Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis) Fed High Energy Diet and Liquid Nicotine. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nicotine with specific dose has been reported to have an affect to decreased appetite on rodents. Therefore, the objective of this study was to determine the effect of nicotine on body weight, body mass index and blood glucose levels of cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) fed high energy diet given for three months. Ten adult males cynomolgus monkeys were randomly divided into two groups. The first group fed with main ingredient from beef tallow and the second group with commercial monkey chow. In both diets, nicotine liquid were added with final dosage consumed by monkeys of at least 0,75 mg/kg body weight. The design used in this study was complete randomized design in time. Data collected was analyzed to find correlation between time and treatment. Measurement was performed monthly on body weight, body mass index and blood glucose levels. Results showed that weight loss was not significant (P>0,05), however BMI and blood glucose level was decreased significantly in the first group (P<0,05). The conclusion of this study, nicotine intervention given for three months in adult male cynomolgus monkeys with high energy diet from beef tallow reduced blood glucose level and body mass index but not its body weight.
PAKAN TINGGI ENERGI DAN NIKOTIN CAIR
SEPTI IRIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Septi Iriani NIM B04070152
Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis) Fed High Energy Diet and Liquid Nicotine. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nicotine with specific dose has been reported to have an affect to decreased appetite on rodents. Therefore, the objective of this study was to determine the effect of nicotine on body weight, body mass index and blood glucose levels of cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) fed high energy diet given for three months. Ten adult males cynomolgus monkeys were randomly divided into two groups. The first group fed with main ingredient from beef tallow and the second group with commercial monkey chow. In both diets, nicotine liquid were added with final dosage consumed by monkeys of at least 0,75 mg/kg body weight. The design used in this study was complete randomized design in time. Data collected was analyzed to find correlation between time and treatment. Measurement was performed monthly on body weight, body mass index and blood glucose levels. Results showed that weight loss was not significant (P>0,05), however BMI and blood glucose level was decreased significantly in the first group (P<0,05). The conclusion of this study, nicotine intervention given for three months in adult male cynomolgus monkeys with high energy diet from beef tallow reduced blood glucose level and body mass index but not its body weight.
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nikotin dengan dosis tertentu telah dilaporkan mampu mempengaruhi penurunan nafsu makan pada tikus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh nikotin cair terhadap bobot badan (BB), indeks massa tubuh (IMT) dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan tinggi energi selama tiga bulan.
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan dimulai dari 23 Februari sampai dengan 3 Juni 2009 yang dilakukan di PT IndoAnilab Bogor serta Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB). Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dewasa, umur 6 sampai 8 tahun, BB 4 sampai 5,5 kg sebanyak 10 ekor. Seluruh perlakuan yang berkaitan dengan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Animal Care and Use Committee (ACUC) yang merupakan komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan dari PT IndoAnilab dengan nomor 04-IA-ACUC-09. Monyet ekor panjang yang digunakan dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (I) diberi pakan dengan bahan utama dari lemak sapi dan kelompok kedua (II) diberi pakan komersial monkey chow. Dalam kedua pakan tersebut ditambahkan nikotin cair dengan dosis 0,75 mg/kg bobot badan. Pengkayaan lingkungan diberikan pakan tambahan berupa buah jambu dan pisang sebanyak 10 g/ekor/hari yang sudah dibekukan dan diberikan dalam bentuk beku. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap in time. Selanjutnya dilakukan penimbangan BB, pengukuran IMT, dan pemeriksaan glukosa darah setiap bulan selama tiga bulan. Data yang terkumpul dianalisis untuk menemukan korelasi antara waktu dan perlakuan pakan dari kedua kelompok tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan BB untuk kelompok I dan kelompok II tidak signifikan berdasarkan analisis statistik (P>0,05), namun IMT dan kadar glukosa darah menurun secara signifikan untuk kelompok I (P<0,05), sedangkan kelompok II tidak mengalami penurunan yang berarti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah intervensi nikotin yang ditambahkan ke dalam pakan tinggi energi bersumber dari lemak selama tiga bulan mampu menurunkan IMT dan kadar glukosa darah tapi tidak menurunkan BB secara signifikan. Berdasarkan penelitian ini disarankan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap BB, IMT, dan glukosa darah monyet ekor panjang jantan dengan menggunakan dosis nikotin cair secara bertingkat, pakan yang lebih bervariasi, dan waktu pemberian yang lebih lama.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PAKAN TINGGI ENERGI DAN NIKOTIN CAIR
SEPTI IRIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Septi Iriani
NIM : B04070152
Disetujui
drh. Chusnul Choliq, MS, MM Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
drh. Agus Setiyono, M.Si, Ph.D, APvet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh, dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang telah dilakukan sebelumnya selama satu tahun untuk menghasilkan monyet ekor panjang obesitas.
Terima kasih penulis sampaikan ucapan kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing hingga skripsi ini selesai disusun. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Keluarga (Papah, Mamah, Johntris, Winti, Philip, Agnes, Gege) dan keluarga besar Bapak Esrom Amung Waang (Bapak, Francis, Dede, Ka Syerlin, Ka Mika, Eri, Robby) atas kasih sayang, perhatian, dukungan dan doanya kepada penulis.
2. Bapak drh. Chusnul Choliq, MS, MM dan Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukkan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepala pusat beserta staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB) atas kerjasamanya selama penelitian dan penulisan skripsi.
4. Bapak drh. Mawar Subangkit selaku dosen moderator dan Ibu Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si selaku dosen penilai seminar yang telah memberikan saran dan masukan terhadap makalah dan skripsi penulis.
5. Bapak Dr. drh. Koekoeh Santoso, M.Sc dan Ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan terhadap skripsi penulis.
6. Bapak drh. Supratikno, MSi, PAvet selaku Pembimbing Akademik dan teman-teman satu bimbingan akademik (Endah, Arsih, Nova, Ati, Chacha dan Putra) atas kerjasamanya dengan penulis selama ini
7. Natalina, Dora, Elsye, Ayu, Lidya, Seyla, Arie, Putra, Adit, Rissar, Raditya, Angel, Faiz dan Mikho atas doa, motivasi dan kerjasamanya selama penulisan skripsi.
8. Terakhir, kepada teman-teman Gianuzzi FKH 44 yang memberikan warna-warni dalam kehidupan penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan untuk menambah ilmu pengetahuan. Akhir kata, semoga tulisan ilmiah ini bermanfaat dan menambah ilmu kita. Tuhan senantiasa melimpahkan kasih-Nya kepada kita semua.
Bogor, Februari 2012
September 1989 dari ayah Wildin Kohon Laman dan ibu Nurhayati SE. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 1 Kurun dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Kurun hingga lulus pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2007 di SMU Negeri 1 Kurun. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
DAFTAR TABEL
... ix Waktu dan Tempat Penelitian ... 21Bahan dan Alat ... 21
Metode Penelitian ... 21
Rancangan Percobaan ... 22
Pembuatan Pakan dan Penambahan Nikotin ... 23
Parameter yang Diukur ... 24
Analisis Data ... 24
2 Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa ... 6
3 Kandungan energi dari beberapa bahan makanan... 7
4 Klasifikasi indeks massa tubuh internasional menurut WHO ... 9
5 Klasifikasi indeks massa tubuh untuk orang Asia menurut WHO ... 10
6 Kandungan nutrient formula pakan untuk masing-masing perlakuan ... 23
7 Rerata bobot badan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 27
8 Rerata indeks massa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin cair ... 29
2 Aksi hormon leptin ... 11
3 Aksi umpan balik hormon leptin ... 12
4 Jalur metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi ... 19
5 Penimbangan bobot badan dan pengukuran indeks massa tubuh
monyet ekor panjang ... 25
6 Pengambilan darah melalui vena femoralis monyet ekor panjang ... 25
7 Rerata bobot badan dari kedua kelompok perlakuan
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 28
8 Rerata indeks massa tubuh dari kedua kelompok perlakuan
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 30
9 Rerata kadar glukosa darah dari kedua kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43
2 Rerata indeks massa tubuh (kg/m2) monyet ekor panjang
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43
3 Rerata glukosa darah (mg/dl) monyet ekor panjang
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43
4 Uji statistik bobot badan monyet ekor panjang
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 44
5 Uji statistik indeks massa tubuh monyet ekor panjang
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 44
6 Uji statistik glukosa darah monyet ekor panjang
Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, gaya hidup modern sudah menjadi hal yang biasa
bagi sebagian besar masyarakat. Gaya hidup yang tidak memperhatikan pola
makan yang sehat dapat menyebabkan peningkatan masalah kesehatan. Menurut
data World Health Organization (WHO) tahun 2000, diperkirakan 2,1% penduduk
di dunia menderita diabetes dan sekitar 60% berada di Asia. Data WHO tahun
2005 melaporkan terdapat 1,6 miliar orang dewasa (15 tahun ke atas) menderita
overweight dan sedikitnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Saat ini
banyak masyarakat di negara berkembang, seperti Indonesia mengalami masalah
kegemukan (obesitas) dan diabetes. Pada tahun 2000 dilaporkan bahwa 1,2%
sampai 2,3% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas menderita
diabetes (WHO 2000).
Obesitas dan diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik,
gaya hidup, lingkungan, psikologis, sosial dan budaya (Racette et al. 2003).
Obesitas dapat menimbulkan efek yang berhubungan dengan penurunan kualitas
hidup dan sebagai faktor pemicu terjadinya berbagai penyakit, antara lain
kardiovaskuler, diabetes melitus, dan hipertensi. Obesitas sangat berkorelasi
positif dengan level leptin, insulin, dan kadar glukosa darah.
Kejadian obesitas dan diabetes terus meningkat setiap tahun karena adanya
perubahan pola makan yang mengandung tinggi karbohidrat, lemak, protein, dan
penurunan aktivitas fisik dalam bentuk kerja dan mobilisasi. Perubahan pola
makan tersebut dalam jangka waktu lama disertai penurunan aktivitas fisik akan
menimbulkan risiko terjadinya obesitas. Hal ini terjadi karena konsumsi makanan
yang lebih banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan protein dibandingkan
kebutuhan jaringan tubuh, sehingga kelebihan tersebut disimpan dalam bentuk
lemak di jaringan adiposa (Guyton 1996).
Upaya untuk menurunkan dan mengatasi kejadian obesitas dengan
menggunakan obat-obatan sudah dilakukan, baik menggunakan obat-obatan
kimiawi maupun obat-obatan yang berasal dari bahan alami (Susan et al. 2002).
dipelajari dan pencarian obat untuk mengatasi obesitas masih terus dilakukan.
Menurut penelitian Pribadi (2008), senyawa nikotin dapat digunakan sebagai obat
alternatif untuk mengatasi sindroma metabolik yang disebabkan oleh konsumsi
makanan tinggi karbohidrat, protein, dan lemak. Nikotin merupakan cairan kimia
organik, dan secara alami terdapat dalam tumbuhan tembakau. Nikotin akan
mempunyai efek positif bagi kesehatan apabila digunakan dalam dosis yang tepat
dan aman, sedangkan dosis nikotin murni yang fatal menurut Shiffman et al.
(1997) adalah 30 sampai dengan 60 mg/kg bobot badan.
Monyet ekor panjang dimanfaatkan sebagai hewan percobaan karena
memiliki banyak kemiripan dengan manusia dari segi anatomis dan fisiologis
(Roth et al. 2004). Selain itu, gejala obesitas dan diabetes melitus pada monyet
ekor panjang memiliki kemiripan dengan gejala obesitas seperti yang terjadi pada
manusia, yakni adanya perubahan pada lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar
dada, lingkar lengan dan penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al. 2006).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian nikotin cair
terhadap bobot badan, indeks massa tubuh, dan kadar glukosa darah monyet ekor
panjang yang diberi pakan tinggi energi.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang perubahan
bobot badan, indeks massa tubuh, dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang
yang diberi pakan tinggi energi ditambah nikotin cair.
Perumusan Masalah
Pola makan yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak, karbohidrat, dan protein, serta kurangnya aktivitas
fisik dapat memicu terjadinya obesitas dan diabetes sehingga upaya untuk
menurunkan dan mengatasi kejadian obesitas melalui obat-obatan terus dilakukan.
Penggunaan senyawa nikotin dalam dosis aman diketahui mampu menjadi obat
karbohidrat, protein, dan lemak. Sejalan dengan itu, dilakukanlah penelitian lebih
lanjut menggunakan hewan model monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
yang diberi pakan tinggi energi ditambah nikotin cair dosis rendah untuk
mengetahui manfaat nikotin terhadap penurunan bobot badan, indeks massa
tubuh, dan glukosa darah.
Hipotesis
H0 : Pemberian nikotin cair dosis rendah pada pakan tinggi energi dari lemak
sapi dengan bahan dasar gandum dan pakan komersial monkey chow
mampu menurunkan bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah
pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
H1 : Pemberian nikotin cair dosis rendah pada pakan tinggi energi dari lemak
sapi dengan bahan dasar gandum dan pakan komersial monkey chow tidak
mampu menurunkan bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah
pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
TINJAUAN PUSTAKA
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Deskripsi dan Klasifikasi
Menurut Lang (2006), taksonomi monyet ekor panjang sebagai berikut :
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Sub Ordo : Anthropoidea
Infra Ordo : Catarrhini
Famili : Cercopithecidae
Genus : Macaca
Spesies : Macaca fascicularis
Gambar 1 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (Sumber: http://www.mongabay.com/).
Monyet ekor panjang merupakan satwa primata yang sering dijumpai di
Indonesia, terutama di pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Primata ini
memiliki panjang tubuh 41,20 cm sampai 64,80 cm untuk jantan dan 38,50 cm
sampai 50,30 cm untuk betina. Panjang ekor 43,50 cm sampai 65,50 cm untuk
jantan dan 40 cm sampai 55 cm untuk betina. Bobot badan monyet ekor panjang
jantan 3,5 kg sampai 8,0 kg, sedangkan betina dewasa memiliki bobot badan 3 kg
sampai 6 kg (Rowe 1996). Warna tubuhnya bervariasi, mulai dari abu-abu sampai
Penyebaran dan Habitat
Monyet ekor panjang tersebar luas di beberapa daerah di Indonesia, seperti
daerah Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Bali. Hutan hujan tropis dan subtropis
merupakan daerah yang sangat cocok untuk kelangsungan hidup monyet ekor
panjang, karena memiliki sumber makanan yang tidak terbatas dan mampu
menyimpan banyak cadangan makanan.
Monyet ekor panjang mampu tinggal di dataran rendah hingga pegunungan
dengan ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Monyet ini hidup dengan cara
berkelompok yang terdiri dari beberapa ekor jantan dan beberapa ekor betina.
Selain itu, hewan ini sangat aktif bergerak, pemanjat dan pelompat yang handal
hingga mampu mencapai jarak 5 m dari tempatnya melompat (Supriatna &
Wahyono 2000).
Pakan
Monyet ekor panjang tinggal di dataran rendah dan dataran tinggi sebagai
tempat untuk berlindung, bermain, memelihara anak, berkembang biak, dan
mencari sumber pakan. Menurut Kemp (2007), monyet ekor panjang mampu
mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian hingga 60% sampai 90%. Selain itu,
hewan ini juga mengonsumsi pakan lainnya, seperti kulit kayu, dedaunan, bunga,
akar pohon, dan telur burung. Kandungan beberapa buah yang dikonsumsi hewan
ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan beberapa buah segar per 100 g
Menurut Junaedi (2001), pakan yang sebaiknya diberikan untuk monyet
jantan dewasa sebanyak 160 g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80 g/ekor/hari.
Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa
Zat Makanan Kadar
Pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan
protein kasarnya kurang dari 20% dan konsentrasi serat kasarnya di bawah 18%
(McDonald 2002). Energi diperoleh melalui perombakan karbohidrat, protein, dan
lemak dalam makanan menjadi asetil koA melalui siklus cREB yang merupakan
jalur metabolisme utama (Tillman et al. 1998). Kandungan energi dari beberapa
Tabel 3 Kandungan energi dari beberapa bahan makanan
Bahan makanan Energi (kal/kg)
Tallow (lemak hewan) Sumber : Winarno (1999), Bogasari (1999).
Beberapa bahan makanan seperti talllow, minyak goreng, dan kuning telur
merupakan sumber energi yang mengandung banyak lemak. Kandungan lemak
pada tallow meliputi saturated 52%, monounsaturated 32%, polyunsaturated 3%,
dan kolesterol 0,68%. Bahan-bahan makanan lain yang juga mengandung banyak
lemak, antara lain minyak kelapa, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Bahan
makanan yang mengandung banyak lemak sebagai bahan penyusun ransum
memiliki keuntungan, antara lain sebagai sumber energi yang disimpan dalam
jaringan adiposa dan jaringan intramuskular, sumber asam lemak esensial dan
pembawa vitamin larut dalam lemak (Frandson 1993; Almatsier 2003).
Lemak yang berada di dalam jaringan adiposa merupakan bentuk cadangan
energi potensial. Trigliserida (triasilgliserol) merupakan sumber utama lemak
pada makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan (98-99%). Lemak yang
diperoleh dari makanan akan dicerna di dalam lambung di bawah pengaruh enzim
lipase lambung, terutama dipengaruhi oleh enzim lipase di pankreas dan hampir
seluruh pencernaan lemak terjadi di dalam usus halus (95-99%).
Bila sel tubuh membutuhkan energi, maka enzim lipase akan menghidrolisis
triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian menuju ke pembuluh
darah untuk dialirkan ke sel-sel tubuh, komponen-komponen ini akan dibakar dan
menghasilkan energi, CO2, dan H2O. Konsumsi lemak yang mengandung tinggi
energi dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan
energi dan kelebihan tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga memicu
Protein dapat digunakan sebagai sumber energi untuk sel-sel dalam tubuh
apabila karbohidrat tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh untuk
menghasilkan energi. Selain itu, protein berfungsi sebagai katalisator (enzim),
pendukung sistem kekebalan, pengontrol pertumbuhan, dan pemeliharaan
keseimbangan cairan tubuh. Bahan-bahan makanan seperti telur, susu, daging,
ungags, dan ikan merupakan makanan yang mengandung banyak protein. Protein
merupakan molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino
yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur utama dari protein adalah
nitrogen (16% dari berat protein) (Frandson 1993; Almatsier 2003).
Protein dihancurkan untuk menghasilkan asam amino yang kemudian
mengalami deaminasi atau pelepasan gugus amino (NH2) di dalam hati untuk
menghasilkan asam keton dan amonia (NH3). Asam keton yang dihasilkan masuk
ke dalam siklus cREB untuk membentuk energi pada saat karbohidrat banyak
terpakai atau dapat membentuk piruvat yang akhirnya menghasilkan glukosa
melalui proses glikogenesis, sedangkan amonia akan diubah menjadi urea
(Frandson 1993; Almatsier 2003).
Protein dalam keadaan berlebihan akan mengalami deaminase, nitrogen
akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi
lemak kemudian disimpan di tubuh. Dengan demikian, konsumsi protein secara
berlebihan dalam jangka waktu lama dapat memicu terjadinya penimbunan lemak
di jaringan adiposa (Guyton 1996; Toha 2001; Almatsier 2003).
Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang
dapat menyebabkan berbagai efek negatif bagi tubuh. Obesitas dan overweight
dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Orang yang mengalami
kelebihan bobot badan pada usia muda lebih berisiko menderita obesitas
dibandingkan dengan orang yang memiliki bobot badan normal. Wanita pasca
menopause (mati haid) akan memiliki risiko terkena obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan pria (Sylvia 1998).
Bentuk tubuh untuk orang yang menderita obesitas terdiri atas dua jenis
yang dapat ditentukan dari distribusi jaringan lemak. Pertama, bentuk tubuh apel
bagian abdomen, pinggul, dan dada. Bentuk ini lazim ditemukan pada pria.
Kedua, bentuk pir (bentuk gynecoid) adalah bentuk tubuh akibat penimbunan
jaringan lemak di bagian bawah lingkar pinggang, seperti pinggul dan paha.
Bentuk ini lazim ditemukan pada wanita (Adam 2006).
Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui kategori obesitas,
yaitu menghitung indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan cara membagi
bobot badan (kg) dengan tinggi badan yang dipangkat dua (m2), namun untuk
monyet ekor panjang dilakukan modifikasi perhitungan, yaitu membagi bobot
badan (kg) dengan tinggi duduk yang dipangkat dua (m2). Klasifikasi IMT
internasional menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi indeks massa tubuh internasional menurut WHO
Kategori Indeks Massa Tubuh
Kurus sedang
WHO memberikan klasifikasi yang berbeda untuk IMT populasi orang Asia.
Hal ini karena terjadi peningkatan prevalensi diabetes tipe 2 dan peningkatan
faktor resiko penyakit kardiovaskular di beberapa bagian benua Asia. Alasan
kedua adalah hubungan antara IMT, persentase lemak tubuh dan distribusi lemak
berbeda di setiap populasi. Beberapa populasi Asia memiliki persentase lemak
tubuh yang lebih tinggi dari populasi Eropa dan juga sebaliknya. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dan persentase lemak tubuh
tergantung dari umur, jenis kelamin dan variasi antar kelompok etnis (Barba
2004). Berdasarkan klasifikasi IMT untuk Asia Pasifik pada tahun 2005, maka
Tabel 5 Klasifikasi indeks massa tubuh untuk orang Asia menurut WHO
Kategori Indeks Massa Tubuh
Normal
Monyet ekor panjang yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan
tanda-tanda obesitas dengan IMT sampai 61,57 kg/m2 untuk jantan dan 60,07
kg/m2 untuk betina (Putra et al. 2006). IMT ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan IMT yang normal, yaitu 18,50 kg/m2 sampai 23 kg/m2 (WHO 2005). Pada
monyet obes, timbunan lemak di daerah perut dapat dilihat dari adanya lipatan
kulit yang menggantung bila monyet tersebut berdiri atau berjalan. Timbunan
lemak tersebut juga dapat dilihat jelas bila monyet dalam keadaan duduk. Pada
posisi tersebut, perut monyet kelihatan membesar sebagai akibat dari adanya
timbunan lemak. Bentuk tubuh ini sangat mirip dengan bentuk tubuh pada
manusia yang menderita obesitas (Putra et al. 2006).
Pola makan yang tidak normal akan mudah mengakibatkan terjadinya
obesitas, seperti makan terlalu banyak dan makan di malam hari yang
mengakibatkan kelebihan kalori (Haslam & James 2005). Menurut Yang et al.
(2007), faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 6 sampai 85% terhadap BB
seseorang tergantung populasi yang diteliti. Ada beberapa gen yang berhubungan
dengan obesitas, salah satu gen yang berperan penting yaitu gen obese (ob).
Produk gen ob yang penting dalam menurunkan nafsu makan, metabolisme dan
fungsi reproduksi adalah leptin.
Leptin merupakan hormon protein yang memiliki pengaruh penting dalam
mengendalikan nafsu makan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak,
pengeluaran energi, pubertas, dan fertilitas mamalia (Richards et al. 2000).
Protein ini memiliki massa 16 kD dan disandi oleh gen obese (ob). Leptin
terutama disekresikan oleh lemak di jaringan adiposa. Selain itu, leptin juga
disekresikan di epitel lambung dan plasenta dalam jumlah kecil. Pengaruh leptin
mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh, dan penggunaan energi
(Sugiharto 2007).
Leptin yang bekerja di hipotalamus bertujuan untuk mengurangi nafsu
makan dan meningkatkan penggunaan energi (Sugiharto 2007). Leptin di organ
perifer seperti pankreas, hati dan otot skelet akan mempengaruhi sekresi insulin,
produksi glukosa hepatik dan metabolisme glukosa otot (Meler & Gressner 2004).
Peningkatan hormon leptin pada kasus obesitas akan menurunkan nafsu
makan, sehingga asupan makanan sebagai sumber energi menjadi terbatas dan
berkurang, akibatnya konsentrasi glukosa darah akan menurun dan konsentrasi
insulin juga ikut menurun. Mantzoros et al (1999), mengungkapkan bahwa
obesitas berhubungan dengan sintesis dan sekresi leptin dari jaringan adiposa,
diabetes melitus, dan kadar glukosa darah. Skema aksi leptin disajikan pada
Gambar 2.
Hipotalamus
Sekresi leptin Jaringan adiposa
asupan makanan metabolisme
glukosa
pengeluaran
metabolisme energi
lemak fungsi neuroendokrin
Gambar 2 Skema aksi leptin (Mantzoros et al. 1999).
Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa leptin bertindak secara langsung atau
dengan mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur
pengurangan asupan makanan peningkatan pengeluran energi, peningkatan
metabolisme glukosa, dan lemak serta fungsi neuroendokrin (Mantzoros et al.
Menurut Mantzoros et al. (1999), bahwa leptin merupakan suatu hormon
adiposa, beredar di serum dalam bentuk bebas atau dalam bentuk leptin terikat
pada protein, mengakibatkan sel yang spesifik pada hipotalamus dan mengubah
ekspresi beberapa neuropeptida dan kemudian mengurangi selera makan,
meningkatkan pengeluaranan energi, meningkatan sinyal sistem saraf simpatis dan
menurunkan sinyal sistem saraf parasimpatis serta mengubah fungsi
neuroendokrin. Peningkatan level leptin mengaktifkan hormon tiroid, hormon
pertumbuhan, gonad dan menekan adrenal pituitari. Leptin mempengaruhi
hemeostasis dan fungsi kekebalan serta meningkatkan metabolisme glukosa dan
lemak, mengubah produksi hormon, dan sitokin, serta produksi leptin pada
adiposa. Efek umpan balik leptin ini disajikan pada Gambar 3.
Selera
Gonad Fungsi imun
Hemopoiesis meningkatkan saraf
simpatis, menurunkan
Sel langerhans sarafparasimpatis
Kortek adrenal
Sistem IGP Androgen
Estrogen
Katekolamin
Leptin
Gambar 3 Aksi umpan balik hormon leptin (Mantzoros et al. 1999).
Nikotin
Nikotin adalah suatu senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman
tembakau. Nikotin berbentuk cairan tidak berwarna dan merupakan basa yang
mudah menguap. Nikotin berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip
tembakau setelah bersentuhan dengan udara. Kadar nikotin dalam tembakau 1
sampai 2% (Gunawan 2007).
Tanaman tembakau merupakan akar tunggang yang panjangnya antara 50
sampai 70 cm. Akar merupakan tempat sintesis zat nikotin sebelum diangkut
melalui pembuluh kayu ke daun, sehingga faktor-faktor yang mendorong
pertumbuhan akar, seperti kekeringan dan pemangkasan pucuk akan
meningkatkan kadar nikotin pada tumbuhan tembakau tersebut (Pribadi 2008).
Nikotin dapat diserap ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui
saluran pernafasan, saluran pencernaan yang bersuasana basa dan kulit.
Penyerapan nikotin melalui kulit membutuhkan waktu yang bervariasi, yakni 3
sampai 5 menit. Apabila terkena tumpahan nikotin pada kulit maka harus segera
dibersihkan. Penyerapan nikotin melalui kulit dengan dosis yang berarti dapat
menimbulkan efek memabukan, muntah-muntah, meradang, dan gejala-gejala
keracunan serius. Keadaan tersebut menyebabkan nikotin perlu ditangani dengan
hati-hati sebelum digunakan (Zorin et al. 1999).
Penyerapan nikotin di dalam lambung sedikit sekali karena lambung
memiliki pH asam. Di dalam rumen dan retikulum, nikotin tertahan lebih lama
karena pengosongan isi rumen dan retikulum terjadi secara berlahan-lahan (Karo
Karo 1990). Apabila orang dewasa mengonsumsi nikotin dalam dosis tinggi
(30-60 mg/kg BB), maka dapat mengakibatkan keracunan bahkan berefek pada
kematian (Zorin et al. 1999). Dosis nikotin yang berefek pada kematian yang
dapat membunuh 50% populasi untuk tikus adalah 50 mg/kg BB dan untuk mencit
adalah 3 mg/kg BB (IPCS ICHEM 1991). Setelah terabsorbsi, nikotin masuk ke
dalam aliran darah pada pH 7,4 dengan kondisi terionisasi (69%) dan tidak dalam
kondisi terionisasi (31%) dan kurang dari 5% terikat pada protein plasma,
distribusi nikotin tertinggi ditemukan di dalam hati, ginjal, limpa, dan paru-paru,
Nikotin masuk ke dalam darah melalui sirkulasi pulmonal, tidak melalui
vena porta dan vena sistemik. Merokok membuat nikotin secara cepat menuju
sirkulasi pulmonal dan bergerak cepat ke bagian kiri dari bilik jantung dan ke
arteri sistemik serta masuk ke sirkulasi menuju ke otak (Lunell et al. 2000).
Waktu yang diperlukan antara menghisap rokok hingga masuknya nikotin ke
dalam otak lebih pendek daripada dimasukkan melewati intravena, yaitu 7 sampai
9 detik. Nikotin masuk secara cepat ke otak, kemudian turun secara cepat setelah
beredar ke seluruh tubuh. Kemudian diekskresi melewati ginjal sebanyak 35
sampai 80% berupa metabolisme kotinin dan nikotin-N-oksid (Yano 2005).
Menurut Gunawan (2007), perubahan dalam tubuh setelah pemberian
nikotin sangat rumit karena kerja nikotin sangat luas terhadap sistem saraf
simpatis maupun sistem saraf parasimpatis. Selain itu, nikotin merupakan suatu
senyawa perangsang sistem saraf pusat (SSP) yang kuat dan mengakibatkan
kekejangan pada dosis tinggi. Berdasarkan Shao dan Feldman (2001), bahwa
reseptor nikotinik asetilkolin memiliki peran dalam kontrol pusat respirasi yang
memegang peranan penting dalam pernapasan. Aktivitas dari reseptor nikotinik
asetilkolin yaitu meningkatkan kemampuan input sinaptik perasaan senang pada
saraf inspirasi (facemaker) dan menghambat hubungan diantara saraf yang
memegang peranan dalam membawa perasaan senang.
Nikotin memiliki dampak dengan ciri-ciri yang mirip dengan
ketergantungan seperti obat-obatan lainnya, menghirup nikotin menghasilkan
perubahan pada otak dan dapat menyebabkan sindrom withdrawal yang diamati
pada perokok yang berhenti secara tiba-tiba. Secara farmakologi, nikotin adalah
suatu stimulan psikomotor, seperti halnya amphetamine atau kokain. Nikotin juga
memiliki efek psikofarmakologi lain, terutama anti depresi dan kegelisahan
(Balfour et al. 2000).
Nikotin memiliki efek komplek pada jalur saraf otak dengan merangsang
reseptor dari kelompok saraf nikotinik. Efek ini seperti mekanisme saraf pada
komplek underfin nikotin dan seperti halnya efek ketergantungan narkoba,
khususnya efek psychostimulant yang mirip dengan efek nikotin, yakni dengan
merangsang atau meningkatkan pelepasan dopamin utamanya dari terminal sistem
Metabolisme nikotin terutama dilakukan di hati. Selain itu, nikotin juga
dimetabolisme oleh paru-paru, limpa, ginjal dan terendah terdapat pada jaringan
adiposa (Hukkanen et al. 2005). Nikotin di hati akan di ubah menjadi kotinin oleh
enzim cytochrome 450Y. Enzim CYP2A6 merupakan enzim yang bertanggung
jawab dalam oksidasi nikotin dan kotinin, enzim ini menurunkan jumlah nikotin
dan merupakan enzim yang mengurangi level rasio nikotin dalam aliran darah
(Hukkanen et al. 2005; Yano 2005). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
metabolisme nikotin antara lain diet makanan, usia, jenis kelamin dan aktivitas
fisiologis seperti olah raga dan konsumsi makanan.
Setelah mengalami metabolisme di hati, nikotin secara sistemik
didistribusikan kejaringan neuron preganglion autonomic, neuromuscular
junction somatic (N1) dan neural (N2). Kemudian secara langsung menstimulasi
norepinephrin (NE) melalui signal β3 adrenergik dalam sel mitrokondria dan
melalui mekanisme siklus cREB (cAMP respons element binding) protein
mengekspresikan protein-1 (uncoupling protein-1) bersama derivate proteinase
inhibitor (PAI-1) yang berperan dalam proses aterosklerosis (Blanc et al. 2003).
Berdasarkan penelitian Pribadi (2008), nikotin memiliki efek negatif, yaitu
dapat menekan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus jantan,
namun tidak berpengaruh pada tikus betina pada masa pertumbuhan.Tikus yang
diberi pakan kaya protein berserat kasar tinggi dengan panambahan nikotin
memiliki daya konsumsi yang lebih rendah dibandingkan tikus yang diberi pakan
tanpa penambahan nikotin.
Pengaruh metabolisme nikotin dalam tubuh dapat menurunkan aktivitas
konsumsi makanan sehingga bobot badan cenderung menurun (Pribadi 2008).
Selain itu, stimulasi nikotin memiliki efek positif, yaitu meningkatkan ingatan,
perhatian belajar, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (Gunawan 2007).
Nikotin juga dapat dijadikan sebagai obat untuk radang usus besar, memperkuat
syaraf pada hippocampus (struktur otak) yang berperan dalam proses belajar dan
daya ingat (JRHF 2004).
Nikotin dapat digunakan pula sebagai terapeutik pasca merokok akibat
ketergantungan. Nikotin sebagai terapeutik tersedia dalam bentuk gum, nasal
nasal spray akan lebih efektif sebagai terapi untuk berhenti merokok jika ada
keinginan dari perokok. Nikotin dalam bentuk nikotin lozenge memberikan
manfaat untuk menurunkan ketergantungan terhadap rokok tembakau. Namun
dapat berisiko tinggi jika terapi pengganti nikotin gagal dilakukan (Ebbert et al.
2007). Dosis fatal dari nikotin murni adalah 30 sampai 60 mg/kg BB, sedangkan
dosis 0,75 mg/kg BB merupakan dosis aman dalam penggunaan dosis nikotin
murni (Shiffman et al. 1997).
Nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitter di otak yang
berfungsi menurunkan kebutuhan akan asupan energi sehingga terjadi penurunan
asupan makanan. Selain itu, molekul dari asam amino yang berpotensi terlibat
dengan konsumsi nikotin adalah neuropeptida dan peptida. Leptin dan
neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan, pengeluaran energi, dan
hormon (Filozof et al. 2004).
Leptin merupakan hormon protein yang memiliki pengaruh penting dalam
mengendalikan asupan makanan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak,
pengeluaran energi, pubertas dan fertilitas mamalia (Richards et al. 2000).
NeorupeptidaY adalah stimulator yang sangat penting dari perilaku konsumsi
makanan. Penurunan rasa lapar dan konsumsi makanan, sebagian terjadi melalui
inhibisi sintesis neuropeptida Y. Leptin dan neuropeptida Y merupakan faktor
yang mungkin terlibat dalam hubungan antara nikotin dan bobot badan, indeks
massa tubuh, serta glukosa darah, walaupun peran mereka sebagai penentu dari
hubungan ini masih belum ditentukan (Chatkin & Chatkin 2007).
Berdasarkan penelitian Sanigorski et al. (2002), pemberian nikotin pada
tikus yang peka terhadap leptin menunjukkan terjadinya penurunan bobot badan
sebagai akibat berkurangnya nafsu makan dan peningkatan pengeluaran energi.
Ketika nikotin dikonsumsi maka sistem penyampaian pada neurotransmitter akan
mempengaruhi homeostasis energi dan meningkatkan aktivitas leptin untuk
mengaktifkan sistem saraf simpatis dan menurunkan nafsu makan. Selain itu,
nikotin memberikan pengaruh pada jaringan adiposa coklat yang merupakan sel
jaringan adiposa yang penuh dengan trigliserida sebagai cadangan makanan dan
BAT (brown adipose tissue) menggunakan trigliserida sebagai cadangan
makanan untuk memenuhi kebutuhan panas badan. BAT akan meningkatkan
panas badan dengan melepaskan gradien proton dari sintesa ATP di membran
mitokondria bagian dalam. Thermogenin adalah protein transmembran di dalam
mitokondria sebagai penyebab lepasnya proton dari sintesa ATP, kemudian
menghasilkan panas (Permana 2011).
Efek nikotin dalam meningkatkan termogenesis melalui mekanisme
stimulasi pada syaraf simpatis yang mengarah pada peningkatan norepinephrin
yang memberikan efek langsung pada reseptor nicotinic acetilcholyne (nAChR)
dan menstimulasi modulasi secara langsung atau tidak langsung terhadap
penurunan suhu tubuh (Razvani & Levin 2004), mengikat sinyal termogenes
(panas tubuh) (guanosine 5-diphosphate) di mitokondria sehingga terjadi
pelepasan thermogenin (Arai et al. 2001).
Glukosa Darah
Glukosa darah adalah glukosa yang terkandung di dalam darah. Glukosa di
dalam darah sangat penting sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi.
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan
energi dan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi di
dalam tubuh. Semua jenis karbohidrat baik monosakarida, disakarida maupun
polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan menjadi glukosa di dalam hati.
Glukosa yang telah diserap oleh usus halus akan terdistribusi ke semua sel tubuh
melalui aliran darah. Glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen
di dalam otot dan hati, namun juga dapat tersimpan di plasma darah dalam bentuk
glukosa darah (Irawan 2007).
Selain berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga
berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak. Melalui proses oksidasi
yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk
mensintesis molekul ATP (adenosinetriphosphate) yang merupakan molekul
dasar penghasil energi di dalam tubuh. Dalam konsumsi keseharian, glukosa
menyediakan hampir 50 sampai 75% dari total kebutuhan energi tubuh. Untuk
dua mekanisme utama, yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik. Proses
metabolisme secara anaerobik akan berlangsung di dalam sitoplasma sedangkan
proses metabolisme aerobik akan berjalan dengan mengunakan enzim sebagai
katalis di dalam mitokondria dengan kehadiran oksigen (Irawan 2007).
Tahap awal metabolisme glukosa menjadi energi di dalam tubuh
berlangsung secara anaerobik melalui proses yang dinamakan glikolisis. Proses ini
berlangsung dengan menggunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai
katalis di dalam sitoplasma yang terdapat pada sel eukariotik. Inti dari
keseluruhan proses glikolisis adalah untuk mengubah glukosa menjadi produk
akhir berupa piruvat. Pada proses glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6
atom karbon pada rantainya (C6H12O6) akan terpecah menjadi produk akhir
berupa 2 molekul piruvat yang memiliki 3 atom karbon (C3H3O3). Proses ini
berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan terbentuknya
beberapa senyawa antara seperti glukosa 6-fosfat dan fruktosa 6-fosfat.
Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses
glikolisis ini juga akan menghasilkan 2 molekul ATP serta molekul NADH (3
ATP). Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel
tubuh sebagai komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis ini, 4
buah molekul ATP dan 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta
pada awal tahapan prosesnya akan mendapatkan 2 buah molekul ATP sehingga
total 8 buah ATP akan dapat terbentuk (Almatsier 2003; Irawan 2007).
Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung pada kondisi
aerobik dengan menggunakan bantuan oksigen (O2). Bila oksigen tidak tersedia
maka molekul piruvat hasil proses glikolisis akan terkonversi menjadi asam laktat.
Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi
produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses respirasi selular.
Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama, yaitu produksi
Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat dan rantai transpor
elektron. Tahap kedua dari proses respirasi selular, yaitu siklus asam sitrat
merupakan pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini tidak hanya
digunakan untuk memproses karbohidrat, namun digunakan juga untuk
(Rantai transpor elektron)
Secara keseluruhan pada kondisi aerobik, proses metabolisme glukosa akan
menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO2) dan air (H2O).
Karbon dioksida dihasilkan dari siklus asam sitrat, sedangkan air (H2O) dihasilkan
dari proses rantai transport elektron. Melalui proses metabolisme, energi
kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas. Terbentuknya ATP
dan kalor panas inilah yang merupakan inti dari proses metabolisme energi.
Melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat dan proses rantai transpor elektron,
sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk menggunakan dan
menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP.
(Almatsier 2003; Irawan 2007).
Glikolisis
Gambar 4 Jalur metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi (Almatsier 2003). Siklus
Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus sebagai pusat pengolahan
glukosa. Ketika kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang masuk ke
dalam tubuh, maka hati akan menimbun dan menyimpan glukosa menjadi
glikogen (glikogenesis). Namun, ketika tidak ada makanan yang masuk ke saluran
pencernaan dan kadar insulin dalam darah rendah, maka timbunan glikogen dalam
hati akan diubah menjadi glukosa kembali dan dikeluarkan ke aliran darah
sehingga konsentrasi glukosa di darah tetap normal (Hembing 2008).
Pankreas memiliki sel α yang memproduksi hormon glukagon. Bila kadar
glukosa di darah rendah, maka glukagon akan merangsang sel hati untuk
memecah glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis). Menurut Hembing (2008),
metabolisme glukosa dapat berjalan dengan baik melalui reaksi antara insulin dan
glukagon untuk menjaga konsentrasi glukosa tetap normal.
Glukosa darah normal untuk monyet ekor panjang menurut Fortman et al.
(2002) adalah 48 mg/dl sampai 69 mg/dl, sedangkan glukosa darah pada manusia
normal lebih tinggi dibandingkan monyet ekor panjang, yaitu 80 sampai 90 mg/dl
darah. Saat konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 100 mg/dl darah,
kecepatan sekresi insulin akan meningkat sehingga kadar glukosa di darah
kembali normal (Hembing 2008). Menurut Corwin (2007), kadar glukosa saat
puasa dalam keadaan normal adalah 80 mg/100 ml sampai 90 mg/100 ml darah.
Apabila glukosa darah lebih dari 100 mg/100 ml, maka sekresi insulin dari
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan dimulai dari 23
Februari sampai dengan 3 Juni 2009. Penelitian ini dilakukan di PT IndoAnilab
Bogor serta Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain formula pakan tinggi
energi yang berasal dari beef tallow (lemak sapi) dan gandum, pakan komersial
(monkey chow), nikotin cair 0,75 mg/kg BB, air minum ad libitum, buah pisang
dan jambu sebanyak 10 g/ekor/hari, sampel darah (serum), ketamin 10 mg/kg BB,
alkohol, dan kapas.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu
(0,6x0,6x9 m), timbangan digital untuk pakan dan bobot badan, alat pengukur
tinggi duduk, tempat penampungan feses dan urin, tempat makan dan minum
hewan, spoit 5ml, tabung penyimpanan sampel darah, dan spektrofotometer.
Hewan Laboratorium
Hewan coba laboratorium yang digunakan untuk penelitian ini adalah
monyet ekor panjang jantan dewasa, umur 6 sampai 8 tahun (susunan gigi
Molar3/Molar3), bobot badan 4 sampai 5,5 kg sebanyak 10 ekor. Seluruh
perlakuan yang berkaitan dengan hewan percobaan dilakukan berdasarkan
peraturan yang telah ditetapkan oleh Animal Care and Use Committee (ACUC)
yang merupakan komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan dari PT
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama membentuk hewan
model obesitas dengan induksi pakan tinggi energi yang dilaksanakan selama 12
bulan (Februari 2008 sampai dengan Februari 2009). Penelitian selanjutnya adalah
pemberian nikotin selama tiga bulan. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap in time. Waktu pengamatan dilakukan berulang
terhadap sampel (hewan coba) yang sama dengan periode tiga bulan dan kondisi
sampel percobaan dianggap homogen dengan dua perlakuan pakan yang terdiri
dari lima ulangan untuk sampel yang sama. Sebelum intervensi nikotin, dilakukan
pengumpulan data untuk semua peubah yang diamati sebagai data base line (data
awal). Bulan pertama, kedua dan ketiga dilakukan pengamatan dan pengumpulan
data untuk semua peubah selama intervensi nikotin (0,75 mg/kg BB).
Perlakuan pada Hewan
Monyet ekor panjang yang berjumlah 10 ekor dikelompokkan secara acak
menjadi dua perlakuan pakan dengan sumber energi yang tinggi, masing-masing
perlakuan terdiri dari 5 ekor. Perlakuan pertama, diberikan pakan tinggi energi
(bersumber dari lemak sapi), sedangkan perlakuan kedua diberikan pakan tinggi
energi (bersumber dari protein), yaitu monkey chow komersial. Hewan
dikandangkan dalam kandang individu yang ditempatkan pada posisi agar antar
individu dapat berinteraksi secara audiovisual. Pemberian minum dilakukan
secara ad libitum dan pakan perlakuan diberikan 2 kali sehari, pagi (sekitar pukul
08:00 WIB) dan siang hari (sekitar pukul 14:00 WIB) sebanyak 150 g/ekor/hari.
Selain itu, ada pakan tambahan lain yang diberikan sebagai pengkayaan
lingkungan, yaitu berupa buah-buahan seperti pisang dan jambu sebanyak 10
g/ekor/hari yang sudah dibekukan, di berikan dalam bentuk beku.
Masing-masing monyet dari setiap perlakuan diamati terlebih dulu (23
Februari-11 Maret 2009) yang dilanjutkan dengan penimbangan BB, pengukuran
IMT dan pemeriksaan glukosa darah sebagai data awal sebelum intervensi nikotin
(11 Maret 2009). Setelah itu, dilakukan intervensi nikotin (12 Maret-3 Juni 2009)
terkonsumsi, sehingga kemungkinan nikotin yang masuk ke dalam tubuh berkisar
antara 0,5 sampai 0,75 mg/kg BB. Pada penelitian ini, nikotin diperoleh dari suatu
pabrik yang memproduksi nikotin murni dan digunakan dalam bentuk cairan yang
sebelumnya dilarutkan menggunakan air bersih. Penambahan nikotin dilakukan
dengan cara dicampurkan ke dalam kedua jenis pakan ketika dibuat menjadi
padatan. Pemberian nikotin dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, yaitu
pagi dan siang hari. Penimbangan BB, pengukuran IMT dan pemeriksaan kadar
glukosa darah dilakukan setiap minggu pertama bulan April, Mei dan Juni.
Pembuatan Pakan dan Penambahan Nikotin
Pembuatan kedua jenis pakan dilakukan setiap minggu. Bahan yang
digunakan untuk pakan kelompok pertama (Kelompok I) adalah beef tallow
(lemak sapi), gandum, minyak goreng, tepung ikan, gula, dedak padi, agar-agar,
tepung maizena, bungkil kedelai, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan campuran
mineral yang berasal dari bahan-bahan lokal. Pakan kelompok kedua (Kelompok
II) menggunakan monkey chow yang berbentuk biskuit padat, kering dan agak
keras yang berasal dari pabrik dan merupakan pakan yang biasa dikonsumsi oleh
monyet. Kandungan nutrien formula untuk masing-masing kelompok pakan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan nutrien formula pakan untuk masing-masing perlakuan
Kandungan Nutrien Kelompok I Kelompok II
Protein (%) 12,02 26,82
Lemak (%) 20,80 4,15
Serat Kasar (%) 2,12 2,25
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 53,24 58,12
Bahan Kering (%) 78,02 88,07
Gross Energi (kal/g) 4.479,11 4.492,87
Nikotin Cair (mg/kg BB) 0,75 0,75
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Bogor 2009.
Penambahan nikotin cair ke dalam pakan dilakukan bersamaan dengan
pembuatan pakan menjadi padatan. Sebelum dicampur dengan pakan, nikotin
terlebih dulu dihitung jumlahnya (dalam setiap ml cairan nikotin yang digunakan
mengandung 0,4 mg nikotin). Dosis nikotin cair didasarkan pada rerata umum
Untuk mengetahui dosis nikotin yang harus ditambahkan ke dalam pakan, dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah nikotin cair (ml):
Keterangan : x : rerata bobot badan secara umum setiap perlakukan (kg)
dp : dosis nikotin cair yang digunakan (0,75 mg/kg BB)
jp : jumlah pakan yang dibuat (g)
bp : berat perbiji dari pakan yang dibuat akan menjadi padatan (g)
Pakan Kelompok I dalam sekali pembuatan sebanyak 1,5 kg pakan dengan
berat padatan perbiji 30 g, sedangkan untuk pakan kelompok II dibuat sebanyak 5
kg pakan dengan berat padatan perbiji 50 g. Dari formula tersebut dapat diketahui
jumlah nikotin (ml) yang digunakan dikalikan dengan 2, hal ini karena dalam
setiap 1 ml cairan nikotin mengandung 0,4 mg nikotin, sehingga diperlukan 2 ml
cairan untuk kurang lebih setara dengan dosis 0,75 mg/kg BB.
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah BB, IMT, dan glukosa
darah. Sebelum pengukuran, hewan sudah dipuasakan minimal 12 jam.
Selanjutnya, hewan disedasi menggunakan ketamin dosis 10 mg/kg BB secara
intramuskular. Setelah hewan terbius, dilakukan penimbangan BB, pengukuran
IMT dan pemeriksaan glukosa darah.
Penimbangan BB untuk masing-masing monyet dilakukan dengan alat
timbangan yang sudah disediakan. Setelah itu, dilakukan pengukuran IMT dengan
cara bobot badan (kg) yang sudah diketahui dibagi dengan tinggi duduk yang
dipangkat dua (m2). Data IMT digunakan sebagai data penunjang untuk
Gambar 2 Penimbangan bobot badan dan pengukuran indeks massa tubuh monyet ekor panjang. Sumber : Chusnul Choliq (koleksi pribadi).
Pengambilan darah dilakukan setelah penimbangan BB dan pengukuran
IMT. Ketika monyet ekor panjang masih dalam keadaan terbius, bagian tubuh
yang akan diambil darahnya (v. femoralis) dibersihkan terlebih dulu menggunakan
alkohol 70% dan dibiarkan sampai kering. Selanjutnya, pengambilan darah sekitar
5 ml dilakukan dengan cara menyuntikkan jarum pada bagian kulit yang berada di
atas v. femoralis menggunakan spoit 5 ml hingga masuk ke lumen v. femoralis,
kemudian darah diambil dan dimasukkan ke tabung sampel darah secara
perlahan-lahan melalui dinding tabung yang bersih dan kering, tanpa antikoagulan dan
didiamkan selama 15 menit dalam suhu kamar.
Gambar 3 Pengambilan darah melalui vena femoralis monyet ekor panjang. Sumber : Chusnul Choliq (koleksi pribadi).
Darah yang sudah didiamkan selama 15 menit disentrifus dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit untuk menghasilkan serum, berupa cairan jernih
berwarna kuning muda. Kemudian, pemeriksaan glukosa darah dilakukan dengan
metode glukosa oksidase (GOD). Tiga buah tabung reaksi 5 ml disiapkan, tabung
pertama berisi reagen 1000 µl, tabung kedua berisi reagen 1000 µl dan sampel
serum 10 µl, dan tabung ketiga berisi reagen 1000 µl dan larutan standar 10 µl
(larutan standar berisi glucose 100 mg/dl) tanpa pengenceran. Ketiga tabung
tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 5 menit. Dalam penelitian ini, reagen
glukosa darah yang digunakan berasal dari produk Human no. catalog 10-260
dengan komposisi phosphatebuffer (pH 7,5), 4-aminophenazoid (0,25 mmol/l),
phenol (0,75 mmol/l), glucoseoxidase (>15 KU/l), peroxsidase (>1,5 KU/l), dan
mutarotase (>2,0 KU/l). Kemudian nilai kadar glukosa darah dibaca
menggunakan alat spektrofotometer analiser BS 3000P dengan program C/St,
panjang gelombang 546 nm dan faktor 36,77.
Analisis Data
Data yang ditampilkan merupakan hasil rerata dari masing-masing
parameter (BB, IMT, dan glukosa darah) bagi setiap kelompok perlakuan. Hasil
tersebut dianalisis lebih lanjut menggunakan metode General Linear Model
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan
Berdasarkan hasil penimbangan BB monyet ekor panjang, penambahan
nikotin cair pada kedua kelompok pakan terdapat kecenderungan penurunan BB
dibandingkan sebelum diberi nikotin cair. Selanjutnya, data hasil penelitian
terhadap rerata BB monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rerata bobot badan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II
Bobot Badan (kg)
0 4,53 ± 0,69a 4,92 ± 0,19a
1 4,39 ± 0,59a 4,70 ± 0,24a
2 4,42 ± 0,58a 4,84 ± 0,31a
3 4,44 ± 0,59a 5,04 ± 0,45a
Keterangan : Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin.
Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang untuk
kelompok I (lemak sapi) dan kelompok II(monkey chow) tidak nyata dipengaruhi
oleh perlakuan pakan ditambah nikotin cair (P>0,05), namun nyata dipengaruhi
oleh waktu (bulan) intervensi nikotin cair (P<0,05). Semakin lama waktu
penambahan nikotin cair dalam pakan perlakuan, maka semakin meningkat pula
efek dari faktor-faktor yang menurunkan asupan energi, asupan makanan, dan
pengeluaran energi yang diikuti dengan penurunan BB.
Penurunan BB mulai terjadi pada bulan ke-1 setelah intervensi nikotin,
namun terjadi peningkatan kembali pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk
masing-masing kelompok. Kelompok I mengalami penurunan sebesar 0,11 kg (2,43%)
dari 4,53±0,69 kg menjadi 4,42±0,58 kg, sedangkan kelompok II mengalami
penurunan sebesar 0,08 kg (1,62%) dari 4,92±0,19 kg menjadi 4,84±0,31 kg.
Berdasarkan analisis statistik, rerata BB monyet ekor panjang selama intervensi
Peningkatan rerata BB monyet ekor panjang pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk
perlakuan kelompok I diakibatkan oleh konsumsi lemak yang tinggi (20,80%)
melebihi batas normal kebutuhan jaringan tubuh (5-9%), sehingga terjadi
penimbunan lemak di jaringan adiposa dan intramuskular yang memungkinkan
terjadinya peningkatan BB. Kelompok II mengalami peningkatan BB lebih tinggi
dibandingkan kelompok I pada bulan ke-2 dan ke-3, hal ini diakibatkan oleh
konsumsi dan absorpsi protein yang lebih tinggi (26,82%) dari normal (8%)
(Frandson 1993; NRC 2003; Almatsier 2003).
Kelebihan protein dapat disimpan dalam bentuk lemak tubuh sebagai
cadangan energi. Protein mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan
dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon diubah menjadi lemak dan disimpan di
tubuh, sehingga memicu terjadinya peningkatan BB bila dikonsumsi dalam
jumlah banyak dan waktu yang lama (Frandson 1993; Almatsier 2003; Grisham &
Garret 2005). Peningkatan BB dapat pula disebabkan oleh kandungan serat kasar
yang relatif rendah (2,12-2,25%), sehingga penyerapan pakan menjadi lebih tinggi
dan memicu terjadinya peningkatan BB. Kandungan serat kasar yang ideal untuk
monyet ekor panjang berkisar antara 2,50 sampai 8,00% (NRC 2003).
Selanjutnya, profil penurunan rerata bobot badan monyet ekor panjang dari setiap
kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 4.
4
Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang tidak
dipengaruhi oleh perlakuan pakan ditambah nikoin cair (P<0,05). Hal ini sesuai
dengan penelitian Chatkin dan Chatkin (2007), bahwa pemberian nikotin cair
yang memiliki sistem penyampaian pada neurotransmiter di otak hanya
menurunkan kebutuhan asupan energi, sehingga terjadi penurunan asupan
makanan dan secara tidak langsung mempengaruhi penurunan BB. Selain itu,
penurunan asupan makanan juga diakibatkan oleh meningkatnya efek dari
faktor-faktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan
makanan dan pengeluaran energi.
Pengaruh leptin pada penurunan asupan makanan terjadi melalui sinyal dari
leptin ke pusat hipotalamus yang mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu
tubuh, metabolisme glukosa, dan penggunaan energi (Mantzoros 1999; Sugiharto
2007). Selain itu, penurunan rasa lapar dan konsumsi makanan sebagian terjadi
melalui inhibisi (penekanan) aktivitas neuropeptida Y sebagai stimulator yang
sangat penting dari perilaku konsumsi makanan.
Indeks Massa Tubuh
Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan bahwa
pemberian nikotin berpengaruh pada kedua perlakuan pakan. Data hasil penelitian
terhadap rerata IMT monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin
dapat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rerata indeks masa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II
IMT (kg/m2)
0 23,41±2,23ab 24,71±0,57a
1 22,72±1,91ab 23,60±0,85ab
2 22,87±1,62ab 24,30±1,02a
3 21,60±2,05b 25,06±2,19a
Berdasarkan hasil analisis ragam, penurunan IMT nyata dipengaruhi oleh
perlakuan pemberian pakan (P<0,05). Nilai IMT pada kelompok I sebelum
dilakukan intervensi nikotin adalah sebesar 23,41±2,23 kg/m2 dan kelompok II
sebesar 24,71±0,57 kg/m2. Berdasarkan klasifikasi IMT untuk orang Asia menurut
WHO, kelompok I dan kelompok II tergolong ke dalam kriteria pre obes
(23,00-24,90 kg/m2).
Selama 3 bulan intervensi nikotin, IMT untuk masing-masing kelompok
monyet mengalami penurunan, namun pada bulan ke-3 terjadi peningkatan IMT
untuk kelompok II. Penurunan rerata IMT untuk kelompok I adalah sebesar 1,02
kg/m2 (4,35%) dari 23,41±2,23 kg/m2 menjadi 21,60±2,05 kg/m2, sehingga terjadi
penurunan kriteria dari pre obes menjadi normal (18,50-22,99 kg/m2), sedangkan
penurunan rerata IMT untuk kelompok II terjadi pada bulan ke-2 sebesar 0,41
kg/m2 (1,70%) dari 24,71±0,57 kg/m2 menjadi 24,30±1,02 kg/m2, kelompok ini
masih tetap dalam kriteria pre obes.
Secara keseluruhan, nilai rerata IMT pada monyet ekor panjang mengalami
penurunan selama pemberian nikotin cair untuk kedua kelompok perlakuan.
Selanjutnya, profil penurunan rerata IMT monyet ekor panjang dari setiap
kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 5.
19
Berdasarkan Gambar 5, penambahan nikotin cair pada kelompok I
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap penurunan IMT dan terus
menurun dari bulan ke-1, ke-2, dan ke-3. Sedangkan penambahan nikotin cair
pada kelompok II hanya mampu menurunkan IMT pada bulan ke-1 dan meningkat
kembali pada bulan ke-2 dan ke-3.
Penurunan IMT monyet ekor panjang kemungkinan besar dipengaruhi oleh
hormon leptin dan neuropeptida Y yang terlibat dalam konsumsi nikotin, karena
efek dari pemberian nikotin cair adalah meningkatkan aktivitas leptin yang
berperan dalam mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh dan
penggunaan energi (Filozof et al. 2004; Sugiharto 2007). Selain itu, nikotin juga
menghambat aktivitas neuropeptida Y yang merupakan stimulator penting dari
perilaku konsumsi makanan sehingga terjadi penurunan rasa lapar dan konsumsi
pakan.
Peningkatan IMT pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk kelompok II
kemungkinan diakibatkan oleh konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok I, yaitu sebesar 70,83% berdasarkan penelitian sebelumnya dengan
hewan yang sama (Zakariah 2010), sehingga kelebihan protein tersebut akan
disimpan dalam bentuk lemak yang mengakibatkan terjadinya peningkatan IMT
(Guyton 1996). Berdasarkan Almatsier (2003), konsumsi makanan yang
mengandung tinggi protein dalam jangka waktu lama akan disimpan di jaringan
adiposa.
Peningkatan dan penurunan IMT untuk kedua kelompok perlakuan dapat
pula disebabkan oleh respon yang berbeda-beda dari masing-masing individu
terhadap masing-masing pakan yang diberikan. Faktor yang mengakibatkan
terjadinya variasi respon ini adalah gen, seperti yang dikemukakan oleh Yang et
al. (2007) bahwa genetik memberikan pengaruh yang besar terhadap IMT dan BB
Glukosa Darah
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah monyet ekor panjang
sebelum dan selama intervensi nikotin, kedua kelompok perlakuan memberikan
gambaran glukosa darah yang berbeda. Data hasil penelitian terhadap rerata kadar
glukosa darah sebelum dan selama intervensi nikotin disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II
Glukosa Darah (mg/dl)
0 57,20±20,49ab 71,20±28,80a 1 44,80±9,52b 51,60±11,00ab 2 48,60±8,85ab 51,60±11,81ab 3 33,60±17,56b 51,00±11,81ab Keterangan : Hurup superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
nilai berbeda nyata (P<0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin.
Berdasarkan hasil analisis ragam, bahwa kadar glukosa darah nyata
dipengaruhi oleh waktu (bulan) intervensi nikotin (P<0,05). Rerata kadar glukosa
darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin pada kelompok
I mengalami penurunan sebesar 23,60 mg/dl (41,30%) dari 57,20±20,49 mg/dl
menjadi 33,60±17,56 mg/dl. Glukosa darah pada kelompok II sebelum intervensi
nikotin berada di atas normal, namun setelah intervensi nikotin mengalami
penurunan sebesar 20,20 mg/dl (28,40%) dari 71,20±28,80 mg/dl menjadi
51,00±11,81 mg/dl. Glukosa darah normal monyet ekor panjang yaitu 48 mg/dl
sampai 69 mg/dl (Fortman et al. 2002).
Berdasarkan Tabel 9 di atas, penurunan glukosa darah pada bulan ke-3
terjadi karena adanya pengurangan aktivitas tubuh dan konsumsi pakan.
Pengurangan jumlah konsumsi pakan diakibatkan oleh meningkatnya efek dari
faktor-faktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam
asupan makanan dan pengeluaran energi (Filozof et al. 2004).
Penurunan kadar glukosa darah pada bulan ke-1, ke-2, dan ke-3 terjadi
karena pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi
adalah hormon protein yang diproduksi dari lemak di jaringan adiposa yang
memiliki pengaruh penting dalam mengendalikan asupan makanan, metabolisme
glukosa, metabolisme lemak, dan pengeluaran energi. Leptin mengaktifkan bagian
spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan,
peningkatan pengeluran energi, metabolisme glukosa, dan lemak (Mantzoros
1999; Richards et al. 2000; Sugiharto 2007).
Menurut Chen et al. (2002), leptin menyediakan informasi ke pusat saraf
dalam mengatur tingkah laku makan, nafsu makan, dan pengeluaran energi. Selain
itu, nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitter di otak yang
berfungsi menurunkan kebutuhan akan asupan energi sehingga terjadi penurunan
asupan makanan dan menekan aktivitas neuropeptida Y yang berperan dalam
perilaku konsumsi pakan (Chatkin & Chatkin 2007).
Kelompok I pada bulan ke-2 menunjukkan adanya sedikit peningkatan
kadar glukosa darah dibandingkan pada bulan ke-1. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan aktivitas tubuh, seperti merawat diri, menggaruk-garuk badan, tangan
dan kaki pada penelitian sebelumnya dengan hewan coba yang sama (Zakariah et
al. 2010) sehingga diperlukan energi yang lebih banyak untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas tersebut. Peningkatan aktivitas tubuh mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
diperlukan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah yang
langsung dialirkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan glukosa sebagai sumber
energi. Selain dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi, glukosa darah juga
dihasilkan dari glikogen di dalam hati (Almatsier 2003).
Peningkatan glukosa darah pada bulan ke-2 tidak berlangsung lama dan
menurun kembali pada bulan berikutnya. Hal ini terjadi karena peningkatan
glukosa darah setelah konsumsi pakan akan merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikkan kadar glukosa darah yang
lebih lanjut (Hembing 2008). Selain itu, penurunan glukosa darah juga disebabkan
oleh pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi
metabolisme jaringan adiposa untuk menghasilkan hormon leptin yang berfungsi
menurunkan asupan makanan, meningkatkan metabolisme glukosa, lemak, dan