• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN KEDUA

SKRIPSI

DIANTI DESITA SARI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

DIANTI DESITA SARI. D14051159. 2009. Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Berenergi Tinggi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria S.Pt, MSi Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer

Prevalensi obesitas semakin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia saat ini tergolong obes. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang. Jumlah penderita obesitas semakin meningkat dan kalangannyapun semakin luas. Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak secara berlebih di dalam tubuh. Proses obesitas ini dapat dilihat pada salah satu primata yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan berenergi tinggi dan diharapkan mengalami kegemukan (obesitas). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh pemberian pakan berenergi tinggi pada periode empat bulan kedua (delapan bulan) terhadap profil darah pada masa pembentukan monyet obes.

Penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu Juli hingga Oktober 2008 di PT IndoAnilab Taman Kencana dan pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi dan Lipid, Pusat Studi Satwa Primata-IPB (PSSP-IPB), Bogor. Pemberian pakan pada 15 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dibagi dalam tiga kelompok sama banyak yang terdiri dari kelompok pakan A yang berbahan dasar lemak sapi dengan kandungan energi 4,48 Kal/kg dan kelompok pakan B berbahan dasar lemak sapi dan kuning telur dengan kandungan energi 4,21 Kal/kg serta kelompok pakan C yaitu pakan komersial yang berbentuk biskuit (padat, kering dan agak keras) bermerk monkey chow dengan kandungan energi 4,67 Kal/kg. Peubah yang diamati adalah jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) dan diferensiasi sel darah putih (jumlah neutrofil, eosinofil, limfosit, monosit dan basofil).

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa hematologi Macaca fascicularis sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh perlakuan pakan yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH). Periode yang tersarang pada perlakuan pakan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC), serta nyata (P<0,05) mempengaruhi jumlah monosit. Hubungan erat terjalin positif antar peubah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit serta pada MCV, MCH dan MCHC. Hubungan erat negatif terjalin antara jumlah limfosit dengan jumlah neutrofil. Pakan B sama pengaruhnya dengan pakan C (monkey chow) terhadap profil darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua.

Kata-kata kunci: monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), obesitas, pakan energi tinggi, profil darah

(3)

ABSTRACT

Long-tailed Macaque’s (Macaca fascicularis) Haematology Fed by High Energy Diet for Four Months at Second Obese Periods

Dianti D. S., Jakaria, and S.S. Mansjoer

The aim of this research was to observe Macaque’s (Macaca fascicularis) blood and get information of the haematology. This research was done during four months with four times collected, at IndoAnilab, Taman Kencana, Bogor and were analysed in pathology and lipid laboratory of primate centre, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Bogor. Macaca fascicularis were being fed with three kinds of diets. Two kinds were high energy diet with different composition, both with tallow but one with yolk egg and the other one with monkey chow. There were fifteen adult males M. fascicularis and every five monkeys got different maintenance. This research observed erythrocytes number (million/ml), haemoglobin concentration (g/dl), hematocrit value (%), Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) the differentiations of leucocytes (eosinophil, neutrophil, basophil, lymphocyte and monocyte). The results of this research were high energy diet extremely significant (P<0.01) affected in erythrocytes number, haemoglobin concentration, hematocrit value, MCV and MCH. Periods nested in treatment extremely significant (P<0.01) affected in erythrocytes number, haemoglobin concentration, hematocrit value, MCHC and significant (P<0.05) affected in monocyte. Positive relationship was present between erythrocytes number, haemoglobin concentration and hematocrit value as well as MCV, MCH and MCHC. Negative relationship was present between lymphocyte and neutrophil. The highest influence showed in high energy diet with tallow and yolk egg.

Keywords: haematology, high energy diet and long-tailed macaque (Macaca fascicularis)

(4)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN KEDUA

DIANTI DESITA SARI D14051159

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca

fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI

TINGGI PADA PERIODE OBESITAS

EMPAT BULAN KEDUA

Oleh

DIANTI DESITA SARI D14051159

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 20 Agustus 2009

Pembimbing Utama

Dr. Jakaria S.Pt, MSi

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr

Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Sri S. Mansjoer

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1987 di Palu, Sulawesi Tengah. Penulis

adalah anak terakhir dari dua bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Bachruddin dan

Ibu Tri Apriyani.

Pendidikan

taman

kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1992 di TK Putra Palu

dan pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 3 Palu. Pendidikan lanjutan

menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMPN 1 Palu dan pendidikan

lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 1 Palu.

Penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan sistem Mayor Minor dan

pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama

mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kepanitiaan dalam acara

IPB maupun acara Fakultas.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

nikmat, ilmu, dan atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Profil Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan

Berenergi Tinggi pada Periode Obesitas Empat Bulan Kedua. Shalawat serta salam

senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Peternakan pada Program Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran

serta dalam dunia peternakan. Harapan penulis dalam menyusun skripsi ini yaitu

penambahan pengetahuan terhadap profil darah pada individu yang mengkonsumsi

makanan berenergi tinggi, khususnya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan

manusia pada umumnya. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberi gambaran sehingga

jumlah penderita penyakit yang disebabkan kelebihan bobot badan (obesitas) dapat

dikurangi atau dicegah dengan metode yang tepat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap

agar skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, dan dapat menambah

khazanah ilmu pengetahuan serta digunakan dalam pengembangan peternakan di masa

yang akan datang.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ...

ABSTRACT ...

RIWAYAT HIDUP ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN ...

Latar Belakang ...

Perumusan Masalah ...

Tujuan ...

Manfaat ...

TINJAUAN PUSTAKA ...

Monyet Ekor Panjang ...

Klasifikasi ...

Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang ...

Habitat dan Kandang ...

Karakteristik ...

Pakan ...

Obesitas ...

Darah ...

Benda-benda Darah ...

Sindrom Metabolik ...

METODE ...

Lokasi dan Waktu ...

Materi ...

Hewan Percobaan ...

Kandang ...

Pakan Penelitian ...

Pemeriksaan Darah ...

Rancangan ...

Prosedur ...

Prosedur Umum ...

i

ii

iii

iv

v

vii

ix

x

1

1

2

2

2

3

3

3

4

5

6

7

11

13

14

17

19

19

19

19

19

20

22

23

24

24

(9)

ii

Pengambilan Contoh Darah ...

Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah ...

Pengumpulan Data Kadar Hemoglobin ...

Pengumpulan Data Nilai Hematokrit ...

Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume

(MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

(MCHC) ...

Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah,

Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit, MCV,

MCH, MCHC Menggunakan Alat (Hematology

Analyzer) ...

Pengumpulan Data Diferensiasi Leukosit ...

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Profil Darah Monyet Ekor Panjang ...

Pemeriksaan Darah Merah ...

Jumlah Sel Darah Merah ...

Kadar Hemoglobin ...

Nilai Hematokrit ...

Mean Corpuscular Volume (MCV) ...

Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) ...

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration

(MCHC) ...

Diferensiasi Sel Darah Putih ...

Jumlah Neutrofil ...

Jumlah Eosinofil ...

Jumlah Basofil ...

Jumlah Limfosit ...

Jumlah Monosit ...

Hubungan Antar Sifat ...

Bahasan Umum ...

KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ...

Saran ...

UCAPAN TERIMA KASIH ...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN ...

25

25

26

26

26

27

27

28

28

28

28

30

32

33

35

37

38

39

40

42

42

44

45

51

55

55

55

56

57

61

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa ...

2. Kandungan Beberapa Buah Segar per 100 gram ...

3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan

Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal ...

4. Keadaan Normal Fisiologis dan Biologis Monyet ...

5. Nilai Normal Hematokrit Monyet ...

6. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik ...

7. Komposisi Pakan A dan Pakan B yang Digunakan dalam

Penelitian ...

8. Hasil Analisis Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan ...

9. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%) Jumlah

Sel Darah Merah Macaca fascicularis ...

10. Rataan, Simpangan dan Nilai Koefisien Keragaman (%)

Konsentrasi Hemoglobin Macaca fascicularis ...

11. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Nilai

Hematokrit Macaca fascicularis ...

12. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%)

Mean Corpuscular Volume (MCV) Macaca fascicularis ...

13. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%)

Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) Macaca fascicularis ...

14. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman (%)

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

Macaca fascicularis ...

15. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah

Neutrofil Macaca fascicularis ...

16. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah

Eosinofil Macaca fascicularis ...

17. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah

Limfosit Macaca fascicularis ...

18. Rataan, Simpangan Baku dan Nilai Koefisien Keragaman Jumlah

Monosit Macaca fascicularis ...

19. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor

Panjang pada Pengukuran Bulan ke-4 ...

8

9

9

12

17

18

20

21

29

31

32

34

35

37

39

41

43

44

46

(11)

iv

20. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor

Panjang pada Pengukuran Bulan ke-5 ...

21. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor

Panjang pada Pengukuran Bulan ke-6 ...

22. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor

Panjang pada Pengukuran Bulan ke-7 ...

23. Nilai Korelasi dan Nilai-P Hematologi Darah Monyet Ekor

Panjang pada Pengukuran Bulan ke-8 ...

24. Perubahan Nilai Hematologi pada Periode Obesitas Empat Bulan

Kedua ...

47

49

50

51

53

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis ...

2. Monyet Ekor Penjang (Macaca fascicularis) yang Menunjukkan

Tanda Obesitas ...

3. Kandang Individu, House Fan dan Alat Pembersih ...

4. Bentuk Pakan yang Digunakan dalam Penelitian ...

5. Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltax ...

6. Grafik Jumlah Sel Darah Merah Macaca fascicularis ...

7. Grafik Kadar Hemoglobin Macaca fascicularis ...

8. Grafik Nilai Hematokrit Macaca fascicularis ...

9. Grafik Mean Corpuscular Volume Macaca fascicularis ...

10. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Macaca fascicularis ...

11. Grafik Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration Macaca

fascicularis ...

12. Grafik Jumlah Neutrofil Macaca fascicularis ...

13. Grafik Jumlah Eosinofil Macaca fascicularis ...

14. Grafik Jumlah Limfosit Macaca fascicularis ...

15. Grafik Jumlah Monosit Macaca fascicularis ...

4

12

19

22

23

30

31

33

34

36

38

40

41

43

45

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Ragam Jumlah Sel Darah Merah ...

2. Hasil Analisis Ragam Kadar Hemoglobin ...

3. Hasil Analisis Ragam Nilai Hematokrit ...

4. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Volume (MCV) ...

5. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) ...

6. Hasil Analisis Ragam Mean Corpuscular Haemoglobin

Concentration (MCHC) ...

7. Hasil Analisis Ragam Jumlah Neutrofil ...

8. Hasil Analisis Ragam Jumlah Eosinofil ...

9. Hasil Analisis Ragam Jumlah Limfosit ...

10. Hasil Analisis Ragam Jumlah Monosit ...

64

64

64

64

65

65

65

65

66

66

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perhatian terhadap masalah kesehatan akhir-akhir ini semakin meningkat. Prevalensi obesitas saat ini semakin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia tergolong overweight atau obes. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang karena kesejahteraan masyarakat meningkat dan berkembangnya tempat-tempat makanan siap saji. Prevalensi obesitas di Eropa berkisar antara 10-40% dalam 10 tahun terakhir ini. Kini, banyak masyarakat di negara berkembang, seperti Indonesia, mengalami masalah kegemukan (obesitas). Kegemukan biasanya disebabkan ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan yang dibutuhkan oleh tubuh itu sendiri.

Obesitas adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang dapat menyebabkan berbagai efek negatif bagi tubuh. Orang yang dianggap obes adalah yang memiliki Body Mass Index (BMI) 30 kg/m2 atau lebih. Anggapan lain yaitu bila seseorang memiliki kelebihan bobot badan akibat dari terdeposisinya lemak dengan bobot badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran bobot badan normal. Faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas antara lain genetik, lingkungan dan psikis. Obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi, antara lain penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, hipertensi, stroke dan penyakit jantung, sehingga penting untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap metabolisme tubuh.

Proses obesitas dapat terjadi pada salah satu primata yang dijadikan hewan percobaan agar mengalami kegemukan dengan memberi pakan yang berenergi tinggi. Hal ini disebabkan satwa primata merupakan mamalia yang memiliki banyak kemiripan dengan manusia dalam hal anatomi maupun fisiologi. Jenis satwa primata yang sering digunakan dalam penelitian adalah monyet Asia, terutama monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) karena mudah ditemukan dan dapat ditangkarkan.

Informasi mengenai profil darah pada tubuh satwa primata yang diberikan pakan berenergi tinggi diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran bagi manusia yang biasa mengkonsumsi pangan berenergi tinggi, meskipun proses primata ini untuk kemudian menjadi obese tidak terjadi dalam hitungan bulan. Hal ini penting

(15)

2 mengingat obesitas tidak hanya menyebabkan adanya perubahan fisik yang

mengganggu aktivitas, tetapi juga memicu terjadinya penyakit lain yang berhubungan dengan darah atau saluran pembuluh darahnya.

Perubahan fisiologis dapat merubah gambaran darah. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, jenis kelamin, keadaan gizi, latihan, kesehatan, cekaman, proses produksi darah, emosi, kebuntingan dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan.

Perumusan Masalah

Hewan obes diperlukan untuk percobaan dalam bidang kesehatan manusia. Meningkatnya penelitian di bidang itulah, maka kini kebutuhan terhadap monyet obes meningkat. Pembentukan monyet obes telah dilakukan pada periode empat bulan pertama dan hasilnya belum memperlihatkan signifikansi pada ciri-ciri hewan obes serta perubahan hematologi yang terjadi tidak mengganggu fisiologis dan metabolis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan pada empat bulan berikutnya, meliputi aktivitas makan serta kemungkinan perubahan dalam kesehatan yang ditunjukkan pada perubahan hematologi yaitu jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) dan diferensiasi leukosit (neutrofil, eosinofil, limfosit, monosit dan basofil).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi pengaruh pemberian pakan berenergi tinggi pada periode empat bulan kedua terhadap profil darah pada masa pembentukan monyet obes.

Manfaat

Hasil penelitian dapat memberikan informasi secara spesifik tentang karakteristik profil darah hewan model monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai indikator terjadinya metabolik sindrom pada proses obesitas.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Lang (2006) taksonomi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai berikut :

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Sub Ordo : Anthropoidea Infra Ordo : Catarrhini Super Famli : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Sub Spesies : M. f. atriceps, M. f. aurea, M. f. condorensis, M. f. fascicularis, M. f. fusca, M. f. karimondjawae, M. f. lasiae, M. f. philipines, M. f. tua, M. f. umbosa.

Monyet ekor panjang sering disebut juga long-tailed macaque, crab eating monkey, dan cinomolgus monkey. Nama lokal monyet ekor panjang di berbagai daerah di Indonesia adalah Cigaq (Minangkabau), Karau (Sumatera), Warik (Kalimantan), Warek (Dusun), Bedes (Tengger), Ketek (Jawa), Kunyuk (Sunda), Motak (Madura) dan Belo (Timor) (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah satwa primata yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk berjalan dan berlari (quandrapedalisme), memiliki ekor yang lebih panjang dari panjang kepala dan badan. Disamping itu memiliki bantalan duduk (ischial sallosity) yang melekat pada tulang duduk (ischial) dan memiliki kantong makanan di pipi (cheek pouches) (Napier dan Napier, 1985).

Lekagul dan McNeely (1977) juga menjelaskan Macaca fascicularis dinamakan monyet ekor panjang karena memilki ekor yang panjang, berkisar antara 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan tubuh. Ukuran tubuh jantan adalah 412 mm hingga 648 mm dengan bobot badan 4,7 kg hingga 8,3 kg. Betina mempunyai panjang 385 mm hingga 503 mm dan bobot badan 2,5 kg hingga 5,7 kg.

