• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SANTI

NIM: 106011000171

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi

NIM : 106011000171

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

(Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

Dosen Pembimbing : Yudhi Munadi, M.Ag

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil

karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya

tulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, maka

saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian

Munaqasah.

Jakarta, 21 April 2011

Yang Menyatakan

SANTI

(3)

i

NIM : 106011000171

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

Pelajaran Agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain, akan tetapi tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. Siswa-siswi kurang berminat pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Padahal mata pelajaran agama menjadi salah satu mata pelajaran wajib tiap jenjang pendidikan. Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(4)

ii

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan seluruh alam yang

senantiasa memberikan rahmat dan karunia yang tak terhingga kepada hambanya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)”. Salawat dan

salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah Muhammad saw, beserta

keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang telah membawa umat manusia dari

zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dan berjasa dalam pembuatan skripsi ini sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis persembahkan

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada

kemajuan yang signifikan.

3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Yudhi Munadi, M.Ag, Dosen pembimbing. Terima kasih tak terkira atas

kesediaannya berbagi ilmu serta meluangkan waktunya untuk

membimbing, memberi saran dan nasihat demi keberhasilan penulis dalam

(5)

iii

6. Kepala Sekolah dan segenap dewan guru di SMP Islam Al-Azhar 4

Kemandoran, khususnya kepada Bapak Khozin, S.Ag (Guru PAI) yang

telah meluangkan waktu dan bantuannya selama proses penelitian.

7. Orang tua tercinta Bapak Sarmubi dan Ibu Hamnah beserta keluarga, yang

selalu setia memberikan dukungan kepada penulis. Dengan segala

perhatian, doa, dorongan, dan cinta kasih sayangnya dalam mendidik dan

mengasuh penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan dasar

sampai perguruan tinggi dengan baik dan penuh pengorbanan.

8. Aa Tyo yang selalu memberikan perhatian, motivasi, doa, dan bantuannya

kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku BGP Girl’s (Rara, Isma, Dlah, Nadya, Pitty, Vda,

Ndah, Farah, dan Yayah) untuk kebersamaan, doa dan support kepada

penulis. Anak-anak Adem Ayem (Irma, Zee, Ma’a, dan Uphi) semoga

ukhuwah kita selalu terjaga.

10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FITK angkatan 2006 (Fathia,

Ning, Ana, Emi, Wati, Yuli, dll) semoga komunikasi kita tetap terjaga.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah mereka berikan menjadi

amal ibadah yang mendapat balasan dari Allah swt. Setelah penulis berusaha dan

berdoa, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang

lain. ”Khoirunnas anfa’uhum linnas”.

Jakarta, April 2011

(6)

iv

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK………..i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI………..iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….……1

B. Identifikasi Masalah……….…...6

C. Pembatasan Masalah……….……...………7

D. Perumusan Masalah.………7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………....7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif………....9

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif……….……...9

2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif……….12

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif……….13

4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif………...15

B. Pendidikan Agama Islam………..17

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam………...17

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam……….23

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam………...25

(7)

v

C. Metode Penelitian……….29

D. Teknik Pengumpulan Data……….29

E. Instrumen Penelitian………..30

F. Teknik Analisis Data……….….30

G. Triangulasi Data……….31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran………....32

B. Deskripsi Data………34

1. Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)………..35

2. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif…………...40

3. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam………..49

C. Interpretasi Data………...52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………56

B. Saran………..…58

DAFTAR PUSTAKA………59

LAMPIRAN

(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses yang amat penting di dalam kehidupan

individu dan masyarakat. Pemahaman terhadap hakikatnya memerlukan

pemahaman terhadap segala dimensinya. Sebagian ahli pendidikan berpendapat

bahwa sekolah merupakan satu-satunya pusat pendidikan, karena sekolah

merupakan lembaga yang diperuntukkan secara khusus bagi pendidikan. Pada

kenyataannya, terdapat banyak pusat pendidikan, seperti keluarga, tetangga,

kampung halaman, lingkungan, dan sekolah. Di samping masjid, tempat-tempat

pertemuan, media massa (seperti surat kabar, radio, dan televisi), dan lain-lain

yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan

dan pembentukan kepribadian individu.1

Untuk mengembangkan kompetensi pendidikan yang mampu menjawab

tantangan dunia global, maka pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan,

dan selama ini kita selalu mencontoh kepada kebijakan pendidikan dunia maju.

Satu hal yang perlu kita lakukan segera mungkin adalah mengangkat mutu sumber

daya lulusan pendidikan.2 Tidak hanya itu, kreativitas dan kompetensi para guru di lembaga pendidikan juga harus ditingkatkan. Karena peran guru di sekolah

sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan siswa.

