KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
(Quasi Eksperimen di SMP Islam Al-Azhar I)
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
LATIFAH
106017000528
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Nama : Latifah
NIM : 106017000528
Jurusan : Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Angkatan Tahun : 2006
Alamat : Asrama Polri Rt/Rw 001/007 Kecamatan Cilincing Jakarta Utara
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Match Mine
Terhadap Komunikasi Matematika Siswa” adalah benar hasil karya sendiri dibawah
bimbingan dosen :
1. Nama : Dr.Kadir, M.Pd
NIP : 196 708 121 994 021 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Lia Kurniawati, M.Pd
NIP : 19760521 200801 2 008
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala
konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Maret 2011
Yang Menyatakan
i
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe match mine terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa; (2) kemampuan komunikasi matematik siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Al-Azhar I pada tahun pelajaran 2010/2011 semester genap. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan Two Group Randomized Posttest-Only Control Design. Subjek penelitian ini berjumlah 68 siswa, 34 siswa kelas eksperimen dan 34 siswa kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Kemampuan komunikasi matematik diukur dengan menggunakan tes essay yang terdiri dari 12 soal uraian, dengan koefisien reliabilitas 0,72.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe match mine lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe match mine berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa (thitung = 3,26 > ttabel = 1,67). Kesimpulan penelitian ini adalah : (1) Model pembelajaran kooperatif tipe match mine berpengaruh secara nyata terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa, dan (2) Kemampuan komunikasi matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe match mine lebih baik dari kemampuan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
ii
Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, March 2011.
The purposes of this research are to know (1) the effect of cooperative learning match mine type to student’s mathematics communication ability; (2) Student’s mathematics communication ability. The research was conducted in Islamic Junior High School of Al-Azhar I for academic year 2010/2011 even semester. The method that used on this research is quasi experiment with Two Group Randomized Posttest-Only Control Design. Subjects for this research are 68 studends, 34 students for experimental group and 34 students for control group which is selected in cluster random sampling technique from 7th grade. Mathemtics communication ability are measured by essay test consist 12 questions with reliabilitas coeffisient is 0,72.
The result of research revealed that the students who are taught by cooperative
learning match mine type have mean score of student’s mathematics communication ability higher than students who are taught by conventional learning. So, cooperative learning match mine type effects to student’s mathematics communication ability (thitung = 3,26 > ttabel = 1,67). This research have conclusion : (1) Real effect of cooperative learning match mine type to
student’s mathematics communication ability at Junior High School, and (2)
student’s mathematical communication who taught with the cooperative learning
match mine type is better than who taught with the conventional learning.
iii
Alhamdulilah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan
semesta Alam, zat yang tak pernah lelah memberikan curahan kasih sayang,
anugerah, selalu menunjukkan hikmah disetiap cobaan-Nya dan
keindahan-keindahan lainnya yang tak bisa diungkapkan satu persatu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat-sahabat dan para tabi’it-tabi’in, mudah-mudahan kita
mendapatkan syafaat beliau di akhirat kelak. Amien.
Sebuah karya sederhana ini tentunya tak akan terwujud tanpa bimbingan dan
petunjuk yang Allah berikan melalui insan-insan yang senantiasa mendukung dan
memberikan bantuannya kepada penulis. Penulis yakin hambatan dan cobaan
yang Allah berikan terutama dalam penyusunan skripsi ini, selalu memiliki
hikmah yang tanpa disadari oleh penulis merupakan bagian ujian untuk mencapai
kebahagaiaan yang Allah telah persiapkan.
Penulispun menyadari akan bantuan, motivasi, dukungan orang-orang terdekat
demi kelancaran penyusunan skripsi ini. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan
segala kerendahan hati penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,
semangat beliau menjadi cerminan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika, terima kasih banyak atas segala bantuan selama proses
iv
5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd., selaku Pembimbing II, beliau tak pernah lelah dan
selalu sabar membimbing penulis, selalu meluangkan waktunya disamping
tugas-tugas beliau lainnya, penulis sangat bangga kepada beliau atas
amanahnya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
6. Seluruh dosen pendidikan matematika maupun non matematika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada
penulis, semoga amal ibadah beliau-beliau merupakan bagian dari ilmu yang
bermanfaat yang tak terputus amalnya sampai akhirat.
7. Perpustakaan Utama (PU) dan Perpustakaan Tarbiyah (PT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
8. Kepala SMP Islam Al-Azhar I, Bapak Drs. H. Sobirin HS yang telah
memberikan izin penelitian kepada penulis dan Wakil Kepala SMP Islam
Al-Azhar I, Bapak Ali, MA yang memberikan banyak bantuaanya kepada
penulis.
9. Ibu Arryani Archan, S.Pd., selaku guru pamong matematika kelas VII yang
telah banyak meluangkan waktu dan membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian ini.
10. Guru-guru yang berada di ruang guru lantai 5, dan semua staf SMP Islam
Al-Azhar I, terima kasih atas kebersamaan dan kehangatan beliau semuanya.
11. Ibu Hanifah dan Bapak Abdullah Bawazier yang mensupport dan membantu
penulis untuk mengadakan penelitian di SMP Islam Al-Azhar I.
12. Teristimewa ditujukan kepada Kedua Orang Tua saya, Drs.H.Yusuf Ma’mun
dan Hj. Yati Nihayati yang selalu mendo’akan penulis setiap waktu,
memberikan support dan dukungannya, mudah-mudahan segala amal dan
ibadahnya diterima Allah dan mudah-mudahan penulis bisa membalas budi
v
semangat menjalani kehidupan ini.
14. Terspesial untuk kang Abdul Khoir, SHI beserta keluarga besarnya, terima
kasih yang sebesar-besarnya untuk waktu, tenaga, fikiran, saran dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan
segala cita-cita dan impian yang diharapkan menjadi sebuah kenyataan manis.
15. Teman-teman seperjuangan PMTK khususnya angkatan 2006 Kelas B dan
kelas A terutama untuk untuk sahabatku IN’NTEL (Iam, Nita, Nunu, Titin,
Eva, Lukluk) suka duka yang dilalui bersama kan menjadi sebuah kenangan
indah untuk cerita anak cucu kita kelak.