(17)

4 Ekor berbentuk silindris dan muskular serta ditutupi oleh rambut. Monyet ekor

panjang dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: NBII (2009)

Gambar 1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memiliki panjang tubuh berkisar antara 385 mm hingga 668 mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5 kg hingga 8,0 kg, sedangkan bobot tubuh rata-rata betina 3 kg. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa monyet jantan dewasa mempunyai bobot badan berkisar antara 5,5 kg hingga 10,9 kg dan betina antara 4,3 kg hingga 10,6 kg.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai dua warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan berbagai variasi warna menurut musim, umur dan lokasi (Lekagul dan McNeely, 1977). Napier dan Napier (1985) secara umum menyatakan warna bulu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) agak kecoklatan sampai abu-abu, pada bagian punggung lebih gelap dibanding dengan bagian perut dan dada, rambut kepalanya pendek tertarik kebelakang dahi, rambut-rambut sekeliling wajahnya berbentuk jambang yang lebat, ekornya tertutup bulu halus.

Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang

Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena secara anatomis dan

(18)

5 fisiologis satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan

hewan model lainnya (Sajuthi et al., 1993).

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), jenis satwa primata yang sangat sering digunakan dalam penelitian adalah monyet asia, terutama Monyet rhesus (Macaca mulata) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Bennett et al. (1995) menyatakan bahwa nilai ilmiah satwa primata untuk penelitian biomedis diperoleh dari persamaan ciri anatomi dan fisiologis karena kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek.

Menurut Sulaksono (2002), bahwa variasi nilai rujukan parameter faal Macaca fascicularis menurut sentra hewan dan jenis kelamin, masih dalam batas yang dapat ditolerir untuk hewan percobaan yang dipelihara dengan kondisi pemeliharaan konvensional, sehingga dengan demikian para peneliti Indonesia yang menggunakan kera sebagai model penelitiannya dapat menggunakan nilai rujukan tersebut sebagai salah satu referensinya.

Pemeliharaan monyet sebagai hewan penelitian harus memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh sebuah komisi kesejahteraan hewan. Menurut Moss (1992) kesejahteraan dalam arti luas yaitu menyangkut masalah fisik atau mental dari hewan dan dapat bertingkah laku sesuai dengan kebiasaannya di alam bebas. Komisi kesejahteraan memperhitungkan keselamatan hewan, orang disekitarnya dan kemungkinan terjadi kecelakaan kerja. Komisi tersebut memutuskan yang terbaik bagi hewan yaitu mendapat cukup kebebasan dalam bergerak tanpa kesulitan berputar, merawat diri, berdiri, berbaring dan merengangkan badan. Komisi ini juga mempertimbangkan keadaan pakan yang diberikan. Hewan harus terbebas dari rasa lapar dan haus.

Habitat dan Kandang

Habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar mulai dari hutan hujan tropika, hutan musim sampai hutan rawa-mangrove. Disamping itu juga terdapat di hutan iklim sedang (Cina dan Jepang) (Napier dan Napier, 1985). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup pada habitat hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1.000 m di atas permukaan laut.

(19)

6 Menurut Napier dan Napier (1985), habitat dan penyebarannya ditentukan

oleh beberapa hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup yaitu sumber makanan, sungai atau mata air, dan pohon untuk tidur dan beristirahat. Keterbatasan sumber makanan dan minuman menyebabkan kemungkinan adanya daerah tertentu yang merupakan daerah jelajah dari dua kelompok atau lebih. Perkelahian kelompok sering terjadi untuk memperebutkan wilayah jelajah tersebut.

Kandang monyet harus mempertimbangkan keperluan tingkah laku, emosi, dan sosial. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tidak boleh dikandangkan sendirian dan terpencil, karena akan menimbulkan suatu bentuk cekaman yang mengganggu proses tingkah laku dan fisiologi normal. Satwa primata harus dikandangkan di ruang atau daerah sejauh mungkin dari kandang hewan lain. Syarat ini untuk mengurangi resiko penularan penyakit dan keamanan dalam memelihara (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Sajuthi (1984) menyatakan, kandang monyet harus dibuat dengan konstruksi yang kuat. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan yang disebabkan dari monyet itu sendiri. Jenis kandang kelompok yang terbuat dari ram kawat perlu dilengkapi tempat peristirahatan yang agak tinggi dan bentuknya harus memadai. Kandang individu harus dilengkapi dinding belakang geser (kandang jepit), sehingga monyet dapat didorong ke bagian depan kandang. Fungsi kandang tersebut untuk mempermudah dalam melakukan pemeriksaan, pemberian obat atau penyuntikan dan penanganan lain yang harus dilakukan terhadap monyet tersebut. Setiap jenis kandang baik kandang kelompok maupun kandang individu harus dilengkapi dengan tempat makan dan minum yang memadai dan cukup kuat.

Karaktiristik

Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa monyet ekor panjang bersifat diurnal (aktivitas harian pada siang hari), teresterial (banyak melakukan aktivitas di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa. Monyet ekor panjang hidup dalam grup dengan sistem multimale atau multifemale yang terdiri dari 6–58 individu. Sistem hierarki di dalam grup berdasarkan sistem metrilineal.

Menurut Davies dan Krebs (1978), tingkah laku atau aktivitas hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam individu. Faktor dari

(20)

7 dalam antara lain hormon dan sistim syaraf, sedangkan faktor luar yang berpengaruh

terhadap aktivitas hewan adalah cahaya, suhu, suara dan kelembaban.

Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa genus Macaca sp. memiliki lama hidup 25–30 tahun, lama bunting 167 hari, umur disapih 5–6 bulan, umur dewasa 4,5–6,5 tahun, umur dikawinkan 36–48 bulan, siklus estrus 31 hari, periode estrus tiga sampai empat hari. Perkawinan terjadi sewaktu-waktu, ovulasi spontan pada hari kedua belas atau ketiga belas pada siklus estrus, implantasi 15–21 hari sesudah fertilisasi, jumlah anak satu ekor, jarang terjadi beranak dua ekor. Pakan

Ransum berupa campuran beberapa jenis bahan pakan yang diberikan kepada hewan untuk sehari semalam selama seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Hewan mengkonsumsi pakan bertujuan untuk mendapatkan zat-zat makanan yang berguna dalam berbagai proses dan fungsi dalam tubuhnya, seperti kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Monyet akan menghentikan konsumsinya jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi (Ensminger et al., 1990).

Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) termasuk hewan omnivora atau pemakan segala macam makanan. Jenis makanan yang dimakan oleh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) antara lain buah-buahan, akar-akaran, daun-daunan, serangga, hasil pertanian dan molusca. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa dalam keadaan liar, monyet mencari berbagai makanan seperti buah-buahan, akar, daun muda, serangga, tempayah, biji-bijian, keong, bangsa udang dan telur burung.

Inglis (1980) menyatakan, bahwa kandungan zat makanan monyet terdiri 45-55% karbohidrat, 15-20% protein kasar, 3-5% lemak kasar, 2,5-5,5% serat kasar, 0,86% kalsium dan 0,47 fosfor. Makanan yang diberikan setiap hari sejumlah 4% dari bobot badan satwa (Sajuthi, 1984). Menurut Junaedi (2001), pakan yang diberikan untuk monyet jantan dewasa 160 g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80 g/ekor/hari. Kebutuhan nutrisi bagi monyet ekor panjang dewasa dapat dilihat pada Tabel 1.

