• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Badan Legislasi Sebagai Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam Penyelesaian dan Optimalisasi Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015-2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Badan Legislasi Sebagai Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam Penyelesaian dan Optimalisasi Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2015-2016"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Muhammad Yusuf NIM : 1112048000013

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

RAKYAT RI DALAM PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2015-2016. PROGRAM STUDI Ilmu Hukum, konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1437 H/ 2016 M. x + 72 halaman + 4 halaman Daftar Pustaka.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kewenangan Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penyelesaian Program Legislasi Nasional Prioritas 2015-2016. Peran Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan dewan tercantum dan diamanatkan oleh Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR dan DPD.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan normatif empiris. pendekatan ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Bahan hukum yang digunakan penulis ada tiga yaitu bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Hasil dari analisis dan penelitian ini mengungkap bahwa Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan dewan masih kurang dalam menyelesaikan amanat pembentukan dan pengesahan Undang-Undang secara optimal.

Kata Kunci : DPR, Anggota DPR, Badan Legislasi Nasional, Kewenangan Badan Legislasi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014.

(6)

v

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta

alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “KEWENANGAN BADAN LEGISLASI SEBAGAI ALAT

KELENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM

PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2015-2016” dengan lancar dan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkankan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta

para keluarga, sahabat dan juga bagi kita selaku pengikut setia beliau hingga akhir

hayat.

Dan tidak lupa ucapan terima kasih dan cinta yang sedalam-dalamnya kepada

kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm. Dr. H. Achmad Sjatari, MBA dan Umi Hj.

Nurhayati Sjatari yang telah sepunuh hati mendukung penulis tanpa henti hingga detik

ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis baik

secara materiil maupun immaterial. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

(7)

vi

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta bimbingannya dengan

sabar kepada penulis selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Terimakasih tak terhingga untuk bapak Abu Thamrin,

segala kebaikan dan ketulusan hati bapak tak akan pernah penulis lupakan

seumur hidup.

4. Kakak dan Adik tercinta Nur Azizah, Ali Hussein, Asri Latifah dan Muchtar

Prawira yang telah memberikan dukungan dan semangatnya serta yang telah

menemani penulis sejak kecil hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Hukum UIN Jakarta angkatan 2012, saudara

Renaldi Hendryan, Muchtar Ramadhan, Khairul Atma, Muhammad Ansyori,

Ade Kurniawan, Farid, Nur Fadillah, Lidya Handayani, Sigit Ganda Prabowo,

Feby Adelia Paramita, F.Sentiana Amarella, Baghdady Zanzazi, Dimas

Anggri, Milzam El Karami, Choir Hasibuan, Benny, Qoshy Soraya, Nur

Jannah, Alif Zaenal, M. Arik Rizki dan seluruh teman-teman Ilmu Hukum

(8)

vii

Martunis, Zul, Intanzi, Alysa, Zahra, Aniza, Alfian, Raines, Adit, Putra, Fikri,

Aunur, Rifda, Harlie dan seluruh teman-teman.

7. Geng Buaya yang begitu luar biasa yang sudah memberikan warna lebih

terhadap penulis, saudara Khaidir Musa, Rhomi Prayoga, Bella O, Uli

Almatin, Nasrullah Acul, Kandiaz Ahmad, Agung Laksono. Terimakasih.

8. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sejauh ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, semoga senantiasa dalam perlindungan dan

keberkahan dari Allah SWT.

Demikian penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mohon

maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca

pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 29 September 2016 Penulis

(9)

1

Indonesia adalah negara demokrasi yang diterapkan dalam sistem

katatanegaraanya. Salah satu ciri pilar negara demokrasi adalah kedaulatan

rakyat sebagai pemegang arah masa depan bangsa. Hal tersebutlah yang

memicu lahirnya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 (untuk selanjutnya ditulis UUD 1945) yang membawa

perubahan signifikan di bidang sosial, politik dan hukum di Indonesia.

Perubahan ini berimplikasi pada perkembangan pelaksanaan

demokrasi di Indonesia yang ditandai dengan adanya pemilihan umum

langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum

langsung untuk memilih anggota Legislatif atau yang paling terbaru adalah

memilih calon Independent dalam pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah.1 Hal inilah yang dipandang lebih demokratis dibandingkan

pada masa sebelumnya yang cenderung kaku dan diskriminatif.

Negara Indonesia juga merupakan negara dengan penduduk terbesar

keempat di dunia. Komposisi penduduknya sangat beragam, baik dari suku

bangsa, etnisitas, panutan agama, maupun dari segi-segi lainya. Wilayahnya

pun sangat luas, terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil, yang sebagian besar

(10)

terpencil dari kehidupan dan pusat kota. Kompleksitas dan keragaman itu

sangat menentukan peta konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam

masyarakat, sehingga tidak dapat dihindari keharusan berkembangnya sistem

multi partai dalam sistem demokrasi yang hendak dibangun.2 Dari banyaknya

bentuk keberagaman tersebut maka diyakini bahwa negara diharuskan

memiliki lembaga perwakilan rakyat yang dapat menampung segala jenis

aspirasi dan masukan dari seluruh masyarakat di Indonesia.

Perubahan di dalam masyarakat Indonesia berkembang sikap untuk

mendirikan lembaga perwakilan yang berakar kepada kesejahteraan

masyarakat Indonesia, berwenanang merumuskan kebijaksanaan untuk

seluruh masyarakat Indonesia dan bahkan sebagai lembaga yang memainkan

mekanisme utama politik di Indonesia. Berdasarkan keinginan tersebut maka

dibentuklah lembaga parlemen yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia (MPR RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR RI) sebagai lembaga perwakilan di Indonesia.

Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang paling

pokok adalah fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga

perwakilan tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali.3

2Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, cet.Ke-1), h. 61.

(11)

Dikarenakan fungsi representatif merupakan bagian dari ujung tombak

masyarakat Indonesia dalam penyaluran aspirasi dan masukan untuk

perkembangan negara Indonesia yang lebih progresif.

Bagi negara yang menganut kedaulatan rakyat, keberadaaan lembaga

perwakilan hadir sebagai suatu keniscayaan. Sulit untuk dibayangkan

terwujudnya suatu Pemerintahan yang menjujung tinggi demokrasi tanpa

kehadiran institusi tersebut. Karena melalui lembaga inilah kepentingan rakyat

tertampung kemudian tertuang dalam berbagai kebijakan umum yang sesuai

dengan kepentingan rakyat.

Menurut kelaziman teori-teori ketatanegaraan, lembaga ini berfungsi

dalam tiga wilayah, yaitu wilayah legislasi atau wilayah pembuatan peraturan

perundang-undangan, wilayah penyusunan anggaran serta wilayah

pengawasan terhadap jalanya roda Pemerintahan.4 Dalam UUD 1945 setelah

perubahan, pengaturan terhadap lembaga perwakilan di Indonesia dapat kita

lihat pada pasal 1 ayat (2) dimana MPR RI terdiri dari DPR RI dan DPD RI.

Berdasarkan paparan di atas maka sudah jelas bahwa lembaga

perwakilan di Indonesia yang terdiri dari MPR RI, DPR RI RI dan DPD RI

memiliki kewenanganya masing-masing. Namun yang akan menjadi poin

penting dalam penulisan ini adalah lembaga perwakilan rakyat yang menjadi

representatif masyarakat Indonesia dalam menjalankan fungsi legislasi, fungsi

(12)

anggaran dan fungsi pengawasan yang sesuai dalam UUD NRI tahun 1945

yaitu DPR RI.