1

Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2008), h.197

2

(10)

Dalam membangun dan membentuk generasi yang berkualitas, diperlukan

adanya semangat dan motivasi yang kuat dalam diri manusia itu sendiri agar

terciptanya suatu tujuan yang diinginkan. Karena menuntut ilmu merupakan

kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah bersabda:

ملْسم ِّك ىلع ةضْيرف مْلعلْا بلط َّ إف نْيِّلاب ْ ل مْلعلْا ا بلْطا

.

ةكء امْلا َّا

بلْطي امب ءاضر مْلعلْا بل اطل ا تح ْجا عضت

(

ربلا دبع نبا ا ر

)

“Carilah pengetahuan itu, biarpun sampai ke negeri Cina, karena mencari

pengetahuan itu adalah kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat

mengembangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, merasa senang kepada ilmu

yang dituntutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri).3

Pada hadits di atas sangat jelas sekali dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw

untuk menuntut ilmu. Baik itu melalui pendidikan formal maupun nonformal,

yang manfaatnya untuk diri sendiri dan juga orang lain apabila diamalkan secara

baik dan penuh keikhlasan.

Pendidikan Agama Islam (PAI) hingga saat ini masih berhadapan dengan

kritik-kritik internal. Dikatakan bahwa PAI kurang mempunyai relevansi terhadap

perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial

budaya, dan bersifat statis akontekstual, dan lepas dari sejarah, sehingga peserta

didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam

keseharian.4

Hal tersebut sangat disayangkan, karena Pendidikan Agama Islam merupakan

salah satu mata pelajaran yang penting untuk membangun moral dan akhlak para

siswa guna meningkatkan keimanan kepada Allah swt dan meneladani sifat Nabi

Muhammad saw serta menjadi bekal hidup di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi

apabila sejak usia remaja saja para siswa/ pelajar kurang berminat dalam pelajaran

PAI di sekolah, maka dampak negatif yang terjadi sudah sering ditemukan dan

kita ketahui bersama, diantaranya; maraknya kenakalan-kenakalan remaja

3

Fachruddin HS & Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 67

4

(11)

sekarang ini seperti tawuran, pergaulan bebas/ penyimpangan seksual,

minim-minuman keras, merokok, bahkan sampai terjerumus pada narkoba. Kasus-kasus

tersebut sudah banyak dialami oleh para pelajar usia remaja sampai saat ini.

Belum lagi masalah-masalah yang terjadi di lingkunag keluarga, seperti

membantah dan melawan orang tua, komunikasi yang kurang baik antara anak

dan orang tua dan masih banyak lagi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus,

mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Oleh karena itu, perlu adanya tindakan

dan jalan keluar yang baik yang harus segera dilakukan oleh berbagai pihak baik

di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, agar hal-hal negatif tersebut

tidak dibiarkan berlarut-larut.

Seorang guru hendaknya mampu menguasai dan memahami keadaan

siswa-siswanya dalam belajar agar siswa tidak merasa bosan karena penyampaian materi

yang bersifat monoton. Oleh karena itu, untuk mengajar dengan baik diperlukan

keterangan yang selengkap-lengkapnya tentang murid. Oleh sebab itu sekolah

modern dengan sengaja mengumpulkan keterangan-keterangan itu sejak anak itu

masuk sekolah. Keterangan itu senantiasa dilengkapi selama anak itu belajar di

sekolah dan agar dapat sedalam-dalamnya mengenal latar belakang murid.5 Dengan hal seperti itu, seorang guru dapat mengetahui kondisi para siswanya

dengan baik, serta dapat pula disesuaikan gaya belajar yang seperti apa yang akan

diterapkan oleh seorang guru. Sebab masing-masing siswa memiliki gaya belajar

yang berbeda-beda seperti visual, audio, dan audiovisual.

Memang disayangkan para siswa saat ini kurang menghayati pada pelajaran

PAI yang manfaatnya itu sangat penting bagi setiap individu dalam menjalani

kehidupannya. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kenakalan-kenakalan

serta kurangnya motivasi belajar para siswa tersebut, sebab pelajaran PAI menjadi

tidak menarik bisa disebabkan karena penggunaan metode atau strategi yang

kurang tepat dalam pembelajaran. Karena pemakaian metode yang kurang tepat

sangat membawa pengaruh bagi kelangsungan proses belajar mengajar, dan hal itu

akan berdampak bagi pemahaman siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.

Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi para guru untuk meningkatkan strategi

5

(12)

dan penggunaan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi para siswa

agar bisa mencerna dan memahami pelajaran yang telah diberikan secara optimal.

Oleh karena itu, perlu adanya konsep dalam merencanakan serta menerapkan

metode dan strategi apa saja yang harus diterapkan agar suasana kelas menjadi

fokus dan menarik bagi para peserta didik. Dengan harapan bahwa tidak hanya

pembelajaran PAI tersebut dapat dipahami siswa di sekolah, tetapi agar dapat

diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari.

Sejak dahulu sampai sekarang metode yang sering digunakan dalam proses

pembelajaran adalah metode ceramah, karena metode ceramah memang mesti

digunakan sebagai pengantar dalam suatu pembelajaran. Untuk menciptakan

suasana yang dinamis di dalam kelas, penggunaan metode ceramah harus

dikombinasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain agar proses

pembelajaran menjadi lebih .

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003 telah dijelaskan tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa, yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”.6

Perumusan Undang-undang tentang pendidikan yang telah dipaparkan di atas,

menjadi pemicu bagi guru dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia untuk

lebih memperhatikan mutu pendidikan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh

karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran di

sekolah tergantung pada penggunaan strategi yang diterapkan oleh guru.

Hampir tidak mungkin menggunakan satu strategi mengajar dalam satu

pelajaran. Bahan pelajaran bahkan sering memasukkan beberapa pertanyaan.

Diskusi-diskusi dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika para siswa

bekerja bersama dalam kelompok-kelompok, mereka saling berbagi informasi,

6

(13)

bartanya dan menjalankan diskusi.7 Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif, dan sekaligus adaptif

terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Penerapan

strategi yang tidak tepat dapat berakibat fatal.8

Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dan metode dalam proses

pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi

pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan

dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran

yang diinginkan dapat tercapai.

Salah satu strategi pembelajaran yang efektif digunakan dalam suatu

pembelajaran yaitu strategi pembelajaran kooperatif. Di antara metode-metode

pembelajaran kooperatif antara lain; jigsaw, Student Teams Achievement Division

(STAD), Numbered Head Together (NHT), Teams Games Tournaments (TGT),

Think Pair Share (TPS) dan lain-lain. Dengan pembelajaran kooperatif akan

memaksimalkan waktu belajar siswa secara tepat guna. Sebab dalam

pembelajaran kooperatif itu sangat diutamakan kerja sama dalam kelompok

belajar di kelas, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan

bersama oleh anggota kelompoknya sehingga akan menimbulkan sikap saling

membantu dan saling memberikan motivasi sehingga terjadi interaksi yang baik

sesama anggota kelompok.

Belajar dengan cara berkelompok akan memudahkan siswa dalam memahami

suatu pelajaran dibandingkan dengan belajar secara individu. Peran guru di kelas

hanya sebagai fasilitator dan mengawasi proses pembelajaran antar kelompok.

Pembelajaran kooperatif menuntut siswa agar belajar mandiri dalam

mengungkapkan ide-ide serta mnyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru

secara berkelompok dan bertanggung jawab.

Untuk membangun semangat siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama

Islam agar tidak menjadi mata pelajaran yang membosankan maka hal itu sangat

dipengaruhi oleh pemakaian strategi pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu

7

Gene E. Hall, dkk., Mengajar dengan Senang, (PT Indeks, 2008), cet. II, h.382

8

(14)

penulis ingin mengadakan penelitian mengenai penggunaan strategi pembelajaran

kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di.sekolah. karena

pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan

partisipasi siswa, mamfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan

dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada

siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya.9

Berdasarkan permasalahan di atas, mendorong penulis untuk mengkaji dan

meneliti lebih lanjut mengenai penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada

mata pelajaran PAI, apakah efektif diterapkan di SMP Islam Al-Azhar 4

Kemandoran.

Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk

mengkaji dan meneliti lebih dalam permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi

dengan judul:

“IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH”

(Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Sekolah masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat

tradisional.

2. Kurangnya kesadaran anak didik dalam mempelajari Pendidikan Agama

Islam.

3. Tujuan pembelajaran yang diinginkan belum tercapai secara maksimal.

4. Pentingnya kemampuan dalam merencanakan suatu strategi pembelajaran

5. Pentingnya implementasi strategi pembelajaran pada Pendidikan Agama

Islam

9

(15)

C. Pembatasan Masalah

Untuk dapat memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan

skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di

sekolah tersebut, dibatasi pada materi yang sesuai dengan model

pembelajaran kooperatif yang digunakan.

2. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw, pada materi

infaq.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis

merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dituangkan dalam Major

Research Question sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi strategi

pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

Islam Al-Azhar 4 Kemandoran?”.

Untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major tersebut di bawah ini

dibuat Minor Research Questions sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran?

2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di

sekolah?

3. Bagaimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan

strategi pembelajaran kooperatif?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk memperoleh informasi mengenai perencanaan, proses

pembelajaran, dan hasil akhir dari penerapan strategi pembelajaran

kooperatif di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.

b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran

kooperatif pada mata pelajaran PAI di SMP Islam Al-Azhar 4

(16)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Siswa

Memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

kepada siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar

yang berkesan bagi siswa.

b. Guru

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam

suatu pembelajaran oleh guru-guru dalam berbagai bidang ilmu.

khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan

menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.

c. Penulis

Menambah wawasan kependidikan serta sebagai bekal pengetahuan

mengenai strategi pembelajaran kooperatif sebagai metode yang tepat

dalam meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran PAI.

d. Pembaca

Memberikan gambaran pentingnya penerapan suatu strategi yang tepat

dalam proses pembelajaran agar suasana belajar menjadi efektif dan

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling

membantu memegahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan

penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran

kooperatif.1

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu

sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam

struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau

lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap

anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai

suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota

kelompok.2

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis

kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau

diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih

1

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 41

2

Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS

(18)

diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan

serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membentuk

peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan

bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.3

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa,

sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga

sesama siswa.4

Menurut Effandi Zakaria (2001), pembelajaran kooperatif dirangka bagi

tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi

perbincangan dengan rekan-rekan dalam kumpulan kecil. Ia memerlukan pelajar

berkongsi pendapat, memberi maklum balas serta mewujudkan dan membina

proses penyelesaian kepada seluruh masalah. Kajian eksperimental dan deskriptif

yang dijalankan menyokong pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif

boleh memberikan hasil yang positif kepada pelajar-pelajar.5

Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model

pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru

mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan

tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam

melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya

pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang

lainnya dan saling belajar-mengajar sesama mereka.6

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

yang dilakukan secara bersama-sama atau kelompok, antara siswa denga siswa

lainnya saling membantu dalam memecahkan suatu permasalahan atas materi

3

Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 54-55

4

Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet. 1, h. 74

5

Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30

6

(19)

yang telah disajikan oleh guru agar mencapai ketuntasan dalam memahami

pelajaran.

Adapun tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran

kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan

kesempatan yang sama untuk berhasil:

a. Penghargaan kelompok. Kelompok dalam kooperatif dapat memperoleh

penghargaan apabila mereka mencapai atau di atas kriteria yang

ditetapkan. Kelompok tersebut tidak dalam berkompetisi untuk

mendapatkan penghargaaan. Penghargaan ditujukan bila mereka dapat

mencapai kriteria yang ditetapkan dalam suatu minggu tertentu.

b. Tanggung jawab individu. Keberhasilan kelompok bergantung dari

pembelajaran individu dari seluruh anggota kelompok. Hal ini mendorong

anggota kelompok untuk saling membantu satu sama lain dan memastikan

setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi tes dan tugas lainnya.

c. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Setiap siswa menyumbang kepada

kelompok mereka dengan perbaikan di atas kinerja mereka yang lalu.

Dengan metode setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang atau tinggi

memperoleh kesempatan untuk melakukan yang terbaik bagi

kelompoknya.7

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai ketuntasan belajar

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah

3. Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras,

budaya, dan jenis kelamin yang berbeda

4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada individual.8

7

Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: LPMP, 2005), h. 5

8

(20)

2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran

kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap

muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan

antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan”

(Abdurrahman & Bintoro, 2000: 78-79).

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling

membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan

guru, tetapi juga dengan sesama siswa.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran secara individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,

sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,

berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendomonasi orang lain, mandiri

dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar

pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara

sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi

tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.9

9

(21)

Unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning adalah sebagai berikut:

1. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup

sepenanggungan bersama”

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya

seperti mereka sendiri

3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki

tujuan yang sama

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara

anggota kelompoknya

5. Siswa akan dikenakan evaluasi dan juga akan dikenakan untuk semua

anggota kelompoknya

6. Siswa dapat berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi

yang ditangani dalam kelompok cooperative.10

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok

bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal. Lima

unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.

a. Saling Ketergantungan Positif

b. Tanggung Jawab Perseorangan

c. Tatap Muka

d. Komunikasi Antar Anggota

e. Evaluasi Proses Kelompok.11

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran

yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajan kooperatif disusun dalam

sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

10

Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press, 2001), h. 6

11

(22)

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama

siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa

berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara

kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan

mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan

sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.12

Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah dalam

memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan

untuk saling mendorong untuk melakukan usaha yang maksimal (Slavin, 1993).