16. Semua fihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, Maret 2011
Penulis
vi
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Teoritik... 8
1. Komunikasi Matematik ... 8
a. Pembelajaran Matematika ... 8
b. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematik ... 11
c. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 15
d. Aspek Komunikasi Matematik ... 17
e. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ... 19
2. Model Pembelajaran Kooperatif... 22
vii
C. Kerangka Berfikir ... 30
D. Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
B. Metode dan Desain Penelitian ... 33
C. Populasi dan Sampel ... 34
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 34
1. Sumber Data ... 34
2. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 34
3. Uji Instrumen Penelitian ... 36
E. Uji Prasyarat Analisis ... 41
1. Uji Normalitas ... 41
2. Uji Homogenitas ... 42
F. Pengujian Hipotesis ... 43
1. Uji t untuk sampel yang homogen ... 43
2. Uji t untuk sampel yang tidak homogen ... 44
G. Hipotesis Statistik ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 45
1. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 46
2. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 48
viii
Eksperimen dan Kontrol ... 56
C. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 59
1. Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 59
2. Uji Homogenitas Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 60
D. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 61
1. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 61
2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 63
E. Keterbatasan Penelitian ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
ix
Tabel 3.3 : Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 39
Tabel 3.4 : Interpretasi Taraf Kesukaran Butir Soal ... 40
Tabel 3.5 : Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda ... 40
Tabel 4.1:Rekapitulasi Skor Akhir Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 46
Tabel 4.2:Distribusi Frekuensi Skor Akhir Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Eksperimen ... 47
Tabel 4.3:Rekapitulasi Skor Akhir Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 49
Tabel 4.4:Distribusi Frekuensi Skor Akhir Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kontrol ... 50
Tabel 4.5:Statistik Deskriptif Perbandingan Hasil Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52
Tabel 4.6 : Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 60
Tabel 4.7 : Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 61
[image:11.595.110.544.142.599.2]x
Gambar 4.1 : Gagasan yang diberikan dan dijawab oleh teman pasangannya pada
awal-awal pertemuan ... 53
Gambar 4.2 : Jawaban siswa dalam mengerjakan LKS ... 54
Gambar 4.3 : Gagasan yang diberikan dan dijawab oleh teman pasangannya ... 55
Gambar 4.4 : Hasil tes siswa kelas eksperimen ... 56
Gambar 4.5 : Hasil tes siswa kelas kontrol ... 56
Gambar 4.6 : Hasil tes siswa kelas eksperimen ... 57
Gambar 4.7 : Hasil tes siswa kelas kontrol ... 57
Gambar 4.8 : Hasil tes siswa kelas eksperimen ... 57
Gambar 4.9 : Hasil tes siswa kelas kontrol ... 58
Gambar 4.10 : Hasil tes siswa kelas eksperimen ... 58
Gambar 4.11 : Hasil tes siswa kelas kontrol ... 58
xi
Grafik 4.2 : Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan
xii
Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 96
Lampiran 4 : Lembar Latihan Soal ... 112
Lampiran 5 : Soal Uji Coba Instrumen ... 120
Lampiran 6 : Soal Instrumen ... 122
Lampiran 7 : Kriteria Penskoran ... 124
Lampiran 8 : Uji Validitas Tes ... 128
Lampiran 9 : Perhitungan Reliabilitas Tes ... 129
Lampiran 10 : Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 130
Lampiran 11 : Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 131
Lampiran 12 : Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 132
Lampiran 13 : Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 135
Lampiran 14 : Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 138
Lampiran 15 : Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 139
Lampiran 16 : Perhitungan Uji Homogenitas ... 140
Lampiran 17 : Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 141
Lampiran 18 : Aktifitas Match Mine di Kelas ... 142
Lampiran 19 : Lembar Pengesahan Judul Skripsi ... 143
Lampiran 20 : Lembar Surat Bimbingan Skripsi ... 144
Lampiran 21 : Lembar Surat Permohonan Observasi ... 145
Lampiran 22 : Lembar Surat Permohonan Izin Penelitian ... 146
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dalam berbagai
aspek roda kehidupan. Didalam proses ini pendidikan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam upaya peningkatan sumber daya manusianya.
Berbagai macam cara ditempuh guna memperdayakan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan. Semua komponen masyarakat memiliki peranan terutama
pemerintah agar tujuan utama pendidikan tercapai. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.1
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu
acuan dasar sebuah ilmu pengetahuan dikatakan berkembang dengan pesat.
Matematika adalah salah satu bagian penting dari ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut. Sehingga, matematika salah satu mata pelajaran yang
terdapat disetiap jenjang pendidikan mulai dari TK sampai tingkat
perguruan tinggi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa.
Pendidikan matematika sebagai salah satu ilmu dasar baik aspek teori
maupun aspek terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam
upaya meningkatkan penguasaan sains dan teknologi tersebut. Matematika
1
Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam, UU dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h.5
merupakan bagian dari tolok ukur kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pada kenyataannya matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit dan membingungkan. Ruseffendi mengungkapkan “... matematika
(ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang
tidak disenangi, kalau bukan sebagian mata pelajaran yang dibenci”.2
Sugesti ini terus turun temurun dan menjadikan matematika sebagai
pelajaran yang hanya berkutat dengan perhitungan yang membosankan.
Kebanyakan guru matematika hanya menekankan pada penguasaan
materi semata dan lebih banyak menjalin komunikasi satu arah dengan
siswanya (teacher centre) sehingga siswa kurang aktif dalam menyampaikan
ide-idenya. Penumpukan informasi dari guru tersebut menjadikan gaya
belajar siswa yang cenderung menghafal. Selain itu, banyak guru
matematika lebih mengutamakan hasil yang diperoleh tanpa melihat proses
yang dilakukan siswa. Proses penyampaian ide-ide dalam menyelesaikan
suatu permasalahan, penggunaan simbol-simbol untuk menyelesaikan
masalah semua itu terabaikan dan tidak terlihat jika hasil yang didapat tidak
sesuai dengan jawaban.
Menurut Sumarmo yang diungkapkan pada Seminar Nasional di UIN
Syarif Hidayatullah, bahwa prestasi/hasil belajar matematika tidak hanya tes
yang mengharapkan hasil jawaban yang benar saja. Ia menambahkan bahwa
hasil belajar pun meliputi komunikasi matematik, penalaran, koneksi,
representasi, dan pemecahan masalah sama seperti yang direkomendasikan
oleh NCTM. Namun, dalam penelitian Trends in International Mathemtics
and Science Study (TIMSS) tahun 2007 menyatakan bahwa prestasi siswa
Indonesia untuk bidang matematika tergolong rendah. Hasil tes TIMSS
2007 yang dikoordinir oleh The International for Evalation of Education
Achievement (IEA) menempatkan siswa Indonesia pada peringkat 36 dari 48
negara yang di evaluasi. Siswa Indonesia yang diteliti pada kelas 4 dan kelas
2
8 hanya memperoleh 397 dari skala internasional 500.3 Hasil dari TIMSS ini
menunjukkan prestasi siswa dalam pelajaran matematika jauh tertinggal dari
negara lainnya.
Dalam dunia pendidikan, kompetensi dasar selama ini yang harus
dimiliki siswa adalah calistung atau membaca, menulis dan berhitung.
Namun kompetensi calistung tidak relevan lagi dengan era global sekarang.