Rumusan pasal 20A ayat (1) dalam UUD NRI tahun 1945

menegaskan bahwa tiga fungsi DPR RI sebagaimana lazim tercantum dalam

teori hukum tata negara dan praktik di negara-negara lain. Dengan adanya

ketentuan ini maka fungsi-fungsi lembaga perwakilan oleh DPR RI semakin

kuat kerena fungsi tersebut telah ditulis dalam konstitusi negara Indonesia.

Tiga fungsi DPR RI tersebut ditulis berurutan namun tidak berarti

fungsi yang disebut terdahulu lebih penting atau prioritas dibanding fungsi

lainya. Hanya saja pandangan umum sering menganggap fungsi legislasi lebih

utama dan lebih banyak memberi perhatian dan sorotan terhadap pelaksanaan

fungsi ini. Padahal dalam perkembangan terkini lembaga-lembaga perwakilan

(parlemen) di berbagai belahan dunia, fungsi legislasi tidak lagi menjadi “primadona” dan lebih utama dibanding dengan fungsi lainya. Saat ini fungsi

pengawasan lebih utama dibandingkan dengan fungsi legislasi. Fungsi

pengawasan pun sering dilaksanakan oleh lembaga perwakilan dikarenakan

lebih mudah dijalankan dibandingkan fungsi legislasi yang menuntut banyak

persyaratan.5

Secara umum, dipahami oleh masyarakat bahwa fungsi DPR RI

meliputi fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Diantara

(13)

ketiga fungsi itu, biasanya yang paling menarik perhatian untuk menarik

politisi untuk diperbincangkan adalah tugas sebagai prakarsa pembuatan

Undang-Undang. Namun, jika ditelaah secara kritis, tugas pokok yang utama

yaitu sebagai pengambil inisiatif pembuatan Undang-Undang, dapat dikatakan

telah mengalami kemunduran serius dalam perkembangan akhir-akhir ini.6

Pelaksanaan fungsi legislasi di DPR RI dianggap lebih sulit karena

beberapa penyebab, pertama, Pemahaman dan pengetahuan para anggota

DPR RI terhadap masalah atau materi suatu Rancangan Undang-Undang

biasanya bersifat umum dan tidak detail. Hanya sebagian anggota DPR RI

yang dianggap dapat memahami isi Rancangan Undang-Undang. Hal ini tidak

mengherankan karena latar anggota DPR RI yang beragam. Kedua, DPR RI

tidak didukung tenaga ahli dalam jumlah yang cukup. Ketiga, anggaran

penyusunan Rancangan Undang-Undang yang terbatas. Keempat, proses

pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan

Undang-Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi karena DPR RI

bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan berbagai fraksi yang

beragam paham dan sikap politiknya serta kepentingan. Untuk memperoleh

sikap dan pandangan antar fraksi sudah tentu membutuhkan waktu yang

(14)

sangat tidak cepat dikarenakan harus melalui proses negosiasi mencari

kompromi serta lobi-lobi yang rumit dan lama.7

Berdasarkan kewenanganya DPR RI harus memiliki alat kelengkapan

dewan dengan tujuan masing-masing agar dapat mempermudah setiap kinerja

dan keberlangsungan proses legislasi, proses anggaran bahkan hingga proses

pengawasan. Dalam hal ini dirasa maka DPR RI sangat diperlukan untuk

membentuk alat kelengkapan dewan yang fokus secara khusus untuk

menangani proses legislasi.

Terbentuklah Badan Legislasi Nasional (Baleg) yang merupakan

salah satu alat kelengkapan DPR yang memegang peranan penting dalam

membuat satu Undang-Undang. Sebab Baleg lah yang menyusun Rancangan

program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas

Rancangan Undang-Undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan

dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR RI dengan

mempertimbangkan masukan dari DPD RI. Selain itu, Baleg juga

mengkoordinasikan penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan

Pemerintah, dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul DPR

berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan.8

7

Patrialis Akbar, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, cet.Ke-1), h. 63.

(15)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian hukum dengan judul “KEWENANGAN BADAN LEGISLASI

NASIONAL SEBAGAI ALAT KELENGKAPAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM PENYELESAIAN DAN OPTIMALISASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL PRIORITAS TAHUN 2014-2015”

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, dapat dipetik beberapa

persoalan yang berkaitan dengan peran dan fungsi kelembagaan negara di

bidang legislatif yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR RI) dalam menyelesaikan dan mengoptimalisasikan program

kerja khususnya dibidang legislatif yakni program legislasi nasional.

Dari latar belakang berfikir tersebut ternyata terdapat berbagai masalah

yang muncul yaitu :

1. Tugas DPR RI dalam menjalankan fungsi legislatif yakni pembuatan

produk hukum yakni Undang-Undang dinilai telah mengalami

kemunduran yang sangat serius.

2. Fungsi legislatif tidaklah menjadi primadona dan prioritas DPR RI dalam

menjalankan fungsinya. Namun fungsi pengawasanlah justru yang

(16)

3. Pemahaman anggota DPR RI terhadap setiap Rancangan Undang-Undang

yang bersifat umum dan tidak detail. Bahkan hanya sedikit anggota DPR

RI yang memahami begitu mendalam setiap Rancangan Undang-Undang

yang akan disahkan.

4. Proses pembahasan dan pengambilan putusan terhadap sebuah Rancangan

Undang-Undang di DPR RI lebih rumit dan lebih lama. Hal ini terjadi

karena DPR RI bersifat kolegial dan di isi demikian banyak anggota dan

berbagai fraksi yang beragam paham dan sikap politiknya serta

kepentingan. Untuk memperoleh sikap dan pandangan antar fraksi sudah

tentu membutuhkan waktu yang sangat tidak cepat dikarenakan harus

melalui proses negosiasi mencari kompromi serta lobi-lobi yang rumit

dan lama.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyaknya permasalah yang peneliti singgung

dalam indentifikasi masalah di atas, maka dalam pembuatan masalah ini

peneliti membatasi pada pembahasan mengenai peran DPR RI di bidang

legislatif khususnya dalam penyelesaian dan optimalisasi program

legislasi nasional prioritas tahun 2015-2016.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat

(17)

a. Apa saja faktor yang mempengaruhi optimalisasi Badan Legislasi

Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam penyelesaian

program legislasi nasional prioritas tahun 2015-2016 ?

b. Bagaimana upaya pembenahan instrumen manejemen Badan

Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam

penyelesaian program legislasi nasional prioritas ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok penelitian di atas, maka tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Badan

Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam

penyelesaian dan optimalisasi program legislasi nasional prioritas

tahun 2015-2016.

b. Untuk dapat mengetahui upaya pembenahan instrumen manejemen

badan Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan dalam

penyelesaian program legislasi nasional prioritas tahun

2015-2016..