Jika nilai siswa cukup baik sebagai kelompok, dan kelompok hanya akan berhasil

dengan memastikan bahwa semua anggotanya telah mempelajari materinya, maka

anggota kelompok akan termotivasi untuk saling mengajar.13

Pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif

akan tetapi jika metode ini tidak dikonstruksikan dengan baik akan menimbulkan

efek “free rider”. Efek free rider yaitu suatu kondisi di mana beberapa anggota kelompok mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan dalam pembelajaran

sedangkan yang lainnya jalan terus, tidak melakukan aktifitas.14 Artinya aktifitas belajar hanya dilakukan oleh sebagian anggota kelompok saja. Kondisi ini dapat

mengurangi hasil maksimal dari pembelajaran kooperatif. Akan tetapi, kondisi

tersebut dapat diminimalisir jika guru dapat meyakinkan siswa bahwa mereka

yang telah dikelompokkan itu memiliki tanggung jawab individu selama

pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada penghargaan

kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Pembelajaran kooperatif juga dapat membawa siswa agar saling ketergantungan

12

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 42

13

Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 81-82

14

(23)

positif serta interaksi tatap muka terhadap teman kelompoknya, sehingga suasana

pembelajaran di kelas menjadi efektif dan menyenangkan.

4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat

beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang

seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan

model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok

(Teams games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi

Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).15

a. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari

model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok

kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.

Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,

kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.16

Dalam STAD, pelajar-pelajar ditugaskan untuk bekerja dalam satu

kumpulan kecil yang terdiri dari empat orang yang mempunyai latar belakang

dan tahap pencapaian yang berbeza. Pada peringkat permulaan, guru akan

menyampaikan bahan pengajaran. Ini diikuti dengan setiap pelajar yang

berkumpul dalam kumpulan masing-masing dan melaksanakan tugas

sebagaimana yang dipertanggungjawabkan.17

b. Jigsaw

Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik

yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan

dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan

sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui

mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk

15

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 49

16

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 52

17

(24)

mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap

menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.18

Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi

yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi

tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini

adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus

mengajarkan kepada orang lain.19 Lebih jelasnya, para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan

“lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah

semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda mempunyai

fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan

topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali

kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya

mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian

yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti

dalam STAD.20

c. Teams games Tournaments/TGT (Investigasi Kelompok)

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang

paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan

pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan

dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan

jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan

bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma

dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat

pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan

komunikasi dan proses kelompok yang baik.21

18

Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 89

19

Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 124

20

Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, h. 237

21

(25)

d. Think Pair Share (TPS)

Strategi thing-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang

dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali

dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland

sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi

membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan,

dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa

lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.22

e. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Haed Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur

kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali

dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.23

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan secara umum dapat diartikan dari dua segi yaitu segi bahasa dan

istilah. Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, artinya memelihara dan memberi latihan.

Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan, dan

22

Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 61

23

(26)

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.24 Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan latihan.25

Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering digunakan

pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lim, al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun

demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada

pengertian pendidikan.

Kata ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran

yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan

keterampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai

dengan firman Allah SWT.26















































Artinya:

Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:

"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar

orang-orang yang benar!"27

Kata al-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh,

mendidik, dan memelihara.28 Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an:





































24

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. III, h. 10

25

Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 204

26

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 85-86

27

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandunag: PT Syaamil Cipta

Media), h. 6

28

(27)

Artinya:

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,

sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".29

Sedangkan kata al-ta’dib, merupakan masdar dari kata addaba, yang dapat

diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan

penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.30

Mengenai pengertian pendidikan menurut istilah, disampaikan oleh beberapa

tokoh, antara lain sebagai berikut.

Anton Moeliono, et-al, mendefinisikan pendidikan sebagai proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan,

dan cara-cara mendidik. Ali Ashraf, melihat pendidikan merupakan sebuah

aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Di arahkan untuk

mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.31 William Mc Gucken, S.J. seorang tokoh pendidikan Katolik berpendapat,

bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan

kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual,

maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan

individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu

dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.32

Dari beberapa pengertian di atas, walaupun terdapat berbedaan dalam redaksi

namun dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur,

sistematis yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dan bertanggung jawab

untuk meningkatkan kemampuan dan kepribadian anak dengan jalan pembinaan

potensi-petensi pribadi yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani.

