• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Media Informasi Dipati Ukur Melalui Buku Novel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Media Informasi Dipati Ukur Melalui Buku Novel"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Lampiran D

Data Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama : Riky Singgih

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Bogor, 18 Agustus 1993 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Buddha

Alamat lengkap : Jl. Batutulis No.26 RT 002/004 Kelurahan Bondongan

Kecamatan Bogor Selatan Telepon : 08988463788

E-mail : wakil99@gmail.com

Pendidikan

1999 – 2005 : SD ANANDA Bogor 2005 – 2008 : SMP ANANDA Bogor

2008 – 2011 : SMA ANANDA Bogor

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI DIPATI UKUR MELALUI BUKU NOVEL

DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016

oleh:

Riky Singgih NIM. 51911143

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyeselesaikan laporan pengantar Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Media Informasi Dipati Ukur Melalui Buku Novel” ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Adapun laporan pengantar tugas akhir ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Tugas Akhir pada program studi Desain Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan dan bimbingan dalam penulisan laporan ini, terutama kepada Kankan Kasmana, M.Ds. selaku dosen pembimbing mata kuliah Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan terhadap tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran guna hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bandung, 01 Agustus 2016 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

I.5 Tujuan dan Manfaat perancangan ... 3

BAB II. TOKOH DIPATI UKUR ... 4

II.1 Landasan Teori ... 4

II.1.1 Pengertian Pahlawan ... 4

II.1.2 Kategori Pahlawan ... 4

II.1.3 Tatar Ukur ... 5

(8)

BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ... 10

III.1 Strategi Perancangan ... 10

III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 10

III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 10

III.1.3 Materi Pesan ... 11

III.1.4 Gaya Bahasa ... 11

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan ... 11

III.1.6 Strategi Kreatif ... 11

III.1.7 Strategi Media ... 17

III.1.8 Strategi Distribusi... 18

III.2 Konsep Visual ... 18

BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA ... 27

(9)

IV.3.2 Pembatas buku ... 51

IV.3.3 Pin ... 51

IV.3.4 Gantungan kunci ... 52

IV.3.5 T-shirt ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(10)

Daftar Pustaka

Sumber Buku

Ekadjati, Edi. Suhardi. (1982). Ceritera Dipati Ukur. Jakarta Pusat: PT DUNIA PUSTAKA JAYA.

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Sumardinata, Rohendy dan Supis. (1959). Dipati Ukur Jilid I. Bandung: DAYA SUNDA PUSAT

Sumardinata, Rohendy dan Supis. (1960). Dipati Ukur Jilid II. Bandung: DAYA SUNDA PUSAT.

Sumber Internet

Anggraeni, Novita. (2013). “Dipati Ukur Pahlawan Pasundan”. Tersedia di: http://arsipbudayanusantara.blogspot.co.id/2013/06/dipati-ukur-pahlawan-pasundan.html/ [19 Januari 2016]

Anonim. (2013). “Sejarah Berdirinya Kabupaten Bandung”. Tersedia di: http://www.bandungkab.go.id/arsip/16/sejarah-berdirinya-kabupaten bandung/ [19 Januari 2016]

didut. (2008). “Adipati Ukur (1)”. Tersedia di:

https://dixna.wordpress.com/2008/10/21/adipati-ukur-1/ [19 Januari 2016] didut. (2008). “Adipati Ukur (2)”. Tersedia di:

https://dixna.wordpress.com/2008/10/21/adipati-ukur-2/ [19 Januari 2016]

Hakim, Zaenal. (2010). “Pribadi Dipati Ukur Pahlawan Tatar Sunda”. Sawomanila, Vol. 1, No 4: hal 151-162, 2010. Diambil dari: http://journal.unas.ac.id/index.php/sawomanila/article/view/37 [16 Februari 2016]

(11)

Safitri, Arline. (2012). “Dipati Ukur, Pemberontak atau Pahlawan?” Tersedia di: http://www.kompasiana.com/arlinewsafitri/dipati-ukur-pemberontak-atau-pahlawan_55190399a33311d013b6592b/ [19 Januari 2016]

Wiryawan, M. Rizky. (2011). “Dipati Ukur, an Honourable hero or a Legendary Loser”. Tersedia di: http://komunitasaleut.com/2011/01/29/dipati-ukur-an- honourable-hero-or-a-legendary-loser/ [19 Januari 2016]

Yuliani, Sri. (2011). “Pahlawan : Apa dan Siapa ?”. Tersedia di:

(12)

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dalam bahasa Indonesia, sejarah diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang terjadi di masa lampau. Sejarah dapat menceritakan banyak hal, mulai dari asal usul sesuatu yang penting untuk manusia, kejadian yang telah diperbuat oleh manusia, asal usul seseorang, dan sebagainya. Sejarah adalah studi tentang masa lalu (pengetahuan yang didapatkan melalui penelitian). Dalam setiap sejarah, selalu terdapat pelaku sejarah, yaitu seseorang yang secara langsung terlibat dalam sejarah tersebut (Kuntowijoyo. 1995, h.6). Banyak pelaku sejarah yang memiliki riwayat yang unik dan juga menarik, contohnya seperti seorang penemu, revolusioner, presiden, pahlawan, dan sebagainya.

Mereka yang berjasa sangat banyak disebut dengan pahlawan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani.

Sri Yuliani (2011) berpendapat bahwa “ciri pokok seorang pahlawan bukan di sosok fisiknya yang tinggi besar seperti superhero, bukan pada tindakannya yang berani mati atau heroik, bukan pada pengakuan oleh penguasa Negara, tapi lebih pada kesediaannya untuk berkorban demi tujuan luhur”. Ada banyak jenis pahlawan yang dikenal, ada pahlawan nasional, pahlawan revolusi, pahlawan reformasi, pahlawan tanpa tanda jasa, dan lainnya. Pemberian gelar pahlawan terhadap satu individu tertentu terkadang memberikan pro-kontra karena terkadang gelar pahlawan diberikan karena adanya alasan politik dibelakangnya (Sri Yuliani, 2011). Dipati Ukur adalah salah satu contoh dari pemberian gelar yang terbilang pro-kontra, karena ada yang menyebut Dipati Ukur sebagai seorang pahlawan, ada yang menyebutnya sebagai pemberontak.

(13)

(Banyumas). Meskipun seorang tokoh sejarah, jarang masyarakat yang tahu mengenai Dipati Ukur, bahkan masyarakat Bandung sendiri banyak yang belum

mengetahui kalau Dipati Ukur adalah seorang tokoh asli. Banyak yang mengira hanya seorang tokoh cerita atau dongeng.