(21)

8 Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Monyet Ekor Panjang Dewasa

Zat makanan Kadar

Protein kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak (%)

Essential n-3 fatty acids (%) Essential n-6 fatty acids (%) Ca (%) P (%) Mg (%) Fe (mg·kg-1) Mn (mg·kg-1) Cu (mg·kg-1) Vitamin A (IU·kg-1) Vitamin D (IU·kg-1) Vitamin K (IU·kg-1) Thiamin (mg·kg-1) Riboflavin (mg·kg-1) Asam pantotenik (mg·kg-1) Niasin (mg·kg-1) Vitamin B6 (mg·kg-1) Biotin (mg·kg-1) Folasin (mg·kg-1) Vitamin B12 (mg·kg 1) Vitamin C (mg·kg-1) Energi (Kal/kg/hari) 8,00 2,00-8,00 5,00-9,00 0,50 2,00 0,55 0,33 0,04 100,00 44,00 15,00 10.000,00-15.000,00 2.000,00-9.000,00 68,00 15,00-30,00 25,00-30,00 20,00 50,00-110,00 4,40 100,00 1,50 0,01 1,00-25,00 0,72-1,20 Sumber : National Research Council, 2003

Iwamoto (1980) menyatakan, bahwa komposisi nutrisi pakan alami pada umumnya terdiri atas daun-daunan yang banyak mengandung selulosa struktural dan buah-buahan serta biji-bijian yang banyak mengandung lipida. Pakan yang sengaja dibuat pada umumnya memiliki kandungan sedikit serat kasar, karbohidrat yang mudah tersedia (seperti ubi jalar, apel, gandum dan padi), protein kasar (seperti kacang kedelai) atau lipid (seperti kacang tanah), yang ketiga zat makanan tersebut proporsinya dalam ransum cukup tinggi.

(22)

9 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat tumbuh baik di dalam

kandang dengan makanan yang terdiri dari buah-buahan, nasi, roti, dedaunan hijau yang ditambah daging, susu, telur dan lain-lain. Masing-masing jenis makanan mempunyai proporsi yang tersendiri bagi monyet (Junaedi, 2001). Monyet yang dikandangkan dapat diberi makanan dalam bentuk pelet yang mengandung protein kasar 24,0%, lemak 7,5% dan serat kasar 2,5%. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mengkonsumsi buah-buahan 86%, rumput 7%, daun 2% dan tanah 1% (Ismanto, 1999). Kandungan dari beberapa buah yang dikonsumsi monyet ekor panjang dapat dilihat pada Tabel 2 dan komposisi zat makanan ransum impor (monkey chow) dan ransum berbahan baku pakan lokal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan Beberapa Buah Segar per 100 gram

Nama Buah

Kandungan per 100 gram buah segar Energi Protein Karbohidrat Lemak Serat Vit

A Vit B6 Vit C Vit E Vit K (kal/g) --- (%) --- (ui) --- (mg) --- ---- (µg) ---- Apel 52 0,26 13,81 0,17 2,40 54 0,04 4,60 0,18 2,20 Jambu biji 68 2,55 14,32 0,95 5,40 624 0,11 228,30 0,73 2,60 Jeruk 47 0,94 11,75 0,12 2,40 200 0,04 50,00 0,04 0,10 Mangga 65 0,51 17,00 0,27 1,80 765 0,13 27,70 1,12 4,20 Pepaya 39 0,61 9,81 0,14 1,80 1094 0,02 61,80 0,73 2,60 Pisang 89 1,09 22,84 0,33 2,60 64 0,37 8,70 0,10 0,50 Sumber : Kelpiesoft (2008)

Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal

Zat Makanan Ransum Impor Ransum Lokal* Ransum Lokal**

Serat kasar (%) 5,18 2,63 2,81

Protein kasar (%) 27,20 19,97 15,00

Lemak (%) 4,90 4,63 4,51

Kalsium (%) 1,31 0,89 0,67

Fhosfor (%) 1,09 0,62 0,48

Energi bruto (kal/kg) 4.386,00 3.717,00 4.145,00 Keterangan : * Mustaqimatin (1998)

(23)

10 Menurut Rohman (1993) ransum lokal yang layak untuk menggantikan

ransum impor (monkey chow) adalah ransum yang mempunyai kandungan protein 15%. Mustaqimatin (1998) menyatakan, bahwa ransum berbahan baku lokal dapat menggantikan ransum impor (monkey chow) dengan kandungan protein sebasar 19,97%.

North (1984) menyatakan, bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi tergantung pada bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan. Wiseman dan Cole (1990) menyatakan, bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas ransum yang tergantung pada cita rasa (flavour), suhu, ukuran, tekstur dan konsistensi pakan. Mustaqimatin (1998) menyatakan, ransum dengan bahan baku lokal kurang disukai oleh monyet dibanding dengan ransum impor. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan untuk mengkonsumsi pakan yang sudah terbiasa diberikan kepada monyet. Astuti et al. (2007) menyatakan, dengan pembiasaan pakan terlebih dahulu, konsumsi pakan lokal lebih tinggi dari pada pakan impor (monkey chow).

Monyet-monyet yang diberi ransum buatan ternyata akan mengkonsumsi pakan lebih rendah daripada yang diberi ransum alami. Hal ini diduga karena adanya serat kasar yang rendah atau kandungan energi yang tinggi pada ransum buatan (Iwamoto, 1988). Mustaqimatin (1998) juga menyatakan, bahwa ransum yang mempunyai kandungan protein dan energi tinggi mempunyai tingkat konsumsi yang rendah.

Menurut McDonald et al. (2002), pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok serealia atau biji-bijian (jagung, gandum, sorgum), kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan), kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya) dan kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria.

Bennet et al. (1995) mendefinisikan pakan obes adalah pakan yang di dalamnya terkandung energi sebesar 4,2 kkal/kg, terdiri dari 21-31% lemak dan 50-70% soluble carbohidrates (sukrosa dan dextrin). North (1984) berpendapat,

(24)

11 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain kesehatan

ternak, keaktivan, jenis kelamin, jumlah konsumsi ransum dan temperatur.

Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa, pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, individu, jenis kelamin dan kesehatan. Cekaman dapat menurunkan bobot badan dan ketahanan terhadap penyakit. Cekaman terhadap hewan disebabkan oleh temperatur, umur, pemberian pakan yang berbeda, pengelolaan dan kehadiran orang lain. Menurut Anggorodi (1979), pertambahan bobot badan tidak hanya dipengaruhi konsumsi ransum tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti konversi ransum, aktivitas fisik dan genetik.

Obesitas

Obesitas disebabkan oleh bebarapa faktor yaitu faktor genetik, tingkah laku, lingkungan, fisiologi, sosial dan budaya (Racette et al., 2003). Menurut The World Health Organization (2008) bahwa standart BMI (Body Mass Index) orang Eropa untuk overweigh adalah lebih dari sama dengan 25 dan BMI untuk obesitas adalah lebih dari sama dengan 30. BMI untuk orang Asia normal adalah 18,5 hingga 22,9 sedangkan untuk golongan overweight adalah lebih dari sama dengan 23, preobesitas adalah 23,0 hingga 27,5; BMI untuk obesitas adalah 27,6 hingga 40 dan sangat obesitas adalah lebih dari sama dengan 40. BMI dihitung dengan membagi bobot badan (kg) dengan tinggi badan yang dipangkat dua (m2), namun untuk monyet ekor panjang dilakuakan modifikasi perhitungan yaitu dengan membagi bobot badan (kg) dengan tinggi duduk yang dipangkat dua (m2).

Menurut Adam (2006), banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur Body Mass Index (BMI). Selain dengan menggunakan BMI, obesitas juga dapat diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak yang terdapat di abdomen baik subkutan maupun intra abdominal (visceral abdomen). Jaringan intra abdominal terdiri atas lemak intraperitoneal (omentum dan mesenteric) dan retroperitoneal. Lemak di dalam tubuh didistribusikan (ditimbun) terutama pada dua tempat yang berbeda yaitu pada bagian perut (abdomen) dan bagian bokong (gluteus). Lemak tubuh pria banyak didistribusikan di bagian atas tubuh yaitu bagian perut.