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan

(18)

a. Secara Akademis

Dapat menjadi aspek pendukung dalam pengembangan ilmu

hukum tata negara. Agar penelitian ini dapat menjadi bahan

pendukung terhadap seluruh kalangan akademisi mahasiswa,

dosen atau bahkan kalangan anggota dewan agar lebih termotivasi

dalam menyelesaikan setiap Rancangan Undang-Undang

yang pro terhadap masyarakat.

b. Secara Praktis

Memberikan informasi bagi seluruh stakeholder atau para

pmangku kebijakan sekaligus seluruh akademisi secara luas

mengenai peran Dewan Perwakilan Rakat Republik Indonesia

dalam penyelesaian dan optimalisasi program legislasi nasional

(PROLEGNAS).

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Review atau kajian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian

yang sudah di lakukan, baik yang berupa skripsi, tesis, ataupun

penelitian-penelitian lainya yang pernah membahas kewenangan DPR RI yaitu.

1) Skripsi dengan judul “Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam

Legislasi Rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah Analisis

Putusan MK 93/PUU/-X/203 oleh Fikri Abdullah, NIM

10904800048, Jurusan Program Studi Ilmu Hukum Tata Negara,

(19)

Hidayatullah Jakarta, 2014. Skripsi menjawab tentang kewenangan

lembaga negara Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam

menajalankan kewenangan otonomi daerah setelah adanya Putusan MK

93/PUU/-X/203, sedangkan skripsi yang saya tulis menjelaskan tentang

kewenangan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.

2) Skripsi dengan judul Kewenagan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah

Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

MPR,DPR,DPD,dan DPRD ” Oleh Sri Andriyani, NIM 1111048000014,

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitaas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. skripsi ini menjelaskan tentang

kewenangan Dewan Perakilan Daerah Republik Indonesia dalam

menjalankanya fungsinya setelah adanya perubahan Undang-Undang

yang mengatur terkait MPR RI, DPR RI, DPD RI dan DPRD..

Berdasarkan skripsi yang saya tulis hanya menjelaskan fungsi legislasi di

dalam lingkungan DPR RI.

3) Buku dengan judul “Pasang Surut Kinerja Legislasi” Penertbit Raja

Grafindo, Tahun 2011. Oleh Ahmad Yani,S.H., MH. Menjelaskan terkait

dengan pasang surut kinerja legislasi DPR RI. Buku ini juga menjelaskan

dengan detail terkait pencapaian setiap RUU yang telah disahkan oleh

DPR RI setiap tahunya. Perbedaan dalam skripsi adalah pada fokus tahun

(20)

4) Jurnal dengan judul “ Fungsi Legislasi DPR RI” Oleh Norisman

Tumuhu. Menjelaskan tentang kedudukan dan kewenangan DPR RI

dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif. Berdasarkan

skripsi yang saya tulis menjelaskan secara detail tentang proses

penyelesaian dan optimalisasi Program Legislasi Nasional Prioritas.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis

dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan

konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.9

Penelitiam hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan pula pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan

suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam

gejala yang bersangkutan.10

9Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali, 2009, cet.Ke-11), h. 14.

(21)

1. Tipe penelitian

dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang

terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan

penngadilan.11 Serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga

yang menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

2. Sumber Data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang merupakan

bahan hukum utama yang belum pernah di olah oleh orang lain.

1) UUD 1945 pasca amandemen.

2) Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indoneia (DPD-RI) dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia (DPRD).

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua duplikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokomen-dokumen resmi. Publikasi hukum

(22)

meliputi buku-buku hukum, jurnal hukum, skripsi, dan

komentar-komentar para ahli dan pakar hukum tata negara.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan

informasi lebih lanjut terhadap bahan-bahan hukum primer dan

sekunder antara lain kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kamus

Hukum, majalah, koran, blog dan lainya.

2. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder atau bahkan bahan hukum tersier di uraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga dapat ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan secara

deduksi yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat

umum ke suatu permasalahan yang bersifat khusus atau yang lebih

kongkrit.12

3. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan buku “Pedoman Penulisan

Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.

(23)

G. Kerangka Teori dan Konsep

Dalam Pembahasan ini, disampaikan suatu rangkaian definisi secara

analisis dengan memberikan kejelasan secara terang mengenai konsep yang

dipergunakan dalam pembahasan sebagai berikut :

1. Negara adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik

karena negara merupakan suatu komunitas yang dibentuk oleh suatu

tatanan yang bersifat memaksa dan tatanan pemaksa ini adalah hukum13

2. Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga perwakilan rakyat yang

seluruh anggotanya dipilih secara langsung oleh masyarakat untuk

mewakili segala aspirasi dan pendapat. Dewan Perwakilan Rakyat juga

memiliki tiga kewenangan utama yakni dalam pembentukan dan

perumusan perundang-undangan, melakukan pengwawasan terhadap

Presiden dan lembaga-lembaga negara serta melakukan fungsi

penganggaran angaran belanja nasional.

3. Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga tinggi negara yang

seluruh anggotanya adalah penggabungan dari DPR-RI dan DPD-RI yang

memiliki kewenangan untuk merevisi UUD 1945, memberhentikan

Presiden dan Wakil Presiden dan melantik Presiden dan Wakil Presiden

republic Indonesia.

(24)

4. Kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan yang dijalankan oleh Presiden dan

Wakil Presiden dalam memerintah suatu organisasi negara.

5. Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang dijalankan oleh lembaga

legislatif di Indonesia dalam hal ini khususnya adalah Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia. Yang memiliki tugas pengawasan,

pengganggaran dan perundang-undangan.

6. Kekuasaan Yudikatif merupakan merupakan keuasaan yang dijalankan

oleh lembaga tinggi negara yang amanatkan dalam UUD 1945 untuk

mengawal serta melindungi hukum di Indonesia.

7. Program Legislasi Nasional adalah suatu Rancangan Undang-Undang

yang di himpun menjadi satu dan akan menjadi bahasan dalam masa kerja

keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat.

8. Program Legislasi Nasional Prioritas adalah suatu Rancangan

Undang-Undang yang di himpun menjadi satu dan akan di prioritaskan dalam

setiap tahun masa bakti anggota dewan perwakilan rakyat Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan

yang benar, tersistematis dan teratur, maka skripsi ini disusun dengan

sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab sebagai berikut :

(25)

(Review)studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab dua ini akan menjelaskan tentang pengertian legislasi, teori perwakilan, lalu teori organisasi negara yang didalamnya terdapat

deskripsi mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis

Permusyawaran rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

BAB III : Bab tiga akan menjelaskan lebih dalam lagi mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, tujuan program legislasi nasional, penyusunan

program legislasi nasional berdasarkan dasar hukum pembentukan

program legislasi nasional dan proses penyusunanya, Badan

Legislasi Nasional sebagai alat kelengkapan dewan perwakilan

rakyat, peran Badan Legislasi Nasional dalam penyusunan

program legsilasi nasional.

BAB IV : Bab empat akan menjelaskan tentang Pencapaian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam meyelesaikan dan

optimalisasi program legislasi nasional prioritas. Analisis data

pencapaian DPR RI dalam menyelesaiakan program legislasi

nasional prioritas. Factor- factor yang mempengaruhi hasil

(26)

peningkatan peran dewan perwakilan rakyat dalam penyelesaian

dan optimalisasi program legislas nasional prioritas.

(27)

19

Kata “legislasi” berasal dari bahasa inggris “legislation” yang berarti

perundang-undangan dan pembuatan Undang-Undang. Sementara itu kata

legislation” berasal dari kata kerja “to legislate” yang berarti mengatur atau

membuat Undang-Undang.1

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata

legislasi memiliki makna suatu proses pembuatan aturan

perundang-undangan.