Selain itu, informasi terkait dengan Dipati Ukur sendiri sulit untuk dicari, karena kebanyakan hanya berasal dari naskah-naskah kuno. Selain naskah kuno ada juga buku-buku terbitan lama yang sempat menceritakan Dipati Ukur, salah satunya adalah buku Dipati Ukur.

Dalam buku Dipati Ukur karya Rohendy & Supis, ceritanya disusun berdasarkan cerita lisan dari orang-orang tua dan juga naskah milik penduduk di Yogyakarta. Ekadjati menulis dalam bukunya, selain itu Supis memiliki cukup banyak pengetahuan mengenai sejarah Indonesia, khususnya Jawa Barat. “Walaupun demikian pengarang dan penerbitnya mengakui bahwa keseluruhan isi buku ini tidak dapat dianggap sebagai sejarah asli (geodocumenteerd). Karangannya dinamai “dongeng” (Rohendy Sumardinata & Supis, 1959 : 3)” ini berarti buku Dipati Ukur tidak sepenuhnya sejalan dengan sejarah, namun tetap memiliki kesamaan dengan sejarah Dipati Ukur yang ada. Terlepas dari hal tersebut, cerita yang disampaikan dalam buku ini menarik untuk diketahui.

Buku Dipati Ukur adalah salah satu alternatif untuk mengetahui lebih mengenai Dipati Ukur. Meskipun menjadi alternatif lain, buku Dipati Ukur ini sulit untuk dicari, dan juga penggunaan bahasa Sunda dalam buku ini, sehingga masyarakat mungkin akan sulit untuk menyerap isi cerita yang ditawarkan dalam buku ini.

(14)

I.2 Identifikasi Masalah

Dengan latar belakang masalah di atas, maka terdapat identifikasi masalah sebagai

berikut.

 Masyarakat yang masih kurang pengetahuan mengenai tokoh Dipati Ukur.  Cerita Tokoh Dipati Ukur sulit untuk ditemukan,

 Buku Dipati Ukur karya Rohendy & Supis, sulit didapatkan dan masih

menggunakan bahasa Sunda,

 Ilustrasi dalam buku Dipati Ukur karya Rohendy & Supis tidak terlalu

banyak.

I.3 Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka bisa didapat rumusan masalah sebagai berikut.

Bagaimana cara agar cerita mengenai tokoh Dipati Ukur dapat diinformasikan kepada masyarakat luas sehingga masyarakat dapat mengetahui kisah Dipati Ukur.

I.4 Batasan Masalah

Permasalahan dalam penulisan ini dibatasi pada.

Kisah perjuangan Dipati Ukur dalam buku Dipati Ukur Jilid II karya Rohendy & Supis yang masih berbahasa Sunda karena dalam buku Dipati Ukur jilid II ini, terdapat kisah perjuangan Dipati Ukur yang memang ada dalam berbagai versi.

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

Adapun tujuan dan manfaat dari perancangan ini:

 Memberikan informasi mengenai kisah Dipati Ukur kepada masyarakat,  Menceritakan ulang cerita Dipati Ukur karya Rohendy & Supis ke dalam

(15)

BAB II. TOKOH DIPATI UKUR Pahlawan adalah seseorang yang telah melakukan sebuah perbuatan untuk kepentingan orang banyak, seorang pahlawan dianggap mulia karena perbuatan dan tindakan yang membela kebenaran atau seorang pejuang yang pemberani.

II.1.2 Kategori Pahlawan

Seseorang dapat dikatakan pahlawan apabila ia memiliki tindakan yang dianggap heroik, bisa juga didefinisikan sebagai perbuatan nyata yang dapat dikenang dan dapat diteladani masyarakat lain ataupun berjasa yang sangat luar biasa kepada bangsa dan negara. Ada 2 syarat yang diberikan Kementrian Sosial Indonesia

apabila seseorang ingin diberi gelar Pahlawan Nasional, yaitu syarat umum dan juga syarat khusus, yaitu:

A. Syarat Umum :

1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;

2. Memiliki integritas moral dan keteladanan; 3. Berjasa terhadap bangsa dan Negara; 4. Berkelakuan baik;

5. Setia dan tidak menghianati bangsa dan Negara; dan

6. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

(16)

1. Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;

2. Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;

3. Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;

4. Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;

5. Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;

6. Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; 7. Melakukan perjuangan yang menpunyai jangkauan luas dan

berdampak nasional;

Mengetahui banyaknya kategori pahlawan yang ada di Indonesia. Dipati Ukur mungkin termasuk salah satunya, karena Dipati Ukur sendiri termasuk seorang tokoh yang berjuang ingin membebaskan suku Sunda dari kerajaan Mataram pada

jaman dahulu, namun Dipati Ukur mungkin tidak akan sampai menjadi Pahlawan Nasional.

Masyarakat Sunda mengenal sosok Dipati Ukur sebagai seorang pejuang dari Tatar Sunda, namun untuk masyarakat diluar Sunda, seperti Jawa (Mataram) mengenal Dipati Ukur sebagai seorang pemberontak dari Priangan.

II.1.3 Tatar Ukur

(17)

anaknya menggantikan Prabu Pandaan Ukur dan juga memindahkan pusat kerajaan ke Bayabang, di tepi sungai Citarum. Menantu Dipati Agung, Raden Wangsanata atau yang lebih dikenal sebagai Dipati Ukur menjadi penerus kepala daerah Tatar Ukur setelah Dipati Agung. (Ridwan Hutagalung, 2013)

II.2 Objek Penelitian

Objek penelitian untuk proyek tugas akhir ini adalah tokoh Dipati Ukur, sehingga akan dibahas mengenai siapa itu Dipati Ukur, kisah Dipati Ukur.