(25)

12 Sumber: NBII (2009)

Gambar 2. Monyet Ekor Penjang (Macaca fascicularis) yang Menunjukkan Tanda Obesitas

Gambar 2 menunjukkan monyet yang mulai memiliki lipatan lemak di beberapa bagian tubuhnya. Obesitas terjadi pada monyet ekor panjang jantan dan betina, baik dewasa atau remaja. Monyet ekor panjang memiliki kemiripan pola obesitas dengan manusia yang ditunjukkan dengan adanya penimbunan lemak disekitar perut. Keadaan normal fisiologis dan biologis monyet dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Keadaan Normal Fisiologis dan Biologis Monyet

Parameter (Satuan) M. mulatta M. fascicularis Papio spp. Bobot jantan dewasa (kg)

Bobot betina dewasa (kg) Kecepatan respirasi (per menit) Detak jantung (detak/menit) Suhu rektal :

a. oF b. oC

Konsumsi air per hari (ml) Konsumsi pakan per hari (g) Jumlah urin per hari (ml) Volume darah (ml/kg) 6-11 4-9 35-50 98-122 98-103 37-39 400-600 400-600 - 50-96 4-8 2-6 30-54 115-243 98-103 37-39 350-950 350-550 150-550 55-75 22-30 11-15 22-35 85-90 98-103 37-39 400-600 1000-1500 150-400 50-70 Sumber: Fortman et al. (2002)

(26)

13 Monyet ekor panjang yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan

tanda-tanda obesitas dengan Body Mass Index (BMI) sampai 61,57 kg/m2 pada jantan dan 60,07 kg/m2 pada betina (Putra et al., 2006). Obesitas dapat disebabkan oleh virus penginfeksi lemak yang berasal dari golongan adenovirus-36. Adenovirus biasanya ditularkan melalui udara, kontak langsung, bahkan lewat air. Virus lemak ini cara penularanya sama seperti flu biasa dari seorang yang terinfeksi kepada orang yang tidak terinfeksi (Kurnianingsih, 2005). Selain itu juga, obesitas dapat dipengaruhi secara genetik. Sampai saat ini, terdapat tujuh gen penyebab obesitas pada manusia yaitu leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alfa MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan Dunnigan partial lypo-dystrophy (Merdikoputro, 2006).

Darah

Darah merupakan jaringan yaitu sekumpulan sel yang sama dan mempunyai fungsi tertentu dalam tubuh. Tortora dan Anagnostakos (1990) mengelompokkan peranan penting darah menjadi tiga fungsi utama yaitu fungsi transportasi, fungsi pengaturan dan fungsi pertahanan tubuh. Darah mendistribusikan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru. Makanan yang telah dicerna pada saluran pencernaan diangkut oleh darah ke seluruh sel. Darah juga mengangkut sisa metabolisme seperti urea, asam urat, creatine, air, karbondioksida dibawa keluar tubuh melalui ginjal, paru-paru, kulit dan saluran pencernaaan oleh darah. Disamping itu, darah juga berperan penting dalam mengangkut hormon dari kelenjar endokrin dan enzim ke organ-organ lain di dalam tubuh (Rastogi, 1977).

Fungsi pengaturan ditujukan agar kondisi tubuh tetap dalam keadaan homeostatis. Dalam hal ini, darah berperan dalam menjaga keseimbangan pH dan komposisi elektrolit dalam cairan interstisial dan mengatur suhu tubuh tetap normal dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh melalui oksidasi karbohidrat dan lemak, serta menjaga keseimbangan air tubuh melalui pertukaran air antara darah dengan cairan yang terdapat pada jaringan. Fungsi ketiga yaitu fungsi pertahanan tubuh. Darah mengandung komponen-komponen yang dapat menjaga tubuh dari benda asing dan infeksi. Disamping itu, terdapat mekanisme pembekuan darah

(27)

14 apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah untuk mencegah terjadinya

kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (Rastogi, 1977). Benda-benda Darah

Darah akan menghasilkan dua fraksi yang berpisah apabila disentrifusi yaitu fraksi padatan yang disebut butir-butir darah dan fraksi plasma. Butir darah dapat digolongkan menjadi 3 komponen penting yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan platelet atau trombosit (Rastogi, 1977).

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf. Eritrosit mempunyai diameter sebesar 7,5μ (Frandson, 1986). Dalam proses pembentukannya, eritrosit kehilangan organela dan kekurangan mitokondria, ribosom dan nukleus (Martini et al., 1992). Walaupun jumlah eritrosit dalam peredarannya bervariasi, dalam keadaan normal terdapat 4,5-5,5 juta sel dalam setiap mm3 darah (Marieb, 1988).

Rastogi (1977) menyatakan bahwa warna merah pada darah disebabkan adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah kompleks protein dan besi. Hemoglobin mengikat oksigen dalam bentuk oksihemoglobin dan CO2 dalam bentuk karboksihemoglobin. Semakin banyak jumlah molekul hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah, semakin banyak oksigen yang dapat diikat. Kadar rata-rata hemoglobin darah normal pada adalah 12-18 gram per 100 ml darah (Marieb, 1988).

Hematokrit menunjukkan berapa banyak ruang di dalam darah yang berhubungan dengan sel darah merah. Hal ini sangat berguna untuk mengevaluasi apakah seseorang menderita anemia atau tidak. Thalassemia adalah sebuah kondisi dimana jumlah sel darah merah meningkat namun mengalami penurunan ukuran dan hematokrit. Nilai hematokrit berkurang ketika ukuran atau jumlah sel darah merah menurun. Hal ini menyebabkan anemia, namun kondisi lain memiliki dampak yang sama yaitu apabila terjadi pendarahan yang berlebihan, kerusakan sel akibat katub jantung, sakit liver, dan kanker sum-sum tulang. Nilai hematokrit meningkat ketika ukuran atau jumlah sel darah merah meningkat, seperti pada polycythemia (Wikipedia, 2008).

Jumlah eritrosit dalam peredaran darah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, keadaan gizi, masa laktasi, kebuntingan, produksi telur, pelepasan epinefrin, siklus estrus, volume darah, waktu harian, temperatur lingkungan dan ketinggian (Swenson, 1984). Jika jumlah eritrosit dalam setiap mm3

(28)

15 darah meningkat, viskositas darah ikut meningkat dan darah mengalir lebih lambat.

Sebaliknya jika terjadi penurunan dalam jumlah eritrosit, darah akan menjadi encer dan mengalir lebih cepat. Hematokrit merupakan tes yang rutin dilakukan untuk menentukan kenormalan jumlah eritrosit. Hematokrit dianggap setara dengan volume sel darah merah. Hematokrit normal berkisar antara 42-47%. Hematokrit dalam jumlah yang normal menunjukkan jumlah eritrosit normal (Marieb, 1988).

Jumlah sel darah merah, hematokrit atau hemoglobin dapat dijadikan sebagai petunjuk anemia dan polycythemia. Colville dan Bassert (2002) mendefinisikan anemia adalah kondisi patologis disebabkan karena terjadinya penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen. Diagnosis tipe anemia dapat dilakukan dengan menghubungkan pengukuran jumlah sel darah merah, hematokrit dan hemoglobin terhadap derivatnya yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). MCV merupakan ukuran rata-rata sel darah merah. MCH merupakan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. MCHC merupakan kadar hemoglobin relatif terhadap ukuran sel setiap sel darah.

Eritrosit dengan ukuran per volume normal (MCV normal) disebut normocytic. Saat MCV lebih tinggi dari normal disebut macrocytic, sedangkan saat lebih rendah disebut microcytic. MCH dengan nilai normal disebut normochromic anemia. Jika nilai MCH lebih rendah dari nilai normal disebut hypochromic anemia, sedangkan jika lebih besar dari nilai normal disebut hyperchromic anemia. Eritrosit yang mengandung kadar hemoglobin normal (MCHC normal) disebut normochromic. Saat MCHC abnormal lebih rendah disebut hypochromic dan MCHC abnormal lebih tinggi disebut hypercromic (McGill Virtual Lab, 2009).