Setelah menguraikan pengertian pendidikan secara umum, penulis

selanjutnya membahas tentang pengertian pendidikan Islam dan pendidikan

agama Islam.

29

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 284

30

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 90

31

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 92

32

(28)

Menurut Muzayin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang

dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing

pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui

ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai

program bimbingan subyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan

(murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan

metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya

pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawi,

pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani

dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.33

Pendidikan agama adalah salah satu dari tiga mata pelajaran yang wajib

diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan Pancasila,

pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan) (UU Nomor 2 Tahun 1989

Pasal 39 ayat (2)). Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan

agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang

bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain

dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak peserta didik dan

mendapat pendidikan agama, sesuai pasal 12 Bab V UU No. 20 Tahun 2003.

“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan sesuai oleh

pendidik yang beragama”.34

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan

peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran

agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain

dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud

kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 3: 2002).

33

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h. 20

34

(29)

Menurut Zakiah Daradjat (1987: 87) pendidikan agama Islam adalah suatu

usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada

akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Tayar Yusuf (1986: 35) mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha

sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan

keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada

Allah swt. Sedangkan menurut A. Tafsir pendidikan agama Islam adalah

bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara

maksimal sesuai dengan ajaran Islam.35

a. Pendidikan Agama pada Sekolah Umum

Setelah anak melalui masa pertumbuhannya yang pertama dalam keluarga,

di mana telah didapatnya berbagai pengalaman, yang akan menjadi bagian

dari pribadinya yang mulai bertumbuh itu. Maka guru agama di sekolah

umum mempunyai tugas yang tidak ringan, karena ia harus menghadapi

keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama, yang dibawa oleh

anak-anak dari rumahnya masing-masing. Ada anak-anak yang mempunyai sikap positif

terhadap agama karena orang tuanya tekun beragama, sering mengajaknya

serta dalam ibadah dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

Sudah barang tentu di dalam pribadinya telah banyak terdapat unsur-unsur

keagamaan di samping pengalaman beragama juga telah cukup untuk ukuran

umurnya. Maka dia mengharapkan agar guru agama dapat segera menambah

pengalamannya dalam agama.

Di lain pihak akan ada pula anak yang belum pernah mendapat

pengalaman agama di rumahnya, karena orang tuanya tidak pernah

menjalankan agama dalam hidup mereka, sikap mereka acuh tak acuh dan

agama tidak pernah mereka sebut-sebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka

anak itu, juga akan mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap agama, dia akan

menghadapi pelajaran agama dengan sikap yang netral, bukan positif dan

35

(30)

bukan pula negatif. Apakah nanti dia akan tertarik kepada agama atau tidak,

tergantung pada guru agama dan situasi sekolah pada umumnya. Jika guru

agama mempunyai kepribadian yang menarik, serta mampu membawakan

pendidikan agama sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak

dan dapat pula menyajikan pelajaran agama sedemikan rupa sehingga

menarik minat anak, maka si anak tadi akan tertarik kepada agama. Dan

demikianlah sebaliknya dengan guru yang tidak memenuhi syarat.36

Dalam operasionalnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diatur

oleh Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan (sekarang

bernama Menteri Pendidikan Nasional). Di sekolah-sekolah negeri sejak dari

pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, pendidikan agama

dilaksanakan dua jam pelajaran setiap minggunya.37

b. Pendidikan Agama di Madrasah

Suatu ciri pendidikan madrasah yang terpenting adalah pembinaan jiwa

agama dan akhlak anak didik. Pembinaan jiwa agama dilakukan melalui

berbagai segi kehidupan anak, mulai dari tata krama, sopan santun, cara

bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak bertentangan dengan

ajaran Islam; di samping pelaksanaan ibadah yang ketat, serta pembinaan

hidup yang cocok dengan ajaran Islam atau dengan kata lain bahwa

pendidikan ibadah, akhlak dan kepribadian sangat menjadi perhatian

madrasah. Oleh karena pendidikan di madrasah itu mempunyai identitas

sendiri. Yaitu penghayatan, ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, maka

seharusnya setiap guru, apapun macam pelajaran yang diberikannya dapat

memenuhi persyaratan kepribadian muslim dan keyakinan agama. Karena

setiap gerak, sikap, kata dan cara hidup guru-guru madrasah itu akan

mempengaruhi jiwa anak didik.38

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran

dalam madrasah itu harus diarahkan kepada pembinaan keyakinan beragama,

36

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. III, h. 97-98

37

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam,…, h. 38

38

(31)

sehingga hidupnya akan selalu berpedoman kepada ajaran Islam. Di samping

itu kita semua hendaknya dapat menyadari bahwa tujuan hidup seorang

muslim adalah bahagia dunia, bahagia akhirat nanti dan terhindar dari segala

dosa yang akan membawa kepada kemurkaan Allah swt.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan artinya sesuatu yang dutuju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu

kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya sudah tercapai.

Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai

untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.39 Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan

sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang

akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau

dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak

didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah

kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik

menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa

umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.40

Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian muslim,

yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang

yang berkepribadian muslim dalam al-Qur’an disebut “Muttaqin”. Karena itu

pendidikan Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertakwa. Ini sesuai

benar dengan pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan

nasional yang akan membentuk manusia Pancasilais yang bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa.41

Di setiap lembaga pendidikan (umum dan keagamaan), pendidikan agama

merupakan bagian dari bidang studi yang disajikan kepada peserta didik. Di dalam

39

Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 72

40

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h. 18-19

41

(32)

pendidikan agama sendiri diajarkan berbagai macam materi yang kesemuanya

dilandaskan kepada ajaran agama.

Khusus di lembaga pendidikan umum, pendidikan agama disajikan pada

dataran memperkenalkan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia. Namun

ketika ada hal-hal yang dipandang dapat menyentuh permasalahan aqidah

(keyakinan) maka diambil kebijaksanaan dengan menyajikan hal tersebut secara

terpisah sesuai dengan kondisi peserta didik dilihat dari keyakinannya

masing-masing.

Hal terpenting yang perlu diingat adalah, pendidikan agama yang

dilaksanakan di sekolah-sekolah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan

kepada peserta didik sesuai dengan konsep kebaikan agama masing-masing. Lebih

jauh lagi diharapkan dengan mengikuti program pendidikan agama di sekolah,

peserta didik mampu menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan

sehari-hari.42

Dalam rangka menanamkan nilai-nilai keislaman kepada peserta didik di

lembaga pendidikan formal, maka program pendidikan agama memiliki peranan

puncak, bahkan boleh dikatakan sebagai penentu dari perubahan, khususnya

perubahan sikap.

Nilai-nilai Islam yang ingin ditanamkan kepada peserta didik tidak hanya

dibatasi kepada nilai ibadah dan moral saja. Namun perlu diingat bahwa Islam

memiliki ajaran terpenting, walaupun keberadaannya harus diimbangi dengan dua

hal di atas.

Ajaran yang dimaksudkan adalah “tradisi intelektual” dengan landasan

semangat pembuktian akan kebenaran Allah, hal ini terbukti dengan pernyataan

Allah yang begitu memberikan penghargaan terhadap mereka yang berilmu

pengetahuan (al-Qur’an 58: 11). Bahkan Allah secara tegas menyatakan bahwa

hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang memiliki tingkat pengabdian

kepada-Nya yang paling tinggi QS. 35: 28.43

42

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h. 80-81

(33)

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan

untuk:

1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta

pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah

SWT

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia

yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,

jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan

secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam

komunitas sekolah.44

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan Islam adalah berkaitan dengan persoalan-persoalan

yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat

pendidikan Islam yang ada baik yang ada di masa sekarang maupun di masa yang

akan datang. Dengan kata lain, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan

yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan

ideologi (cita-cita) Islam sehingga ia dengan mudah dapat membentuk dirinya

sesuai dengan ajaran Islam. Artinya, ruang lingkup pendidikan Islam telah

mengalami perubahan sesuai tuntutan waktu yang berbeda-beda karena sesuai

dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu dan teknologi.45

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai

berikut:

1. Al-Qur’an dan Hadits

2. Aqidah

3. Akhlak

4. Fiqih

44

Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006

45

(34)

5. Tarikh dan Kebudayaan Islam

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan

keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia

dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan

manusia dengan alam sekitarnya.46

C. Kerangka Berpikir

Pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada

sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode

yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi,

tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain akan tetapi tujuan pendidikan yang

diinginkan belum tercapai secara maksimal. Pada umumnya guru hanya

mentransfer ilmunya kepada anak didik dan guru lah yang menjadi pusat belajar

siswa sehingga siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan diri serta

kemampuannya secara optimal.

Diakui bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal, berasal dari sifat

bidang studi PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan

bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra rasional. Sedangkan

kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain

menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam

bekerja, orang tua di rumah kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya,

orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang

semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain.

Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat

yang sudah betul-betul mengglobal.47

Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang untuk

menentukan metode-metode pembelajaran yang efektif diberbagai bidang ilmu,

46

Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006

47

(35)

khususnya pada mata pelajaran PAI. Guru pun dituntut lebih kreatif dan inovatif

dalam menyusun strategi dan rencana pembelajaran di kelas.

Salah satu metode yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di kelas

yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa

siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan

kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru

secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah

yang menjadi pusat belajar sehingga masing-masing siswa dapat mengerti dan

memahami materi pelajaran secara utuh sehingga diingat dalam jangka waktu

yang lama dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dalam proses pembelajaran,

maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran

yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh

siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.

Beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat kelurahan Grogol Utara

Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Waktu penelitian berlangsung pada

bulan Januari - Februari 2011.

B. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMP

Islam Al-Azhar 4. Adapun populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII

yang berjumlah 120 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu kelas

VIII-B sebanyak 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling

yaitu metode penetapan sampel dengan didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat, atau

kriteria-kriteria tertentu untuk memberi informasi secara maksimal tentang suatu

masalah.1 Alasan pengambilan sampel ini karena kelas VIII-B merupakan kelas bilingual atau bisa dikatakan sebagai kelas unggulan guna mempermudah dalam

proses penelitian.

1

(37)

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode survei.

Penelitian survei ini meneliti tentang kelompok besar melalui penelitian langsung

dari subjek. Metode survei ini melibatkan pengukuran banyak orang dan biasanya

menggunakan angket dan wawancara, biasanya meneliti tentang sikap.2 Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Poerwandari menyatakan

bahwa dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi justru

dipilih mengikuti kriteria tertentu.3

Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman

penulisan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu

penelitian yang merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Oleh karena itu

pengumpulan data mutlak diperlukan dalam suatu penelitian. Teknik

pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mengamati

keadaan pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas terkait dengan

pengamatan pembelajaran kooperatif.

2

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri & lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. I, h. 37

3

Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005), h. 102

4

(38)

2. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara

langsung. Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan guru

dan empat orang siswa guna mendapatkan informasi secara langsung.

3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam atau sosial yang diamati. Adapun instrumen penelitian yang akan

digunakan untuk memperoleh data mengenai implementasi strategi pembelajaran

kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kali ini dibuat dalam

bentuk form penelitian dan wawancara. Form penelitian diisi oleh penulis untuk

mengamati segala aspek dalam kegiatan pembelajaran guna menjawab pertanyaan

penelitian.

Kemudian instrumen non test dalam bentuk wawancara diperuntukkan kepada

guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan beberapa siswa, yang juga

dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai

implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam di sekolah tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai

berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskripkan. Kemudian,

transkrip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan disederhanakan

dengan menggunakan kategorisasi atau pengkodingan agar mempermudah proses

pengklasifikasian. Selanjutnya hasil kategorisasi tadi dideskripsikan,

diterjemahkan dan dianalisa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan

penelitian. Terakhir, berdasarkan hasil analisis data maka dirumuskan bahwa

strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

(39)

G. Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan

ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.5 Pada penelitian ini, penulis membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara

beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan

derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata

data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan

beberapa sumber yang diwawancarai.

5

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran 1. Sejarah Berdirinya SMP Islam Al-Azhar 4

SMP Islam al-azhar beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat

kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Status

sekolah, swasta dengan jenjang akreditasi (disamakan/ A). Nama yayasan atau

pengelola SMP Islam Al-Azhar 4 ini yaitu Yayasan Ar-Ridho. Di lokasi sekolah

ini juga terdapat TK/ SD/ SMP yang dikelola oleh Yayasan Ar-Ridho.

2. Visi dan Misi Sekolah

a. Visi

(1) Kokoh dalam Aqidah Islam

1.1.Menjunjung kejujuran

1.2.Melaksanakan ibad

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Guru SMP Islam Al-Azhar 4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui implementasi strategi pembelajaran aktif pada guru-guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri sekecamatan

Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui observasi, wawancara dan dokumentasi tentang pelaksanaan pendekatan scientific dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di

Skripsi yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Krian Sidoarjo”.. Ini diajukan sebagai tugas

Penelitian ini di fokuskan pada “implementasi Metode Quantum Teaching Dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN-1 Palangka Raya”

Tujuan penelitian Untuk mengetahui minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan strategi guru dalam proses pembelajaran untuk peningkatan minat

Masalah penelitian ini adalah: 1) Bagaimana gambaran penerapan model pembelajaran STAD pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAIS), 2) Apa yang menjadi faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan agama Islam yang dalam hal ini

Untuk itu permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan strategi pembelajaran aktif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1