Kompetensi yang dasar dimiliki siswa adalah kemampuan pemahaman,
komunikasi dan perhitungan. Komunikasi matematik menjadi sangat
penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan matematika karena
matematika erat kaitannya dengan penggunaan simbol yang penting untuk
diinterpretasikan.
Banyak aspek penting yang erat kaitannya dengan komunikasi
matematik. Diantaranya adalah kemampuan membaca. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh PISA (Program of International Student
Assessment) tahun 2010 mendeskripsikan bahwa rerata kemampuan
membaca dan matematika siswa Indonesia menduduki 10 besar dari bawah
yaitu dari 65 negara yang ikut serta. Skor membaca adalah 402 menduduki
peringkat 57 dan kemampuan matematika 371 dengan peringkat 61 dari
skor ideal 600.4 Baroody menjelaskan bahwa membaca merupakan salah
satu aspek penting dalam komunikasi matematik.
Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu kompetensi
yang terdapat dalam 10 standar pembelajaran matematika yang terdapat
dalam soal UN. Kemampuan komunikasi matematik diartikan sebagai
kemampuan merefleksikan suatu gambar kedalam ide-ide matematika,
menyatakan permasalahan matematika dengan menggunakan simbol-simbol
dan memberikan penjelasan dengan bahasa sendiri dengan penulisannya
secara matematik. Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah
satu tujuan utama pembelajaran matematika dalam kurikulum KTSP.
3
TIMSS 2007, Average Mathematics Scale Scores of Eighth-Grade Students by Country:2007, [online] : http://nces.ed.gov/TIMSS/table07_1.asp, tgl 30 Desember 2009 Pkl 8:26 PM
4
Komunikasi matematik merupakan bagian penting dari daya matematik
siswa (mathematical power). Jihad menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya
matematika siswa.5
Mengingat pentingnya komunikasi matematik, maka perlu
dikembangkan suatu model pembelajaran yang erat kaitannya dengan
kemampuan komunikasi matematik. Salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe match mine. Model pembelajaran kooperatif
tipe match mine ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
dicetuskan oleh pakar pendidikan Spencer Kagan. Ia menyatakan dalam artikelnya yang berjudul “The Structural Approach to Cooperative Learning” bahwa model pembelajaran kooperatif tipe match mine ini merupakan pembelajaran yang dapat membangun komunikasi
(communication building).
Penerapan match mine yang pertama adalah Draw What I Say. Dalam
Glossary of Instructional Strategies menjelaskan bahwa aktifitas dari
pembelajaran kooperatif tipe match mine ini yang pertama adalah “Pair
activity in which one student draws, while the other waits, then the second
student tries to copy the drawing of the first using only descriptions supplied
by the first student”.6
Dalam proses ini, sebelum siswa pertama
menyampaikan ide atau gagasannnya, ia terlebih dahulu menggambarkan
idenya atau gagasannya. Kemudian ia sampaikan atau merefleksikan
gambar (ide) nya secara lisan tersebut sehingga siswa kedua dapat membuat
suatu gambar yang sama atau memiliki satu gagasan yang sama dengan
teman pertama. Setelah selesai keduanya mendiskusikan hasilnya.
Proses komunikasi matematik dengan cara menyamakan suatu
gambar, grafik ataupun tabel ini erat kaitannya dengan kemampuan
komunikasi matematik. Siswa dapat menjelaskan ide atau konsep yang erat
5
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2008), h.164
6
Plasma Link Web Services, Glossary of Instructional Strategies, [online],
[image:18.595.115.518.117.623.2]kaitannya dengan permasalahan matematik dengan menggunakan gambar,
grafik, tabel ataupun sebaliknya. Siswa dapat merefleksikan gambar, tabel
dan grafik kedalam ide-ide matematik.
Penerapan match mine yang kedua adalah Build What I Write.
Didalam proses ini siswa memberikan ide-idenya secara tertulis. Ide-ide
tersebut dapat berupa gambar, grafik, tabel, permasalahan matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan sebagainya. Kemudian, siswa kedua
membangun ide yang diberikan oleh temannya lalu menjelaskannya secara
rinci maksud dari ide yang diberikan oleh temannya. Setelah selesai
keduanya berdiskusi untuk menyamakan ide yang dimaksud tersebut.
Model pembelajaran kooperatif tipe match mine memberikan banyak
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi menyampaikan ide-idenya,
merefleksikan gagasan yang diberikan temannya dan berdiskusi
menyamakan ide dengan temannya. Pembelajaran matematika dengan
metode match mine mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran
yang bertumpu pada kompetensi siswa. Benson dalam artikelnya
mengutarakan bahwa “Match mine actively 50% of students at any given
time”.7 Dengan metode match mine ini siswa secara aktif mengungkapkan ide-idenya, menjelaskan gagasan yang diberikan temannya dan berdiskusi
untuk menyamakan idenya tersebut. Wahyudin menjelaskan bahwa studi
matematika hendaknya meliputi kesempatan untuk berkomunikasi sehingga
siswa dapat mendiskusikan idea-idea matematik serta membuat dugaan dan
argumen yang meyakinkan.8
Dari beberapa pernyataan yang telah diuraikan diatas, menunjukkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe match mine merupakan model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi
matematik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
7
Patricia Benson, Brain Based Instructional Strategies, [online],
http://www.centerforexcellence.cmich.ed/MSIM/Articles/BrainyIdeas.pdf, tgl 1 September 2010 pkl.12.18
8
secara teoritik maupun praktik dengan judul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Match Mine terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari tinjauan latar belakang masalah diatas, dapat di identifikasi
beberapa masalah yang timbul :
1. Kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif
dan leluasa dalam menyampaikan ide-idenya
2. Gaya belajar siswa masih cenderung menghafal
3. Penilaian yang mengutamakan hasil jawaban yang diperoleh dan
mengabaikan proses yang dilakukan siswa.
4. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa.
5. Rendahnya tingkat membaca matematik siswa.
C.
Pembatasan Masalah
Karena luasnya permasalahan dan untuk menghindari kajian diluar
batas penelitian, peneliti membatasi penelitian dalam penulisan skripsi ini
sebagai berikut :
1. Penerapan model pembelajaran matematika pada siswa dibatasi pada “Model Pembelajaran Kooperatif tipe Match Mine”. Penerapan match mine sendiri dibatasi hanya pada Build What I Write.
2. Evaluasi yang dilakukan setelah diadakan penelitian dibatasi pada
evaluasi kemampuan komunikasi matematik siswa yaitu soal uraian
tentang kemampuan komunikasi matematik pada pokok bahasan
perbandingan.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah yang
1) Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe match
mine terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa?
2) Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematik siswa?
E.
Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan permasalahan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe match mine terhadap kemampuan komunikasi matematik
siswa dan kemampuan komunikasi matematik siswa.