II.2.1 Tokoh Dipati Ukur

Raden Wangsanata atau yang lebih dikenal sebagai Dipati Ukur adalah seorang prajurit yang mengabdi pada Mataram. Sebelum mengabdi kepada kerajaan Mataram, Dipati Ukur sempat memerintah daerah Tatar Ukur, tepatnya Kerajaan Timbanganten, dibawah pemerintahannya, Tatar Ukur mencakup wilayah yang

luas, terdiri dari Sembilan daerah yang disebut “Ukur Sasanga”. Menurut Ridwan Hutagalung dalam website https://mooibandoeng.com/ sembilan daerah yang

termasuk dalam Ukur Sasanga adalah sebagai berikut: 1. Ukur Bandung : Banjarang dan Cipeujeuh 2. Ukur Pasirpanjang : Majalaya dan Tanjungsari

3. Ukur Biru : Ujungberung Wetan

4. Ukur Kuripan : Ujungberung Kulon, Cimahi dan Rajamandala 5. Ukur Curugagung : Cihea

6. Ukur Aranon : Wanayasa (Krawang) 7. Ukur Saragaherang : Pamanukan dan Ciasem

8. Ukur Nagara Agung : Gandasoli, Adiarsa, Sumedangan, Ciampel, Tegal-waru, Kandangsapi, dan Cabangbungin

9. Ukur Batulayang : Kopo, Rongga, dan Cisondari

(18)

II.3 Analisa

Analisa difokuskan terhadap cerita atau kisah hidup Dipati Ukur dan juga analisa hasil survei mengenai pengetahuan masyarakat terhadap Dipati Ukur.

II.3.1 Cerita Dipati Ukur

Data yang diperoleh untuk memaparkan cerita ini diperoleh dari sumber pustaka, yaitu buku Disertasi yang ditulis oleh Prof. Dr. Edi Suhardi Ekadjati yang berjudul Ceritera Dipati Ukur. Buku Ceritera Dipati Ukur ini sendiri tidak menceritakan secara lengkap kisah seorang Dipati Ukur, namun buku ini memaparkan keragaman versi yang ada, merangkum secara singkat kisah Dipati Ukur di setiap versinya. Cerita-cerita yang diketahui sendiri secara umum hanya bercerita saat Dipati Ukur mengabdi pada Mataram, pemberontakannya saat gagal melaksanakan misi dari Mataram, pertempuran dengan pasukan Mataram, dan diakhiri dengan tertangkapnya Dipati Ukur dan dihukum mati oleh Mataram.

Selain buku Ceritera Dipati Ukur, adapula buku Dipati Ukur karya Rohendy &

Supis yang disusun berdasarkan cerita-cerita dari masyarakat dan juga naskah kuno. Meskipun begitu, buku Dipati Ukur ini diakui bukan sebagai sejarah asli oleh pengarang dan juga penerbitnya (Ekadjati, 1979, h.126). Buku Dipati Ukur ini ditulis menggunakan bahasa Sunda dan berbentuk prosa.

Selain dari buku Ceritera Dipati Ukur, adapula buku lain yang menjadi rujukan seperti buku Ajip Rosidi yang berjudul Manusia Sunda, dan juga buku Pulung Karaton Pajajaran yang diterbitkan oleh Pusat Studi Sunda, Ke-2 buku ini menjadi data tambahan mengenai tokoh Dipati Ukur.

II.3.2 Analisa Hasil Survei

(19)

mereka yang bertempat di Jalan Dipati Ukur. Jumlah responden yang didapat sebanyak 50 orang.

Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner tersebut antara lain :

 Menanyakan apakah responden mengetahui Jalan Dipati Ukur,

 Menanyakan apakah responden mengetahui Dipati Ukur adalah nama seorang tokoh,

 Menanyakan apakah responden tahu atau pernah mendengar cerita

mengenai Dipati Ukur,

 Menanyakan apakah responden tertarik atau tidak untuk mengetahui cerita mengenai Dipati Ukur.

Dari hasil presentase jawaban responden tentang pengetahuan terhadap Jalan dan tokoh Dipati Ukur. Seluruh responden menjawab mengetahui Jalan Dipati Ukur namun masih banyak yang tidak mengetahui bahwa Dipati Ukur adalah nama

seorang tokoh sejarah.

Dari hasil presentase jawaban responden tentang pengetahuan terhadap cerita Dipati Ukur, banyak responden yang menjawab tidak pernah mendengar ataupun mengetahui cerita Dipati Ukur.

Dari hasil presentase jawaban responden tentang ketertarikan terhadap cerita Dipati Ukur, hampir seluruh responden menjawab tertarik untuk mengetahui cerita Dipati Ukur.

(20)

II.4 Target Audience

Target audiens untuk perancangan buku cerita mengenai kisah Dipati Ukur ini di targetkan kepada remaja akhir, yang berkisar antara 18 – 25 tahun atau lebih.

Pemilihan remaja akhir sebagai target audiens adalah karena isi cerita mengenai Dipati Ukur ini bersifat non-sejarah, meskipun masih merujuk kepada sejarah. Selain itu buku-buku cerita dengan teks seperti novel diminati juga oleh remaja yang sedang beranjak dewasa.

II.5 Resume Solusi Perancangan

Berdasarkan rumusan masalah mengenai tokoh Dipati Ukur dan juga hasil pengamatan dan juga penelitian terkait, maka akan dirancang sebuah media informasi berupa buku cerita mengenai kisah perjuangan Dipati Ukur yang diambil dari buku Dipati Ukur Jilid II karya Rohendy & Supis yang akan ditranslasi menjadi bahasa Indonesia, agar tidak hanya masyarakat Sunda saja

(21)

BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang dibuat adalah pengangkatan ulang cerita Dipati Ukur dari buku Dipati Ukur karya Rohendy & Supis yang akan ditranslasikan kedalam bahasa Indonesia dari bahasa Sunda serta penggambaran ilustrasi beberapa bagian cerita yang dirasa penting untuk menggambarkan adegan didalam cerita.

Karena itu, penulis membuat solusi berupa buku novel translasi terkait cerita perjuangan Dipati Ukur saat membantu Mataram dan juga pemberontakannya terhadap Mataram. Cerita diambil dari buku Dipati Ukur karya Rohendy & Supis yang juga akan di translasi ke bahasa Indonesia. Perancangan ini dilakukan agar tak hanya masyarakat Sunda saja yang dapat membaca buku ini, tetapi juga masyarakat umum.

III.1.1 Tujuan Komunikasi

Perancangan buku novel Dipati Ukur ini bertujuan untuk menginformasikan kembali kisah perjuangan Dipati Ukur kepada masyarakat dan juga menginformasikan bahwa Dipati Ukur bukanlah seorang tokoh fiksi, melainkan

tokoh nyata dari tanah Sunda yang pernah membela tanah Sunda. Pembaca diharapkan dapat mengerti alur cerita dan juga mendapatkan hal positif dari sikap-sikap yang diambil oleh Dipati Ukur.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi

(22)

III.1.3 Materi Pesan

Pesan yang disampaikan lebih tertuju pada penulisan ulang buku Dipati Ukur dalam bahasa Indonesia dan juga menceritakan sedikit kisah mengenai Dipati Ukur. Sikap dan juga sifat Dipati Ukur bisa dijadikan sebagai sebuah teladan.