Selama ini ada kerancuan peristilahan antara legislasi dan legislatif,

sebagaimana dipaparkan oleh Attamimi, istilah yang popular dan lazim digunakanan adalah kata sifat “legislatif”, seperti kekuasaan legislatif yang

menunjuk pada trias politika dari Monstesquieu, di samping kekuasaan

eksekutif dan kekuasaaan yudikatif. Bila akhirnya kata legislasi diterima,

kata-kata eksekutif dan yudikatif akan berubah menjadi eksekusi dan yudikasi

yang arti dan pengertianya menjadi lain sama sekali. Kata legislasi belum

terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia, serta tidak terdapat dalam

bahasa Belanda yang di bidang hukum dan perundang-undangan sering

menjadi sumber kata-kata Indonesia yang berakhiran “si”, seperti polisi, grasi

1

(28)

atau delegasi. Memang dalam bahasa Inggris terdapat kata “legislation”, yang

dalam bahasa Indonesia terjemahanya adalah “perundang-undangan”, dan

dalam bahasa Belanda disebut “wetgeving”2

Legislasi juga merupakan proses pembentukan hukum tertulis

dengan/melalui negara. Rousseau, sebagaimana dikutip john Bell dan Sophie

Boyron, mendefinisikan:

“Legislation is an expression of the general will, such that a free

people is only bound by the laws which they have made for them

selves”3

Sebagai sebuah fungsi untuk membentuk Undang-Undang, legislasi

merupakan sebuah proses (legislation as a process). Oleh karena itu,

Woodrow Wilson dalam bukunya “Congressional Government” mengatakan

bahwa legislation is an aggregate, not a simple production. Berhubungan

dengan hal tersebut, Jeremy Bentham dan John Austin mengatakan bahwa

legislasi sebagai “any form of law-making”. Dengan demikian, bentuk

peraturan yang ditetapkan oleh oleh lembaga legislatif untuk maksud

mengikat umum dapat dikaitkan dengan pengertian “enected law”, “statue”,

2Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta: Sekretaris Jenderal DPR RI, 2001, cet.Ke-1), h.33

(29)

atau Undang-Undang dalam arti luas. Dalam pengertian itu, fungsi legislasi

merupakan fungsi dalam pembentukan Undang-Undang.4

Menurut Burkhardt Krems, Ilmu Pengatuhuan Perundang-undangan

(Gesetzgebungswossenschaft) merupakan ilmu yang interdisipliner yang

berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi yang secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :

1. Teori perundang-undangan (Gesetzgebungstheorie) yang berorientasi

pada mencari penjelasan dan kejernihan makna atau pengertian yang

bersifat kognitif.

2. Ilmu perundang-undangan (Gesetzgebungslehre) yang berorientasi pada

melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan

perundang-undangan dan bersifat normatif. Ilmu perundang-perundang-undangan ini dibagi

kembali menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Proses perundang-undangan (Gesetzebungsverfahren)

b. Metode perundang-undangan (Gesetzgebungsmelhode)

c. Teknik perundang-undangan (Gesetzgebungstechnik)

Teori legislasi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana sistem

legislasi yang baik. Dengan pemaparan mengenai legislasi ini diharapkan

dapat memperlihatkan bahwa menjadi suatu keniscayaan untuk mewujudkan

Pemerintahan yang baik (Good Governance) di semua bidang kekuasaan

4Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi “Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam

(30)

negara, termasuk di bidang legislasi. Untuk mewujudkan Pemerintahan yang

baik di bidang legislasi maka mekanisme pembentukan peraturan

perundang-undangan juga harus mengacu pada atau memperhatikan prinsip-prinsip good

governance yang paling relevan untuk diterapkan adalah partisipasi,

transparasi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas,

efesiensi dan efektifitas serta profesionalisme 5

B.Teori Perwakilan

Alfred de Grazia dalam tulisanya mengenai perwakilan politik bahwa

perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan

terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai

macam tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan

terwakil.6 Dalam hal melaksanakan kewenangan ini, rakyat yakin bahwa

segeala kehendak dan segala kepentinganya akan diperhatikan didalam

pelaksanaan kekuasaan negara. Cara melaksanakan kekuasaan negara ialah

senantiasan mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, setiap tindakan

dalam melaksanakaan kehendak negara tidak bertentangan dengan kehendak

dan kepentingan rakyat, bahwa sedapat mungkin berusahan memen uhi

segela keinginan rakyat.7

5

Maria farida, Ilmu Perundang-undangan, Dasar dan Pembentukanya (Yogyakarta: Kanisius, 2002, cet.Ke-5), h.2.

6Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta: CV. Rajawali, cet.Ke-1, 1985), h 1.

7

(31)

Teori perwakilan yang dikemukakan oleh Goerge Jillinek adalah

teori mandat.8 Dalam teori mandat, si wakil dianggap duduk di lembaga

perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris.

Ajaran ini muncul di Prancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rosseau

dan diperkuat oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori

mandat inipun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir

teori mandat ini disebut sebagai :

1. Mandat Imperatif

Menurut ajaran teori ini si wakil bertindak dan bertugas di lembaga

perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya.

Si wakil tidak boleh bertindak diluar instruksi tersebut dan apabila ada

hal-hal yang tidak terdapat dalam instruksi-instruksi tersebut, maka si wakil

harus mendapat instruksi baru yang diwakilinya baru dapat

melaksanakanya.

2. Mandat Bebas

Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Prancils dan Black Stone

Inggris. Ajaran ini mengajarkan bahwa si wakil dapat bertindak tanpa

tergantung dengan instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini si wakil

adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran

(32)

hukum masyarakat yang di wakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak

atas nama yang diwakilinya atau atas nama masyarakat.

3. Mandat Representatif

Dalam teori ini si wakil dianggap bergabung dalam suatu lembaga

perwakilan (Parlemen). Rakyat memilih dan menberikan mandat

pada lembaga perwakilan (Parlemen), sehingga si wakil sebagai

individu tidak ada hubungan dengan pemiliknya apalagi pertanggung

jawabanya. Lembaga perwakilan (Parlemen) inilah yang akan bertanggung

jawab terhadap rakyat.

Menurut John Stuart Mill, yaitu satu-satunya Pemerintahan yang

sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan suatu kondisi sosial adalah yang

didalamnya seluruh warga dapat berpartisipasi; yang setiap pertisipasinya

berguna, bahkan dalam fungsi public yang terkecil; yang dimanapun

partisipasinya itu seharusnya besar yang diberikan tingkat perbaikan umum

masyarakat; dan pada akhirnya yang tak lebih diharapkan adalah

pengakuan seluruh warga negara untuk berbagi kekuasaan dalam

memerintah negara. Namun dalam sebuah masyarakat yang melebihi kota

kecil, ketika semua tidak dapat berpartisipasi secara pribadi dalam segala

(33)

tampaknya tipe ideal untuk suatu Pemerintahan yang sempurna haruslah

berupa perwakilan.9

C. Teori Organisasi Negara

Pembahasan tentang organisasi dan kelembagaan negara, hal pokok

dapat dimulai dengan mempersoalkan hakikat kekuasaan yang dilembagakan

atau diorganisasikan kedalam bangunan kenegaraan. Kuncinya pada apa dan

siapa yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang biasa disebut sebagai

pemegang kedaulatan (sovereignty) dalam suatu negara. Sehubungan dengan

konsep tertinggi dan konsep kedaulatan, dalam filsafat hukum dan

kenegaraan, dikenal adanya lima ajaran atau teori yang biasa diperdebatkan

dalam sejarah, yaitu kedaulatan tuhan (Sovereignty of God), Kedaulatan Raja

(Sovereignty of the King), Kedaulatan Hukum (Sovereignty of Law),

Kedaulatan Rakyat (Poeple’s Sovereignty) dan ajaran kedaulatan negara

(State’s Sovereignty).10

Menurut John A. Jacobson, bahwa secara umum, struktur organisasi

lembaga perwakilan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu lembaga perwakilan

rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar

(bicameral).11 Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sesuai dengan apa

9Efriza, Ilmu Politi (Bandung: Alfabeta, 2013, cet.Ke-3), h.112.