2. Kegunaan Hasil Penelitian
a) Bagi siswa : Siswa diharapkan mampu melaksanakan serta
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe match mine ini
guna lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
sehingga siswa dapat secara aktif mengungkapkan ide-ide mereka
dalam bahasa matematik.
b) Bagi guru / calon guru : menambah wawasan terhadap salah satu
model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe match
mine dan dapat menerapkannya dikelas-kelas.
c) Bagi sekolah : meningkatkan mutu pendidikan sekolah terutama di
bidang matematika serta dapat dijadikan salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas guru dan siswa yang lebih aktif, terampil dan
kreatif dalam pembelajaran matematika.
d) Bagi Peneliti : mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe match mine terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN
A.
Kajian Teoritik
1. Komunikasi Matematik
a) Pembelajaran Matematika
Pembelajaran memiliki makna yang berbeda dengan pengajaran.
Pengajaran memiliki makna satu arah, yaitu guru memberikan materi
kepada siswa atau siswa hanya sebagai objek. Sedangkan pembelajaran
memiliki arti proses yang saling timbal balik antara guru dan siswa,
artinya guru dan siswa sama-sama belajar atau guru dan siswa
merupakan subjek dalam proses belajar.
Seperti yang tertera dalam UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Depdiknas, 2003 : 7). Menurut Sagala pembelajaran merupakan
suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari
suatu kompetensi atau nilai yang baru.1 Pembelajaran sendiri bertujuan
membelajarkan siswa. Pembelajaran melibatkan siswa untuk
berinteraksi dengan sumber-sumber belajar agar tercipta proses belajar
yang terjadi dalam peserta didik.
Bergantinya kebijakan kurikulum pendidikan Indonesia tentu saja
memiliki tujuan agar pendidikan Indonesia lebih maju. Hal ini menjadi
implikasi terhadap tujuan pembelajaran matematika. Tujuan dalam
pembelajaran matematika merupakan harapan yang hendak dicapai oleh
peserta didik. Menurut Jihad tujuan siswa mempelajari matematika
yaitu : (1) menggunakan algoritma; (2) melakukan manipulasi secara
matematika; (3) mengorganisasi data; (4) memanfaatkan simbol, tabel,
1
Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2010), h.61
diagram dan grafik; (4) mengenal dan menemukan pola; (5) menarik
kesimpulan; (6) membuat model atau kalimat matematika; (7) membuat
interpretasi bangun dalam bidang dan ruang; (8) memahami pengukuran
dan satuan-satuannya; dan (9) menggunakan alat hitung dan alat bantu
matematika.2
Pembelajaran matematika sangatlah penting pada tahap awal
pendidikan anak. Penelitian melaporkan bahwa orang yang lemah
berhitung akan mengalami kesulitan dalam mempelajari ilmu lain dan
melakukan aktifitas sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran
matematika pada tahap awal disampaikan dengan hal-hal yang bersifat
konkret (nyata), bisa dilihat maupun diraba. Hal ini linier dengan apa
yang diutarakan oleh Piaget dalam 4 tahapan perkembangan kognitif
siswa: (1) Tahap Sensory Motor, (2) Tahap Pre-Operational, (3) Tahap
Concrete Operational dan (4) Tahap Formal Operational.3 Pengalaman
siswa dalam proses pembelajaran matematika pada tahap awal yang
disampaikan dengan hal-hal yang konkret akan sangat membantu siswa
dalam mendalami konsep yang abstrak.
Oleh karena itu, pembelajaran matematika memiliki karakter
tersendiri. Karakter itu menjadi ciri khas dari pembelajaran matematika
yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Sifat atau karakteristik
pembelajaran matematika di sekolah adalah :4
1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang; kajian matematika
diajarkan secara berjenjang dari yang konkrit ke abstrak, dari yang
sederhana ke yang kompleks, dari yang mudah ke tingkat yang lebih
sulit.
2) Pembelajaran matematika mengikuti model spiral; kajian
matematika selalu mengaitkan dengan pengetahuan yang telah
2
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta : Multi Pressindo, 2008), h.153
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet.XII, h. 67
4
dipelajari sebelumnya, sekaligus untuk mengingatkan kembali.
Namun, model spiral ini tidak hanya untuk pengulangan semata
namun spiral yang naik keatas bukanlah spiral mendatar, artinya
pengetahuan tentang matematika itu diperluas, dikembangkan dan
ditingkatkan.
3) Pembelajaran matematika mengikuti pola berfikir deduktif; pola
berfikir deduktif dalam pembelajaran matematika adalah berfikir dari
hal-hal umum menuju hal yang khusus
4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi;
kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran
konsistensi artinya tidak ada pertentangan antara satu konsep dengan
konsep matematika lainnya.
Pembelajaran matematika pada pendidikan dasar yaitu pada
pendidikan tingkat SD sampai SMA terjadi perubahan pandangan
terhadap matematika. Perubahan pandangan tersebut diantaranya adalah
perubahan pada penekanan terhadap mengingat prosedur penyelesaian
serta perolehan informasi menjadi suatu pemahaman, penalaran dan
proses penemuan ide-ide matematika secara aktif. Proses perubahan
menjadi sebuah pemahaman dalam menemukan ide-ide matematik ini
merupakan pelaksanaan belajar matematika yang berorientasi pada “Learning to do” dan “learning to live together”.
Penerapan learning to do dalam pembelajaran matematika yang
pertama didukung oleh pembelajaran matematika yang berorientasi
pada pendekatan konstruktivisme. Kedua, matematika pada dasarnya
merupakan suatu aktifitas manusia yang secara aktif baik fisik dan
mental, suatu proses yang dinamik dan generatif. Sedangkan penerapan
learning to live together merupakan hasil dari penemuan ide-ide
matematik sendiri. Siswa belajar mengemukakan pendapat (sharing
ideas) tentang matematika dengan temannya sehingga siswa diharapkan
Matematika memiliki fungsi yang relevan dengan implementasi
KTSP yang berbasis life skills. Fungsi matematika adalah sebagai
wahana untuk:5
1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bilangan dan simbol. Mengingat matematika syarat dengan
simbol-simbol dan lambang, Kitcher menjelaskan bahwa matematika
merupakan suatu bahasa yang perlu untuk di interpretasikan.
Penafsiran tersebut di lakukan dengan komunikasi matematik baik
secara lisan maupun tertulis. Cocroft menegaskan bahwa “matematika perlu diajarkan kepada siswa karena merupakan
sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas”.6
2) Mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan
menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. NCSM
(National Council of Supervisor of Mathematics) menegaskan bahwa
dalam kurikulum pembelajaran matematika hendaknya mencakup 10
keterampilan dasar diantaranya adalah pemecahan masalah dan
penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari.7
b) Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematik
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tak lepas dari interaksi
dengan sesama. Kebutuhan terhadap makhluk sesama merupakan suatu
kebutuhan primer atau kebutuhan mendasar. Hal yang melandasi
adanya interaksi tersebut adalah komunikasi, oleh karena itu
komunikasi merupakan suatu sarana yang dapat memenuhi kebutuhan
manusia terhadap sesamanya.
Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin
communis atau commun yang dalam bahasa inggrisnya berarti sama.
5
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum...h. 153 6
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), Cet.II, h. 253
7
Komunikasi merupakan proses penyampaian ide dari seseorang kepada
orang lain sehingga diperoleh pengertian yang sama. Makna lain dari
komunikasi sendiri adalah berbagi, bertukar pendapat atau ide dan
gagasan, perasaan, informasi dan sebagainya. Ada dua bentuk
komunikasi yaitu :8
1) komunikasi lisan (komunikasi verbal), proses penyampaian
informasi tersebut disampaikan secara lisan melalui apa yang
diucapkan dari mulut. Informasi tersebut dapat berupa suatu
gagasan, ide ataupun luapan perasaan.
2) komunikasi non lisan (non verbal), proses penyampaian informasi
tersebut disampaikan secara non lisan. Proses penyampaian
informasi tersebut dapat berupa tulisan, isyarat ataupun gerak gerik.
Everett M Rogers, seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika
yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi,
mendefinisikan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pengalihan
ide dari sumber kepada penerima dengan maksud mengubah tingkah
lakunya.9 Dalam penyampaian ide tersebut, proses pengalihan informasi
seseorang tersebut dengan yang lainnya berbeda-beda. Penyampaian ide
tersebut dapat dinyatakan secara jelas, maupun implisit dengan
simbol-simbol, notasi-notasi ataupun lambang-lambang yang memerlukan
interpretasi yang lebih dalam.
Penyampaian ide-ide ataupun gagasan menggunakan
simbol-simbol, notasi-notasi dan lambang-lambang merupakan salah satu
kemampuan komunikasi matematik. Menurut Sumarmo bahwa
komunikasi matematik atau komunikasi dalam matematika merupakan
aktivitas yang melibatkan fisik dan mental dalam mendengarkan,
membaca, menulis, berbicara, merefleksikan, mendemonstrasikan,
menerapkan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan ide-ide
8
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), h.100 9
matematika.10 Dalam proses pembelajaran matematika, penggunaan
simbol-simbol dan lambang merupakan cara yang efisien dalam
mengkomunikasikan ide-ide matematik.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik
adalah kemampuan siswa dalam merefleksikan gambar, tabel, grafik
kedalam idea-idea matematika, memberikan penjelasan idea, konsep,
atau situasi matematika dengan bahasa sendiri dalam bentuk penulisan
secara matematik dan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa
atau simbol matematika. Karena matematika merupakan suatu bahasa
yang kaya akan simbol-simbol, simbol-simbol tersebut memiliki makna
yang tersirat yang penting untuk direpresentasikan.
Ebbut dan Stratker (1995) mendefinisikan matematika dengan
pengertian bahwa matematika merupakan alat berkomunikasi.11 Alat
berkomunikasi ini dapat menggali ide-ide matematika siswa,
gagasan-gagasan yang dimiliki siswa, serta dapat menggali potensi dan
kompetensi yang terpendam yang dimiliki siswa. Selain itu juga siswa
mempunyai kesempatan untuk merepresentasikan gambar, grafik
ataupun tabel kedalam bahasa lisan maupun tulisan.
Dalam kurikulum di Indonesia pun dijelaskan bahwa komunikasi
matematik merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika.
Kompetensi dasar yang menjadi implementasi terwujudnya tujuan
kurikulum Indonesia dari tingkat SD-SMA yaitu (1) Materi Pokok dan
(2) Kemampuan dasar matematika yang meliputi pemahaman,
pemecahan masalah, penalaran, koneksi dan komunikasi matematik.12
Hal ini menjadikan landasan bahwa komunikasi matematik perlu
dikembangkan.
10
Jurnal Algoritma Volume 1 Number 2, (Jakarta : CeMED Jur. Pend Matematika UIN Jakarta, 2005), h. 36
11
Mohammad Asikin, Daspros Pembelajaran Matematika I, Online :
http://www.scribd.com/doc/13425097/Diktat-Kulia-Daspros-Pemb-Mat1, h. 9, akses 13 Oktober 2010, pkl 12.14
12
Selanjutnya NCTM menyebutnya dengan Daya Matematis
(Mathematical Power Proses Standards) yang harus dimiliki oleh
peserta didik. Daya matematis tersebut yaitu : kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan berargumentasi, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan membuat koneksi dan kemampuan representasi.13 Dengan
komunikasi matematik, siswa dapat merefleksikan ide-idenya maupun
ide temannya, berdiskusi matematik, mengevaluasi ide-ide temannya
dalam proses pembelajaran matematika. Kurikulum yang dikemukakan
NCTM (2000) berkaitan dengan komunikasi matematik adalah:14
1) Organize and consolidate their mathematical thinking through communication;
2) Communicate their mathematical thinking coherently and clearly to peers, teachers and others;
3) Analyze and evaluate the mathematical thinking and strategies of others;
4) Use the language of mathematics to express mathematical ideas precisely
Senada dengan itu, Nizar mengungkapkan bahwa kemampuan
komunikasi matematik merupakan salah satu standar dari 10 standar
pembelajaran matematika yang terdapat dalam soal UN. 15 10 standar
tersebut yaitu pengukuran (mesurement), data dan peluang (data and
probability), aljabar (algebra), geometri (geometry), bilangan (number),
representasi (representation), komunikasi (communication), bernalar
(reasoning and proof), pemecahan masalah (problem solving) dan
keterkaitan (connection).
13
Mumun Syaban, Menumbuhkan Daya Matematis Siswa, [online], http://educare.e-fkipunla.net, tgl 17 Oktober 2010 pkl 10.14
14
Ahmad Fauzan, Ide-Ide Penelitian Pendidikan Matematika, Makalah disampaikan pada seminar nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 27 November 2010.
15
Achmad Nizar, Kontribusi Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa, Jurnal Pendidikan Inovatif,[online] : http://n124r.wordpress.com/2007/08/17/achmadnizar/,
c) Membangun Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Kemampuan komunikasi matematik perlu ditumbuhkembangkan
karena komunikasi matematik merupakan salah satu tujuan utama
dalam pendidikan Indonesia. Selain itu, matematika merupakan kajian
yang berjenjang, dimulai dari kajian yang konkret sampai abstrak. Oleh
karena itu matematik perlu diinterpretasikan lebih dalam lagi melalui
komunikasi. Membangun kemampuan komunikasi matematik dapat
dimulai dari guru yang memberikan stimulus sehingga terbangun
komunikasi matematik yang baik.