III.1.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia baku, agar pembaca dapat mengerti alur cerita dan juga dapat memahami apa yang sedang terjadi serta bagaimana sikap dan sifat setiap tokoh dalam setiap dialog.

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan  Demografis

Remaja akhir dengan rentang usia antara 18 tahun hingga 25 tahun atau lebih, dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, bependidikan SMA atau lebih. Remaja pada rentang umur ini cenderung suka untuk membaca cerita-cerita baik fiksi ataupun non-fiksi.

 Geografis

Remaja yang berdomisili di wilayah Kota Bandung, karena Dipati Ukur adalah seorang tokoh sejarah Bandung, dan juga masih banyak masyarakat Bandung sendiri yang belum mengetahui cerita mengenai Dipati Ukur.  Psikografis

Individu yang memiliki rasa keingintahuan terhadap sejarah seorang tokoh

dan juga memiliki minat membaca buku novel.

III.1.6 Strategi Kreatif

(23)

Gaya bercerita dalam buku novel ini akan mengikuti buku asli Dipati Ukur karya Rohendy & Supis, yaitu gaya penceritaan prosa, dimana dialog antartokoh akan lebih banyak digunakan. Sudut pandang dalam cerita ini juga lebih dititik beratkan kepada Dipati Ukur sebagai tokoh utama, hampir dari setiap dialog didalam cerita berkaitan dengan Dipati Ukur, sehingga karakter-karakter lain hanya digunakan sebagai tokoh pembantu untuk memperjelas cerita.

Cerita yang diambil dalam buku novel ini adalah cerita dari buku Dipati Ukur jilid II karya Rohendy & Supis, tanpa adanya perubahan dalam cerita hanya translasi dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia.

 Sinopsis Cerita

Raden Wangsataruna pada suatu hari ditanah Ukur dipanggil untuk

menemui para kepala (Cutak, Ngabehi) dan juga para sesepuh untuk membicarakan pengganti bupati Kabupaten Ukur. Bupati Ukur yang sebelumnya, yaitu Dalem Sutapura, mati saat pertarungan dengan Raden Wangsataruna. Saat Raden Wangsataruna diangkat menjadi bupati, ia dikenal dengan nama Dipati Ukur.

Saat ia dilantik menjadi Bupati, Dipati Ukur langsung mengadakan rapat dengan para kepala tatar Ukur, untuk membicarakan akan memihak kemana apabila terjadi perang antara Kompeni Belanda dan Mataram. Tidak ada keputusan yang ditentukan saat itu, namun setelah itu mereka mempersiapkan diri, memastikan agar tatar Ukur tidak dijadikan jajahan baik oleh Mataram ataupun oleh Kompeni.

(24)

dengan para kepala tatar Ukur sebelum memutuskan akan membantu atau tidak.

Keputusan dari Dipati Ukur dan para kepala tatar Ukur yang lain diberitahukan kepada Jayengrono dengan syarat agar tidak menganggap Kabupaten Ukur, sebagai wilayah taklukan, tetapi sebagai teman seperjuangan, karena sama-sama berada di tanah Jawa Barat.

Setelah 2 bulan dari keputusan itu Dipati Ukur ditemani oleh Senapati Suranangga sudah mempersiapkan bala tentara untuk menyerang Jakarta. 10 hari lamanya perjalanan dari Batulayang untuk sampai di sisi luar kota Jakarta. Saat tiba, Dipati Ukur langsung mempersiapkan segala kesiapan untuk berperang. Tempat persinggahan, mengutus mata-mata untuk memeriksa keadaan baik keadaan musuh, ataupun keadaan temannya.

Ditempat persinggahannya, Dipati Ukur kedatangan 2 orang utusan dari

Mataram, yaitu putra dari Pangeran Adipati Bahureksa. Mereka datang membawa pesan agar Dipati Ukur menghadap kepada Adipati Bahureksa untuk membicarakan rencana perang, namun permintaan itu ditolak

dikarenakan sikap kedua utusan tersebut tidak sopan. Keesokan harinya, Dipati Ukur kedatangan lagi utusan dari Mataram, kali ini adalah Mas Jayengrono. Mas Jayengrono datang dengan membawa pesan yang sama, dan juga memberitahu bahwa Adipati Bahureksa sedikit kesal dengan sikap Dipati Ukur saat ke-2 putranya pada hari sebelumnya. Setelah Jayengrono menjelaskan semuanya, Dipati Ukur setuju untuk bertemu dengan Adipati Bahureksa. Bersama dengan Mas Suranangga, mereka berangkat pada saat malam.

(25)

patroli tersebut tidak menjadi sebuah ancaman. Malah mereka menjadi tawanan Dipati Ukur yang lalu dibawa juga ke tempat persinggahan Mataram.

Saat Dipati Ukur tiba di tempat persinggahan Mataram, dia dan Mas Suranangga langsung diantar ke tempat Adipati Bahureksa. Mereka membicarakan rencana dan juga masalah sebelumnya tentang putra Adipati Bahureksa. Sempat terjadi perdebatan karena Dipati Ukur menolak rencana Adipati Bahureksa untuk memberikan pasukan Sunda dibawah pimpinan putranya. Namun masalah tersebut bisa diselesaikan dengan penjelasan dari Dipati Ukur mengenai hal tersebut, lalu melanjutkan rapat mengenai rencana penyerangan ke Jakarta.

Selain membicarakan perihal penyerangan, putra Adipati Bahureksa, yaitu Adipati Cicareksa juga membicarakan masalah Dipati Ukur yang membawa tahanan Belanda, Adipati Cicareksa merasa bahwa orang Belanda tidak

pantas untuk hidup. Terjadi perdebatan kecil antara Dipati Ukur dan juga Adipati Cicareksa, namun berakhir dengan Adipati Cicareksa dimarahi oleh ayahnya, Adipati Bahureksa.

Setelah rapat mengenai rencana penyerangan selesai, Dipati Ukur dan Mas Suranangga akan kembali ke tempat persinggahan pasukan Sunda membawa para tahanan Belanda. Ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan pasukan Mataram yang tiba-tiba menyerang mereka. Ternyata kepala pasukan Mataram tersebut adalah Adipati Adireksa, adik dari Adipati Cicareksa.

