan.

ƒ Gaya Pengasuhan.

Gaya pengasuhan mungkin juga memberikan pengaruh atas orientasi masa

depan remaja. Baumrind & Black (1976, dalam McCabe & Barnet, 2000)

menjelaskan tentang dua dimensi utama dari gaya pengasuhan, yang pertama adalah

warmth (kehangatan) yaitu sejauhmana orang tua dapat menerima dan merespon

segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dan memusatkan segala sesuatunya

pada anak, yang kedua adalah demandingness, yaitu sejauhmana orang tua mengatur

anak-anak mereka dengan keras, penuh batasan dan berusaha mengontrol perilaku

anak-anak mereka. Sedangkan kombinasi antara warmth dan demandingness adalah

gaya pengasuhan authoritative (Maccoby & Martin, 1983 dalam McCabe & Barnet,

2000).

Aspek yang terdapat dalam konteks keluarga cukup banyak. Oleh karena itu,

pada penelitian ini peneliti menggabungkannya kedalam suatu konteks yaitu iklim

sosial keluarga dimana beberapa aspek di dalam keluarga masuk kedalamnya.

Adapun definisi dan teori mengenai iklim sosial keluarga tersebut adalah sebagai

(53)

2.2. Iklim Sosial Keluarga

2.2.1. Definisi Iklim Sosial Keluarga

Lingkungan merupakan tempat dimana seseorang menjalani kehidupannya.

Pengertian lingkungan disini tidak semata-mata lingkungan fisik, tetapi ada juga yang

disebut dengan lingkungan sosial/ iklim sosial. Tiap lingkungan memiliki iklim sosial

yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari karakteristik tiap lingkungan yang tidak

sama antara satu dengan yang lainnya. Dalam definisi mengenai iklim yang

diungkapkan oleh Renato Tagiuri dalam Gillmer (1984), yaitu sebagai karakteristik

dari keseluruhan lingkungan.

Menurut kamus psikologi iklim sosial adalah sejumlah ciri-ciri aktivitas

kelompok, misalnya moral dan perasaan kebersamaan (Sitanggang, 1994). Pengertian

lain mengenai iklim sosial yang terdapat dalam kamus istilah psikologi ialah iklim

sosial merupakan pandangan, keyakinan ataupun kepercayaan yang sedemikian rupa

yang dimiliki suatu kelompok atau yang hidup dalam masyarakat sehingga

mencerminkan suasana kehidupan masyarakat tersebut. Secara umum iklim sosial

dapat berbentuk otoriter, demokratis dan leissez-faire (Hasan, 2003).

Iklim sosial menurut Moos & Holahan (2004) adalah: …. the personality of a

setting or environment such as a workplace, a class room or school, a social group or a neighborhood”.

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa iklim sosial merupakan

(54)

studi-studi yang dilakukan oleh Lewin dan rekan-rekannya dalam membuat suatu

teori lapangan tentang motivasi. Lewin (1951, dalam Kozlowski dan Doherty, 1989)

dalam jurnal mereka, menganggap bahwa : The climate or atmosphere of the

psychological field as characterization of salient environmental stimuli and an

important determinant of motivation and behavior .

Sedangkan menurut James dan Jones iklim adalah : ….as sets of perceptually

based descriptions of relevant organizational features, event adan process (Kozlowski dan Doherty, 1989).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklim adalah deskripsi,

berdasarkan persepsi seseorang mengenai karakter dari stimulus yang menonjol dari

lingkungan, yaitu ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses yang berlangsung dalam

suatu lingkungan. Iklim ini menurut Lewin (dalam Kozlowski dan Doherty, 1989)

merupakan mata rantai yang sifatnya fungsional antara individu dan lingkungannya.

Istilah iklim ini kemudian berkembang, Moos sendiri kemudian menggunakan istilah

iklim sosial. Ia sendiri menggunakan istilah ini karena yang terlibat dalam

pembentukan iklim adalah manusia sebagai makhluk sosial.

Lingkungan juga merupakan tempat dimana seseorang tumbuh dan

berkembang. Begitu juga dengan remaja, bagi remaja lingkungan yang terdekat

dengannya selama proses perkembangannya adalah lingkungan keluarga.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti mencoba membuat

(55)

keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga

mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang terjadi dalam keluarga.

2.2.2. Dimensi-Dimensi Iklim Sosial Keluarga

Iklim sosial secara keseluruhan terdiri dari beberapa domain yang meliputi

sistem lingkungan yang dijelaskan ke dalam tiga perangkat dimensi, yaitu dimensi

hubungan (relationship dimensions), dimensi pengembangan pribadi (personal

growth dimensions) serta dimensi pemeliharaan dan perubahan sistem (system maintenance and change dimensions). Ketiga perangkat dimensi ini sering ditemui

pada konteks umum dan kehidupan sehari-hari, seperti keluarga, tempat kerja,

lingkungan belajar, segala sesuatu yang berorientasi dengan tugas, kelompok rekreasi

dan komunitas sosial (Moos, 1994b dalam Moos, 2002).

Berikut ini, Moos (2002) menjelaskan mengenai dimensi-dimensi iklim sosial

yang terdapat dalam keluarga, yaitu :

a. Dimensi-dimensi hubungan (Relationship Dimensions)

Dimensi ini menunjuk pada sifat dan intensitas dari hubungan personal di dalam

lingkungan. Dimensi ini mengukur tingkat keterlibatan individu dalam lingkungan.

Sejauhmana individu saling menmberi dorongan dan pertolongan, serta tingkat

kebebasan dan keterbukaan mengekspresikan diri. Untuk lingkungan keluarga,

(56)

• Kekompakan (Cohesion), yaitu sejauhmana anggota keluarga secara aktif

ber

Gambar

Tabel 4.13
Gambar 2.2. Kerangka Teori  .........................................................................
Gambar 2.1: Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di Dalamnya
Gambar 2.2 : Kerangka Teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang diberikan pada penelitian ini adalah bagi siswa remaja SMA SLB-B Cicendo yang memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan

Siswa tunanetra yang menempuh program rehabilitasi sosial pada tahap lanjutan di PSBN Wyata Guna Bandung yang telah memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan narapidana remaja umur 15-20 tahun di Lembaga P ermasyarakatan “ X” kota

(1) Orientasi masa depan pada remaja yang mengalami perceraian orangtua dalam pendidikan: Pada umumnya semua informan mempunyai orientasi masa depan dalam pendidikan,

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan orientasi masa depan pada remaja penyintas erupsi Merapi. Informan dalam penelitian ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui orientasi masa depan bidang pekerjaan pada aktivis yang mengikuti organisasi kemahasiswaan.

PENGARUH BIMBINGAN KARIR TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN PADA PENERIMA MANFAAT DI PANTI PELAYANAN SOSIALi. WANITA

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui orientasi masa depan bidang pekerjaan pada aktivis yang mengikuti organisasi kemahasiswaan.. Metode pengumpulan data