Aktivitas guru yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan
komunikasi matematika siswa antara lain:16
1) Mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa 2) Menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik
hati, dan menantang siswa untuk berpikir
3) Meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secara lisan dan tertulis
4) Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi
5) Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika pada siswa
6) Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi.
Siswa sejak dini juga hendaknya banyak diperkenalkan soal-soal
yang terkait dengan kemampuan komunikasi matematik siswa. Nizar
mengungkapkan kriteria-kriteria terkait dengan soal-soal komunikasi
matematik dan salah satunya yaitu soal yang meminta siswa untuk
menyajikan suatu pernyataan matematika baik lisan, tertulis, gambar
maupun diagram.17 Soal-soal yang ditampilkan setidaknya dapat
menggugah siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan model
yang dikembangkan siswa sendiri. Tentu saja penjelasan dengan
16
Bambang Aryan Soekisno,Membangun Keterampilan Komunikasi Matematika dan Nilai Moral Siswa Melalui Model Pembelajaran Bentang Pengajen, disampaikan pada Seminar Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Oktober 2008, [online], http://rbaryans.wordpress.com
17
gambar dan diagram mutlak diperlukan jika siswa mengalami kesulitan
dalam membahasakan hasil pemikiran siswa.
Hal ini guru memiliki peranan yang penting dalam membangun
kemampuan komunikasi matematik siswa karena guru merupakan
perancang kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat menggunakan
komunikasi lisan maupun tulisan untuk memberikan kesempatan siswa
dalam berpikir, menyusun pertanyaan-pertanyaan, memberikan
penjelasan, menemukan notasi-notasi baru, bereksperimen dalam
bentuk argumentasi, dan merefleksikan pemahaman mereka dengan
ide-ide orang lain.
Selain guru yang memiliki peranan penting dalam
menumbuhkembangkan kemampuan matematika. Siwa hendaknya
memiliki kemampuan-kemampuan yang terkait dengan kemampuan
komunikasi matematik. Faktor-faktor yang terkait tersebut meliputi :18
1) Pengetahuan prasyarat (Prior Knowledge) adalah pengetahuan yang
telah dimiliki oleh siswa sebelumnya. Seperti telah diketahui bahwa
pembelajaran matematika berjenjang dan merupakan model spiral,
pengetahuan prasyarat ini akan sangat membantu siswa dalam
menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa.
2) Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis; kemampuan ini sangat
membantu siswa untuk memperjelas hasil pemikirannya yang
didiskusikan bersama temannya dan dapat mempertajam pemahaman
tentang matematika.
3) Pemahaman matematik (Mathematical knowledge)
Dari beberapa aktifitas untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi matematik diatas, terdapat beberapa manfaat yang
18
diperoleh siswa. Manfaat dari membangun komunikasi matematik siswa
seperti yang dijelaskan oleh NCTM yaitu :19
1) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, serta aljabar
2) Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.
3) Mengembangkan pemahaman umum terhadap ide-ide matematik termasuk peranan definisi-definisi.
4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan melihat untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika. 5) Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan.
6) Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Greenes dan Schulman mengungkapkan bahwa kemampuan
komunikasi matematik merupakan modal keberhasilan bagi siswa
terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi
matematika.20 Dalam prosesnya siswa dapat mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh
informasi, membagi fikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan
mempertajam ide untuk meyakinkan bagi yang lain. Melalui
komunikasi matematik siswa diharapkan mampu menyelesaikan suatu
permasalahan dengan menggunakan grafik, tabel atau strategi untuk
menjelaskan hasil pemikirannya
d) Aspek Komunikasi Matematik
Kegiatan-kegiatan dalam proses berkomunikasi hendaknya perlu
diperhatikan sehingga siswa dapat secara optimal mengembangkan
kemampuan komunikasi matematik. Aspek penting tersebut yaitu
19
Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, (Bandung : FPMIPA UPI, 2007), h.11
20
koneksi, representasi, membaca, menulis dan mendengar.21 Ia
menuturkan lebih lanjut kelima aspek tersebut dalam komunikasi yaitu:
1) Representasi (representing) adalah suatu bentuk transformasi dari
[image:32.595.109.516.157.615.2]suatu gagasan atau dalam penyelesaian masalah dari sutu bagan,
grafik atau tabel kedalam simbol atau kata-kata.
2) Mendengar (listening), siswa dapat menangkap maksud serta mampu
memberikan respon apabila ia mendengar secara seksama ide-ide
yang diutarakan oleh temannya.
3) Membaca (reading), merubah persepsi visual dari simbol, grafik,
tabel yang ditulis dan mentransformasikan simbol itu secara lisan
baik eksplisit maupun implisit serta menjelaskan arti yang
terkandung dari simbol-simbol tersebut.
4) Diskusi (discussing), merupakan kegiatan bertukar pikiran mengenai
suatu masalah. Diskusi merupakan langkah lebih lanjut dari
membaca dan mendengar. Siswa akan mampu berdiskusi
menyampaikan ide-idenya ataupun mengevaluasi hasil ide dari
temannya (menyamakan ide) dengan baik apabila ia telah mampu
membaca dan mendengar sebagai bagian dari prasyarat diskusi.
5) Menulis (writing) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengungkapkan dan merefleksikan ide ataupun gagasan yang
ditungkan melalui tulisan.
21
e) Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik
Indikator kemampuan komunikasi matematik merupakan suatu
acuan suatu kompetensi komunikasi matematik dapat tercapai atau
tidak. Indikator-indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematik yang diutarakan oleh beberapa pakar diantaranya yaitu
Sumarmo, Satriawati, Ross dan NCTM.
Sumarmo mengungkapkan indikator-indikator komunikasi
matematik, yaitu: 22
1) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram kedalam idea matematika
2) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika, secara lisan/tulisan dengan benda nyata, grafik, dan diagram
3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika 5) Membaca dengan pemahaman suatu prosentasi matematika tertulis 6) Membuat konjektur, mengurus argumen, merumuskan definisi dan
argumentasi
7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.
Sedangkan menurut NCTM, indikator kemampuan komunikasi
matematik, yaitu :23 (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,
mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara
lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan
dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan
struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
22
Prosiding Seminar Nasional Matematika, Permasalahan Matematika dan Pendidikan Matematika Terkini, (Bandung : UPI, 2007), h. 71
23
Ross menguraikan indikator untuk melihat kemampuan tertulis
dalam Muzdalipah sebagai berikut :24
1) Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, bagan tabel dan secara aljabar
2) Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis
3) Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan konsep matematika dan solusinya
4) Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam bentuk tertulis.
Indikator komunikasi matematik, yang dikemukakan Gusni
Satriawati (2006), yaitu : 25
1) Written Text, yaitu memuat model situasi atau persoalan menggunakan model matematika dalam bentuk: lisan, tulisan, kongkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajarai, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.