(26)

Setelah Dipati Ukur kembali ke tempat persinggahan pasukan Sunda, ia langsung menjalankan segala rencana yang sudah dibicarakan sebelumnya. Persiapan untuk penyerangan di siapkan baik-baik agar tidak ada kesalahan yang terjadi saat perang nanti. Selain itu juga Dipati Ukur memperkuat pertahanan, kalau-kalau pasukan Belanda menyerang balik.

Pada tengah malam Ahad, pasukan Sunda menyerang salah satu benteng Kompeni. Penyerangan dilakukan secara tiba-tiba, banyak pasukan Belanda yang tidak siap karena dikagetkan dengan penyerangan tersebut sehingga mereka kalah dengan mudahnya. Namun disisi lain Mataram ternyata kurang beruntung, karena pertahanan Belanda lebih kuat dibandingkan yang diserang oleh pasukan Sunda. Namun Pasukan Mataram tidak berhasil merebut benteng dari Kompeni saat itu dan terpaksa mundur. Selain itu pasukan Mataram juga saat itu terkena penyakit malaria dan tipes. Sehingga menyulitkan penyerangan yang akan dilakukan oleh mereka.

Pada malam kedua, pasukan Sunda lagi-lagi menyerang, namun tidak

seperti sebelumnya, kali ini Kompeni lebih siaga, meskipun banyak yang tewas, namun pasukan Sunda berhasil merebut benteng ke-2. Pasukan Mataram juga akhirnya berhasil merebut beberapa wilayah dan juga benteng

Kompeni.

Pada hari itu tidak ada serangan balik dari Kompeni saat siang harinya, namun ada utusan Kompeni yang membawa Ngabehi Taraju sebagai tahanan mereka, datang untuk menukarkan pasukan mereka yang ditahan oleh pasukan Sunda. Dipati Ukur saat itu langsung menemui pemimpin utusan tersebut, disebutkan kalau Tuan Besar Kompeni, Jan Pieterszoon Goen memberikan penawaran kepada pasukan Sunda untuk meninggalkan Mataram dan bergabung dengan Kompeni. Namun ditolak oleh Dipati Ukur.

(27)

persinggahannya untuk mempersiapkan penyerangan selanjutnya. Ditengah perjalanan mereka tertangkap oleh pasukan Belanda.

Pada siang hari, Dipati Ukur dibawa ke kota Jakarta, menemui Jacques Specs, wakil pimpinan Kompeni, untuk merundingkan usulan dari Kompeni. Dipati Ukur menggunakan kejadian tersebut untuk merundingkan balik agar Kompeni berhenti menjajah. Usulannya ditolak, dan juga terjadi sedikit perkelahian kecil. Saat selesai, Dipati Ukur kembali ke tempat persinggahannya.

Diceritakan di tanah Ukur, terjadi kekacauan karena Adipati Ronggonoto, bangsawan dari Mataram yang bertugas mengurus perbekalan untuk peperangan, berbuat seenaknya, sehingga membuat rakyat Ukur sengsara. Istri Dipati Ukur dan Ki Mardawa sempat berselisih dengan Ronggonoto, dan akhirnya mereka pergi dari kota Ukur menuju Batulayang. Ki Mardawa berangkat menemui Dipati Ukur untuk menceritakan apa yang terjadi di

tanah Ukur.

Saat Ki Mardawa sampai, pasukan Mataram sudah acak-acakan, kalah

dalam beberapa kali penyerangan, Adipati Bahureksa dan putranya pun sudah gugur. Lalu Ki Mardawa menceritakan semuanya kepada Dipati Ukur mengenai tanah Ukur yang rusak oleh Ronggonoto. Dengan segala pertimbangan yang akan terjadi, pasukan Ukur menarik diri dari medan perang.

(28)

Dengan segala pertimbangan, Dipati Ukur meninggalkan kota Ukur, meninggalkan juga putranya kepada Uwa-nya di Batulayang, lalu menyamar sebagai petani agar tidak ditemukan oleh Mataram. Dipati Ukur meninggal pada tahun 1650 saat umurnya 63 tahun di Banjaran.

III.1.7 Strategi Media

Dalam pembuatan buku novel Dipati Ukur ini ditentukan berbagai macam media sebagai berikut:

1 Media Utama

Media utama yang digunakan berupa buku novel. Buku novel dipilih dengan alasan selain remaja sebagai target audiens, juga akan lebih mudah mengemas cerita yang terbilang cukup panjang. Buku novel sendiri cukup diminati untuk saat ini.

2 Media Pendukung

Menyertai media utama, media pendukung dibuat agar menarik minat

audiens;

 Media Promosi

Media promosi yang digunakan adalah poster yang akan dipasang saat

penerbitan buku novel Dipati Ukur ini ditempat-tempat penjualan buku seperti Gramedia, Togamas dan Rumah Buku. Dengan tujuan untuk menarik minat masyarakat.

 Media Kreatif

(29)

III.1.8 Strategi Distribusi

Pendistribusian buku novel Dipati Ukur ini dilakukan di Jawa Barat, khususnya di kota Bandung. Karena Dipati Ukur ini sendiri adalah seorang tokoh Sunda yang turut membangun kota Bandung.

Media utama akan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo, dimana penerbit Elex Media Komputindo telah menerbitkan banyak buku novel, baik novel biasa ataupun novel ringan.

Penyebaran media promosi berupa poster akan dilakukan saat penerbitan awal buku Dipati Ukur, dan juga promosi di media sosial, selain itu ada pula merchandise yang akan diberikan untuk 100 pembeli pertama, seperti pin, gantungan kunci, stiker, pembatas buku, dan juga T-Shirt.

III.2 Konsep Visual

Dalam buku novel ini, visual yang digambarkan dibuat dengan gaya mengikuti semi-realis dan juga menggunakan pensil, yang kemudian di-retouch dengan menggunakan aplikasi Photoshop. Ilustrasi dalam buku novel ini berfungsi sebagai penggambaran kejadian dalam cerita dan juga pendukung imajinasi pembaca.

III.2.1 Gaya Visual

Gaya visual yang akan digambarkan menggunakan visual semi-realis, diharapkan dengan gaya ini dapat sesuai dengan isi cerita dan juga penggambaran tokoh didalam novel, sehingga dengan begitu dapat membantu pembaca menggambarkan kejadian yang terjadi didalam cerita serta tidak membuat pembaca cepat bosan.

(30)

III.2.2 Format Desain

Format desain perancangan media informasi ini berupa sebuah buku novel berukuran A5, 148 mm x 210 mm dengan sampul Hardcover. Ukuran A5 digunakan agar pembaca tidak kesulitan dalam menggengam buku yang akan dibacanya. Untuk material buku akan digunakan kertas Book Paper. Hardcover digunakan agar buku dapat bertahan lama, dan juga tidak mudah rusak.