10 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet.Ke-2) h.135

(34)

yang telah termaktub dalam UUD 1945 pra amandemen dinyatakan bahwa

negara Indonesia menganut sistem unicameral dengan menempatkan MPR RI

sebagai supremasi yang memegang penuh kedaulatan rakyat. Akibat dari itu

timbul ketimpangan ketatanegaraan terutama antar lembaga negara, dimana

akibat dari superioritas tersebut MPR RI dapat memberikan justifikasi pada

semua lembaga negara tanpa terkecuali, sehingga eksistensi kekuasaan

lembaga (Legislatif, Eksekutif dan Yudukatif) menjadi semu.

Dalam sidang umum MPR tahun 2001 berhasil mengamandemen

UUD 1945 dengan mengembalikan sistem ketatanegaraan khususnya pada

kelembagaan negara pada proporsinya, yaitu mengembalikan eksistensi

lembaga legislatif ke sistem bicameral. Amandemen ini tidak lagi

menempatkan MPR RI sebagai supremasi tetapi sebagai lembaga tinggi

negara yang keanggotaanya meliputi DPR RI dan DPD RI. Pertimbangan

logis Indonesia mengadopsi sistem bicameral dengan membentuk kamar

kedua setelah DPR RI, yaitu DPD adalah untuk mewadahi keterwakilan yang

berbeda, yaitu pusat dan daerah.12

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Seperti dinyatakan terdahulu, para pendiri negara (the founding father)

menempatkan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara yang membawahi

beberapa lembaga tinggi negara. Namun setelah adanya amandemen UUD

12

(35)

1945 MPR RI tidak lagi berkedudukan seabagai lembaga tertinggi negara

dan pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Penghapusan sistem lembaga

tertinggi negara merupakan upaya logis untuk keluar dari perangkap desain

ketatanegaraan yang rancu dalam menciptakan mekanisme check and

belancec di antara lembaga-lembaga negara.

Perubahan terhadap kedudukan MPR RI secara otomatis berpengaruh

terhadap tugas dan wewenang dalam kaitanya dengan kedudukan Presiden.

Jika kedudukan Presiden merupakan wewenang penuh MPR RI, dalam arti

pengangkatan dan pemberhentian. Maka dengan dipilihnya langsung

Presiden oleh rakyat, kewenangan ini tidak lagi dimiliki oleh MPR RI.

Secara jelas pasal 3 UUD 1945 menetapkan tugas majelis yaitu :

a. Mengubah dan menetapkan UUD 1945 (Ayat 1)

b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Ayat 2)

c. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa

jabatannya menurut UUD 1945 (Ayat 3)13

2. Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) ialah lembaga

pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, atau sebagai lembaga

legislatif. Fungsi DPR, sebagaimana ketentuan Pasal 20A Ayat (1), adalah

13

(36)

fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.14 Pada

hakikatnya tiga fungsi utama DPR RI memiliki hubungan yang erat dan

ketiga fungsi ini selalu bersentuhan dengan fungsi lainnya, misalnya ketika

DPR RI menghasilkan Undang-Undang yang kemudian disetujui bersama

dengan Presiden, maka DPR RI harus mengadakan pengawasan terhadap

pelaksanaan produk Undang-Undang oleh lembaga Eksekutif yakni

Presiden.15

Berdasarkan pasal 2A Ayat (1) menyatakan, DPR RI merupakan

lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara,

yang memiliki fungsi antara lain :

a. Fungsi legislasi yaitu fungsi untuk membentuk Undang-Undang yang

dibahas oleh Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

b. Fungsi anggaran, yaitu fungsi untuk menyusun dan menetapkan

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) bersama Presiden

dengan memperhatikan pertimbangan DPD RI.

14A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945 (Jakarta: Kompas, 2009, cet.Ke-1) h.310.

(37)

c. Fungsi pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan UUD 1945, udnang-undang, dan peraturan

pelaksananya.16

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang itu, DPR RI sebagai

lembaga perwakilan rakyat dibekali berbagai hak. Pertama, hak meminta

keterangan kepada Presiden. Kedua, hak penyelidikan. Ketiga. Hak atas

melakukan perubahan atas Rancangan Undang-Undang. Keempat, hak

mengajukan peryataan pendapat. Kelima, hak untuk mengajukan seseorang

untuk megisi jabatan lembaga tinggi negara jika ditentukan oleh

Undang-Undang. Keenam, hak mengajukan Rancangan Undang-Undang-Undang. Selain itu,

anggota DPR RI secara perseorangan dibekali hak mengajukan

pertanyaan, hak protokoler dan hak keuangan dan administratif.

3. Dewan Perwakilan Daerah

DPD RI dibentuk untuk lebih mengembangkan sistem birokrasi di

Indonesia dan untuk menampung aspirasi di daerah agar mempunyai

wadah untuk mencurahkan harapan daerah dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia. posisi seperti masyarakat tidak menyerahkan kekuasaan keapda

penguasa secara langsung dan tidak diserahkan kepada siapa saja secara

seporadis, akan tetapi kekuasaan itu diserahkan kepada orang-orang yang

dianggap berkompeten.

16

(38)

Kehadiran DPD RI pada era reformasi paling tidak memberikan angin

segar dalam memperjuangkan aspirasi kedaerahan karena memperoleh

perhatian besar dari publik, masalah yang menyangkut ketidakpuasan

daerah mendapat media yang luas untuk diperbincangkan dan dibahas

secara terbuka sehingga menjadi wacana public. Pemahaman tersebut

membuka jalan kepada daerah-daerah untuk lebih bebas dan mandiri dalam

mengatur serta memprakarsai daerah masing-masing. Dalam menjalankan

kewenanaganya, DPD RI memiliki fungsi yang hampir sama dengan DPR

RI yakni diantaranya adalah fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan

fungsi legislasi.17

(39)

31

A.Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

1. Landasan Yuridis Dewan Perwakilan Rakyat

Dasar yuridis keberadaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPRD dan DPD dan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 mengamanatkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang didalam

pelaksanaanya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan perwakilan. Untuk melaksanakan prinsip dari kedaulatan

rakyat tersebut, perlu diwujudkan lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan

daerah yang mampu mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap

dan serta memperjuangkan aspirasi rakyat. salah satu hal penting dalam amandemen

UUD 1945 adalah penataan kembali sistem perwakilan.1

Sejalan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan politik bangsa di

Indonesia, telah dibentuk Undang-Undang No 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD, yang dimaksudkan sebagai upaya penataan

susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD. Dalam perkembangannya

Undang-Undang No 22 Tahun 2003 diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang No 27 Tahun 2009

Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. Frasa “Susunan dan Kedudukan” pada

Undang-Undang sebelumnya dihapuskan. Penghapusan tersebut dimaksudkan untuk tidak

membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan

(40)

Walaupun telah menjalankan fungsi legislasi secara optimal, DPR tetap saja tidak

lepas dari kesan atau penilaian yang kurang bagi berbagai kalangan. Sejumlah produk

legislasi DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Produk legislasi yang berupa Undang-Undang terkesan tidak serius dirancang dan

dibahas, sebaliknya berdasarkan kepentingan kelompok dan kompromi politik.2 Oleh

karenanya seiring perkembangan dinamika hukum ketatanegaraan dan dinamika

politik yang terjadi di DPR RI maka dibentuklah Undang-Undang terbaru yang dapat

mengakomodasi dan mengawal proses fungsi DPR RI yaitu Undang-Undang No. 17

Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD.

2. Struktur Organisasi dan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat

Secara garis besar DPR RI memiliki tiga tugas dan kewenangan pokok. Pertama,

kewenangan legislatif membentuk Undang-Undang dan menetapkan Anggaran

Pendapatan Belanja Nasional bersama Presiden. Kedua, kewenangan pengawasan

terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Anggaran Pendapatan Belanja Nasional dan

kebijakan Pemerintah. Ketiga, adalah kewenangan anggaran terhadap Anggaran

Pendapatan Belanja Nasional.3

2Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang No 27 Tahun 2009

tentang MPR, DPR, DPD, DPRD. h. 5.

(41)

wenang, rakyat kemudian memilih perwakilanya untuk duduk dalam Pemerintahan.

DPR RI juga dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden jika Presiden melanggar

haluan negara yang telah ditetapkan UUD 1945.4

Gambar 1. Struktur Organisasi DPR RI

4Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012 cet.Ke-5), h.38.

Ketua DPR RI

Wakil Ketua DPR RI (I)

Wakil Ketua DPR RI (III) Wakil Ketua DPR RI (II)

Wakil Ketua DPR RI (IV)

Komisi I, II dan III

(Kordinator Bidan Politik dan Kemanan)

Badan Kerjasama antar Parlemen dan Badan

Legislasi Nasional

Komisi VII, IX dan X

(Kordinator Bidan Kesejahteraan Rakyat)

Mahkamah Kehormatan Dewan

Komisi IV, V, VI dan VII

(Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan)

Komisi IX

(Kordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan)

(42)

kekuasaan legislatif menjadi titik penting untuk menjelaskan fungsi legislasi dalam

sistem Pemerintahan Presidensial. Dalam pandangan Paul Christhoper Manuel dan

Anne M. Camissa, salah satu karakter mendasar dari sistem presedensial adalah

pemisahan kekuasaan legislatif kekuasaan eksekutif. Dengan pemisahan itu, dalam

sistem presedensial, badan legislate menentukan agendanya sendiri, membahas dan

menyerujui Rancangan Undang-Undang pun sendiri pula. Biasanya, badan legislatif

mengusulkan dan memformulasikan dan dapat bekerjsama dengan eksekutif dalam

merumuskan legislasi , terutama pada saat partai politik yang sama berkuasa di keudua

cabang Pemerintahan itu.5

DPR RI hasil pemilu tahun 1999 adalah DPR yang terpilih dalam iklim politik

yang relative demokratis sejak berakhirnya era orde baru pada tahun 1998. Dengan

demikian, DPR RI sekarang memiliki kesempatan lebih besar untuk menjalankan

fungsi-fungsinya secara optimal.6 Perubahan pertama terhadap UUD 1945 terjadi pada

19 Oktober 1999, dalam sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 14-21 Oktober

1999. Dalam perubahan ini, terjadi pergeseran kekuasaan Presiden dalam membentuk

Undang-Undang, yang diatur dalam pasal 5, berubah menjadi Presiden berhak

mengajukan Rancangan Undang-Undang, dan DPR RI memegang kekuasaan

membentuk Undang-Undang (Pasal 20 UUD 1945). Perubahan pasal ini memindahkan

5 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi “Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia”(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, cet.Ke-3), h. 82.

(43)

a. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.

b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk

mendapatkan persetujuan bersama.

c. Jika Rancangan Undang-Undang tersebut tidak mendapat persetujuan bersama,

Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR

masa itu.

d. Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama

menjadi Undang-Undang.

e. Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah di setujui bersama tersebut

tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan

tersebut disetujui, Rancangan Undang-Undang tersebut sah dan wajib

diundangkan.

B.Tujuan Program Legislasi Nasional

Program Legislasi Nasional merupakan salah satu bagian dari pembangunan

hukum nasional dan instrument perencanaan pembentukan Undang-Undang yang disusun

secara terencana, terpadu dan sistematis. Secara operasioanl Program Legislasi Nasional

memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang disusun berdasarkan metode dan

parameter tertentu serta dijiwai oleh visi dan misi pembangunan hukum nasional dan

merupakan sarana mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang

tercantum dalam pembukaan UUD 19458

(44)

Program Legislasi Nasional, DPR RI dan Pemerintah masing-masing menyusun Program

Legislasi Nasional. Berdasarkan pasal 21 Undang-Undang Nomer 12 tahun 2011,

penyusunan Program Legislasi Nasioanal di lingkungan DPR RI di kordinasikan oleh alat

kelengkapan DPR RI yang khusus menangani bidang legislasi (Badan Legislasi Nasional

DPR RI). Sedangkan penyusunan Program Legislasi Nasioanal di lingkungan Pemerintah

di kordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang

peraturan dan perundang-undangan (Menteri Hukum dan HAM). Kordinasi penyusunan

Program Legislasi Nasional antara DPR RI dan Pemerintah dilaksanakan oleh DPR

melalui Badan Legislasi Nasional DPR RI.9

Program Legislasi Nasional dewasa ini juga merupakan salah satu instrumen

penting dalam kerangka pembangunan hukum, Khususnya dakam konteks pembentukan

materi hukum. Program Legislasi Nasioanal merupakan instrumen perancanaan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang disusun bersama DPR RI dan

Pemerintah. Melalui Program Legislasi Nasional diharapkan upaya pembentukan materi

hukum dapat berjalaran lebih terarah, terpadu, dan sistematis.

Pasca perubahan UUD NRI Tahun 1945, Program Legislasi Nasional semakin

diperkuat dan dipertegas keberadaanya, terutama sejak keluarnya Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Secara

tegas dinyatakan dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa

perancanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi

(45)

menengah) dan Rancangan Undang-Undang yang akan disusun dalam jangka waktu

tahunan (jangka pendek).

Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

melalui pembentukan peraturan perundang-undangan akan dapat meproyeksikan

kebutuhan hukum atau Undang-Undang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan

menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indikator secara rasional, sehingga

program legislasi nasional tidak sekedar daftar judul Rancangan Undang-Undang,

melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau tahun anggaran

yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai bentuk dari pembagunan

nasional. Menentukan ukuran dan argumentasi setiap Rancangan Undang-Undang dalam

menyusun Program Legislasi Nasional kurun waktu lima tahun dan Program Legislasi

Nasional Prioritas Rancangan Undang-Undang untuk satu tahun memiliki tingkat

kesulitan karena memiliki nilai dimensi yang luas. Kesulitan tidak hanya sekedar

membentur Program Legislasi Nasioanal, akan tetapi juga pasca program legislasi, yaitu

agar bagaimana agar setiap Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Program

Legislasi Nasional dapat diselesaikan.

Penyusunan Program Legislasi Nasional dilakukan bersama oleh DPR RI dan

Pemerintah, dengan DPR RI sebagai kordinatornya. Pada tahap awal awal penyusunan

Program Legislasi Nasional dilakukan secara pararel baik di Pemerintah maupun di DPR

RI. Penyusunan di lingkungan Pemerintah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum

(46)

Badan Legislasi Nasional (Baleg). Hasil penyusunan dilingkungan Pemerintah dan DPR

RI kemudian dibahas bersama untuk disepakati, dan selanjutnya akan dituangkan dalam

keputusan DPR RI sebagai dokumen resmi Program Legislasi Nasional.10

C.Penyusunan Program Legislasi Nasional

Program Legislasi Nasional sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan merupakan bagian

integral dari pembangunan hukum nasional. Program Legislasi Nasional merupakan

instrumen perencanaan pembentukan program pembentukan Undang-Undang yang

disusun secara terencana, terpadu dan sistematis sesuai dengan program pembangunan

nasional dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang memuat skala prioritas Program

Legislasi Nasional jangka panjang, menenengah (5 Tahun) dan Program Legislasi

Nasional Tahunan. Dengan adanya Program Legislasi Nasional, diharapkan pembentukan

Undang-Undang yang baik berasal dari DPR RI, Presiden, maupun DPD RI dapat

dilaksanakan secara terencana, sistematis, terarah, terpadu dan meyeluruh.

Pembentukan Undang-Undang yang melalui Program Legislasi Nasional

diharapkan dapat mewujudkan konsistensi Undang-Undang, serta meniadakan

pertentangan antar Undang-Undang (vertical maupun horizontal) yang bermuara pada

terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna, dan demokratis. Selain itu, dapat

mempercepat proses penggantian meteri hukum yang merupakan peninggalan masa

colonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.

10

(47)

hukum secara mendasar, Program Legislasi Nasioanal dari aspek isi atau materi hukum

(legal substance) memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang dibentuk secara

selaras dengan tujuan pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan dari

rumusan pencapaian tujuan negara sebagaimana dimuat dalam Pembukaaan UUD 1945,

yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi, dan keadilan sosial.

Pembentukan peraturan perundang-undangan yang terarah melalui Program

Legislasi Nasional diharapkan dapat mengharahkan pembangunan hukum, mewujudkan

konsistensi peraturan perundang-undangan , serta meniadakan pertentangan antara

peraturan perundang-undangan yang ada (vertical maupun horizontal) yang bermuara

pada terciptanya hukum nasional yang adil. Dalam praktik, proses pembentukan

peraturan perundang-undangan memberikan arah dan menunjukan jalan bagi terwujudnya

cita-cita kehidupan bangsa melalui aturan hukum yang dibentuknya harus memperhatikan

tiga hal, yaitu :11

1. masa lalu yang terkait dengan penyusuaian hukum warisan colonial dengan hukum

nasioanal.

2. Masa kini yang berkaitan dengan kondisi objektif da n kebutuhan hukum saat ini; dan

3. Masa yang akan datang sesuai tujuan negara yang dicita-citakan dan perkembangan

lingkungan strategis.

11 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(48)

Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah dan

tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan peraturan

perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan

pokok materi yang hendak diatur serta kaitanya dengan Undang-Undang lainya. Oleh

karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkordinasi, terarah

dan terpadu yang disusun bersama oleh DPR dan Pemerintah.

Pembentukan Undang-Undang melalui fungsi legislasi DPR RI merupakan bagian

dari pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi hukum. manfaat dari

Program Legislasi Nasioanal bagi pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI adalah menjamin

agar pembangunan materi hukum dilaksanakan secara terarah, meyuluruh dan terpadu.

Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional didasarkan pada visi dan misi

pembangunan hukum nasional menjiwai meteri hukum yang akan dibentuk. Dengan

demikian, Program Legislasi Nasional tidak hanya sekedar daftar keinginan saja,

malainkan daftar yang dilandasi kebutuhan serta visi pembangunan hukum nasional.12

1. Dasar Hukum Pembentukan Program Legislasi Nasional

Dasar Penyusunan Program Legislasi nasional telah diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang antara lain meliputi :

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Pasal 16 menyebutkan, bahwa perencanaan

Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional

(49)

c. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan

Penglolaan Program Legislasi Nasional. Peraturan Presiden ini merupakan

turunan atau ketentuan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Peraturan Presiden

tersebut dijelaskan bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan

DPR RI dikondisikan oleh alat kelengkapan dewan yakni Badan Legislasi

Nasional (Baleg), sedangkan dilingkungan Pemerintah di kordininasikan oleh

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

d. Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor

01/DPR RI/2009 tentang Tata Tertib yang menegaskan salah satu tugas Badan

Legislasi Nasional adalah menyusun Program Legislasi Nasional.

2. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR RI

Badan Legislasi Nasional dalam mongkordinasikan penyusunan Program

Legislasi Nasional dapat meminta atau memperoleh bahan dan atau masukan dari

masyarakat, komisi, fraksi, dan atau DPD RI. Secara lebih lengkap penyusnan

Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR RI dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut.

a. Badan Legislasi Nasional dalam membentuk Program Legislasi Nasional di

lingkungan DPR RI meminta usulan daftar RUU yang akan di usulkan dari fraksi,

komisi, atau DPD RI paling lambat 1 (satu) masa masa sidang sebelum dilakukan

(50)

Legislasi Nasional.

c. Usulan dari fraksi atau komisi disampaikan oleh pimpinan fraksi atau pimpinan

komisi kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional (Baleg)

d. Usulan dari DPD RI disampaikan oleh pimpinan DPD RI kepada pimpinan DPR

RI dan oleh pimpinan DPR disampaikan kepada Badan Legislasi Nasional.

e. Apabila dipandang perlu, dalam penyusunan Program Legislasi Nasional, Badan

Legislasi Nasional dapat mengundang pimpinan fraksi, komisi, pimpinan alat

kelengkapan DPD RI yang khusus menangani bidang legislasi, dan atau

masyarakat.

f. Usulan dari masyarakat diusulkan kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional.

g. Masukan disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Badan Legislasi Nasional

dengan menyebutkan daftar judul Rancangan Undang-Undang disertai dengan

alasan yang memuat urgensi atau tuijuan penyusunan, sasaran yang ingin di

wujudkan, objek yang akan diatur dan jangkuan serta arah pengaturan.

h. Usul Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh fraksi, komisi, DPD RI dan

masyarakat di inventarisasi oleh sekretariat Badan Legislasi Nasional, selanjutnya

dibahas dan ditetapkan oleh Badan Legilasi untuk menjadi bahan kordinasi

dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan

perundang-undangan.

i. Daftar usulan Rancangan Undang-Undang dari fraksi, komisi, DPD RI dan

(51)

Berikut digambarkan skema alur penyusunan Program Legislasi Nasional di

[image:51.612.72.541.113.348.2]

lingkungan DPR RI.

Gambar 2. Skema Alur Penyusunan Prolegnas di Lingkungan DPR RI

D. Badan Legislasi Nasional sebagai Alat Kelengkapan DPR RI

Badan Legislasi Nasional (Baleg) Pertama kali dibentuk pada tahun 1999

berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR yang ditetapkan oleh DPR RI pada tanggal 23

September 1999. Badan Legislasi Nasional DPR RI mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan Rancangan

Undang-Undang, baik yang datang dari Pemerintah maupun usul inisiatif DPR RI,

untuk 1 (satu) masa keanggotaan DPR RI dan setiap tahun sidang.

2. Membantu menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif DPR RI.

3. Mengikuti perkembangan dan megawasi pelaksanaan Undang-Undang dan peraturan

perundang-undangan lainya berkordinasi dengan komisi-komisi.

13 Ahmad Yani, Pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2011), cet.Ke-1, h.36.

Masyarakat Komisi Fraksi

Badan Legislasi

DPD RI

Konsep Program Legislasi Nasional DPR RI di kordinasikan oleh Badan Legislasi

Satu Masa Sidang Pimpinan

(52)

keanggotaan DPR RI.14

E. Peran Badan Legislasi Nasional dalam Penyusunan Program Legislasi Nasional

Penyusunan Program Legislasi Nasional merupakan salah satu tugas dari dari

Badan Legislasi Nasional DPR RI. Tugas tersebut dirumuskan dalam pasal 42 ayat (1)

haruf a peraturan Peraturan Tata Tertib DPR RI dengan kalimat sebagai berikut :

Menyusun Program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan

Undang-Undang untuk satu masa keanggotaan dan prioritas untuk setiap tahun anggaran, yang

selanjutnya akan dilaporkan oleh rapat paripurna untuk ditetapkan dengan keputusan

DPR RI”. Penyusunan program serta urutan prioritas tersebut dilaksanakan melalui

beberapa tahap, yaitu :

1. Menginvetarisasi masukan dari anggota Fraksi, Komisi, DPD dan masyarakat untuk

ditetapkan menjadi keputusan Badan Legislasi Nasional.

2. Keputusan seabagaimana dimaksud pada angka (1) merupakan bahan konsultasi

dengan Pemerintah.

3. Hasil konsultasi dengan Pemerintah dilaporkan kepada rapat paripurna untuk

ditetapkan.

Penyusunan program dan urutan prioritas disertai pula dengan evaluasi. Oleh

karena itu, Badan Legislasi Nasional diberikan wewenang pula untuk melakukan evaluasi

terhadap program dan urutan prioritas Rancangan Undang-Undang. Adapun tahapan

14 Sekretaris Jenderal DPR RI, Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia (Jakarta: Sekretatis

(53)

1. Tahapan Penyusunan dan Pengajuan

Pasal 21 UUD 1945 menyebutkan bahwa anggota DPR RI berhak mengajukan

usul Rancangan Undang-Undang. Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa

Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR RI.

Selanjutnya pasal 22D ayat (1) UUD 1945 DPD RI dapat mengajukan kepada DPR

RI Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan

pusat dan daerah, pembentukan serta pemekaran suatu daerah, pembentukan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi daerah serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan demikian, Rancangan

Undang-Undang dapat berasal dari DPR RI, Presiden dan DPD RI. Berdasarkan pasal 16 UU

No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Rancangan

Undang-Undang yang diajukan disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional.

Namun hanya DPR RI dan Presiden yang berhak mengajukan RUU diluar Program

Legislasi Nasional.15

2. Pembahasan

Pembahsan Rancangan Undang-Undang di DPR RI dilakukan oleh Komisi,

Badan Legislasi Nasional atau Panitia Khusus melalui dua tingkat Pembicaraaan

Tingkat I dilakukan dalam rapat Komisi atau rapat Badan Legislasi Nasional atau

rapat Panitia Khusus bersama Pemerintah. Pembicaraan Tingkat I meliputi :

15Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta: Sekretaris

(54)

Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah untuk Rancangan Undang-Undang

tertentu; Atau

Pandangan dan pendapat Pemerintah terhadap Rancangan undang-udnang dan DPR

RI atau pandangan dan pendapat Pemerintah dan DPD RI terhadap

Rancangan-Undang-Undang tertentu.

b. Tanggapan Pemerintah atas pandangan Fraksi-fraksi atau tanggapan Pemerintah

atas pandangan dan pendapat Fraksi-fraksi dan DPD RI untuk Rancangan

Undang-Undang tertentu.

c. Pembahasan Rancangan Undang-Undang berdasarkan daftar inventarisasi masalah.

(pembahahasan lebih mendetail, pasal demi pasal bahkan menyangkut tata bahasa)

Dalam pembicaraan tingkat I ini DPR RI dapat mengadakan rapat internal dalam

rapat dengar pendapat dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menangkap

aspirasi dari masyarakat pada tingkat ini, kegiatan RPDU atau kepanjangan dari Rapat

Dengar Pendapat Umum dalam rangka menangkap aspirasi masyarakat menjadi faktor

penting dalam kinerja DPR RI. Lalu pada Pembicaraan Tingkat II dilakukan dalam

Rapat Paripurna. Pembicaraan Tingkat II meliputi :

a. Penyampaian laporan hasil Pembicaraan Tingkat II.

b. Pendapat akhir Fraksi-fraksi dan pendapat akhir Pemerintah.

c. Pengambilan keputusan.16

3. Proses Pengesahan dan Pengundangan

16Uli Sintong Siahaan dan Siti Nur Solehah, Peran Politik DPR-RI Pada Era Reformasi (Jakarta: Sekretaris

(55)

dalam jangka waktu 15 hari kerja, Ranc

Gambar

Gambar 2.  Skema Alur Penyusunan Prolegnas  di Lingkungan DPR RI
Tabel 1.1. Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015-2016
Tabel 1.2. Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015-2016 yang Disahkan Menjadi Undang-
Grafika, 2011, cet.Ke-1

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi gejala geologi yang diamati merupakan hasil produk dari proses geologi asosiasi batuan, tektonik, dan siklus geologi yang mengontrol pembentukan endapan, yang kemudian

terpilih Konsep Rencana Penanganan rinci untuk BWK / Kawasan terpilih sesuai skala prioritas yang ada c,4 Identifikasi kebutuhan perangkat pendukung dan kelembagaan list

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan

kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara bergiliran sehingga dapat melatih kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan. Cara ini upaya yang sangat baik melatih

Dalam penelitian ini akan menerapkan metode Analisis Risiko pada Portofolio Saham Syari’ah Menggunakan Value at Risk (VaR) dengan Pendekatan Generalized Pareto Distribution

Adapun berbagai pihak yang merasa dirugikan oleh klausula eksemsi atau perjanjian baku yang telah dibuat oleh pihak PT.Telkom diantaranya seperti pelanggan yang mempunyai

Povzetek Značilnost slovenskega novinarskega poročanja o storilcih in odkrivanjih kaznivih dejanj so polpreiskovalni novinarji, ki se od preiskovalnega novinarja ločijo po tem, da

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang melakukan suatu penilaian terhadap suatu usaha yang dijalankan. Seperti halnya yang dijelaskan pada QS. dan apabila