2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika, dan sebaliknya.
3) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
Dari beberapa indikator yang diungkapkan oleh para pakar diatas,
analisis penulis mengungkapkan bahwa terdapat beberapa indikator
yang merupakan satu kesatuan ide indikator yang diutarakan tersebut.
Satu kesatuan ide indikator tersebut untuk mengukur tentang
kemampuan komunikasi matematik adalah sebagai berikut :
1) Indikator yang diungkapkan Sumarmo bahwa “Menghubungkan
benda nyata, gambar dan diagram kedalam idea matematika” dan indikator yang diutarakan Satriawati mengenai Drawing bahwa
“merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika”, merupakan satu kesatuan ide.
24
Prosiding Seminar Nasional Matematika, Permasalahan Matematika...h. 71 25
2) Hal serupa tentang indikator “Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika” oleh Sumarmo, dan “mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika” yang diungkapkan oleh Satriawati merupakan satu kesatuan ide.
3) Indikator yang diutarakan Sumarmo bahwa “Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika, secara lisan/tulisan, mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, membaca dengan
pemahaman suatu prosentasi matematika tertulis” dijelaskan secara rinci oleh Satriawati tentang Written Text bahwa “memuat model situasi atau persoalan menggunakan model matematika dalam bentuk menulis tentang matematika”. Seperti halnya Ross menyatakan indikator untuk melihat kemampuan tertulis yaitu “Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam bentuk tertulis”, NCTM pun menjelaskan indikator kemampuan komunikasi matematik adalah “Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi”. Indikator diatas merupakan satu kesatuan ide.
Berdasarkan indikator yang sudah dikemukakan para ahli diatas
mengenai satu kesatuan ide indikator sebagai alat untuk mengukur
kemampuan komunikasi matematik siswa, jika dikaitkan dengan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe match mine dalam
penelitian ini, maka indikator yang digunakan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
1) Merefleksikan gambar, tabel, grafik kedalam idea-idea matematika
2) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
3) Memberikan penjelasan idea, konsep, atau situasi matematika
dengan bahasa sendiri dalam bentuk penulisan secara matematik
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a) Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif telah diajarkan secara informal pada
zaman Rasulullah. Nata menjelaskan bahwa prinsip Learning To
Cooperative sendiri telah diterapkan pada zaman Rasulullah.26 Contohnya
pada masa perang, Rasulullah selalu meminta pendapat dan
bermusyawarah/berdiskusi dengan para sahabat tentang strategi perang
yang hendak diterapkan. Sejatinya, pembelajaran kooperatif ini telah
diserukan Allah kepada umat manusia dalam Al-Qur’an yaitu Q.S.
Al-Maidah ayat 2 :
...
...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Selanjutnya, para pakar pendidikan meneliti tentang efektifitas
pembelajaran kooperatif. Para ahli telah menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik, membantu siswa memahami konsep yang sulit,
membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir dan
berkomunikasi matematik. Para pakar pendidikan yang telah meneliti
pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Slavin, Sharan, Kagan,
Anita Lee, Johnson & Johnson dan lain-lain. Pembelajaran kooperatif
menekankan pada kemampuan bekerja sama & saling membantu dalam
mengkomunikasikan dan mendalami materi pelajaran.
26
Seperti halnya yang diutarakan Slavin pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dimana para siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu dalam
memahami suatu pelajaran. Siswa dalam kelompoknya memiliki
peranan untuk berdiskusi, saling membantu, berargumen demi
mengasah pengetahuan yang mereka miliki.27 Sharan menambahkan
bahwa didalam pembelajaran kooperatif terdapat partisipasi tingkat
tinggi antar anggota kelompok dalam mengambil keputusan. Partisipasi
tingkat tinggi adalah tiap anggota dalam kelompoknya ikut memberikan
kontribusi tidak sekedar mengandalkan teman sejawatnya saja,
melainkan tiap anggota memiliki rasa tanggung jawab terhadap
kelompoknya.
Demi tercapainya tujuan pendidikan, Unesco mengungkapkan
empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning
to live together, dan learning to be. Impelementasinya dalam
pembelajaran matematika terlihat dalam pembelajaran dan penilaian
yang sifatnya learning to know (fakta, skills, konsep, dan prinsip), learning to do (doing mathematics), learning to be (enjoy mathematics), dan learning to live together (cooperative learning in mathematics).
Spencer Kagan & Miguel Kagan menjelaskan bahwa terdapat 4
prinsip mendasar dalam pembelajaran kooperatif yang biasa disingkat
dengan PIES. Prinsip-prinsip dasar tersebut yaitu :28
1) Positive Interdependence; dalam pembelajaran kooperatif guru
menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling
membutuhkan. Siswa merasa kemampuan yang dimilikinya
berkembang bersama dengan teman sebayanya. Hal inilah yang
dimaksud dengan saling ketergantungan positif.
27
Robert Slavin, Cooperative Learning : Research, Theory and Practice, alih bahasa Nurulita, (Bandung : Nusa Media, 2008), Cet.II, h.4
28
2) Individual Accountability; tiap-tiap siswa memiliki tanggung jawab
kepada guru dan teman sekelasnya untuk berbagi gagasan dan
jawaban.
3) Equal Participation (Partisipasi sejajar); Setiap siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk mengungkapkan ide-ide, gagasan,
berpartisipasi secara aktif didalam proses pembelajaran.
4) Simultaneous Interaction (interaksi serentak); interaksi serentak
lebih dipilih daripada interaksi berurutan karena interaksi serentak
bisa menjadikan siswa lebih banyak yang ikut berpartisipasi.
Interaksi serentak terjadi jika dalam satu waktu terdapat peserta
yang aktif lebih dari satu. Sedangkan interaksi berurutan terjadi
dalam satu waktu dan hanya satu siswa yang ikut berpartisipasi.
b) Pembelajaran Kooperatif Tipe Match Mine
Match mine dalam pembelajaran kooperatif di gagas oleh Spencer
Kagan dalam karyanya Structural Approach to Cooperative Learning
tahun 1989. Ia menegaskan bahwa match mine merupakan
pembelajaran yang dapat membangun keterampilan berkomunikasi atau “communication building”. Secara sederhana, match mine dapat diartikan bahwa siswa mencoba menyesuaikan/menyamakan susunan
objek pada kisi-kisi siswa lain dengan menggunakan komunikasi
lisan.29 Match mine ini dapat membantu siswa dalam
mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan-gagasan matematika bersama
dengan pasangannya. Model pembelajaran kooperatif tipe match mine
memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
ide-idenya, merefleksikan gagasan yang diberikan temannya dan
berdiskusi menyamakan ide dengan temannya.