III.2.3 Tata Letak

Penempatan visual gambar ilustrasi dalam buku novel ini akan ditaruh pada halaman sebelum ataupun selanjutnya pada bagian cerita yang digambarkan.

Gambar III.2. Contoh layout pada karya Sumber: Dokumentasi pribadi

III.2.4 Tipografi

Tipografi yang digunakan adalah tipografi sesuai tema yang ditentukan.

Penggunaan font untuk teks cerita menggunakan “Goudy Bookletter 1911”, “Aisha

Script” digunakan sebagai judul bab dalam buku dan dimodifikasi untuk digunakan

sebagai cover buku. Font yang dipilih dirasa dapat memberikan kesan kuno seperti buku-buku jaman dahulu.

(31)

Gambar III.4. Goudy Bookletter 1911 Sumber: Dokumen pribadi

III.2.5 Warna

Penggunaan warna dalam buku novel ini warna hitam dan putih. Baik untuk novel ataupun gambar visual yang ada didalam buku. Penggunaan warna hanya dipakai pada cover dan juga media pendukung, karena buku novel sendiri tidak akan menggunakan banyak warna untuk konten isinya.

Penggunaan warna pada cover dan juga media pendukung lainnya dominan terhadap warna gelap dan juga warna putih, dengan maksud agar kesan kuat dari warna gelap seperti warna hitam dapat menunjukkan kesan cerita yang kuat serta

putih untuk kesan bahwa Dipati Ukur adalah tokoh yang sejatinya baik hati dan berhati bersih.

Gambar III.5. Warna yang digunakan Sumber: Dokumentasi pribadi

III.2.6 Karakter 1. Dipati Ukur

Dipati Ukur adalah karakter utama dalam buku novel ini, ia adalah seorang raden sekaligus seorang ksatria yang memimpin pasukan tatar Ukur dalam penyerangan terhadap Kompeni di Jakarta.

(32)

pakaian, seperti pakaian menak, iket sunda, menggunakan sarung dan juga selendang dodot, serta membawa keris.

Gambar III.6. Referensi visual Dipati Ukur Sumber:

http://www.bandungkab.go.id/spaw2/uploads/images/sejarah.dipatiukur.jpg

Gambar III.7. Gambar sketsa karakter Dipati Ukur Sumber: Dokumentasi pribadi

2. Sultan Agung Mataram

(33)

-Gambar III.8. Referensi Visual Sultan Agung Mataram III

Sumber:https://c1.staticflickr.com/4/3906/14762104664_118509cefe.jpg

Gambar III.9. Referensi visual baju bangsawan Jawa

Sumber: http://yogyakarta.panduanwisata.id/files/2012/06/Keraton-Yogya-HB-X.png

(34)

3. Jendral Jacques Specx

Wakil Gubernur Kompeni yang menawarkan dan mencoba menghasut Dipati Ukur agar mengkhianati Mataram. Dari dialog yang ditampilkan, digambarkan kalau Jacques Specx ini orang yang pemarah.

Gambar III.11. Referensi visual Jacques Specx Sumber:

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/92/Jacques_Sp ecx.jpg/220px-Jacques_Specx.jpg

4. Ki Mardawa

Ki Mardawa atau Juragan Aria Patih adalah orang yang sudah menemani Dipati Ukur pada saat di Batulayang, pada cerita ini, Ki Mardawa

ditinggalkan di kabupaten Ukur untuk melindungi anak dan istri Dipati Ukur.

Gambar III.12. Referensi visual Ki Mardawa

Sumber: http://budaya-indonesia.org/f/2924/gandung_baju_kampret.jpg

5. Enden Saribanon

(35)

lalu berpindah ke kabupaten Ukur. Saribanon ikut menemani Dipati Ukur sampai akhirnya meninggal lebih dahulu daripada Dipati Ukur.

Gambar III.13. Referensi visual Enden Saribanon Sumber:

https://4.bp.blogspot.com/-XX-EDsfFwV0/VePjbLcB9NI/AAAAAAAAQ6c/QR4qT1pz7OA/s1600/gadis -bandung-1900-1930.jpg

III.2.7 Properti

Properti yang digunakan dalam ilustrasi diantaranya adalah batik parang rusak, pakaian menak, serta pakaian. Pakaian yang digunakan adalah pakaian menak (bangsawan), selain itu adapula properti selain pakaian seperti selendang, iket, blangkon, dan pakaian tentara Belanda.

Gambar III.14. Referensi batik

(36)

Gambar III.15. Referensi pakaian menak Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar III.16. Referensi iket sunda Sumber:

http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/Blangkon2.JPG

Gambar III.17. Referensi rumah Sunda

(37)

Gambar III.18. Referensi baju tentara Belanda Sumber:

http://3.bp.blogspot.com/-w600lQYq0H0/UAOQQVqCEnI/AAAAAAAAAXg/qyh53wIAx7s/s1600/eerens +copy.jpg

Gambar III.19. Referensi pakaian tentara Belanda Sumber:

(38)

BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA

IV.1 Media Utama

Media utama yang digunakan sudah dirincikan dalam bab sebelumnya, yaitu sebuah buku novel dengan judul Dipati Ukur. Dibuat dalam ukuran A5 dengan dicetak menggunakan bahan kertas novel (book paper) 100 gr. Kemudian dikemas dengan jilid hardcover.

IV.1.1 Konsep

Proses pra-produksi dimulai dengan membaca buku Dipati Ukur, dan juga mencoba translasi sedikit demi sedikit. Selain translasi, adapula gambar ilustrasi yang akan digunakan untuk menggambarkan potongan kejadian yang terjadi, ilustrasi sendiri dibuat dengan sedikit realis, meskipun masih termasuk gaya ilustrasi kartun. Penyesuaian tata letak dan huruf juga menjadi penting agar target audiens yang membaca tidak akan mendapat kesulitan dalam membaca buku ini.

IV.1.2 Translasi

Tahap translasi dilakukan seiring berjalannya proses yang lain, hasil translasi yang diketik menggunakan program Microsoft Office Word yang selanjutnya akan dipindahkan dengan menggunakan program Adobe Indesign untuk menata letak dan juga me-layout isi buku.

(39)

Gambar IV.2. Penataan cerita pada Indesign Sumber: Dokumentasi pribadi

IV.1.3 Produksi

Ada beberapa tahap produksi yang dilakukan, terutama pada bagian ilustrasi visual, karena dilakukan sketsa gambar terlebih dahulu sebelum menentukan hasil akhir gambarnya. Dalam proses sketsa menggunakan pensil 2B, lalu di scan dan akhirnya di edit menggunakan aplikasi Photoshop guna mengeluarkan warna yang lebih baik.

(40)

Gambar IV.4. Hasil edit dengan photoshop Sumber: Dokumentasi pribadi

IV.1.4 Cover (Sampul)

Sampul buku yang dibuat akan di jilid hard cover. Pemilihan hard cover dikarenakan agar buku dapat terjaga dan juga tahan lama. Proses pembuatan cover dimulai dari penulisan Dipati Ukur menggunakan aksara sunda yang kemudian di trace menggunakan aplikasi Illustrator, selain hasil trace ada juga font yang

digunakan, yaitu “Aisha Script” yang sudah dimodifikasi.

(41)

Gambar IV.6. Contoh hasil Cover. Sumber: Dokumentasi pribadi.

IV.1.5 Isi Buku

Buku novel akan dicetak dengan kertas novel (book paper) 100gr. Konten isi buku

lebih banyak bercerita dengan bentuk verbal dibandingkan visual, sesuai dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Isi cerita buku dibagi dalam beberapa bab yang di tulis dalam daftar isi.

1. Hak cipta, cover dalam, kata pengantar, dan daftar isi

(42)

Gambar IV.8. Kata Pengantar & Daftar Isi Sumber: Dokumentasi pribadi

- Hak Cipta memuat informasi penerbit dari buku tersebut, seperti judul buku, penulis, nomor seri buku yang diterbitkan, ISBN (International Serial Book Number), tahun terbit, serta ketentuan atau peraturan

terkait dengan hak cipta buku.

- Cover dalam hanya sebagai elemen estetis.

- Kata Pengantar berisi ucapan terima kasih dari penulis. - Daftar isi memuat seluruh bab yang ada didalam buku.

2. Bab 1: Pengangkatan Raden Wangsataruna diangkat sebagai bupati Ukur

(43)

Gambar IV.10. Bab 1 halaman 12 – 14 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.11. Bab 1 halaman 15 – 17 Sumber: Dokumentasi pribadi

(44)

Gambar IV.13. Bab 1 halaman 21 Sumber: Dokumentasi pribadi

Sebagai pengawal cerita, Wangsataruna akan diangkat sebagai bupati Ukur oleh para kepala di Ukur. Bagian ini adalah pengantar konflik yang nanti akan terjadi dibelakang. Masalah yang dibahas pada bagian ini adalah pihak mana yang akan ditentukan oleh rakyat Ukur apabila terjadi perang antara pihak Kompeni Belanda dan Mataram.

3. Bab 2 : Utusan dari Mataram

(45)

Gambar IV.15. Bab 2 halaman 25 – 26 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.16. Bab 2 halaman 27 - 28 Sumber: Dokumentasi pribadi

Pada bab ini, Dipati Ukur sudah memerintah tatar Ukur selama satu tahun, lalu datanglah utusan dari Mataram yang membawa pesan untuk membantu

(46)

4. Bab 3 : Menyerang Jakarta

Gambar IV.17. Bab 3 halaman 29 – 31 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.18. Bab 3 halaman 32 – 34 Sumber: Dokumentasi pribadi

(47)

Pada bab ini Dipati Ukur beserta Senapati Suranangga membawa para kepala dan pasukan Ukur pergi membantu pasukan Mataram yang dipimpin oleh Adipati Bahureksa untuk menyerang Jakarta. Konflik terjadi saat Dipati Ukur menolak utusan dari Mataram.

5. Bab 4 : Bertemu dengan Patroli

Gambar IV.20. Bab 4 halaman 37 – 39 Sumber: Dokumentasi pribadi

(48)

Gambar IV.22. Bab 4 halaman 43 – 44 Sumber: Dokumentasi pribadi

Diceritakan pada bab ini saat Dipati Ukur dan Suranangga pergi ke tempat pasukan Mataram diantar oleh Mas Jayengrono. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan pasukan patroli Kompeni Belanda.

6. Bab 5 : Berselisih Paham

(49)

Gambar IV.24. Bab 5 halaman 48 – 50 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.25. Bab 5 halaman 51 Sumber: Dokumentasi pribadi

Bab ini bercerita mengenai persilisihan paham antara Bahureksa dan juga Dipati Ukur. Selain itu terjadi pula perdebatan mengenai tahanan yang

(50)

7. Bab 6 : Membela Kehormatan dan Kebenaran

Gambar IV.26. Bab 6 halaman 52 - 54 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.27. Bab 6 halaman 55 - 57 Sumber: Dokumentasi pribadi

(51)

Cerita pada bab ini menceritakan saat Dipati Ukur kembali dari tempat Mataram, ia dihadang oleh pasukan Mataram yang ternyata dipimpin oleh Adipati Adireksa, adik dari Cicareksa.

8. Bab 7 : Pertempuran dengan Kompeni

Gambar IV.29. Bab 7 halaman 60 - 62 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.30. Bab 7 halaman 63 – 65 Sumber: Dokumentasi pribadi

(52)

9. Bab 8 : Usul Kompeni ditolak oleh Dipati Ukur

Gambar IV.31. Bab 8 halaman 66 – 68 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.32. Bab 8 halaman 69 - 70 Sumber: Dokumentasi pribadi

Bab ini menceritakan mengenai pertukaran tahanan antara Kompeni dan

(53)

10.Bab 9 : Dipati Ukur tertawan

Gambar IV.33. Bab 9 halaman 71 – 73 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.34. Bab 9 halaman 74 - 76 Sumber: Dokumentasi pribadi

(54)

Gambar IV.36. Bab 9 halaman 80 - 82 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.37. Bab 9 halaman 83 - 85 Sumber: Dokumentasi pribadi

Bab ini berfokus pada saat Dipati Ukur dibawa menghadap Jacques Specx untuk membicarakan perundingan yang sebelumnya ditolak. Terjadi

(55)

11.Bab 10 : Dipati Ukur meninggalkan Medan Perang

Gambar IV.38. Bab 10 halaman 86 - 88 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.39. Bab 10 halaman 89 - 91 Sumber: Dokumentasi pribadi

(56)

Gambar IV.41. Bab 10 halaman 95 - 97 Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar IV.42. Bab 10 halaman 98 - 100 Sumber: Dokumentasi pribadi

(57)

Bab ini menceritakan Ronggonoto, senapati Mataram yang mengurus perbekalan dari kota Ukur. Namun karena sikapnya yang buruk, ia menyengsarakan rakyat Ukur. Ki Mardawa pergi ke medan perang menyusul Dipati Ukur untuk memberitakan masalah tersebut. Dipati Ukur beserta kepala Ukur yang lainnya memutuskan akan meninggalkan medan perang dan kembali ke tanah Ukur untuk membela rakyatnya.

12.Bab 11 : Hukuman

Gambar IV.44. Bab 11 halaman 104 - 106 Sumber: Dokumentasi pribadi

(58)

Gambar IV.46. Bab 11 halaman 110 - 112 Sumber: Dokumentasi pribadi

Bab ini menceritakan mengenai hukuman yang diberikan kepada Ronggonoto atas perbuatannya menyengsarakan rakyat Ukur. Hukuman yang diberikan adalah pertarungan sampai mati melawan Dipati Ukur, dan juga merundingkan keputusan selanjutnya terhadap Mataram terkait dengan mundurnya Dipati Ukur dari medan perang.

13.Bab 12 : Lebur Papan Kalawan Tulis

(59)

Gambar IV.48. Bab 12 halaman 116 - 118 Sumber: Dokumentasi pribadi

Bab ini adalah penutup cerita dimana tanah Ukur sudah dikuasai oleh Mataram, Dipati Ukur menyamar sebagai petani untuk menghindari Mataram. Dipati Ukur wafat saat berumur 63 tahun, pada tahun 1650, di kabupaten Banjaran.

IV.2 Media Promosi

Penjelasan pada bab sebelumnya menjelaskan kalau buku ini akan dipromosikan lewat media sosial melalui akun official Elex Media Komputindo selaku penerbit

buku ini, selain itu pemasangan poster, mini x-banner, dan x-banner di tempat-tempat penjualan buku juga akan menjadi salah satu cara promosi yang akan

dilakukan.

IV.2.1 Poster

(60)

Gambar IV.49. Poster Sumber: Dokumentasi pribadi

Ukuran : 29 cm x 42 cm Bahan : Art Paper 210 gsm Teknis produksi : Cetak offset

IV.2.2 Mini X-banner

Mini X-banner ini akan di taruh di meja kasir ataupun disamping buku yang akan

dijual di tempat-tempat penjualan buku seperti Gramedia, Togamas, atau Rumah Buku sebagai informasi mengenai adanya bonus menarik untuk 100 pembeli pertama.

(61)

Ukuran : 25 cm x 40 cm Bahan : Art Paper 210 gsm Teknis produksi : Digital Printing

IV.2.3 X-banner

X-banner ini akan dipajang pada saat tanggal penerbitan. Didalam x-banner ini akan

ada informasi mengenai bonus yang akan didapat dan juga tanggal kapan bonus yang akan diberikan berakhir.

Gambar IV.51. X-banner Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ukuran : 160 cm x 60 cm

Bahan : Flexy Korea Teknis produksi : Digital Printing

IV.3 Merchandise

Merchandise yang dimaksud disini adalah bonus menarik yang sudah disebutkan

diatas, bonus ini akan diberikan untuk 100 pembeli pertama yang membeli buku

(62)

IV.3.1 Sticker

Stiker ini akan diberikan sebagai bonus didalam buku novel Dipati Ukur.

Gambar IV.52. Sticker Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ukuran : 3 cm x 7.5 cm Bahan : Kertas chromo Teknis produksi : Cetak offset

IV.3.2 Pembatas Buku

Pembatas buku ini akan diberikan sebagai bonus didalam buku novel Dipati Ukur.

Gambar IV.53. Pembatas buku

Sumber: Dokumentasi Pribadi

(63)

IV.3.3 Pin

Pin akan diberikan sebagai bonus untuk 100 pembeli pertama, untuk pembeli berikutnya tidak akan mendapatkan pin, hanya akan mendapatkan stiker dan juga pembatas buku.

Gambar IV.54. Pin Sumber: Dokumentasi pribadi

Ukuran : 5.8 cm x 5.8 cm

Bahan : Pin

Teknis produksi : Press pin

IV.3.4 Gantungan Kunci

Gantungan kunci ini akan diberikan sebagai bonus untuk 50 pembeli pertama.

Gambar IV.55. Gantungan Kunci sisi depan Sumber: Dokumen pribadi

(64)

Ukuran : 4.5 cm x 4.5 cm

Bahan : Pin

Teknis produksi : Press pin

IV.3.5 T-Shirt

T-shirt akan diberikan kepada 10 pembeli pertama sebagai bonus pembelian.

Gambar IV.56. T-shirt Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar

Gambar III.6. Referensi visual Dipati Ukur
Gambar III.10. Sketsa Karakter Sultan Agung Mataram Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar III.12. Referensi visual Ki Mardawa
Gambar III.13. Referensi visual Enden Saribanon Sumber: https://4.bp.blogspot.com/-XX-EDsfFwV0/VePjbLcB9NI/AAAAAAAAQ6c/QR4qT1pz7OA/s1600/gadis-bandung-1900-1930.jpg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Bahasa Indonesia digunakan sebagai penjelasan dan digunakan untuk melengkapi visual pada buku agar materi pesan yang disampaikan cukup jelas dan mudah

Dalam perancangan informasi yang berupa buku ini penulis.. merancang sebuah media yang dikemas agar menarik minat

Meninjau dari permasalahan yang ada, maka solusi yang dapat dilakukan adalah merancang informasi mengenai Bebegig Sukamantri melalui media informasi dalam bentuk buku

Dalam sebuah buku etnofotografi, penggunaan elemen visual berupa fotografi sangatlah mutlak. Hal ini diharapkan agar sebuah buku etnofotografi dapat menginformasikan

Berangkat dari permasalahan yang ada, maka dirancang sebuah buku panduan yang bertujuan menjadi pemandu dan bantuan dalam bentuk buku bacaan yang menggunakan

• Penambahan tokoh panakawan pada wayang kulit purwa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan tujuan menyampaikan nilai-nilai agama Islam.. • Sebagian masyarakat

Strategi kreatif pada media buku ilustrasi tentang tokoh si Kancil dalam dongeng binatang ini adalah berupa penyampaian informasi mengenai sifat dan karakter si kancil melalui

Klub Buku Narasi adalah sebuah komunitas atau klub buku yang termasuk salah satu child brand dari Narasi. Produk yang dihasilkan oleh Klub Buku Narasi berupa konten mengenai buku