Anemia memiliki banyak tipe berdasarkan penyebabnya. Berikut ini dijabarkan tipe-tipe anemia dan penyebabnya (McGill Virtual Lab, 2009):

a. Normocytic atau normochromic anemia disebabkan oleh kehilangan banyak darah, kerusakan klep jantung, tumor atau aplastic anemia.

b. Microcytic atau hypochromic anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, keracunan timah atau thalassemia.

c. Microcytic atau normochromic anemia disebabkan oleh kekurangan hormon erythropoietin karena gagal ginjal;

(29)

16 d. Macrocytic atau normochromic anemia sebagai akibat dari kemoterapi,

defisiensi folat atau vitamin B12.

Polycythemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah yang di atas nilai normal. Terdapat tiga tipe polycythemia menurut Colville dan Bassert (2002) sebagai berikut:

1. Polycythemia relatif, terjadi melalui kehilangan cairan pada darah (hemoconcentration). Biasa terjadi pada hewan yang mengalami dehidrasi karena muntah, diare, keringat berlebihan, dan tidak mengkonsumsi air dalam jumlah yang cukup.

2. Compensatory polycythemia, terjadi sebagai akibat dari hypoxia. Sumsum tulang diransang untuk memproduksi lebih banyak sel darah merah, karena jaringan tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Kemungkinan compensatory polycythemia terutama pada satwa yang hidup di daerah dengan altitude tinggi.

3. Polycythemia rubra vera, merupakan kelainan sumsum tulang yang jarang terjadi, ditandai dengan peningkatan produksi sel darah merah tetapi tidak diketahui penyebabnya.

Benda darah selain sel darah merah (eritrosit) adalah sel darah putih (leukosit). Leukosit berjumlah 5-6 ribu per mm3 darah. Leukosit dihasilkan pada sel hati retikuloendotel, empedu, saluran limpa dan sumsum tulang (Marshal dan Hughes, 1972). Leukosit digolongkan menjadi granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosonofil dan basofil, sedangkan agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Keping darah (trombosit) merupakan fragmen megakariosit yaitu sel-sel besar yang terbentuk di dalam sumsum tulang belakang. Trombosit berukuran 2-4μ. Trombosit berfungsi untuk mengurangi hilangnya darah ketika pembuluh darah terluka. Terdapat sekitar 350.000-500.000 keping darah setiap satu mm3 darah. Jumlah trombosit bervariasi dari waktu ke waktu, biasanya akan meningkat setelah olahraga dan hemoragi (Frandson, 1986). Nilai normal hematokrit monyet dapat dilihat pada Tabel 5.

(30)

17 Tabel 5. Nilai Normal Hematokrit Monyet

Parameter (Satuan) M. mulatta M. fascicularis Papio spp. Hematokrit (%) RBC (× 106/ml) WBC (× 106/ml) Hemoglobin (g/dl) Neutrofil (%) Limfosit (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Monosit (%) Platelet (× 103) MCV (fl) MCH (ρg) MCHC (g/dl) 37,0-40,0 5,1-5,6 4,2-8,1 12,0-13,1 26,0-52,0 39,0-72,0 0,0-4,0 0,0-0,4 1,0-4,0 260,0-361,0 71,0-75,0 22,8-24,5 31,0-33,4 33,1-37,5 5,3-6,3 6,1-12,5 11,0-12,4 35,0-61,0 34,0-56,0 1,3-9,1 0,0-0,2 0,4-3,0 300,0-512,0 59,0-66,0 19,0-21,0 32,0-35,0 36,0-41,0 4,6-5,3 6,7-12,5 11,7-13,5 48,0-76,0 22,0-50,0 0,0-2,0 0,0 0,5-3,5 233,0-399,0 74,0-80,0 24,0-26,0 32,0-34,0 Sumber: Fortman et al. (2002)

Nilai rujukan hematologi untuk kera jantan berdasarkan hasil penelitian Sulaksono (2002) bahwa jumlah sel darah merah 5,6-6,6 (5,9 ± 0,4) (juta/ml); jumlah sel darah putih 6.700-19.000 (10.732 ± 4.296) (juta/ml); konsentrasi hemoglobin 9,6-12,1 (10,9 ± 0,9) (g/dl) dan nilai hematokrit 30-38 (35 ± 4) (%). Menurut Schermer (1967) monyet yang kehilangan darah sebanyak 37% dari bobot tubuhnya akan meningkatkan jumlah darahnya mulai hari ke empat hingga hari ke tujuh dan setelah 28 hari jumlah darah akan kembali normal.

Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi, kegemukan, kadar gula darah tinggi dan kadar lemak darah tidak normal. Ketika kondisi-kondisi tersebut diderita oleh seseorang dalam satu waktu, maka orang tersebut memiliki risiko lebih besar untuk menderita penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes. Sindroma metabolik adalah suatu faktor risiko multipel untuk penyakit kardioserebrovaskular. Sindrom ini berkembang melalui kerjasama antara obesitas dan kerentanan metabolik (Bathesda Stroke Center, 2008). Seseorang dapat dinyatakan menderita sindrom metabolik apabila memenuhi tiga dari lima kriteria yang dicantumkan pada Tabel 6.

(31)

18 Tabel 6. Kriteria Diagnosa Sindrom Metabolik

Kriteria untuk sindrom metabolik Keterangan Peningkatan lingkar pinggang

(obesitas sentral)

≥ 120 cm pada laki-laki atau ≥ 88 cm pada perempuan

Peningkatan nilai trigliserida ≥ 150 mg/dl atau sedang dalam proses

Nilai HDL-kolesterol yang rendah < 40 mg/dl pada laki-laki atau < 50 mg/dl pada perempuan atau sedang dalam proses

Penigkatan tekanan darah ≥ 130 mm Hg untuk tekanan darah sistolik atau ≥ 85 mm Hg untuk tekanan darah diastolik atau sedang dalam proses

Peningkatan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau sedang dalam proses Sumber : Bathesda Stroke Center (2008)

Sindrom metabolik merupakan kombinasi antara gangguan kesehatan yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes. Terjadi pada satu dari lima orang dan berbanding lurus dengan peningkatan usia (Wikipedia, 2008). Sindroma ini pertama kali diamati pada tahun 1923 yang mengkategorikannya sebagai gabungan dari hipertensi dan hiperglikemia. Berbagai abnormalitas metabolik lain dikaitkan dengan sindroma ini diantaranya obesitas, mikroalbuminuria serta abnormalitas fibribolisis dan koagulasi. Tahun 1998, WHO memperkenalkan istilah sindrom metabolik. Kriteria diagnosa untuk menentukan sindrom ini kemudian dikemukakan oleh National Cholesterol Education Program (NCEP).

(32)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada awal Juni sampai akhir Oktober 2008 di PT. IndoAnilab Jalan Taman Kencana No. 3 dan Laboratorium Patologi dan Lipid, Pusat Studi Satwa Primata-IPB (PSSP-IPB) di Jalan Lodaya II No. 5, Bogor.

Materi Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa berjenis kelamin jantan dengan bobot badan berkisar antara 3–6 kg, dengan umur 6–8 tahun. Seluruh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang digunakan berasal dari Sumatera dan bebas dari penyakit tuberkulosis dan simian retrovirus (SRV). Seluruh perlakuan yang melibatkan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditentukan oleh Animal Care and Use Commitee (ACUC) yaitu Komisi Kesejahteraan Hewan Percobaan dari PT. IndoAnilab dengan nomor protokol: 02-IA-ACUC-08.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang individu stainless steel (squeeze back cage) untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pengendalian. Kandang dengan ukuran 0,6 x 0,6 x 0,9 m dapat dilihat dalam Gambar 3.

(33)

20 Peletakan kandang dibuat dalam bentuk satu sama lain individu masih dapat

saling melihat dan mendengar. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum berupa mangkuk yang terbuat dari logam anti karat dan air minum disediakan adlibitum, ditempatkan pada ruang tertutup dan bersih serta dilengkapi dengan lampu, keran air, selang air, alat kebersihan dan house fan.

Pakan Penelitian

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan telah mengkonsumsi pakan formulasi selama empat bulan dan selama penelitian empat bulan berikutnya monyet tersebut tetap mendapat pakan formulasi yang sama. Pakan formulasi dibuat dari bahan pakan lokal berenergi tinggi dan diformulasi sebanyak 100-150 g/ekor/hari. Bahan pakan terdiri dari gandum, gula, tallow (lemak sapi), minyak goreng, tepung ikan, tepung maizena, bungkil kedelai, dedak padi, agar-agar, CMC (carboxymethyl cellulose), Premix®, kalsium karbonat, kalsium fosfat serta kuning telur. Komposisi dari formulasi pakan A dan pakan B dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Pakan A dan Pakan B yang Digunakan dalam Penelitian

Bahan Pakan Pakan A Pakan B

--- (%) --- Gandum Gula Minyak goreng Tepung ikan Tepung maizena Bungkil kedelai Dedak padi Agar-agar CMC (carboxymethyl cellulose) Mineral mix Kuning telur Tallow 42,0 10,0 10,0 6,5 8,0 5,0 4,0 1,5 1,0 2,0 - 10,0 42,0 8,0 10,0 4,0 8,0 4,0 4,0 1,0 1,0 2,0 10,0 6,0 Keterangan: - Tidak diberikan

Perlakuan pakan formulasi ini menggunakan lima ekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan yang diberi pakan A yaitu pakan dengan formula yang mengandung bahan sumber energi dari gandum dan dikombinasi dengan tallow,

(34)

21 sedangkan lima ekor lainnya mendapat pakan B yaitu terbuat dari bahan sumber

energi gandum dan tallow yang dikombinasikan dengan kuning telur. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan sebanyak lima ekor mendapat pakan komersial buatan Bangkok dengan merk dagang monkey chow sebanyak 50-80 g/ekor/hari. Monkey chow berbentuk biskuit padat, kering dan agak keras yang kandungan protein dan energi tinggi. Kandungan zat-zat makanan dalam pakan A, pakan B dan pakan monkey chow dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Kandungan Nutrisi Pakan Perlakuan

No Nutrisi Pakan A Pakan B Pakan C

(lemak sapi) (lemak sapi dan kuning telur) (monkey chow)

1 2 1 2 1 2 1 Bahan Kering (%) 68,09 100 70,18 100 92,75 100 2 Kadar abu (%) 4,73 6,95 3,89 5,54 7,65 8,25 3 Protein Kasar (%) 14,42 21,18 15,01 21,39 29,39 31,69 4 Serat Kasar (%) 1,81 2,66 1,14 1,62 6,02 6,49 5 Lemak Kasar (%) 19,62 28,81 19,62 27,96 5,55 5,98 6 BETN (%) 59,62 87,56 60,34 85,98 51,38 55,40 7 Ca (%) 1,41 2,07 1,25 1,78 1,66 1,79 8 P (%) 0,65 0,95 0,58 0,83 1,55 1,67

9 Gross energi (Kal/kg) 4,48 6,58 4,21 6,00 4,33 4,67 Keterangan : 1 = jumlah aktual

2 = jumlah berdasarkan 100% bahan kering setiap unsur nutrisi

Hasil analisis proksimat Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, 2008 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) selain mendapat pakan di atas juga mendapat pakan tambahan berupa buah pisang (± 70 g/ekor/hari) dan untuk menarik minat monyet mengkonsumsi pakan formulasi maka dilakukan pengkayaan lingkungan (environmental enrichment) dengan cara diberi tambahan buah jeruk, pepaya dan jambu biji (± 10 g/ekor/hari) yang telah dibekukan dalam air yang dibekukan secara bergantian setiap pagi hari sebelum diberi pakan. Bentuk pakan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

(35)

22

a b c

Keterangan : a. Pakan Perlakuan A b. Pakan Perlakuan B

c. Pakan Komersial (monkey chow)

Gambar 4. Bentuk Pakan yang Digunakan dalam Penelitian

Bentuk fisik pakan A yaitu berwarna cokelat kemerahan dan dibentuk bulat lonjong dengan tekstur lembek dan agak kasar, sedangkan pakan B berwarna cokelat dan dibentuk bulat lonjong dengan tekstur lembek namun lebih lembut (kalis) daripada pakan A. Pakan monkey chow berwarna coklat kekuningan dan berbentuk pipih, lonjong dan keras (kering).

Pemeriksaan Darah

Bahan yang digunakan dalam pengambilan darah yaitu ketamin 5–25 mg/kg alkohol 70% dan indikator tuberkulosis. Bahan yang digunakan dalam analisis darah adalah contoh darah, alkohol 70%, Giemsa 10%, metanol dan minyak imersi.

Alat yang digunakan adalah syringe 5 ml, mikroskop cahaya (merek Nikon YB100), tabung vacum dengan larutan EDTA K3 (merek Ges Vacuum Tube), kotak pendingin, alat penghitung manual, kaca objek (merek Sail Brand), kaca penutup preparat, pipet mikro dan alat analisis darah (merek Nihon Kohden, Celltax) dapat dilihat pada Gambar 5.

(36)

23 Gambar 5. Alat Analisis Darah merek Nihon Kohden, Celltax

Bahan yang digunakan dengan analisis manual adalah contoh darah yang akan dianalisis, aquadestilata, alkohol 70%, larutan EDTA, larutan Hayem, HCl 0,1 N, Giemsa 10%, natrium sitrat 3,8 g, formaldehida 40% 0,2 ml, brilliant cresyl blue 0,1 g, air destilasi 100 ml dan metanol. Alat yang digunakan adalah syringe 5 ml, pipet Sahli (0,02 cc), tabung Sahli, mikroskop, kapas, colin jar, kertas filter, crestaseal, hemositometer, sentrifuse, hemoglobinometer, hand counter, gelas penutup, pipet BDM, buluh kapiler yang mengandung antikoagulan, pipet Pasteur dan skala untuk membaca nilai hematokrit.

Rancangan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola tersarang dengan faktor perlakuan pemberian pakan (A, B dan C) dan periode pengambilan data tersarang pada perlakuan. Rancangan ini seolah-olah terdiri dari dua atau lebih rancangan acak lengkap yang responsnya sama kemudian digabung menjadi satu model percobaan. Transformasi arcsin dilakuakan untuk data diferensiasi leukosit yang datanya dibawah nilai 30%. Pengolahan data dan perhitungan peubah yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan menggunakan program aplikasi SAS. Model persamaan rancangan acak lengkap pola tersarang (Gasperz, 1992) yaitu

(37)

24 Yij = µ + τ i + β j(i) + ε ijk

Keterangan:

i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3, 4

Yij = pengamatan faktor τ taraf ke-i, faktor β taraf ke-j dan ulangan ke-k, µ = rataan umum,

τ i = pengaruh faktor τ pada taraf ke-i,

β j(i) = pengaruh faktor β pada taraf ke-j tersarang pada taraf ke-i dan

ε ijk =pengaruh galat faktor τ taraf ke-i, faktor β taraf ke-j dan ulangan ke-k. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan anatar peubah. Koefisien korelasi antara dua peubah dapat dicari dengan rumus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) sebagai berikut

Keterangan :

r XY = koefisien korelasi, n = jumlah data, xi = peubah x ke i dan yi = peubah y ke i.

Peubah yang diamati adalah nilai hematologi darah diantaranya jumlah sel darah merah (juta/ml), kadar hemoglobin (g/dl), nilai hematokrit (%), nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) (fl), nilai Mean Corpusular Hemoglobin (MCH) (ρg) dan nilai Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (g/dl) dan diferensiasi leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit).

Prosedur Prosedur Umum

Peneliti diwajibkan memenuhi persyaratan kesehatan sebelum melakukan penelitian berupa röntgen toraks dan mendapat surat keterangan sehat. Peneliti maupun petugas kandang wajib menerima materi pelatihan dan memakai pakaian kandang khusus lengkap dengan kacamata, sarung tangan, masker, penutup kepala serta sepatu boot. Sebelum memasuki ruang kandang, sepatu boot dicelupkan ke dalam cairan desinfektan.

(38)

25 Pengambilan Contoh Darah

Pengambilan contoh darah dan analisis darah dilakukan pada bulan ke–5, ke–6, ke–7 dan ke–8 penelitian. Sebelum darah diambil, monyet dibius terlebih dahulu dengan ketamin 5–25 mg/kg secara intramusculer (Fortman et al., 2002). Darah diambil di daerah vena femoralis menggunakan syringe 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung vakum yang berisi antikoagulan EDTA K3. Sampel darah dimasukkan ke dalam kotak pendingin agar darah tetap dalam kondisi baik dan dibawa ke laboratorium.

Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah

Perhitungan jumlah sel darah merah dilakukan pada kamar hitung eritrosit dengan menggunakan mikroskop pembesaran 100 kali (objektif 10 kali dan okuler 10 kali). Prosedur pengerjaannya adalah aspirator dipasang pada pipet eritrosit lalu darah dihisap sampai batas angka 0,5 pada pipet. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tisu. Larutan Hayem dengan cepat dan hati-hati dihisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet. Pada penghisapan ini dihindari terbentuknya gelembung udara, jika terdapat gelembung udara maka prosedur harus diulang. Selanjutnya aspirator dilepas dari pipet eritrosit.

Ibu jari dan telunjuk kanan digunakan untuk memegang kedua ujung pipet, lalu isi pipet dikocok dengan membuat gerakan angka 8 selama 3 menit. Bagian yang tidak ikut terkocok dibuang. Selanjutnya dengan hati-hati cairan dimasukan ke dalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Butir-butir darah dibiarkan mengendap selama kurang lebih satu menit. Agar tidak terjadi penghitungan yang berulang sebaiknya digunakan hand counter.

Menghitung eritrosit dalam hemositometer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak di pojok kanan bawah dan satu kotak di pojok kiri bawah dan untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak eritrosit. Luas kotak eritrosit relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit didapatkan maka jumlah darah merah dikalikan dengan 104, untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Sastradipraja et al., 1989).

(39)

26 Pengumpulan Data Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan untuk uji kadar hemoglobin adalah metode Sahli. Larutan HCl 0,1 N diteteskan pada tabung Sahli sampai angka 10 atau garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet hingga mencapai batas garis 20 mm3 (0,02 cc). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Larutan ditambah dengan aquadestilata, teteskan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Aquadestilata ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Kadar hemoglobin dapat dilihat di kolom g % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradipraja et al., 1989).

Pengumpulan Data Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit secara manual yaitu dengan pengisian pipa mikrometer yang dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 2/3 bagian, kemudian ujung pipa disumbat dengan crestoseal dan pipa mikrokapiler tersebut disentrifusi selama 15 menit dengan kecepatan 2.500–4.000 rpm. Bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat sentrifuse. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase volume eritrosit dengan menggunakan alat baca mikrohemotokrit (microcapillary hematocrit reader) (Sastradipraja et al., 1989). Perhitungan Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

McGill Virtual Lab (2009) menghitung nilai MCV, MCH dan MCHC, digunakan rumus berikut :

MCV (fl) = Hematokrit (%) x 10 Jumlah sel darah merah (106/ml)

MCH (ρg) = Hemoglobin (g/dl) x 10 Jumlah sel darah merah (106/ml)

MCHC (g/dl) = Hemoglobin (g/dl) x 100 Hematokrit (%)

Satuan untuk MCV, MCH dan MCHC secara berturut-turut adalah femtoliters (fl, 1 fl = 10-15 liter), picograms (ρg) dan gram per desiliter (g/dl).

(40)

27 Pengumpulan Data Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, Nilai

Hematokrit, MCV, MCH, MCHC Menggunakan Alat (Hematology Analyzer) Perhitungan jumlah sel darah merah (×106/ml), konsentrasi hemoglobin (g/dl) dan nilai hematokrit (%) dilakukan dengan alat analisis darah secara bersamaan. Alat diatur sesuai kehendak dan dipastikan dalam kondisi baik dengan diuji kontrol. Sampel darah dari tabung vacutainer diuji satu per satu. Hasil dari pembacaan akan tampil pada layar dan tersimpan di memory alat.

Pengumpulan Data Diferensiasi Leukosit

Darah yang telah disiapkan diteteskan ke kaca objek yang dipegang dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan. Kaca penutup berbeda dipegang tangan lainya kemudian ujung kaca penutup ditempelkan dengan membentuk sudut kurang lebih 30o setelah itu, kaca penutup didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Ulasan dikeringkan selama beberapa menit. Lalu ulasan difiksasi dalam metanol selama 5–10 menit. Ulasan dicelupkan ke dalam pewarna Giemsa sekitar 30 menit kemudian ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna Giemsa. Preparat ulas dikeringkan dan perhitungan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan ditetesi minyak imersi, perbesaran 100 x 10 (Sastradipraja et al., 1989).

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Monyet Ekor Panjang

Pemeriksaan Darah Merah

Berdasarkan hasil pemeriksaan sel darah merah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua meliputi jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi dan periode yang tersarang di dalam pakan (P<0,01). Mean Corpuscular Volume (MCV) dan Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode yang tersarang di dalam pakan (P>0,05). Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P>0,05) namun sangat nyata dipengaruhi olah periode yang tersarang di dalam pakan (P<0,01). Keadaan fisik monyet ekor panjang yang diberi pakan berenergi tinggi mengalami perubahan bagian-bagian tubuh yang menjadi tanda didepositkannya lemak tubuh. Perubahan yang terjadi yaitu pada lingkar pinggul, lingkar pinggang, lingkar dada, tebal lipatan kulit punggung, serta tebal lipatan kulit perut (Caraka I, 2008 dan Ningsih, 2009).

Periode empat bulan pertama menunjukkan bahwa profil darah merah monyet ekor panjang dipengaruhi oleh perlakuan pakan dan terjadi peningkatan dan penurunan nilai namun masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi sehingga tidak menyebabkan gangguan fisilogis dan metabolis yang berarti. Jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV dan MCH sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P<0,01) namun tidak nyata dipengaruhi oleh periode di dalam pakan (P>0,05) (Afiza, 2009). Secara umum, keberadaan benda darah dalam tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen terdiri dari agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan. Sedangkan faktor endogen dipengaruhi oleh pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh (Guyton dan Hall, 1997).

Jumlah Sel Darah Merah

Berdasarkan analisis darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada periode obesitas empat bulan kedua, didapat hasil perhitungan jumlah sel darah merah sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan berenergi tinggi (P<0,01).

Gambar

Gambar 1.  Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Impor (monkey chow) dan  Ransum Berbahan Baku Pakan Lokal
Gambar 2 menunjukkan monyet yang mulai memiliki lipatan lemak di  beberapa bagian tubuhnya
Gambar 3.  Kandang Individu, House Fan dan Alat Pembersih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan infeksi virus hepatitis B (VHB) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Mauritius pada tahun 2013 merupakan temuan baru yang menunjukan bahwa

Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah sel darah merah sangat nyata (P&lt;0,01) dipengaruhi oleh perlakuan pakan, sedangkan periode pengamatan yang tersarang pada

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang ( Macaca fascicularis ) yang Diberi Pakan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kecernaan Pakan dan Perilaku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Pada Kondisi Aklimasi Temperatur dan

Prevalensi monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis ) yang terinfeksi nematoda parasit usus pada tiap kelompok usia. Prevalensi nematoda parasit usus pada monyet ekor panjang

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik perkembangan tubuh monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mengalami proses kegemukan (obes) yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil sel darah merah meliputi total eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks eritrosit pada monyet

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 sampel darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan yang hidup di Pura Luhur Uluwatu.. Monyet ekor