29
Griffin menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif tipe match mine, yaitu :30
1) Bentuklah siswa menjadi grup-grup yang berpasangan
2) Tiap grup terdapat penghalang diantara keduanya sehingga mereka
tidak dapat melihat meja tulis mereka.
3) Tiap siswa dalam grup menerima lembar diskusi
4) Orang pertama sebagai “penyampai”. Mengacu pada lembar
diskusi, ia menjelaskan sebuah gambar kepada “penerima”, sehingga si “penerima” dapat menggambarkannya (dalam bentuk diagram, tabel dll) sama dengan gambar “penyampai” tanpa melihat lembar diskusi milik “penyampai”.
5) Setelah selesai sebuah gambar, mereka secara bergantian bertukar
posisi. Orang pertama yang pada awal sebagai “penyampai” menjadi “penerima”, dan sebaliknya.
[image:39.595.110.512.145.650.2]6) Mereka mendiskusikan hasilnya
Gambar 2.1 Aktifitas Match Mine Siswa tingkat TK atau SD
Sumber: http://www.smithsroom.com/cl.htm
30
Gina Griffin dan Evans, Kids Say-I Wanna talk About Me, [online],
Pada gambar 2.1 aktifitas match mine yang dilakukan dikelas.
Siswa secara berpasangan mencocokkan clue yang diberikan oleh
pasangannya. Kagan menjelaskan “Give a handful of objects to both
partners. Partner 1 puts up a partition and creates something with the
objects. When done, partner 1 gives verbal clues to partner 2--trying to help them recreate the same design.”31
Miguel Kagan menjelaskan
match mine yang diterapkan untuk tingkat pendidikan dasar yaitu “penyampai” meletakkan objek pada papan yang telah disediakan, kemudian ia memberikan clue kepada “penerima”. “Penerima”
[image:40.595.112.513.190.575.2]berusaha meletakkan objek pada papan yang serupa dengan “penyampai.32
Gambar 2.2 Aktifitas Match Mine Siswa tingkat SMP atau SMA
Sumber: http://www.smithsroom.com/cl.htm
Pada gambar 2.2 aktifitas match mine yang dilakukan dikelas
tingkat SMP atau SMA. Siswa secara berpasangan mencocokkan clue
yang diberikan oleh pasangannya. Siswa pertama membuat suatu
31
Cooperative Learning, [Online], http://www.smithsroom.com/cl.htm, tgl pada 4 Oktober 2010 pkl. 11.40
32
gambar kemudian siswa kedua membuat gambar yang sama seperti
clue yang diberikan oleh siswa 1. “I also did this in 7th grade--with
partner 1 drawing a picture and giving verbal clues to partner 2 in
order to recreate the same drawing.”33
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe match mine ini siswa
secara aktif mengungkapkan ide-idenya, menjelaskan gagasan yang
diberikan temannya dan berdiskusi untuk menyamakan idenya tersebut.
Kagan menjelaskan lebih lanjut definisi dari pembelajaran kooperatif
tipe match mine itu sendiri. Terdapat 2 aktifitas pembelajaran match
mine, yaitu :34
1) Draw What I Say; Siswa memberi suatu perintah kepada siswa
lainnya untuk menggambar apa yang dijelaskan olehnya. Siswa
menyajikan matematika dengan gambar/diagram berdasarkan clue
yang diberikan pasangannya. Dalam proses ini, sebelum siswa
pertama menyampaikan ide atau gagasannnya, ia terlebih dahulu
menggambarkan idenya atau gagasannya. Kemudian ia sampaikan
atau merefleksikan gambar (ide) nya secara lisan sehingga siswa
kedua dapat membuat suatu gambar yang sama atau memiliki satu
gagasan yang sama dengan teman pertama. Setelah selesai,
keduanya mendiskusikan hasilnya. Sedangkan Gina Griffin menjelaskan pengertian dari Draw What I Say “Describe to them the picture that will be shown, so they can create one to match”35 2) Build What I Write; Didalam proses ini siswa memberikan
ide-idenya secara tertulis. Ide-ide tersebut dapat berupa gambar, grafik,
tabel, permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan
33
Cooperative Learning, [Online], http://www.smithsroom.com/cl.htm, ... 34
Kagan, Cooperative Learning : Strategies and Structures, [Online],
http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aid%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=doc+cooperative+learning+ strategies+and+structures+summary&meta=&btnG=Penelusuran+Google, tgl 4 September 2010 pkl 11.00
35
Gina Griffin dan Evans, Kids Say-I Wanna talk About Me, [online],
[image:41.595.112.514.205.670.2]sebagainya. Misalnya siswa pertama memberikan suatu gambar
kepada pasangannya kemudian teman pasangannya atau siswa
kedua membangun ide yang diberikan oleh temannya kemudian
menjelaskannya secara rinci maksud dari ide yang diberikan oleh
temannya dengan bahasa lisan atau tertulis kepada siswa pertama.
Siswa mengkomunikasikan secara matematik berdasarkan apa
yang di gambar oleh pasangannya (dalam bentuk tabel, diagram
dll). Setelah selesai, keduanya berdiskusi untuk menyamakan ide
yang dimaksud tersebut.
Proses pembelajaran kooperatif tipe match mine dengan cara
menyamakan suatu gambar, grafik ataupun tabel ini erat kaitannya
dengan kemampuan komunikasi matematik. Siswa dapat menjelaskan
ide atau konsep yang erat kaitannya dengan permasalahan matematik
dengan menggunakan gambar, grafik, tabel ataupun sebaliknya. Siswa
dapat merefleksikan gambar, tabel dan grafik kedalam ide-ide
matematik. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe match mine merupakan pembelajaran
matematika dengan siswa berpasangan dan mencocokkan apa yang ada
dalam fikiran mereka dengan bahasa matematis, baik secara lisan
maupun secara tulisan. Model pembelajaran kooperatif tipe match mine
ini dapat membantu siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide
matematik. Komunikasi matematik sendiri bisa diterapkan dengan tulis
maupun dengan lisan.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran yang paling sering diterapkan disekolah-sekolah
adalah pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional dianggap
sebagai pembelajaran yang praktis dan tidak memerlukan banyak fasilitas
pembelajaran ekspositori.36 Dalam pembelajaran ekspositori siswa tidak
dituntut untuk menemukan konsep sendiri namun guru menyampaikan
materi kepada siswa dengan tujuan siswa dapat menguasai materi secara
penuh.
Pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang
berorientasi pada guru.37 Guru memiliki peranan dominan terhadap
penyampaian materi sehingga siswa diharapkan mampu menguasai materi
dengan baik. Materi pelajaran yang disampaikan berupa materi yang sudah
jadi seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal
sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.
Ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Philip R. Wallace
adalah :38
a) Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya.
b) Perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat kecil.
c) Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat